Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH DESAIN GTSL TERHADAP FUNGSI FONETIK

Oleh :
Ida Bagus Bianta Indra Karang
1906122010034

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puja dan puji syukur kehadiran-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Makalah Prostodonsia tentang “Pengaruh Desain GTSL Terhadap Fungsi
Fonetik” dengan baik.
Adapun tugas ini penulis buat semaksimal mungkin dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini belum sempurna sehingga sanggatlah
wajar bila penyusunan tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis memperkenankan pembaca memberi saran maupun kritik, sehingga
penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga dari Tugas Makalah
Prostodonsia tentang “Pengaruh Desain GTSL Terhadap Fungsi Fonetik” ini
dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi
terhadap pembaca.

Denpasar, 04 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan..................................................................3
2.2 Desain Gigi Tiruan....................................................................................3
2.3 Fonetik.......................................................................................................5
2.4 Klasifikasi Suara........................................................................................6
BAB III....................................................................................................................8
3.1 Pengucapan Yang Terpengaruhi...............................................................8
3.2 Etologi kelainan gigi geligi.......................................................................8
3.3 Pengaruh Desain GTSL Terhadap Fungsi Fonetik....................................9
3.4 Tahapan Desain GTSL..............................................................................9
BAB IV..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara adalah salah satu cara berkomunikasi, termasuk melalui tulisan,
gerakan tangan, dan bahasa tubuh lainnya. Atribut bicara meliputi nada vokal,
volume dan kualitas suara, pelafalan huruf vokal dan konsonan, diftong dan
campuran semua ini dalam kurikulum kata, kecepatan bicara, aksen kata dan
ritme.
Proses bicara dan perkembangan bahasa pada bayi dan anak tidak dapat terjadi
dengan sendirinya. Perlu ada proses pembelajaran, seperti mengajak bayi dan
anak-anak berbicara, agar anak bisa berbicara, meski terdengar tidak begitu jelas.
Akibatnya, anak tunarungu umumnya tidak dapat berbicara. Proses berbicara
merupakan kegiatan yang terkoordinasi antara kontraksi otot-otot pernafasan,
laring, palatum, palatum, lidah, bibir dan gigi serta dipersarafi oleh susunan saraf
pusat.
Komponen-komponen berbicara tersebut sanggatlah penting. Jika ada salah
satu yang terganggu akan menyebabkan seseorang untuk susah berbicara, bahkan
sampai tidak bisa berbicara. Namun kasus kehilangan gigi geligi sering terjadi
sehingga menyebabkan seseorang susah untuk berbicara. Maka dari itu
dibutuhkan gigi tiruan desain yang tepat untuk mengembalikan fungsi bicara
tersebut.
Pemakaian gigi tiruan mampu meningkatkan fungsi fonetik, tetapi di lain
pihak pemakaian gigi tiruan ini dapat mengakibatkan kelainan bicara. Pemakaian
gigi tiruan dengan basis yang menutupi seluruh permukaan palatum keras, akan
mengalami kegagalan fonetik. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi organ
fonetik pemakai gigi tiruan sebagian adalah posisi konektor utama.
Konektor utama merupakan bagian geligi tiruan sebagian lepasan yang
menghubungkan bagian protesa yang terletak pada salah satu sisi rahang dengan
yang ada pada sisi lainnya. Konektor utama dapat terbuat dari metal atau resin
akrilik. Penutupan palatum oleh basis erat kaitannya dengan perubahan kualitas
suara bicara karena akan terjadi perubahan dan penyempitan ruang resonator.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengucapan huruf apa saja yang terganggu jika ada kelainan di rongga
mulut?
2. Bagaimana etiologi kelainan gigi geligi bisa terjadi?
3. Seberapa besar pengaruh desain GTSL terhadap fungsi fonetik?
4. Apa saja yang tahapan untuk mendesain GTSL?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengucapan huruf apa saja yang terganggu jika ada
kelainan di rongga mulut.
2. Untuk mengetahui Bagaimana etiologi kelainan gigi geligi bisa terjadi.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh desain GTSL terhadap fungsi
fonetik.
4. Untuk mengetahui apa saja yang tahapan untuk mendesain GTSL.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini ialah untuk menambah pengetahuan
serta wawasan pembaca mengenai pengaruh desain GTSL terhadap fungsi
fonetik. Selain itu, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pada pengembangan ilmu dan teknologi kedokteran terutama di
bidang prostodontik kedokteran gigi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
a. Pengertian gigi tiruan sebagian lepasan
Gigi tiruan sebagian lepasan adalah alat yang digunakan untuk
mengembalikan sebagian dari gigi asli yang hilang, penopang utama
adalah jaringan lunak di bawah plast dasar dan penopang tambahan dari
sisa gigi asli yang dipilih sebagai penyangga (Lengkong, et al., 2015). Gigi
tiruan sebagian lepasan fleksibel adalah gigi tiruan dengan basis
biokompatibel, khususnya nilon termoplastik, yang memiliki sifat fisik
bebas monomer sehingga tidak menimbulkan reaksi alergi dan tanpa unsur
logam yang dapat merusak estetika (Soesetijo, 2016).
b. Fungsi gigi tiruan Sebagian lepasan
Untuk menghindari efek yang tidak diinginkan akibat kehilangan gigi
tanpa penggantian, maka dibuatlah alat buatan untuk menggantikan gigi
yang hilang. Fungsi gigi tiruan sebagian lepasan adalah untuk
mengembalikan kemampuan mengunyah, fonetik, estetik, bahasa, dan
mencegah migrasi gigi. (Gunadi & Margo, 1991).
2.2 Desain Gigi Tiruan
Perencanaan dalam membuat desain merupakan salah satu langkah terpenting
dan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan protesis. Paling tidak,
desain yang benar dapat mencegah kerusakan jaringan di mulut akibat kesalahan
yang seharusnya tidak terjadi dan tidak bisa diperhitungkan. Ada empat fase
desain prostetik, yaitu: (Gunadi & Margo, 1991).
1. Tahap I Menentukan Kelas dari Daerah Tak Bergigi
Tentukan kelas masing-masing daerah tak bergigi. Area tak bergigi di
lengkung gigi dapat bervariasi dalam panjang, variasi, dan lokasi. Semua
ini mempengaruhi desain protesis, baik dalam bentuk sadel, konektor, dan
penyangga. Klasifikasi gigi tiruan sebagian lepasan pertama kali
dikemukakan oleh Dr. Edward Kennedy Pada tahun 1925, Kennedy
membagi klasifikasinya menjadi empat kelas sebagai berikut:

