Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA

PT. BANK BNI SYARIAH CABANG KOTA


MEDAN
Dosen Pengampu: Dr. Marliyah, M.Ag

Disusun Oleh:
Azzahra Tri Najla S. (0506202042)
Nabila Syafitri (0506202082)

MANAJEMEN 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA
UTARA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu tanpa kurang satu pun. Tak lupa juga kami
haturkan shalawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang menjadi
suri tauladan bagi kita.
Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini kami sangat mengharapkan bantuan dari
semua pihak terutama kepada dosen mata kuliah Fiqh Muamalah. Ucapan terima kasih kami
ucapkan kepada dosen mata kuliah Fiqh Muamalah yang telah membimbing dan memberi
arahan dari awal hingga akhir penulisan makalah ini, semoga selalu mendapatkan lindungan
dari Allah SWT. Sebagai seorang manusia biasa, kami menyadari bahwa di dalam makalah ini
masih terdapat kesalahan – kesalahan, baik dari segi isi maupun penulisannya. Untuk itu kami
menerima dengan tangan terbuka segala bentuk kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini
nantinya dapat sempurna. Akhir kata kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Terimakasih.

Medan, 26 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ii


DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Masalah ……………………………………………………………………. 5
1.2 Kajian Teori ……………………………………………………………….. 6
1.3 Metodologi ………………………………………………………………… 7
1.4 Temuan …………………………………………………………………….. 8
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jual Beli ………………………………………………………… 9
2.2 Dasar Hukum Akad Jual Beli ………………………………………………. 9 – 10
2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli ………………………………………………… 11 – 12
2.4 Macam – Macam Jenis Akad Jual Beli …………………………………….. 12 – 15
2.5 Analisis Pembiayaan Murabahah pada PT. Bank BNI Syariah
Cabang Kota Medan ………………………………………………………... 15 – 18

BAB III: PENUTUP ………………………………………………………………… xix

3
PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dalam berbagai
hal, termasuk dalam melakukan kegiatan ekonomi yang berupa jual beli untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Jual beli (bisnis) di masyarakat merupakan kegiatan yang selalu
dilakukan setiap waktu oleh semua manusia. Tetapi belum semua umat muslim melakukan jual
beli yang benar menurut hukum Islam. Bahkan ada juga yang tidak tau mengenai ketentuan –
ketentuan yang ditetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual beli atau bisnis. Di dalam al –
Qur’an dan hadist yang merupakan sumber hukum Islam banyak sekali memberikan contoh
mengenai mengatur bisnis yang benar dalam Islam. Ini bukan hanya untuk penjual, melainkan
untuk pembeli juga. Sekarang ini lebih banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan
daripada berpedoman dengan hukum – hukum Islam. Mereka hanya mengejar keuntungan
duniawi tanpa mengharapkan ridha dan barokah dari apa yang mereka kerjakan. Jual beli
diartikan sebagai “al – ba’i, al – Tijarah dan al – Mubadalah. Singkatnya jual beli merupakan
suatu perjanjian tukar menukar barang maupun benda yang mempunyai manfaat untuk
penggunaannya, dan kedua belah pihak sudah menyepakati perjanjian yang telah dibuat.

4
MASALAH

1. Bagaimana praktik akad pembiayaan murabahah pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Kota
Medan?
2. Berapa jumlah dana pembiayaan akad murabahah pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Kota
Medan pada tahun 2014 – 2018?
3. Berapa jumlah nasabah akad pembiayaan murabahah pada PT. Bank BNI Syariah Cabang
Kota Medan pada tahun 2014 – 2018?

5
KAJIAN TEORI

Jual beli (al – ba’yu) secara syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki
dan memberi kepemilikan. Jual beli atau perdagangan dalam istilah etimologi berarti menjual
atau mengganti (Abdul Rahman Ghazali, 2010). Jual beli memiliki dua arti. Pertama (arti
khusus) adalah menukar benda dengan mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau
tukar – menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus. Kedua (arti
umum) yaitu tukar – menukar harta menurut cara yang khusus, harta mencakup zat (barang)
atau uang (Hanafiah, 2015). Sedangkan menurut (Wirjono Projodikoro, 1991), jual beli
adalah suatu persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri wajib menyerahkan suatu barang
darn pihak lain wajib membayar harga, yang dimufakati mereka berdua

