Anda di halaman 1dari 6

DIALOG DRAMA “DANAU MANINJAU” (Bujang Sambilan)

Disuatu perkampungan di kaki gunung Tinjau, tinggal 10 bersaudara yang teridiri dari 9
orang lelaki, dan 1 orang perempuan. Mereka tinggal bersama tanpa ayah dan ibu mereka. Karena,
kedua orang tua mereka telah lama meninggal. Dan sekarang, yang tersisa dari peninggalan kedua
orang tuanya hanyalah sebuah rumah kecil, dan sepetak sawah yang di garap oleh 9 lelaki bujang
yangsering di sebut bujang Sembilan. Bujang Sembilan itu terdiri dari Kukuban, dia adalah kepala
keluarga, kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang,  Bayang, kaciak. Satu lai adik dari
para Bujang Sembilan yang paling bungsu, bernama Siti Rasani yang sering di panggil Sani.  Sani
adalah cewek cantik, elok, anggun, dan pintar memasak se kampung Tinjau. Banyak lelaki yang
diam-diam suka padanya, namun, para kakak yang selalu mengawasi Sani membuat para pemuda
desa mengurungkan niat untuk meminang Sani. Ketika Sore sore, Bujang Sembilan dan Sani
sedang ngobrol-ngobrol bareng sambil makan rujak buatan Sani yang pedesnya ga nahan.

Bayua : Berapa kilo ini cabenya? Pedas sekali, Dik”.


Galapuang   : Asin pula. (Sani hanya cengari cengir kuda)
Kudun  : Mau kawin bukan kau, Dik?. (Kudun mencocol biji kedongodong dengan
sambal rujak. Bujang Sembilan tertawa dan penasaran)
Sani  : Ah, tidak bang. Memang kebetulan aja rujaknya asin. Heheee....
Kukuban : Kamu ga punya pacar, Dik? (Sani hanya menggeleng)
Kaciak  : Masyaa ciiihh?? Dengar-dengar dari Rambo, tetangga sebelah, di
fall in love sama kamu, dik. Dia cerita, kamu mauu tak?. (Bujang Sembilan
menunggu jawaban Sani)
Sani : Ah, tidak bang. Sani belum memikirkan soal begituan. Abang-abang sendiri
bagaimana? Bang Kukuban bagaimana pula nasib cintamu Bang?
Kukuban : Aku sih, menglah dulu. Kalau aku nikah duluan, bagaimana keluarga ini. Lagi pula
abang masih menunggui Omas pulang dari Malaysia.
Malintang  : Jadi TKI  bang, si Omas pacar abang?
Bayang : Iya, Mbak Omas jadi TKI di Malaysia, bersama pacarku Pretty.. duuhh..
Balok  : Duuuhh, kasihan sekali ya kaliaann.. hahaaa.. Ehh.. ada suara ketuk pintu tuh. Dik,
kamu saja yang bukakan. Abang-abang lagi ngasoo nih, pulang dari sawah. Cepat
dik. (Sani menurut. Di buka kan pintu rumah, dia kaget bukan main, Datuk
Limbatang visit ke rumahnya)
Sani :  Datuk, apa kabar? Ga bilang-bilang mau visit. (Sani mempersilahkan datuk
Limbatang, istri dan anaknya, Giran untuk duduk lesehan di ruang tamunya yang
seadanya)
Datuk  : Inii niihh, Giran kangen katanya sama kamu. (Daann.. terjadilah saling tatap
menatap antara Sani dan Giran. Bagaikan ruang tamu yang seadanya itu berubah
menjadi btaman bunga. Di antara permainan saling lempar senyum itu, hati-hati
berterbangan)
Kukuban  : Siapa yang datang San? Ehh, Datuk, Masya Allah Datukk.. Tak siap-siap dulu kami
ini kalo tahu Datuk akan visit ke sini. Sani, ambilkan air. (Sani ke dapur untuk
menyiapakan air teh manis dengan sedikit aroma jeruk nipis khusus untuk Giran.
Tetapi, ketika dia berbalik menuju ruang tamu, sambil membawa nampan, Sani
terkejut. Giran ada di belakangnya)

