Anda di halaman 1dari 230

LAPORAN

PENGUMPULAN DATA BIDANG GIZI DAN RENCANA


PROGRAM INTERVENSI GIZI MASYARAKAT
DI PUSKESMAS II DENPASAR BARAT

Oleh
Mahasiswa Semester VII
Semester Gasal Tahun Ajaran 2021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2021
LAPORAN

PENGUMPULAN DATA BIDANG GIZI DAN RENCANA


PROGRAM INTERVENSI GIZI MASYARAKAT
DI PUSKESMAS II DENPASAR BARAT

Oleh
Kelompok 8

1. Ni Wayan Eka Melda Yanti P07131218068


2. I Gusti Agung Istri Agung Ika Padmi Swari P07131218045
3. Vira Rizkania P07131218019
4. Ni Putu Inten Wicaksani P07131218002
5. Made Sri Rahayuningsih P07131218024
6. Ni Made Rina Ariani P07131218025
7. I Made Estiana Mahendra P07131218026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2021
LAPORAN
PENGUMPULAN DATA BIDANG GIZI DAN RENCANA
PROGRAM INTERVENSI GIZI MASYARAKAT
DI PUSKESMAS II DENPASAR BARAT

Pengumpulan Data Bidang Gizi ini


Merupakan Praktek Lapangan Mata Kuliah
Perencanaan Program Gizi (PPG)
Semester VII Tahun 202

Telah Mendapat Persetujuan:


Mengetahui Dosen Pembimbing
Ketua Jurusan Gizi Mata Kuliah PPG
Politeknik Kesehatan Denpasar

(Dr.Ni Komang Wiardani, SST., M.Kes)


(I Wayan Ambartana, SKM.,M.Fis.)
NIP. 196703161990032002
NIP. 196708141991031002

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Lapangan Mata Kuliah Perencanaan Program Gizi ( PL PPG)
yang berjudul “Pengumpulan Data Bidang Gizi Dan Rencana Program Intervensi
Gizi Masyarakat Di Puskesmas II Denpasar Barat” ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan laporan ini untuk
memenuhi kegiatan Praktek Lapangan (PL) Perencanaan Program Gizi yang
diberikan kepada kami, serta memberi pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Dalam menyusun laporan ini, kami banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada :
1. Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar yang telah memberikan ijin dan
kesempatan untuk melaksanakan kegiatan ini.
2. Pihak Puskesmas II Denpasar Barat yang telah memberikan ijin untuk
melaksanakan Pengumpulan Data Dasar Bidang Gizi.
3. Tim Dosen Mata Kuliah Perencanaan Program Gizi yang telah
memberikan materi dan dukungan demi kelancaran pembuatan proposal
dan kegiatan ini.
4. Bapak I Wayan Ambartana, SKM.,M.Fis. selaku pembimbing lapangan
yang senantiasa selalu membimbing dan memberi masukan sehingga
laporan ini dapat diselesaikan.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh


karena itu, saran maupun kritik yang bersifat membangun dari para pembaca
sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Demikian
penelitian sederhana ini, semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata
kami mengucapkan terima kasih.
Denpasar, Desember 2021
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar merupakan salah satu institusi
pendidikan vokasi. Salah satu program studi yang ada di Jurusan Gizi Polteknik
Kesehatan Denpasar adalah Program Studi Gizi dan Dietetika. Prodi Gizi dan
Dietetika menerapkan kurikulum 8 (delapan) semester. Pada semester (tujuh)
terdapat mata kuliah PPG (Perencanaan Program Gizi) dengan bobot 2 SKS.
Pada mata kuliah ini mahasiswa dituntut mampu merencanakan program gizi
masyarakat yang berorientasi pada program gizi puskesmas sebagai pusat
pelayanan program kesehatan pada umumnya dan program gizi pada khususnya.
Hal ini sangat terkait dengan kompetensi lulusan sebagai pelaksana atau
koordinator program gizi puskesmas atau masyarakat mulai dari merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi program. Untuk itu mahasiswa Jurusan Gizi
Politeknik Kesehatan Denpasar diwajibkan mempelajari program kesehatan dan
gizi yang ada di Puskesmas agar dapat menyusun rencana program gizi
masyarakat. Beberapa data terkait program kesehatan atau gizi Puskesmas
merupakan hal yang penting untuk dipelajari.
Puskesmas merupakan garda terdepan dalam melakukan penyelenggaraan
upaya kesehatan dasar dan merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya (Kementerian Kesehatan RI, 2015). di Kota Denpasar telah
dibangun 11 buah Puskesmas induk yang telah memiliki kemampuan gawat
darurat serta kemampuan laboratorium dan 25 buah puskesmas pembantu serta 11
unit puskesmas keliling. Di Kota Denpasar terdapat empat puskesmas yang sudah
terakreditasi salah satunya Puskesmas II Denpasar Barat. Puskesmas II Denpasar
Barat merupakan puskesmas perawatan dan telah mendapatkan status akreditasi
tertinggi yaitu akreditasi paripurna pada tahun 2016. Puskemas II Denpasar Barat
mewilayahi 5 Desa dan 1 Kelurahan yaitu Desa Dangin Puri Kelod, Desa Dauh
Puri Kauh, Desa Padang Sambian Kelod, Desa Pemecutan Kelod dan Kelrahan
Dauh Puri.
Puskesmas II Denpasar Barat memiliki enam program pokok pelayanan
kesehatan meliputi Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, KIA dan KB,
Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
(P2M) dan Upaya Pengobatan.
Berdasarkan laporan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali bahwa cakupan ASI
Eksklusif untuk Provinsi Bali tahun 2012 yakni 65,88%, cakupan tertinggi di
kabupaten Gianyar yaitu 74,98%, dan cakupan terendah yakni Karangasem
58,59%. Wilayah Denpasar angka cakupannya yakni 68,55%, sedangkan target
pencapaian ASI Eksklusif secara nasional yakni 80%. Jadi cakupan ASI Eksklusif
di wilayah Denpasar masih dibawah target (Laporan Data Kesehatan Dinas
Kesehatan Provinsi Bali, 2012). Data Dinas Kesehatan Kota Denpasar Agustus
2013, cakupan tertinggi ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Denpasar
Timur dengan prevalensi 73,66% dan cakupan terendah berada di wilayah kerja
Puskesmas Denpasar Barat dengan prevalensi 65,19%. Puskesmas Denpasar Barat
memiliki dua wilayah yakni Puskesmas I Denpasar Barat dan Puskesmas II
Denpasar Barat dengan masing-masing cakupan 66,27% dan 63,46%. Jadi
cakupan ASI Eksklusif terendah di Denpasar adalah di Puskesmas II Denpasar
Barat (Laporan Data Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2013).
Masalah kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan tertinggi di dunia,
terutama di negara-negara berkembang. Data statistik daripada United Nation
Foods and Agriculture Organization (FAO), menyatakan bahwa kekurangan gizi
di dunia mencapai 1,02 milyar orang yaitu kira-kira 15% populasi dunia dan
sebagian besar berasal dari negara berkembang. Anak-anak adalah golongan yang
sering mengalami masalah kekurangan gizi. Kira-kira setengah daripada 10,9 juta
anak yaitu kira-kira 5 juta anak meninggal setiap tahun akibat kekurangan gizi
(FAO, 2009).
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan, seperti pelayanan kesehatan
dan ketersediaan sarana dan prasarana, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya di
wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya
dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Puskesmas juga
memiliki fungsi sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
tingkat pertama dan Upaya Kesehatan perseorangan (UKP) tingkat pertama serta
sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan (Kemenkes RI, 2015).
Status gizi masyarakat dapat diindikasikan oleh status gizi balita dan ibu
hamil. Masalah gizi pada dua kelompok tersebut dapat berpengaruh pada
rendahnya kualitas SDM. Pengaruh dari kedua masalah gizi ini sangat luas dalam
berbagai sendi kehidupan masyarakat, baik dalam konteks masalah sosial budaya,
maupun ekonomi dan status bangsa. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 diketahui balita di Indonesia mengalami masalah gizi
ganda dimana balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita
gizi kurang sebesar 13,8%. Balita yang tergolong kurus sebesar 6,7% sedangkan
yang gemuk sebesar 8,0% (Kemenkes RI, 2018).
Prevalensi balita yang tergolong pendek berdasarkan TB/U sebesar 19,3% dan
tergolong sangat pendek sebesar 11,5%. Proporsi konsumsi makanan beragam
pada anak <24 bulan secara keseluruhan baru mencapai 46,6%. Wanita usia subur
(WUS) yang mengalami KEK dalam keadaan tidak sedang hamil sebesar 14,5%,
sedangkan wanita usia subur yang mengalami KEK dalam keadaan hamil sebesar
17,3%. Di Kota Denpasar tahun 2019 dari 6.534 balita yang ditimbang saat
pemantauan status gizi 2,3% tergolong gizi kurang sudah dapat ditekan
dibandingkan 2018 (3,49%). Balita yang diukur tinggi badannya sebanyak 5,3%
tergolong pendek menurun dibandingkan tahun 2018 (9,59%) dan dari 6.534
balita yang diukur 0,9% termasuk balita kurus menurun dibandingkan tahun 2018
(3,78%) (Dinkes Kota Denpasar, 2019).
Sebagai calon tenaga kesehatan maka perlu dilakukan tindakan yang nyata
dalam menangani masalah gizi yang terjadi di Indonesia, seperti menganalisis
kelompok-kelompok rawan gizi dan bagaimana mengatasi masalah tersebut secara
kompleks dan berkesinambungan. Perlu kegiatan-kegiatan yang positif seperti
melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, ikut dalam kegiatan bakti sosial, dan
melaksanakan program gizi yang terpadu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan
adalah program Intervensi gizi masarakat apakah yang dapat direncanakan di
Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyusun rencana Program Intervensi Gizi Masyarayak berdasarkan masalah
gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah gizi yang terjadi pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengumpulkan data masalah gizi pada balita dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
b. Mengumpulkan data masalah gizi pada ibu hamil dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
c. Mengumpulkan data terkait masalah gizi pada ibu menyusui dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat
d. Mengumpulkan data terkait masalah gizi pada wanita usia subur dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
e. Menganalis hubungan faktor-faktor dengan masalah gizi pada balita di
wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
f. Menganalis hubungan faktor-faktor dengan masalah gizi pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
g. Menganalis hubungan faktor-faktor dengan masalah gizi pada ibu menyusui di
wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
h. Menganalis hubungan faktor-faktor dengan masalah gizi pada wanita usia
subur di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
i. Menyusun program gizi untuk mengatasi masalah gizi di wilayah kerja
Puskesmas II Denpasar Barat.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
penerapannya bagi pihak terkait, khususnya di bidang gizi pada wilayah
Puskesmas II Denpasar Barat.
2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi data terkait masalah gizi dan faktor penyebabnya
sehingga mahasiswa mampu merencanakan program intervensi gizi pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Kesehatan Blum atau Derajat Kesehatan Masyarakat


Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu kondisi
lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika. Teori H.L.
Blum yang menyebutkan bahwa derajat kesehatan ditentukan oleh 40% faktor
lingkungan, 30% faktor perilaku, 20% faktor pelayanan kesehatan, dan 10%
faktor genetika (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang
mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Konsep
paradigma sehat H.L. Blum memandang pola hidup sehat seseorang secara
holistik dan komprehensif. Masyarakat yang sehat tidak dilihat dari sudut pandang
tindakan penyembuhan penyakit melainkan upaya yang berkesinambungan dalam
menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berikut merupakan gambar dari Teori Kesehatan Menurut H.L Blum
terdapat pada gambar 1.

Gambar 1. Teori Kesehatan Menurut H.L Blum


Keempat faktor tersebut saling berpengaruh positif dan sangat
berpengaruh kepada status kesehatan seseorang. Berikut merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap derajat kesehatan menurut teori H.L Blum.
1. Faktor Keturunan.
Faktor ini lebih mengarah pada kondisi individu yang berkaitan dengan asal
usul keluarga, ras, dan jenis golongan darah.
2. Faktor Pelayanan Kesehatan.
Pelayanan kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam
pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan
keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan
kesehatan. Ketersediaan fasilitas kesehatan dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat
dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan
kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
memerlukan (Endra Febri, 2015). Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh
pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Faktor Perilaku.
Perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu,
juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan sosial
ekonomi, dan perilaku-perilaku yang melekat pada dirinya (Endra Febri, 2015).
Selain itu Faktor Perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat,
perilaku petugas kesehatan, dan perilaku para pejabat pengelola pemerintahan
(pusat dan daerah) serta perilaku pelaksana bisnis.
4. Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan. Faktor
lingkungan terdiri dari 3 bagian ;
a. Lingkungan fisik, terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dan
dirasakan. Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca,
makanan, rumah, panas, sinar, radiasi, dan lain-lain. Lingkungan fisik ini
berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa serta
memegang peranan penting dalam proses terjadinya penyakit pada
masyarakat. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi
sumber berkembangnya penyakit (Endra Febri, 2015).
b. Lingkungan biologis, terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang
dapat dilihat maupun tidak. Bersifat biologis atau benda hidup misalnya
tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga, dan lain-
lain yang dapat berperan sebagai agen penyakit, reservoir infeksi, vektor
penyakit, dan hospes intermediate. Hubungan manusia dengan lingkungan
biologisnya bersifat dinamis dan pada keadaan tertentu saat terjadi
ketidakseimbangan di antara hubungan tersebut, manusia akan menjadi sakit
(Endra Febri, 2015).
c. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah bentuk lain secara fisik dan
biologis di atas. Lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia
seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Berupa kultur,
adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standar, gaya hidup,
pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial dan poolitik.
Manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial melalui berbagai media seperti
radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu, dan sebagainya. Bila manusia
tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, akan terjadi
konflik kejiwaan dan menimbulkan gejala psikosomatik seperti stres,
insomnia, depresi, dan lain-lain (Endra Febri, 2015).

B. Ibu Hamil
1. Pengertian Ibu Hamil
Ibu hamil merupakan seseorang yang sedang dalam proses pembuahan untuk
melanjutkan keturunan. Dalam tubuh seorang wanita hamil terdapat janin yang
tumbuh yang tumbuh di dalam rahim. Kehamilan terjadi setelah bertemunya
sperma dan ovum, tumbuh dan berkembang di dalam uterus. Seorang ibu harus
menjaga kesehatan sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan permasalahan pada
kesehatan ibu, bayi dan proses persalinan. (Mamuroh, 2019).
Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari).
Kehamilan ini dibagi atas 3 semester yaitu; kehamilan trimester pertama mulai 0-
14 minggu, kehamilan trimester kedua mulai mulai 14-28 minggu, dan kehamilan
trimester ketiga mulai 28-42 minggu (Yuli, 2017).
2. Status Anemia
a. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana jumlah dan ukuran sel darah
merah atau kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari normal, yang akan
mengakibatkan terganggunya distribusi oksigen oleh darah ke seluruh tubuh
(Kemenkes, 2018).
Anemia defisiensi besi adalah masalah defisiensi nutrisi yang terbanyak dan
merupakan penyebab anemia terbesar di dalam kehamilan.Sebesar 20% populasi
dunia diketahui menderita anemia defisiensi besi dan 50% dari individu yang
menderita defisiensi besi berlanjut menjadi anemia defisiensi besi (Salmariantity,
2012).
b. Klasifikasi Anemia
1) Anemia defisiensi besi (Fe)
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak
hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi seperti
terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat, feroglukonat
atau Natrium ferobisitrat, pemberian preparat besi 60mg/hari dapat menaikkan
kadar Hb sebanyak 1 gr% tiap bulan (Andita, 2018).
2) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh karena
kekurangan asam folat, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12 (Andita,
2018).
3) Anemia hipoplastik
Anemia hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, membentuk sel darah merah baru.
4) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik yaitu anemia disebabkan karena penghancuran seldarah
merah yang lebih cepat dari pembuatannnya.
Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan
yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia.
Batasan anemia bagi ibu hamil menurut Riskesdas (2013) :
a) Tidak anemia : ≥ 11 gr%
b) Anemia : < 11 gr%
c. Tanda dan gejala
Penderita anemia biasanya memiliki tanda dan gejala seperti mudah lemah,
letih, lesu, nafas pendek, muka pucat, susah berkosentrasi serta fatique atau rasa
lelah yang berlebihan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami
kekurangan distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung penderita anemia
biasanya lebih cepat karena burusaha mengkompensasi kekurangan oksigen
dengan memompa darah lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan kebugaran
tubuh menurun. Jika kondisi ini berlangsung lama,kerja jantung menjadi berat dan
bisa menyebabkan gagal jantung kongestif.Anemia zat besi juga bisa
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga tubuh tubuh mudah
terinfeksi (IPMG,2009;Fatmah,2010; Salmariantity, 2012).
Ibu hamil yang mengalami malnutrisi akan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia),
konsentrasi hilang, nafas pendek yaitu anemia sudah parah dan keluhan mual,
muntah lebih hebat pada hamil muda (Proverawati, 2009).
d. Faktor yang mempengaruhi Anemia
1) Faktor Mendasar
a) Sosial ekonomi
Sosial ekonomi akan mempengaruhi pemenuhan zat gizi seseorang. Semakin
tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang maka semakin berkualitas makanan yang
dikonsumsi, begitupun sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat sosial
ekonomi rendah akan lebih enggan untuk memenuhi gizi seimbangnya.
b) Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2005) Pengetahuan (knowledge) adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
c) Pendidikan
Pendidikan akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil, melalui pendidikan
ibu hamil dapat membuka jalan pikirnya menjadi lebih logis dan berperilaku
positif. Ibu hamil dengan pendidikan tinggi akan memiliki tingkat pengetahuan
yang tinggi dan dapat berperilaku positif untuk mencegah penurunan kadar Hb ibu
hamil.
Tingkat pendidikan rendah menyebabkan kurangnya kemampuan untuk
menerima informasi kesehatan serta rendahnya kesadaran akan kesehatan.
Keadaaan ini menyebabkan ibu hamil tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi
selama hamil sehingga menyebabkan terjadinya anemia kehamilan.(Sari, 2019).
d) Budaya
Budaya di masing-masing daerah yang sudah diwariskan secara turun-temurun
dan menjadi kebiasaan sangat mempengaruhi perilaku kesehatan termasuk pola
makan. setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam hal pola makan,
pendistribusian makanan, pantangan baik untuk kelompok tertentu seperti upacara
adat, anak maupun ibu hamil. Kebiasaan yang bertentangan inilah yang dapat
menghambat terciptanya pola hidup sehat di masyarakat (Vanessa dkk., 2009).
2) Faktor Langsung
Faktor langsung dipengaruhi oleh pola konsumsi dan infeksi.
a) Pola konsumsi
Pola konsumsi merupakan susunan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola
konsumsi dapat diartikan sebagai cara seseorang atau kelompok dalam memilih
makanan yang baik dan mengonsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh
fisiologi, psikologi, budaya dan sosial (Waryana, 2010).
b) Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan seseorang mengalami gizi kurang melalui
berbagai mekanisme yang paling penting ialah efek langsung dari infeksi sistemik
pada metabolisme jaringan. Walaupun hanya terjadi infeksi ringan sudah akan
menimbulkan kehilangan nitrogen. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya
nafsu makan dan toleransi terhadap makanan.
Penyakit infeksi yang di derita ibu hamil biasanya tidak diketahui saat
kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan. Penyakit
yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin dan bayi yang akan
dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular dapat mempengaruhi
kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus penyebab penyakit
(Andita, 2018).
Perdarahan patologis akibat penyakit atau infeksi parasit seperti cacingan dan
saluran pencernaan berhubungan positif terhadap anemia. Darah yang hilang
akibat infeksi cacing tambang bervariasi antara 2-100 cc/hari, bergantung pada
beratnya infestasi. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan banyaknya telur
cacing adalah 0,8 mg (untuk necator americanus) sampai 1,2 mg (untuk
Ancylostoma duodenale) dalam sehari (Fatmah,2010 dalam Salmariantity, 2012)
3) Faktor Tidak Langsung
a) Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk
ibu selama masa kehamilannya. Pelayanan Antenatal Care (ANC) dapat dipantau
dengan kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya. Pelayanan ini
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang di tetapkan dalam
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai resiko yang
ditemukan dalam pemeriksaan).
b) Paritas
Paritas merupakan salah satu faktor penting dalam kejadian anemia zat besi
pada ibu hamil. wanita yang sering mengalami kehamilan dan melahirkan makin
anemia karena banyak kehilangan zat besi, hal ini disebabkan selama kehamilan
wanita menggunakan cadangan zat besi yang ada di dalam tubuhnya.
c) Umur
Umur ibu yang ideal dalam kehamilan yaitu pada kelompok umur 20-35 tahun
dan pada umur tersebut kurang beresiko komplikasi kehamilan serta memiliki
reproduksi yang sehat. Hal ini terkait dengan kondisi biologis dan psikologis dari
ibu hamil. Sebaliknya pada kelompok umur < 20 tahun beresiko anemia sebab
pada kelompok umur tersebut perkembangan bilogis yaitu reproduksi belum
optimal. Selain itu, kehamilan pada kelompok usia diatas 35 tahun merupakan
kehamilan yang beresiko tinggi. Wanita hamil dengan umur diatas 35 tahun juga
akan rentan anemia. Hal ini menyebabkan daya tahun tubuh mulai menurun dan
mudah terkena berbagai infeksi selama masa kehamilan (Manuaba, 2010 dalam
Andita, 2018).
d) Dukungan suami/keluarga
Dukungan suami sangat diperlukan selama istri dalam masa hamil. Dukungan
suami adalah bentuk nyata dari kepedulian dan tanggung jawab suami dalam
kehamilan istri. Semakin tinggi dukungan yang diberikan oleh suami pada ibu
untuk mengkonsumsi tablet besi semakin tinggi pula keinginan ibu hamil untuk
mengkonsumsi tablet besi.
e) Kepatuhan minum tablet Fe
Ibu hamil diajurkan untuk mengkonsumsi paling sedikit 90 tablet besi selama
masa kehamilan. Zat besi yang berasal dari makanan belum bisa mencukupi
kebutuhan selama hamil, karena zat besi tidak hanya dibutuhkan oleh ibu saja
tetapi juga untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Apabila ibu hamil
selama masa kehamilan patuh mengkonsumsi tablet Fe maka resiko terkena
anemia semakin kecil (WHO, 2002). Kepatuhan ibu sangat berperan dalam
meningkatkan kadar Hb. Kepatuhan tersebut meliputi ketepatan jumlah tablet
yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi dan keteraturan frekuensi
mengonsumsi tablet Fe (Hidayah dan Anasari, 2012 dalam Sari, 2019)
e. Dampak Anemia
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko, melainkan tingginya angka
kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya
kemampuan jasmani karena sel - sel tubuh tidak cukup mendapatkan pasokan
oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka prematuritas, mudah
terjadi infeksi, mengalami hiperemesis gravidarium, berat badan bayi lahir rendah,
dan angka kematian perinatal meningkat. Pendarahan antepartum dan postpartum
lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal,
sebab wanita yang anemia tidak dapat terhindar dari kehilangan darah (Rukiyah,
2010 dalam Sari, 2019).
f. Penanggulangan Anemia
Anemia dalam kehamilan dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan
bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ada beberapa pendekatan dasar untuk mencegah anemia antara lain:
1) Pemberian TTD mengandung 60 mg elemental iron dan 0,25 mg asam folat
dengan dosis 1 tablet/hari sedikitnya 90 hari selama kehamilan.
2) Fortifikasi bahan makanan dan pendidikan gizi (KIE).
3) Pengawasan penyakit infeksi
4) Modifikasi makanan pokok dengan zat besi
Penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara
pemberian tablet Fe serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari. Ibu hamil
biasanya tidak hanya mendapatkan preparat besi tetapi juga asam folat
(Sulistyoningsih 2011 dalam Sari, 2019)
3. KEK (Kekurangan Energi Kronik)
a. Pengertian
Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana ibu menderita
kejadian kekurangan kalori dan protein (malnutrisi) yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil
(bumil). Di Indonesia batas LILA dengan risiko KEK adalah 23,5 cm hal ini
berarti ibu hamil dengan risiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR.
Bila bayi lahir dengan risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai
risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan
perkembangan anak. Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum
kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi baik, misalnya dengan
LILA tidak kurang dari 23,5 cm (Aulia, 2020).
b. Tanda dan gejala
Kekurangan Energi Kronis (KEK) memberikan tanda dan gejala yang dapat
dilihat dan diukur. Tanda dan gejala KEK yaitu Lingkar Lengan Atas (LILA)
kurang dari 23,5 cm (Supariasa, 2013).
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi KEK
1) Umur ibu
Umur ibu yang berisiko melahirkan bayi kecil adalah kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun. Ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dikatakan
memiliki risiko KEK yang lebih tinggi. Usia ibu hamil yang terlalu muda, tidak
hanya meningkatkan risiko KEK namun juga berpengaruh pada banyak masalah
kesehatan ibu lainnya (Stephanie dan Kartika, 2016).
2) Pendidikan
Rendahnya pendidikan seorang ibu dapat mempengaruhi terjadinya risiko
KEK, hal ini disebabkan karena faktor pendidikan dapat menentukan mudah
tidaknya seseorang untuk menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang
diperoleh. Latar belakang pendidikan ibu adalah suatu faktor penting yang akan
berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi (Stephanie dan Kartika, 2016).
3) Status ekonomi
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah
tingkat keadaan ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Keluarga yang
memiliki pendapatan kurang, berpengaruh terhadap daya beli keluarga tersebut.
4) Status anemia
Status anemia dipengaruhi oleh adanya asupan makanan yang mengandung zat
besi (Fe) yang rendah sehingga mengakibatkan kadar Hb ibu hamil rendah dan
dapat menyebabkan ibu hamil tersebut kekurangan energi kronis. Wanita hamil
beresiko anemia jika kadar Hb berada di bawah nilai normal yakni <11 gr%.
d. Dampak Kurangan Energi Kronik
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada saat kehamilan dapat berakibat pada
ibu maupun pada janin yang dikandungnya.
1) Terhadap ibu dapat menyebabkan risiko dan komplikasi antara lain : anemia,
perdarahan, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit
infeksi.
2) Terhadap persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama,
persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan.
3) Terhadap janin dapat mengakibatkan keguguran/abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2016)
e. Penanggulangan
Kekurangan Energi Kronik (KEK) dapat dicegah dan ditangani melalui
berbagai langkah, antara lain :
1) Menganjurkan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan yang berpedoman
umum gizi seimbang.
2) Pola hidup sehat.
3) Memberikan penyuluhan mengenai gizi seimbang yang diperlukan oleh ibu
hamil (Supariasa, 2013).
4. Konsumsi Makanan
a. Pengertian Konsumsi makanan
Konsumsi makanan adalah jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok pada waktu tertentu (Khomsan, 2010). Penilaian
konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunkaan dalam menentukan
status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa, 2016).
Asupan makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat
pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk
pertumbuhan dan pemiliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas
kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola
makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal (Fauziah & Muna, 2020).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsumsi Makanan
Menurut (Harper dkk, 1986 dalam Setiawati, 2018) Faktor- faktor yang
mempengaruhi konsumsi makanan sehari-hari adalah sebagai berikut :
1) Pola Makan
Cara seseorang atau kelompok memilih makanan dan memakanya sebagai
tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan social disebut pola
makanan. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan dan
pola pangan.
2) Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap apa yang dimakan atau
dikonsumsinya sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin baik pula
pola tingkat pemenuhan konsumsi pangan yang dibutuhkan.
3) Pengetahuan Gizi
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan :
a) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
b) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakanya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal,
pemeliharaan, dan energy.
c) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
4) Besar anggota keluarga (jumlah anggota keluarga)
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
masing-masing keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah
memenuhi kebutuhan makananya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit.
Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk
keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk
mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut. Ibu merupakan
sebagai penyedia makanan keluarga dan mengatur menu makanan yang disajikan
untuk para anggota keluarga.
c. Metode Recall 24 jam
Salah satu metode pengukuran konsumsi adalah metode Recall 24 jam.
Metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Apabila pengukuran
hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam), maka data yang diperoleh kurang
representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu,
recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut –
turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa
berturut – turut, dapat mengasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan
memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur &
Radriquez, 1997 dalam Rianasari, 2018).
d. Energi
Konsumsi energi adalah zat gizi yang dikonsumsi yang diperoleh dari sumber
karbohidrat, protein, dan lemak serta dinyatakan dalam satuan kalori. Energi
merupakan sumber utama yang diperlukan tubuh, energi berperan penting untuk
mempertahankan berbagai fungsi tubuh seperti sirkulasi dan sintesis protein.
Kebutuhan gizi untuk ibu hamil akan mengalami peningkatan dibandingkan
ketika tidak hamil. Kebutuhan gizi perempuan sebelum hamil yakni sekitar 2250
kkal/hari untuk usia 19 – 29 tahun dan 2150 kkal untuk usia 30 – 49 tahu, maka
kebutuhan gizi ibu hamil akan bertambah 180 kkal/hari pada trimester I dan 300
kkal/hari pada trimester II dan III.
Menurut (Kemenkes, 2018), batasan tingkat konsumsi energi adalah sebagai
berikut:
1) Di atas AKG (lebih) = ≥110% kebutuhan
2) Normal = 90 – 110% kebutuhan
3) Defisit tingkat ringan = 80 – 89,9% kebutuhan
4) Defisit tingkat sedang = 70 – 79,9% kebutuhan
5) Defisit tingkat berat = < 70% kebutuhan
e. Zat besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang terdapat pada tubuh manusia yaitu
sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia biasa (Almatsier, 2009). Zat besi
merupakan unsur yang sangat penting untuk membentuk hemoglobin (Hb). Dalam
tubuh, zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan,
penyimpanan dan pemanfaatan oksigen dan berada dalam bentuk hemoglobin,
myoglobin, atau cytochrome untuk memenuhi kebutuhan guna pembentukan
hemoglobin. Sebagian besar zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah merah
akan dimanfaatkan kembali, kekurangannya harus diperoleh melalui makanan
(Adriani and Wirjatmadi, 2012).
Menurut (Gibson,2005) batasan tingkat konsumsi zat besi adalah sebagai
berikut :
1) Normal = ≥77% AKG
2) Defisit = <77% AKG
Kandungan besi dalam tubuh wanita sekitar 35 mg/kg BB dan pada laki- laki
50 mg/kg BB, dimana 70% terdapat di dalam hemoglobin dan 25% merupakan
besi cadangan yang terdiri dari ferritin dan hemosiderin yang terdapat dalam hati,
limpa, dan sumsum tulang belakang. Zat besi (Fe) merupakan unsur runutan
terpenting bagi manusia, besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah
merah yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin. Hemoglobin akan
mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel yang membutuhkan untuk
metabolism glukosa, lemak dan protein menjadi energy (Almatsier, 2009).

C. Balita dan Baduta


1. Pengertian
a. Pengertian Balita
Anak bawah lima tahun atau sering disingkat Anak Balita. Balita adalah anak
yang telah menginjak usia di atas satu tahun sampai lima tahun atau biasa
digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan. Para ahli menggolongkan
usia balita sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap
berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu (Kemenkes RI, 2015).
b. Pengertian Baduta
Baduta adalah kelompok anak usia 0 – 24 bulan. Pada masa ini anak
memerlukan asupan zat gizi seimbang baik dari segi jumlah, maupun kualitasnya
untuk mencapai berat dan tinggi badan yang optimal (Soeparmanto dalam Putri,
2008). Perkembangan dan pertumbuhan di masa baduta menjadi faktor
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di masa mendatang
(Prasetyawati dalam Ninggar, 2016)
2. Status gizi
a. Pengertian status gizi
Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang dapat dilihat untuk
mengetahui apakah seseorang tersebut itu normal atau bermasalah. Status gizi
juga dapat merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang
dimasukkan ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient
output) akan zat gizi tersebut.
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
menunjukan kualitas hidup suatu masyarakat dan juga memberikan intervensi
sehingga akibat lebih buruk dapat dicegah dan perencanaan lebih baik dapat
dilakukan untuk mencegah anak-anak lain dari penderitaan yang sama.
Status gizi anak usia balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB),
dan tinggi badan (TB).
b. Klasifikasi status gizi
Klasifikasi penilaian status gizi berdasarkan Indeks Antropometri sesuai
dengan kategori status gizi pada WHO Child Growth Standards untuk anak usia 0-
5 tahun dan The WHO Reference 2007 untuk anak 5-18 tahun. Umur yang
digunakan pada standar ini merupakan umur yang dihitung dalam bulan penuh,
sebagai contoh bila umur anak 2 bulan 29 hari maka dihitung sebagai umur 2
bulan. Indeks Panjang Badan (PB) digunakan pada anak umur 0-24 bulan yang
diukur dengan posisi terlentang. Bila anak umur 0-24 bulan diukur dengan posisi
berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.
Sementara untuk indeks Tinggi Badan (TB) digunakan pada anak umur di atas 24
bulan yang diukur dengan posisi berdiri. Bila anak umur di atas 24 bulan diukur
dengan posisi terlentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan
mengurangkan 0,7 cm.
Penilaian status gizi anak diantaranya dengan menentukan Indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U). Indeks BB/U ini menggambarkan berat badan
relatif dibandingkan dengan umur anak. Indeks ini digunakan untuk menilai anak
dengan berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang (severely
underweight), tetapi tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan anak gemuk
atau sangat gemuk. Penting diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah,
kemungkinan mengalami masalah pertumbuhan, sehingga perlu dikonfirmasi
dengan indeks BB/PB atau BB/TB atau IMT/U sebelum diintervensi. Berikut
merupakan kategori status gizi anak menurut PMK No 2 Th 2020 terdapat pada
tabel 1.

Tabel 1.
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat badan sangat kurang <-3 SD
Berat Badan menurut (severely underweight)
Umur (BB/U) anak usia 0 Berat badan kurang (underweight -3 SD sd <- 2 SD
- 60 bulan Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat badan lebih <-3 SD
Sangat pendek (severely stunted <-3 SD
Panjang Badan atau Tinggi
Pendek (stunted -3 SD sd <- 2 SD
Badan menurut Umur
Normal -2 SD sd +3 SD
(PB/U atau TB/U) anak
Tinggi > +3 SD
usia 0 - 60 bulan

Gizi buruk (severely wasted <-3 SD


Berat Badan menurut Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Panjang Badan atau Tinggi Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Badan (BB/PB atau Berisiko gizi lebih (possible risk > + 1 SD sd + 2 SD
BB/TB) anak usia 0 - 60 of overweight)
bulan Gizi lebih (overweight > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Indeks Massa Tubuh Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
menurut Umur (IMT/U) Berisiko gizi lebih (possible risk > + 1 SD sd + 2 SD
anak usia 0 - 60 bulan of overweight
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi buruk (severely thinness) <-3 SD
Indeks Massa Tubuh Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
menurut Umur (IMT/U) Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
anak usia 5 - 18 tahun Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber: PMK No 2 Tahun 2020, Tentang Standar Antropometri Anak
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi. Gambar 1
menyajikan berbagai faktor penyebab kekurangan gizi yang diperkenalkan oleh
UNICEF dan telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Bappenas, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua yaitu faktor langsung dan
tidak langsung.