Jual beli dalam bahasa Indonesia berasal dari dua kata, yaitu ‘jual’ dan ‘beli’. Yang dimaksud
dengan jual beli adalah berdagang, berniaga, menjual, dan membeli barang. Menurut pasal 20
ayat 2 Komplikasi Hukum Ekonomi Syari’ah, ba’i adalah jual beli antara benda dan benda,
atau pertukaran antara benda dengan uang. (Mardani, 2012) Objek jual beli bukan hanya
barang (benda), tetapi juga manfaat, dengan syarat tukar – menukar berlaku selamanya, bukan
untuk sementara. Jadi ijarah (sewa – menyewa) tidak termasuk jual beli karena manfaatnya
hanya digunakan untuk sementara waktu, sesuai dengan perjanjian yang berlaku. Begitu juga
dengan i’arah (saling pinjam) tidak termasuk jual beli karena manfaatnya hanya berlaku
sementara waktu (Ahmad Wardi Muslich, 2015).

6
METODOLOGI

Menggunakan metode deskriptif kuantitatif karena mengambil sumber dari literature para ahli
(jurnal dan buku) serta melakukan penelitian dan wawancara langsung kepada orang – orang
yang bersangkutan di PT. Bank BNI Syariah Cabang Kota Medan

7
TEMUAN

Penulis melakukan wawancara dan penelitian lapangan pada orang – orang yang terlibat di PT.
Bank BNI Syariah Cabang Kota Medan seperti: Manager, Kepala bagian Keuangan, maupun
staff. Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Juni 2019, dan menghasilkan temuan berupa
perolehan data jumlah pembiayaan akad mubarahah pada tahun 2014 – 2018, serta data jumlah
nasabah yang menggunakan akad murabahah pada tahun 2014 – 2018.

Tabel 1.1 Akad Pembiayaan Murabahah di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan

No Tahun Dana Yang Disalurkan (Rp)


1 2015 25.249.613.303
2 2016 40.907.614.740
3 2017 79.738.631.206
4 2018 150.583.129.118
Jumlah 296.478.988.367

Tabel 1.2 Jumlah Nasabah Menggunakan Akad Murabahah di PT. Bank BNI Syariah Kantor
Cabang Medan

No Tahun Jumlah Nasabah (Orang/Unit)


1 2015 684
2 2016 877
3 2017 1055
4 2018 1633

8
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JUAL BELI


Jual beli dalam bahasa Arab berasal dari kata al – ba’yu yang berarti menjual, mengganti, dan
menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain). Kata al – ba’yu dalam bahasa Arab digunakan
untuk pengertian lawannya, yaitu kata: as – sya’ra. Dengan demikian kata al – ba’yu berarti
jual dan sekaligus merujuk ke kata beli. Sedangkan secara terminologi, ada beberapa definisi
yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah diantaranya: “saling menukarkan harta dengan harta
melalui cara tertentu” atau dengan arti “tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan sepadan
melalui cara tertentu yang bermanfaat.”

Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa makna pada pengertian diatas merujuk pada adanya ijab
dan qabul, atau bisa juga melalui saling memberikan barang dan menetapkan harga antara
penjual dan pembeli. Sayid Sabiq berpendapat bahwa jual beli diartikan sebagai “saling tukar
harta atas dasar suka sama suka”. Imam al –Nawawi juga memberi pendapat yang tidak jauh
dari apa yang sudah dijelaskan Abu Qudamah yaitu “saling menukar harta dengan perpindahan
milik dan kepemilikan.

Selain itu, ada perbedaan pendapat antara mazhab Hanafi dan Jumhur Ulama menyangkut
definisi harta. Menurut Jumhur Ulama, harta adalah materi dan manfaat sehingga boleh
dijualbelikan. Sedangkan ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta adalah sesuatu yang
mempunyai nilai sehingga hak – hak dan manfaat yang di dalamnya tidak bisa diperjualbelikan.

Jual beli adalah kegiatan tolong menolong antar sesama manusia yang mempunyai landasan
yang kuat baik di Islam, al – Qur’an, Sunnah, dan Ijma. Para ulama fiqh ber’ijma bahwa hukum
jual beli adalah mubah (boleh), mengingat manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan. Jadi, jual beli membantu mereka untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.
Akan tetapi, Imam al – Syatibi mengatakan bahwa hukum jual beli bisa berubah dari mubah
menjadi wajib dalam keadaan tertentu. Contoh: Jika suatu saat terjadi ikhiar (penimbunan
barang) sehingga stok menjadi terbatas dan harganya melonjak di pasaran, maka pemerintah
boleh memaksa para pedagang untuk menjual barang – barangnya sesuai harga pasar sebelum
terjadinya lonjakan harga. Praktik semacam ini umum dijumpai pada penimbunan kebutuhan
pokok seperti beras, minyak, gula pasir, BBM, dll yang membuat para penimbun kaya
sedangkan rakyat biasa menjadi tersiksa.