1
Sani : “Aah.. Abangg.. J”. Giran ; “Sani.. ILYSM.. J Sani  ; Apa itu bang ilisim? Hehee..
Giran : I Love You So Much ..
Sani  : AAhh.. Abang nii.. Mereka saling pandang, sangat dalam pandangannya itu.
Mereka tersenyum, malu-malu. Penuh bintang-bintang yang berterbangan dia antara
mereka. Cupid-cupid memanahkan panah cinta ke hati Sani dan Giran (Writer:
Wkwkwkwk :D)
Giran : “Ohh.. Sanii.. Sanii.. wajahmu cantik nan elok, perangai Baik nan berhati lembut.
Rujak Asin tak jadi mengapa. Yang penting, Sani manis jadi pacar Abang.. Do you
want to be My girl? J
Sani  : “Ohh.. Abang Giran.. engkau pun lelaki tampan, gagah, nan bijak.. rujak asin
bukan untuk abang.. tapi sani manis.. selalu untuk abang.. yes, I want to be your
girl, bang..” :D  (prok prok prok.. ayeeyy..)
Kaciak  : “Ayeeyy.. pacaran ni yee.. adeuuh.. Pe je doonk pe je.. rujak ajalah yang enakk
tapi”.
Kukuban  : “wah wahh.. adik abang sudah punya pacar nich. Semoga langgeng yah.. J Datuk
limbatang  : “Semoga dengan hubungan kalian yang semakin dekat, bisa menjadi hubungan
kekeluargaan kita semakin erat ya..”
Istri Datuk  : “Sani, selamat yaa.. Mama yakin, pasti kalian akan kawin nantinya. Dan mama
akan gendong cucu.. asiiikk.. Sani dan giran hanya senyum-senyum. Bujang
Sembilan dan keluarga Datuk Limbatang ikut senang. Saat Musim Panen tiba, Ada
olimpiade ketangkasan bermain silat. Pemuda sekampun Tinjau beramai-ramai
mendaftarkan diri. Termasuk Kukuban dan Giran. Mereka dengan semangat
mendaftrakan diri dan bersiap-siap diri. Hingga hari pertandingan di mulai.
Kukuban : “Hyaaaa… hahaaa.. semua telah K.O melawanku!. Ayoo.. siapa lagii nich yang
mau lawan aku? Hahaha..”.
Giran : “bertandinglah dengan ku Bang!’. Giran memasuki arena panggung ketangkasan.
Kukuban : “Okelaahh kalo begitu! Majulah kau kalau berani!”
Giran : “baiklah bang!. Bersiaplah menerima serangan kuu.. hyaaa…”
Kukuban : “eits eitss.. ga kena.. hhaha..”
Giran : “hyaa.. Hiiiyaaaa… Hyaaa… Watdezig.. zigg.. hyaa… WATCHAAUUU!”
Kukuban : Hyaaa.. ARRGGHHH!! ADAAAAWWWW!!! Sikiiill GUEE!! Aaaww aww
awww…. Kakiku pataahh!..” Giran  : “Ayeeyy… horee… horeee.. akuu menangg..!! “
Kukuban  : “huuhh.. awas kau yah.. kau sudah mempermalukanku di depan umum!  Takkap
pernah ku setujui lagi hubunganmu dengan adiku! (gumam Kukuban dalam hati)
Beberapa bulan setelah pertandingan adu ketangkasan, Giran bicara pada kedua
orang tuanya bahwa dia ingin menikahi Sani.
Giran : “Ma, Pa,.. aku sudah lama berpacaran dengan Siti Rasani, dan aku rasa, kini
umurku sudah cukup untuk memimpin sebuah rumah tangga, aku ingin menikahi
Sani.. apa mama dan papa setuju?”
Datuk Limbatang : “Apa kamu yakin? Apa kamu Siap?”,
Istri : “Iya, nak. Perkawinan itu butuh kesetiaan. Kamu harus serius. Perkawinan di
kampung kita adalah sakral sifatnya. Tak bisa dengan coba-coba. Tak bisa pula kau
main-main, anakku..”.
Giran : “Aku yakin Ma, Pah… Yakin 1000 % ! aku cinta mati sama Sani.. tak bisa hidup
aku tanpa diaa.. hehe.. :D