Status Gizi Baduta

Konsumsi Makanan Status Infeksi

Pola Asuh
Ketersediaaan Pemberian ASI/MP - Pelayanan
dan Pola ASI Kesehatan dan
Konsumsi Pola asuh Psikososial Kesehatan
Rumah Tangga Penyediaan MP-ASI Lingkungan
Kebersihan dan
Sanitasi

Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi, Akses Pelayanan

Kemiskinan, Ketahanan Pangan dan Gizi, Pendidikan

Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya

Sumber: UNICEF 1990, disesuaikan dengan kondisi Indonesia


Gambar 2. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi
1) Faktor Langsung
Faktor langsung dipengaruhi oleh infeksi dan asupan makanan.
a) Faktor infeksi
Status gizi mempunyai keterkaitan yang erat dengan kejadian infeksi. Anak
yang mempunyai status gizi kurang, akan mudah terkena infeksi karena anak tidak
mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. Sebaliknya, anak yang menderita
penyakit infeksi, umumnya tidak mempunyai nafsu makan yang cukup, akibatnya
anak kekurangan gizi dan jatuh pada status gizi kurang. Jadi, keterkaitan infeksi
dengan status gizi mempunyai hubungan timbal balik yang kuat. Beberapa
penyakit infeksi yang terkait dengan status gizi adalah diare, TBC, cacingan,
batuk rejan, dan penyakit infeksi lainnya (Par’i, 2016 dalam Ristanti dkk., 2020)
Gizi kurang dan infeksi, kedua-duanya dapat bermula dari kemiskinan dan
lingkungan tidak sehat dengan sanitasi yang buruk. Selain itu juga diketahui
bahwa infeksi menghambat reaksi immunologis yang normal dengan
menghasilkan sumber-sumber energi tubuh.
Penyakit infeksi yang menyerang anak menyebabkan gizi anak menjadi
buruk. Memburuknya keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi dapat
menyebabkan turunnya nafsu makan, sehingga masukan zat gizi berkurang namun
disisi lain anak justru memerlukan zat gizi yang lebih banyak. Penyakit infeksi
sering disertai oleh diare dan muntah yang menyebabkan penderita kehilangan
cairan dan sejumlah zat gizi seperti mineral dan sebagainya (Wardani, 2012).
b) Asupan Makan
Asupan makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya
bahan makanan (Supariasa, 2002 dalam Rahmi H.G, 2017). Masalah gizi anak
secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan
keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran
atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk
disantap (Arisman, 2009 Rahmi H.G, 2017)
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat
gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, jika makanan tidak
dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial
tertentu. Konsumsi aneka ragam makanan merupakan salah satu cara untuk
mencukupi zat-zat gizi yang kurang di dalam tubuh (Almatsier, 2010).
2) Faktor Tidak Langsung
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gizi secara tidak langsung antara
lain: pola asuh, pendidikan, pengetahuan, ketersediaan pangan, sikap, perilaku,
sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
a) Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan dilihat dari ketersediaan stok beras di rumah per hari
dalam satu minggu terakhir kemudian dibandingkan dengan unit ekivalensi
dewasa seluruh anggota rumah tangga, hasilnya dibandingkan dengan konsumsi
normatif per individu (300 gram per hari), dikatakan kurang apabila ketersediaan
pangan kurang dari konsumsi normatif dan dikatakan cukup apabila ketersediaan
pangan lebih dari sama dengan konsumsi normatif. Keteraturan penerimaan raskin
dilihat dari persepsi responden terkait teratur tidaknya dalam menerima raskin
setiap bulannya, dikelompokkan menjadi teratur dan tidak teratur (Santi, 2015).
Status ketahanan pangan rumah tangga diukur menggunakan form United State
Household Food Security Survey Modul (US-HFSSM) yang kemudian hasil
perhitungan nilainya diklasifikan menjadi tahan pangan apabila nilainya antara 0-
2, rawan pangan tanpa kelaparan antara 3-7, rawan pangan dengan derajat
kelaparan sedang antara 8-12, dan rawan pangan dengan derajat kelaparan berat
apabila nilainya antara 13-18 (Bickel et al., 2000) (Santi & Andrias, 2015)
b) Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang
yang meliputi jumlah, frekuensi, dan jenis atau macam makanan sebagai
tanggapan atas pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial dalam
mencukupi zat gizi yang dianjurkan. Asupan makanan yang tidak seimbang
bisa mempengaruhi status gizi balita. Kebiasaan hanya menyukai satu atau
dua jenis makanan tertentu, jarang sarapan pagi, anak menjadi lebih suka
jajan, kurang konsumsi makanan berserat seperti sayuran maupun buah, dan lebih
cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji atau instan merupakan kebiasaan
tidak sehat yang sering dilakukan oleh balita (Petralina, 2020)
c) Pola Asuh
Pola asuh orangtua menjadi sangat penting dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan anak baik secara fisik maupun psikis. Pola pengasuhan anak yang
kurang memadai, setiap keluarga diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian
dan dukungan terhadap anak, agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik, baik
fisik, mental maupun sosial (Ristanti, Harahap dan Subakir, 2020). Banyak variasi
dan model yang tentunya digunakan oleh orangtua dalam setiap mendidik dan
mengasuh anaknya, yang tentunya pengaruh terhadap perilaku dan sikap anak
berbeda-beda (Sulistyaningsih, 2011 dalam Ristanti dkk., 2020)
Pola asuh adalah praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan
tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak (LIPI, 2000 ). Pola
pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
hakekatnya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi
kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu
dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum,
pengetahuan dan keterampilan, tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam
keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga
dan masyarakat, dan sebagainya dar si ibu atau pengasuh anak (Soekirman, 2000).
Dalam WNPG (LIPI, 2000) terdapat beberapa aspek kunci dalam pola
asuh anak meliputi :
(1) Perawatan dan perlindungan bagi ibu
(2) Praktek menyusui dan pemberian MP- ASI
(3) Pengaruh psiko – sosial
(4) Penyiapan makanan
(5) Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan
(6) Praktik kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan
d) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor tidak langsung risiko status gizi balita, karena
ibu yang berpengetahuan luas dan berpendidikan, tahu cara memenuhi gizi
anakanya dan mampu menyiapkan makanan bergizi yang baik maka status gizi
anak menjadi baik (Ristanti dkk., 2020). Keterbatasan pengetahuan ibu mengenai
gizi akan beresiko pada kesehatan dan pertumbuhan anak, baik dalam kandungan
dan perkembangannya (Ristanti, Harahap dan Subakir, 2020). Ibu yang
mempunyai pengetahuan gizi dan kesadaran gizi yang tinggi akan melatih
kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra-putrinya. Selain
itu tingkat pengetahuan ibu sebagai pengelola rumah tangga akan berpengaruh
juga pada macam bahan makanan dalam konsumsi keluarga sehari-hari. Ibu yang
cukup pengetahuan gizinya akan memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pengetahuan ibu memberi makan anak sering menghadapi kesulitan dan juga
pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam pengelolaan
sehingga zat gizi yang terkandung di dalamnya tidak rusak atau salah masih perlu
dikaji di pedesaan. Selain itu, Tingkat pengetahuan gizi seseorang akan sangat
berpengaruh terhadap sikap dan tindakan dalam memilih makanan dan nantinya
akan juga berpengaruh terhadap keadaan gizi individu tersebut. Pengetahuan gizi
yang kurang atau kurangnya menerapkan pengetahuan gizi dalam kehidupan
sehari hari dapat menimbulkan masalah gizi pada seseorang (Rahmatillah, 2018).
3. Penilaian Konsumsi
a. Metode Food Recall 24 Jam
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam
metode ini, responden, ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil) diminta untuk
menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu
(kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat
tidur malam harinya atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara
mundur ke belakang sampai 24 jam penuh (Diah, 2020).
Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data
yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti
dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut turut,
dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan
variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Pola makan mencangkup
jenis (makanan pokok,lauk pauk,serta sayuran dan buah-buahan) dan frekuensi
bahan makanan yang di konsumsi di kategorikan menjadi baik bila responden
mengkonsumsi > 3 jenis bahan maknaan dengan frekuensi > dari 3 kali sehari dan
kurang bila responden mengkonsumsi < dari 3 jenis makanan dalam frekuensi <
dari 3 kali dalam sehari. (Asrar,dkk. 2009).
b. Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ)
Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) adalah metode
untuk mengetahui gambaran kebiasaan asupan gizi individu pada kurun waktu
tertentu. Metode ini sama dengan metode frekuensi makanan baik formatnya
maupun cara melakukannya. Hanya saja yang membedakan adalah adanya
besaran atau ukuran porsi dari setiap makanan yang dikonsumsi selama periode
tertentu seperti harian, mingguan, atau bulanan.Selain itu SQ-FFQ juga dapat
mengetahui jumlah asupan zat gizi tersebut secara rinci. Menurut Supariasa dkk.
(2016), metode SQ-FFQ mempunyai beberapa kelebihan, antara lain relatif murah
dan sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan
latihan khusus, dapat menentukan jumlah asupan zat gizi makro maupun mikro
sehari. Sedangkan kekurangan metode SQ-FFQ antara lain sulit mengembangkan
kuesioner pengumpulan data,cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu
percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk
dalamdaftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.
4. ASI (Air Susu Ibu)
a. Pengertian ASI
ASI adalah makanan yang terbaik bagi bayi pada 6 bulan pertama
kehidupannya. ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011)
adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman
lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin.
Sedangkan menurut (Roesli, 2007) ASI Eksklusif adalah pemberian ASI selama 6
bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan
air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat. Setelah bayi
berumur 6 bulan, harus diperkenalkan dengan makana padat selanjutnya diberikan
makanan pendamping ASI (MPASI), sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi
berusia 2 tahun.
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal denan komposisi yang
seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI mengandung
semua nutrisi yang diperlukan bayi untuk bertahan hidup pada 6 bulan pertama,
mulai hormone antibody, factor kekebalan, hingga antioksidan. Selain itu semua
kebutuhan nutrisi yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral sudah
terukupi dalam ASI. (Fikawati dkk, 2015)
b. Komposisi ASI
ASI merupakan emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan mineral.
Pasca melahirkan pada 6 bulan pertama rata rata ASI yang diproduksi ibu adalah
780 ml/hari dan menurun menjadi 600 ml/hari pada 6 bulan kedua. Gizi ibu dapat
mempengaruhi komposisi ASI. Aspek gizi ibu yang dapat mempengaruhi
komposisi ASI adalah asupan ibu, cadangan zat gizi, dan kemampuan ibu dalam
menyerap zat gizi.
Komposisi ASI dipengaruhi oleh beberapa factor di antaranya stadium
laktasi, status gizi dan asupan ibu. Menurut stadium laktasi, ASI terbagi menjadi
kolostrum, ASI transisi/peralihan, dan ASI matur. Komposisi ASI juga
dipengaruhi oleh status gizi dan asupan gizi ibu karena energi dan zat gizi dalam
ASI berasal dari dua sumber, yaitu cadangan lemak tubuh ibu dan asupan gizi ibu.
(Fikawati dkk, 2015)
Kolostrum adalah ASI yang kental berwarna kuning yang keluar pada
beberapa hari pertama, yaitu pada hari ke-3 hingga hari ke-5 setelah ibu
melahirkan. ASI kolostrum kaya protein dan zat kekebalan tubuh atau
immunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM) yang dapat memberikan perlindungan bagi
bayi, serta mengandung lebih sedikit lemak dan kerbohidrat. Selanjutnya ASI
transisi merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI matur, yang
diproduksi sampai hari ke-10. Pada ASI transisi, kadar protein makin menurun,
sedangkan volume, kadar lemak dan karbohidrat meningkat. Setekah ASI transisi
kemudian menjadi ASI matur yang merupakan kandungan terbesar ASI yang
disekresi setelah hari ke-10 setelah melahirkan dan seterusnya. Pada saat
menyusui, ASI matur yang keluar pada awal menyusui disebut foremilk. Foremilk
mengandung lemak rendah, namun tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air,
sehingga dapat menghilangkan rasa lapar bayi. Sedangkan ASI matur yang keluar
setelah foremilk habis saat menyusui hamper selesai disebut hindmilk. Hindmilk
merupakan ASI matur yang kaya akan zat gizi, memiliki tekstur kental, dan penuh
lemak bervitamin (Riksani, 2012).
c. Kandungan Zat Gizi ASI
Air merupakan kandungan terbesar ASI (88 %) sehingga kebutuhan bayi
sudah tercukupi dengan ASI yang diminum dan sesuai dengan kesehatan bayi.
ASI merupaka sumber air yang aman, kandungan air dalam ASI relative tinggi
sehingga dapat meredakan rangsangan haus dari bayi.
1) Protein
ASI mengandung protein tinggi yang terdiri dari serum albumin, α-
laktalbumin, β-laktoglubulin, immunoglobulin, dan glikoprotein lainnya. Selain
itu ASI mengandung protein utama yaitu whey dan kasein dengan rasio
whey:kasein yaitu 60:40 ( 60% whey dan 40% kasein). Pengendapan dari whey
protein lebih halus, lembut daripada kasein sehingga mudah dicerna.
Dibandingkan dengan susu sapi, ASI memiliki kandungan whey yang lebih
banyak dibandingkan kasein. Perbandingn whey dan kasein pada susu sapi yaitu
20:80 sehingga susu sapi sulit dicerna oleh bayi. ASI memiliki keunggulan
dibandingkan susu sapi, yaitu ASI mengandung asam amino essensial taurine
tinggi disbanding susu sapi. Taurine berfungsi sebagai neuro-transmitter dan
penting dalam proses pematangan sel otak, retina, dan konjugasi bilirubin. Selain
itu ASI memiliki kandungan sistin lebih tinggi dari susu sapi, sedangkan
methionine lebih rendah, sitsin merupakan asam amino yang penting untuk
pertumbuhan otak bayi. ASI juga mengandung laktoferin sebagai
ironbindingprotein yang bersifat bakteriostatik (Fikawati dkk, 2015)
2) Karbohidrat
Energi yang terdapat pada ASI berasal dari karbohidrat dan lemak sebesar
90%. Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI yang jumlahnya lebih
banyak dari susu sapi. Selain laktosa, terdapat glukosa dan galaktosa dalam ASI
sebesar 7%. Galaktosa dalam ASI lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Galaktosa
berperan penting dalam pengembangan jaringan otak, pertumbuhan otak dan
medulla spinalis (Fikawati dkk, 2015).
3) Lemak
ASI mengandung 90% lemak dalam bentuk trigliserida. ASI mengandung AA
(Arachidonic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) yang baik untuk
pembentukan sel otak serta pekembangan otak. Omega-3 (asam linolenat) dan
omega-6 (asam linoleate) merupakan substansi pembentuk AA dan DHA dalam
ASI. Asam – asam lemak ini berperan penting dalam pembentukan selaput khusus
dalam saraf otak yang dapat mempercepat alur kerja saraf otak, disebut dengan
myelinisasi. Pembentukan ini, saraf bayi dapat bekerja dengan baik dan lancar,
sehingga akan mempengaruhi kecerdasan anak. (Riksani, 2012)
4) Vitamin
Kandungan vitamin pada ASI merupakan refleksi dari asupan kadar vitamin
dalam tubuh ibu, terutama untuk vitamin larut air. Vitamin B merupakan vitamin
larut air, sehingga kandungan vitamin B tergantung dari asupan ibu saat
menyusui. Kandungan vitamin B pada ASi lebih rendah dibandingkan susu sapi.
Dalam ASI terkandung Vitamin A dan Vitamin E yan berperan penting dalam
system kekebalan tubuh. Vitamin A dan vitamin E dalam ASI lebih tinggi
dibandingkan susu sapi. ASI mengandung 75mg/100ml Vitamin A, dan
0,25/100ml Vitamin E, sedangkan dalam susu sapi terkandung 41mb/100ml
Vitamin A dan 0,07mg/100ml Vitamin E (Fikawati dkk, 2015).
5) Mineral
Kadar total mineral dalam ASI leih rendah diandingkan susu sapi. Kalsium,
kalium, natrium, asam klorida dan asam fosfat merupakan kandungan mineral
utama dalam ASI, terdapat juga kandungan zat besi, tembaga dan mangan, namun
lebih rendah. Kandungan natrium pada ASI 3,6 lebih rendah dibandingkan susu
sapi, sehingga dapat menurunkan resiko hypernatremia yang meningkatkan resiko
hipertensi. Zat besi ASI 50% mampu diserap bayi, sedangkan hanya 10%-14% zat
besi dalam susu sapi yang dapat diserap bayi. Selain itu, sebesar 59,2% zinc pada
ASI dapat diserap, sedangkan pada susu sapi hanya 25%-40% yang dapat diserap
(Fikawati dkk, 2015).
d. Manfaat ASI Eksklusif
1) Manfaat ASI bagi bayi
Manfaat ASI menurut (Roesli, 2007), yaitu ASI sebagai nutrisi, ASI dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, ASI dapat meningkatkan kecerdasan, dan
meningkatkan jalinan kasih sayang.
ASI sebagai nutrisi yang merupakan makanan bayi yang paling sempurna,
baik kualitas maupun kuantitasnya. ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal
dengan komposisi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat yang diperlukan
untuk kehidupan 6 bulan pertama sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi.
Komposisi ASI sebagai makanan tunggal sanga tepat bagi kebutuhan tumbuh
kembang bayi berdasarkan usianya. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi
makanan padat, dengan tetap memberikan ASI sampai usia 2 tahun atau lebih.
ASI sebagai kekebalan dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang
diberikan kolostrum secara alamiah akan mendapatkan IgA (zat kekebalan tubuh)
yang tidak terdapat dalam susu sapi. Zat kekebalan yang terdapat dalam ASI akan
melindungi bayi dari alergi dan penyakit infeksi seperti diare, infeksi telinga,
batuk, dan pilek. Angka morbiditas dan mortalitas bayi yang diberi ASI eksklusif
jauh lebih kecil disbanding bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Bulan –
bulan pertama kehidupan bayi sampai dengan usia 2 tahun terjadi pertumbuhan
otak yang sangat pesat. Periode ini tidak akan terulang kembali selama masa
tumbuh kembang anak. Pertumbuhan otak adalah factor utama yang
mempengaruhi kecerdasan anak. Sementara itu pertumbuhan otak dipengaruhi
oleh nutrisi yang diberikan kepada bayi. Dalam ASI terkandung nutrisi utama
untuk pertumbuhan otak, antara lain taurine, laktosa, DHA, AA, Asam omega-3,
dan omega-6. ASI juga mengandung enzim pencernan sehingga pemberian ASI
mudah dicerna dan bayi tidak akan mengalami obstipasi (sembelit) (Walyani dan
Purwoastuti, 2015).
2) Manfaat ASI bagi Ibu
ASI dapat meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi. Semakin
sering bayi berada dalam dekapan ibunya, maka semakin merasakan kasih saying
ibunya. Perasaan kasih saying inilah yang akan menjadi dasar perkembangan
emosi bayi dan membentuk ikatan yang erat antara ibu dan bayi. Bagi ibu,
menyusui dapat mengurangi pendarahan dan anemia setelah melahirkan serta
mempercepat pemulihan Rahim ke bentuk semula. Pada ibu menyusui kadar
oksitosin meningkat, oksitosin berguna untuk proses konstriksi/penyempitan
pembuluh darah di Rahim sehinggra pendaahan aka lebih cepat berhenti. Hal ini
juga dapat mengurangi kejadian anemia pada ibu. Menyusui juga merupakan
kontrasepsi alamiah yang aman, murah dan cukup berhasil yang dapat
menjarangkan kehamilan pada ibu. Selain itu, menyusui dapat mengurangi resiko
kanker. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan mengurangi
kemungkinan terjadi kanker payudara dan mengurangi resiko ibu terkena penyakit
kanker indung telur. (Walyani dan Purwoastuti, 2015).
e. Praktek Pemberian ASI eksklusif
Praktik adalah suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu Tindakan
(overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata
diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain
adalah fasilitas, juga diperlukan factor dukungan (support) dari pihak lain,
misalnya suami istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung
praktik (Notoamtmodjo, 2010). Dalam hal ini prkatik pemberian ASI diperlukan
dukungan keluarga terutama suami.selain itu pemberian ASI dipengaruhi
beberapa factor, diantaranya pengetahuan ASI, sikap, ibu terhadap ASI, kesehatan
ibu, dan konsumsi ibu. Dalam penelitian yang dilakukan Atabik, (2014) diperoleh
probabilitas (p) = 0,002 (p < 0.05) yang artinya ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan ibu tentang ASI dengan praktik pemberian ASI eksklusif.
Selain itu palam penelitian yang dilakukan oleh Nurleli, et.al, (2017) dinyatakan
bahwa ada hubungan antara sikap dengan tindakan pemberian ASI eksklusif.
Dengan kata lain, semakin baik sikap, semakin besar peluang terjadinya
pemberian ASI eksklusif.
f. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif
1) Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Berhubungan dengan Pendidikan,
semakin tinggi Pendidikan, semakin banyak pengetahuan ibu. pendidikan tinggi
akan cenderung memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI Eksklusif, dan
sebaliknya ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung sulit untuk menyerap
informasi khususnya pengetahuan tentang ASI Eksklusif sehingga menyebabkan
sikap tidak perduli terhadap program kesehatan. (Notoatmodjo, 2007 dalam
Sumarni & Oktavianisya, 2018).
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif salah satunya melalui peningkatan
pengetahuan ibu tentang ASI, pengetahuan yang dimiliki ibu tentang ASI
eksklusif akan membuat ibu sadar dan mempunyai sikap yang positif tentang
pentingnya ASI eksklusif sehingga ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
(Mukhoirotin et al., 2015)
2) Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan salah satu penentu keberhasilan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Menurut Kurnia (2019) pengetahuan
yang baik tentang IMD dapat meningkatkan praktek IMD dan pemberian ASI
hingga usia 6 bulan. IMD adalah proses menyusu yang dimulai secepatnya. Bayi
dapat memiliki kemampuan menyusu yang efektif dan lebih cepat, sehingga
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses menyusui. Selain itu manfaat
IMD diantaranya adalah mengurangi resiko terjadinya kematian ibu, mencegah
kematian neonatal dan meningkatkan kedekatan dan rasa kasih sayang antara ibu
dan bayi. (Fikawati dkk, 2015)
3) Kesehatan Ibu
Kondisi kesehatan ibu sangat mempengaruhi proses pemberian ASI eksklusif
pada bayi. Ibu yang mempunyai penyakit menular (HIV/AIDS, TBC, hepatitis B)
dan penyakit pada payudara (kanker payudara, kelainan puting susu) tidak boleh
ataupun tidak bisa menyusui bayinya (Haryono dan Setianingsih, 2014).
4) Konsumsi Ibu
Pola konsumsi adalah cara sesorang atau sekelompok orang yang memilih
dan mengonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis,
psikologi, budaya, dan sosial sebagai bagian yang mempengaruhi pola makan
dapat meliputi kegiatan memilih pangan, cara memperoleh, menyimpan, beberapa
faktor yang mempengaruhi kebutuhan makan manusia. Berdasarkan penelitian
Sanima , et.al (2017) didapatkan bahwa p value = (0,002) < (0,050) sehingga H0
ditolak yang artinya ada hubungan pola makan dengan produksi asi pada ibu
menyusui Pola makan yang melancarkan produksi asi seperti adanya asupan
makanan yang cukup di konsumsi ibu sehingga kebutuhan energi tubuh terpenuhi,
energi yang dalam tubuh berubah menjadi hormon prolaktin. Keluarnya hormon
prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI. Produksi
ASI yang sedikit akan menyebabkan pemberian ASI tidak efektif
5) Sikap Ibu Terhadap ASI
Sikap diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku,
dapat juga diartikan sebagai bentuk respon evaluatif, yaitu suatu respon yang
sudah ada dalam pertimbangan individu yang bersangkutan, Sikap bukanlah suatu
tindakan, tetapi merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.
(Soemarno, 1994). Seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia
memandang perbuatan tersebut positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin
agar ia melakukannya. Keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap dan perilaku
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak. Keyakinan ini dapat
berasal dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan dimasa lain dapat
juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung mengenai perilaku tersebut
(Azwar, 2012). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurleli, et.al, (2017)
dinyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan tindakan pemberian ASI
eksklusif. Dengan kata lain, semakin baik sikap, semakin besar peluang terjadinya
pemberian ASI eksklusif. Hal yang sama juga dikonfirmasi oleh hasil uji chi-
square antara sikap dengan tindakan pemberian ASI eksklusif dimana dari dari 51
responden dengan sikap positif, 49 orang (96.1%) memberi ASI eksklusif dan 2
orang (3.9%) tidak memberi ASI Eksklusif.
5. Makanan Pendamping Air Susu Ibu
a. Definisi MP-ASI
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan atau minuman
tambahan yang mengandung zat gizi dan diberikan mulai usia 6 -24 bulan untuk
memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Setelah bayi berusia 6 bulan,
kebutuhan zat gizi makin bertambah seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan bayi, sementara produksi ASI mulai menurun, karena itu bayi
membutuhkan makanan tambahan sebagai pendamping ASI. Pemberian makanan
tambahan yang tidak tepat kualitas dan kuantitasnya dapat menyebabkan gizi
kurang yang berdampakpada gangguan pertumbuhan dan perkembangan apabila
tidak segera diatasi. Arini, F. A., Sofianita, N. I., & Ilmi, I. M. B. (2017)
MPASI adalah makanan dan minuman pendamping ASI yang mengandung
zat gizi, diberikan kepada bayi berusia 6-24 bulan. MP ASI diberikan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan kesiapan pencernaan. MPASI
dibutuhkan karena pada usia 6-24 bulan, ASI hanya menyediakan ½kebutuhan
gizi bayi, dan pada usia 12-24 bulan, ASI menyediakan 1/3 dari kebutuhangizinya
(Kemenkes RI, 2014). MPASI yang tepat sejak usia enam bulan dan meneruskan
pemberian ASI sampai usia dua tahun merupakan pola pemberian makan terbaik
untuk bayi sejak lahirsampai anak berusia dua tahun. Penerapan pola pemberian
makan ini akanmemengaruhi derajat kesehatan dan meningkatkan status gizi
bayi.Agar pemberian MPASI terlaksana dengan baik, diperlukan pengetahuan
yangbaik pula mengenai MPASI.
b. Tujuan Pemberian MP-ASI
Pada umur 0-6 bulan pertama dilahirkan, ASI merupakan makanan yang
terbaik bagi bayi, namun setelah usia tersebut bayi mulai membutuhkan makanan
tambahan selain ASI yang disebut makanan pendamping ASI. Pemberian
makanan pendamping ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi yang cukup
bagi kebutuhan bayi atau balita guna pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
psikomotorik yang optimal, selain itu untuk mendidik bayi supaya memiliki
kebiasaan makan yang baik. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik jika
dalam pemberian MP-ASI sesuai pertambahan umur, kualitas dan kuantitas
makanan baik serta jenis makanan yang beraneka ragam. MP-ASI diberikan
sebagai pelengkap ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan
kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik.
Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi
yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara
terus menerus, dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi
kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang
didapatkan dari ASI. Pemberian MP-ASI pemulihan sangat dianjurkan untuk
penderita KEP, terlebih bayi berusia enam bulan ke atas dengan harapan MP-ASI
ini mampu memenuhi kebutuhan gizidan mampu memperkecil kehilangan zat
gizi.
c. Syarat Pemberian MP-ASI
MP-ASI mulai diberikan sejak bayi menginjak usia 6 bulan. Pemberian MP-
ASI ini bertuhuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan untuk
tumbuh dan kembang bayi yang tidak dapat dipenuhi hanya dengan ASI.
Pemberian MP-ASI diberikan dalam bentuk makanan padat gizi, kandungan serat
kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang
terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan
zat-zat gizi. MP-ASI terbuat dari berbagai jenis bahan pangan dengan
perbandingan tertentu untuk memperoleh nilai gizi yang tinggi. jenis-jenis bahan
pangan yang digunakan hendaknya didasarkan atas konsep komplementasi
protein, sehingga masing-masing bahan akan saling menutupi kekurangan asam-
asam amino esensial, serta diperlukan suplementasi vitamin, mineral serta energi
dari minyak atau gula untuk menambah kebutuhan gizi energi (Mufida, L.,
Widyaningsih, T. D. and Maligan, 2013).
WHO Global Strategy for Feeding Infant and Young Children pada tahun
2003 merekomendasikan agar pemberian MP-ASI memenuhi 4 syarat,
yaitu(IDAI, 2015):
1) Tepat waktu (timely), artinya MP-ASI harus diberikan saat ASI eksklusif
sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Mulai dari usia 6 bulan
tubuh bayi mulai memerlukan zat gizi yang tidak dapat dipenuhi oleh ASI
untuk proses tumbuh kembangnya, sehingga diperlukan pemberian makanan
pendamping ASI untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makro dan mikro yang
butuhkan oleh bayi. Meskipun sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan zat
gizi, ASI masih dianjurkan diberikan karena mengandung zat fungsional
seperti imunoglobulin, hormon, oligosakarida, dan lain-lain yang tidak ada
pada susu formula bayi.
2) Adekuat, artinya MP-ASI memiliki kandungan energi, protein, dan
mikronutrien yang dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan
mikronutrien bayi sesuai usianya. ASI eksklusif dapat memenuhi kebutuhan
makronutrien dan mikronutrien bayi sampai usia 6 bulan, setelah itu seorang
bayi harus mendapat MP-ASI untuk mencukupi kebutuhannya. Pada awal
kehidupan bayi mengalami perkembangan otak, otot dan tulang rangka yang
pesat. Sembilan puluh lima persen otak berkembang pada 3 tahun pertama
kehidupan. Beberapa zat gizi esensial (yang harus diperoleh dari makanan)
misalnya asam amino dan zat besi sangat diperlukan dalam pembentukan
sinaps dan neurotransmitter yang mempengaruhi kecepatan berpikir. Dari hal
tersebut penting memastikan MP-ASI yang diberikan harus mengandung zat
gizi yang dapat memenuhi kebutuhannya. Semakin bertambah usia anak
maka semakin bertamabh pula energi yang dibtuhkan dari MP-ASI.
3) Aman, artinya MP-ASI disiapkan dan disimpan dengan cara cara yang
higienis, diberikan menggunakan tangan dan peralatan makan yang bersih.
Untuk menjamin kebersihan dan keamanan makanan yang dikonsumsi oleh
anak laksanakan beberapa hal sebagai berikut: biasakan mencuci tangan
sebelum makan, pergunakan alat- alat makan yang bersih dan steril, masaklah
makanan dengan benar, hindari mencampur makanan mentah dengan
makanan yang sudah matang, cucilah sayur dan buah sebelum dimakan,
pergunakanlah sumber air bersih, dan simpanlah makanan pada tempat yang
aman. Hal lain yang perlu diperhatikan mengenai keamanan pangan adalah
nitrat pada makanan bayi, pengunaan garam dan penggunaan garam yang
sesuai dengan anjuran atau rekomendasi.
4) Pemberian MP-ASI yang benar (properly fed), artinya MP-ASI diberikan
dengan memperhatikan sinyal rasa lapar dan kenyang seorang anak.
Frekuensi makan dan metode pemberian makan harus dapat mendorong anak
untuk mengonsumsi makanan secara aktif dalam jumlah yang cukup
menggunakan tangan, sendok, atau makan sendiri (disesuaikan dengan usia
dan tahap perkembangan seorang anak). Bayi akan menunjukkan tanda lapar
dan kenyang dengan bahasa tubuhnya (feeding cue). Jika ibu memperhatikan
feeding cue dari bayinya dan memberikan ASI sesuai dengan tanda- tanda
tersebut maka akan tercipta suatu jadwal makan yang paling sesuai untuk bayi

tersebut yang berbeda dengan bayi lain. Hal ini memudahkan jika sampai
saatnya memberikan MP-ASI, maka jadwal MP-ASI tersebut menggantikan
beberapa jadwal ASI sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih. Mengingat
kapasitas lambung bayi masih relatif kecil maka frekuensi pemberian MP-
ASI ditingkatkan secara bertahap. Peningkatan ini sekaligus untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya yang semakin meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia anak.
d. Usia Pemberian MP-ASI
MP-ASI diberikan pada anak yang berusia 6-24 bulan secara bertahap untuk
mengembangkan kemampuan anak dalam menguyah, menelan dan menerima
berbagai jenis makanan dengan variasi tekstur dan rasa. Pemberian MP-ASI ini
harus divariasikan, mulai dari bentuk bubuk cair ke bentuk bubur kental, sari
buah, bauh segar, makanan lumat, makanan lembik dan makanan padat.
Pemberian MP-ASI berdasarkan umur anak yaitu (Nasar, 2015) :

Tabel 2.
Pedoman pemberian makan pada bayi/anak usia 6-23 bulan
Umur Tekstur Frekuensi Jumlah Rata-Rata
Sekali Makan
6-8 bulan Mula dengan bubur 2-3 kali sehari, ASI Mulai dengan
halus, lembut, cukup tetap sering 2-3sdm/kali
kental, dilanjutkan diberikan. ditingkarkan bertahap
bertahap menjadi Tergantung nafsu sampai ½ mangkok atau
kasar. makannya, dapat 125ml.
diberikan 1-2 kali Lama makan maksimal
selingan. 30 menit
9-11 bulan Makanan yang 3-4 kali sehari, ASI 1/2 -3/4 mangkok (125-
dicincang halus atau tetap diberikan. 175ml).
disaring kasar, Tergantung nafsu Lama makan maksimal
ditingkatkan semakin makannya, dapat 30 menit.
kasar sampai makanan diberikan 1-2 kali
bisa dipegang/diambil selingan.
dengan tangan.
12-23 bulan Makanan keluarga, 3-4 kali sehari, ASI ¾ sampau 1 mangkok
bila perlu masih di tetap diberikan. (175-250ml)
cincang atau disaring Tergantung nafsu Lama makan maksimal
kasar makannya, dapat 30 menit.
diberikan 1-2 kali
selingan.
Sumber: buku acara symposium & workshop ilmu nurisi anak, ciprime 2015
e. Frekuensi dan Porsi Pemberian MP-ASI
1) Frekuensi Pemberian MP-ASI
Frekuensi pemberian makanan bayi sebaiknya disesuikan dengan jadwal
makan keluarga yaitu, 3 kali makanan pokok (sarapan pagi, makan siang dan
makan malam) dan 2 kali makan untuk selingan (jam 10.00 dan 16.00). Menurut
(Kementrian Kesehatan RI, 2011) Usia 6-8 bulan selain ASI, bayi diberikan
makanan lumat 2-3 sendok makan secara bertahap bertambah hingga mencapai ½
gelas atau 125 cc setiap kali makan dengan frekuensi 2-3 kali sehari ditambah 1-2
kali selingan
Menurut (Irianto, 2004) pemberian makanan pendamping ASI diberikan tiga
kali sehari Apabila dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu berlebihan
atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, maka sisa bahan makanan yang tidak
digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi
lemak. Sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya maka akan
mengakibatkan alergi atau infeksi dalam organ tubuh dan bisa mengakibatkan
kelebihan berat badan (obesitas).
2) Porsi Pemberian MP-ASI
Menurut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007) porsi pemberian
makanan pendamping ASI untuk setiap kali pemberian makanan pendamping ASI
yang tepat pada bayi adalah sebagai berikut:
a) Pada usia 6 bulan berikan enam sendok makan
b) Pada usia 7 bulan berikan tujuh sendok makan
c) Pada usia 8 bulan berikan delapan sendok makan
d) Pada usia 9 bulan berikan sembilan sendok makan
e) Pada usia 10 bulan berikan sepuluh sendok makan
Sedangkan menurut (IDAI, 2018) porsi pemberian MP-ASI untuk sekali
pemberian makanan pendamping ASI yaitu :
a) Usia 6 bulan awal 2-3 sendok makanan pendamping ASI
b) Usia 6-9 bulan ditingkatkan perlahan menjadi setengah mangkuk berukuran
250 ml
c) Usia 9-12 bulan diberikan makanan pendamping ASI sebanyak setengah
mangkuk berukuran 250 ml
d) Usia 12 – 24 bulan ditingkatkan secara perlahan menjadi ¾ mangkuk
berukuran 250 ml dalam sekali makan
f. Konsistensi MP-ASI
Pemilihan jenis makanan, biasanya diawali proses pengenalan terlebih dahulu
mengenai jenis makanan yang tidak menyebabkan alergi dan umumnya yang
mengandung kadar protein paling rendah seperti serealia (beras merah atau beras
putih). Khusus pada sayuran mulailah dengan yang rasanya hambar seperti
kentang, kacang hijau, labu dan zucchini. Kemudian perkenalkan makanan buah
seperti alpukat, pisang, apel dan pir.
Menurut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007) jenis makanan
pendamping ASI yang baik terbuat dari bahan makanan yang segar seperti tempe,
kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan.
adapun Jenis-jenis makanan pendamping ASI yang tepat dan diberikan sesuai
dengan usia anak adalah sebagai berikut:
1) Makanan Lumat, Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan,
dihaluskan atau disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas.
Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak berusia enam sampai sembilan
bulan. Contoh dari makanan lumat berupa bubur susu, bubur sum-sum, pisang
saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.
2) Makanan Lunak, Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan
menggunakan banyak air atau teksturnya agak kasar dari makanan lumat.
Makanan lunak ini diberikan ketika anak berusia 9 sampai 12 bulan. Contoh
dari Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri.
3) Makanan Padat, Makanan padat merupakan makanan lunak yang tidak berair
dan biasanya disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada
anak saat anak berusia 12-24 bulan. Contoh dari makanan padat antara lain
lontong, nasi, lauk-pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan.
g. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI
1) Pengetahuan ibu
Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat
pengetahuan. Jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik, maka diharapkan status gizi
ibu dan balitanya juga baik. Pengetahuan ibu berhubungan dengan tingkat
pengenalan informasi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari 6 bulan. Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian makanan
tambahan, fungsi makanan tambahan, makanan tambahan dapat meningkatkan
daya tahan tubuh dan risiko pemberian makanan pada bayi kurang dari 6 bulan
sangatlah penting. Tetapi banyak ibu-ibu yang tidak mengetahui hal tersebut
diatas sehingga memberikan makanan tambahan pada bayi usia di bawah 6 bulan
tanpa mengetahui risiko yang akan timbul.
Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi gizi.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih kuat
mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan. Sehingga
sulit menerima informasi baru tentang gizi (Asdan, 2008).
2) Pekerjaan ibu
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh
atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Masyarakat pekerja memiliki peranan dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, dimana dengan
berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan (Siregar, 2010).
Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan aktivitas ibu
setiap harinya untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan
hidupnya yang menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari 6 bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan dirumah, ditempat kerja
baik yang dekay meupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering
memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau mecoba agar
pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa (Graines, 2008).
Praktek pemberian makan pada bayi dari ibu bekerja di rumah sama dengan
pada ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja dengan meninggalkan rumah 2 kali
lebih besar kemungkinannya memperkenalkan susu botol pada bayinya dalam
waktu dini dibanding yang bekerja tanpa meninggalkan rumah dan 4 kali
dibanding ibu tidak bekerja. Pertukaran jam kerja yang kaku, tidak tersedianya
tempat penitipan anak, jark lokasi bekerja yang jauh dan kebijakan cuti
melahirkan yang kurang mendukung menyebabkan ibu harus meninggalkan
bayinya selama beberapa jam sehingga sulit untuk menyusi On Demand (Graines,
2008).
3) Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmodjo, 2003).
Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memberikan susu
botol lebih dini dan ibu yang mempunyai pendidikan formal lebih banyak
memberikan susu botol pada usia 2 minggu dibanding ibu tanpa pendidikan
formal (Notoatmodjo, 2011).
4) Keaktifan Petugas kesehatan
Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan sesuatu pekerjaan di
bidang kesehatan atau orang mampu melakukan pekerjaan di bidang kesehatan.
Faktor petugas kesehatan adalah kualitas petugas kesehatan yang akhirnya
menyebabkan ibu memilih untuk memberikan makanan tambahan pada bayi atau
tidak. Petugas kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak
memberi makanan tambahan pada bayi usia kurang dari 6 bulan.
Biasanya, jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik kepada ibu
yang memiliki bayi usia kurang dari 6 bulan, maka pada umumnya ibu mau patuh
dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan
diharapkan menjadi sumber informasi tentang kapan waktu yang tepat
memberikan makanan tambahan dan risiko pemberian makanan tambahan dini
pada bayi.
h. Risiko Pemberian MP-ASI teralu dini
Standar WHO untuk pemberian makanan tambahan adlaah ketika usia bayi 6
bulan. Tapi dibeberapa negara maju, seperti Kanada, Swedia, dll pemberin MP-
ASI boleh dimulai sejak usia 4 bulan. Alasan WHO menetapkan 6 bulan adalah
selain karena mempertimbangkan kematangan organ pencernaan, mengurangi
resiko alergi, membentuk antibodi yang cukup dan ASI, salah satunya adalah
karena mengacu pada kondisi sanitasi dan higienitas yang kurang baik di negara
berkembang (Ewa, 2014). Memulai MP-ASI terlalu dini tidak disarankan karena:
1) ASI dapat tergantikan oleh cairan atau makanan lain yang kualitas nutrisinya
kurang dibandingkan ASI.
2) Kurangnya permintaan hisapan bayi karena kenyang akibat MP-ASI
menyebabkan penurunan suplai ASI ibu.
3) Peningkatan risiko infeksi karena terpapar makanan bayi yang tidak steril.
4) Bayi belum dapat mencerna makanan tertentu dengan baik.
5) Pemaparan dini terhadap makanan tertentu dapat memicu alergi.
Adapun referensi lain mengatakan waktu yang baik dalam memulai
pemberian MP–ASI pada bayi adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan
pendamping pada bayi sebelum umur tersebut akan menimbulkan risiko sebagai
berikut:
a) Rusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan
pembentukan enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 6
bulan. Sebelum sampai usia ini, ginjal belum cukup berkembang untuk dapat
menguraikan sisa yang dihasilkan oleh makanan padat.
b) Tersedak disebabkan sampai usia 6 bulan, koordinasi syaraf otot
(neuromuscular) bayi belum berkembang untuk mengendalikan gerak kepala
dan leher ketika duduk di kursi. Jadi, bayi masih sulit menelan makanan
dengan menggerakkan makanan dari bagian depan ke bagian belakang
mulutnya, karena gerakan ini melibatkan susunan refleks yang berbeda
dengan minum susu.
c) Meningkatkan resiko terjadinya alergi seperti asma, demam tinggi, penyakit
seliak atau alergi gluten (protein dalam gandum).
d) Batuk, penelitian bangsa Scotlandia adanya hubungan antara pengenalan
makanan pada umur 4 bulan dengan batuk yang berkesinambungan.
e) Obesitas, penelitian telah menghubungkan pemberian makanan yang berlebih
di awal masa perkenalan dengan obesitas dan peningkatan resiko timbulnya
kanker, diabetes dan penyakit jantung di usia lanjut (Lewis, 2003).

D. Ibu Menyusui
1. Pengertian ibu menyusui
Menyusui merupakan suatu proses ilmiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil
atau menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya (Depkes RI, 2008). Ibu
menyusui adalah ibu yang memberikan air susu kepada bayi dari buah dada
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh
kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. ASI diproduksi dalam kelenjar-
kelenjar susu tersebut, kemudian ASI masuk ke dalam saluran penampungan ASI
dekat puting melalui saluran-saluran air susu (ductus), dan akan disimpan
sementara dalam penampungan sampai tiba saatnya bayi mengisapnya melalui
putting payudara.
2. Prinsip nutrisi ibu menyusui
Nutrisi adalah zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energy membangun dan memelihara jaringan serta
mengatur dari: karbohidrat, protein, vitamin, lemak, mineral dan air. Gizi ibu
menyusui sangat erat kaitanya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan
untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan
bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang
memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur nutrisinya, yang
terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang berkualitas
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi ibu menyusui
Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui adalah :
a. Pengaruh makanan erat kaitanya dengan volume ASI yang diproduksi per
hari.
b. Protein, dengan adanya variasi individu maka dianjurkan penambahan 15-20
gram protein sehari.
c. Suplementasi, jika makanan sehari seimbang. Suplementasi tidak diperlukan
kecuali jika kekurangan satu atau lebih zat gizi.
d. Aktifitas
4. Kebutuhan zat gizi ibu menyusui
a. Kebutuhan kalori
Selama menyusui proporsional dengan jumlah air susu ibu yang dihasilkan
akan lebih tinggi selama menyusui dibanding selama hamil. Rata-rata kandungan
kalori ASI yang dihasilkan ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kalori/100 ml, dan
kira-kira 85 kalori diperlukan oleh ibu untuk tiap 100 ml yang dihasilkan. Rata-
rata ibu menggunakan kira-kira 640 kalori/hari untuk 6 bulan pertama dan 510
kalori/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal. Rata-
rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 kalori ketika menyusui.
b. Protein
Ibu memerlukan tambahan 20 gram  diatas kebutuhan normal kerika
menyusui. Jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kalori yang dianjurkan.
c. Cairan
Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi adalah cairan. Dianjurkan ibu
menyusui minum 2-3 liter air per hari, dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah.
d. Vitamin dan Lemak
Kebutuhan vitamin dan mineral selama menyusui lebih tinggi daripada
selama hamil.
5. Dampak kekurangan gizi ibu menyusui
a. Kekurangan gizi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan   kesehatan pada
ibu dan bayinya.
b. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah
sakit, mudah terkena infeksi.
c. Kekurangan zat-zat essensial menimbulkan gangguan pada mata ataupun
tulang.
6. Pengaruh gizi bagi ibu menyusui
Kebutuhan nutrisi selama laktasi didasarkan pada kandungan nutrisi air susu
dan jumlah nutrisi penghasil susu. Ibu menyusui disarankan memperoleh
tambahan zat makanan 800 Kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan
aktivitas ibu itu sendiri
7. Kecukupan zat gizi ibu menyusui
Meskipun dalam paparan sebelumnya disampaikan bahwa kekurangan gizi
yang tidak berkepanjangna dan nonkronis pada ibu menyusui tidak berpengaruh
banyak terhadap kuantitas dan kualitas ASI namun untuk dapat memberikan dan
menghasilkan ASI dalam kualitas yang maksimal tetap harus diperhatikan gizi ibu
selam menyusui. Secara umum, hal yang harus diperhatikan dalam memenuhi
kebutuhan gizi ibu menyusui adalah: susunan menu seimbang dianjurkan minum
8-12 gelas sehari, untuk memperlancar pencernaan hindari konsumsi alcohol,
makanan yang banyak bumbu, terlalu panas/ dingin, serta banyak mengkonsumsi
sayuran berwarna. Selama ibu tidak memiliki penyakit yang mengharuskan ibu
melakukan diet tertentu, tidak ada pantangan makanan bagi ibu menyusui. Berikut
ini kebutuhan gizi ibu yang sedang menyusui dibandingkan kebutuhan wanita
dewasa yang tidak menyusui.

