Anda di halaman 1dari 4

Nama : M.

Darwis Hanif

NPM : 20052008

Prodi : PLB Semester 2

Kasus Anak Tunalaras di Daerah Pringsewu

Anak Tunalaras merupakan anak yang memiliki hambatan pada emosi dan perilakunya.
Tunalaras dapat terjadi karena terdapat factor-factor baik masih dalam kandungan atau sesudah
anak lahir (factor lingkungan). Faktor yang terjadi di dalam kandungan bisa saja sang ibu
sedang dalam keadaan stress atau mengkomsumsi obat-obatan, sedangkan pada anak yang
sudah lahir (factor lingkungan) bisa saja terjadi karena anak ini berada di lingkungan yang
kurang sehat dan memiliki banyak kasus negative seperti kawasan yang memang banyak
terjadi criminal. Anak Tunalaras juga merupakan anak yang tunasosial karena memiliki
tingkah laku yang bertentangan dengan norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti
mencuri, mengganggu, menyakiti orang lain, dan perilaku criminal lainnya. Ciri utama dari
anak Tunalaras adalah susah mengontrol emosi, berbohong, hiperaktif, dan mudah tersinggung.
Jika mengambil contoh seperti apa anak Tunalaras, diantaranya adalah anak jalanan dan anak
punk. Anak jalanan dan anak punk termasuk anak tunalaras dalam klasifikasi tunalaras tingkat
rendah.

Pada kasus ini, saya ingin membagikan cerita saya tentang pertemuan saya dengan anak
Tunalaras. Saya sendiri tinggal di kota Pringsewu yang dimana kota ini merupakan kota kecil
namun selalu ramai baik itu pagi, siang dan malam. Pada waktu itu, saya masih duduk di
bangku SMA kelas 2 dan waktu itu, tepatnya pada malam minggu saya pergi keluar dari rumah
untuk bermain game di warnet. Beberapa jam kemudian, tepat pada pukul kurang lebih jam
22.00 wib, terjadi pemadaman listrik. Terpaksa saya harus menunggu karena waktu yang ada
di warnet tersebut belum habis. Sembari menunggu, saya mencoba keluar sebentar untuk
membeli beberapa makanan dan minuman bersama teman saya. Setalah sampai di warung,
terdapat ada anak jalanan yang sedang nongkrong disitu. Karena tepat berada di jalan yang
kami lewati, kami pun lewat dengan secara sopan sembari mengucapkan “Permisi mas ya,
numpang lewat”. Lalu, para anak jalanan tersebut hanya melihat kami saja dan baru beberapa
langkah melewati anak jalanan tersebut, ada satu anggota yang memanggil saya. Secara
automatis saya menghampiri tersebut dan menyuruh teman saya untuk membeli terlebih
dahulu. Setelah saya menghampiri anak jalanan tersebut, saya diberi pertanyaan darimana dan
mau melakukan apa disini. Saya menjawab dari warnet sebelah jalan sana dan kesini mau beli
beberapa makanan dan minuman. Lalu, anak ini bertanya lagi “Boleh minta nggak jajannya?”
tanya anak ini. Saya melihat sekeliling di tempat anak itu nongkrong dan saya melihat dia
masih mempunyai banyak makanan. “Waduh mas. Ini jajannya titipan temen. Bukan punya
saya, lagian itu jajan banyak lo mas” jawab saya setelah melihat sekeliling tersebut. Secara
tiba-tiba, anak ini menjawab dengan nada tinggi “Itu kan dh habis, lagian pelit amat cman
minta satu aja” jawab anak ini. “Bukannya pelit mas, cman kan ini saya belinya sedikit dan
saya juga belum makan pas saya mau kewarnet” jawab saya juga dengan nada sedikit tinggi.
Tak lama kemudian ada anggota jalanan yang masih satu kelompok dengan anak yang sedang
berbincang dengan saya datang menghampiri kami. Dia bertanya tentang keadaan dan kenapa
bisa sampai ribut. Dan anak ini menjelaskan bahwa saya tidak mau memberi makanan saya
satupun. “Wah.. masa nggak boleh minta, pelit donk orang ini” jawabnya setelah mengetahui
tersebut. Disitu saya sedang menjelaskan bahwa makanan yang saya beli hanya cukup untuk
saya saja. Tiba-tiba teman saya yang baru saja membeli jajan di warung tadi datang
menghampiri saya karena sudah membeli beberapa makanan dan minuman. Teman saya juga
bertanya tentang keadaan tersebut dan mengapa bisa sampai ada yang berteriak. “Itu jajannya
beli banyak, segini buat kamu sendiri? Emang rakus kamu ini” ucap anak jalanan ini dengan
tiba-tiba. Saya menjelaskan lagi bahwa makanan yang saya beli, ini kecampur sama teman
saya. Dan dia tidak percaya dan mencoba memaksa meminta makanan dan minuman yang
temen saya beli. Kami pun tidak menyerahkannya begitu saja dana saya mencoba untuk
menghindar namun kami tetap tidak bisa. Karena keributan tersebut semua anggotaanaka
jalanan ini menghampiri kami ber empat. Mereka menanyakan keadaan dan kenapa bisa
sampai ribut. Setelah dijelaskan oleh temannya yang berbicara sama saya, secara tidak spontan
mereka ikut menganggu kami untuk tidak kabur dan menyerahkan makananserta minuman
yang kami beli. “Waduh mas. Kalau begini saya nggak bisa balik donk” ucap saya. “Kalau
mau balik ya sini minta itu jajanannya, pelit amat cman minta satu doank” jawabnya dengan
nada tingi. “Kan udah saya bilang jajan ini cukup untuk kami berdua. Mas pendengarannya
kurang baik ya?” jawab saya. Tanpa aba-aba, anak yang berbicara pada saya ini maju dan
menghempas kan satu pukulan ke saya. Secara tidak langsung saya menghindar dan saya
bertanya kenapa anak ini memukul saya. “Ngomong apa barusan? Jangan sembarangan ya, kita
orang ini mintanya baik-baik loh. Kok malah kamu jawabnya nggak sopan. Tinggal kasih aja
apa susahnya sih” jawabnya dengan nada marah. Mungkin saja, anak ini menghempaskan
pukulan ke saya karena anak ini tersinggung dengan apa yang saya bilang barusan. Dan kami
pun terpaksa melakukan bela diri, tetapi tidak melakukan serangan balik, hanya menghindar
dan menahan serangan. Anak ini memukul sambil teriak begitu kencang dan tiap pukulan yang
dihempaskan begitu kuat, sampai akhirnya penjaga warung dan seorang paman yang sedang
makan di warung tersebut menghampiri dan mencoba memisahkan perkelahian antara kami
dan anak jalnan tersebut. Dengan sigap penjaga warung menangkap anak yang memukul saya
ini dan paman ini membantu saya untuk lari dari tempat itu melalui jalur lain. Setelah kami
berhasil kabur, saya sempat ditanya oleh paman ini kenapa bisa ribut begitu. Saya menjelaskan
kejadian tersebut dan paman ini seperti biasa saja. “Owh… seharusnya kalian abaikan saja.
Jangan ngomong panjang lebar. Kalau kalian nggak panjang lebar, kalian nggak bakal kena
kejadian ini” jawab paman tersebut. Disitu kami meminta maaf atas keributan tersebut dan
kami langsung kembali ke warnet.