B. DASAR HUKUM AKAD JUAL BELI


Dasar hukum jual beli adalah al – Qur’an dan hadist, sebagaimana Allah telah berfirman:
❖ Surah Al – Baqarah (2): 275

‫شي ٰط ُن ِمنَ ال َم ِس ٰذلِكَ ِبا َ َّن ُهم‬ ُ ‫الر ٰبوا َّل َيقُو ُمونَ ا َِّّل َك َما َيقُو ُم الَّذِي َيتَ َخ َّب‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِ َ‫اَلَّذِينَ َيأ ُكلُون‬
‫ظة ِمن َّر ِبه‬ َ ‫الر ٰبوا فَ َمن َج ۤا َءه َمو ِع‬ ِ ‫قَالُ ْٓوا اِ َّن َما ال َبي ُع ِمث ُل‬
ٰ ‫الر ٰبوا َوا َ َح َّل‬
ِ ‫ّللاُ ال َبي َع َو َح َّر َم‬
ۤ ٰ ُ ‫عادَ فَا‬
َ‫ار ۚ هُم فِي َها ٰخ ِلدُون‬ ِ ‫ب ال َّن‬ ُ ٰ‫ول ِٕىكَ اَصح‬ َ ‫ّللا ۚ َو َمن‬ِ ٰ ‫ف َواَم ُر ْٓه اِلَى‬
َ َ‫سل‬َ ‫فَانتَهٰ ى فَلَه َما‬

“Orang – orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka

9
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat). Sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang – orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba)
maka orang itu adalah penghuni – penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.

❖ Surah An Nisa (4): 29

‫عن ت ََراض ِمن ُكم ۚ َو َّل‬ َ ‫ِّل اَن تَ ُكونَ ِت َج‬


َ ‫ارة‬ ِ ‫ٰ ْٓيا َ ُّي َها الَّذِينَ ٰا َمنُوا َّل تَأ ُكلُ ْٓوا اَم َوالَ ُكم َبي َن ُكم ِبال َب‬
ْٓ َّ ‫اط ِل ا‬
‫ّللا َكانَ ِب ُكم َر ِحيما‬ َ ٰ ‫س ُكم ۚ ا َِّن‬ َ ُ‫تَقتُلُ ْٓوا اَنف‬

“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.

❖ Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bazzar yang
berbunyi:

‫اى‬: ‫عن رفاعه بن رافع رضي للا عنه ان رسل للا صلى للا وسلم سشئل‬
(‫الكسب اطيب ؟ قل الرجل بيده وكل بيع مبرور (رواه البزر وصحه الحا كم‬

“Dari Ri’fah Ibn Rafi sesungguhnya Rasulullah pernah ditanya “usaha apa yang paling
baik?” Rasulullah SAW menjawab “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap
jual beli yang mabrur (jujur)”.

❖ Hadis Riyawat al – Baihaqi

َ ‫ِإ َّن َما ال َبي ُع‬


‫عن ت ََراض – رواه البيهقي‬

“Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling ridha (suka sama suka)”.

Berdasarkan dalil – dalil yang sudah tertera di atas, maka jelas bahwa hukum jual beli adalah
jaiz (boleh). Namun tidak menutup kemungkinan ada perubahan status jual beli, itu tergantung
pada terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun jual beli.

10
C. RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI
Setelah mengetahui pengertian dan dasar hukumnya, maka hal selanjutnya yang kita lakukan
adalah memperhatikan rukun dan syarat jual beli (bisnis). Rukun secara bahasa adalah hal yang
harus dipenuhi agar sahnya suatu pekerjaan (DIKNAS, 2002: 966). Sedangkan syarat adalah
ketentuan yang harus dikerjakan serta lakukan (DIKNAS, 2002: 1114).

Adapun rukun – rukun pada jual beli yaitu:


1. Akid, yaitu pihak – pihak yang melakukan transaksi jual beli yang meliputi penjual dan
pembeli. Baik itu pemilik asli maupun orang lain yang menjadi wali/wakil dari pemilik asli.
Sehingga dia memiliki hak untuk mentransaksikannya.
2. Ma’qud ‘Alaihi (objek akad). Harus jelas bentuk, kadar, dan sifat – sifatnya dan diketahui
secara jelas oleh penjual maupun pembeli. Jika barang yang diperjualbelikan adalah barang
samar, maka tidak sah jual beli tersebut karena di dalamnya ada unsur penipuan.
3. Shighat (ijab dan qabul). Ijab adalah perkataan dari penjual yang berupa “aku jual barang ini
kepadamu dengan harga sekian”. Kemudian pembeli berkata “aku beli” dan sebaliknya. Selain
itu, tidak berpisah lama antara ijab dan qabul nya, sebab jika terpisah lama membuat batalnya
qabul.