Tabel 3.
Kecukupan Gizi Ibu Menyusui
Zat Gizi Wanita Dewasa Ibu Menyusui
Tidak Menyusui 0-6 bulan 7-12 bulan
Energy (kkal) 1900 + 500 + 550
Protein (gram) 50 + 17 + 17
Vitamin A (RE) 500 + 350 + 350
Vitamin C (mg) 75 + 45 + 45
Besi (gram) 26 +2 +2
Yodium (m) 150 +50 + 50
Kalsium (mg) 500 + 150 + 150
Tabel 4.
Kecukupa Gizi Ibu Menyusuin (Menurut Porsi)
Jumlah Porsi
Kelompok Makanan
Tidak Hamil Hamil Menyusui
Protein
        Hewani (60 gram) 1 2 2
        Nabati 1 2 2
Susu dan Olahhannya 2 4 4-5
Roti dan Biji-bijian 4 4 4
Buah dan Sayuran
        Buah kaya vitamin C 1 1 1
        Sayur hijau tua 1 1 1
        Sayur, buah lain 2 2 2

8. Genetik dan sosial ekonomi ibu balita


a. Genetik
Genetik adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari seluk beluk dan
mekanisme alih informasi hayati/pewarisan sifat berupa sifat keturunan/hereditas
yang diwarisakan dari generasi ke generasi serta variasi yang mungkin timbul
didalamnya dan dapat terjadi pada organisme maupun suborganisme (seperti virus
dan prion). Unit hereditas yang dipindahkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya disebut gen.
b. Social Ekonomi Ibu Balita
Status gizi pada balita dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor langsung
dan faktor tidak langsung. Faktor langsung berupa asupan makanan itu sendiri dan
kondisi kesehatan anak misalnya infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung adalah
faktor sosial ekonomi keluarga yang dipengaruhi oleh pendapatan keluarga,
tingkat pendidikan Ibu tentang gizi dan pekerjaan Ibu. Jika status sosial ekonomi
rendah maka kebutuhan makanan keluarga akan kurang terpenuhi sehingga anak
akan memiliki status gizi kurang. Akibat gizi buruk pada balita, mereka akan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
kecerdasan. Pada tingkat kecerdasan, dikarenakan tumbuh kembang otak otak
hampir 80% terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun (Novi &
Muzakkir, 2014).
1) Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu merupakan tingkat pendidikan terakhir yang dicapai
oleh ibu berdasarkan tahun sukses pendidikan ibu.
2) Kepala Rumah Tangga
Kepala rumah tangga merupakan “ratu rumah tangga” yang mempunyai
tanggung jawab untuk membangun dan mengelola suasana rumah tangga yang
nyaman dan aman serta kondusif untuk menumbuhkan rasa kasih sayang sesama
anggota keluarga dan menumbuhkan suasana yang kondusif untuk tumbuhnya
iman dari setiap anggota keluarga.
3) Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan adalah hasil tahu yang merupakan konsep didalam pikiran
seseorang sebagai hasil setelah seseorang tersebut melakukan penginderaan
terhadap sesuatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang diperoleh dari
pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber misalnya media massa,
elektronik, buku petunjuk, penyuluhan dan kerabat dekat. Pengetahuan ibu adalah
wawasan yang dimiliki oleh ibu untuk mendapatkan hasil optimal. Pengetahuan
ibu tentang gizi balita secara tidak langsung akan menentukan status gizi balita.
Hal ini dikarenakan ibu yang menjadi penanggung jawab dalam keluarga tentang
pemberian makan keluarga, terutama anak. Jadi semakin baik pengetahuan ibu,
maka pemberian makan akan baik pula sehingga status gizi anak juga baik.
4) Pendapatan/Ekonomi Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota
rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan kelurga merupakan balas karya
atau jasa imbalan yang diperoleh karena sumbangan yang diberikan dalam
kegiatan produksi.
9. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi Ibu Menyusui
Menurut Perinasia (2003) lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan ibu
untuk menyusui bayinya. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh
kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada kebanyakan wanita di perkotaan, sudah
terbiasa menggunakan susu formula dengan pertimbangan lebih modern dan
praktis. Menurut penelitian Valdes dan Schooley (1996) wanita yang berada
dalam lingkungan modern di perkotaan lebih sering melihat ibu-ibu menggunakan
susu formula sedangkan di pedesaan masih banyak dijumpai ibu yang
memberikan ASI tetapi cara pemberian tidak tepat. jadi pemberian ASI secara
Ekslusif di pengaruhi oleh lingkungan (Briawan, 2004).
a. Faktor fisik
Faktor fisik yang dapat mempengaruhi ibu dalam menyusui anatar lain: Ibu
menyusui yang sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain
yang mengandung hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum alkohol,
perokok atau ibu dengan kelainan anatomis payudara dapat mengurangi produksi
ASI (IDAU, 2008).
b. Faktor biologis
Faktor biologis memainkan peran yang sangat penting, terutama dalam
perkembangan awal. Faktor-faktor ini akan memengaruhi anak baik secara positif
maupun negatif. Faktor biologis yang dimaksud adalah pengaruh genetik, kadar
kimia pada otak, kadar hormon, nutrisi, dan jenis kelamin.
c. Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial juga memengaruhi ibu dalam menyusui, seperti semakin
banyak ibu bekerja, promosi susu formula dan pengaruh tetangga dalam
memberikan MPASI dini sehingga keputusan ibu untuk tetap menyusui atau tidak
menjadi sangat penting.
d. Lingkungan keluarga
Keluarga khususnya ayah merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan
dalam praktik menyusui. Masih banyak pendapat yang salah bahwa ayah cukup
menjadi pengamat yang pasif, padahal sebenarnya ayah mempunyai peran yang
sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut
menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down refleks) yang sangat
dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan aktif
dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara
emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya. Kurangnya dorongan dari
keluarga seperti suami dan orang tua akan mengendorkan semangat ibu untuk
melanjutkan pemberian. Dukungan pada keberhasilan menyusui didapat dari
suami/keluarga, media pengetahuan/sosial yang mengajarkan dan mendampingi
ibu sewaktu menyusui.
e. Lingkungan budaya
Aspek keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan manusia mengarahkan
budaya hidup, perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber
daya didalam suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup yang disebut
kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam
terhadap perilaku. Adat budaya akan mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI
secara eksklusif karena sudah menjadi budaya yang masih dilakukan di
masyarakat. Contohnya adalah adat selapanan dimana bayi diberi sesuap bubur
dengan alasan untuk melatih alat pencernaan bayi. Padahal hal tersebut tidak
benar namun tetap dilakukan oleh masyarakat karena sudah menjadi adat budaya
keluarga. Adanya tradisi yang dipercayai keluarga dan pengaruh lingkungan sosial
akan mempengaruhi dukungan yang diberikan kepada ibu dalam menyusui
E. Kader Posyandu
1. Definisi Kader
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang di rekrut dari, oleh dan untuk
masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan,
keberadaan kader sering di kaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Sehingga
seorang kader posyandu harus mau bekerja secara sukarela dan ikhlas, mau dan
sanggup melaksanakan kegiatan posyandu, serta mau dan sanggup menggerakkan
masyarakat untuk meleksanakan dan mengikuti kegiatan posyandu (Nur Asiah,
Henki Adisa Putra, 2020).
2. Tugas Kader
Tugas-tugas kader dalam rangka menyelenggarakan Posyandu, dibagi dalam 3
kelompok yaitu:
a) Tugas sebelum hari buka Posyandu atau disebut juga tugas pada H -
Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas persiapan oleh kader agar kegiatan pada
hari buka Posyandu berjalan dengan baik. Adapun tugas sebelum hari buka
posyandu yakni :
1) Melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan Posyandu.
2) Menyebarluaskan informasi tentang hari buka Posyandu melalui
pertemuan warga setempat atau surat edaran.
3) Melakukan pembagian tugas antar kader, meliputi kader yang menangani
pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan, pemberian makanan
tambahan, serta pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader.
4) Kader melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan atau petugas
lainnya. Sebelum pelaksanaan kegiatan kader melakukan koordinasi
dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya terkait dengan jenis
layanan yang akan diselenggarakan. Jenis kegiatan ini merupakan tindak
lanjut dari kegiatan Posyandu sebelumnya atau rencana kegiatan yang
telah ditetapkan berikutnya
5) Menyiapkan bahan pemberian makanan tambahan PMT Penyuluhan dan
PMT Pemulihan (jika diperlukan), serta penyuluhan. Bahan-bahan
penyuluhan sesuai dengan permasalahan yang ada yang dihadapi oleh
para orang tua di wilayah kerjanya serta disesuaikan dengan metode
penyuluhan, misalnya: menyiapkan bahan-bahan makanan apabila mau
melakukan demo masak, lembar balik apabila mau menyelenggarakan
kegiatan konseling, kaset atau CD, KMS, buku KIA, sarana stimulasi
balita, dan lain-lain.
6) Menyiapkan buku-buku catatan kegiatan Posyandu
b) Tugas pada hari buka Posyandu atau disebut juga pada H Posyandu, yaitu
berupa tugas-tugas untuk melaksanakan pelayanan 5 kegiatan. Adapun
tugasnya yakni :
1) Melakukan pendaftaran, meliputi pendaftaran balita, ibu hamil, ibu nifas,
ibu menyusui, dan sasaran lainnya.
2) Pelayanan kesehatan ibu dan anak. Untuk pelayanan kesehatan anak pada
Posyandu, dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi
badan, pengukuran lingkar kepala anak, deteksi perkembangan anak,
pemantauan status imunisasi anak, pemantauan terhadap tindakan orang
tua tentang pola asuh yang dilakukan pada anak, pemantauan tentang
permasalahan balita, dan lain sebagainya.
3) Membimbing orang tua melakukan pencatatan terhadap berbagai hasil
pengukuran dan pemantauan kondisi balita.
4) Melakukan penyuluhan tentang pola asuh balita, agar anak tumbuh sehat,
cerdas, aktif dan tanggap. Dalam kegiatan itu, kader bisa memberikan
layanan konsultasi, konseling, diskusi kelompok. dan demonstrasi
dengan orang tua/ keluarga balita.
5) Memotivasi orang tua balita agar terus melakukan pola asuh yang baik
pada anaknya, dengan menerapkan prinsip asih-asah-asuh.
6) Menyampaikan penghargaan kepada orang tua yang telah datang ke
Posyandu dan minta mereka untuk kembali pada hari Posyandu
berikutnya.
7) Menyampaikan informasi pada orang tua agar menghubungi kader
apabila ada permasalahan yang terkait dengan anak balitanya, jangan
segan atau malu.
8) Melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan pada hari buka
Posyandu
c) Tugas sesudah hari buka Posyandu atau disebut juga tugas pada H +
Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas setelah hari Posyandu. Penyelenggaraan
Posyandu 1 bulan penuh, hari buka Posyandu untuk penimbangan 1 bulan
sekali. Adapun tugasnya yakni :
1) Melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka
Posyandu, pada anak yang kurang gizi, atau pada anak yang mengalami
gizi buruk rawat jalan, dan lain-lain.
2) Memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan dalam rangka
meningkatkan gizi keluarga, menanam obat keluarga, membuat tempat
bermain anak yang aman dan nyaman, dan lain-lain. Selain itu,
memberikan penyuluhan agar mewujudkan rumah sehat, bebas jentik,
kotoran, sampah, bebas asap rokok, BAB di jamban sehat, menggunakan
air bersih, cuci tangan pakai sabun, tidak ada tempat berkembang biak
vektor atau serangga/binatang pengganggu lainnya (nyamuk, lalat, kecoa,
tikus, dan lain-lain).
3) Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pimpinan wilayah untuk
menyampaikan atau menginformasikan hasil kegiatan Posyandu serta
mengusulkan dukungan agar Posyandu dapat terus berjalan dengan baik.
4) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan, diskusi atau forum komunikasi
dengan masyarakat, untuk membahas penyelenggaraan atau kegiatan
Posyandu di waktu yang akan datang. Usulan dari masyarakat inilah yang
nanti digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana tindak lanjut
kegiatan berikutnya.
5) Mempelajari sistem informasi Posyandu (SIP). SIP adalah sistem
pencatatan data atau informasi tentang pelayanan yang diselenggarakan di
Posyandu, dan memasukkan kegiatan Posyandu tersebut dalam SIP.
Manfaat SIP ini adalah sebagai acuan bagi kader untuk memahami
permasalahan yang ada, sehingga dapat mengembangkan jenis kegiatan
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan sasaran.
6) Format SIP meliputi catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi dan balita,
kematian ibu hamil, melahirkan, nifas. Catatan bayi dan balita yang ada si
wilayah kerja Posyandu. Catatan pemberian vitamin A, pemberian oralit,
pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil, tanggal dan status
pemberian imunisasi. Selanjutnya juga ada catatan wanita usia subur,
pasangan usia subur, jumlah rumah tangga, jumlah ibu hamil, umur
kehamilan, imunisasi ibu hamil, risiko kehamilan, rencana penolong
persalinan, tabulin, ambulan desa, calon donor darah yang ada di wilayah
kerja Posyandu.Pada dasarnya, kader Posyandu menjalankan tugasnya
sebagai pencatat, penggerak dan penyuluh. Ada beberapa jenis kegiatan
yang dilakukan kader dalam memberikan pelayanan di Posyandu sebagai
berikut:
a) Melakukan pendataan atau pemetaan balita di wilayahnya.
b) Menggerakkan dan memotivasi keluarga yang punya balita untuk
datang dan mendapatkan pelayanan Posyandu.
c) Memberi tahu waktu hari buka Posyandu, lokasi Posyandu, jenis
layanan yang bisa diterima sasaran, petugas pemberi layanan, manfaat
apabila membawa anaknya ke Posyandu, dan lain-lain. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui kunjungan rumah, penyampaian surat edaran,
atau melalui forum komunikasi yang ada di masyarakat setempat baik
formal, maupun informal.
d) Menyiapkan sarana-prasarana, buku catatan, bahan-bahan penyuluhan,
mungkin juga makanan yang akan dibagikan pada balita, dan lain-lain.
e) Memberikan pelayanan balita di Posyandu secara rutin. Sasarannya
adalah orang tua dan keluarga balita, serta balita itu sendiri.
f) Melakukan pencatatan kegiatan pelayanan Posyandu. Peran kader
lainnya adalah melakukan pencatatan dan pelaporan. Ada beberapa
format pencatatan yang biasa dikerjakan oleh kader Posyandu.
Pencatatan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh kader
Posyandu karena berdasarkan catatan tersebut aktivitas Posyandu
dapat diketahui. Pencatatan yang dibuat dan dilaporkan oleh kader
Posyandu, mengacu pada sistem pencatatan dan pelaporan Posyandu
yang ada. Tetapi bisa ditambahkan apabila ada hal-hal yang bersifat
khusus, termasuk penanganan rujukan balita.
g) Membuat dokumentasi kegiatan Posyandu.
h) Menyusun program kerja/rencana aksi untuk kegiatan berikutnya.
Berbagai jenis kegiatan hendaknya dilakukan oleh kader bersama
dengan petugas, tokoh masyarakat, serta berbagai pihak terkait
lainnya. Jenis kegiatan yang dibuat berdasarkan kondisi serta
kebutuhan masyarakat setempat. Dalam merencanakan kegiatan perlu
dicantumkan upaya mendapatkan dukungan dana atau sarana dari
berbagai pihak, agar penyelenggaraan kegiatan Posyandu semakin
meningkat.
i) Penyusunan rencana aksi dibuat secara lebih rinci dan jelas, meliputi
jenis kegiatan, tujuan, sasaran, peran dan tanggung jawab berbagai
pihak yang terlibat, serta waktu pelaksanaan kegiatan. Penyusunan
rencana aksi ini hendaknya dibahas melalui pertemuan atau
musyawarah dengan berbagai pihak yang potensia
(Kemenkes RI, 2014).
3. Syarat kader
Syarat kader adalah Seorang warga masyarakat dapat di angkat menjadi kader
posyandu apabila memenuhi persyaratan yakni :
a. Di pilih dari dan oleh masyarakat
b. Mau dan mampu bekerja bersama masyarakat secara sukarela
c. Dapat menbaca dan menulis
d. Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan
e. Mempunyai waktu yang cukup.
f. Bertempat tinggal di wilayah posyandu
(Nur Asiah, Henki Adisa Putra, 2020).
4. Pengetahuan dan Keterampilan Kader
a. Definisi
1) Pengetahuan kader
Tingkat pengetahuan kader lebh baik jika tamat pendidikan dasar atau tinggi,
mengikuti kursus, mrndapat pengajaran lima modul dasar mengikuti pembinaan.
Tingginya nilai pengetahuan kader dipengaruhi oleh pendidikan formal, keikutan
dalam kursus kader, frekuensi mengikuti pembinaan, keaktifan kader di posyandu
dan lamanya menjadi kader. Mengembangkan pengetahuan kader dengan cara
mengikuti kursus, pelatihan secara berkala dari segi pengetahuan, teknis dari
beberapa sector sesuai dengan bidangnya (Indah, 2019)
2) Keterampilan
Keterampilan kader adalah keterampilan teknis yang harus dimiliki kader
agar dapat melaksanakan program posyandu dengan baik. Menurut Wikandari
(2018), terdapat tiga ketreampilan kader yaitu :
a) Keterampilan penimbangan, adalah keterampilan dalam menggunakan alat
timbang balitaberdasarkan standar operasional prosedur (SOP).
b) Keterampilan dalam pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat) mulai dari
mengisi kolom identitas,bulan lahir dan bulan penimbangan balita, menulis
hasil penimbangan dalam KMS, .
c) Keterampilan konseling dan penyuluhan, adalah keterampilan kader dalam
interpretasi hasil BB balita dan menyampaikan hasil tersebut kepada ibu
balita.
b. Faktor yang mempengaruhi
1) Pengetahuan
Menurut Indah (2019), ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan, yaitu :
a) Pendidikan, tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pengetahuan,
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuannya.
b) Sumber informasi, Berbagai bentuk jenis media seperti televise, radio,surat
kabar, dan majalah dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan opini
dan kepercayaan orang.
c) Pekerjaan, pekerjaan merupakan kegiatan yang menyita waktu, pekerjaan
yang dimaksud adalah susatu yang dilakukan dengan tujuan mencari nafkah
atau pencaharian.
d) Umur, umur seseorang dapat mempengaruhi bagaimana orang tersebut
mengambil keputusan dalam memelihara kesehatan dirinya, semakin
bertambah umur maka pengalaman dan pengetahuan semakin bertambah.
2) Ketrampilan
Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi ketrampilan pada kader menurut
Sulaiman (2021), yaitu :
a) Motivasi, merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri
seseorang untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang dapat
mendorong seseorang bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang
sudah diajarkan.
b) Pegalaman, merupakan sutu hal yang akan memperkuat kemampuan
seseorang dalam melakukan sebuah tindakan (ketrampilan. Pengalaman
membangun seseorang untuk bisa melakukan tindakan-tindakan selanjutnya
menjadi lebih baik yang dikarenakan sudah melakukan tindakan-tindakan di
masa lampaunya.
c) Keahlian, keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam
melakukan keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat seseorang mampu
melakukan sesuatu sesuai dengan yang sudah diajarkan.
5. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita
a. Pengertian
1) Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
intraseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. (Kemenkes
RI, 2012)
2) Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan
susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan
sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi
tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh (Kemenkes RI,
2016).
b. Factor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain :
1) Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
a) Ras/etnik atau bangsa. Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka
ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
b) Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi,
pendek, gemuk atau kurus.
c) Umur. Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan dan masa remaja.
d) Jenis kelamin. Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih
cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan
anak lakilaki lebih cepat.
e) Genetik. Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi
anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang
berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
f) Kelainan Kromosom Kelainan kromosom umumnya disertai dengan
kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma
Turner’s. (Dian Adriana, 2017)
2) Faktor luar (eksternal)
a) Faktor Prenatal
(1) Gizi. Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin.
(2) Mekanis. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital
seperti club foot.
(3) Toksin/zat kimia. Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid,
dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
(4) Endokrin. Diabetes meilitus dapat menyebabkan mekrosomia, kardiomegali,
hiperplasia adrenal.
(5) Radiasi. Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung.
(6) Infeksi. Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo Virus Herpers simpleks) dapat
menyebabkan kelainan pada janin: katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi
mental, dan kelainan jantung kongenital.
(7) Kelainan imunologi. Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan
golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi
terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam
peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya
mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kern icterus yang akan menyebabkan
kerusakan jaringan otak.
(8) Anoksia embrio. Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi
plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
(9) Psikologi ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan
mental pada ibu hamil dan lain-lain.
b) Faktor Persalinan.
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
c) Faktor Pascasalin
1) Gizi. Untuk tumbuh kembang bayi, dperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit kronis/kelainan kongenital. Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung
bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan janin.
3) Lingkungan fisis dan kimia. Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat
anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak
(provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari ,
paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok, dll)
mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis. Hubungan anak dengan prang sekitarnya. Seorang anak yang
tidak diketahui oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan
mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Endokrin. Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
6) Sosio-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat
pertumbuhan anak.
7) Lingkungan pengasuh. Pada lingkungan pengasuh, interaksi ibu anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
8) Stimulasi. Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya
dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
9) Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap
susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon
pertumbuhan. (Kemenkes RI, 2012).
d) Faktor adat istiadat meliputi :
(1) Pekerjaan dan pendapatan keluaraga
(2) Pendidikan ayah dan ibu
(3) Jumlah saudara
(4) Jenis kelamin dalam keluaraga
(5) Stabilitas rumah tangga
(6) Kepribadian ayah dan ibu
(7) Adat istiadat, norma-norma, dan tabu-tabu
(8) Agama
(9) Urbanisasi
(10) Kehidupan politik dalam masyarakat yang memengaruhi kepentingan anak,
anggaran, dan lain-lain (Ari Sulistyawati, 2017)
c. Pertumbuhan fisik
Istilah daur (siklus) mempunyai arti bahwa pertumbuhan fisik tidak dapat
dikatakan mengikuti pola ketetapan tertentu. Pertumbuhan itu terjadi secara
bertahap, dengan kata lain pertumbuhan ada kalanya cepat dan ada kalanya
lambat. Irama pertumbuhan bagi setiap orang mempunyai gambaran tersendiri
walaupun secara general mempunyai keteraturan tertentu. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik anak umumnya berkangsung secara teratur dan dapat
diramalkan sebelumnya. Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan
bahwa pertumbuhan anak dapat dibagi menjadi empat periode, dua periode
ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode ditandai dengan
pertumbuhan yang lambat. Selama pralahir dan 6 bulan setelah lahir mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat. Anak yang sehat dan cukup gizi mengalami
kenaikan panjang badan sebesar 50% dan berat sebesar 200% (PH Munssen
dkk,1988:74). Setelah itu pertumbuhan yang dialami sedikit lambat, dan stabil
hingga anak menginjak masa tremaja (8 sampai 12 tahun).
d. Perkembangan anak
Secara umum, perkembangan anak adalah urutan pertumbuhan yang dibagi
menjadi empat jenis. Tumbuh kembang anak dilihat dari berbagai sisi. Bukan
hanya mencakup fisik maupun psikis, tapi juga faktor lain seperti interaksi sosial
hingga kemampuan berbahasa.
1) Perkembangan kemampuan fisik
Faktor pertumbuhan fisik anak mulai dari bertambahnya berat dan tinggi
badan, perkembangan otak, hingga motorik halus dan kasar. Seiring dengan
perkembangan fisik, idealnya anak akan memiliki gerakan tubuh yang semakin
selaras. Koordinasi mata dan tangan juga semakin baik.
2) Perkembangan kemampuan kognitif
Aspek ini terbagi menjadi beberapa tahap, mulai dari tahap sensorimotor (0-24
bulan), praoperasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan
operasional formal (sejak usia 11 tahun). Perkembangan kognitif fokus pada
kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah.
3) Perkembangan kemampuan sosio-emosional
Aspek perkembangan yang fokus pada interaksi anak dengan orang lain.
Aspek perkembangan ini juga mencakup perkembangan anak dalam
mengekspresikan emosi, misalnya menangis saat tidak puas, memukul barang,
sampai tersenyum saat senang.
4) Perkembangan kemampuan berbahasa
Idealnya, kemampuan berbahasa anak tumbuh pesat selama masa prasekolah
atau mulai usia 1-5 tahun. Dari kemampuan berbahasa, bisa mendeteksi adanya
keterlambatan dan adanya gangguan pada faktor perkembangan lain, seperti
sensorimotorik, psikologis, hingga kognitif.
6. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.
a. Pemantauan BB/TB
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per tinggi/panjang
badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah
pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap
bulan di Posyandu, Taman Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan
Taman Kanak-kanak, dan lain-lain (Febry, 2012).
Alur pemantauan pertumbuhan balita di posyandu adalah :
1) Pendaftaran balita yang datang
2) Penimbangan balita
3) Penilaian hasil penimbangan
4) Konseling, penyuluhan atau rujukan balita, sakit dan tidak naik 2 kali
berturut-turut ke puskesmas.
5) Pelayanan gizi oleh petugas.
b. Pemantauan status Gizi KMS
Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasunya. Ada
dua faktor penyebab gangguan gizi yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung gangguan gizi pada bayi dan balita adalah asupan gizi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh serta penyakit infeksi. Sedangkan faktor
tidak langsung terjadinya gangguan gizi terutama pada anak balita yaitu
pengetahuan, presepsi tertentu terhadap makanan, kebiasaan atau pantangan
kesukaan jenis makanan tertentu.
Dalam kegiatan posyandu yang dilakukan oleh kader yaitu melakukan
pemantauan status gizi balita dengan mengisi KMS, Kartu Menuju Sehat (KMS)
adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks
antropometri berat badan menurut umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan
atau resiko kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan
tindakan pencegahan secara lebih berat (Febry, 2012).
7. Posyandu
a. Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes RI, 2016).
Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah suatu upaya
mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan
kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi
keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesejahteraan sosial (Kemenkes RI,
2016).
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar
kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan
bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya
(Kemenkes RI, 2016).
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude),
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
tindakan atau practice) (Kemenkes RI, 2016).
Pelayanan kesehatan dasar di Posyandu adalah pelayanan kesehatan yang
mencakup sekurang-kurangnya 5 (lima) kegiatan, yakni Kesehatan lbu dan Anak
(KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare
(Kemenkes RI, 2016).
b. Jenjang
Perkembangan masing-masing Posyandu tidak sama. Dengan demikian,
pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Untuk
mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, telah dikembangkan metode dan
alat telaahan perkembangan Posyandu, yang dikenal dengan nama Telaah
Kemandirian Posyandu. Tujuan telaahan adalah untuk mengetahui tingkat
perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai
berikut :
1) Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader
sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya
kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping karena jumlah kader yang terbatas,
dapat juga karena belum siapnya masyarakat lntervensi yang dapat dilakukan
untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah
kader (Kemenkes RI, 2016).
2) Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang
dari 50%. lntervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah
meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai
motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu
(Kemenkes RI, 2016).
3) Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima
orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih
terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu (Kemenkes RI,
2016).
4) Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih
dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu. lntervensi yang
dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan program dana sehat, sehingga
terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi memperbanyak
macam program tambahan sesuai dengan masalah dan kemampuan masing-
masing (Kemenkes RI, 2016).
c. Kegiatan bayi
Kegiatan Pelayanan Posyandu untuk bayi dan anak balita harus dilaksanakan
secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembangnya. Jika ruang
pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita
sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita dengan
pengawasan orangtua di bawah bimbingan kader. Untuk itu perlu disediakan
sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang
diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup (RI, 2016) :
1) Penimbangan berat badan
2) Penentuan status pertumbuhan
3) Penyuluhan dan konseling
4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang anak. Apabila ditemukan
kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.
d. Sistem 5 meja
Langkah ke Posyandu pelaksanaan kegiatan di Posyandu dikenal dengan nama
system 5 meja”, yang dimana kegiatan di masing-masing meja mempunyai
kekhususan sendiri-sendiri. System 5 meja tersebut tidak berarti bahwa Posyandu
harus mempunyai 5 buah meja untuk pelaksanaannya, tetapi kegiatan Posyandu
harus mencangkup 5 pokok kegiatan (Rahayu, Alimansur dan Rinawati, 2017) :
1) Meja 1 Pendaftaran Balita, Ibu Hamil, Ibu Menyusui
2) Meja 2 Penimbangan Balita
3) Meja 3 Pencatatan Hasil Penimbangan
4) Meja 4 Penyuluhan dan Pelayanan Gizi bagi Ibu Balita, Ibu Hamil, dan Ibu
Menyusui
5) Meja 5 Pelayanan Kesehatan, KB, Imunisasi, dan Pojok Oralit.
Kegiatan di Meja 1 :
1) Pendaftran Balita
a) Balita didaftar dalam formulir pencatatan balita
b) Bila anak sudah memiliki KMS, berarti bulan lalu anak sudah ditimbang.
Mita KMSnya, Namanya dicatat pada secarik kertas. Kertas ini diselipkan di
KMS, kemudian ibu balita diminta membawa anaknya menuju tempat
penimbangan.
c) Bila anak balita belum punya KMS, berarti baru bulan ini ikut penimbangan
atau KMS lamanya hilang. Ambil KMS baru, kolomnya diisi secara lengkap,
nama anak balita dicatat pada secaik kertas. Secarik kertas ini diselipkan di
KMS, kemudian ibu balita diminta membawa anaknya ke tempat
penimbangan (Rahayu, Alimansur dan Rinawati, 2017).
2) Pendaftran Ibu Hamil
a) Ibu hamil didaftar dalam fomulir catatan untuk ibu hamil.
b) Ibu hamil yang t idak membawa balita diminta langsung menuju ke meja 4
untuk mendapatkan pelayanan gizi oleh kader serta pelayanan oleh petugas
Kesehatan di meja 5.
c) Ibu yang belum menjadi peserta KB dicatat Namanya pada secarik kertas, dan
ibu menyerahkan kertas itu langsung kepada petugas Kesehatan di meja 5
(Rahayu, Alimansur dan Rinawati, 2017).
Kegiatan di Meja 2
1) Penimbangan anak dan balita, hasil penimbangan berat anak dicatat pada
secarik kertas yang terselip di KMS. Selipkan kertas ini Kembali ke dalam
KMS.
2) Selesai ditimbang, ibu dan anaknya dipersilahkan menuju ke meja 3 yaitu
meja pencatatan (Rahayu, Alimansur dan Rinawati, 2017).
Kegiatan di Meja 3
1) Buka buku KMS balita yang bersangkutan.
2) Pindahkan hasil penimbangan anak dari secarik kertas ke KMSnya.
3) Pada penimbangan pertama, isilah semua kolom yang tersedia pada KMS.
4) Bila ada kartu kelahiran, catatlah bulan lahir anak dari kartu tersebut.
5) Bila tidak ada kartu kelahiran tetapi ibu ingat, maka catatlah bulan lahir anak
sesuai dengan ingatan ibunya.
6) Bila ibu tidak ingat dan hanya tahu umur anaknya yang sekarang, perkirakan
bulan lahir anak dan catat (Rahayu, Alimansur dan Rinawati, 2017).
Kegiatan di Meja 4
1) Penyuluhan untuk semua orang tua balita. Mintalah KMS anak, perhatikan
umur dan hasil penimbangan pada bulan ini. Kemudian ibu balita diberi
penyuluhan.
2) Penyuluhan untuk semua ibu hamil. Anjurkan juga agar ibu memeriksakan
kehamilannya sebanyak minimal 5 kali selama kehamilan pada petugas
Kesehatan atau bidan.
3) Penyuluhan untuk semua ibu menyusui mengenai pentingnya ASI, kapsul
iodium/garam iodium dan vitamin A (Rahayu, Alimansur dan Rinawati,
2017).
Kegiatan di Meja 5
Kegiatan di meja 5 adalah pelayanan Kesehatan dan pelayanan KB, imunisasi
serta pemberian oralit. Kegiatan ini dipimpin dan dilaksanaka oleh petugas
Kesehatan dari Puskesmas.
1) Sasaran posyandu :
a) Bayi/ Balita.
b) Ibu Hamil/ Ibu Menyusui.
c) WUS dan PUS
Peserta Posyandu mendapatkan pelayanan seperti :
2) Kesehatan Ibu dan Anak
a) Pemberian pil tambah darah (TTD) pada ibu hamil.
b) Pemberian vitamin A dosis tinggi (bulan vitamin A pada bulan Februari dan
Agustus)
c) PMT
d) Imunisasi
e) Penimbangan balita rutin per bulan sebagai pemantau Kesehatan balita
melalui pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program terlihat
melalui grafik pada kartu KMS setiap bulan.
3) Keluarga berencana, pembagian pil KB dan kondom.
4) Pemberian oralit dan pengobatan.
5) Penyuluhan Kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja 4 dengan meteri
dasar dari KMS balita dan ibu hamil. Keberhasilan posyandu tergambar
melalui cukupan SKDN
S : Semua balita di wilayah kerja posyandu
K: Semua balita yang memiliki KMS
D : Balita yang ditimbang
N : Balita yang naik berat badannya
(Rahayu, Alimansur dan Rinawati, 2017)
e. SKDN
SKDN adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN,
dimana balok tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita
yang memiliki KMS (K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita yang
ditimbang dan naik berat badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil
posyandu yang dimuat di KMS dan digunakan untuk memantau pertumbuhan
balita (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, 2017).
SKDN merupakan hasil kegiatan penimbangan balita yang dilakukan setiap
bulan dalam bentuk histogram sederhana. Indikator pelayanan di Posyandu atau di
Pos Penimbangan Balita menggunakan indiktor-indikator SKDN. SKDN adalah
singkatan dari pengertian kata-katanya yaitu (Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2017) :
1) S adalah jumlah seluruh Balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu.
2) K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai
KMS (Kartu Menujuh Sehat).
3) D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu atau dikunjungan rumah dan
menimbang berat badannya sesuai atau jumlah seluruh balita yang ditimbang.
4) N adalah jumlah balita yang ditimbang berat badannya mengalami
peningkatan berat badan dibanding bulannya sebelumnya dengan garis
pertumbuhan.
5) O adalah jumlah anak yang tidak ditimbang bulan lalu.
Berdasarkan SKDN dari bulan ke bulan disimak untuk mengetahui kemajuan
program perbaikan gizi. Naik turunnya D atau S dapat diinterprestasikan sebagai
tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan di posyandu, sedangkan naik
turunnya N terhadap S dapat diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan
mencapai tujuan program dalam kegiatan UPGK di posyandu. Dari uraian SKDN
dapat digabungkan satu sama lain sehingga dapat memberikan informasi tentang
perkembangan kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di posyandu yaitu
(Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, 2017) :
1) Indikator K/S
K/S adalah indikator yang menggambarkan jangkauan atau liputan program.
Indikator ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah balita yang dapat di
posyandu dan memiliki KMS dengan jumlah balita yang ada di wilayah posyandu
tersebut dikalikan 100%.
2) Indikator D/S
D/S adalah indikator yang menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan di posyandu.
3) Indikator N/D
N/D adalah memberikan gambaran tingkat keberhasilan program dalam
kegiatan UPGK di posyandu. Indikator ini lebih spesifik dibanding dengan
indikator lainnya sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dasar gizi balita.
4) Indikator N/S
N/S adalah memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan program di
posyandu. Indikator ini menunjukkan balita yang ditimbang dan naik berat
badannya.
Analisis SKDN
Biasanya setelah melakukan kegiatan di posyandu atau di pos penimbangan
petugas kesehatan dan kader Posyandu melakukan analisis SKDN terdiri dari
(Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, 2017) :
1) Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita yaitu jumlah balita
yang ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah kerja
posyandu atau dengan menggunakan rumus (D/S x 100%), hasilnya minimal
harus capai 80 % apabila dibawah 80% maka dikatakan partisipasi mayarakat
untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan
sangatlah rendah. Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan terpantau oleh
petugas kesehatan ataupun kader posyandu dan memungkinkan balita ini
tidak diketahui pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan berat
badannya.
2) Tingkat Liputan Program yaitu Jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi
dengan Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (K/S x 100%), hasil yang ducapai harus 100 %.
Alasannya balita-balita yang telah mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat )
telah mempunyai alat instrumen untuk memantau berat badannya dan data
pelayanan kesehatan lainnya, Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS
maka pada dasarnya program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang
sangat rendah atau biasa juga dikatakan balita yang seharusnya mempunyai
KMS karena memang mereka (Balita) masih dalam fase pertumbuhan ini
telah kehilangan kesempatan untuk mendapat pelayanan sebagaimana yang
terdapat dalam KMS tersebut. Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan
ini menggunakan rumus {(S-K)/S x 100%) yaitu jumlah balita yang ada
diwilayah posyandu dikurangi jumlah balita yang mempunyai KMS, hasilnya
dibagi dengan jumlah balita yang ada, semakin tinggi presentase kehilangan
kesempatan maka semakin rendah kemauan orang tua balita untuk dapat
memanfaatkan KMS. Padahal KSM sangat baik untuk memantau
pertumbuhan Berat Badan Balita atau juga Pola Pertumbuhan Berat Badan
Balita.
3) Indikator-indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang
Naik Berat Badannya di bandingkan dengan jumlah seluruh balita yang
ditimbang. Sebaiknya semua balita yang ditimbang harus memgalami
peningkatan berat-badannya.
4) Indikator lainnya dalam SKDN adalah Indikator Drop Out yaitu balita yang
sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi
kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu untuk selalu mendapatkan
pelayanan kesehatan rumusnya yaitu jumlah balita yang telah mendapat KMS
dibagi dengan Jumlah Balita ditimbang hasilnya dibagi dengan Balita yang
punya KMS atau rumusnya adalah (K-D)/K x 100%.(Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, 2017).
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Masalah Gizi pada Ibu Hamil


1. Kerangka Konsep

1.
Gambar 1.
Kerangka Konsep Penelitian Masalah Gizi Pada Ibu Hamil

Penjelasan :
Dari kerangka konsep diatas diketahui bahwa status anemia dan KEK pada
ibu hamil dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi makro dan mikro, selain itu status
Anemia dan KEK dipengaruhi juga oleh ANC Ibu Hamil. Ada beberapa faktor-
faktor yang mempengaruhi konsumsi zat gizi makro dan mikro diantaranya
pengetahuan dan kepatuhan minum tablet Fe.
2. Definisi Operasional

Tabel 5.
Definisi Operasional Masalah Gizi pada Ibu Hamil
No. Variabel Definisi Oprasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Terikat
1. Status Keadaan dimana kadar Diukur dengan Easy Touch Hb 1. Anemia : jika kadar Hb < 11 Ordinal
Anemia pada hemoglobin (Hb) dalam menggunakan alat cek gr/dL
Ibu Hamil tubuh < 11 gr/dL hb digital oleh petugas 2. Tidak anemia : jika kadar
kesehatan Hb ≥ 11 gr/dL
(Kemenkes, 2018)
2. Status KEK Keadaan dimana ibu Dengan cara Pita LILA 1. KEK : < 23,5 cm Ordinal
pada Ibu menderita kekurangan mengukur Lingkar 2. Tidak KEK : ≥ 23,5 cm
Hamil makanan yang Lengan Atas (LILA) (Supariasa, 2016)
berlangsung menahun menggunakan alat
(kronis) yang ukur Pita LILA
mengakibatkan
timbulnya gangguan
kesehatan pada ibu
sehingga kebutuhan ibu
hamil akan zat gizi yang
semakin meningkat tidak
terpenuhi