3
4

a. Kelas I : daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi


yang masih ada dan berada pada kedua sisi rahang bilateral.
b. Kelas II : daerah tak bergigi terletak dibagikan posterior dari gigi
yang masih ada, tetapi pada salah satu sisi rahang saja unilateral.
c. Kelas III : daerah tak bergigi terletak di antara gigi yang masih ada
di bagian posterior maupun anterior.
d. Kelas IV : daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari
gigi–gigi yang masih ada dan melewati garis tengah rahang.

Gambar 2. 1 Klasifikasi Daerah Tak ber-Gigi Menurut Kennedy

2. Tahap II Menentukan Macam Dukungan dari Setiap Sadel


Ada dua jenis daerah edentulous, yaitu daerah tertutup (paradental) dan
daerah ujung bebas. Ada dua penyangga sadel paradental, yaitu
penyangga gigi dan selaput lendir.
3. Tahap III Menentukan Jenis Penahan
Ada dua macam penahan (retainer) untuk gigi tiruan yaitu :
a. Penahan langsung (direct retainer), yang diperlukan untuk setiap
gigi tiruan.
b. Retainer tidak langsung (Indirect retainer) yang tidak selalu
diperlukan untuk semua gigi tiruan. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan ketika menentukan penghalang mana yang akan
diterapkan meliputi:
5