Sedangkan syarat – syarat pada jual beli yaitu:


1. Adanya akad (ijab qabul). Akad menurut bahasa adalah ikatan yang diantara ujung suatu
barang. Para ulama menjelaskan ada beberapa cara yang ditempuh dalam akad yaitu:
a) Dengan cara tulisan. Misalnya ketika dua orang yang ingin melakukan transaksi jual beli
berjauhan, makai jab qabul dilakukan dengan bentuk tulisan (kitbah)
b) Dengan cara isyarat bagi orang yang tidak dapat melakukan akad jual beli dengan ucapan atau
tulisan
c) Dengan cara ta’ahi (saling memberi). Misalnya ketika seseorang memberi sesuatu kepada
orang lain, orang yang diberi memberikan imbalan kepada orang yang memberinya tanpa
ditentukan besar nominalnya
d) Dengan cara lisan al – hal. Menurut ulama, apabila seseorang meninggalkan barang dihadapan
orang lain kemudian pergi meninggalkannya dan orang yang ditinggali barang tersebut hanya
diam saja maka telah ada akad ida’ (titipan) antara orang yang meletakkan barang titipan
dengan jalan dalalah al hal. Jual beli belum dikatakan sah sebelum adanya ijab dan qabul.
Karena ijab qabul menunjukkan tanda kerelaan (kesediaan).

2. Berkaitan dengan pihak – pihak tertentu, yaitu dengan kondisi yang sudah akil baligh dan
berkemampuan untuk memilih. Tidak sah hukumnya jika transaksi dilakukan oleh anak kecil
yang belum faham, orang gila, maupun orang yang dipaksa.
3. Berkaitan dengan objek jual belinya yaitu:
a) Objek jual beli merupakan barang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang haram,
karena barang yang dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan
b) Objek jual beli merupakan hak milik penuh, dimana seseorang bisa menjual barang yang bukan
miliknya denhan catatan apabila ia telah mendapat izin dari pemilik barang
c) Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah jika menjual burung yang terbang
di udara, menjual sapi yang kabur dari kendang, dan sebagainya. Transaksi semacam ini
diharamkan karena mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang yang tidak pasti kapan
bisa diserahkan.

11
d) Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak
sehingga terhindar dari gharar. Abu Hurairah berkata: “Rasulullah SAW melarang jual beli
hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang
yang akan dijual) dan jual beli gharar.

D. MACAM – MACAM AKAD JUAL BELI


1. MUDHARABAH
Mudharabah berasal dari kata adh – dharbu fil ardhi, yang berarti berjalan di muka bumi. Dan
berjalan di muka bumi pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha,
berdagang, atau berjihad di jalan Allah. Sedangkan menurut istilah Fiqh, mudharabah adalah
akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satunya memberi
modal pada orang lain, dan keuntungannya dibagi dua sesuai dengan kesepatan bersama.
Mudharabah hukumnya boleh berdasarkan dalil – dalil berikut:

“Hai orang – orang yang beriman! Penuhilah akad – akad itu…” (Q.S Al – Ma’idah:1)
“Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya dan hedaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…” (Q.S Al –
Baqarah: 283)

Adapun rukun mudharabah yaitu:


1. Modal
2. Jenis usaha
3. Keuntungan
4. Shighot (pelafalan transaksi)
5. Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola

Sedangkan syarat – syarat dalam mudharabah yaitu:


1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus pandai hukum
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kesediaan
mereka melakukan kontrak (akad) dengan memperhatikan:
a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad)
b) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak
c) Akad dituangkan secara tertulis atau menggunakan cara – cara komunikasi modern

3. Modal, yang berupa sejumlah uang maupun aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
pengelola (mudharib) untuk tujuan usaha dengan syarat:
a) Harus diketahui jumlah dan jenisnya
b) Dapat berbentuk yang maupun barang yang dapat dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
aset, maka aset tersebut harus dinilai pada saat akad
c) Tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib baik secara angsuran
maupun tidak

4. Keuntungan murdharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan yang harus dipenuhi:
a) Harus diperuntukkan untuk kedua pihak