2
Datuk limbatang : “baiklah kalau begitu. Kami akan ke rumah datuk limbatang nanti
malam. Bagaimana?
Giran : “Iya Pah!” Lalu, keluarga datuk Limbatang pergi ke rumah Bujang Sembilan untuk
menyampaikan maksud dan tujuannya. Setelah sampai di rumah Bujang
Sembilan, barulah Datuk Limbatan membuka pembicarann.
Datuk Limbatang : “pertama-tama, kedatangan kami malam-malam begini, bukan karena ingin
membicarakan tentang sawah, ataupun kangen sama rujak buatan sani.. tetapi..”
Kudun : “ada apa datuk? Apa kangenn sama kita-kita.. hahaa.. Bujang Sembilan tertawa.
Kukuban menatap benci pada Giran.
Datuk Limbatang : “Bukan Anakku, maksud dan tujuan kami datang kemari adalah ingin
mepersunting Sani..”. Bujang Sembilan (kecuali Kukuban) : Ohhhh… begituu toh
… itu sih kami Setujuuu… wkwkwkk
Bayua : “kirain ada apa. Haha..”.
Kukuban : Tidak! Aku tidak setuju dengan pernikahan ini!.
Bujang Sembilan : “mengapa Bang???!!”. Semua orang terkejut. Termasuk Sani yang berada di
Kamarnya.
Datuk Limabatang : “kenapa Anakku, kenapa kamu tidak setuju?”.
Giran : “ Iya Bang, aku dan Sani sudah lama pacaran, dan abang setuju kami pacaran.
Tapi, kenapa abang tidak setuju kami menikah?? Apa salahku Bang??!”. Giran
terkejut bukan main.
Kukuban : (berdiri dan bertolak pinggang) Salahmu mempermalukanku di depan umum
ketika adu ketangkasan beberapa bulan lalu! Nich liat! Masih ada bekasnya!
(kukuban menggulung celana nya ke atas, dan memperlihatkan bekas cacat di
dengkulnya.
Giran : “Ya ampuun bang.. abang sudah sembuh. Dan aku sudah meminta maaf, dan
membiayai abang! Bang..”.
Kukuban : “Hah! Kau! Lelaki sombong sekali, kurang ajar, dan tidak tahu sopan santun! Tak
pantas kau jadi adik ipar ku!”
Giran  : (berdiri) “Apa maksud abang nii?? Aku hanya mengelak waktu itu.. tak ada
maksud untuk menyakiti abang. Tak separah si Rambo abangnya Rambon tetangga
abang. Membunuh si Van damme dari kampung sebelah karena mukanya tersikut
bang!.. bang.. ampuni aku baangg.. aku ingin menikah dengan Sani, adik abang..”.
Kukuban : “terlanjur aku! Berdosa kau sama aku!”, (membuka pintu)
Bujang Sembilan : “masya Allah Bang!’.
Datuk Limbatang : “Duduklah kau dahulu! Hargai datuk dan mama yang sudah besarkan dan
sukseskanmu. Dari sepetak sawah peninggalan orang tuamu, kini kau bisa beli
berpuluh petak. Padimu terbagus se-Tinjau. Walau harga mahal, tapi tetep orang
beli padi mu. Sawahmu subur, berkat aku pula, ajari mu perlahan, dan sabar cara
mencangkul, membajak, sampai menyimpan uang yang kau miliki. Aku lah
pengganti ayahmu! Kau harus tau itu. Tanpa keluarga kami, entah kau jadi apa. Janganlah kau
sombong-sombong.. masalah pertandingam, masalah kaki terkilir atau
patah, itu hal yang biasa.. menang atau kalah, juga hal yang biasa dalam gelanggang adu
ketangkasan.