a) Penyangga sadel Mengacu pada spesifikasi jenis pegangan yang


akan digunakan dan gigi penyangga yang diperlukan.
b) Stabilisasi protesa gigi Hal ini mengacu pada jumlah dan jenis gigi
pendukung yang ada dan yang akan digunakan.
c) Estetika Ini berhubungan dengan bentuk atau tipe cengkeram serta
lokasi dari gigi penyangga.
4. Tahap IV Menentukan Jenis Konektor
Dalam kasus protesa resin, konektor yang digunakan biasanya berbentuk
pelat, jenis konektor yang digunakan dalam pembuatan gigi tiruan
sebagian lepasan yang terbuat dari resin akrilik adalah:
a. Konektor berbentuk full plate Indikasi pemakaiannya untuk kasus
kelas I dan kelas II Kennedy.
b. Konektor berbentuk seperti horse shoe (Tapal Kuda) Indikasi
pemakaiannya untuk gigi rahang atas dan rahang bawah, yang
kehilangan satu atau lebih gigi pada anterior dan posterior atas
yang luas.
2.3 Fonetik
Fonasi berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu phone yang berarti bunyi
(suara). Ahli linguistik (Kenstowicz & Kisseberth, 1979) menafsirkan fonetik
sebagai bunyi atau suara yang dihasilkan oleh manusia yang bertujuan untuk
berkomunikasi dan memiliki unsur menyampaikan pesan. Sementara bunyi atau
suara seperti batuk, helaan nafas ataupun bunyi bersiul itu tidaklah masuk dalam
fonetik.
Proses fonasi dibagi dalam lima tahap yaitu pernafasan, vokal, resonansi,
artikulasi, dan kontrol. Rongga mulut adalah organ yang sangat penting dalam
fase artikulasi, melalui gerakan mandibula, lidah, bibir gigi dan langit-langit.
Untuk menghasilkan bunyi semua konsonan, lidah berkontak dengan gigi,
alveolar, hard palate dan soft palate.
6

2.4 Klasifikasi Suara


Secara umum, bunyi dibagi menjadi konsonan dan vokal. Bunyi vokal
merupakan bunyi yang berdiri sendiri, artinya bunyi yang berasal dari diafragma
keluar tanpa gangguan dari resonator atau artikulator. Bunyi vokal meliputi A, I,
U, E, dan O. Sedangkan bunyi konsonan adalah bunyi yang terbentuk satu kali
melalui proses pembentukan bunyi. Produk suara dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Suara Labial
Suara labial terdiri dari b, p dan m. Saat mengucapkan huruf ini, nafas
intraoral disimpan di belakang bibir yang tertutup. Lengkungan labial yang
terletak di bagian labial gigi menjadi penghalang untuk menutupnya bibir
sehingga menyebabkan perubahan suara.
b. Suara Labiodental
Suara labiodental terdiri dari konsonan f, v, w, dan ph. Huruf-huruf ini
dibentuk oleh aliran udara melalui kontak antara tepi gigi seri atas dan
sepertiga atas bibir bawah. Lengkungan labial dan posisi gigi depan dapat
mempengaruhi pengucapan huruf ini.
c. Suara Linguodental
Suara “th” yang terdapat pada suara linguodental tercipta ketika aliran
udara dikeluarkan melalui ujung lidah, dimana gigi depan atas dan bawah
menyentuh ujung lidah.
d. Suara Linguopalatal (anterior)
Suara yang dihasilkan oleh bagian linguopalatal anterior cukup banyak
dan terdiri dari konsonan c, j, d, t, n, s dan z.
Konsonan c dan j dibentuk dengan lidah bersentuhan dengan langit-langit
depan dan kemudian angin dilepaskan mengikuti alur lidah. Konsonan d, t, dan
n dihasilkan ketika ujung lidah berkontak dengan palatum anterior, soket, atau
bagian palatal gigi anterior, dan sisi lidah berkontak erat dengan gigi dan gusi.
Konsonan s dan z dibuat oleh garis tengah lidah yang sempit, yang sebagian
dilalui oleh aliran udara tepat di seberang tepi gigi. Tepi lateral lidah berkontak
dengan gigi dan gingiva berkontak dengan tepi insisal insisivus atas pada
overbite dengan insisivus bawah.
7
8

e. Suara Linguopalatal (posterior)