12
b) Bagian keuntungan setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati
c) Penyedia dana menanggung semua kerugian, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian
apapun kecuali kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
a) Kegiatan usaha adalah urusan pengelola tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia
mempunyai hak untuk mengawasi
b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola untuk mencapai tujuan
mudharabah, yakni keuntungan
c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum sya’riah Islam

2. MUSYARAKAH
Musyarakah adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dengan pembagian
keuntungan secara bagi hasil. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106,
musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha, dimana
masing – masing pihak memberikan kontribusi dengan ketentuan bagi hasil secara kesepakatan
sedangkan kerugiannya berdasarkan kontribusi dana. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk
kas maupun aset non kas. Landasan hukum musyarakah terdapat dalam al – Qur’an dan hadist
sebagai berikut:

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh”. (Q.S As – Shaad: 24)

“Sesungguhnya Allah Azz awa Jalla berfirman, ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya”. (HR Abu Daud no 2936, dalam
kitab al – Buyu, dan hakim)

Adapun rukun dan ketentuan syariah dalam akad musyarakah yaitu:


1. Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah meliputi: Pelaku, objek musyawarah,
ijab qabul, nisbah keuntungan (bagi hasil)
2. Ketentuan syariah, meliputi: Pelaku yang pandai hukum serta baligh, dan ada objek
musyarakah
3. Modal, berupa uang tunai, emas, aset perdagangan, maupun aset tak berwujud seperti hak paten
dan lisensi. Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk tak berwujud maka harus ditentukan
nilainya terlenih dahulu
4. Kerja dimana partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyawarah, dan tidak
dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut bepartisipasi
5. Adanya ijab dan qabul sebagai wujud saling ridha diantara para pelaku akad
6. Nisbah (bagi hasil) yang harus disepakati oleh para mitra
7. Keuntungan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi, akan tetapi harus menggunakan realisasi
keuntungan
8. Berakhirnya akad musyarakah jika: Pertama, salah satu pihak menghentikan akad. Kedua, jika
salah seorang mitra meninggal maka bisa digantikan oleh ahli waris yang disetujui oleh mitra
lainnya. Ketiga, modal musyarakah habis

13
3. MURABAHAH
Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati. Dalam
ba’i murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Murabahah termasuk dalam kategori jual beli muthlaq
dan jual beli amanat. Disebut jual beli muthlaq karena objek akadnya berupa uang, sedangkan
disebut jual beli amanat karena dalam proses transaksinya penjual diharuskan secara jujur
menyampaikan harga perolehan dan keuntungan yang diambilnya ketika akad. Para ulama
telah sepakat kalau diperbolehkannya akad murabahah, tetapi baik al – Qur’an maupun hadist
tidak pernah secara langsung dan tersurat membicarakan tentang murabahah, walaupun di
dalamnya ada membahas mengenai perdagangan. Jadi, meskipun Imam Malik dan Imam
Syafi’i memperbolehkannya, tetapi tidak ada sumber yang memperkuat pendapat mereka.

Landasan hukum murabahah tidak tertulis secara tersurat di al – Qur’an maupun hadist, akan
tetapi didukung oleh mayoritas ulama dari kalangan sahabat. Adapun al – Qur’an membahas
tentang perdagangan saja, seperti berikut:

“…dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S Al – Baqarah: 275)
“Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan dari Rabbmu”. (Q.S Al –
Baqarah: 198)

Untuk rukun dan syarat pada murabahah tidak berbeda dengan jual beli (al – ba’i) pada
umumnya. Namun ada beberapa ketentuan khusus yang harus dipenuhi yaitu:
1. Adanya kejelasan informasi tentang besarnya modal awal (harga perolehan/harga beli) yang
semuanya harus diketahui pada saat akad
2. Keharusan untuk menjelaskan keuntungan yang penjual peroleh
3. Jual beli murabahah harus diakukan ketika barang sudah berada di tangan penjual.
4. Transaksi haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh melakukan jual beli murabahah
5. Akad wajib terhindar dari unsur riba, baik akad pertama maupun akad kedua dan seterusnya