3
Kudun : “Abang, apa yang di katakana Datuk benar abang.. jangnlah kau bersikpa begitu..
sungguh kau yang kurang ajar, tidak punya etika dan sopan santun. Berteriak,
meninggalkan orang tua yang telah berjasa dalam hidup kita..”.
Datuk Limbatang : “ Anakku, Kukuban, duduklah” Kukuban : “Iya datuk, maafkan saya. Tapi,..
sungguh aku tidak bisa menerima perlakuan Giran waktu itu.. “. Kukuban berdiri lagi. Dan
keluar rumah.
Giran dan Bujang Sembilan : “Abaaangg!! Abaangg!!!”.   Mendengar semua pembicaraan
tersebut. Sani yang berada dalam kamarnya merasa sangat sedih mendengar sikap
abangnya tersebut. Dia bayangan dirinya dalam cermin. Matanya sembab, hidungnya
meler, bibirnya jebey. Jelek sekali.   dua minggu dia di kurung di rumah oleh
kukuban. Tidak boleh lagi di beri kesempatan bertemu dengan Giran. Giran pun
sama, tidak lagi di izinkan masuk ke dalam rumah Bujang Sembilan. Padahal,
Kudun, Bayua, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, dan Kaciak sudah berkali-kali
menasihati Kukuban. Tapi, Kukuban sama sekali tak mau mendengar. Malah,
Malintang setuju dengan sikap kukuban. L
Suatu hari ketika rumah sepi dan hanya ada Sani dan Kaciak saja...
Sani : “bang kaciak.. aku rindu sekali dengan Giran, bang..”. ujar Sani di meja makan.
Sani memang lebih senang bercerita dengan Kaciak, karena Kaciak hamper
sebaya dan abang yang paling pengertian di antara Bujang Sembilan yang lain.
Kaciak : “tenang Dik, nich.. tadi abang lewat Warteg Sari Raos. Kebetulan, Giran sedang
makan di sana. Aku ngobrol-ngobrol dengannya..”. (tersenyum lebar)
Sani : (penasaran dengan hati berdebar) Kaciak: hhmmm… kasihh tauu ga yaahh…
hahaayy..”.
Sani : “Abang, jangan main-main.. mengertilah aku baangg.. cepat beritahu akuu..”.
Kaciak : tapi kamu harus janji, kalau kau sudah tau, jangan beri tahu siapa-siapa, termasuk
Malintang. Dia sangat setuju atas sikap Kukuban. Oke!”
Sani : Oke Baangg… apa, ayo! Cepat beri tahu adik tercantikmu ini!”.
Kaciak : “naahh… gitu dong ceria, abangkan senang kalo liat kamu ceria.. pipimu terangkat
ke atas, jadi imuut gimanaa getooo.. hahaa.. nich,”. (sambil menyodorkan ketas Bon
berjudul “Warteg Sari raos”.
Sani : “Bisa saja nich abang.. apa ini bang?”
Kaciak : “…hahaa.. buka sajalah..”
Sani : … Kaciak : bagaimana?
Sani : … ABAAANGG!!! I LOVE YOU SO MUCHH!!! Sani senang bukan kepalang,
melihat jertas Bon yang berisi rangkaian kata-kata Bang Giran. Isinya, Bang Giran
mengajak Sani bertemu di sebuah ladang di tepi sungai, untuk nerundingkan Mau di
bawa kemana hubungan mereka. Kaciak : hati-hati ya Sani, adikku.. aku berdoa
selalu untukmu. Aku hanya ingin membantumu. Karena aku sayang dan ingin
bahagiakan kamu, adikku.. :D
Sani : “Iya Bang, aku akan segera menemui bang Giran. Terima kasih bang sama semua
yang di berikan abang untuk Sani. Sani bangga memiliki Abang seperti Bang kaciak.
Makasi ya bang. Sani Pamit.
Kaciak : “Iya dik, be carefull on your way yah.. JSetelah keluar rumah, rasanya Sani seperti