Dari kejadian tersebut saya masih heran kenapa mereka melakukan tindakan anarkis
tersebut, padahal jelas-jelas kalau anak itu lah yang salah karena memaksa kehendak saya
untuk memberi makanan ke anak jalanan tersebut. Setelah 3 tahun lamanya, akhirnya saya
mengetahui kasus yang saya alami tersebut. Ternyata anak itu mengalami gangguan
mengontrol emosi dan perilakunya atau disebut dengan anak Tunalaras. Seperti yang sudah di
jelaskan bahwa anak Tunalaras ini mengalami kesusahan dalam mengontrol emosinya dan
selalu bertentangan dengan norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku. Di daerah saya
sendiri, tepatnya di Pringsewu anak Tunalaras poulasinya tidak begitu banyak dan tidak begitu
sedikit. Namun, keberadaannya membuat resah para masyarakat daerah sini. Kasusnya tidak
hanya yang saya ceritakan saja, ternyata kasusnya lumayan banyak. Seperti kasus saat ada
konser band ternama di daerah saya. Terdapat anak punk yang berjoget di depan panggung,
namun lama kelamaan makin anarkis dan berujung pada perkelahian. Setelah saya bertanya
mengapa hal tersebut menjadi anarkis kepada teman saya yang kebetulan jadi melihat kejadian
tersebut, teman saya menjawab karena ada orang yang tak sengaja ikut joget dan menyenggol
anak punk tersebut yang kebetulan sedang berjoget juga. Karena tak terima di senggol akhirnya
terjadi perkelahian. Hal ini membuat saya makin waspada terhadap anak Tunalaras ini dan
ingin mempelajari anak Tunalaras ini agar bisa memahami lebih dalam lagi.

Anda mungkin juga menyukai