Dalam praktiknya di Lembaga Keuangan Syariah (LKS), murabahah yang dipraktikkan adalah
Murahabah Li al – ‘Amir Bi asy – Syira’ yaitu transaksi jual beli dimana seorang nasabah
datang kepada pihak bank untuk membelikan sebuah barang dengan kriteria tertentu, dan ia
ingin membelinya secara murabahah, yakni sesuai harga pokok kemudian ditambah dengan
keuntungan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, dan nasabah akan melalukan
pembayaran secara cicilan berkala sesuai finansial yang ia miliki. Mengenai praktik li al –
‘amir bi al – Syira’ beberapa ulama ada yang berbeda pendapat. Ulama yang memperbolehkan
praktik ini adalah Sami Hamid, Ali Ahmad Salus, Shadiq Muhammad Amin. Adapun rincian
pendapat yang mereka kemukakan:
a. Hukum asal dalam muamalah diperbolehkan dan mubah, kecuali terdapat nash shahih yang
melarang dan mengharamkannya
b. Keumuman nash al – Qur’an dan hadis yang menunjukkan kehalalan segala bentuk jual beli,
kecuali ada dalil khusus yang melarangnya
c. Terdapat nash ulama fiqh yang mengakui keabsahan akad ini, diantaranya pernyataan Imam
Syafi’i dalam kitab al – Umm: “dan ketika seseorang memperlihatkan sebuah barang tertentu

14
kepada orang lain dan berkata: “belikanlah aku barang ini, dan akan kuberi margin sekian,”
kemudian orang tersebut membelikannya, maka jual beli tersebut diperbolehkan
d. Transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat
e. Pendapat yang memperbolehkan bentuk murabahah dimaksudkan untuk mempermudah
persoalan hidup manusia

Sedangkan ulama yang melarang dan mengharamkan praktik murabahah li al – amir bi al –


Syira’ antara lain: Muhammad Sulaiman al – Asyqar, Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Rafiq al –
Mishri, dll. Berikut pendapat yang mereka kemukakan:
a. Transaksi murabahah di LKS/bank sebenarnya bukan untuk melakukan jual beli, melainkan
hanya sekedar trik untuk menghalalkan riba
b. Transaksi murabahah termasuk jual beli ‘inah yang diharamkan. Jual beli ‘inah adalah
pinjaman ribawi yang direkayasa dengan praktik jual beli
c. Bank syariah dalam melakukan transaksi murabahah menjual barang yang tidak/belum
dimilikinya

Adapun aplikasi murabahah pada bank Syariah menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan
Bank Indonesia (2006) yang didasarkan pada Keputusan Fatwa Dewan Stariah Nasional dan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 yaitu:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas dari riba
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini
harus sah dan bebas dari riba
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara hutang
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual seharga nilai beli
plus keuntungan yang telah disepakati
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati pada jangka waktu yang disepakati pula
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan maupun kerusakan akad, pihak bank mengadakan
perjanjian khusus dengan nasabah
9. Jika bank ingin mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, dan prinsipnya menjadi milik bank

E. ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PT. BANK BNI SYARIAH


CABANG KOTA MEDAN
Secara garis besar, prosedur dan persyaratan penyaluran dana berdasarkan akad pembiayaan
murabahah di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan ditentukan dalam 2 persyaratan,
yaitu: Negosiasi pembiayaan murabahah antara bank dan calon nasabah, serta nasabah
melengkapi dokumen yang disyaratkan. Dokumen yang harus dipenuhi oleh nasabah antara
lain: Dokumen pribadi, legalitas usaha, dan dokumen pendukung usaha yang masing – masing
dijabarkan sebagai berikut:

15
Dokumen Pribadi yang meliputi:
• Formulir aplikasi permohonan pembiayaan
• Copy KTP / identitas pemohon
• Copy surat nikah / cerai (jika ada)
• Copy KTP / identitas diri / komisaris (Badan Usaha)
• Copy Kartu Keluarga
• Pas foto terakhir pemohon perorangan / pengurus badan usaha ukuran 4 x 6
• Curriculum Vitae pengurus

Legalitas usaha yang meliputi:


• Akta pendirian dan perubahan perusahaan
• Sirat keterangan usaha dari RT / RW setempat
• Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
• Tanda Daftar Perusahaan (TDP) / Tanda Daftar Rekanan (TDR)
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang wajib bagi wiraswasta dan pegawai untuk limt 500
juta
• Surat keterangan domisili usaha / perusahaan

Dokumen pendukung usaha yang meliputi:


• Copy rekening koran tabungan 6 bulan terakhir / 3 bulan untuk pegawai
• Copy bukti angsuran pinjaman bank lain (apabila ada)
• Neraca laba / rugi selama 2 tahun
• Data keuangan / cash flow
• Cash budget / rencana penarikan dan pelunasan

Setelah nasabah telah memenuhi persyaratan awal dengan melengkapi Dokumen Pribadi,
Legalitas Usaha, dan Dokumen Pendukung Usaha, maka prosedur selanjutnya yaitu
pemenuhan persyaratan, penandatanganan akad pembiayaan murabahah, pelaksanaan, serta
pengawasannya. Arti penting dari negosiasi ini seperti yang dijelaskah oleh Irma Devita
Purnamasari dan Suswinarno bahwa “Dalam akad murabahah, yang paling penting adalah
menegoisasikan harga barang dan jangka waktu cicilan antara nasabah dan bank”. Keterbukaan
dalam proses negoisasi akan memberi kejelasan antara dua pihak bahwa dalam rangkaian
prosedur serta persyaratan tidak ada yang disembunyikan, serta tidak ada pihak yang berbuat
curang.