Variabel Bebas

3. Konsumsi Konsumsi energy adalah Diukur dengan Formulir 1. Di atas AKG = ≥110% Ordinal
Energi dan zat gizi yang dikonsumsi menggunakan formulir Recall 2x 24 kebutuhan
Zat besi (Fe) yang diperoleh dari Recall 2x 24 Jam jam 2. Normal = 90-110%
sumber karbohidrat, dengan melakukan kebutuhan
protein, dan lemak, wawancara kepada 3. Deficit tingkat ringan = 80-
sedangkan zat besi (fe) responden, kemudian 89.9% kebutuhan
adalah zat gizi yang data diolah dengan 4. Deficit tingkat sedang = 70-
dikonsumsi yang Nutri Survey. 79.9% kebutuhan
diperoleh dari zat besi 5. Deficit tingkat berat = <70%
(fe) yang terdapat pada kebutuhan
protein nabati dan protein (Kementrian kesehatan,2018)
hewani
4. Antenatal Suatu kunjungan yang Diukur dengan Formulir 1. Sesuai standar : apabila Ordinal
Care (ANC) dilakukan oleh ibu hamil menggunakan Kuisioner menjawab Ya pada pada
ke tempat pelayanan Formulir Kuisioner setiap point yang ada
kesehatan sejak adanya dikuisioner
tanda-tanda kehamilan 2. Tidak sesuai standar :
sampai pada trimester III. apabila ada menjawab Tidak
pada point kuisioner
5. Kepatuhan Kepatuhan ibu hamil Diukur dengan Formulir 1. Patuh : Jika skor kuesioner = Ordinal
Minum dalam mengonsumsi menggunakan Kuisioner 5
Tablet Fe tablet Fe sebanyak 90 Formulir Kuisioner 2. Tidak patuh : Jika skor
tablet yang diberikan kuesioner < 5
selama masa kehamilan
dan dikonsumsi 1
tablet/hari
6. Pengetahuan Pengetahuan yang Pertanyaan pada Angket 1. Pengetahun baik jika nilai Ordinal
dimiliki renponden angket pengetahuan Pengetahuan >80
mengenai Gizi yang berjumlah 30 Ibu Hamil 2. Pengetahuan cukup baik 70-
Seimbang, Anemia, pertanyaan. yang 80
KEK, dan PMT ibu dimana diukur dengan 3. Pengetahuan kurang baik
hamil benar diberi nilai 3,3 <70
salah diberikan nilai 0
B. Masalah pada Status Gizi Balita
1. Kerangka Konsep
Ketersediaan Pangan Rumah
Tangga

Pola Konsumsi

Pola Asuh Konsumsi Makanan

Kemiskinan

Tingkat Pendapatan Status Gizi Balita

Pendidikan

Umur
Pengetahuan Ibu
Budaya

Pekejaan
Gambar 2.
Kerangka Konsep Penelitian Masalah Pada Status Gizi Balita

: Diteliti
: Tidak Diteliti

Penjelasan :
Dari Kerangka Konsep di atas , dapat dijelaskan bahwa status gizi balita
dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu konsumsi makanan dan pengetahuan ibu ,
dimana konsumsi makanan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, pola konsumsi,pola asuh ,
kemiskinan dan tingkat pendapatan. Sedangkan untuk pengetahuan ibu dapat
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah pendidikan, umur,
budaya dan pekerjaan.
2. Definisi Oprasional
Tabel 6
.Definisi Operasional Masalah pada Status Gizi Balita
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Oprasional
Variabel Terikat
1. Status Gizi Status gizi pada Lembar Timbangan Kategori status gizi Ordinal
Balita balita yaitu dapat observasi atau dacin BB/U sebagai
ditentukan diukur berikut :
dengan indikator menggunakan 1. Berat badan
berat badan timbangan sangat kurang (<-
menurut usia atau dacin 3SD)
BB/U 2. Berat badan
kurang
(- 3 SD sd <- 2
SD)
3. Berat badan
normal
(-2 SD sd +1 SD)
4. Risiko Berat
badan lebih
(> +1 SD)
(Kementerian
Kesehatan RI,
2020)

Variabel Bebas
1. Konsumsi Konsumsi Menggunakan Kuesioner 1. Di atas AKG = Ordinal
Makanan makanan adalah kuesioner dan ≥110%
zat-zat form SQFFQ kebutuhan
pembangun yang 2. Normal = 90 –
dikonsumsi oleh 110%
balita kebutuhan
3. Defisit tingkat
ringan = 80 –
89,9%
kebutuhan
4. Defisit tingkat
sedang = 70 –
79,9%
kebutuhan
5. Defisit tingkat
berat = < 70%
kebutuhan
2. Pengetahuan Pengetahuan Pertanyaan Kuesioner Rata – rata nilai = Ordinal
Ibu yang dimiliki pada angket pengetahuan jumlah jawaban
renponden pengetahuan Ibu Balita benar : total soal x
mengenai Gizi yang 100
Balita berjumlah 15 Kategori nilai =
pertanyaaan baik (80% - 100%)
=
cukup (60% - 79%
= kurang (<60%)
3. Ketersediaan Terkait dengan Pertanyaan Kuisioner Rata – rata nilai = Nominal
Pangan tersedianya pada angket ketersediaan jumlah jawaban
Rumah pangan dirumah ketersediaan pangan benar : total soal x
Tangga tangga pangan rumah rumah 100
tangga yang tangga Kategori nilai =
berjumlah 15 baik (80% - 100%)
pertanyaan =
cukup (60% - 79%

= kurang
(<60%)
4. Pola Terkait dengan Pertanyaan Kuisioner, Hasil dari jawaban Ordinal
Konsumsi pola konsumsi pada angket Form SQ- pola konsumsi
balita dirumah pola konsumsi FFQ yang dikategorikan
yang a) ya
berjumlah 12 b) tidak
pertanyaan Mengisi form SQ-
FFQ

Rata – rata nilai =


jumlah jawaban
benar : total soal x
100
Kategori nilai =
baik (80% - 100%)
=
cukup (60% - 79%
=
kurang (<60%)
5. Tingkat Terkait dengan Pertanyaan Kuisioner Rata – rata nilai = Ordinal
Pendapatan jumlah uang yang pada angket jumlah jawaban
diterima oleh tingkat benar : total soal x
orang tuabalita pendapatan 100
berjumlah 10 Kategori nilai =
pertanyaan baik (80% - 100%)
=
cukup (60% - 79%

= kurang
(<60%)
6. Pendidikan Terkait dengan Pernyataan Kuesioner 1. Tidak sekolah Ordinal
pengetahuan pada identitas 2. SD
yang pernah responden 3. SMP
diterima oleh dengan 4. SMA
orang tua balita memberi 5. D1
jawaban pada 6. D2
kotak yang 7. D3
tersedia 8. D4/S1
7. Budaya Terkait dengan Pertanyaan Kuesioner Rata – rata nilai = Nominal
kepercayaan pada angket jumlah jawaban
yang dianut oleh budaya yang benar : total soal x
keluarga balita berjumlah 8 100
pertanyaan Kategori nilai =
baik (80% - 100%)
=
cukup (60% - 79%
= kurang (<60%)
C. Masalah pada Ibu Menyusui
1. Kerangka Konsep

Gambar 3.
Masalah Pada Ibu Menyusui

= Diteliti
= Tidak diteliti

Penjelasan :
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Status gizi baduta dipengaruhi langsung oleh konsumsi dan kejadian
infeksi. Infeksi merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak
baduta yang menjadi penyebab keadaan status gizi baduta yang kurang. Selain
infeksi, konsumsi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keadaan status
gizi baduta. Dalam hal ini konsumsi pada anak usia 0-6 bulan didapatkan dari
pemberian ASI ekslusif serta pada anak usia 6-24 bulan didapatkan dari ASI serta
makanan pendamping asi. Jika dalam pemenuhan konsumsi kurang dari
kebutuhan anak maka berpengaruh langsung pada status gizi baduta yang
mengarah pada status gizi kurang hingga buruk, begitu juga sebaliknya jika
konsumsi baduta lebih dari kebutuhan maka akan mengarah pada kelebihan status
gizi. Pemberian ASI dan pemberian MP-ASI kepada anak diperngaruhi oleh
dukungan keluarga, sikap, pengetahuan, edukasi/konseling, pendidikan. Selain itu
pemberian ASI dipengaruhi oleh kesehatan ibu dan IMD.
2. Definisi Operasional
Tabel 7.
Definisi Operasional Masalah Gizi pada Baduta
Definisi
Variable Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
No Operasional
Variable Terikat
1 Status Keadaan gizi Diukur dengan Timbangan/ Indikator BB/U dengan Ordinal
Gizi anak yang menggunakan dacin klasifikasi sebagai
Baduta dapat alat berikut:
ditentukan timbangan/ 1. Berat badan sangat
dengan dacin oleh kurang (< -3 SD)
indikator kader 2. Berat badan kurang
berat badan posyandu. (-3 SD sd < -2 SD)
menurut usia 3. Berat badan normal
(BB/U) yang (-2 SD sd +1 SD)
dibandingkan 4. Risiko Berat badan
dengan lebih (> +1 SD)
standar. (Kementerian
Kesehatan RI, 2020)

Variable Bebas
2 Riwayat Anak yang Diukur Kuesioner 1. Ya (jika anak pernah Nominal
Penyakit memiliki menggunakan menderita
Infeksi penyakit metode ISPA/Diare/ lebih
infeksi yaitu wawancara dari 3 kali/tahun)
ISPA atau kepada 2. Tidak (jika balita
Diare lebih responden tidak pernah
dari 3 kali menderita
dalam satu ISPA/Diare/ < 3
tahun. kali/tahun)
(Astuti, 2019)
3 Tingkat Perbandingan Diukur Form recall 1. Defisit tingkat berat: Ordinal
Konsumsi asupan zat gizi menggunakan 2x24 jam <70%
Energi dengan metode Re- 2. Defisit tingkat
kebutuhan / call 2x24 jam sedang: 70-79%
kecukupan menggunakan 3. Defisit tingkat
menurut umur form recall ringan 80-89%
4. Normal: 90-119%
5. Kelebihan: ≥120%
(Depkes,1996)
4 Pemberian Pemberian ASI Diukur Kuesioner 1. ASI Ekskusif = 3 Nominal
ASI oleh ibu menggunakan Pemberian 2. Tidak ASI Eksklusif
Eksklusif kepada bayi metode ASI <3
tanpa makanan wawancara Eksklusif
dan minuman kepada
lain sampai 6 responden
bulan pertama
kehidupan
bayi.
5 Pemberian Pemberian Diukur Kuisioner 1. Sesuai: 5 Nominal
MP-ASI MP-ASI oleh menggunakan Pemberian 2. Tidak sesuai: <5
ibu kepada metode MP-ASI
anak wawancara
berdasarkan kepada
syarat responden
pemberian
MP-ASI yang
meliputi usia
pemberian,
jenis makanan,
frekuensi
pemberian,
porsi makan,
dan tekstur
makanan yang
disesuaikan
dengan
kelompok usia
anak
6 IMD Inisiasi Diukur Kuesioner 1. Iya Nominal
Menyusu Dini menggunakan 2. Tidak
adalah proses metode
meletakkan wawancara
bayi diatas kepada
badan ibunya responden
begitu setelah
melahirkan,
skin to skin,
dan
membiarkan
bayi mencari
putting ibunya
sendiri
7 Dukungan Dukungan Diukur Kuesioner 1. Dukungan keluarga Nominal
Keluarga yang diberikan menggunakan dukungan kurang (0-2)
oleh keluarga metode keluarga 2. Dukungan kelurga
baik dari suami wawancara sedang (3-4)
maupun kepada 3. Dukungan kelurga
keluarga responden baik (5)
lainnya kepada
ibu menyusui
dalam hal
pemberian ASI
8 Pengetahu Segala sesuatu Diukur Angket 1. Pengetahuan baik Ordinal
an tentang yang diketahui dengan Pengetahua 76-100%
ASI dengan ASI menggunakan n tentang 2. Pengetahuan cukup
diantaranya : angket yang ASI 56-75%
- Pengertian tediri dari 12 3. Pengetahuan kurang
ASI pertanyaan <55%
- Tujuan yang
pemberian ASI dinyatakan
- Manfaat ASI dengan skor
bagi bayi lalu
- Cara diklasifikasik
Penyimpanan an menurut
ASI persentase
- Pengertian
IMD
- Tujuan
melakukan
IMD
9 Pengetahu Pemahaman Diukur Angket 1. Pengetahuan baik Ordinal
an yang dimiliki dengan pengetahua 76-100%
mengenai seseorang atau menggunakan n tentang 2. Pengetahuan cukup
Makanan ibu mengenai angket yang MP-ASI 56-75%
Pendampi Makanan tediri dari 12 3. Pengetahuan kurang
ng (MP- Pendamping pertanyaan <55%
ASI) ASI yang yang
diperuntukkan dinyatakan
untuk dengan skor
memenuhi zat lalu
gizi balita diklasifikasik
selain ASI an menurut
persentase
10 Sikap Tanggapan Diukur Angket 1. Tingkat sikap Nominal
pemberian tentang prilaku dengan sikap kurang jika skor <
ASI ibu terhadap menggunakan pemberian 55%
Ekslutif pemberian ASI angket yang ASI 2. Tingkat sikap
Ekslutif tediri dari 10 Ekslusif cukup jika skor
pertanyaan berkisar antara 56-
yang 74 %
dinyatakan 3. Tingkat sikap baik
dengan skor jika skor > 75%
lalu
diklasifikasik
an menurut
persentase
11 Sikap Anggapan Diukur Angket 1. Tingkat sikap Nominal
pemberian seseorang dengan sikap kurang jika skor <
MP-ASI tentang menggunakan pemberian 55%
pemberian angket yang MP-ASI 2. Tingkat sikap
MP-ASI pada tediri dari 10 cukup jika skor
balita usia 6-24 pertanyaan berkisar antara 56-
bulan. yang 74 %
dinyatakan 3. Tingkat sikap baik
dengan skor jika skor > 75%
lalu
diklasifikasik
an menurut
persentase
12 Pekerjaan Kegiatan atau Diukur Kuisioner 1. Bekerja Nominal
jenis pekerjaan menggunakan 2. Tidak Bekerja
yang dilakukan metode
oleh seorang wawancara
ibu dalam kepada
memenuhi responden
kebutuhan
sehari – hari
13 Konseling Proses Diukur Kuesioner 1. Ya Nominal
Menyusui pemberian menggunakan konseling 2. Tidak
bantuan yang metode menyusui
dilakukan wawancara
melalui kepada
konseling  responden
yaitu
penjelasan
kepada ibu
tentang
manfaat
menyusui yang
dimulai dari
saat bayi lahir
hingga usia 2
tahun
(Amellia
Mardhika,
2020)
14 Edukasi Penjelasan Diukur Kuesioner 1. Ya Nominal
MP-ASI mengenai menggunakan edukasi 2. Tidak
pentingnya metode MP-ASI
pemberian MP wawancara
ASI yang kepada
dibuat sendiri responden
yang
direkomendasi
kan
(Emma
Saraswati,
2017)
D. Masalah pada Kader Posyandu
1. Kerangka Konsep

Gambar 4.
Masalah Pada Kader Posyandu
Berdasarkan kerangka konsep diatas menunjukan bahwa pengetahuan dan
keterampilan kader dipengaruhi oleh pendidikan kader, pelatihan yang didapatkan
oleh kader, dan lamanya menjadi kader yang dikarenakan semakin tinggi
pendidikan, banyak mendapatkan pelatihan dan lama menjadi kader maka
pengetahuan dan keterampilan seorang kader semakin baik dan terlatih
kemampuan serta kinerjanya.
2. Definisi Operasional

Tabel 8.
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Penelitian Kader Posyandu
Definisi Cara
No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Variabel Terikat
1. Pengetahuan Segala sesuatu Mengisi Kuisioner Pengetahuan : Ordinal
yang diketahui pertanyaan Baik : 76-100%
kader yang pada Cukup : 60-75%
terkait sistem 5 kuisioner Kurang : <60%
meja di Menurut
posyandu arikunto (2010)
2. Keterampilan Keterampilan Dengan Kuisioner Terampil : Ordinal
yang dimiliki cara Baik : 76-100%
kader dalam observasi Cukup : 56-75%
melaksanakan dan Kurang : <56%
kegiatan yang mengisi
terkait sistem 5 pertanyaan
meja pada
diposyandu kuisioner
Variabel Bebas
1. Pendidikan Pendidikan Mengisi Kuisioner 1. Tidak Sekolah Ordinal
adalah suatu pertanyaan 2. SD/Sederajat
usaha untuk pada 3. SMP/Sederajat
mengembangk kuisioner 4. SMA/Sederajat
an kepribadian 5. Perguruan
dan Tinggi
kemampuan
didalam dan
diluar sekolah
dan
berlangsung
seumur hidup
2. Pelatihan Pelatihan Mengisi Kuisioner Pernah Ordinal
merupakan pertanyaan Tidak Pernah
kegiatan yang pada
menitik kuisioner
beratkan pada
peningkatan
keterampilan
dan
kemampuan
yang
diperlukan
untuk suatu
pekerjaan.
3. Lama Lama waktu Mengisi Kuisioner  3 Tahun Ordinal
menjadi sejak pertama pertanyaan  3 Tahun
Kader bergabung pada
menjadi kader kuisioner
hingga
penelitian
dilakukan
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis pengumpulan data yang akan digunakan adalah jenis penelitian
observational dengan rancangan cross-sectional. Pada penelitian cross-secsional,
variabel yang diteliti diamati sekali saja (Noor, 2015).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Pengumpulan Data
Tempat pengumpulan data akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas II
Denpasar Barat.
2. Waktu Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini akan dilakukan di bulan November tahun 2021.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi pada pengumpulan data ini adalah seluruh ibu hamil, ibu menyusui,
balita, dan kader posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar
Barat.
2. Sampel
Sampel merupakan himpunan bagian atau sebagian dari suatu populasi.
Sampel juga didefinisikan sebagai bagian populasi yang diteliti.
a. Ibu Hamil
1) Kriteria Inklusi
a) Seluruh ibu hamil yang ada di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
b) Ibu hamil bersedia menjadi sampel
2) Kriteria Eksklusi
Sampel yang tidak dapat dilakukan pengukuran dengan standar yang
ditetapkan karena kondisi penyakit atau gangguan fisik (cacat).
3) Besaran sampel yaitu menggunakan total populasi dari wilayah Puskesmas II
Denpasar Barat
4) Teknik pengambilan sampel yaitu non probability sampling dengan sampling
jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang
b. Balita
1) Kriteria Inklusi
a) Seluruh balita yang ada di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
b) Ibu balita yang bersedia balitanya menjadi sampel.
2) Kriteria Eksklusi
Sampel yang tidak dapat dilakukan pengukuran dengan standar yang
ditetapkan karena kondisi penyakit atau gangguan fisik (cacat).
3) Besaran sampel pada pengumpulan data ini yaitu 5 orang balita tiap
mahasiswa di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
4) Teknik pengambilan sampel yaitu non probability sampling menggunakan
teknik Purposive Sampling. Tujuan dari teknik Purposive Sampling yaitu
untuk menghasilkan sampel yang dapat mewakili populasi pada masing-
masing wilayah.
c. Ibu Menyusui
1) Kriteria Inklusi
a) Seluruh ibu menyusui yang ada di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
b) Ibu menyusui yang bersedia menjadi sampel.
2) Kriteria Eksklusi
Sampel yang tidak dapat dilakukan pengukuran dengan standar yang
ditetapkan karena kondisi penyakit atau gangguan fisik (cacat).
3) Besaran sampel pada penelitian ini yaitu 5 orang ibu menyusui tiap
mahasiswa di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
4) Teknik pengambilan sampel yaitu non probability sampling menggunakan
teknik Purposive Sampling. Tujuan dari teknik Purposive Sampling yaitu
untuk menghasilkan sampel yang dapat mewakili populasi pada masing-
masing wilayah.
d. Kader Posyandu
1) Kriteria Inklusi
a) Seluruh kader posyandu yang ada di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
b) Kader posyandu yang bersedia menjadi sampel.
2) Kriteria Eksklusi
a) Sampel yang berhalangan hadir saat dilakukan pengambilan data.
3) Besaran sampel yaitu perwakilan 1 kader dari 1 posyandu yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kota Denpasar
4) Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik Purposive Sampling.
Pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan dalam
pengumpulan data ini adalah prinsip keterwakilan, dimana kader selalu
bekerja dalam tim setiap kegiatan posyandu sehingga kemungkinan variasi
jawaban untuk masing-masing posyandu kemungkinan tidak jauh berbeda
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian
1. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari peneliti secara langsung dari
sampel/responden. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui laporan
yang sudah ada.
Data primer dalam penelitian ini antara lain:
a. Ibu Hamil
1) Indentitas ibu hamil
2) Data status KEK ibu hamil
3) Data status anemia ibu hamil
4) Data konsumsi energi ibu hamil
5) Data konsumsi zat besi ibu hamil
6) Data riwayat penyakit infeksi ibu hamil
7) Data pengetahuan ibu hamil
8) Data kepatuhan minum tablet Fe
9) Data pemeriksaan kehamilan
b. Ibu Menyusui
1) Data identitas baduta dan ibu menyusui
2) Data status gizi baduta
3) Data konsumsi baduta
4) Data pemberian ASI ekslusif
5) Data pemberian MP-ASI
6) Data riwayat penyakit infeksi baduta
7) Data dukungan keluarga
8) Data pengetahuan Asi Esklusif
9) Data sikap ASI Esklusif
10) Data pengetahuan pemberian MP-ASI
11) Data sikap pemberian MP-ASI
12) Data konseling menyusui
13) Data edukasi MP-ASI
c. Balita
1) Data identitas balita dan responden
2) Data status gizi balita
3) Data konsumsi balita
4) Data riwayat penyakit infeksi balita
5) Data ketersediaan pangan di rumah tangga
6) Data Budaya
7) Data Tingkap pendapatan
8) Data Pola konsumsi
9) Data pengetahuan ibu
d. Kader Posyandu
1) Data indentitas kader posyandu
2) Data pengetahuan kader posyandu
3) Data ketrampilan kader posyandu
Data sekunder dalam penelitian ini antara lain:
a. Gambaran umum Puskesmas II Denpasar Barat
b. Profil Kesehatan Puskesmas II Denpasar Barat

2. Cara Pengumpulan Data


a. Data primer
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara melakukan
pengisian kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti dan peneliti mengarahkan
serta membantu responden dalam pengisiannya.
a. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara mencari data
melalui website Puskesmas II Denpasar Barat dan mencatat laporan dari
Puskesmas II Denpasar Barat.

3. Instrumen Pengumpulan Data


Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Adapun kuisioner penelitian sebagai berikut:
a. Ibu Hamil
1) Kuesioner identitas ibu hamil dan kelurga
2) Angket pengetahuan gizi ibu hamil
3) Kuesioner konsumsi ibu hamil
4) Kuesioner kepatuhan minum tablet fe
5) Kuesioner riwayat penyakit infeksi ibu hamil
6) Kuesioner ketersediaan pangan rumah tangga
7) Kuesioner budaya
8) Kuesioner tingkat pendapatan
9) Kuesomer pola komsumsi
10) Kuesioner pengetahuan ibu
b. Ibu Menyusui
1) Kuesioner identitas baduta, ibu menyusui, dan identitas keluarga
2) Kuesioner konsumsi baduta (food recall 2x24 jam)
3) Kuesioner pemberian ASI ekslusif
4) Kuesioner pemberian MP-ASI
5) Kuesioner dukungan keluarga
6) Kuesioner kesehatan ibu
7) Kuesioner pengetahuan pemberian ASI ekslusif
8) Kuesioner sikap pemberian ASI ekslusif
9) Kuesioner pengetahuan pemberian MP-ASI
10) Kuesioner sikap pemberian MP-ASI
11) Kuesioner konseling menyusui
12) Kuesioner edukasi MP-ASI
c. Balita
1) Kuesioner identitas balita dan identitas keluarga
2) Kuesioner ketersediaan pangan rumah tangga
3) Kuesioner budaya
4) Kuesioner tingkat pendapatan
5) Kuesioner pola konsumsi
6) Kuesioner pengetahuan ibu
7) Kuesioner SQ-FFQ
d. Kader Posyandu
1) Kuesioner indentitas kader posyandu
2) Kuesioner pengetahuan kader posyandu
3) Kuesioner ketrampilan kader posyandu

4. Tenaga Pengumpul data


Tenaga pengumpul data pada penelitian ini sejumlah 7 orang yang merupakan
mahasiswa semester VII Jurusan Gizi Program Studi Sarjana Terapan Gizi dan
Dietetika yang melakukan pengumpulan data primer dan sekunder di Puskesmas
II Denpasar Barat. Sebelum penelitian dilakukan seluruh tenaga pengumpul data
diberikan arahan untuk menyamakan persepsi, sehingga seluruh tahapan
pengumpulan data dapat dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian.

E. Cara Pengolahan dan Analisis Data


1. Teknik pengolahan data
a. Data karateristik sampel
Data dikategorikan dan ditampilkan dalam tabel distribusi dan dianalisis
secara deskriptif.
b. Data ibu hamil
1) Data kejadian anemia pada ibu hamil
Kejadian anemia akan diinterpretasikan nilai Hb sample sehingga dapat
dikategorikan menjadi anemia dan tidak anemia.
2) Data kejadian KEK pada ibu hamil
Kejadian anemia akan diinterpretasikan nilai lingkar lengan atas sample
sehingga dapat dikategorikan menjadi KEK dan tidak KEK.
3) Data konsumsi zat besi (fe)
Konsumsi zat besi akan dicari melalui recall 2x 24 jam dan hasil konsumsi
zat besi akan dikategorikan menjadi Di atas AKG = ≥110% kebutuhan, Normal =
90 – 110% kebutuhan, Defisit tingkat ringan = 80 – 89,9% kebutuhan, Defisit
tingkat sedang = 70 – 79,9% kebutuhan, Defisit tingkat berat = < 70% lalu dicari
hubungannya dengan status anemia.
4) Data konsumsi energi
Konsumsi energi akan dicari melalui recall 2x 24 jam dan hasil konsumsi
energi akan dikategorikan menjadi Di atas AKG = ≥110% kebutuhan, Normal =
90 – 110% kebutuhan, Defisit tingkat ringan = 80 – 89,9% kebutuhan, Defisit
tingkat sedang = 70 – 79,9% kebutuhan, Defisit tingkat berat = < 70% lalu dicari
hubungannya dengan status KEK.
5) Data pengetahuan ibu hamil
Pengetahuan ibu hamil mengenai anemia gizi besi dan KEK akan
dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu : pengetahuan baik, pengetahuan cukup
dan pengetahuan kurang lalu dicari hubungannya dengan konsumsi energi dan zat
besi.
6) Data kepatuhan minum tablet FE
Kepatuhan minum tablet FE akan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu
patuh, jika semua jawaban “ya” dan tidak patuh, jika terdapat jawaban “tidak” lalu
dicari hubungannya dengan konsumsi zat besi.
7) Data pemeriksaan kehamilan (ANC)
Pemeriksaan kehamilan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu pemeriksaan
kehamilan yang sesuai dan pemeriksaan kehamilan tidak sesuai lalu dicari
hubungannya dengan status anemia dan status kek.
c. Data balita
1) Status Gizi Balita
Status gizi balita menggunakan indikator BB/U lalu diklasifikasikan menjadi
berat badan sangat kurang, berat badan kurang, berat badan normal, resiko berat
badan lebih.
2) Konsumsi
Konsumsi balita yaitu energi dan protein dikategorikan menjadi 5 yaitu Di
atas AKG = ≥110% kebutuhan, Normal = 90 – 110% kebutuhan, Defisit tingkat
ringan = 80 – 89,9% kebutuhan, Defisit tingkat sedang = 70 – 79,9% kebutuhan,
Defisit tingkat berat = < 70% kebutuhan lalu dicari hubungannya dengan status
gizi balita.
3) Pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu aka dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu pengetahuan
kurang dan pengetahuan baik lalu dicari hubungannya dengan status gizi balita.
4) Ketersediaan pangan
Variabel ketersediaan pangan dikategorikan menjadi 3 yaitu baik, cukup dan
kurang lalu dicari hubungannya dengan konsumsi energi dan protein.
5) Pola konsumsi
Variabel pola konsumsi dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan konsumsi energi dan protein.
6) Pendapatan
Variabel tingkat pendapatan dikategorikan menjadi baik, cukup, dan kurang
lalu dicari hubungannya dengan konsumsi energi dan protein.
7) Pendidikan
Variabel pendidikan dikategorikan menjadi tidak sekolah, SD, SMP, SMA,
D1, D2, D3, D4/S1dengan pengetahuan ibu.
8) Budaya
Variabel budaya dikategorikan menjadi baik, cukup, dan kurang lalu dicari
hubungannya dengan pengetahuan ibu.
d. Data ibu menyusui
1) Status gizi baduta
Status gizi baduta menggunakan indikator BB/U lalu diklasifikasikan menjadi
berat badan sangat kurang, berat badan kurang, berat badan normal, resiko berat
badan lebih.
2) Riwayat penyakit infeksi
Kejadian infeksi akan dikategorikan menjadi ya jika menderita ISPA/Diare
lebih dari 3 kali/tahun dan tidak jika tidak pernah menderuta ISPA/diare kurang
darisama dengan 3 kali/tahun lalu dicari hubungannya dengan status gizi baduta.
3) Tingkat konsumsi energi
Konsumsi energi akan dicari melalui recall 2x 24 jam dan hasil konsumsi
energi akan dikategorikan menjadi defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang,
defisit tingkat ringan, normal, dan kelebihan lalu dicari hubungannya dengan
status gizi baduta.
4) Pemberian ASI Ekslusif
Pemberian ASI Ekslusif dikategorikan menjadi 2 yakni iya jika diberikan ASI
sampai 6 bulan dan tidak jika tidak diberikan ASI sampai 6 bulan lalu dicari
hubungannya dengan tingkat konsumsi energi..
5) Pemberian MP-ASI
Praktik pemberian MP-ASI diklasifikasikan menjadi 2 yakni sesuai dan tidak
sesuai lalu dicari hubungannya dengan tingkat konsumsi energi.
6) Pekerjaan ibu
Pekerjaan ibu diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bekerja dan tidak bekerja lalu
dicari hubungannya dengan pemberian ASI Eksklusif
7) IMD
IMD diklasifikasikan menjadi iya jika melakukan IMD dan tidak jika tidak
melakukan IMD lalu dicari hubungannya dengan pemberian ASI Eksklusif
8) Sikap ASI Ekslusif
Sikap MP-ASI dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu sikap baik, sikap
cukup dan sikap kurang lalu dicari hubungannya dengan pemberian ASI
Eksklusif .
9) Pengetahuan ASI
Pengetahuan ASI eksklusif dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu
pengetahuan baik, pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang lalu dicari
hubungannya dengan pemberian ASI Eksklusif
10) Pengetahuan MP-ASI
Pengetahuan MP-ASI dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu pengetahuan
baik, pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang lalu dicari hubungannya dengan
pemberian MP-ASI.
11) Sikap pemberian MP-ASI
Sikap pemberian MP-ASI dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu sikap baik,
sikap cukup dan sikap kurang lalu dicari hubungannya dengan pemberian MP-
ASI.
12) Konseling menyusui
Konseling menyusui diketegorikan menjadi 2 kategori yaitu mendapat
konseling menyusui dan tidak mendapat konseling menyusui lalu dicari
hubungannya dengan sikap pemberian ASI Eksklusif dan pengetahuan ASI
Eksklusif.
13) Edukasi MP-ASI
Edukasi MP-ASI dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu mendapat edukasi
MP-ASI dan tidak mendapat edukasi MP-ASI dicari hubungannya dengan sikap
pemberian MP-ASI dan pengetahuan MP-ASI.
14) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga dikategorikan menjadi 3 yaitu dukungan keluarga kurang,
sedang dan baik lalu dicari hubungannya dengan pemberian ASI Eksklusif dan
MP-ASI.

e. Data kader posyandu


1) Pengetahuan
Pengetahuan kader dikategorikan menjadi 3 yaitu baik, cukup dan kurang lalu
dicari hubungannya dengan
2) Keterampilan
Keterampikan kader akan diukur dengan observasi terkait pelaksanaan sistem
5 meja posyandu dan akan dikategorikan menjadi keterampilan baik, cukup, dan
kurang.
3) Umur
Umur akan dikategorikan menjadi 4 yakni 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50
tahun, 51-60 tahun
4) Pendidikan
Pendidikan akan dikategorikan menjadi 5 yakni tidak sekolah, SD/sederajat,
SMP/sederajat, SMA/sederajat, perguruan tinggi lalu dihubungkan dengan
pengetahuan dan keterampilan kader
5) Pelatihan
Riwayat pelatihan pada kader akan dikategorikan menjadi 2 kategori yakni
pernah dan tidak pernah lalu dihubungkan dengan pengetahuan dan keterampilan
kader
6) Lama menjadi kader
Riwayat lama menjadi kader dikategorikan menjadi 2 yakni  3 tahun dan  3
tahun lalu dihubungkan dengan pengetahuan dan keterampilan kader.

2. Analisis data
a. Analisis univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang digunakan untuk memperoleh
gambaran dari karakteristik sample yang akan ditampilkan dengan tabel frekuensi
dan dianalisis secara deskriptif.
b. Analisis bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel atau lebih untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Pengolahan analisis data
bivariat dengan menggunakan bantuan komputerisasi SPSS versi 25. Uji hipotesa
yang dilakukan disesuaikan dengan jenis data masing-masing kelompok sasaran.
F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Mengurus surat ijin Provinsi dan Kota Denpasar.
2. Megurus surat ijin kapada Kepala Dinas Kesehatan Kota Denpasar, dengan
tembusan masing-masing Puskesmas yang diurus oleh pihak akademik.
3. Mengumpulkan data-data di Puskesmas.
4. Mengumpukan data-data lain melalui website/internet di Puskesmas II
Denpasar Barat
5. Menyusun program intervensi gizi yang akan dilaksanakan di Puskesmas
Puskesmas II Denpasar Barat
6. Presentasi laporan penyusunan program intervensi gizi di Puskesmas II
Denpasar Barat
7. Perbaikan laporan penyusunan program intervensi gizi di Puskesmas II
Denpasar Barat
BAB V
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
1. Gambaran Umum Puskesmas II Denpasar Barat
Puskesmas 2 Denpasar Barat didirikan di Denpasar tanggal 31 oktober 1984,
yang terletak di Jl. Gunung Soputan Gg. Puskesmas No. 3 Denpasar Barat. Visi
Puskesmas II Denpasar Barat adalah “menjadikan Puskesmas II Denpasar Barat
prima dalam pelayanan dan pembinaan kesehatan yang bermutu, menuju
Denpasar sehat”. Misi Puskesmas II Denpasar Barat dijabarkan berdasarkan upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan yang dilaksanakan. Adapun
misi Puskesmas II Denpasar Barat adalah :
a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesejhatan
b. Memberdayakan seluruh komponen pendukung dalam pembangunan
kesehatan
c. Memberikan pelayanan yang bermutu, merata, dan terjangkau.
d. Menyelenggarakan system informasi Puskesmas yang bertmutu
e. Memanfaatkan teknologi kesehatan tepat guna.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Puskesmas II Denpasar Barat menetapkan
kebijakan mutu sebagai berikut:
a. Mengutamakan pelayanan kepada masyarkat
b. Memberikan pelayanan kesehatan secara tepat
c. Meningkatkan kompetensi petugas
Kebijakan mutu tersebut ditunjang dengan komitmen penuh dari seluruh
jajaran dan melakukan peningkatan berkesinambungan ke semua bidang.
Puskesmas II Denpasar Barat memiliki Motto “kepuasan anda adalah prioritas
kami”. Memliki janji layanan CERDAS (Cermat, Empati, Ramah, Disiplin,Adil,
Santun).
Untuk mencapai pembangunan kesehatan maka upaya kesehatan di Puskesmas
dilakasanakn dalambentuk upaya kesehatan Puskesmas. Upaya kesehatan yang
dilaksanakan sesuai dengan keputusanMenteri Kesehatan RI No.
75/Menkes/SK/II/2004 tentang pusat kesehatan masyarakat. Puskesmas
IIDenpasar Barat melaksakan upaya kesehatan pengembangan berdasarkan
kondisi lingkungan dan kemungkinan perkembangan penyakit di wilayah
kerja puskesmas.
Adapun upaya kesehatan pengembangan yang dilaksanakan di Puskesmas II
Denpasar Barat adalah:
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Upaya kesehatan jiwa
c. Upaya kesehatan gigi masyarakat
d. Kesehatan tradisional dan komplementer
e. Kesehatan olahraga
f. Kesehatan kerja
g. Kesehatan indra
h. Upaya kesehatan USILA
Upaya kesehatan perseorangan di Puskesmas II Denpasar Barat adalah:
a. Kunjungan puskesmas dengan rawat jalan
b. Pelayanan umum
c. Pelayanan gigi dan mulut
d. Pelayanan kefarmasian
e. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
f. Pelayanan laboratorium

2. Gambaran Umum Geografi


Luas wilayah kerja yaitu kurang lebih 13,44 km². dengan batas wilayah
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Pemecutan
b. Sebelah Timur : Desa Dangin Puri Kauh
c. Sebelah Selatan : Br. Abian Base, Desa Kuta
d. Sebelah Barat : Desa Krobokan Kuta Utara
Puskesmas 2 Denpasar Barat mewilayahi 5 Desa dan 1 Kelurahan yang
meliputi 58 Banjar yaitu:
a. Desa Pemecutan Kelod : 15 Banjar
b. Desa Dauh Puri Kauh : 7 Banjar
c. Kelurahan Dauh Puri : 3 Banjar, 5 Lingkungan
d. Desa Dauh Puri Kelod : 11 Banjar
e. Desa Padang Sambian Kelod : 12 Banjar
f. Desa Dauh Puri Kangin : 5 Banjar
Dengan rata-rata jarak tempuh ke Puskesmas sekitar 3km dan rata-rata waktu
tempuh 15 menit.
3. Gambaran Umum Demografi
Kecamatan Denpasar Barat merupakan Kecamatan dengan jumlah penduduk
terbesar dari seluruhpenduduk kota Denpasar. Bila dilihat kepadatan penduduk
kota Denpasar dibandingkan luas wilayahnya Kecamatan Denpasar Barat
merupakan wilayah dengan penduduk terpadat yaitu 10.149/km².
Sex ratio adalah perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan di suatu
wilayah. Sex ratio pendudukII Denpasar Barat adalah 107.19, artinya penduduk
laki-laki 1,04% lebih banyak dari pendudukperempuan. Jumlah penduduk di
wilayah Denpasara Barat adalah 130.013 jiwa yang tersebar sebagaiberikut:

Tabel 9.
Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Puskesmas II Denpasar Barat
DESA/KELURAHAN LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL
Pemecutan kelod 17.706 17.012 34.718
Dauh puri kauh 11.809 11.346 23.155
Dauh puri 10.398 9.990 20.388
Dauh puri kelod 12.448 11.959 24.407
Padang sambian kelod 7.510 7.216 14.726
Dauh puri kangin 6.562 6.057 12.619
Puskesmas 66.433 63.580 130.013

4. Gambaran Umum Aktivitas Posyandu


Posyandu merupakan salah satu upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
(UKBM). Keberadaan posyandu sampai saat ini masih memliki peranan yang
sangat penting dalam rangka meningkatkanderajat kesehatan masyarakat
khususnya pada golongan balita.Tingkat perkembangan posyandu di Puskesmas II
Denpasar Barat dalam tahun terakhir seperti padatable di bawah ini:

Tabel 10.
Keadaan Posyandu per Desa/Kelurahan di Puskesmas II Denpasar Barat
No Desa/Kelurahan Posyandu Kader Persentase
Aktif Tidak Jumlah Aktif
aktif
1 Desa pemecutan 15 0 75 75 100
kelod
2 Desa dauh puri 7 0 30 30 100
kauh
3 Kelurahan dauh 16 0 80 80 100
puri
4 Desa dauh puri 10 1 50 50 100
kelod
5 Desa padang 15 2 80 80 100
sambian kelod
6 Desa dauh puri 5 0 25 25 100
kangin
Jumlah 68 3 340 340 100
B. Hasil
1. Pada Sampel Ibu Hamil
a. Tabel Karakteristik Ibu Hamil
1) Ibu Hamil berdasarkan Kelompok Umur
Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan kelompok umur terdapat pada table
11.
Tabel 11.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur f %
19-29 Tahun 26 74,2
30-49 Tahun 9 25,8
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil bahwa dari 35 sampel ibu hamil yang
diambil, terdapat 26 sampel (72,4%) memiliki umur 19-29 tahun dan 9 sampel
(25,8%) memiliki umur 30-49 tahun.