Suara linguopalatina posterior terdiri dari huruf r dan l. Konsonan L dibuat
oleh kontak antara ujung lidah dan atap mulut, tepi lateral lidah diturunkan
sehingga aliran udara melewati kedua sisi, dan ketika suara ini dibuat, gigi
atas dan bawah berdekatan tetapi tidak saling terkait Kontak. Ada sedikit
perbedaan dalam pengucapan konsonan L dan R, ketika pengucapan R lidah
yang bersentuhan dengan langit-langit mulut, kemudian lidah bergetar ke arah
rugae palatina.
f. Suara Linguopalatal (soft palate)
Konsonan yang terdapat di linguopalatal (soft palate) adalah k, g dan ng.
Konsonan ini dibuat oleh kontak lidah dengan palatal lunak. Konsonan ini
jarang dipengaruhi benda asing di mulut Anda, tetapi konsonan ini terganggu
jika Anda memiliki langit-langit mulut sumbing atau penyakit lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengucapan Yang Terpengaruhi
Rongga mulut dan sinus maksilaris dalam hal ini berfungsi sebagai ruang
resonator. Resonator adalah ruang yang memungkinkan terjadinya proses
resonansi, yaitu proses yang melengkapi terbentuknya suara, dimana molekul-
molekul udara bergetar. Prosedur terjadinya suara berawal dari laring, lidah,
palatum dan dibantu gigi geligi sehingga akhirnya terbentuk suara.
Jika terdapat kelainan pada salah satu atau beberapa komponen pembentuk
suara tersebut akan banyak huruf konsonan yang terganggu. Seperti suara labial
(b, p, dan m); suara labiodental (f, v, w dan ph); suara linguodental (th); suara
linguopalatal anterior dan posterior (c, j, d, t, n, s, z, l, dan r); serta suara
linguopalatal pada soft palate (k, g, dan ng).
3.2 Etologi kelainan gigi geligi
Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor. Beberapa di antaranya adalah :
a. Trauma
Trauma adalah kerusakan atau cedera yang disebabkan oleh tindakan fisik
dan ditandai dengan terganggunya kontinuitas normal struktur suatu jaringan.
Kehilangan gigi akibat trauma terutama disebabkan oleh benturan atau
pukulan yang kuat. Hilangnya kontinuitas gigi dapat menyebabkan terjadinya
nekrosis gigi pada jaringan periodontal, sehingga ada kemungkinan terjadinya
infeksi dan jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan hilangnya gigi.
(Maulana, et al., 2016)
b. Penyakit
 Karies
Karies merupakan penyebab utama dari kehilangan gigi (Anshary, et al.,
2014). Karies adalah penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pada karbohidrat
yang dapat difermentasi. Tanda-tanda gigi berlubang adalah demineralisasi
bahan keras gigi, diikuti dengan penghancuran bahan organik. (Hidayat &
Tandiari, 2016). Teori penyebab karies gigi terdiri dari empat faktor yaitu host
yang meliputi gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat, serta waktu dan