Setelah nasabah memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pohak bank, seanjutnya nasabah
akan diminta untuk menandatangani akad pembiayaan murabahah. Pihak Bank Syariah
menggunakan dana pembiayaan murabahah untuk membeli barang dari pihak ketiga atau
barang yang diinginkan nasabah yang telah disepakati bersama baik dari jumlah, mutu, maupun
objek benda tersebut. Setelah pihak ketiga menerima uang pembelia barang dari Bank Syariah,
maka ia akan mengirimkan barang tersebut kepada nasabah. Nasabah yang telah menerima
barang / benda tersebut kemudian harus memenuhi ketentuan dalam akad pembiayaan
murabahah yang sudah ditandatangani.

16
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa murabahah merupakan akad jual beli, yang
dalam hal ini Bank Syariah sebagai penjual kebutuhan nasabah berdasarkan negosiasi yang
telah disepakati. Persyaratan dalam akad murabahah selain harga jual barang atau objek
barangnya, ada juga negosiasi ‘margin keuntungan’. Bank Syariah menentukan marjin
keuntungan sebagai bagian dari bisnis, karena haram hukumnya jika Bank Syariah mengambil
bunga bank.

Marjin keuntungan disebut juga harga lebih yang ditambahkan dari harga pokok suatu barang
yang menjadi objek pembiayaan murabahah. Angsuran marjin keuntungan bersifat tetap, tidak
berbunga – bunga dan merupakan nilai lebih yang menguntungkan untuk nasabah. Ketika
selesai proses penandatanganan akad pembiayaan murabahah, maka terjadi hukum diantara
para pihak dengan akibat hukum yang berlaku jika salah satu pihak melanggar ketentuan akad
pembiayaan murabahah. Data di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan menunjukkan
bahwa dari tahun ke tahun semakin banyak permintaan nasabah akan akad pembiayaan
murabahah sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 1.1 Akad Pembiayaan Murabahah di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan

No Tahun Dana Yang Disalurkan (Rp)


1 2015 25.249.613.303
2 2016 40.907.614.740
3 2017 79.738.631.206
4 2018 150.583.129.118
Jumlah 296.478.988.367

Sumber: Hasil Penelitian di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan, 18 Juni 2019

Berdasarkan tabel diatas, setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah dana pembiayaan
bedasarkan akad murabahah di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan. Tahun 2015
hanya berjumlah Rp. 25.249.613.303 kemudian meningkat di tahun 2016 menjadi Rp.
40.907.614.740, kemudian meningkat lagi di tahun 2017 menjadi sebesar Rp. 79.738.631.206,
dan terakhir di tahun 2018 sudah tercatat lebih dari 150 miliar.

Selain jumlah pendanaan pada akad murabahah meningkat tiap tahunnya, jumlah nasabah juga
semakin meningkat sebagaimana tertera pada tabel berikut.

Tabel 1.2 Jumlah Nasabah Menggunakan Akad Murabahah di PT. Bank BNI Syariah Kantor
Cabang Medan

No Tahun Jumlah Nasabah (Orang/Unit)


1 2015 684
2 2016 877

17
3 2017 1055
4 2018 1633

Sumber: Hasil Penelitian di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan, 18 Juni 2019

Berdasarkan tabel 1.1 dan 1.2 di atas, jumlah pendanaan akad murabahah dan jumlah nasabah
pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan yang menggunakan skim murabahah selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah di atas hanya memperlihatkan nasabah yang
menggunakan skim murabahah, sementara nasabah lain di PT. Bank BNI Syariah Kantor
Cabang Medan juga memanfaatkan jasa lain seperti tempat pembayaran tagihan listrik maupun
tabungan.