2) Ibu Hamil Berdasarkan Pekerjaan


Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan pekerjaan terdapat pada table 12.
Tabel 12.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan f %
PNS 2 5,71
Wiraswasta 3 8,57
Pegawai Swasta 6 17,14
Petani 1 2,85
Tidak Bekerja 23 65,71
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa 35 sampel ibu hamil memiliki


pekerjaan sebagai PNS yaitu 2 sampel (5,71%), wiraswasta sebanyak 3 sampel
(8,75%), sebagai pegawai swasta sebanyak 6 sampel (17,14%), sebagai petani 1
sampel (2,85%) dan tidak bekerja sebanyak 23 sampel (65,71%).

3) Ibu Hamil Berdasarkan Pendidikan Terakhir


Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan Pendidikan terakhir terdapat pada
tabel 13.
Tabel 13.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir f %
SD 1 2,85
SMP 7 20
SMA/SMK 21 60
Perguruan Tinggi 6 17,14
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil
memiliki pendidikan terakhir SD sebanyak 1 sampel (2,85%), SMP sebanyak 7
sampel (20%), SMA/SMK sebanyak 21 sampel (60%), dan perguruan tinggi
sebanyak 6 sampel (17,14%).

4) Ibu Hamil Berdasarkan Usia Kehamilan


Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan usia kehamilan terdapat pada table
14.
Tabel 14.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Usia Kehamilan
Usia Kehamilan f %
1-3 Bulan 3 8,57
4-6 Bulan 11 31,42
7-9 Bulan 21 60
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil
memiliki usia kehamilan rentanan 1-3 bulan sebanyak 3 sampel (8,57%), 4-6
bulan sebanyak 11 sampel (31,42%), 7-9 bulan sebanyak 21 sampel (60%).
5) Ibu Hamil Berdasarkan Kehamilan Ke
Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan kehamilan ke terdapat pada tabel 15.
Tabel 15.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Kehamilan Ke
Kehamilan Ke f %
1 9 25,71
2 12 34,28
3 7 20
4 3 8,57
5 3 8,57
6 1 2,85
Total 35 100
Berdaarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil yang
kehamilan 1 adalah 9 sampel (25,71%), kehamilan kedua sebanyak 12 sampel
(34,28%), kehamilan ketiga sebanyak 7 sampel (20%), kehamilan keempat
sebanyak 3 sampel (8,57%), kehamilan kelima sebanyak 3 sampel (8,57%) dan
kehamilan keenam sebanyak 1 sampel (2,85%).

b. Sebaran Ibu Hamil Berdasarkan Variabel


1) Ibu Hamil Berdasarkan LILA (Status KEK)
Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan LILA (Status KEK) terdapat pada
table 16.
Tabel 16.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan LILA (Status KEK)
Status KEK f %
KEK 3 8,57
Tidak KEK 32 91,42
Total 35 100
Berdaarkan table diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil yang
memiliki status KEK sebanyak 3 sampel (8,57%) dan Tidak KEK sebanyak 32
sampel (91,42%).
2) Ibu Hamil Berdasarkan Kadar Hemoglobin Darah (Status Anemia)
Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan kadar hemoglobin darah (Status
Anemia) terdapat pada tabel 17.
Tabel 17.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Kadar Hemoglobin Darah (Status
Anemia)
Status Anemia f %
Anemia 12 34,28
Tidak Anemia 23 65,71
Total 35 100
Berdasarkan table diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil yang
memiliki status anemia sebanyak 12 sampel (34,28%) dan tidak anemia sebanyak
23 sampel (65,71%).

3) Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan tingkat pengetahuan terdapatpada
tabel 18.
Tabel 18.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan f %
Kurang Baik 7 20
Cukup Baik 24 68,57
Baik 4 11,42
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil yang
memiliki tingkat pengetahuan kurang baik sebanyak 7 sampel (20%), cukup baik
sebanyak 24 sampel (68,57%) dan baik sebanyak 4 sampel (11,42%).
4) Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat Konsumsi Zat Gizi Makro (Energi)
Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan tingkat konsumsi energi terdapat
pada tabel 19.
Tabel 19.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi
Tingkat Konsumsi f %
Defisit Tingkat Berat 24 68,57
Defisit Tingkat Sedang 8 22,85
Normal 1 2,85
Diatas AKG 2 5,71
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil,
berdasarkan tingkat konsumsi zat gizi makro yang memiliki defisit tingkat berat
sebanyak 24 sampel (68,57%), defisit tingkat sedang sebanyak 8 sampel
(22,85%), normal sebanyak 1 sampel (2,85%) dan diatas AKG sebanyak 2 sampel
(5,71%).

5) Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat Konsumsi Zat Gizi Besi (Fe)


Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan tingkat konsumsi zat gizi besi (fe)
terdapat pada tabel 20.
Tabel 20.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat Konsumsi Zat Gizi Besi (Fe)
Tingkat Konsumsi f %
Defisit Tingkat Berat 28 80
Defisit Tingkat Sedang 1 2,85
Diatas AKG 5 14,28
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil,
berdasarkan tingkat konsumsi zat gizi mikro yang memiliki defisit tingkat berat
sebanyak 28 sampel (80%), defisit tingkat sedang sebanyak 1 sampel (2,85%),
dan diatas AKG sebanyak 5 sampel (14,28%)
6) Ibu Hamil Berdasarkan Kepatuhan Minum Tablet Fe
Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan kepatuhan minum tablet fe terdapat
pada tabel 21.
Tabel 21.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Kepatuhan Minum Tablet Fe
Kepatuhan f %
Patuh 12 34,28
Tidak Patuh 23 65,71
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil
didapatkan berdasarkan kepatuhan minum tablet fe yang memiliki kepatuhan
patuh sebanyak 12 sampel (34,28%) dan tidak patuh sebanyak 23 sampel
(65,71%).

7) Ibu Hamil Berdasarkan Pemeriksaan ANC


Sebaran sampel ibu hamil berdasarkan pemeriksaan ANC terdapat pada
tabel 22.
Tabel 22.
Sebaran Sampel Ibu Hamil Berdasarkan Pemeriksaan ANC
Kesesuaian Standar f %
Sesuai Standar 1 2,85
Tidak Sesuai Standar 34 97,17
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel ibu hamil
didapatkan berdasarkan pemeriksaan ANC yang memiliki katagori standar
sebanyak 1 sampel (2,85%) dan tidak sesuai standar sebanyak 34 sampel
(97,12%)
c. Hubungan Antar Variabel pada Ibu Hamil
1) Hubungan Pengetahuan Dengan Konsumsi Energi Ibu Hamil
Data hubungan penegtahuan dengan konsumsi energi ibu terdapat pada
tabel 23.
Tabel 23.
Hubungan Pengetahuan Dengan Konsumsi Energi Ibu Hamil
Konsumsi Energi
Defisit Defisit P
Diatas Jumlah
Pengetahuan Tingkat Tingkat Normal valeu
AKG
Berat Sedang
f % f % f % f % f %
Kurang 6 85,7 1 14,2 0 0 0 0 7 100
1 2
Cukup 66,6 6 25 1 4,1 1 4,1 100
6 4 0,628
Baik 2 50 1 25 0 0 1 4,1 4 100
2 3
Total 68,5 8 22,8 1 2,8 2 5,7 100
4 5

Berdasarkan table hubungan antar pengetahuan dan konsumsi energi ibu


hamil, terdapat 35 sampel ibu hamil didapatkan dari 7 sampel dengan
pengetahuan kurang, 6 sampel memiliki tingkat konsumsi deficit tingkat berat
(85,7%) dan 1 defisit tingkat sedang (14,2%). 24 dengan pengetahuan cukup
dengan 16 sampel (66,6%) dengan katagori deficit tingkat berat, 6 sampel (25%)
dengan katagori deficit tingkat sedang, 1 sampel (4,1%) dengan katagori normal
dan 1 sampel (4,1%) dengan katagori diatas AKG.
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
=0,628 yang artinya tidak ada hubungan antar pengetahuan dengan konsumsi
energi pada ibu hamil diwilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
2) Hubungan Antar Pengetahuan Dengan Konsumsi Zat Gizi Besi (Fe) Ibu Hamil
Data hubungan antar pengetahuan dengan konsumsi zat gizi besi (fe) ibu
hamil terdapat pada tabel 24.
Tabel 24.
Hubungan Antar Pengetahuan Dengan Konsumsi Zat Gizi Besi (Fe) Ibu Hamil
Konsumsi Zat Besi (Fe)
Defisit Defisit
Diatas Jumlah P Valeu
Pengetahuan Tingkat Tingkat
AKG
Berat Sedang
f % f % f % f %
Kurang 6 85,7 0 0 1 14,3 7 100
Cukup 21 87,5 0 0 3 12,5 24 100 0,049
Baik 2 50 1 25 1 25 4 100
Total 29 82,8 1 2,85 5 14,2 35 100

Berdasarkan table hubungan antar pengetahuan dan konsumsi zat besi (fe) ibu
hamil terdapat 35 sampel, didapatkan dari 7 sampel dengan pengetahuan kurang, 6
sampel memiliki tingkat konumsi deficit tingkat berat (85,7%), dan 1 diatas AKG
(14,3%), dari 24 sampel dengan pengetahuan cukup baik, 21 sampel memiliki
tingkat konsumsi deficit tingkat berat (87,5%), dan 3 diatas AKG (12,5%), dari 4
sampel dengan pengetahuan baik, 2 sampel dengan tingkat konsumsi deficit
tingkat berat, 1 defisit tingkat sedang (25%) dan 1 diatas AKG (25%).
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil
sig=0,049 yang artinya ada hubungan antar pengetahuan dengan konsmsi zat besi
(fe) pada ibu hamil diwilayah Puskemas II Denpasar Barat.
3) Hubungan Antar Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi Dengan Konsumsi Zat
Gizi Besi (Fe) Ibu Hamil
Data hubungan antar kepatuhan konsumsi tablet besi dengan konsumsi zat
gizi besi (fe) ibu hamil terdapat pada tabel 25.
Tabel 25.
Hubungan Antar Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi Dengan Konsumsi Zat Gizi
Besi (Fe) Ibu Hamil
Konsumsi Zat Besi (Fe)
Defisit Defisit P
Diatas Jumlah
Pengetahuan Tingkat Tingkat Value
AKG
Berat Sedang
f % f % f % f %
Tidak Patuh 19 82,6 1 4,3 3 13 23 100
0,743
Patuh 10 83,3 0 0 2 16,6 12 100
Total 29 82,8 1 2,8 5 14,2 35 100

Berdasarkan table hubungan antar kepatuhan konsumsi tablet besi dengan


konsumsi zat gizi besi besi (Fe), didapatkan dari 23 sampel yang tidak patuh 19
sampel dengan katagori deficit tingkat berat (82,6%), 1 sampel deficit tingkat
sedang (4,3%), dan 3 diatas AKG (13%), dari 12 sampel yang patuh 10 sampel
memiliki kataogri deficit tingkat berat (83,3%) dan 2 sampel diatas AKG (16,6%).
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,743 yang artinya tidak ada hubungan antar kepatuhan konsumsi tablet besi
dengan konsumsi zat besi (fe) pada ibu hamil di wilayah Puskesmas II Denpasar
Barat.
4) Hubungan Antar Konsumsi Zat Besi Dengan Status Anemia Ibu Hamil
Data hubungan antar konsumsi zat besi dengan status anemia ibu hamil
terdapat pada tabel 26.
Tabel 26.
Hubungan Antar Konsumsi Zat Besi Dengan Status Anemia Ibu Hamil
Status Anemia
Jumlah P
Konsumsi Zat Besi Tidak Anemia Anemia
Valeu
f % f % f %
1 2
Defisit Tingkat Berat 19 65,5 34,4 100
0 9
Defisit Tingkat Sedang 1 100 0 0 1 100
0,407
Diatas AKG 2 40 3 60 5 100
1 3
Total 22 62,8 37,1 100
3 5
Berdaarkan table hubungan konsumsi zat besi (fe) dengan status anemia
ibu hamil diatas, didapatkan dari 29 sampel ibu hamil yang deficit tingkat
berat 19 memiliki katagori tidak anemia (65,5%) dan 10 sampel anemia
(34,4%), dari 1 sampel deficit tingkat sedang memiliki status tidak anemia,
dari 5 sampel diatas AKG 2 diantaranya tidak anemia (40,0%) dan 3 sampel
anemia (60,0%).
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan
hasil sig = 0,407 yang artinya tidak ada hubungan antar konsumsi zat besi
dengan status anemia pada ibu hamil di wilayah Puskesmas Ii Denpasar Barat.
5) Hubungan Antar Konsumsi Energi Dengan Status KEK Ibu Hamil
Data hubungan antar konsumsi energi dengan status kek ibu hamil terdapat
pada tabel 27.
Tabel 27.
Hubungan Antar Konsumsi Energi Dengan Status KEK Ibu Hamil
Status KEK
Jumlah P
Konsumsi Energi Tidak KEK KEK
Valeu
f % f % f %
2
Defisit Tingkat Berat 22 91,6 2 8,3 100
4
Defisit Tingkat Sedang 7 87,5 1 12,5 8 100
Normal 1 100 0 0 1 100 0,932
Diatas AKG 2 100 0 0 2 100
3
Total 32 91,4 3 8,5 100
5
Berdasarkan table hubungan konsumsi energi dengan status kek pada ibu
hamil, didapatkan bahwa dari 24 sampel dengan katagori deficit tingkat berat 22
sampel diantaranya tidak kek (91,6%), 2 sampel kek (8,3%), dari 8 sampel dengan
katagori deficit tingkat sedang 7 dengan katagori tidak kek (87,5%) dan 1 sampel
kek (12,5%), ditemukan 1 sampel dengan kataori konsumsi normal dan tidak kek,
serta dari 2 sampel dengan katagori konsumsi diatas AKG keduanya memiliki
status tidak kek.
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,932 yang artinya tidak ada
hubungan antar konsumsi energi dengan status kek pada ibu hamil di wilayah
Puskesmas II Denpasar Barat.
6) Hubungan Antar Pemeriksaan ANC Dengan Status Anemia Ibu Hamil
Data hubungan antar pemeriksaan anc dengan status anemia ibu hamil
terdapat pada tabel 28.
Tabel 28.
Hubungan Antar Pemeriksaan ANC Dengan Status Anemia Ibu Hamil
Status Anemia
P
Pemeriksaan ANC Tidak Anemia Anemia Jumlah
Value
f % f % f %
Tidak Sesuai
21 61,8 13 38,2 34 100
Standar
0,435
Sesuai Standar 1 100 0 0 1 100
Total 22 69,2 13 37,1 35 100
Berdasarkan table hubungan antar pemeriksaan ANC dengan status anemia,
didapatkan dari 34 sampel pemeriksaan anc yang tidak sesuai standar memiliki 21
sampel tidak anemia (61,8%) dan 13 sampel anemia (38,2%) selanjutnyan dari 1
sampel sesuai standar memiliki kataogori tidak anemia (100,0%)
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,435 yang artinya tidak ada
hubungan antar pemeriksaan anc dengan status anemia pada ibu hamil di wilayah
Puskemas II Denpasar Barat.

7) Hubungan Antar Pemeriksaan ANC Dengan Status KEK Ibu Hamil


Data hubungan antar pemeriksaan anc dengan status kek ibu terdapat pada
tabel 29.
Tabel 29.
Hubungan Antar Pemeriksaan ANC Dengan Status KEK Ibu Hamil
Status KEK
P
Pemeriksaan ANC Tidak KEK KEK Jumlah
Value
f % f % f %
Tidak Sesuai Standar 31 91,2 3 8,8 34 100
Sesuai Standar 1 100 0 0 1 100 0,435
Total 32 91,4 3 8,6 35 100
Berdasarkan table hubungan antar pemeriksaan ANC dengan status kek,
didapatkan dari 34 sampel pemeriksaan anc yang tidak sesuai standar diantaranya
memiliki 31 sampel tidak kek (91,2%) dan 3 sampel kek (8,8%) selanjutnyan dari
1 sampel sesuai standar memiliki kataogori tidak kek (100,0%).
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,435 yang artinya tidak ada
hubungan antar pemeriksaan anc dengan status kek pada ibu hamil di wilayah
Puskemas II Denpasar Barat.

2. Pada Sampel Ibu Menyusui


a. Tabel Karakteristik Baduta
1) Tabel Univariat Agama
Sebaran baduta bedasarkan agama terdapat pada tabel 30.

Tabel 30.
Sebaran Sampel Baduta Bedasarkan Agama
Agama f %
Islam 3 8,6
Hindu 31 88,6
Buddha 1 2,8
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
terdapat 31 sampel (88,6%) beragama hindu, sebanyak 3 (8,6%) sampel
beragama Islam dan sebanyak 1 (2,8%) sampel beragama buddha.
2) Tabel Univariat Jenis Kelamin
Sebaran baduta bedasarkan jenis kelamin terdapat pada tabel 31.

Tabel 31.
Sebaran Sampel Baduta Bedasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin f %
Perempuan 17 48,6
Laki-laki 18 51,4
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 18 sampel (88,6%) berjenis kelamin laki-laki dan pada sebanyak 17
sampel (48,6%) berjenis kelamin perempuan.

3) Tabel Univariat Usia


Sebaran baduta bedasarkan kelompok usia terdapat pada tabel 32.

Tabel 32.
Sebaran Sampel Baduta Bedasarkan kelompok Usia
Umur f %
4-9 bulan 11 31,4
10-12 bulan 8 22,9
13-24 bulan 16 45,7
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
pada kelompok umur 4-9 bulan sebanyak 11 (31,4%), kelompok umur 10-12
bulan yaitu sebanyak 8 sampel (22,9%) dan kelompok umur 13-24 bulan yaitu
sebanyak 16 sampel (45,7%).
4) Tabel Univariate Status Alergi
Sebaran baduta bedasarkan status alergi terdapat pada tabel 33.

Tabel 33.
Sebaran Sampel Baduta bedasarkan Status Alergi
Alergi f %
Ada 2 5,7
Tidak 33 94,3
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 2 (5,7%) baduta memiliki alergi dan sebanyak 33 (94,3%) baduta tidak
memiliki alergi.

b. Tabel Sebaran Sampel Baduta berdasarkan Variabel


1) Tabel Univariate Status Gizi
Sebaran baduta bedasarkan status gizi terdapat pada tabel 34.

Tabel 34.
Sebaran Sampel Baduta bedasarkan Status Gizi
Status Gizi (BB/U) f %
BB Normal 29 82,9
BB Kurang 1 2,9
BB Sangat Kurang 1 2,9
BB Risiko Lebih 4 11,3
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
baduta dengan status gizi normal yaitu sebanyak 29 sampel (82,9%), sebanyak 1
(2,9%) dengan status gizi kurang, sebanyak 1 (2,9%) dengan status gizi sangat
kurang dan sebanyak 4 (11,3%) dengan status gizi resiko lebih.
2) Tabel Univariate Tingkat Konsumsi Energi
Sebaran baduta bedasarkan tingkat konsumsi energi terdapat pada tabel 35.

Tabel 35.
Sebaran Sampel Baduta Bedasarkan Tingkat Konsumsi Energi
Tingkat Konsumsi Energi f %
Defisit Ringan 12 34,3
Normal 23 65,7
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 12 sampel (34,3%) berada pada tingkat konsumsi energi defisit ringan,
dan sebanyak 23 sampel (65,7%) berada pada tingkat konsumsi energi normal.
3) Tabel Univariate Riwayat Penyakit Infeksi
Sebaran baduta bedasarkan riwayat penyakit infeksi terdapat pada tabel 36.

Tabel 36.
Sebaran Sampel Baduta bedasarkan Riwayat Penyakit Infeksi
Riwayat Penyakit Infeksi f %
Terdapat Riwayat 25 71,4
Tidak Terdapat 10 28,6
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 25 sampel (71,4%) terdapat riwayat penyakit infeksi dan sebanyak 10
sampel (28,6%) tidak terdapat riwayat infeksi.

c. Tabel Sebaran ResPonden Ibu Menyusui berdasarkan Variabel


1) Tabel Univariate Praktik Pemberian ASI
Sebaran ibu menyusui bedasarkan praktik pemberian ASI terdapat pada
tabel 37.
Tabel 37.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Praktik Pemberian ASI
Praktik Pemberian ASI f %
ASI Eksklusif 14 40
Tidak ASI Eksklusif 21 60
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 14 (40%) ibu memberikan ASI eksklusif kepada anaknya dan sebanyak
21 (60%) ibu tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya.

2) Tabel Univariate Praktik Pemberian MPASI


Sebaran ibu menyusui bedasarkan praktik pemberian MP-ASI terdapat
pada tabel 38.
Tabel 38.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Praktik Pemberian MP-ASI
Praktik Pemberian MPASI f %
Sesuai 27 77,1
Tidak sesuai 8 22,9
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 27 (77,1%) ibu menyusui melakukan praktik pemberikan MP-ASI yang
sesuai dan sebanyak 8 (22,9%) ibu menyusui tidak melakukan pemberian MP-ASI
yang sesuai.

3) Tabel Univariate IMD (Inisiasi Menyusui Dini)


Sebaran ibu menyusui bedasarkan praktik IMD terdapat pada tabel 39.
Tabel 39.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Praktik IMD
Praktik IMD f %
Melakukan IMD 22 62,8
Tidak Melakukan IMD 13 37,2
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
terdapat 22 responden ibu (62,8%) melakukan praktik IMD sedangkan sebanyak
13 responden ibu (37,2) tidak melakukan praktik IMD.

4) Tabel Univariate Dukungan Keluarga


Sebaran ibu menyusui bedasarkan dukungan keluarga terdapat pada tabel 40.
Tabel 40.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Dukungan Keluarga
Dukungan Keluarga f %
Baik 31 88,6
Sedang 4 11,4
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 31 (88,6%) ibu menyusui mendapatkan dukungan keluarga kategori
baik dalam pemberian ASI dan sebanyak 4 (11,4%) ibu menyusui mendapatkan
dukungan keluarga dalam kategori sedang dalam pemberian ASI.

5) Tabel Univariate Pengetahuan ASI


Sebaran ibu menyusui bedasarkan pengetahuan tentang ASI terdapat pada
tabel 41.
Tabel 41.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Pengetahuan Tentang ASI
Pengetahuan Tentang ASI f %
Baik 29 82,9
Cukup 6 17,1
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 29 (82,9%) ibu menyusui memiliki pengetahuan kategori baik tentang
ASI dan sebanyak 6 (17,1%) ibu menyusui memiliki pengetahuan kategori cukup
tentang ASI.

6) Tabel Univariate Sikap ASI


Sebaran ibu menyusui bedasarkan sikap terhadap ASI terdapat pada tabel
42.
Tabel 42.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Sikap Terhadap ASI
Sikap Terhadap ASI f %
Baik 26 74,3
Cukup 9 25,7
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 26 (74,3%) ibu menyusui memiliki sikap terhadap ASI kategori baik
dan sebanyak 9 (25,7%) ibu menyusui memiliki sikap terhadap ASI kategori
cukup.

7) Tabel Univariate Pengetahuan MPASI


Sebaran ibu menyusui bedasarkan pengetahuan tentang MP-ASI terdapat
pada tabel 43.
Tabel 43.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Pengetahuan tentang MP-ASI
Pengetahuan Tentang MPASI f %
Baik 33 94,3
Cukup 2 5,7
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 33 (94,3%) ibu menyusui memiliki pengetahuan kategori baik tentang
MP-ASI dan sebanyak 2 (5,7%) ibu menyusui memiliki pengetahuan kategori
cukup tentang MP-ASI.

8) Tabel Univariate Sikap MPASI


Sebaran ibu menyusui bedasarkan sikap terhadap MP- ASI terdapat pada
tabel 44.
Tabel 44.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Sikap Terhadap MP-ASI
Sikap Terhadap MPASI f %
Baik 16 45,7
Cukup 19 54,3
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 16 (45,7%) ibu menyusui memiliki sikap terhadap MP-ASI kategori
baik dan sebanyak 19 (54,3%) ibu menyusui memiliki sikap terhadap MP-ASI
kategori cukup.
9) Tabel Univariate Status Pekerjaan Ibu
Sebaran ibu menyusui bedasarkan status pekerjaan terdapat pada tabel 45.

Tabel 45.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Status Pekerjaan
Pekerjaan Ibu f %
Tidak Bekerja 14 40
Bekerja 21 60
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebnyak 14 (40%) ibu menyusui tidak bekerja dan sebanyak 21 (60%) ibu
menyusui bekerja.

10) Tabel Univariate Status Edukasi tentang ASI


Sebaran ibu menyusui bedasarkan status pemberian edukasi tentang ASI
pada terdapat tabel 46.
Tabel 46.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Status Pemberian Edukasi tentang ASI
Status Edukasi Tentang ASI f %
Pernah Mendapatkan Edukasi 8 22,9
Tidak Pernah Mendapatkan Edukasi 27 77,1
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 8 (22,9%) ibu menyusui pernah mendapatkan edukasi tentang ASI dan
sebanyak 27 (77,1%) ibu menyusui tidak pernah mendapatkan edukasi tentang
ASI.

11) Tabel Univariate Status Edukasi MPASI


Sebaran ibu menyusui bedasarkan status pemberian edukasi tentang MP-
ASI pada terdapat tabel 47.
Tabel 47.
Sebaran Ibu Menyusui Bedasarkan Status Pemberian Edukasi tentang MP-ASI
Status Edukasi Tentang MPASI f %
Pernah Mendapatkan Edukasi 9 25,7
Tidak Pernah Mendapatkan Edukasi 26 74,3
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil dari total 35 sampel yang diambil
sebanyak 9 sampel (25,7%) ibu menyusui pernah mendapatkan edukasi tentang
MP-ASI dan sebanyak 26 (77,1%) ibu menyusui tidak pernah mendapatkan
edukasi tentang MP-ASI.

d. Hubungan antar Variabel Ibu Menyusui


1) Tingkat konsumsi energi dan status gizi baduta
Data hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi baduta (BB/U)
terdapat pada tabel 48.
Tabel 48.
Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi Baduta (BB/U)
Status Gizi Baduta (BB/U)
Tingkat Konsumsi Berat badan Berat badan Berat badan Resiko berat Total
Energi sangat kurang kurang normal badan lebih
f % f % f % f % f %
Defisit tingkat ringan 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100
Normal 1 4 2 8 19 76 3 12 25 100
Total 1 2,9 2 5,7 29 82,8 3 8,6 35 100

Berdasarkan tabel hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status


gizi baduta menurut BB/U dari 10 sampel yang memiliki tingkat konsumsi energi
defisit tingkat ringan seluruhnya memiliki status gizi berat badan normal. Dari 25
sampel yang memiliki tingkat konsumsi energi normal terdapat 1 (4%) berada
pada status gizi berat badan sangat kurang, sebanyak 2 (8%) berada pada status
gizi berat badan kurang, sebanyak 19(76%) berada pada status gizi berat badan
normal, dan sebanyak 3 (12%) berada pada status gizi resiko berat badan lebih.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.408 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat
konsumsi energi dengan status gizi baduta menurut BB/U.

2) Riwayat penyakit infeksi dan status gizi baduta


Data hubungan riwayat penyakit infeksi dengan status gizi baduta (BB/U)
terdapat pada tabel 49.
Tabel 49.
Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Baduta (BB/U)
Status Gizi Baduta (BB/U)
Riwayat Penyakit Berat badan Berat badan Berat badan Resiko berat Total
Infeksi sangat kurang kurang normal badan lebih
f % f % f % f % f %
Terdapat Riwayat 1 4 2 8 21 84 1 4 25 100
Tidak Terdapat Riwayat 0 0 0 0 8 80 2 20 10 100
Total 1 2,9 2 5,8 29 82,8 3 8,5 35 100

Berdasarkan tabel hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan status


gizi baduta menurut BB/U dari 25 sampel yang memiliki riwayat penyakit infeksi
terdapat 1 (4%) berada pada status gizi berat badan sangat kurang, sebanyak 2
(8%) berada pada status gizi berat badan kurang, sebanyak 21 (84%) berada pada
status gizi berat badan normal dan sebanyak 1 (4%) berada pada status gizi resiko
berat badan lebih. Dari 10 sampel yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi
terdapat 8 (80%) berada pada status gizi berat badan normal dan sebanyak 2
(20%) berada pada status gizi resiko berat badan lebih.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.341 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara riwayat
penyakit infeksi dengan status gizi baduta menurut BB/U.
3) Pemberian ASI Eksklusif dan tingkat konsumsi energi
Data hubungan status pemberian ASI Eksklusif dengan tingkat konsumsi
energi terdapat pada tabel 50.
Tabel 50.
Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif dengan Tingkat Konsumsi Energi
Tingkat Konsumsi Energi

Status Pemberian ASI Defisit tingkat ringan Normal Total

Eksklusif
f % f % f %
ASI Eksklusif 5 35,7 9 64,3 14 100

Tidak ASI Eksklusif 5 23,8 16 76,2 21 100


Total 10 28,6 25 71,4 35 100

Berdasarkan tabel hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan


tingkat konsumsi energi dari 14 sampel yang diberikan ASI Eksklusif terdapat 5
(35,7%) memiliki tingkat konsumsi energi defisit tingkat ringan dan sebanyak
9(64%) memiliki tingkat konsumsi energi normal. Dari 21 sampel yang tidak ASI
Eksklusif terdapat 5 (23,8%) memiliki tingkat konsumsi energi defisit tingkat
ringan dan sebanyak 16(76,2%) memiliki tingkat konsumsi energi normal.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.445 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan tingkat konsumsi energi.

4) Pemberian MP-ASI dan tingkat konsumsi energi


Data hubungan pemberian MP-ASI dengan tingkat konsumsi energi
terdapat pada tabel 51.
Tabel 51.
Pemberian MP-ASI dengan Tingkat Konsumsi Energi
Tingkat Konsumsi Energi Total
Pemberian Defisit tingkat ringan Normal
MP-ASI
f % f % f %
Sesuai 8 29,6 19 70,4 27 100
Tidak Sesuai 2 25 6 75 8 100
Total 10 28,6 25 71,4 35 100

Berdasarkan tabel hubungan antara pemberian MP-ASI dengan tingkat


konsumsi energi dari 27 sampel dengan pemberian MP-ASI yang sesuai terdapat
8 (29,6%) memiliki tingkat konsumsi energi defisit tingkat ringan dan sebanyak
19(70,4%) memiliki tingkat konsumsi energi normal. Dari 8 sampel dengan
pemberian MP-ASI yang tidak sesuai terdapat 2 (25%) memiliki tingkat
konsumsi energi defisit tingkat ringan dan sebanyak 6 (75%) memiliki tingkat
konsumsi energi normal.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.799 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan tingkat konsumsi energi.

5) Status pekerjaan ibu dan pemberian ASI Eksklusif


Data hubungan status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif
terdapat pada tabel 52.
Tabel 52.
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI Eksklusif Total
Pekerjaan Ibu ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
f % f % f %
Bekerja 8 38,1 13 61,9 21 100
Tidak Bekerja 6 42,8 8 57,2 14 100
Total 14 40 21 60 35 100

Berdasarkan tabel hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI


Eksklusif dari 21 sampel yang ibu bekerja terdapat 8 (38,1%) memberikan ASI
Eksklusif dan sebanyak 13 (61,9%) tidak memberikan ASI Eksklusif. Dari 14
sampel yang ibu tidak bekerja terdapat 6 (42,8%) memberikan ASI Eksklusif dan
sebanyak 8 (57,2%) tidak memberikan ASI Eksklusif.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.778 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan
ibu dengan pemberian ASI Eksklusif.

6) Status pratik IMD dan pemberian ASI Eksklusif


Data hubungan status praktik IMD dengan pemberian ASI Eksklusif
terdapat pada tabel 53.
Tabel 53.
Hubungan Status Praktik IMD dengan Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI Eksklusif Total
IMD ASI Eksklusif TidakASI Eksklusif
f % f % f %
Iya 13 59,1 9 40,9 22 100
Tidak 1 7.7 12 92,3 13 100
Total 14 40 21 60 35 100

Berdasarkan tabel hubungan status praktik IMD dengan pemberian ASI


Eksklusif dari 22 sampel yang melakukan IMD terdapat 13 (59,1%) memberikan
ASI Eksklusif dan sebanyak 9 (61,9%) tidak memberikan ASI Eksklusif. Dari 13
sampel yang melakukan IMD terdapat 1 (7,7%) memberikan ASI Eksklusif dan
sebanyak 12 (92,3%) tidak memberikan ASI Eksklusif.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.003 yang artinya terdapat hubungan signifikan antara IMD dengan
pemberian ASI Eksklusif.

7) Sikap pemberian ASI Eksklusif dan Pemberian ASI Eksklusif


Data hubungan sikap pemberian ASI Eksklusif dengan pemberian ASI
Eksklusif terdapat pada tabel 54.
Tabel 54.
Hubungan Sikap pemberian ASI Eksklusif dengan Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI Eksklusif Total
Sikap Pemberian ASI ASI Eksklusif TidakASI Eksklusif
Eksklusif f % f % f %
Cukup 3 33,3 6 66,7 9 100
Baik 11 42,3 15 57,7 26 100
Total 14 40 21 60 35 100

Berdasarkan tabel hubungan sikap tentang pemberian ASI Eksklusif


dengan pemberian ASI Eksklusif dari 9 sampel dengan sikap tentang pemberian
ASI Eksklusif cukup terdapat 3 (33,3%) memberikan ASI Eksklusif dan
sebanyak 6 (66,7%) tidak memberikan ASI Eksklusif. Dari 26 sampel dengan
sikap tentang pemberian ASI Eksklusif baik terdapat 11 (42,3%) memberikan ASI
Eksklusif dan sebanyak 15 (57,7%) tidak memberikan ASI Eksklusif.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.636 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara sikap
tentang pemberian ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif.

8) Pengetahuan tentang ASI Eksklusif dan Pemberian ASI Eksklusif


Data hubungan pengetahuan tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI
Eksklusif terdapat pada tabel 55.
Tabel 55.
Hubungan Tentang Pengetahuan ASI Eksklusif dengan Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI Eksklusif Total
Pengetahuan tentang ASI Eksklusif TidakASI Eksklusif
ASI Eksklusif f % f % f %
Baik 12 41,4 17 58,6 29 100
Cukup 2 33,3 4 66,7 6 100
Total 14 40 21 60 35 100
Berdasarkan tabel hubungan pengetahuan tentang ASI Eksklusif dengan
pemberian ASI Eksklusif dari 29 sampel dengan pengetahuan tentang ASI
Eksklusif kategori baik terdapat 12 (41,4%) memberikan ASI Eksklusif dan
sebanyak 17 (58,6%) tidak memberikan ASI Eksklusif. Dari 6 sampel dengan
pengetahuan tentang ASI Eksklusif kategori cukup terdapat 2 (33,3%)
memberikan ASI Eksklusif dan sebanyak 4 (66,7%) tidak memberikan ASI
Eksklusif.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.714 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara
pengetahuan tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif.

9) Pengetahuan tentang MP-ASI dan Pemberian MP-ASI


Data hubungan pengetahuan tentang MP-ASI dengan pemberian MP-ASI
terdapat pada tabel 56.
Tabel 56.
Hubungan Tentang Pengetahuan MP-ASI dan Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI Total
Pengetahuan tentang Sesuai Tidak Sesuai
MP-ASI f % f % f %
Baik 27 81,8 6 18,2 33 100
Cukup 0 0 2 100 2 100
Total 27 77,1 8 22,9 35 100

Berdasarkan tabel hubungan pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan


pemberian MP-ASI dari 33 sampel dengan pengetahuan tentang MP-ASI kategori
baik terdapat 27 (81,8%) memberikan MP-ASI yang sesuai dan sebanyak 6
(18,2%) tidak memberikan MP-ASI yang sesuai. Dari 2 sampel dengan petahuan
tentang MP-ASI kategori cukup seluruhnya tidak memberikan MP-ASI yang
sesuai.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.007 yang artinya terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan
ibu tentang MP-ASI dengan pemberian MP-ASI.
10) Sikap pemberian MP-ASI dan pemberian MP-ASI
Data hubungan pengetahuan tentang sikap pemberian MP-ASI dengan
pemberian MP-ASI terdapat pada tabel 57.
Tabel 57.
Hubungan Sikap Pemberian MP-ASI dengan Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI Total
Sikap pemberian Sesuai Tidak Sesuai
MP-ASI f % f % f %
Cukup 13 68,4 6 31,6 19 100
Baik 14 87,5 2 12,5 16 100
Total 27 77,1 8 22,9 35 100

Berdasarkan tabel hubungan sikap pemberian terhadap MP-ASI dengan


pemberian MP-ASI dari 19 sampel dengan sikap pemberian terhadap MP-ASI
kategori cukup terdapat 13 (68,4%) memberikan MP-ASI yang sesuai dan
sebanyak 6 (31,6%) tidak memberikan MP-ASI yang sesuai. Dari 16 sampel
dengan sikap pemberian terhadap MP-ASI kategori baik terdapat 14 (87,5%)
memberikan MP-ASI yang sesuai dan sebanyak 2 (12,5%) tidak memberikan
MP-ASI yang sesuai.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.181 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara sikap
pemberian terhadap MP-ASI dengan pemberian MP-ASI.

11) Status edukasi tentang menyusui dan sikap pemberian ASI Eksklusif
Data hubungan edukasi tentang menyusui dengan pemberian ASI-
Eksklusif terdapat pada tabel 58.
Tabel 58.
Hubungan Status Edukasi Tentang Menyusui dan Sikap Pemberian ASI Eksklusif
Sikap Pemberian ASI Eksklusif
Status Edukasi tentang Menyusui Cukup Baik Total
f % f % f %
Pernah Mendapatkan Edukasi 1 12,5 7 87,5 8 100
Tidak Pernah Mendapatkan Edukasi 8 29,6 19 70,4 27 100
Total 9 25,7 26 74,3 35 100

Berdasarkan tabel hubungan edukasi tentang menyusui dengan sikap


pemberian ASI Eksklusif dari 8 responden ibu yang pernah mendapatkan edukasi
tentang menyusui terdapat 1 (12,5%) dengan sikap pemberian ASI Eksklusif
kategori cukup dan sebanyak 7 (87,5%) dengan sikap pemberian ASI Eksklusif
kategori baik. Dari 27 responden ibu yang tidak pernah mendapatkan edukasi
tentang menyusui terdapat 8 (29,6%) dengan sikap pemberian ASI Eksklusif
kategori cukup dan sebanyak 19 (70,4%) dengan sikap pemberian ASI Eksklusif
kategori baik.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.330 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara status
edukasi tentang menyusui dengan sikap pemberian ASI Eksklusif.

12) Status edukasi tentang menyusui dan pengetahuan ASI Eksklusif


Data hubungan status edukasi tentang menyusui dengan pengetahun
tentang ASI-Eksklusif terdapat pada tabel 59.

Tabel 59.
Status Edukasi Tentang Menyusui dan Pengetahuan ASI Eksklusif
Pengetahuan ASI Eksklusif Total
Status Edukasi tentang Menyusui Baik Cukup
f % f % f %
Pernah Mendapatkan Edukasi 7 87,5 1 12,5 8 100
Tidak Pernah Mendapatkan Edukasi 22 81,5 5 18,5 27 100
Total 29 82,9 6 17,1 35 100
Berdasarkan tabel hubungan edukasi tentang menyusui dengan
pengetahuan ASI Eksklusif dari 8 responden ibu yang pernah mendapatkan
edukasi tentang menyusui terdapat 7 (87,5%) dengan pengetahuan ibu tentang
ASI Eksklusif kategori baik dan sebanyak 1 (12,5%) dengan pengetahuan ibu
tentang ASI Eksklusif kategori cukup. Dari 27 responden ibu yang tidak pernah
mendapatkan hubungan edukasi tentang menyusui terdapat 22 (81,5%) dengan
pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif kategori baik dan sebanyak 5 (18,5%)
dengan pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif kategori cukup.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.692 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara status
pemberian edukasi tentang menyusui dengan pengetahuan ibu tentang ASI
Eksklusif.

13) Edukasi tentang MP-ASI dan Sikap pemberian MP-ASI


Data hubungan status edukasi tentang MP-ASI dengan sikap pemberian
MP-ASI terdapat pada tabel 60.