9
10

lamanya proses interaksi antar faktor tersebut. Karies gigi yang tidak diobati
dapat menjadi lebih buruk, menyebabkan rasa sakit, dan mungkin
menyebabkan kehilangan gigi (Anshary, et al., 2014).
 Penyakit periodontal
Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi pada jaringan yang
mengelilingi dan menopang gigi. Penyakit periodontal adalah penyebab
kehilangan gigi (Anshary, et al., 2014). Penyakit periodontal mempengaruhi
kehilangan gigi yang disebabkan oleh infeksi jaringan pendukung gigi yang
jika tidak ditangani akan menyebabkan resorpsi tulang alveolar dan resesi
gusi, yang mengakibatkan kehilangan gigi (Maulana, et al., 2016). Penyakit
periodontal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis adalah iritasi atau peradangan pada gusi yang disebabkan oleh plak
bakteri yang menumpuk di antara gigi dan gusi. Gingivitis yang tidak diobati
akan berkembang dan mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal,
dan sementum, kondisi ini dikenal sebagai periodontitis. Selama proses
periodontitis, semakin banyak terjadi resorpsi tulang yang jika tidak dirawat
dengan benar dapat menyebabkan kehilangan gigi (Notohartojo & Sihombing,
2015).
3.3 Pengaruh Desain GTSL Terhadap Fungsi Fonetik
Alat bicara yang tidak lengkap dan kurang sempurna dapat mempengaruhi
suara pasien, misalnya pada pasien yang kehilangan gigi depan atas dan bawah.
Kesulitan berbicara mungkin timbul, meskipun hanya sementara. Dalam hal ini,
gigi tiruan dapat meningkatkan dan memulihkan kemampuan berbahasa, terutama
pengucapan huruf-huruf konsonan. Yang berarti dapat mengucapkan kata-kata
kembali dan berbicara dengan jelas, terutama dengan lawan bicara (Gunadi &
Margo, 1991).
3.4 Tahapan Desain GTSL
Untuk mendesain GTSL yang tepat sehingga dapat memulihkan kemampuan
berbahasa pasien, harus disesuaikan dengan kondisi rongga mulut pasien.
Tahapannya sebagai berikut :
1) Pemeriksaan intraoral dan ekstra oral dilakukan terlebih dahulu untuk
menentukan diagnosis serta desain gigi tiruan yang tepat. Perlu diketahui juga
11

riwayat yang berhubungan dengan gigi. Seperti : sudah berapa lama tak
bergigi, kapan terakhir cabut gigi, sebab pencabutan gigi jika ada, dan
penggunaan riwayat gigi tiruan sebelumnya.
2) Setelah itu dapat dilakukan diagnosis klinis terkait missing teeth. Kemudian
menentukan Klasifikasi GTSL beserta indikasi perawatannya.
3) Tahap selanjutnya adalah melakukan cetak pendahuluan sebagai model study
baik itu rahang atas maupun rahang bawah sesuai dengan klasifikasi.
4) Kemudian dilakukan tahapan surveyor. Ini merupakan langkah penting dalam
fabrikasi prostetik, yang merupakan prosedur diagnostik yang dapat
menganalisis hubungan dimensional antara jaringan lunak dan keras mulut.
Penting untuk menentukan gigi mana yang akan digunakan sebagai
penyangga, di mana cengkeram akan ditempatkan, dan lain-lain. Setelah
analisis ini, rute penyisipan terbaik untuk protesa yang akan dibuat ditentukan.
Pengukuran memungkinkan pembuatan gigi palsu yang mudah dipasang dan
dilepas oleh pengguna, enak dipandang dan dapat menahan kekuatan yang
cenderung menarik protesa keluar dari tempatnya. Penggunaan surveyor
dimaksudkan untuk menentukan batas dan bentuk pola malam, mengukur
kedalaman gerong, membuat restorasi tuang, serta menyigi dan menutupi
model kerja.
5) Melakukan uji coba bite rim pada pasien untuk menentukan gigitan. Proses ini
dilakukan dengan cara menggigitkan galangan gigit sampai gigitan tepat,
kemudian di fiksasi agar gigitan tidak berubah.
6) Dilakukan pengukuran Dimensi Vertikal, Relasi Sentrik dan Fiksasi Bite Rim.
Pada pasien yang telah hilang semua gigi baik di salah satu rahang saja
ataupun semua, dimensi vertikalnya telah hilang, sehingga harus dilakukan
pencarian kembali. Relasi sentrik merupakan hubungan rahang atas dan
rahang bawah ketika kondilus mandibula berada pada posisi paling posterior
dari fossa glenoidalis.
7) Menentukan bentuk, ukuran, warna elemen gigi tiruan dan desain gigi tiruan.
Dilakukan Try In untuk gigi Anterior dan Posterior dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
 Cek garis median
12

 Cek apakah dimensi vertikal pasien berubah.


