Anda di halaman 1dari 2

Saat masih TK saya adalah anak yang nakal banyak bertingkah dan tidak kenal bahaya.

Hal
ini mengakibatkan saya kerap mengganggu teman-teman saya baik yang laki dan perempuan.
Saat itu setiap kali saya dimarahi/dilaporkan ke guru saya menanggis karena saya tidak mau
dipersalahkan. Setiap pulang sekolah teman-teman saya kerap melaporkan ke orang tua saya.
Saya teringat dengan salah satu peristiwa dimana saya mengalami kejadian tidak
menyenangkan, yaitu dipanggil guru ke ruang guru, karena saya berkelahi dengan teman.
Saya yang memang nakal tidak tahu bahwa dia akan melawan. Perlawanan teman saya
menimbulkan rasa ingin menang dari dia, say pun mulai membalas setiap pukulanya. Pada
akhirnya kami berdamai dan kembali ke kelas.
Mengijak SD saya masih nakal tetapi menjadi lebih paham siapa yang bisa melawan atau
melapor ke guru atau orang tua saya. Waktu SD saya menjadi aktif dan sering berkelahi,
perkelahian ini terjadi awalnya hanya bercanda, seperti bermain menjadi “pahlawan dan
penjahat”. Hingga suatu hari teman saya mengajak saya bercanda biasanya sesudah berkelahi
atau bercanda berujung perkelahian kami saling meminta maaf sedangkan teman saya yang
ini tidak. Tetapi semakin lama dia menjadi jadi. Saya yang sudah mengembangkan sifat
mudah marah, akhrinya tidak tahan saya memendam rasa marah tersebut, saat memuncak
saya dengan penuh amarah mengambil kater dan jangka, saya ingin sekali menikam teman
saya, akhirnya saya di panggil guru dan di nasehati. Semenjak kejadian tersebut saya tidak
pernah satu kelas dengan teman saya lagi.
Pada masa SMP saya pertama kali masuk mengalami culture shock karena saya yang sekolah
di swasta masuk ke sekolah negri. Hal ini mengakibatkan saya membutuhkan waktu bagi
memproses semua hal. Saat itu saya juga sadar bahwa saya bukanla yang paling kuat dan
nakal di SMP. Hal ini menjadikan saya korban perundungan. Karena saya dianggap aneh dan
berbeda, masa ini saya juga mengalami minder karena perundungan tersebut. Waktu itu saya
dituduh menghilangkan kunci di kelas, kemudian saya di bawa ke BK, saat sudah sampai
teman saya tiba-tiba meberikan kunci tersebut, sontak saya yang masih belum terbentuk
mentalnya, marah dan menangis meninggalkan sekolah hingga ke pinggir jalan. Disana
teman saya mulai menenangkan saya dan meminta maaf. Saya pun kembali ke kelas,
pembulian tersebut terjadi selama 1 tahun.
Waktu SMA saya merasa perbedaan yang sangat jauh dengan SMP. Di SMA teman saya
lebih baik daripada yang ada di SMP. Saya mersa bahagia di SMA, bertemu teman yang bisa
diajak gila-gilaan, tidur di kelas, bermain game bersama, dan bisa bekerja sama. Teman dekat
se waktu SMP saya kebetulan juga sekolah di SMA yang sama, sehingga saya lebih bahagia
lagi jika bosan bertemu dengan mereka. Saya ingat ada anak kecil, anak dari ibu kantin di
sekolah, setiap istirahat pasti bermain di depan kelas saya. Anak itu nakal dan usil hampir
seperti saya. Pada suatu ketika anak tersebut mengganggu saya, saya yang tidak suka
mendorongnya anak tersebut kemudian makin menjadi. Seperti meludahi saya, melempar
saya. Hingga akhirnya saya mengambil tonkat untuk menjauhkanya dari saya, saat itu dia
mau melampar batu ke saya, dengan sontak saya mengarahkan tongkat ke tanganya sehingga
batunya jatuh, saat itu juga ibunya lewat, dan dia seketika “menangis”. Saya yang tahu itu
adalah ide liciknya seketika menjelaskan kepada ibunya, anak tersebut kemudian di jewer dan
di bawa pulang. Anak tersebut merupaka nbukti jika seseorang anak tidak di awasi
pegaulanya akan menimbulkan dampak yang buruk, terlebih lagi jarak usia antara anak
tersebut dengan angkatan saya kurang lebih 10 tahun.
1. Peran psikologi dalam pendidikan menurut saya, psikologi membantu memaha
mi bagaimana perkembangan mental seorang anak, sehingga kita tahu apa yang sehar
usnya diberikan, atau mengetahui potensi yang dimiliki. Terlebih lagi dalam jenjang a
kademik, dengan mengetahui aspek pendukung akademik yang terutama aspek mental,
kita bisa mengarahkan anak ke tujuan yang pasti.

2. Menurut pendapat saya psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari


keadaan mental yang berkembang dan bertumbuh selaras dengan kemampuan belajar.
Kemampuan belajar secara kognitif, afektif, dan psikomotorik akan terus berkembang
dengan bertambanya usia, begitu juga keadaan mental seseorang.

Anda mungkin juga menyukai