Tabel 60.
Hubungan Status Edukasi tentang MP-ASI dengan Sikap pemberian MP-ASI
Sikap Pemberian MP-ASI
Status Edukasi Tentang MP-ASI Cukup Baik Total
f % f % f %
Pernah Mendapatkan Edukasi 4 44,4 5 55,6 9 100
Tidak Pernah Mendapatkan Edukasi 15 57,7 11 42,3 26 100
Total 19 54,3 16 45,7 35 100

Berdasarkan tabel hubungan status edukasi tentang MP-ASI dengan sikap


pemberian MP-ASI dari 9 responden ibu yang pernah mendapatkan edukasi
tentang MP-ASI terdapat 4 (44,4%) dengan sikap pemberian MP-ASI kategori
cukup dan sebanyak 5 (55,6%) dengan sikap pemberian MP-ASI kategori baik.
Dari 26 responden ibu yang tidak pernah mendapatkan edukasi tentang MP-ASI
terdapat 15 (57,7%) dengan sikap pemberian MP-ASI kategori cukup dan
sebanyak 11 (42,3%) dengan sikap pemberian MP-ASI kategori baik.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.492 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara status
edukasi tentang MP-ASI dengan sikap pemberian MP-ASI.

14) Edukasi MP-ASI dan Pengetahuan MP-ASI


Data hubungan status edukasi tentang MP-ASI dengan pengetahuan
tentang MP-ASI terdapat pada tabel 61.

Tabel 61.
Hubungan Status Edukasi Tentang MP-ASI dengan Pengetahuan MP-ASI
Pengetahuan MP-ASI Total

Status Edukasi Tentang MP-ASI Baik Cukup


f % f % f %
Pernah Mendapatkan Edukasi 9 100 0 0 9 100
Tidak Pernah Mendapatkan Edukasi 24 92,3 2 7,7 26 100
Total 33 94,3 2 5,7 35 100

Berdasarkan tabel hubungan status edukasi tentang MP-ASI dengan


pengetahuan ibu tentang MP-ASI dari 9 responden ibu yang pernah mendapatkan
edukasi tentang MP-ASI seluruhnya memiliki pengetahuan tentang MP-ASI
kategori baik. Dari 26 responden ibu yang tidak pernah mendapatkan edukasi
tentang MP-ASI terdapat 24 (92,3%) memiliki pengetahuan tentang MP-ASI
kategori baik dan sebanyak 2 (7,7%) memiliki pengetahuan tentang MP-ASI
kategori cukup.
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.392 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara status
edukasi tentang MP-ASI dengan pengetahuan ibu tentang MP-ASI.

15) Dukungan keluarga dan Pemberian ASI Eksklusif


Data hubungan dukungan keluarga dengan pemberian ASI Eksklusif
terdapat pada tabel 62.
Tabel 62.
Hubungan Dukungan Keluarga dan Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI Eksklusif Total
Dukungan keluarga ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
f % f % f %
Baik 13 41,9 18 58,1 31 100
Sedang 1 25 3 75 4 100
Total 14 40 21 60 35 100

Berdasarkan tabel hubungan dukungan keluarga dengan pemberian ASI


Eksklusif dari 31 responden ibu yang mendapatkan dukungan keluargakategori
baik terdapat 13 (41,9%) yang memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya dan
sebanyak 18 (58,1%) yang tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya. Dari
4 responden ibu yang mendapatkan dukungan keluarga kategori sedang terdapat 1
(25%) yang memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya dan sebanyak 3 (75%)
yang tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.515 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara dukungan
keluarga dengan pemberian ASI Eksklusif.

16) Dukungan keluarga dan Pemberian MP-ASI


Tabel 63.
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI Total
Dukungan keluarga Sesuai Tidak Sesuai
f % f % f %
Baik 24 77,4 7 22,6 31 0
Sedang 3 75 1 25 4 100
Total 27 77,1 8 22,9 35 100
Berdasarkan tabel hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-
ASI dari 31 responden ibu yang mendapatkan dukungan keluarga kategori baik
terdapat 24 (77,4%) memberikan MP-ASI yang sesuai kepada anaknya dan
sebanyak 7 (22,6%) memberikan MP-ASI yang tidak sesuai kepada anaknya. Dari
4 responden ibu yang mendapatkan dukungan keluarga kategori sedang terdapat 3
(75%) memberikan MP-ASI yang sesuai kepada anaknya dan sebanyak 1 (25%)
memberikan MP-ASI yang tidak sesuai kepada anaknya
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.914 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara dukungan
keluarga dengan pemberian MP-ASI.

3. Pada Balita
a. Tabel Karakteristik Pada Balita
1) Balita Berdasarkan Umur
Sebaran sampel balita berdasarkan kelompok umur terdapat pada tabel
64.
Tabel 64.
Balita Berdasarkan Umur
Kelompok Umur f %
24-36 bulan 28 56
37-48 bulan 11 22
49-60 bulan 11 22
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, terdapat sebagian besar sampel memiliki umur 24-36
bulan, yaitu sebanyak 28 sampel (56%), umur 37-48 bulan, yaitu sebanyak 11
sampel (22%), dan yang memiliki umur 49-60 bulan, yaitu sebanyak 11
sampel (22%).

2) Balita Berdasarkan Jenis Kelamin


Sebaran sampel balita berdasarkan jenis kelamin terdapat pada tabel 65.
Tabel 65.
Balita Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelompok Jenis Kelamin f %
Laki-Laki 30 60
Perempuan 20 40
Total 50 100
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel
balita yang diambil, terdapat sebagian besar sampel memiliki jenis kelamin
laki-laki, yaitu sebanyak 30 sampel (60%), dan yang memiliki jenis kelamin
perempuan, yaitu sebanyak 20 sampel (40%).

3) Balita Berdasarkan Riwayat Imunisasi


Sebaran sampel balita berdasarkan kelompok Riwayat imunisasi terdapat
pada tabel 66.

Tabel 66.
Balita Berdasarkan Riwayat Imunisasi
Riwayat Imunisasi f %
Ya 50 100
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, yaitu terdapat semua sampel balita sudah mendapatkan
imunisasi lengkap, yaitu sebanyak 50 sampel (100%).

b. Tabel Identitas Responden


1) Responden Berdasarkan Umur Kelompok
Sebaran sampel balita berdasarkan kelompok umur responden terdapat
pada tabel 67.
Tabel 67.
Responden Berdasarkan Umur Kelompok
Kelompok Umur Responden f %
20-35 44 88
36-45 4 8
46-55 1 2
56-65 1 2
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, terdapat identitas responden yang berupa umur
responden, yaitu sebagian besar responden memiliki umur 20-35 tahun, yaitu
sebanyak 44 responden (88%), umur 36-45 tahun, yaitu sebanyak 4
responden (8%), umur 46-55 tahun, yaitu sebanyak 1 responden (2%), dan
yang memiliki umur 56-65 tahun, yaitu sebanyak 1 responden (2%).
2) Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Sebaran sampel balita berdasarkan jenis pekerjaan responden terdapat
pada tabel 68.

Tabel 68.
Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Kelompok Pekerjaan Resoponden f %
PNS/Polri/TNI 3 6
Wiraswasta 4 8
Pegawai Swasta 16 32
IRT 27 54
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, terdapat identitas responden yang berupa pekerjaan
responden, yaitu sebagian besar responden tidak pekerjaan (IRT), yaitu
sebanyak 27 responden (54%), responden yang memiliki pekerjaan Pegawai
Swasta, yaitu sebanyak 16 responden (32%), responden yang memiliki
pekerjaan Wiraswasta, yaitu sebanyak 4 responden (8%), responden yang
memiliki pekerjaan PNS/TNI/Polri, yaitu sebanyak 3 responden (6%), dan
responden tidak ada yang memiliki pekerjaan petani.
3) Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sebaran sampel balita berdasarkan tingkat Pendidikan responden terdapat
pada tabel 69.

Tabel 69.
Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Responden Berdasarkan Tingkat f %
Pendidikan
Tidak Sekolah 1 2
SD 2 4
SMP 5 10
SMA 25 50
D1 5 10
D3 4 8
D4/S1 8 16
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, terdapat identitas responden yang berupa tingkat
pendidikan responden, yaitu sebagian besar tingkat pendidikan terakhir
responden yaitu SMA, sebanyak 25 responden (50%), tingkat pendidikan
terakhir D4/S1, yaitu sebanyak 8 responden (16%), tingkat pendidikan
terakhir SMP, yaitu sebanyak 5 responden (10%), tingkat pendidikan terakhir
D1, yaitu sebanyak 5 responden (10), tingkat pendidikan terakhir D3, yaituu
sebanyak 4 responden (8%), tingkat pendidikan terakhir SD, yaitu sebanyak 2
responden (4%), responden yang tidak sekolah, yaitu sebanyak 1 responden
(2%).
c. Sebaran Balita Berdasarkan Variabel
1) Balita Berdasarkan Status Gizi Menurut BB/U
Sebaran sampel balita berdasarkan status gizi menurut BB/U terdapat
pada tabel 70.

Tabel 70.
Balita Berdasarkan Status Gizi Menurut BB/U
Status Gizi Menurut BB/U f %
Berat Badan Normal 45 90
Risiko Berat Badan Lebih 5 10
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, terdapat Status Gizi sampel menurut BB/U sebagian
besar sampel memiliki Berat Badan Normal, yaitu sebanyak 45 sampel
(45%), Risiko Berat Badan Lebih, yaitu sebanyak 5 sampel (10%).

2) Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi


Sebaran sampel balita berdasarkan tingkat konsumsi energi terdapat pada
tabel 71.

Tabel 71.
Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi
Tingkat Konsumsi Energi f %
Defisit Tingkat Berat 1 2
Defisit Tingkat Sedang 2 4
Defisit Tingkat Ringan 2 4
Normal 25 50
Diatas AKG 20 40
Total 50 100
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel
balita yang diambil, mendapatkan tingkat konsumsi energi sampel, dengan
kategori defisit tingkat berat, yaitu sebanyak 1 sampel (2%), dengan ketegori
defisit tingkat sedang, yaitu sebanyak 2 sampel (4%), dengan kategori defisit
tingkat ringan, yaitu sebanyak 2 sampel (4%), dengan ketegori normal, yaitu
sebanyak 25 sampel (50%), dan dengan kategori kelebihan, yaitu sebanyak 20
sampel (40%).
3) Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein
Sebaran sampel balita berdasarkan tingkat konsumsi protein terdapat
pada tabel 72.

Tabel 72.
Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein
Tingkat Konsumsi Protein f %
Diatas AKG 50 100
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, mendapatkan tingkat konsumsi protein sampel, dengan
kategori kelebihan, atau di atas AKG, yaitu sebanyak 50 sampel (100%).
4) Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Lemak
Sebaran sampel balita berdasarkan tingkat konsumsi lemak terdapat pada
tabel 73.

Tabel 73.
Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Lemak
Tingkat Konsumsi Lemak f %
Defisit Tingkat Berat 4 8
Defisit Tingkat Sedang 3 6
Defisit Tingkat Ringan 1 2
Normal 8 16
Diatas AKG 34 68
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, mendapatkan tingkat konsumsi lemak sampel, dengan
kategori defisit tingkat berat, yaitu sebanyak 4 sampel (8%), dengan ketegori
defisit tingkat sedang, yaitu sebanyak 3 sampel (6%), dengan kategori defisit
tingkat ringan, yaitu sebanyak sampel (2%), dengan ketegori normal, yaitu
sebanyak 8 sampel (16%), dan dengan kategori kelebihan, yaitu sebanyak 34
sampel (68%).
5) Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Karbohidrat
Sebaran sampel balita berdasarkan tingkat konsumsi karbohidrat terdapat
pada tabel 74.

Tabel 74.
Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Karbohidrat
Tingkat Konsumsi Karbohidrat f %
Defisit Tingkat Berat 23 46
Defisit Tingkat Sedang 6 12
Defisit Tingkat Ringan 6 12
Normal 6 12
Kelebihan 9 18
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, mendapatkan tingkat konsumsi karbohidrat sampel,
dengan kategori defisit tingkat berat, yaitu sebanyak 23 sampel (46%),
dengan ketegori defisit tingkat sedang, yaitu sebanyak 6 sampel (12%),
dengan kategori defisit tingkat ringan, yaitu sebanyak 6 sampel (12%),
dengan ketegori normal, yaitu sebanyak 6 sampel (12%), dan dengan kategori
kelebihan, yaitu sebanyak 9 sampel (18%).
6) Ketersediaan Pangan di Rumah Tangga Keluarga Balita
Sebaran sampel balita berdasarkan ketersediaan pangan di rumah tangga
keluarga balita terdapat pada tabel 75.

Tabel 75.
Ketersediaan Pangan di Rumah Tangga Keluarga Balita
Ketersediaan Pangan Rumah Tangga f %
Baik 36 72
Cukup 11 22
Kurang 3 6
Total 50 100
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel
balita yang diambil, terdapat kesediaan pangan rumah tangga dengan kategori
baik, yaitu sebanyak 36 sampel (72%), ketersediaan pangan rumah tangga
dengan kategori cukup, yaitu sebanyak 11 sampel (22%), dan ketersediaan
pangan rumah tangga dengan kategori kurang, yaitu sebanyak 3 sampel (6%).
7) Budaya Keluarga Balita
Sebaran sampel balita berdasarkan budaya keluarga balita terdapat pada
tabel 76.

Tabel 76.
Budaya Keluarga Balita
Budaya f %
Baik 5 10
Cukup 25 50
Kurang 20 40
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, terdapat budaya keluarga balita dengan kategori baik,
yaitu sebanyak 5 sampel (10%), budaya keluarga balita dengan kategori
cukup, yaitu sebanyak 25 sampel (50%), dan budaya keluarga balita dengan
kategori kurang, yaitu sebanyak 20 sampel (40%).

8) Tingkat Pendapatan Keluarga Balita


Sebaran sampel balita berdasarkan tingkat pendapatan keluarga terdapat
pada tabel 77.

Tabel 77.
Tingkat Pendapatan Keluarga Balita
Tingkat Pendapatan f %
Baik 24 48
Cukup 13 26
Kurang 13 26
Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel


balita yang diambil, terdapat tingkat pendapatan keluarga balita dengan
kategori baik, yaitu sebanyak 24 sampel (48%), tingkat pendapatan keluarga
balita dengan kategori cukup, yaitu sebanyak 13 sampel (26%), dan tingkat
pendapatan keluarga balita dengan kategori kurang, yaitu sebanyak 13 sampel
(26%).
9) Balita Berdasarkan Pola Konsumsi
Sebaran sampel balita berdasarkan pola konsumsi terdapat pada tabel 78.

Tabel 78.
Balita Berdasarkan Pola Konsumsi
Pola Konsumsi f %
Baik 21 42
Cukup 16 32
Kurang 13 26
Total 50 100
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50 sampel
balita yang diambil, terdapat pola konsumsi balita dengan kategori baik, yaitu
sebanyak 21 sampel (42%), pola konsumsi balita dengan kategori cukup,
yaitu sebanyak 16 sampel (32%), dan pola konsumsi balita dengan kategori
kurang, yaitu sebanyak 13 sampel (26%).

10) Tingkat Pengetahuan Ibu Balita


Sebaran sampel balita berdasarkan tingkat pengetahuan ibu balita
terdapat pada tabel 79.

Tabel 79.
Tingkat Pengetahuan Ibu Balita
Tingkat Pengetahuan Ibu f %
Baik 8 16
Cukup 38 76
Kurang 4 8
Total 50 100
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil bahwa dari total 50
sampel balita yang diambil, terdapat tingkat pengetahuan ibu balita
dengan kategori baik, yaitu sebanyak 8 sampel (16%), tingkat
pengetahuan balita dengan kategori cukup, yaitu sebanyak 38 sampel
(76%), dan tingkat pengetahuan ibu balita dengan kategori kurang, yaitu
sebanyak 4 sampel (8%).

d. Hubungan Antar Variabel Balita


1) Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Data hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi terdapat pada
tabel 80.
Tabel 80.
Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Status Gizi
Berat Badan
Konsumsi Jumlah P Value
Sangat Risiko Berat Berat Badan
Energi
Kurang Badan Lebih Normal
f % f % f % f %
Defisit
Tingkat
Berat 1 50 0 0,0 1 50 2 100
Defisit
Tingkat
Sedang 0 0,0 0 0,0 3 100 3 100 0,001
Defisit
Tingkat
Ringan 0 0,0 0 0,0 2 100 2 100
Normal 0 0,0 2 6,06 31 94 33 100
Di atas AKG 0 0,0 2 20 8 80 10 100
Total 1 2 4 8 45 90 50 100

Berdasarkan tabel hubungan antar konsumsi energi dengan status gizi


dari 50 sampel, dilihat dari konsumsi energi, didapatkan dari 2 sampel
dengan konsumsi energi deficit tingkat berat, 1 sampel memiliki ststus gizi
berat badan sangat kurang (50%), 1 sampel memiliki status gizi berat badan
normal (50%). Dari 3 sampel dengan konsumsi enenrgi deficit tingkat
sedang, 3 sampel memiliki status gizi berat badan normal (100%). Dari 2
sampel dengan konsumsi energi protdeficit tingkat ringan, 2 sampel
memiliki status gizi berat badan normal (100%). Dan 33 sampel dengan
konsumsi energi normal, 2 sampel memiliki status gizi risiko berat badan
lebih (6,06%), 31 sampel memiliki status gizi berat badan normal (94%).
Dari 10 sampel dengan konsumsi energi di atas AKG, 2 sampel memiliki
status gizi risiko berat badan lebih (20%), dan 8 sampel memiliki status gizi
berat badan normal (80%).
2) Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi
Data hubungan tingkat konsumsi protein dengan status gizi terdapat pada
tabel 81.

Tabel 81.
Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi
Status Gizi
Berat Badan P
Konsumsi Jumlah
Sangat Risiko Berat Badan Value
Protein
Kurang Berat Badan Normal Lebih
f % f % f % f %
Di atas AKG 1 2 45 90 4 8 50 100  -
Total 1 2 45 90 5 10 50 100

Berdasarkan tabel hubungan antar konsumsi protein dengan status gizi


dari 50 sampel, dilihat dari konsumsi protein, didapatkan dari 50 sampel
dengan konsumsi protein di atas AKG, 1 sampel memiliki ststus gizi berat
badan kurang (2%), 45 sampel memiliki status gizi berat badan normal
(90%), dan 4 sampel memiliki ststus gizi risiko berat badan lebih (8%).
3) Hubungan Pengetahuan Ibu Balita dengan Status Gizi
Data hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi terdapat pada tabel
82.

Tabel 82.
Hubungan Pengetahuan Ibu Balita dengan Status Gizi
Ststus gizi
Berat
Pengetahua Badan Berat Badan Risiko Berat Badan
n Ibu Sangat Normal Lebih P
Kurang Jumlah value
f % f % f % f %
Cukup 1 2,63 33 86,8 4 10,5 38 100
Kurang 0 0,0 4 10,5 0 0,0 4 100 0,781
Baik 0 0,0 8 100 0 0,0 8 100
Total 1 2 45 90 4 8 50 100

Berdasarkan tabel hubungan antar pengetahuan ibu dengan status gizi


dari 50 sampel, dilihat dari pengetahuan cukup, didapatkan dari 38 sampel
dengan pengetahuan cukup, 1 sampel memiliki ststus gizi berat badan
sangat kurang (2,63%), 33 sampel memiliki status gizi berat badan normal
(86,8%), dan 4 sampel memiliki ststus gizi risiko berat badan lebih (10,5%).
Dari 4 sampel dengan pengetahuan ibu kurang, 4 sampel memiliki status
gizi berat badan normal (10,5%). Dari 8 sampel dengan pengetahuan baik, 8
sampel memiliki status gizi berat badan normal (100%).
4) Hubungan Ketersediaan Pangan Rumah Tangga dengan Tingkat Konsumsi
Energi
Data hubungan ketersediaan pangan rumah tangga dengan tingkat
konsumsi energi terdapat pada tabel 83.

Tabel 83.
Hubungan Ketersediaan Pangan Rumah Tangga dengan Konsumsi Energi
Ketersedia Konsumsi Energi
n Pangan Defisit Defisit Defisit
Rumah Tingkat Tingkat Tingkat Di atas
P Value
Tangga Berat Sedang Ringan Normal AKG Jumlah

f % f % f % f % f % f %
Cukup 0 0 0 0 0 0 9 81,8 2 18,1 11 100
Kurang 0 0 0 0 1 20 2 40 2 40 5 100
0,284
Baik 1 2,8 2 5,7 1 2,8 14 40 16 45,7 34 100
Total 1 2 2 4 2 4 25 50 20 40 50 100
Berdasarkan tabel hubungan antar ketersediaan pangan rumah tangga dengan
konsumsi energi dari 50 sampel dilihat dari ketersediaan pangan rumah tangga,
didapatkan dari 11 sampel dengan ketersediaan pangan cukup, 9 sampel memiliki
tingkat konumsi energi normal (81,8%), 2 sampel memiliki tingkat konsumsi
energi di atas AKG (18,1%). Dari 5 sampel dengan ketersediaan pangan kurang, 1
sampel memiliki tingkat konsumsi energi deficit tingkat ringan (20%), 2 sampel
memiliki tingkat konsumsi energi normal (40%), dan 2 sampel memiliki tingkat
konsumsi energi di atas AKG (40%). Dari 34 sampel dengan ketersediaan pangan
baik, 1 sampel memiliki tingkat konsumsi energi deficit tingkat berat (2,8%), 2
sampel memiliki tingkat konsumsi energi deficit tingkat sedang (5,7%), 1 sampel
memiliki tingkat konsumsi energi deficit tingat ringan (2,8%), 14 sampel memiliki
tingkat konsumsi energi normal (40%), dan 16 sampel memiliki tingkat konsumsi
energi di atas AKG (45,7%).
5) Hubungan Ketersediaan Pangan Rumah Tangga dengan Tingkat Konsumsi
Protein
Data hubungan ketersediaan pangan di rumah tangga dengan tingkat
konsumsi protein terdapat pada tabel 84.

Tabel 84.
Hubungan Ketersediaan Pangan Rumah Tangga dengan Konsumsi Protein
Ketersedia Konsumsi Protein
n Pangan Di atas AKG
Jumlah P
Rumah
Value
Tangga f % f %
Cukup 11 100 11 100
Kurang 5 100 5 100
-
Baik 34 100 34 100
Total 50 100 50 100
Berdasarkan tabel hubungan ketersediaan pangan rumah tangga dengan konsumsi
protein dari 50 sampel dilihat dari ketersediaan pangan, didapatkan dari 11 sampel
dengan ketersediaan pangan cukup, 11 sampel memiliki tingkat konumsi Protein
di atas AKG (100%). Dari 5 sampel dengan ketersediaan pangan kurang, 5 sampel
memiliki tingkat konsumsi protein di atas AKG) (100%), Dari 34 sampel dengan
ketersediaan pangan baik, 34 sampel memiliki tingkat konsumsi protein di atas
AKG (100%).

6) Hubungan Pola Konsumsi dengan Tingkat Konsumsi Energi


Data hubungan pola konsumsi energi dengan tingkat terdapat pada tabel
85.

Tabel 85.
Hubungan Pola Konsumsi dengan Konsumsi Energi
Konsumsi Energi
Pola Jumlah P Value
Defisit Tk. Berat Defisit Tk. Sedang Defisit Tk. Ringan Normal Di Atas AKG
Konsumsi
f % f % f % f % f % f %
Cukup 0 0 0 0 1 6,25 9 56,25 6 37,5 16 100
Kurang 0 0 0 0 0 0 10 76,9 3 23,1 13 100 0,226
Baik 1 4,8 2 9,5 1 4,8 6 28,6 11 52,4 21 100
Total 1 2 2 4 2 4 25 50 20 40 50 100
Berdasarkan tabel hubungan pola konsumsi dengan konsumsi energi diatas,
terdapat 13 sampel memiliki pola konsumsi kurang, sebanyak 10 sampel (76,9%)
dengan konsumsi energi normal, dan 3 sampel (23,1%) dengan konsumsi energi
di atas AKG. Pola konsumsi cukup terdapat 16 sampel, 1 sampel (6,25%) dengan
defisit energi tingkat ringan, 9 sampel (56,25%) dengan konsumsi energi normal,
dan 6 sampel (37,5 %) dengan konsumsi energi diatas AKG.
Sedangkan, untuk pola konsumsi baik terdapat 21 sampel, sebanyak 1 sampel
(4,8%) dengan defisit energi tingkat berat, 2 sampel (9,5%) dengan defisit tingkat
sedang, 6 sampel (28,6%) dengan konsumsi energi normal, dan sebanyak 11
sampel (52,4%) dengan konsumsi energi diatas AKG.

7) Hubungan Pola Konsumsi dengan Tingkat Konsumsi Protein


Data hubungan pola konsumsi energi dengan tingkat konsumsi protein
terdapat pada tabel 85.

Tabel 86.
Hubungan Pola Konsumsi dengan Tingkat Konsumsi Protein
Tingkat Konsumsi Protein
Pola Di atas AKG
Jumlah P
Konsumsi
Value
f % f %
Cukup 16 100 13 100
Kurang 13 100 13 100
-
Baik 21 100 24 100
Total 50 100 50 100

Berdasarakn tabel hubungan pola konsumsi dengan konsumsi protein


diatas, terdapat sampel dengan pola konsumsi kurang sebanyak 13 sampel,
pola konsumsi cukup sebanyak 16, dan pola konsumsi baik sebanyak 21
sampel masing – masing memiliki pola konsumsi protein diatas AKG.
8) Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Energi
Data hubungan tingkat pendapatan energi dengan tingkat konsumsi
energi terdapat pada tabel 87.

Tabel 87.
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Konsumsi Energi
Konsumsi Energi
Tingkat Jumlah P Value
Defisit Tk. Berat Defisit Tk. Sedang Defisit Tk. Ringan Normal Di Atas AKG
Pendapatan
f % f % f % f % f % f %
Cukup 1 7,7 1 7,7 0 0 6 46,2 5 38,5 13 100
Kurang 0 0 0 0 0 0 8 61,5 5 38,5 13 100 0,594
Baik 0 0 1 4,2 2 8,3 11 45,8 10 41,7 24 100
Total 1 2 2 4 2 4 25 50 20 40 50 100

Berdasarkan tabel hubungan tingkat pendapatan dengan konsumsi energi


diatas, 13 sampel memiliki tingkat pendapatan kurang, diantaranya 8 sampel
(61,5%) dengan konsumsi energi normal, dan 5 sampel (38,5%) dengan
konsumsi energi diatas AKG. Untuk tingkat pendapatan cukup terdapat 13
sampel sebanyak 1 sampel (7,7%) dengan defisit energi tingkat berat, 1
sampel (7,7%) dengan defisit energi tingkat sedang, 6 sampel (46,2%) dengan
konsumsi energi normal, dan 5 sampel (38,5%) dengan konsumsi energi
diatas AKG.
Sedangkan, untuk tingkat pendapatan baik terdapat 24 sampel, diantanya 1
sampel (4,2%) dengan difisit energi tingkat sedang, 2 sampel (8,3%) dengan
defisit energi tingkat ringan, 11 sampel (45,8%) dengan konsumsi energi
normal, dan sebanyak 10 sampel (41,7%) dengan konsumsi energi diatas
AKG.
9) Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Konsumsi Protein
Data hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi protein
terdapat pada tabel 87.

Tabel 88.
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Protein
Tingkat Tingkat Konsumsi Protein
Di atas AKG
Jumlah P
Pendapatan
Value
f % f %
Cukup 16 100 13 100
Kurang 13 100 13 100
-
Baik 21 100 24 100
Total 50 100 50 100

Berdasarkan tabel hubungan tingkat pendapatan dengan konsumsi protein,


terdapat sampel dengan tingkat pendapatan kurang dan tingkat pendapatan
cukup masing – masing memiliki sebanyak 13 sampel dengan konsumsi
protein diatas AKG, terdapat pula sampel dengan tingkat pendapatan baik
sebanyak 24 memiliki konsumsi protein diatas AKG.
10) Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan Ibu
Data hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu terdapat pada tabel
89.

Tabel 89.
Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan Ibu
Pengetahuan ibu
Jumlah
Pendidikan Cukup Kurang Baik P Value
f % f % f % f %
Tidak
1 100 0 0 0 0 1 100
Sekolah
SD 2 100 0 0 0 0 2 100
SMP 3 100 0 0 0 0 3 100
SMA 21 77,8 2 7,4 4 14,8 27 100 0,884
D1 3 60 0 0 2 40 5 100
D3 2 50 1 25 1 25 4 100
D4/S1 6 75 1 12,5 1 12,5 8 100
Total 38 76 4 8 8 16 50 100

Berdasaran tabel hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu diatas,


terdapat 1 sampel yang tidak bersekolah dan memiliki tingkat pengetahuan
yang cukup. Terdapat pula 2 sampel yang berada pada tingkat pendidikan SD
dan 3 sampel berada pada tingkat pendidikan SMP dan mempunyai tingkat
pengetahuan yang cukup.
Pada pendidikan tingkat SMA terdapat 27 sampel diantaranya mempunyai
pengetahuan yang kurang sebanyak 2 sampel (7,4 %), pengetahuan cukup
sebanyak 21 sampel (77,8%), dan pengetahuan baik sebanyak 4 sampel
(14,8%). Untuk tingkat perguruan tinggi seperti jenjang D1 terdapat 5
sampel dengan 3 sampel (60%) memiliki pengetahuan yang cukup dan 2
sampel (40%) memiliki pengetahuan yang baik. Pada jenjang pendidikan D3
sebanyak 4 sampel dengan 1 sampel (25%) memiliki pengetahuan yang
kurang, 2 sampel (50%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan 1 sampel
(25%) dengan pengetahuan yang baik. Untuk jenjang pendidikan D4/S1
sebanyak 8 sampel diantaranya memiliki 1 sampel (12,5%) dengan
pengetahuan yang kurang, 6 sampel (75%) dengan pengetahuan cukup, dan 1
sampel (12,5%) dengan pengetahuan baik.
11) Hubungan Budaya dengan Pengetahuan Ibu
Data hubungan budaya dengan pengetahuan ibu terdapat pada tabel 90.

Tabel 90.
Hubungan Budaya dengan Pengetahuan Ibu
Pengetahuan ibu
Jumlah
Budaya Cukup Kurang Baik P Value
f % f % f % f %
Cukup 21 84 2 8 2 8 25 100
Kurang 14 70 2 10 4 20 20 100
0,41
Baik 3 60 0 0 2 40 5 100
Total 38 76 4 8 8 16 50 100

Berdasarkan tabel hubungan budaya dengan pengetahuan ibu diatas,


terdapat 25 sampel dengan kepercayaan terhadap budaya cukup diantaranya
sebanyak 2 sampel (8%) pengetahuan yang kurang, 21 sampel (84%)
pengetahuan cukup, dan 2 sampel (8%) dengan pengetahuan baik. Untuk
sampel dengan kepercayaan budaya kurang terdapat sebanyak 20 sampel
diantaranya 2 sampel (10%) memiliki pengetahuan yang kurang, 14 sampel
(70%) pengetahun cukup, dan 4 sampel (20%) pengetahuan baik. Sedangkan
untuk sampel dengan kepercayaan budaya yang baik terdapat sebanyak 5
sampel diantaranya 3 sampel (60%) memiliki pengetahuan yang cukup dan 2
sampel (40%) pengetahuan baik.

3. Pada Kader Posyandu


a. Tabel Karakteristik pada Kader
1) Kader Posyandu berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 91.
Kader Posyandu berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur f %
21 – 30 5 14,29
31 – 40 8 22,86
41 – 50 16 45,71
51 – 60 6 17,14
Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa dari total 35 sampel kader


posyandu, terdapat 5 sampel yang berada pada kelompok umur 21 – 30 tahun
(14,29%), 8 sampel yang berada pada kelompok umur 31 – 40 tahun (22,86%), 16
sampel yang berada pada kelompok umur 41 – 50 tahun (45,71), dan 6 orang yang
berada pada kelompok umur 51 – 60 tahun (17,14%).
2) Kader Posyandu berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel 92.
Kader Posyandu berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan f %
PNS 1 2,86
Wiraswasta 3 8,57
Pegawai swasta 4 11,43
Ibu rumah tangga 27 77,14
Total 35 100,0

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa dari 35 sampel kader


posyandu terdapat 1 sampel yang bekerja sebagai PNS (2,86%), 3 sampel yang
bekerja sebagai wiraswasta (8,57%), 4 sampel yang bekerja sebagai pegawai
swasta (11,43%), dan 27 sampel sebagai ibu rumah tangga (77,14%).
3) Kader Posyandu berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 93.
Kader Posyandu berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan f %
SD/Sederajat 2 5,71
SMP/Sederajat 4 11,43
SMA/Sederajat 19 54,29
Perguruan Tinggi 10 28,57
Total 35 100,0
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil bahwa dari 35 sampel kader
posyandu, terdapat 2 sampel yang memiliki tingkat pendidikan SD (5,71%), 4
sampel yang memiliki tingkat pendidikan SMP (11,43%), 19 sampel yang
memiliki tingkat pendidikan SMA (54,29%), dan 10 sampel yang memiliki
tingkat pendidikan perguruan tinggi (28,57%).
4) Kader Posyandu berdasarkan Lama Menjadi Kader
Tabel 94.
Kader Posyandu berdasarkan Lama Menjadi Kader
Lama Menjadi Kader f %
>3 25 71,43
≤3 10 28,57
Total 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil bahwa dari 35 sampel kader


posyandu, terdapat 25 sampel (71,43%) yang telah menjadi kader posyandu >3
tahun, dan sampel yang terlah menjadi kader posyandu ≤3 tahun yaitu sebanyak
10 sampel (28,57%).
5) Kader Posyandu berdasarkan Riwayat Pelatihan
Tabel 95.
Kader Posyandu berdasarkan Riwayat Pelatihan
Riwayat Pelatihan f %
Ya 27 77,14
Tidak 8 22,86
Total 35 100,0

Berdasarkan tabel riwayat pelatihan diatas, dapat ditunjukkan bahwa dari 35


sampel kader posyandu, terdapat 27 sampel yang pernah melakukan pelatihan
(77,14%) dan 8 sampel yang tidak pernah melakukan pelatihan (22,86%).
b. Sebaran Kader Posyandu berdasarkan Variabel
1) Kader Posyandu berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tabel 96.
Kader Posyandu berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan f %
Baik 26 74,29
Cukup 5 14,29
Kurang 4 11,42
Total 35 100,0s

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil bahwa dari 35 sampel kader


posyandu, terdapat sebagian besar sampel memiliki tingkat pengetahuan yang
baik, yaitu sebanyak 26 sampel (74,29%), dan sebagian sampel yang memiliki
tingkat pengetahuan kurang, yaitu sebanyak 4 sampel (11,42%).
2) Kader Posyandu berdasarkan Tingkat Keterampilan
Tabel 97.
Kader Posyandu berdasarkan Tingkat Keterampilan
Tingkat Keterampilan f %
Terampil 10 28,57
Cukup 10 28,57
Kurang 15 42,86
Total 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil bahwa dari 35 sampel kader


posyandu yang memiliki keterampilan baik, yaitu sebanyak 10 sampel (28,57%),
sampel yang memiliki keterampilan cukup sebanyak 10 sampel (28,57%), dan
sampel yang memiliki keterampilan kurang sebanyak 15 sampel (42,86%).
3) Kader Posyandu berdasarkan Praktik Menimbang Menggunakan Dacin
Tabel 98.
Kader Posyandu berdasarkan Praktik Menimbang Menggunakan Dacin
Praktik Penimbangan
f %
Menggunakan Dacin
Benar 26 74,29
Salah 9 25,71
Total 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel kader posyandu


terdapat 26 sampel (74,29%) yang melakukan praktik penimbangan dengan baik
dan 9 sampel (25,71%) yang melakukan praktik penimbangan yang salah.
4) Kader Posyandu berdasarkan Praktik Mengisi KMS
Tabel 99.
Kader Posyandu berdasarkan Praktik Mengisi KMS
Praktik Mengisi KMS f %
Benar 12 34,29
Salah 23 65,71
Total 35 100,0

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel kader posyandu


terdapat 12 sampel (34,29%) yang mengisi KMS dengan benar dan 23 sampel
(65,71%) yang masih salah dalam mengisi KMS.
5) Kader Posyandu berdasarkan Praktik Memasang Mikrotoise
Tabel 100.
Kader Posyandu berdasarkan Praktik Memasang Mikrotoise
Praktik Memasang
f %
Mikrotoise
Benar 23 65,71
Salah 12 34,29
Total 35 100,0

Bardasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel kader posyandu


terdapat 23 sampel (65,71%) yang melakukan praktik memasang mikrotoise
dengan benar dan 12 sampel (34,29%) yang masih salah melakukan praktik
memasang mikrotoise.
6) Kader Posyandu bersasarkan Praktik Penentuan Status Gizi dengan
Menggunakan PMK No 2 Tahun 2020
Tabel 101.
Kader Posyandu bersasarkan Praktik Penentuan Status Gizi dengan Menggunakan
PMK No 2 Tahun 2020
Praktik Penentuan
f %
Status Gizi
Benar 8 22,86
Salah 27 77,14
Total 35 100,0

Bardasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel kader posyandu


terdapat 8 sampel (22,86%) yang melakukan praktik penentuan status gizi dengan
benar dan 27 sampel (77,14%) yang masih salah melakukan praktik penentuan
status gizi.
7) Kader Posyandu berdasarkan Praktik Perhitungan Umur Balita
Tabel 102.
Kader Posyandu berdasarkan Praktik Perhitungan Umur Balita
Praktik Perhitungan
f %
Umur Balita
Benar 25 71,43
Salah 10 28,57
Total 35 100,0

Bardasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel kader posyandu


terdapat 25 sampel (71,43%) yang melakukan praktik perhitungan umur balita
dengan benar dan 10 sampel (28,57%) yang masih salah melakukan praktik
perhitungan umur balita.
8) Kader Posyandu berdasarkan Praktik Melakukan Penyuluhan Pada Meja 4
Tabel 103.
Kader Posyandu berdasarkan Praktik Melakukan Penyuluhan Pada Meja 4
Praktik Melakukan
Penyuluhan Pada Meja f %
4
Sudah 25 71,43
Belum 10 28,57
Total 35 100,0

Bardasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa dari 35 sampel kader posyandu


terdapat 25 sampel (71,43%) yang sudah melakukan praktik penyuluhan pada
meja 4 dan 10 sampel (28,57%) yang masih belum melakukan praktik penyuluhan
pada meja 4.
c. Hubungan Antar Variabel pada Kader Posyandu
1) Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu
Tabel 104.
Kader Posyandu berdasarkan Praktik Melakukan Penyuluhan Pada Meja 4
Pengetahuan P-
Pendidikan Baik Cukup Kurang Total valu
f % f % f % f % e
SD/sederajat 1 50% 1 50% 0 0% 2 100%
SMP/sederajat 2 50% 0 0% 2 50% 4 100%
SMA/ 1 78,9% 2 10,5% 2 10,5% 1 100%
sederajat 5 9
,127
Perguruan 1
8 80% 2 20% 0 0% 100%
Tinggi 0
Total 2 74,3 5 14,3 4 11,4 3 100
6 % % % 5 %

Berdasarkan tabel tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan kader


posyandu, terdapat 2 sampel kader posyandu (100%) yang terdiri dari 1 sampel
(50%) yang memiliki pendidikan SD/sederajat dengan tingkat keterampilan yang
baik dan 1 sampel (50%) yang memiliki pendidikan SD/sederajat dengan tingkat
keterampilan yang cukup. Sampel yang memiliki tingkat pendidikan
SMP/sederajat sebanyak 4 sampel (100%) yang terdiri dari 2 sampel (50%) yang
memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat dengan tingkat pengetahuan baik, 2
sampel (50%) yang memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat dengan tingkat
pengetahuan kurang. Kemudian, sampel yang memiliki tingkat pendidikan
SMA/sederajat sebanyak 19 sampel yang terdiri dari 15 sampel (21,1%) yang
memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat dengan tingkat pengetahuan baik, 2
sampel (10,5%) yang memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat dengan tingkat
pengetahuan cukup, dan 2 sampel (10,5%) yang memiliki tingkat pendidikan
SMA/sederajat dengan tingkat keterampilan kurang. Sampel yang memiliki
tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 10 sampel (100%) yang terdiri dari
8 sampel (80%) yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan
tingkat pengetahuan baik, 2 sampel (20%) yang memiliki tingkat pendidikan
perguruan tinggi dengan tingkat pengetahuan cukup. Sampel yang memiliki
tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 10 sampel (100%) yang terdiri dari
4 sampel (40%) yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan
tingkat keterampilan baik, 2 sampel (20%) yang memiliki tingkat pendidikan
perguruan tinggi dengan tingkat pengetahuan cukup, dan 4 sampel (40%) yang
memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan tingkat keterampilan
kurang.

2) Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keterampilan Kader


Posyandu
Tabel 105.
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keterampilan Kader Posyandu
Keterampilan
P-
Pendidikan Terampil Cukup Kurang Total
value
f % f % f % f %
SD/sederajat 0 0% 0 0% 2 100% 2 100%
SMP/sederajat 2 50% 1 25% 1 25% 4 100%
SMA/sederajat 4 21,1% 7 36,8% 8 42,1% 19 100%
Perguruan ,519
4 40% 2 20% 4 40% 10 100%
Tinggi
Total 1 28,6% 10 28,6% 15 42,9 35 100%
0 %

Berdasarkan tabel tingkat pendidikan dengan tingkat keterampilan kader


posyandu, terdapat 2 sampel kader posyandu (100%) yang memiliki tingkat
pendidikan SD/sederajat dengan tingkat keterampilan yang kurang, sampel yang
memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat sebanyak 4 sampel (100%) yang
terdiri dari 2 sampel (50%) yang memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat
dengan tingkat keterampilan baik, 1 sampel (25%) yang memiliki tingkat
pendidikan SMP/sederajat dengan tingkat keterampilan cukup, dan 1 sampel
(25%) yang memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat dengan tingkat
keterampilan kurang. Kemudian, sampel yang memiliki tingkat pendidikan
SMA/sederajat sebanyak 19 sampel (100%) yang terdiri dari 4 sampel (21,1%)
yang memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat dengan tingkat keterampilan
baik, 7 sampel (36,8%) yang memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat dengan
tingkat keterampilan cukup, dan 8 sampel (42,1%) yang memiliki tingkat
pendidikan SMA/sederajat dengan tingkat keterampilan kurang. Sampel yang
memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 10 sampel (100%) yang
terdiri dari 4 sampel (40%) yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi
dengan tingkat keterampilan baik, 2 sampel (20%) yang memiliki tingkat
pendidikan SMA/sederajat dengan tingkat keterampilan cukup, dan 4 sampel
(40%) yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan tingkat
keterampilan kurang.

3) Hubungan Riwayat Pelatihan dengan Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu


Tabel 106.
Hubungan Riwayat Pelatihan dengan Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu
Pengetahuan
Riwayat P-
Baik Cukup Kurang Total
Pelatihan value
f % f % f % f %
Ya 21 77,8% 3 11,1% 3 11,1% 27 100%
Tidak 5 62,5% 2 25% 1 12,5% 8 100% ,595
Total 26 74,3% 5 14,3% 4 11,4% 35 100%

Berdasarkan tabel riwayat pelatihan dengan tingkat pengetahuan kader


posyandu, terdapat 27 sampel (100%) yang telah melakukan pelatihan. Adapun
sampel yang telah melakukan pelatihan dengan tingkat pengetahuan baik
sebanyak 21 sampel (77,8%), sampel yang telah melakukan pelatihan dengan
tingkat pengetahuan cukup sebanyak 3 sampel (11,1%), dan sampel yang telah
melakukan pelatihan dengan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 3 sampel
(11,1%). Kemudian, terdapat 8 sampel (100%) yang belum pernah melakukan
pelatihan yaitu 5 sampel (62,5%) yang belum pernah melakukan pelatihan dengan
tingkat pengetahuan baik, 2 sampel (25%) yang belum pernah melakukan
pelatihan dengan tingkat pengetahuan cukup, dan 1 sampel (12,5%) yang belum
pernah melakukan pelatihan dengan tingkat pengetahuan kurang .
4) Hubungan Riwayat Pelatihan dengan Tingkat Keterampilan Kader Posyandu
Tabel 107.
Hubungan Riwayat Pelatihan dengan Tingkat Keterampilan Kader Posyandu
Keterampilan
Riwayat P-
Terampil Cukup Kurang Total
Pelatihan value
f % f % f % f %
Ya 7 25,9% 10 37% 10 37% 27 100%
Tidak 3 37,5% 0 0% 5 62,5% 8 100%
,123
Total 10 28,6% 10 28,6% 15 42,9 35 100%
%

Berdasarkan tabel riwayat pelatihan dengan tingkat keterampilan kader


posyandu, terdapat 27 sampel kader posyandu (100%) yang pernah melakukan
pelatihan. Adapun kader posyandu yang telah melakukan pelatihan dengan
keterampilan yang baik sebanyak 7 sampel (25,9%), 10 sampel kader posyandu
(37%) yang telah melakukan pelatihan dengan keterampilan cukup, dan terdapat
10 sampel kader posyandu (25,9%) yang telah melakukan pelatihan dengan
keterampilan kurang. Kemudian, terdapat 8 sampel kader posyandu (100%) yang
belum pernah melakukan pelatihan yaitu 3 sampel (37,5%) kader posyandu yang
belum pernah melakukan pelatihan dengan keterampilan yang baik dan 5 sampel
(62,5%) kader posyandu yang belum pernah melakukan pelatihan dengan
keterampilan kurang.
5) Hubungan Lama Menjadi Kader Posyandu dengan Tingkat Pengetahuan
Kader Posyandu
Tabel 108.
Hubungan Lama Menjadi Kader Posyandu dengan Tingkat Pengetahuan Kader
Posyandu
Lama Pengetahuan
P-
Menjadi Baik Cukup Kurang Total
value
Kader f % f % f % f %
>3 19 76% 3 12% 3 12% 25 100% ,827
≤3 7 70% 2 20% 1 10% 10 100%
Total 26 74,3% 10 14,3% 15 11,4 35 100%
%
Berdasarkan tabel lamanya menjadi kader dengan tingkat pengetahuan kader
posyandu, terdapat 25 sampel kader posyandu (100%) yang lama menjadi kader >
3 tahun dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 19 sampel (76%) dan sampel
yang memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak 3 sampel (12%), serta sampel
yang memiliki tingkat pengetahuan kurang sebanyak 3 sampel (12%). Kemudian,
terdapat 10 sampel kader posyandu (100%) yang lama menjadi kader ≤ 3 dengan
7 sampel (70%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 2 sampel (20%) yang
memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 1 sampel (10%) yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang.

6) Hubungan Lama Menjadi Kader Posyandu dengan Tingkat Keterampilan


Kader Posyandu
Tabel 109.
Hubungan Lama Menjadi Kader Posyandu dengan Tingkat Keterampilan Kader
Posyandu
Lama Keterampilan
P-
Menjadi Baik Cukup Kurang Total
value
Kader f % f % f % f %
>3 5 20% 10 40% 10 40% 25 100
%
≤3 5 50% 0 0% 5 50% 10 100
,040
%
Total 10 28,6% 10 28,6% 15 42,9 35 100
%

Berdasarkan tabel lama menjadi kader dengan tingkat keterampilan kader


posyandu, terdapat 25 sampel (100%) dengan lama menjadi kader > 3 tahun
dengan memiliki tingkat keterampilan baik sebanyak 5 sampel (20%), 10 sampel
(40%) yang memiliki tingkat keterampilan cukup dan 10 sampel (40%) yang
memiliki tingkat keterampilan kurang. Kemudian, terdapat 10 sampel dengan
lama menjadi kader ≤ 3 tahun dengan 5 sampel (50%) yang memiliki tingkat
keterampilan baik dan 5 sampel (50%) yang memiliki keterampilan kurang.
C. Pembahasan
1. Pada Ibu Hamil
a. Hubungan Antar Pengetahuan Dengan Konsumsi Energi Pada Ibu Hamil
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
=0,628 yang artinya tidak ada hubungan antar pengetahuan dengan konsumsi
energi pada ibu hamil diwilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
b. Hubungan Antar Pengetahuan Dengan Konsumsi Fe Pada Ibu Hamil
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil
sig=0,049 yang artinya ada hubungan antar pengetahuan dengan konsmsi zat besi
(fe) pada ibu hamil diwilayah Puskemas II Denpasar Barat.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratu Diah Koerniawati
dengan judul Hubungan Pengetahuan Anemia dengan Asupan Zat Besi Pada Ibu
Hamil di Cadasari, Pandeglang Tahun 2021 yaitu mendapatkan hasil, berdasarkan
tingkat pengetahuan ada kecenderungan bahwa ibu hamil dengan pengetahuan
anemia kurang lebih besar memiliki asupan zat besi kurang (66,7%). Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan tentang anemia memiliki peran penting untuk
peningkatan konsumsi zat besi baik itu dari konsumsi makan dan TTD pada ibu
hamil.
c. Hubungan Antar Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi Dengan Konsumsi Zat
Besi (Fe) Pada Ibu Hamil.
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,743 yang artinya tidak ada hubungan antar kepatuhan konsumsi tablet besi
dengan konsumsi zat besi (fe) pada ibu hamil di wilayah Puskesmas II Denpasar
Barat.
d. Hubungan Antar Konumsi Zat Besi Dengan Status Anemia Pada Ibu Hamil
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,407 yang artinya tidak ada hubungan antar konsumsi zat besi dengan status
anemia pada ibu hamil di wilayah Puskesmas Ii Denpasar Barat.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ety Efrida (2019),
yang mendapatkan hasil ada hubungan kebiasaan mengonsumsi makanan yang
mengandung zat besi dengan kejadian anemia pada ibu hamil diwilayah kerja
puskesmas medan sunggal. Dikarenakan Kebutuhan zat pembentuk darah
terutama zat besi akan meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan saat tidak
hamil. Keadaan ini disebabkan adanya peningkatan volume darah pada ibu hamil,
karena sel darah merah membawa oksigen dan zat gizi yang diperlukan oleh ibu
hamil maupun janin. Hal ini diakibatkan pada saat pengambilan data dilapangan,
kemungkinan terjadinya bias atau kesalahan pada saat wawancara ibu hamil,
seperti kurangnya keterbukaan ibu hamil pada saat memaparkan jenis makanan
yang dikonsumsi serta hal yang lainya.
e. Hubungan Antar Konsumsi Energi Dengan Status KEK Pada Ibu Hamil
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,932 yang artinya tidak ada
hubungan antar konsumsi energi dengan status kek pada ibu hamil di wilayah
Puskesmas II Denpasar Barat.
f. Hubungan Antar Pemeriksaan ANC Dengan Status Anemia Ibu Hamil
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,435 yang artinya tidak ada
hubungan antar pemeriksaan anc dengan status anemia pada ibu hamil di wilayah
Puskemas II Denpasar Barat.
g. Hubungan Antar Pemeriksaan ANC Dengan Status KEK Ibu Hamil
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,435 yang artinya tidak ada
hubungan antar pemeriksaan anc dengan status kek pada ibu hamil di wilayah
Puskemas II Denpasar Barat.

2. Pada Ibu Menyusui


a. Tingkat konsumsi energi dan status gizi baduta
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.408 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi baduta menurut BB/U di
wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Deiby Olivia Roring
(2018) dengan judul Hubungan Antara Asupan Energi Dengan Status Gizi Anak
Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Desa Tambarana Kecamatan Poso Pesisir
Utara Kabupaten Poso denegan hasil yang didapatkan yaitu tidak terdapat
hubungan antara asupan energi dengan status gizi anak balita berdasarkan(Berat
Badan/Umur) dengan nilai p=0,479.
b. Riwayat penyakit infeksi dan status gizi baduta
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.341 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara riwayat penyakit infeksi dengan status gizi baduta menurut BB/U.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puji Nopianti (2021)
dengan judul Hubungan Tingkat Kecukupan Protein, Pengetahuan Ibu, Status
Imunisasi Dan Status Infeksi Dengan Status Gizi(BB/U) Balita Usia 12-24 Bulan
dengan hasil yang didapatkan yaitu tidak terdapat hubungan antara status infeksi
dengan status gizi (BB/U) dengan nilai p = 0,444.
c. Status Pemberian ASI Eksklusif dan tingkat konsumsi energi
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.445 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara status pemberian ASI eksklusif dengan tingkat konsumsi energi.
d. Pemberian MP-ASI dan tingkat konsumsi energi
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.799 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara pemberian ASI eksklusif dengan tingkat konsumsi energi.
e. Status Pekerjaan ibu dan pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.778 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riza Ramli (2020)
dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Status Pekerjaan Ibu dengan Pemberian
ASI Eksklusif di Kelurahan Sidotopo dengan hasil yang didapatkan yaitu Tidak
ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif dengan
nilai P value = 0.604.
f. Praktik IMD dan Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.003 yang artinya terdapat hubungan signifikan
antara praktik IMD dengan pemberian ASI Eksklusif.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pongtuluran Ekaristi
(2017) dengan judul Hubungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Dengan Pemberian
Asi Eksklusif Di Kota Manado dengan hasil yang didapatkan yaitu terdapat
hubungan antara Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dengan pemberian ASI eksklusif
dengan nilai P value = 0.014. Menurut Kurnia (2019) pengetahuan yang baik
tentang IMD dapat meningkatkan praktek IMD dan pemberian ASI hingga usia 6
bulan. IMD adalah proses menyusu yang dimulai secepatnya. Bayi dapat memiliki
kemampuan menyusu yang efektif dan lebih cepat, sehingga memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk sukses menyusui.
g. Sikap terhadap ASI Eksklusif dan Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.636yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara sikap tentang pemberian ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elli Yane Bangkele
(2018) dengan judul Hubungan Pengetahuan,Sikap, Dan Dukungan Suami
Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di Kelurahan Pengawu Wilayah Kerja
Puskesmas Nosarara dengan hasil yang didapatkan yaitu tidak terdapat hubungan
antara sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif dengan nilai P value = 0.41.
h. Pengetahuan ASI Eksklusif dan Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.714 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara pengetahuan tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riza Ramli (2020)
dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Status Pekerjaan Ibu dengan Pemberian
ASI Eksklusif di Kelurahan Sidotopo dengan hasil yang didapatkan yaitu tidak
ada hubungan antara pengetahuan Ibu dengan pemberian ASI eksklusif dengan
nilai P value = 0,346.
i. Pengetahuan MP-ASI dan Pemberian MP-ASI
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.007 yang artinya terdapat hubungan signifikan
antara pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan pemberian MP-ASI.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tengku Nurhayati
(2021) dengan judul Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Pemberian
MP-ASI Pada Bayi Di Puskesmas Melati Kecamatan Perbaungan Kabupaten
Serdang Bedagai Tahun 2021dengan hasil yang didapatkan yaitu Ada hubungan
pengetahuan dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi di Puskesmas Melati
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2021 dengan nilai P
value = 0,003.
j. Sikap pemberian MP-ASI dan pemberian MP-ASI
Berdasarkan uji statistic yang telah dilakukan pada taraf signifikan 5% (α =
0.05) didapatkan hasil sig = 0.181 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara sikap pemberian terhadap MP-ASI dengan pemberian MP-ASI.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanda Putri
Wulandari Purba (2018) dengan judul Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Terhadap Praktik Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Posyandu
Kelurahan Karawaci Baru, Kota Tangerang dengan hasil yang didapatkan yaitu
tidak ada hubungan sikap ibu terhadap praktik pemberian MP-ASI pada bayi usia
6-12 bulan dengan nilai P value = 0,367.
k. Konseling Menyusui dan Sikap Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.330 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara konseling
menyusui dengan sikap pemberian ASI Eksklusif.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Restu Tempali
(2018) dengan judul Hubungan Konseling Menyusui Dengan Sikap Ibu Dalam
Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Tawaeli dengan hasil
yang didapatkan yaitu tidak ada hubungan konseling menyusui dengan sikap ibu
tentang pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Tawaeli dengan
nilai P value = 0,587.
l. Status edukasi tentang menyusui dan Pengetahuan ASI Eksklusif
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.692 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara status
edukasi tenatng menyusui dengan pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif.
m. Status Edukasi tentang MP-ASI dengan Sikap pemberian MP-ASI
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.492 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara status
edukasi tentang MP-ASI dengan sikap pemberian MP-ASI.
n. Status edukasi tentang MP-ASI dan Pengetahuan MP-ASI
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.392 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara status
edukasi tentang MP-ASI dengan pengetahuan ibu tentang MP-ASI.
o. Dukungan keluarga dan Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.515 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara dukungan
keluarga dengan pemberian ASI Eksklusif.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ika Esti Anggraeni
(2020) dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian Asi
Eksklusif Pada Ibu Menyusuidengan hasil yang didapatkan yaitu  tidak ada
hubungan dukungan keluarga terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa Pacul
Kecamatan Kaladawa Kab.Tegal dengan nilai P value = 0,110.
p. Dukungan keluarga dan Pemberian MP-ASI
Berdasarkan uji Chi-Square pada taraf signifikan (α = 0.05) didapatkan
hasil sig = 0.914 yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara dukungan
keluarga dengan pemberian MP-ASI.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Astuti (2019), yang
mendapatkan hasil yaitu tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
pemberian MP-ASI pada balita uasia 7-24bulan di desa sukamenak wilayah kerja
puskesmas sukarame tahun 2019 dengan nilai P value = 0,226. Tidak ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan pemberia MP-ASI ini
dikarenakan mungkin ibu tidak memerlukan dukungan dari luar dan ibu sudah
mempunyai pengetahuan dan sikap tersendiri terhadap pemahaman mengenai MP-
ASI.

3. Pada Balita
a. Hubungan antar Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Berdasarkan korelasi chi -square pada taraf signifikan (α = 0.05) di dapatkan
hasil sig = 0,001 yang artinya ada hubungan antar konsumsi energi dengan status
gizi pada balita di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
Hal ini sejalan dengan penelitian Amanda Putri Fadillah, yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi balita, yang
dimana dapat dijelaskan bahwa asupan energi berkaitan dengan status gizi pada
balita. Dikarenakan asupan energi sangat penting bagi balita yang dimana sangat
berguna untuk menunjang tumbuh kembang serta aktivitas balita. Maka penelitian
Amanda Putri Fadillah menyimpulkan bahwa rendahnya asupan energi pada balita
berisiko menimbulkan masalah gizi pada balita seperti gizi kurang dan gizi buruk.
Sedangkan menurut penelitian Siti Helmyati menjelaskan bahwa, hal ini
sejalan dengan penelitian yang mengemukakan bahwa balita yang memiliki
asupan energi kurang berpeluang lebih besar untuk menderita gizi buruk
dibandingkan dengan balita yang memiliki asupan energi yang cukup. Sehingga
penelitian menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dengan
status gizi dan asupan energi merupakan faktor risiko terjadinya gizi buruk. Hasil
penelitian lain juga mengemukakan bahwa total kosumsi energi berhubungan
dengan kejadian gizi buruk dan merupakan faktor risiko.
b. Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi
Berdasarkan hubungan pola konsumsi dengan konsumsi protein tidak terdapat
statistik yang dihitung karena konsumsi protein adalah konstan, semua diatas
AKG.
c. Hubungan Pengetahuan Ibu Balita dengan Status Gizi
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p= 0,781yang artinya tidak ada
hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan status gizi di wilayah Puskemas II
Denpasar Barat.
d. Hubungan Ketersediaan Pangan Rumah Tangga dengan Konsumsi Energi
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p= 0,284 yang artinya tidak ada
hubungan antara ketersediaan pangan rumah tangga dengan konsumsi energi di
wilayah Puskemas II Denpasar Barat.
e. Hubungan Ketersediaan Pangan Rumah Tangga dengan Konsumsi Protein
Berdasarkan hubungan ketersediaan pangan rumah tangga dengan konsumsi
protein tidak terdapat statistik yang dihitung karena konsumsi protein adalah
konstan, semua diatas AKG.
f. Hubungan Pola Konsumsi dengan Konsumsi Energi
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,226 yang artinya tidak ada
hubungan antara pola konsumsi dengan konsumsi energi di wilayah Puskemas II
Denpasar Barat.
g. Hubungan Pola Konsumsi dengan Konsumsi Protein
Berdasarkan hubungan pola konsumsi dengan konsumsi protein tidak terdapat
statistik yang dihitung karena konsumsi protein adalah konstan, semua diatas
AKG.
h. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Konsumsi Energi
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,594 yang artinya tidak ada
hubungan antara tingkat pendapatan dengan konsumsi energi di wilayah
Puskemas II Denpasar Barat.
i. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Konsumsi Protein
Berdasarkkan hubungan tingkat pendapatan dengan konsumsi protein tidak
terdapat statistik yang dihitung karena konsumsi protein adalah konstan, semua
diatas AKG.
j. Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan Ibu
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,884 yang artinya tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan ibu balita di wilayah Puskemas
II Denpasar Barat.
k. Hubungan Budaya dengan Pengetahuan Ibu
Berdasarkan uji chi-square didapatkan hasil p=0,41 yang artinya tidak ada
hubungan antara kepercayaan budaya dengan pengetahuan ibu balita di wilayah
Puskemas II Denpasar Barat.

4. Pada Kader Posyandu


a. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,127 yang artinya tidak ada hubungan antar tingkat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan kader posyandu di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat..
b. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keterampilan Kader
Posyandu
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,519 yang artinya tidak ada hubungan antar tingkat pendidikan dengan tingkat
keterampilan kader posyandu di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
c. Hubungan Riwayat Pelatihan dengan Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,595 yang artinya tidak ada hubungan antar riwayat pelatihan dengan tingkat
pengetahuan kader posyandu di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
d. Hubungan Riwayat Pelatihan dengan Tingkat Keterampilan Kader Posyandu
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,407 yang artinya tidak ada hubungan antar riwayat pelatihan dengan tingkat
keterampilan kader posyandu di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
e. Hubungan Lama Menjadi Kader Posyandu dengan Tingkat Pengetahuan
Kader Posyandu
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 827 yang artinya tidak ada hubungan antar lama menjadi kader dengan tingkat
keterampilan kader posyandu di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
f. Hubungan Lama Menjadi Kader Posyandu dengan Tingkat Keterampilan
Kader Posyandu
Berdasarkan uji chi-square pada taraf signifikan ( =0.05) didapatkan hasil sig
= 0,04 yang artinya ada hubungan antar lama menjadi kader posyandu dengan
tingkat keterampilan kader posyandu di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harfi Gatra Wicaksono,
Herawati, dan Th.Ninuk Sri Hartini yang menunjukkan bahwa lama kader
bertugas pada penimbangan balita juga berpengaruh terhadap keterampilan. Pada
penelitian ini, semakin lama kader bertugas maka semakin terampil dalam
menimbang balita dengan dacin (p = 0,001) (Wicaksono, Herawati dan Hartini,
2016).
BAB VI
KESIMPULAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Dari pengumpulan data yang dilakukan diwilayah kerja Puskemas II
Denpasar Barat dari 35 sampel ibu hamil yang memiliki status KEK 3 sampel
(8,57%). Berdasarkan status anemia ibu hamil yang memiliki status anemia
sebanyak 12 sampel (34,28%).Berdasarkan tingkat pengetahuan, ibu hamil
yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik sebanyak 7 sampel (20%),
Berdasarkan tingkat konsumsi energi yang memiliki defisit tingkat berat
sebanyak 24 sampel (68,57, berdasarkan tingkat konsumsi zat gizi mikro (fe)
yang memiliki defisit tingkat berat sebanyak 28 sampel (80%).Berdasarkan
kepatuhan minum tablet fe yang tidak patuh sebanyak 23 sampel
(65,71%).Berdasarkan analisis hubungan antara pengetahuan ibu hamil
dengan konsumsi zat besi didapatkan ada hubungan antar pengetahuan
dengan konsmsi zat besi (fe) pada ibu hamil diwilayah Puskemas II Denpasar
Barat.Kegiatan intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah terebut
yaitu mengadakan kegiatan penyuluhan mengenai gizi seimbang dan contoh
makanan sehat beragam untuk ibu hamil.
2. Dari 50 balita yang di ambil, di peroleh masalah gizi di antaranya adalah
berdasarkan status gizi balita menurut BB/U terdapat 5 sampel (10%) yang
memiliki kategori status gizi risiko berat badan lebih. Sedangkan berdasarkan
tingkat konsumsi energi pada balita terdapat 1 sampel (2%) memiliki tingkat
konsumsi defisit tingkat berat, 2 sampel (4%) memiliki tingkat konsumsi
energi deficit tingkat sedang, dan 2 sampel (4%) memiliki tingkat konsumsi
energi defisit ringan. Berdasarkan pola konsumsi balita terdapat 16 sampel
(32%) yang memiliki kategori cukup, 13 sampel (26%) yang memiliki
kategori kurang. Berdasarkan budaya keluarga terdapat 25 sampel (50%)
yang memiliki kategori cukup, dan 20 sampel (40%) yang memiliki kategori
kurang. Sedangkan berdasarkan tingkat pengetahuan ibu terdapat 38
responden (76%) terdapat memiliki pengetahuan cukup.
Berdasarkan korelasi chi -square pada taraf signifikan (α = 0.05) di
dapatkan hasil sig = 0,001 yang artinya ada hubungan antar konsumsi energi
dengan status gizi pada balita. Dikarenakan asupan energi sangat penting bagi
balita yang dimana sangat berguna untuk menunjang tumbuh kembang serta
aktivitas balita. Adapun rencana program intervensi yang dilakukan untuk
mengurangi permasalahan pada balita dengan dengan mengadakan Pelatihan
Memasak Makanan Bergizi Kelas Ibu Balita Berbahan Pangan Lokal.
3. Dari pengumpulan data yang dilakukan di wilayah kerja Pusesmas II
Denpasar Barat sebanyak 35 sampel ibu menyusui ditemukan beberapa
masalah gizi diantaranya adalah bedasarkan praktik pemberian ASI Eksklusif
sebanyak 21 sampel (60%) tidak melakukan praktek pemberian ASI
Eksklusif. Bedasarkan sikap ibu terhadap MP-ASI sebanyak 19 sampel
(54,3%) termasuk kategori cukup. Bedasarkan pemberian konseling tentang
ASI dan Edukasi tentang MP-ASI sebanyak 27 sampel (77,1%) tidak pernah
mendapatkan edukasi tentang ASI Eksklusif dan sebanyak 26 sampel (74,3%)
tidak pernah memperoleh edukasi tentang MP-ASI. Bedasarkan analisis
terdapat hubungan signifikan antara praktik IMD dengan pemberian ASI
Eksklusif dan terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan ibu tentang
MP-ASI dengan pemberian MP-ASI.
4. Dari pengumpulan data yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas II
Denpasar Barat sebanyak 35 sampel pada kelompok sasaran kader posyandu,
pada kategori tingkat pengetahuan terdapat 26 sampel (74,29%) yang
memiliki tingkat pengetahuan baik, 5 sampel (14,29%) memiliki pengetahuan
cukup dan 4 sampel (11,42%) yang memiliki tingkat pengetahuan kurang.
Pada katagori tingkat keterampilan terdapat 10 sampel (28,57%) yang
memiliki tingkat keterampilan baik, 10 sampel (28,57%) yang memiliki
keterampilan cukup, dan 15 sampel (42,86%) yang memiliki keterampilan
kurang.
Berdasarkan analisis hubungan lama menjadi kader posyandu dengn
tingkat keterampilan bahwa berdarakan uji chi-square pada taraf signifikan (
=0.05) didapatkan hasil sig = 0,04 yang artinya ada hubungan antar lama
menjadi kader posyandu dengan tingkat keterampilan kader posyandu di
wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.

B. Saran
Diharapkan masalah gizi yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar
Barat dapat teratasi dengan adanya program intervensi yang akan dilaksanakan.
Dengan demikian angka permasalahan gizi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui
dan kader posyandu dapat berkurang.
BAB VII
RENCANA PROGRAM INTERVENSI

A. Analisis Masalah
1. Gambaran Umum Puskesmas II Denpasar Barat
Puskesmas 2 Denpasar Barat didirikan di Denpasar tanggal 31 oktober 1984,
yang terletak di Jl. Gunung Soputan Gg. Puskesmas No. 3 Denpasar Barat. Visi
Puskesmas II Denpasar Barat adalah “menjadikan Puskesmas II Denpasar Barat
prima dalam pelayanan dan pembinaan kesehatan yang bermutu, menuju
Denpasar sehat”. Misi Puskesmas II Denpasar Barat dijabarkan berdasarkan upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan yang dilaksanakan. Adapun
misi Puskesmas II Denpasar Barat adalah :
a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesejhatan
b. Memberdayakan seluruh komponen pendukung dalam pembangunan
kesehatan
c. Memberikan pelayanan yang bermutu, merata, dan terjangkau.
d. Menyelenggarakan system informasi Puskesmas yang bertmutu
e. Memanfaatkan teknologi kesehatan tepat guna.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Puskesmas II Denpasar Barat menetapkan
kebijakan mutu sebagai berikut:
a. Mengutamakan pelayanan kepada masyarkat
b. Memberikan pelayanan kesehatan secara tepat
c. Meningkatkan kompetensi petugas
Kebijakan mutu tersebut ditunjang dengan komitmen penuh dari seluruh
jajaran dan melakukan peningkatan berkesinambungan ke semua bidang.
Puskesmas II Denpasar Barat memiliki Motto “kepuasan anda adalah prioritas
kami”. Memliki janji layanan CERDAS (Cermat, Empati, Ramah, Disiplin,Adil,
Santun).
Untuk mencapai pembangunan kesehatan maka upaya kesehatan di Puskesmas
dilakasanakn dalambentuk upaya kesehatan Puskesmas. Upaya kesehatan yang
dilaksanakan sesuai dengan keputusanMenteri Kesehatan RI No.
75/Menkes/SK/II/2004 tentang pusat kesehatan masyarakat. Puskesmas
IIDenpasar Barat melaksakan upaya kesehatan pengembangan berdasarkan
kondisi lingkungan dan kemungkinan perkembangan penyakit di wilayah
kerja puskesmas.
Adapun upaya kesehatan pengembangan yang dilaksanakan di Puskesmas II
Denpasar Barat adalah:
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Upaya kesehatan jiwa
c. Upaya kesehatan gigi masyarakat
d. Kesehatan tradisional dan komplementer
e. Kesehatan olahraga
f. Kesehatan kerja
g. Kesehatan indra
h. Upaya kesehatan USILA
Upaya kesehatan perseorangan di Puskesmas II Denpasar Barat adalah:
a. Kunjungan puskesmas dengan rawat jalan
b. Pelayanan umum
c. Pelayanan gigi dan mulut
d. Pelayanan kefarmasian
e. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
f. Pelayanan laboratorium

2. Analisis Masalah
Berdasarkan hasil pengumpulan data bidang gizi Perencanaan Program Gizi
yang telah dilakukan oleh mahasiswa semester VII Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Denpasar memberikan beberapa hasil gambaran masalah gizi yang
ditemukan di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat sebagai berikut :
a. Ibu Hamil
Dari 35 sampel ibu hamil yang diambil, diperoleh masalah gizi diantaranya
adalah berdasarkan tingkat konsumsi energi ibu hamil terdapat 24 sampel
(68,57%) yang dalam katagori konsumsi deficit tingkat berat, sementara untuk
konsumsi zat besi ibu hamil dari 35 sampel, 28 sampel (80%) dalam katagori
deficit tingkat berat. Berdasarkan status KEK dan Anemia, ibu hamil yang
mengalami KEK sebanyak 3 sampel (8,57%) dan yang mengalami Anemia
sebanyak 12 sampel (34,28%). Berdasarkan tingkat pengetahuan terdapat 7
sampel (20%) yang memiliki pengetahuan yang kurang dan 24 sampel (68,57%)
yang memiliki pengetahuan yang cukup. Berdasarkan kepatuhan konsumsi tablet
Fe terdapat 23 sampel (65,71%) dari total 35 tidak patuh dalam mengonsumsi
tablet Fe.
b. Ibu Menyusui
Dari 35 sampel ibu menyusui yang diambil, diperoleh masalah gizi
diantaranya adalah bedasarkan praktik pemberian ASI Eksklusif sebanyak 21
sampel (60%) tidak melakukan praktek pemberian ASI Eksklusif. Bedasarkan
sikap ibu terhadap MP-ASI sebanyak 19 sampel (54,3%) termasuk kategori
cukup. Bedasarkan pemberian konseling tentang ASI dan Edukasi tentang MP-
ASI sebanyak 27 sampel (77,1%) tidak pernah mendapatkan konseling tentang
ASI Eksklusif dan sebanyak 26 sampel (74,3%) tidak pernah memperoleh edukasi
tentang MP-ASI.
c. Balita
Dari 50 balita ibu hamil yang di ambil, di peroleh masalah gizi di antaranya
adalah berdasarkan status gizi balita menurut BB/U terdapat 5 sampel (10%) yang
memiliki kategori status gizi risiko berat badan lebih. Sedangkan berdasarkan
tingkat konsumsi energi pada balita terdapat 1 sampel (2%) memiliki tingkat
konsumsi defisit tingkat berat, 2 sampel (4%) memiliki tingkat konsumsi energi
deficit tingkat sedang, dan 2 sampel (4%) memiliki tingkat konsumsi energi
defisit ringan. Berdasarkan pola konsumsi balita terdapat 16 sampel (32%) yang
memiliki kategori cukup, 13 sampel (26%) yang memiliki kategori kurang.
Berdasarkan budaya keluarga terdapat 25 sampel (50%) yang memiliki kategori
cukup, dan 20 sampel (40%) yang memiliki kategori kurang. Sedangkan
berdasarkan tingkat pengetahuan ibu terdapat 38 responden (76%) terdapat
memiliki pengetahuan cukup.
d. Kader Posyandu
Dari 35 sampel kader posyandu berdasarkan tingkat keterampilan kader
dalam kegiatan posyandu masih tergolong kurang sebanyak 15 sampel (42,86%)
tergolong kurang, 10 sampel (28,57%) tergolong cukup, dan 10 sampel (28,57%)
tergolong terampil. Berdasarkan praktik mengisi KMS terdapat 12 sampel
(34,29%) yang tergolong benar dalam mempraktikan pengisian KMS dan
sebanyak 23 sampel (65,71%) tergolong salah dalam mempraktikan pengisian
KMS. Sedangkan, berdasarkan praktik penentuan status gizi dengan
menggunakan PMK No 2 Tahun 2020 terdapat 8 sampel (22,86%) yang tergolong
benar dalam menentukan status gizi menggunakan PMK No 2 Tahun 2020 dan
sebanyak 27 sampel (77,14%) yang tergolong salah dalam menentukan status gizi
menggunakan PMK No 2 Tahun 2020.
3. Penyebab Masalah
Penyebab Kurangnya Tingkat Konsumsi Zat Besi Ibu Hamil
No Masalah Penyebab
1 Konsumsi Zat Besi Pengetahuan Ibu Yang Masih Kurang
Mengenai Bahan Makanan Yang
Mengandung Tinggi Fe
Beberapa sampel tidak mengonsumsi
makanan sesuai dengan pola makan yang
baik

Penyebab Kurangnya Pengetahuan Praktik serta Sikap


tentang ASI Eksklusif dan MPASI
No Masalah Penyebab
1 Praktik pemberian ASI Kurang tepaparnya informasi mengenai
Eksklusif pemberian ASI Eksklusif dan sebagain
besar ibu menyusui belum pernah
mendapatkan konseling tentang ASI
eksklusif
2 Sikap ibu terhadap MP-ASI Kurang tepaparnya informasi mengenai
MP-ASI dan sebagian besar ibu menyusui
belum pernah mendapatkan edukasi
tentang MP-ASI.
Penyebab Kurangnya Konsumsi Energi Pada Balita
No Masalah Penyebab
1 Konsumsi energi Kurangnya konsumsi energi pada balita
yang dapat mengakibatkan adanya
menurunan berat badan sehingga status
gizi.
Beberapa sampel tidak mengonsumsi
makanan sesuai dengan pola makan yang
baik sehingga mengakibatkan diantaranya
mengalami defisit energy baik itu tingkat
ringan, sedang, bahkan berat.