 Lihat tepi sayap dari malam apakah sudah tepat dan sudah melekat ke
mukosa (peripheral seal).
 Cek oklusi gigi anterior-posterior.
 Pasien diminta untuk mencoba gerakan mulut seperti mengunyah serta
bicara.
8) Sebelum insersi geligi tiruan operator harus memeriksa apakah geligi tiruan
benar-benar telah dibuat dengan baik oleh tekniker, beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
 Permukaan dalam tidak memperlihatkan bentuk yang tidak teratur
(kasar) yang tidak terdapat dalam mulut.
 Seluruh bagian perifer harus dibulatkan dan dihaluskan dengan baik.
 Ujung daerah yang di relief harus dibulatkan dan tidak dibiarkan
bersudut dan tajam.
9) Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat insersi ke dalam mulut pasien yaitu:
1. Retensi
2. Pemeriksaan oklusi, artikulasi dan stabilitas
Pemeriksaan ini menyangkut aspek oklusi pada posisi sentrik, lateral
dan anteroposterior dengan menggunakan articulating paper yang
diletakkan antara gigi atas dan bawah kemudian pasien diminta melakukan
gerakan pengunyahan 3-4 kali. Stabilitas gigi tiruan diperiksa dengan cara
menekan bagian depan dan belakang gigi tiruan secara bergantian. Gigi
tiruan tidak menunjukkan pergerakan pada saat tes ini.
3. Pemeriksaan estetik dan fonetik.
4. Operator mengajarkan cara memasang dan melepaskan gigi tiruan kepada
pasien yang dilakukan di depan kaca sehingga pasien dapat melihatnya,
kemudian pasien diminta untuk mencoba memasang gigi tiruan sendiri
tanpa bantuan operator.
5. Pasien diberi instruksi :
 Gigi tiruan hendaknya dipakai terus menerus untuk adaptasi dengan
rongga mulut.
 Menjaga kebersihan gigi tiruan dan rongga mulut.
13

 Pada malam hari gigi tiruan dilepas untuk memberi kesempatan


istirahat yang memadai pada jaringan mulut pendukungnya. Ketika
dilepas gigi tiruan direndam dalam wadah tertutup yang berisi air
dingin yang bersih.
 Hindari mengunyah makanan yang keras dan lengket.
 Pasien diminta untuk datang satu minggu setelah insersi gigi tiruan
untuk melihat penyesuaian oklusi yang masih berubah-ubah.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses berbicara
merupakan kegiatan yang terkoordinasi antara kontraksi otot-otot pernafasan,
laring, palatum, palatum, lidah, bibir dan gigi serta dipersarafi oleh susunan saraf
pusat. Jika terdapat kelainan pada salah satu atau beberapa komponen pembentuk
suara tersebut akan banyak huruf konsonan yang terganggu. Seperti suara labial
(b, p, dan m); suara labiodental (f, v, w dan ph); suara linguodental (th); suara
linguopalatal anterior dan posterior (c, j, d, t, n, s, z, l, dan r); serta suara
linguopalatal pada soft palate (k, g, dan ng).
Etiologi kelainan gigi geligi disebabkan oleh banyak faktor beberapa di
antaranya disebabkan oleh trauma, dan penyakit (Karies dan penyakit
periodontal).
GTSL sangat berpengaruh untuk mengembalikan fungsi fonetik karena dapat
meningkatkan dan memulihkan kemampuan berbahasa, seperti pengucapan
huruf-huruf konsonan. Yang berarti dapat mengucapkan kata-kata kembali dan
berbicara dengan jelas.
Untuk mendesain GTSL yang tepat sehingga dapat memulihkan kemampuan
berbahasa pasien, harus disesuaikan dengan kondisi rongga mulut pasien. Maka
dari itu harus dilakukan banyak tahap awal seperti pemeriksaan intra dan ekstra
oral sebelum melanjutkan ke tahap pembuatan gigi tiruan itu sendiri. Setelah
selesai pembuatan gigi tiruan, pasien harus tetap melakukan kontrol untuk
memperbaiki desain GTSL apabila ada kendala.
4.2 Saran
Penggunaan GTSL dapat mengembalikan fungsi fonetik seseorang. Maka dari
itu Penggunaan GTSL sangat disarankan apabila pasien mengalami kendala
dalam berbicara karena kehilangan gigi geligi. Namun pasien harus melali proses
yang Panjang sebelum mendapatkan GTSL-nya karena desainnya harus
disesuaikan agar dapat dengan mudah serta nyaman untuk digunakan.