burung yang kehabisan oksigen di sangkarnya, merasakan kembali nikmat-
Nya, menghirup udara segar.. memandang jauh sampai titik terjauh matanya bisa
memandang awan. Bisa mendengar suara Angin, dan merasakan sejuknya
4
udara senja itu..Jalan menuju Ladang di tepi sungai tidak terlalu jauh dari rumah
Sani. Tetapi, cukup jauh dari Sawah tempat Bujang Sembilan bertani. Giran :
“Sani…”. (berbisik)
Sani : “Abang..”   ingin rasanya memeluk kekasihnya itu. Tetapi, apa daya, di kampung
ini, tidak boleh bermesraan, itu sangat menentang alam, dan Tuhan. Serta
meledek hukum Adat.
Sani : “Apa kabarmu Bang?”.
Giran : “baik.. honey.. kamu?”.
Sani : “Yang kurasa.. hanya Rinduu..”. (Terdiam..)
Giran : “Sani kuu.. apa yang harus kita lakukan untuk kembali mendapatkan restu dari
Kukuban?”
Sani : “entahlah Bang, Sani juga gak tau harus berbuat apa.. semua keputusan dalam
keluargaku ada di tangan Bang Kukuban. Sementara, dia sangan benci sama
Abang..”. (terdiam)Tiba-tiba terdengar suara gemerisik semak-semak. Sani berdiri untuk
mengecek-nya. Tapi tidak ada orang. Lalu dia kembali duduk. Dan ga taunya,
bajunya tersangkut duri ilalang hingga tersobek. Sani : “aduuh.. bajuku Sobek, aduh.. ada
duri menusuk bahuku bang..”.
Giran : “tahan sedikit, Sani.. abang akan mencabut duri Ilalangnya”. Sani meringis. Lalu,
terdengar suara berisik semak. Dan keluarlah manusia dari balik semak.
Malintang : “Naaahh.. Lhooo.. apa yang kalian lakukan disini?!hahaa..”
Giran : “Bang Malintang!”. (terkejut).
Sani : “mengapa abang ada di sini?”.
Malintang : “Dan mengapa Baju mu Robek! Hayoo.. akan ku bawa kalian ke sindang adat!”.
Mendengar teriakan tersebut, warga kampung Tinjau yang ada di pinggir sungai
keluar dan membawa sani dan Giran ke Sindang Adat.
Warga 1 : Ya! Aku melihat mereka berduaan! Dan itu sangan menentang hukum adat!
Sama aja meledek!  
Warga 2 : “ya! Betul! Mereka harus di ceburkan ke kawah gunung Tinjau! Ceburkan!
Atau desa ini kena sial sepanjang masa!
Bujang sembilang : “Sani! Giran! Ada apa ini?”.
Istri datuk : “Giran anakku! Apa ini!”.
Giran : “Aku tidak berbuat apa-apa Ma! Pa! tolong Giran!”.
Malintang : “mereka sedang berbuat tidak pantas di Ladang Datuk! Mereka harus di ceburkan
ke kawah Gunung Tinjau!”
Kukuban : “Memalukan kalian ini! dasar kau Giran! Kurang ajar menodai Adikku!”.
Sani : “Tidak Bang! Tidakk! Aku dan Giran bisa menjelaskannya! Tapi lepaskan kami!”.
Giran : “baiklah Sani! Relakan diri kita untuk bercebur menjadi tulang di kawah gunung
maninjau. Tetapi, didalam kawah itulah kita bisa membuktikan, apa kita bersalah
atau tidak. Kami bersumpah! Jika kami memang bersalah jadikanlah kami Tulang
berulang di dalam kawah tersebut!. Dan jika kami terbukti tidak bersalah, ubahlah bujang
Sembilan menjadi ikan!!” (#baruu mau lompat.. ehh.. dating kaciak. Gajadi deh
lompatnya)
Kaciak : “ TUNGGGGUUUU!!!!! Bang kukuban! Aku yang bersalah, member kesempatan
pada Sani untuk bertemu Giran! Aku yang salah! Tapi aku yakin! Malintang mem
Fitnah! Aku yakin!”.