Salah satu aspek positif pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan adalah ketika dalam
penyaluran dan penghimpinan dana, tidak semata – mata khusus berlaku bagi nasabah yang
beragama Islam. Hal ini merupakan bentuk toleransi yang dilakukan Bank Syariah dengan
tidak memandang suku, budaya, dan agama. Menurut data di PT. Bank BNI Syariah Kantor
Cabang Medan, secara keseluruhan ada 1.200 nasabah non muslim yang menggunakan akad
pembiayaan murabahah.

18
KESIMPULAN
Jual beli dalam bahasa Arab berasal dari kata al – ba’yu yang berarti menjual, mengganti, dan
menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain). Jadi jual beli adalah kegiatan tolong menolong
antar sesama manusia yang mempunyai landasan yang kuat baik di Islam, al – Qur’an, Sunnah,
dan Ijma. Dasar hukum jual beli terdapat pada al – Qur’an surah Al – Baqarah (2): 275, An –
Nisa (4): 29, hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Bazaar, dan hadist riwayat Al –
Baihaqi. Untuk rukun jual beli dalam Islam sendiri ada 3 yaitu: Akid (pihak yang melakukan
transaksi jual beli), ma’qud ‘alaihi (objek yang akan diperjualbelikan), dan shighat (iab qabul).
Sedangkan untuk syarat jual beli yaitu: Adanya akad (ijab qabul), baik secara langsugng
maupun diwakilkan, pihak – pihak yang melakukan jual beli pandai hukum dan sudah
baligh/berakal, dan adanya objek jual beli yang jelas.

Akad jual beli terbagi menjadi tiga, yaitu:


1. Mudharabah, yaitu akad jual beli antara dua pihak dimana salah satu menjadi pemberi modal,
sedangkan salah seorang yang lain menjadi penjalan usahanya. Kemudian keuntungan usaha
akan dibagi dua
2. Musyarakah, yaitu akad jual beli antara dua pihak atau lebih dimana pembagian keuntungan
dilakukan dengan bagi hasil dan semua pihak harus berkontribusi.
3. Murabahah, yaitu akad jual beli dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati

Untuk analisis studi kasus pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Kota Medan diperoleh
kesimpulan bahwa praktik prosedur dalam penyaluran dana akad pembiayaan murabahah tidak
hanya dilakukan berdasarkan Hukum Islam, melainkan juga berdasarkan ketentuan Hukum
Perbankan Syariah, yaitu negoasiasi pembiayaan mubarahah ancara calon nasabah dengan
bank, kemudian dilanjutkan dengan pemenuhan dokumen yang disyaratkan seperti: Dokumen
Pribadi, Legalitas Usaha, dan Dokumen Pelindung Usaha.

19
DAFTAR PUSTAKA

MS, Syaifullah. 2014. Etika Jual Beli dalam Islam. Jurnal Studia Islamika. 11(2), h. 373 – 376

Shobirin. 2015. Jual Beli dalam Pandangan Islam. Jurnal Beli dalam Pandangan Islam. 3(2),
h. 242 – 245

Kushendar, Deden. 2010. Ensiklopedia Jual Beli dalam Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra

Siswadi. 2013. Jual Beli dalam Perspektif Islam. Jurnal Ummul Qura. 3(2), h. 62 – 63

Maruta, Heru. 2016. Akad Mudharabah, Musyarakah, dan Murabahah serta Aplikasinya dalam
Msyarakat. Jurnal Ilmu Ekonomi Kita. 5(1), h. 81 – 90

Madjid, Saleha St. Konsep Akad Murabahah dan Aplikasinya pada Perbankan Syariah. 2015.
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah. 1(1), h. 15

Ghazali, Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq. 2010. Fikh Muamalat. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group

Hasan, Akhmad Farroh. 2018. Fiqh Muamalah dari Klasik Hingga Kontemporerer. Malang:
UIN Maliki Press

Djuwaini, Dimyaudin. 2008 Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Rasjid, Sulaiman. 2010. Fiqh Islam, cet. XLX. Bandung: Sinar Baru Alglesindo

Al – Khalafi, Abdul Azhim bin Badawi. Al – Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, h. 359

Fahimah, Iim. 2019. Buku Daras Fiqh Muamalah. Bengkulu: IAIN Bengkulu

Syauqi, Fazlu Dziky Fatan. 2020. Akad Wakalah dalam Pembiayaan Murabahah di Perbankan
Syariah Ditinjau dari Fatwa DSN – MUI. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Penelitian di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan, 19 Juni 2019
Lubis, Mihammad Fadli. 2019. Akad Pembiayaan Murabahah dan Praktiknya Pada PT. Bank
BNI Syariah Kantor Cabang Medan. Medan: UIN Sumatera Utara

20

Anda mungkin juga menyukai