14
15

DAFTAR PUSTAKA

Anshary, M. F., Cholil & Arya, I. W., 2014. Gambaran Pola Kehilangan Gigi
Sebagian pada Masyarakat Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Dentino
Jurnal Kedokteran Gigi, pp. 138-143.
Gunadi, H. A. & Margo, A., 1991. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian
Lepasan Jilid 1. Jakarta: Hipokrates .
Hidayat, R. & Tandiari, A., 2016. kesehatan Gigi dan Mulut-Apa yang Sebaiknya
Anda Tahu?. Yogyakarta: Andi Offset.
Kenstowicz, M. & Kisseberth, C., 1979. Generative Phonology: Description and
Theory. New York: Academic Press.
Lengkong, P. E., Pangemanan, D. H. C. & Mariati, N. W., 2015. Gambaran
Perilaku Dan Cara Merawat Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Pada Lansia Di Panti
Werda Minahasa Induk. Jurnal e-GiGi, p. 8.
Maulana, E. G. S., Adhani, R. & Heriyani, F., 2016. FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEHILANGAN GIGI PADA USIA 35-44 TAHUN DI
KECAMATAN JUAI KABUPATEN BALANGAN TAHUN 2014. DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI, pp. 98-103.
Notohartojo, I. T. & Sihombing, M., 2015. FAKTOR RISIKO PADA
PENYAKIT JARINGAN PERIODONTAL GIGI DI INDONESIA (RISKESDAS
2013). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, pp. 87-94.
Satrio, R., Djati, F. K. & Zahra, A. F., 2019. Dimensi vertikal oklusal, posisi
kondilus mandibula terhadap fossa glenoidalis, dan kurva Spee sebelum dan
sesudah insersi gigi tiruan lengkap. Repository Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jenderal Soedirman, pp. 120-127.
Septommy, C., 2017. KARAKTERISTIK SUARA LINGUO PALATAL /C/
PADA PEMAKAI GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN KENNEDY KELAS
II MODIFIKASI 1 DENGAN KONEKTOR BERBEDA. Jurnal Wiyata, pp. 8-12.
Siagian, K. V., 2016. Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut. Jurnal e-
Clinic, pp. 1-6.
Siagian, K. V. & Anindita, P., 2015. BUKU AJAR GIGI TIRUAN SEBAGIAN
LEPASAN. Manado: UNIVERSITAS SAM RATULANGI.
Soesetijo, F. A., 2016. Pertimbangan Laboratoris Dan Klinis Nilon Termoplastis
Sebagai Basis Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. Repository universitas Jember, p.
65.
16

Tulandi, J. D. G., Tendean, L. & Siagian, K. V., 2017. Persepsi pengguna gigi
tiruan lepasan terhadap fungsi estetik dan fonetik di komunitas lansia Gereja
International Full Gospel Fellowship Manado. Jurnal e-GiGi, pp. 1-9.

Anda mungkin juga menyukai