Penyebab Kurangnya Tingkat Keterampilan Kader Posyandu


No Masalah Penyebab
1. Praktik mengisi KMS Selama menjadi kader posyandu, sampel
hanya bertugas pada meja tertentu.
2. Praktik penentuan status Sampel belum mengetahui PMK No 2
gizi dengan menggunakan Tahun 2020 yang dapat digunakan sebagai
PMK No 2 Tahun 2020 penentu status gizi pada balita dan belum
memahami cara penggunaan PMK No 2
Tahun 2020

4. Prioritas Masalah
Berdasarkan pemaparan permasalahan gizi yang ditemukan di Puskesmas II
Denpasar Barat, maka ditentukan prioritas masalah yang akan dilakukan
intervensi terkait gizi masyarakat, yaitu :
a. Ibu Hamil
Pada Ibu Hamil, prioritas masalah mengacu pada masalah kurangnya
pengetahuan ibu hamil mengenai pemilihan bahan makanan yang mengandung
tinggi zat besi serta pola konsumsi makanan yang masih kurang tepat seperti
ditemukan beberapa sampel yang tidak mengonsumsi makanan pada jam tertentu
seperti makan siang atau makan malam. Untuk mengatasi masalah tersebut,
kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kegiatan penyuluhan
gizi seimbang untuk ibu hamil dan contoh makanan sehat beragam yang baik
dikonsumsi untuk ibu hamil guna meningkatkan asupan zat besi pada ibu hamil
serta meningkatkan pengetahuan gizi pada ibu hamil.
b. Ibu Menyusui
Pada Ibu Menyusui prioritas masalah mengacu pada masalah kurangnya
pengetahuan praktik serta sikap tentang ASI Eksklusif dan MPASI yang dimana
sebagain besar ibu tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya serta
kurangnya pemahaman ibu tentang syarat pemberian MP-ASI yang benar sesuai
usia baduta.
c. Balita
Berdasarkan pemaparan berbagai permasalahan gizi yang ditemukan di
wilayah Puskesmas II Denpasar Barat, maka ditentukan beberapa prioritas
masalah yang akan dilakukan intervensi terkait gizi masyakat. Khusus untuk
masalah gizi dengan sasaran balita prioritas masalah mengacu pada masalah
kurangnya konsumsi energi pada balita yang dapat mengakibatkan adanya
menurunan berat badan sehingga status gizi pada balita dapat menurun dan tidak
cukup, ini dikarenakan asupan energi sangat penting bagi balita yang dimana
sangat berguna untuk menunjang tumbuh kembang serta aktivitas balita. Untuk
mengatasi masalah tersebut, maka direncanakan untuk menyelenggarakan
pelatihan dengan metode demonstrasi menu sehat dan bergizi untuk anak dan
Kreasi MP- ASI serta berbahan pangan lokal.
d. Kader Posyandu
Pada kader posyandu, prioritas masalah mengacu pada masalah kurangnya
pelatihan yang didapatkan oleh kader sehingga keterampilan kader dalam
melakukan praktik pengisian KMS dan menentukan status gizi masih dalam
kategori kurang. Untuk mengatasi masalah tersebut, kegiatan yang dapat
dilakukan adalah dengan memberikan kegiatan pelatihan kader posyandu
mengenai cara pengisian KMS dan cara menentukan status gizi menggunakan
PMK No 2 Tahun 2020. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
kader posyandu dalam melakukan posyandu setiap bulan.
B. Rencana Program Berdasarkan Prioritas Masalah
1. Nama Program
a. Ibu Hamil
Adapun rencana program intervensi yang dilakukan untuk mengurangi
permasalahn pada ibu hamil dengan judul “Upaya Peningkatan Konsumsi
Zat Gizi Seimbang Pada Ibu Hamil Melalui Kegiatan Penyuluhan Ibu
Hamil”
b. Ibu Menyusui
Adapun rencana program intervensi yang dilakukan untuk mengurangi
permasalahan pada ibu menyusui dengan judul “Upaya Peningkatan
Pengetahuan Praktik serta Sikap dalam Pemberian ASI Eklusif dan MP-
ASI yang Baik dan Benar Melalui Kegiatan Penyuluhan Ibu Menyusui.”
c. Balita
Adapun rencana program intervensi yang dilakukan untuk mengurangi
permasalahan pada balita dengan judul “Pelatihan Memasak Makanan
Bergizi Kelas Ibu Balita Berbahan Pangan Lokal”.
d. Kader Posyandu
Adapun rencana program intervensi yang dilakukan untuk mengurangi
permasalahan pada kader posyandu dengan judul “Upaya Peningkatan
Keterampilan Kader Posyandu Dalam Pengisian KMS Dan Penentuan
Status Gizi Melalui Kegiatan Pelatihan Kader Posyandu”.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari masalah penyusunan program intervensi gizi
ini adalah terselenggaranya upaya kesehatan secara menyeluruh dan
mencapai target pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas II
Denpasar Barat dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan Denpasar
Barat yang sehat.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penyusunan program intervensi gizi ini adalah :
1) Meningkatkan asupan konsumsi zat gizi mikro (fe) pada ibu hamil dari
deficit tingkat berat sebesar 80% menjadi normal melalui program
penyuluhan konsumsi zat gizi seimbang pada ibu hamil.
2) Meningkatkan pemahaman menganai praktik serta sikap pemberian ASI
Eksklusif dan MP-ASI ibu menyusui dari kategori kurang menjadi
kategori baik.
3) Untuk meningkatkan asupan konsumsi energi pada balita dari defisit
tingkat berat maupun defisit tingkat sedang menjadi normal dengan
melalui program pelatihan memasak makanan bergizi.
4) Meningkatkan keterampilan kader dalam melakukan tugas di posyandu
dari 42,86% menjadi 80% melalui program peningkatan keterampilan
dengan kegiatan pelatihan kader posyandu

2. Sasaran
a. Ibu Hamil
b. Ibu Menyusui
c. Balita
d. Kader posyandu

3. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut :
No Nama Kegiatan Tujuan Media Sasaran
1 Penyuluhan gizi Meningkatkan Online Class Ibu Hamil
seimbang dan contoh pengetahuan ibu
makanan sehat hamil dan
beragam untuk ibu tercapainya ibu
hamil guna hamil yang
meningkatkan asupan memiliki tingkat
zat besi. konsumsi yang
adekuat
2 Penyuluhan mengenai Meningkatkan Online Class Ibu
praktik serta sikap pemahan Menyusui
yang baik dan benar ibumenyusui
dalam pemberian ASI mengenai sikap dan
Eklusif dan MPASI prilaku pemberian
kepada Ibu Menyusui ASI Eksklusif dan
MP-ASI yang baik
dan benar.
3 Pelatihan dengan Mempraktekan atau Offline/online Ibu Balita
metode demonstrasi mendemonstrasikan class
masak makanan balita cara membuat
yang sehat, bergizi, makanan balita
dan menarik serta yang sehat, bergizi,
menggunakan bahan dan menarik serta
pangan lokal menggunakan
bahan pangan local
sehingga dapat
meningkatkan
konsumsi energi
anak dan mencapai
status gizi normal
4 Pelatihan kader Tercapainya kader Online class Kader
posyandu dalam posyandu yang posyandu
kegiatan pengisian terampil dalam
KMS dan penentuan pembangunan
status gizi balita di masa
menggunakan PMK pandemi
No 2 Tahun 2020
4. Rencana Biaya
a. Intervensi Ibu Hamil
No Jenis Pengeluaran Banyaknya Harga Jumlah
1. Sie sekretariat
Fotocopy dan print 1 paket 1 x Rp 100.000 Rp 100.000,00
Jilid 3 paket 3 x Rp 10.000 Rp 30.000,00
Amplop 2 buah 2 x Rp 3.000 Rp 6.000,00
Sub Total Rp 136.000,00
2. Sie Konsumsi dan Rohani
Snack pagi 30 buah 30 x Rp 1.000 Rp 30.000,00
Nasi kotak 6 buah 6 x Rp 15.000 Rp 90.000,00
Nasi bungkus 10 bungkus 10 x Rp 10.000 Rp 100.000,00
Pejati 3 buah 3 x Rp 50.000 Rp 150.000,00
Canang 1 bungkus 1 x Rp 25.000 Rp 25.000,00
Dupa 1 bungkus 1 x Rp 10.000 Rp 10.000,00
Sub Total Rp 405.000,00
3. Sie Acara
Honor Narasumber 2 orang 2 x Rp 300.000 Rp 600.000,00
Pembelian Contoh 1 paket 1 x Rp 150.000 Rp 150.000,00
Makanan Sehat Beragam
Print Teks MC 1 lembar 1 x Rp 5.000 Rp 5.000,00
Sub Total Rp 755.000,00
4. Sie PDD
Cetak spanduk 1 buah 1 x Rp 50.000 Rp 50.000,00
Sertifikat narasumber 2 lembar 2 x Rp 5.000 Rp 10.000,00
Sub Total Rp 60.000,00
5. Sie Humas dan Perlengkapan
Lakban 1 buah Rp 5.000 Rp 5.000,00
Tali Rafia 1 buah Rp 5.000 Rp 5.000,00
Sub Total Rp 10.000,00
Total Pengeluaran Rp 1.366.00,00
b. Intervensi Ibu Menyusui
Banyakny
No Jenis Pengeluaran Harga Jumlah
a
1. Sie sekretariat
Fotocopy dan print 1 paket 1 x Rp 50.000 Rp 50.000,00
Jilid 3 paket 3 x Rp 10.000 Rp 20.000,00
Amplop 2 buah 2 x Rp 3.000 Rp 6.000,00
Sub Total Rp 76.000,00
2. Sie Konsumsi dan Rohani
Snack pagi 25 buah 25 x Rp 1.000 Rp 25.000,00
Nasi kotak 3 buah 3 x Rp 15.000 Rp 45.000,00
Nasi bungkus 7 bungkus 7 x Rp 10.000 Rp 70.000,00
Pejati 3 buah 3 x Rp 50.000 Rp 150.000,00
Canang 1 bungkus 1 x Rp 25.000 Rp 25.000,00
Dupa 1 bungkus 1 x Rp 15.000 Rp 15.000,00
Bunga 1 paket 1 x Rp 15.000 Rp 15.000,00
Sub Total Rp 345.000,00
3. Sie Acara
Honor Narasumber 2 orang 2 x Rp 300.000 Rp 600.000,00
Pembelian Bahan 1 paket 1 x Rp 150.000 Rp 150.000,00
praktik mp-asi
Print Teks MC 1 lembar 1 x Rp 5.000 Rp 5.000,00
Sub Total Rp 755.000,00
4. Sie PDD
Sertifikat narasumber 9 lembar Rp 5.000 Rp 45.000,00
dan panitia
Sub Total Rp 45.000,00
Total Pengeluaran Rp 1.221.00,00
c. Intervensi Balita
No Jenis Pengeluaran Banyaknya Harga Jumlah
1. Sie sekretariat
Fotocopy dan print 1 paket 1 x Rp 100.000 Rp 100.000,00
Jilid 3 paket 3 x Rp 10.000 Rp 30.000,00
Amplop 2 buah 2 x Rp 3.000 Rp 6.000,00
Sub Total Rp 136.000,00
2. Sie Konsumsi dan Rohani
Snack pagi 30 buah 30 x Rp 1.000 Rp 30.000,00
Nasi kotak 6 buah 6 x Rp 15.000 Rp 90.000,00
Nasi bungkus 10 bungkus 10 x Rp 10.000 Rp 100.000,00
Pejati 3 buah 3 x Rp 50.000 Rp 150.000,00
Canang 1 bungkus 1 x Rp 25.000 Rp 25.000,00
Dupa 1 bungkus 1 x Rp 10.000 Rp 10.000,00
Sub Total Rp 405.000,00
3. Sie Acara
Honor Narasumber 2 orang 2 x Rp 300.000 Rp 600.000,00
Pembelian Bahan Untuk 1 paket 1 x Rp 150.000 Rp 250.000,00
Pelatihan Makanan Sehat
Bagi Balita
Print Teks MC 1 lembar 1 x Rp 5.000 Rp 5.000,00
Sub Total Rp 755.000,00
4. Sie PDD
Cetak spanduk 1 buah 1 x Rp 50.000 Rp 50.000,00
Sertifikat narasumber 2 lembar 2 x Rp 5.000 Rp 10.000,00
Sub Total Rp 60.000,00
5. Sie Humas dan Perlengkapan
Lakban 1 buah Rp 5.000 Rp 5.000,00
Tali Rafia 1 buah Rp 5.000 Rp 5.000,00
Sub Total Rp 10.000,00
Total Pengeluaran Rp 1.466.00,00
d. Intervensi Kader Posyandu
No Jenis Pengeluaran Banyaknya Harga Jumlah
1. Sie sekretariat
Fotocopy dan print 1 paket 1 x Rp 150.000 Rp 150.000,00
Jilid 3 paket 3 x Rp 10.000 Rp 30.000,00
Amplop 2 buah 2 x Rp 3.000 Rp 6.000,00
Sub Total Rp 186.000,00
2. Sie Konsumsi dan Rohani
Snack pagi 25 buah 25 x Rp 1.000 Rp 25.000,00
Nasi kotak 6 buah 6 x Rp 15.000 Rp 90.000,00
Nasi bungkus 10 bungkus 10 x Rp 10.000 Rp 100.000,00
Pejati 3 buah 3 x Rp 50.000 Rp 150.000,00
Canang 1 bungkus 1 x Rp 25.000 Rp 25.000,00
Dupa 1 bungkus 1 x Rp 15.000 Rp 15.000,00
Bunga 1 paket 1 x Rp 15.000 Rp 15.000,00
Sub Total Rp 420.000,00
3. Sie Acara
Honor Narasumber 2 orang 2 x Rp 300.000 Rp 600.000,00
Pembelian Bahan Pelatihan 1 paket 1 x Rp 150.000 Rp 150.000,00
Print Teks MC 1 lembar 1 x Rp 5.000 Rp 5.000,00
Sub Total Rp 755.000,00
4. Sie PDD
Cetak spanduk 1 buah Rp 50.000 Rp 50.000,00
Sertifikat narasumber dan 9 lembar Rp 5.000 Rp 45.000,00
panitia
Sub Total Rp 95.000,00
5. Sie Humas dan Perlengkapan
Lakban 1 buah Rp 5.000 Rp 5.000,00
Tali Rafia 1 buah Rp 5.000 Rp 5.000,00
Sub Total Rp 10.000,00
Total Pengeluaran Rp 1.466.00,00
5. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Formulir Rencana Monitoring dan Evaluasi
No Kegiatan Keterlakasa Monitoring Pelaksanaan Masalah Tindak Evaluasi
naan (Sesuai/Tidak Sesuai) Lanjut
Ya Tidak Waktu Media Materi Sasaran Tempat Petugas Hasil
Kegiatan
1. Penyuluhan gizi
seimbang dan contoh
makanan sehat
beragam untuk ibu
hamil guna
meningkatkan asupan
zat besi.
2. Penyuluhan mengenai
praktik serta sikap
yang baik dan benar
dalam pemberian ASI
Eklusif dan MPASI
kepada Ibu Menyusui
3. Pelatihan dengan
metode demonstrasi
masak makanan balita
yang sehat, bergizi,
dan menarik serta
menggunakan bahan
pangan lokal
4. Pelatihan
keterampilan kader
posyandu mengenai
pengisian KMS dan
penentuan status gizi
menggunakan PMK
No 2 Tahun 2020
1. Tabel Plan Of Action (POA)
Rencana implementasi gizi dapat dilihat dalam Plan Of Actiom (POA), sebagai berikut :

POA PROGRAM INTERVENSI GIZI IBU HAMIL


Program Intervensi : Upaya Peningkatan Konsumsi Zat Gizi Seimbang Pada Ibu Hamil Melalui Kegiatan
Penyuluhan Ibu Hamil
Kegiatan : Penyuluhan Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Contoh Makanan Sehat Beragam Yang Baik
Dikonsumsi Untuk Ibu Hamil Guna Meningkatkan Asupan Zat Besi Pada Ibu Hamil Serta
Meningkatkan Pengetahuan Gizi Pada Ibu Hamil.
Tempat : Wilayah Puskemas II Denpasar Barat
Penanggungjawab : Ni Putu Inten Wicaksani dan I Made Estiana Mahendra

Deskripsi Tujuan Target Sasaran Rencana Strategi Kegiatan Sumber daya


Intervensi Langsung Kegiatan Personal/ instansi terkait Tempat Waktu Jenis Asal
Langsung Pendukung kegiatan
Penyuluhan 1. Tujuan umum: Sebanyak Ibu Hamil 1. Memberikan - Petugas - Jurusan Wilayah 90 - Laptop Iuran
gizi seimbang Untuk 35 salam dan Puskesmas gizi Puskemas menit - Lembar Mahasiswa
ibu hamil meningkatkan sampel perkenalan - Kader poltekkes II pre/post dan dana
adalah suatu
pengetahuan ibu ibu hamil 2. Memberikan Denpasar
kegiatan tentang gizi hadir pre test posyandu denpasar Barat test sponsor
pemberian seimbang serta dalam 3. Melakukan secara
informasi atau menu makanan penyuluh penyuluhan inline
menginformasi
sehat beragam an 4. Memberikan
kan tentang
selama kehamilan. post – test
tumpeng gizi
5. Demonstrasi
seimbang sesui
2. Tujuan khusus : menu gizi
dengan
pedoman gizi
a.Ibu dapat seimbang

seimbang, serta memahami 6. Salam


menambah pengertian dari penutup
ragam jenis gizi seimbang.
menu makanan b. Ibu dapat
sehat beragam memahami jenis
selama menu makanan
kehamilan,
sehat beragam
serta makanan
selama kehamilan
sumber Fe
c.Ibu dapat
untuk
memahami cara
mencegah
anemia. memilih menu
makanan yang
mengandung zat
besi (fe) selama
kehamilan guna
mencegah
anemia.

POA PROGRAM INTERVENSI GIZI IBU MENYUSUI


Program Intervensi : Upaya Peningkatan Pengetahuan Praktik serta Sikap dalam Pemberian ASI Eklusif dan MP-ASI yang Baik
dan Benar pada Ibu Menyusui.
Kegiatan : Penyuluhan mengenai praktik serta sikap yang baik dan benar dalam pemberian ASI Eklusif dan MP-ASI
pada Ibu Hamil
Tempat : Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat (sistem daring)
Penanggung Jawab : Vira Rizkania dan Ni Wayan Eka Melda Yanti
Deskripsi Tujuan Target Sasaran Rencana Strategi Kegiatan Sumber Daya
Intervensi Langsung Kegiatan Instansi Terkait Tempat Waktu Jenis Asal
Langsung Pendukung Kegiatan
Suatu kegiatan a. Tujuan Umum : Sebanyak Ibu 1. Memberikan Petugas Mahasiswa daring ± 90 Laptop Iuran
penyuluhan atau Untuk 35 ibu menyusui salam dan puskesmas jurusan gizi (online) menit Kuisioner mahasis
pemberian meningkatkan menyusui perkenalan poltekkes Pretest dan wa dan
informasi tentang pemahan mengenai hadir dalam diri Denpasar posttest dana
manfaat serta sikap dan prilaku penyuluhan 2. Memberikan sponsor
tujuan pemberian pemberian ASI pre test
ASI Eksklusif dan Eksklusif dan MP- 3. Melakukan
MP-ASI, Syarat ASI yang baik dan penyuluhan
MP-ASI, Bentuk benar. 4. Memberikan
MP-ASI, Cara b. Tujuan Khusus post test
pemberian MP- - Meningkatkan 5. Tanya-jawab
ASI, dan dampak pemahaman 6. Kesimpulan
pemeberian MP- menganai sikap penyuluhan
ASI yang kurang pemberian ASI 7. Salam
tepat dalam Eksklusif yang penutup
rangka upaya baik dan benar
meningkatkan - Meningkatkan
praktik serta sikap pemahaman
dalam pemberian menganai
ASI Eklusif dan perilaku praktik
MP-ASI kepada pemberian ASI
ibu menyusui Eksklusif yang
baik dan benar
- Meningkatkan
pemahaman
menganai sikap
pemberian MP-
ASI yang baik
dan benar
- Meningkatkan
pemahaman
prilaku praktik
pemberian ASI
Eksklusif yang
baik dan benar

POA PROGRAM INTERVENSI GIZI BALITA


Program Intervensi : Pelatihan Memasak Makanan Bergizi Kelas Ibu Balita Berbahan Pangan Lokal
Kegiatan : Pelatihan dengan menggunakan metode demonstrasi masak makanan balita yang sehat, bergizi, dan menarik
serta menggunakan bahan pangan lokal
Tempat : Wilayah Puskemas II Denpasar Barat
Penanggung jawab : I Gusti Agung Istri Agung Ika Padmi Swari dan Ni Made Rina Ariani
Strategi Kegiatan Sumber daya
Deskripsi Sasaran Rencana Personal/ instansi
Tujuan Target Tempat
Intervensi Langsung Kegiatan terkait Waktu Jenis Asal
kegiatan
Langsung Pendukung
Pelatihan Tujuan umum: Sebanyak Ibu Balita 1. Memberikan - Petugas - Perangkat Balai 90 - Sound -Iuran
Memasak 35 sampel salam dan Puskesma desa banjar/ menit sistem Mahasis
Makanan Untuk meningkatkan ibu balita perkenalan s - Jurusan aula/bala - Microf wa
Bergizi Kelas asupan konsumsi hadir dalam 2. Menyampaik - Kader Gizi i desa on - Sponsor
Ibu Balita energi pada balita dari pelatihan an tujuan Posyandu Poltekkes - Alat
Berbahan defisit tingkat berat, pelatihan Denpasar memas
Pangan Lokal sedang, maupun secara singkat ak
merupakan ringan menjadi 3. Demonstrasi - Bahan
suatu normal dengan contoh menu pangan
kegiatan melalui program sehat dan
pelatihan pelatihan memasak bergizi
dengan makanan bergizi. 4. Salam
menggunakan Tujuan khusus : penutup
metode - Ibu dapat
demonstrasi mengetahui jenis
atau menu makanan
memprakteka sehat dan bergizi
n cara untuk balita.
memasak - Ibu dapat
makanan memahami cara
balita yang memilih menu
sehat, bergizi, makanan yang
dan menarik sehat dan bergizi
serta untuk balita.
menggunakan - Ibu dapat
bahan pangan meningkatkan
lokal kreatifitas
penyajian
makanan untuk
anak sehingga
menjadi lebih
menarik
- Menambah
koleksi resep
masakan ibu
balita
- Menambah
variasi bahan
pangan lokal
untuk diolah
menjadi makanan
anak
POA PROGRAM INTERVENSI GIZI KADER

Program Intervensi : Upaya Peningkatan Keterampilan Kader Posyandu


Kegiatan : Pelatihan Kader Posyandu Guna Meningkatkan Keterampilan Kader Dalam Mengisi KMS dan
Menentukan Status Gizi Menggunakan PMK No 2 Tahun 2020
Tempat : Wilayah Puskemas II Denpasar Barat
Penanggungjawab : Made Sri Rahayu Ningsih

Deskripsi Tujuan Target Sasaran Rencana Kegiatan Strategi Kegiatan Sumber daya
Intervensi Langsung Personal/ instansi terkait Tempat Waktu Jenis Asal
Langsung Pendukung kegiatan
Pelatihan Kader 1. Tujuan umum: Sebanyak Kader 1. Memberi salam - Dosen - Perangkat Wilayah 90 - Leaflet - Iuran
Posyandu Untuk 35 sampel Posyandu pembuka dan - Petugas desa Puskemas menit - KMS Mahas

merupakan suatu meningkatkan kader memperkenalka Puskesmas - Jurusan II - PPT iswa


pengetahuan dan n diri gizi - Softcopy - Spons
kegiatan pemberian posyandu Denpasar
keterampilan kader 2. Menyampaikan poltekkes PMK No or
informasi Barat
posyandu. tujuan pelatihan denpasar 2 Tahun
mengenai tata cara
2. Tujuan khusus : 3. Memberikan 2020
yang benar dalam
melakukan tugas a. Kader mampu apersepsi - Soal
kader di posyandu melakukan 4. Memeberikan Pretest

untuk pengisian KMS pre test sebagai dan


dengan benar awal dari Postest
meningkatkan
b. Kader mampu pengukuran - Sound
keterampilan
menentukan pengetahuan sistem
kader.
status gizi 5. Menjelasakn - LCD
balita materi pelatihan proyekto
menggunakan kepada peserta r
PMK No 2 6. Memberikan
Tahun 2020 kesempatan
peserta untuk
bertanya
7. Menjawab
pertanyaan yang
diajukan
sasaran
8. Menyimpulkan
materi yang
disampaikan
9. Melakukan
evaluasi post
test
10. Menutup
kegiatan
pelatihan dan
menyampaikan
salam penutup.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani Dan Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana.
Jakarta.
Adriani, M. & Kartika, V., 2013. Pola Asuh Makan Pada Balita Dengan Status
Gizi Kurang Di Jawa Timur, Jawa Tengah Dan Kalimantan Tengah Tahun
2011. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan , Volume Vol. 16 No. 2, P.
185–193.
Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Pt Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Andita, F. (2018) ‘Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia
Kehamilan Di Puskesmas Padang Bulan’, Pp. 1–126. Available At:
Http://Repositori.Usu.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/7409/14110108
3.Pdf?Sequence=1&Isallowed=Y.
Astuti, D. D. W. I. (2019) Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi, Pemberian Asi
Eksklusif, Pemberian Mp-Asi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia
6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pengasih Ii Kabupaten Kulon
Progo. Politeknik Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
Aulia, A. R. N. (2020) ‘Hubungan Kekurangan Energi Kronik Pada Ibu Hamil
Dengan Kejadian Bblr Di Puskesmas Pleret Bantul Tahun 2018’.
Available At: Www.Journal.Uta45jakarta.Ac.Id.
Ayu N, V. (2016) ‘Model Pelayanan Kesehatan (Studi Deskriptif Tentang Model
Pelayanan Program Antenatal Care Di Puskesmas Peterongan Kabupaten
Jombang)’, 4(3). Doi: 10.1016/J.Midw.2020.102780.
Carolin, B. T., Anggita, R. S., & Vivi, S. (2018) ‘Analisis Faktor Yang
Mempengruhi Status Gizi Balita (12-59 Bulan) Di Puskesmas Sukadiri
Kabupaten Tangerang Tahun 2018’, Jurnal Ilmu Dan Budaya, 41(66), Pp.
7835– 7846.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) Cara Pemberian Makanan
Pendamping Asi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi, A. (2017) ‘Gizi Pada Ibu Hamil’, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
1, Pp. 12–15.
Dewi, R., Siregar, U. E. And Baru, P. (2020) ‘Evaluasi Penggunaan Kombinasi
Zink Dan Probiotik Pada Penanggulangan Pasien Diare Anak Di Instalasi
Rawat Inap Rsud H . Abdul Manap Jambi Tahun 2020’, 6(2), Pp. 55–63.
Dinas Kesehatan Kota Denpasar (2020) ‘Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar
Tahun 2019 Oleh’, Journal Of Chemical Information And Modeling,
53(9), Pp. 1689–1699.
Diniyyah, S. R. (2017) ‘Asupan Energi , Protein Dan Lemak Dengan Kejadian
Gizi Kurang Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Suci , Gresik. Amerta
Nutrition’, 7(1), Pp. 341–350.
Hartati, S. And Nurazila, N. (2018) ‘Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru’, Jurnal
Endurance, 3(2), P. 400. Doi: 10.22216/Jen.V3i2.2962.
Hasanah, N. U. (2015) ‘Hubungan Dukungan Sosial Suami Terhadap
Kecenderungan Baby Blues Syndrome Pada Ibu Pasca Melahirkan (Studi
Kasus Rumah Sakit Umum Sigli Dan Bps Nurlaila)’, Kebidanan, Pp. 13–
54. Available At: Http://Etheses.Uin-Malang.Ac.Id/613/6/09410060 Bab
2.Pdf.
Idai (2015) ‘Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti Pada Bayi
Dan Batita Di Indonesia Untuk Mencegah Malnutrisi’, Ukk Nutrisi Dan
Penyakit Metabolik, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Doi:
10.1017/Cbo9781107415324.004.
Idai (2018) ‘Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Mpasi)’, Ukk Nutrisi
Dan Penyakit Metabolik Idai. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, P.
18.
Indonesia, K. K. R. (2019) Pedoman Pekan Asi Sedunia.
Irianto, A. (2004) Pengantar Pangan Dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Irianto, Koes. 2014. Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi (Balanced
Nutrition In Reproductive Health). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Kemenkes (2016) Kurikulum Inti Pendidikan Diploma Iv Gizi, Kemenkes.
Kemenkes Ri (2014) Kurikulum Dan Modul Pelatihan K Ader Posyandu.
Kementerian Kesehatan Ri (2020) Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak,
Kementerian Kesehatan Ri.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2020) Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri
Anak. Indonesia.
Kementrian Kesehatan Ri (2011) Modul Pelatihan Konseling Mp-Asi Pedoman
Pelatih. Jakarta: Ditjend Bina Gizi Dan Kia.
Kurnia (2019) ‘Tentang Inisiasi Menyusu Dini Characteristics And Level Of
Knowledge Of Postpartum Mother About Early Initiation Of’, 3(1), Pp.
33–36.
Maghribi, M. A. F. (2019) ‘Hubungan Tingkat Konsumsi Protein Dan Zat Besi
Dengan Kekurangan Energi Kronis Dan Anemia Pada Wus Vegetarian
Pasraman Sri Sri Radha Rasesvara Badung’, Journal Of Chemical
Information And Modeling.
Mufida, L., Widyaningsih, T. D. And Maligan, J. M. (2013) ‘Prinsip Dasar
Makanan Pendamping Air Susu Ibu ( Mp-Asi ) Untuk Bayi 6 – 24 Bulan’,
3(4), P.(4), Pp. 1646–1651.
Mukhoirotin, M., Khusniyah, Z. And Susanti, L. (2015) ‘Hubungan Pengetahuan
Ibu Tentang Asi Eksklusif Dengan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif Di
Bpm Hj. Umi Salamah Peterongan Jombang’, Jurnal Edu Health, 5(2), Pp.
137–141.
Nasar, S. S. (2015) ‘Makanan Pendamping Asi (Mp-Asi): Pedoman Dan Prinsip
Pemberiannya’, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fkui-Rscm Divisi
Nutrisi Dan Penyakit Metabolik.
Nm, A. F. And Nk, A. S. (2021) ‘Determinan Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu
Menyusui Di Puskesmas I Denpasar Barat’, Jurnal Kebidanan, 10(1), P.
23. Doi: 10.26714/Jk.10.1.2021.23-34.
Nur Asiah, Henki Adisa Putra, R. S. (2020) ‘Pelaksanaan Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) Lansia Oleh Kader Di Wilayah Kerja Puskesmas Seulimeum
Kabupaten Aceh Besar’, 9(April), Pp. 42–50.
Nurtati, D. (2019) ‘Pengembangan Skill Kepemimpinan Kader Posyandu’,
Academia.Edu.
Putri, L. G. I. K., Astuti, I. W. And Putu, I. G. N. (2019) ‘Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Nutrisi Saat Menyusui Dengan Status Gizi Bayi
Umur 1-6 Bulan’, 1, Pp. 105–112.
Putri, W. C. W. S. Et Al. (2017) ‘Dasar-Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
( Puskesmas )’, Modul Pembekalanmanajemendan Programpuskesmas, P.
14.
Rahmatillah, D. K. (2018) ‘Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Tindakan
Terhadap Status Gizi Relationship Between Knowledge , Attitudes And
Practices And Nutritional Status’, Amerta Nutr, Pp. 106–112. Doi:
10.20473/Amnt.V2.I1.2018.106-112.
Rahmi H.G, I. (2017) ‘Telaah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Balita Di Kota Padang Berdasarkan Berat Badan Per Tinggi Badan
Menggunakan Metode Cart’, Eksakta: Berkala Ilmiah Bidang Mipa,
18(02), Pp. 86–99. Doi: 10.24036/Eksakta/Vol18-Iss02/59.
Ratufelan, E., Zainuddin, A., & J. (2018) ‘Hubungan Pola Makan, Ekonomi
Keluarga Dan Riwayat Infeksi Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita
Diwilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Tahun 2018’, Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 3(2), P. 3.
Rianasari, N. M. G. (2018) ‘Gambaran Tingkat Konsumsi Energi Dan Status Gizi
Mahasiswa Di Asrama Akademi Keperawatan Kesdam Ix Udayana
Denpasar’.
Ristanti, E., Harahap, P. S. And Subakir, S. (2020) ‘Faktor Yang Mempengaruhi
Status Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Paal V Kota Jambi’,
Journal Of Healthcare Technology And Medicine, 6(2), P. 742. Doi:
10.33143/Jhtm.V6i2.980.
Salmariantity (2012) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Pada Ibu
Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2012’, P. 114.
Sari, D. K. (2019) ‘Hubungan Antara Pendidikan Dan Kepatuhan Mengkonsumsi
Tablet Fe Terhadap Kader Hb Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ngoro
Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur’, Journal Of
Chemical Information And Modeling, 53(9), Pp. 1689–1699.
Setiawati, N. K. (2018) ‘Gambaran Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Serta
Keragaman Konsumsi Pangan Rumah Tangga Penduduk Desa Besan
Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung’.
Stephanie, P. And Kartika, S. K. A. (2016) ‘Gambaran Kejadian Kurang Energi
Kronik Dan Pola Makan Wanita Usia Subur Di Desa Pesinggahan
Kecamatan Dawan Klungkung Bali 2014’, 5(6), Pp. 1–6.
Sumarni, S. And Oktavianisya, N. (2018) ‘Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan
Pemberian Asi Eksklusif Usia > 6-12 Bulan Di Kecamatan Talango
Kabupaten Sumenep’, Wiraraja Medika, 7(1), Pp. 33–37. Doi:
10.24929/Fik.V7i1.380.
Vanessa Et Al. (2009) ‘Kepatuhan Konsumsi Tablet Tambah Darah Pada Ibu
Hamil Dengan Anemia Di Kabupaten Kulon Progo Dan Bantul’, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta, (2001), Pp. 8–30.
Yani, C. F. (2019) ‘Analisis Hubungan Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan
Pasien Di Puskesmas Mon Geudong Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe Tahun 2019’. Doi: 10.31219/Osf.Io/Kw3z4.
Tifani Indra Pratiwi (2020) Gambaran Pengetahuan Gizi Dan Asupan Zat Gizi
Makro Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsat Kecamatan
Sukajadi Kota Pekanbaru. Diploma Thesis, Poltekkes Kemenkes
Riau.Andita, F. (2018) ‘Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Anemia Kehamilan Di Puskesmas Padang Bulan’, Pp. 1–126. Available
At:
Http://Repositori.Usu.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/7409/14110108
3.Pdf?Sequence=1&Isallowed=Y.
Astuti, D. D. W. I. (2019) Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi, Pemberian Asi
Eksklusif, Pemberian Mp-Asi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia
6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pengasih Ii Kabupaten Kulon
Progo. Politeknik Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
Aulia, A. R. N. (2020) ‘Hubungan Kekurangan Energi Kronik Pada Ibu Hamil
Dengan Kejadian Bblr Di Puskesmas Pleret Bantul Tahun 2018’.
Available At: Www.Journal.Uta45jakarta.Ac.Id.
Ayu N, V. (2016) ‘Model Pelayanan Kesehatan (Studi Deskriptif Tentang Model
Pelayanan Program Antenatal Care Di Puskesmas Peterongan Kabupaten
Jombang)’, 4(3). Doi: 10.1016/J.Midw.2020.102780.
Carolin, B. T., Anggita, R. S., & Vivi, S. (2018) ‘Analisis Faktor Yang
Mempengruhi Status Gizi Balita (12-59 Bulan) Di Puskesmas Sukadiri
Kabupaten Tangerang Tahun 2018’, Jurnal Ilmu Dan Budaya, 41(66), Pp.
7835– 7846.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) Cara Pemberian Makanan
Pendamping Asi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi, A. (2017) ‘Gizi Pada Ibu Hamil’, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
1, Pp. 12–15.
Dewi, R., Siregar, U. E. And Baru, P. (2020) ‘Evaluasi Penggunaan Kombinasi
Zink Dan Probiotik Pada Penanggulangan Pasien Diare Anak Di Instalasi
Rawat Inap Rsud H . Abdul Manap Jambi Tahun 2020’, 6(2), Pp. 55–63.
Dinas Kesehatan Kota Denpasar (2020) ‘Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar
Tahun 2019 Oleh’, Journal Of Chemical Information And Modeling,
53(9), Pp. 1689–1699.
Diniyyah, S. R. (2017) ‘Asupan Energi , Protein Dan Lemak Dengan Kejadian
Gizi Kurang Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Suci , Gresik. Amerta
Nutrition’, 7(1), Pp. 341–350.
Hartati, S. And Nurazila, N. (2018) ‘Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru’, Jurnal
Endurance, 3(2), P. 400. Doi: 10.22216/Jen.V3i2.2962.
Hasanah, N. U. (2015) ‘Hubungan Dukungan Sosial Suami Terhadap
Kecenderungan Baby Blues Syndrome Pada Ibu Pasca Melahirkan (Studi
Kasus Rumah Sakit Umum Sigli Dan Bps Nurlaila)’, Kebidanan, Pp. 13–
54. Available At: Http://Etheses.Uin-Malang.Ac.Id/613/6/09410060 Bab
2.Pdf.
Idai (2015) ‘Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti Pada Bayi
Dan Batita Di Indonesia Untuk Mencegah Malnutrisi’, Ukk Nutrisi Dan
Penyakit Metabolik, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Doi:
10.1017/Cbo9781107415324.004.
Idai (2018) ‘Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Mpasi)’, Ukk Nutrisi
Dan Penyakit Metabolik Idai. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, P.
18.
Indonesia, K. K. R. (2019) Pedoman Pekan Asi Sedunia.
Irianto, A. (2004) Pengantar Pangan Dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Kemenkes (2016) Kurikulum Inti Pendidikan Diploma Iv Gizi, Kemenkes.
Kemenkes Ri (2014) Kurikulum Dan Modul Pelatihan K Ader Posyandu.
Kementerian Kesehatan Ri (2020) Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak,
Kementerian Kesehatan Ri.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2020) Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri
Anak. Indonesia.
Kementrian Kesehatan Ri (2011) Modul Pelatihan Konseling Mp-Asi Pedoman
Pelatih. Jakarta: Ditjend Bina Gizi Dan Kia.
Kurnia (2019) ‘Tentang Inisiasi Menyusu Dini Characteristics And Level Of
Knowledge Of Postpartum Mother About Early Initiation Of’, 3(1), Pp.
33–36.
Maghribi, M. A. F. (2019) ‘Hubungan Tingkat Konsumsi Protein Dan Zat Besi
Dengan Kekurangan Energi Kronis Dan Anemia Pada Wus Vegetarian
Pasraman Sri Sri Radha Rasesvara Badung’, Journal Of Chemical
Information And Modeling.
Mufida, L., Widyaningsih, T. D. And Maligan, J. M. (2013) ‘Prinsip Dasar
Makanan Pendamping Air Susu Ibu ( Mp-Asi ) Untuk Bayi 6 – 24 Bulan’,
3(4), P.(4), Pp. 1646–1651.
Mukhoirotin, M., Khusniyah, Z. And Susanti, L. (2015) ‘Hubungan Pengetahuan
Ibu Tentang Asi Eksklusif Dengan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif Di
Bpm Hj. Umi Salamah Peterongan Jombang’, Jurnal Edu Health, 5(2), Pp.
137–141.
Nasar, S. S. (2015) ‘Makanan Pendamping Asi (Mp-Asi): Pedoman Dan Prinsip
Pemberiannya’, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fkui-Rscm Divisi
Nutrisi Dan Penyakit Metabolik.
Nm, A. F. And Nk, A. S. (2021) ‘Determinan Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu
Menyusui Di Puskesmas I Denpasar Barat’, Jurnal Kebidanan, 10(1), P.
23. Doi: 10.26714/Jk.10.1.2021.23-34.
Nur Asiah, Henki Adisa Putra, R. S. (2020) ‘Pelaksanaan Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) Lansia Oleh Kader Di Wilayah Kerja Puskesmas Seulimeum
Kabupaten Aceh Besar’, 9(April), Pp. 42–50.
Nurtati, D. (2019) ‘Pengembangan Skill Kepemimpinan Kader Posyandu’,
Academia.Edu.
Putri, L. G. I. K., Astuti, I. W. And Putu, I. G. N. (2019) ‘Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Nutrisi Saat Menyusui Dengan Status Gizi Bayi
Umur 1-6 Bulan’, 1, Pp. 105–112.
Putri, W. C. W. S. Et Al. (2017) ‘Dasar-Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
( Puskesmas )’, Modul Pembekalanmanajemendan Programpuskesmas, P.
14.
Rahmatillah, D. K. (2018) ‘Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Tindakan
Terhadap Status Gizi Relationship Between Knowledge , Attitudes And
Practices And Nutritional Status’, Amerta Nutr, Pp. 106–112. Doi:
10.20473/Amnt.V2.I1.2018.106-112.
Rahmi H.G, I. (2017) ‘Telaah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Balita Di Kota Padang Berdasarkan Berat Badan Per Tinggi Badan
Menggunakan Metode Cart’, Eksakta: Berkala Ilmiah Bidang Mipa,
18(02), Pp. 86–99. Doi: 10.24036/Eksakta/Vol18-Iss02/59.
Ratufelan, E., Zainuddin, A., & J. (2018) ‘Hubungan Pola Makan, Ekonomi
Keluarga Dan Riwayat Infeksi Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita
Diwilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Tahun 2018’, Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 3(2), P. 3.
Rianasari, N. M. G. (2018) ‘Gambaran Tingkat Konsumsi Energi Dan Status Gizi
Mahasiswa Di Asrama Akademi Keperawatan Kesdam Ix Udayana
Denpasar’.
Ristanti, E., Harahap, P. S. And Subakir, S. (2020) ‘Faktor Yang Mempengaruhi
Status Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Paal V Kota Jambi’,
Journal Of Healthcare Technology And Medicine, 6(2), P. 742. Doi:
10.33143/Jhtm.V6i2.980.
Salmariantity (2012) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Pada Ibu
Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2012’, P. 114.
Sari, D. K. (2019) ‘Hubungan Antara Pendidikan Dan Kepatuhan Mengkonsumsi
Tablet Fe Terhadap Kader Hb Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ngoro
Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur’, Journal Of
Chemical Information And Modeling, 53(9), Pp. 1689–1699.
Setiawati, N. K. (2018) ‘Gambaran Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Serta
Keragaman Konsumsi Pangan Rumah Tangga Penduduk Desa Besan
Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung’.
Stephanie, P. And Kartika, S. K. A. (2016) ‘Gambaran Kejadian Kurang Energi
Kronik Dan Pola Makan Wanita Usia Subur Di Desa Pesinggahan
Kecamatan Dawan Klungkung Bali 2014’, 5(6), Pp. 1–6.
Sumarni, S. And Oktavianisya, N. (2018) ‘Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan
Pemberian Asi Eksklusif Usia > 6-12 Bulan Di Kecamatan Talango
Kabupaten Sumenep’, Wiraraja Medika, 7(1), Pp. 33–37. Doi:
10.24929/Fik.V7i1.380.
Vanessa Et Al. (2009) ‘Kepatuhan Konsumsi Tablet Tambah Darah Pada Ibu
Hamil Dengan Anemia Di Kabupaten Kulon Progo Dan Bantul’, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta, (2001), Pp. 8–30.
Yani, C. F. (2019) ‘Analisis Hubungan Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan
Pasien Di Puskesmas Mon Geudong Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe Tahun 2019’. Doi: 10.31219/Osf.Io/Kw3z4.
Wardani M. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Rw
06 Kelurahan Pancoran Mas Kecamatan Pancoran Mas –
Depok.Lib.Ui.Ac.Id/File?File=Digital/20311241-543277-%20faktor-
Faktor.Pdf.
Waryana. 2016. Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama. Yogyakarta.
Yuli, R. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas, Aplikasi Nanda,
Nic, Dan Noc. Jakarta: Tim.
Elli Yane Bangkele., A.D, Luh Ayu Febina., Soemardji, Wulan M.2018.
Hubungan Pengetahuan,Sikap, Dan Dukungan Suami Terhadap
Pemberian Asi Eksklusif Di Kelurahan Pengawu Wilayah Kerja
Puskesmas Nosarara. Jurnal Kesehatan Tadulako: Vol.4, No.2
Nopianti, Puji., Dewi, Afiska Prima., Abdullah., Muharramah, Alifiyanti.2021.
Hubungan Tingkat Kecukupan Protein, Pengetahuan Ibu, Status
Imunisasi Dan Status Infeksi Dengan Status Gizi (Bb/U) Balita Usia 12-
24 Bulan. Jurnal Gizi Aisyah : Vol.4, No.2.
Nurhayati, Tengku., Purba, Edy Marjuang., Sinaga, Siti Nurmawan., Seriati, Tetti
Situmorang., Marliani., Subroto, Edi. 2021. Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Dengan Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Di Puskesmas Melati
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2021.
Excellent Midwifery Journal : Vol.4,No.2.
Purba, Nanda Putri Wulandari. 2018. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Terhadap Praktik Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di
Posyandu Kelurahan Karawaci Baru, Kota Tangerang. Skripsi. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan.
Ramli, Riza. 2020. Hubungan Pengetahuan Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan
Pemberian Asi Eksklusif Di Kelurahan Sidotopo. Jurnal Promkes: The
Indonesian Journal Of Health Promotion And Health Education : Vol.8,
No.1.
Roring, Deiby Olivia., Nita, R., Kapantow, Nova H. 2018. Hubungan Antara
Asupan Energi Dengan Status Gizi Anak Kecamatan Poso Pesisir Utara
Kabupaten Poso. Jurnal Kesmas : Vol.7,No.5
Tempali, Sri Restu., Rafika, Rafika., Muliani, Muliani., Tondong, Henrietta
Imelda. 2018. Hubungan Konseling Menyusui Dengan Sikap Ibu Dalam
Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Tawaeli. Jurnal
Bidan Cerdas : Vol.1 No.1

Anda mungkin juga menyukai