5
Malintang : “hah? Apa kau bilang? Jelas-jelas aku melihat Giran sedang mengelu-elus pundak
Sani! Jangan asal kau padaku! Aku ini kakakmu!”.
Kaciak : “mana Buktinya?!”.
Warga 1 : “Aku melihat mereka berduaan!”
Warga 2 : “dan mereka harus di ceburkan! Ke kawah!”
Malintang : “Tuh! Dengar kau Kaciak! KAciaakk!! Kasiiiaaann.. dehh looo.. :P” Kaciak :
“heehh! Jangn senang dulu kau kakaku! Galapuang! Mana Fotonya!”.
Galapuang : “Maafkan aku duhai abang.. aku hanya sedang ingin mencari gambar untuk melatih
kemampuanku berfotografi. Dan kau juga tahu, aku sangat senang berdiam
di lading, di tepi sungainyaa..” (galapuang memberikan beberapa lembar Foto yang telah dia
cetak dia PujiFilm). Kaciak : “Kitaa.. Punyaa.. Bukti!!!. Bebaskan Adikku
Siti Rasani! Dan lepaskan kakaku Giran! Mereka sungguh tak bersalah! Dan kau warga-
warga! Di bayar  berapa kamu smaa kakaku? Hahaa! Malintang : “kaciak! Sungguh kau tidak
sopan! Kau telah mempermalukanku!”. Kaciak : “Maafkan aku duhai
kakak! Aku hanya membela kebenaran”.
Kukuban : “jadi, Giran dan Sani tidak bersalah?!”.
Giran, sani, kaciak : “Tidak, Kukuban..”.
Datuk Limbatang : “kalau begitu, kita harus salaing memaafkan”. (prok prok prookk.. akhirnya,
semua yang bermasalah, lepas dari masalah. Semua yang salah, meminta maaf. Semuanya
sadar, tiada hubungan paling indah, kecuali Saudara, Sahabat, dan Cinta..)
Kukuban : “maafkan aku giran. Sudah lama aku menyakiti dan melukaimu. Dan aku, sungguh
tak mau menyakiti dan melukai adikku. Ku tak tega, memasukan kalian ke dalam
kawah gunung Tinjau. Dan kami menjadi ikan.. maafkan aku, saudaraku!”.
(memeluk Giran sambil menangis)
Giran : “Iya Abang, aku juga meminta maaf atas kakimu..”.
Kukuban : (melepas pelukan giran) datuk, maafkan aku, sudah kurang ajar pada datukk.. ma..
maafkan akuu..” Kukuba bersujud.
Datuk limbatang dan istri : “kami sudah memaafkanmu, jauh dari kau meminta maaf pada kami..”
J

…Akhirnya, Giran dan Sani sepakat menikah minggu depan. Dan Kukuban masih setia menunggu
Omas Pulang dari Malaysia. Sekarang, bujang Sembilan makin rajin bertani, dan galapuang juga
makin rajin berfotografi meningkatkan bakat dan kemampuannya…

Amanat dari cerita ini : JANGAN ASAL FITNAH! Dan, jangan mudah dendam kepada orang
lain! Karena itu.. sangat tidak sopan, dan merubah diri kita yang sebenarnya baik, menjadi
jahat.

Anda mungkin juga menyukai