Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Semua bentuk hubungan
manusia sosial, ekonomi dan kekuasaan, antar pribadi hingga tingkat kelompok,
organisasi, masyarakat, dan negara mengalami pertumbuhan, perubahan dan
konflik. Konflik timbul karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan itu.
Karena adanya ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan itulah yang
menjadi salah satu penyebab munculnya konflik persengketaan kawasan perairan
antara Myanmar dan Bangladesh.
Salah satu ketidakseimbangan itu adalah karena belum adanya kesepakatan garis
batas landas kontinen antar Myanmar dan Bangladesh di Teluk Benggala,
sehingga memunculkan sengketa antara Myanmar dan Bangladesh, yaitu
Myanmar melakukan eksplorasi minyak dan gas secara sepihak di perairan Teluk
Benggala tanpa persetujuan Bangladesh yang juga merasa bahwa Teluk Benggala
adalah wilayahnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

Dalam kasus sengketa Teluk Benggala konsep yang sesuai adalah kategori konflik
teritorial terbatas, yaitu konflik mengenai kepemilikan sebidang wilayah khusus
atau hak mengelola wilayah di dalam atau di sekitar daerah perbatasan dengan
negara lain.

Hal ini dapat dibuktikan pada hubungan Myanmar dan Bangladesh. Relasi kedua
negara Myanmar dan Bangladesh selama ini memang tidak selalu mulus, selalu
diwarnai cedera politik dan hukum. Seperti soal perbatasan antar Myanmar dan
Bangladesh yang akhir-akhir ini menghangat, dipicu oleh perebutan wilayah yang
mempunyai potensi cadangan gas yang cukup besar yakni Teluk Benggala.

Kedua sisi negara yang bertetangga ini saling bersitegang pada bulan Oktober
2008 ketika Dhaka memberikan ijin eksplorasi lepas pantai kepada perusahaan
Korea selatan Daewoo, yang mana mendapatkan tantangan keras dari
pemerintahan militer Myanmar.

Keadaan bertambah panas ketika Myanmar mengirimkan dua kapal perangnya


sebagai kapal pengawal ketika kapal-kapal 9 pengeboran dari perusahaan daewoo
mulai mengebor dipantai Benggala dimana Myanmar menganggapnya sebagai
block lepas pantainya AD-7.8 Blok ini terletak dalam perairan di sepanjang tepi
barat Myanmar dan sekitar 93 km barat daya pulau St Martin kepunyaan
Myanmar. Pemerintah Dhaka mengajukan protes resmi kepemerintahan Myanmar
dan juga kepada Daewoo, serta mengirimkan tiga kapal perangnya kedaerah
sengketa, ini menandakan daerah tersebut semakin bertambah tegang karena
meminta eksplorasi untuk segera dihentikan. Kedua negara yang bertetangga ini
segera mengerahkan kekuatan militernya diperbatasan, akan tetapi ketegangan ini

2
dengan cepat mereda ketika perusahaan Daewoo pada tanggal 6 Nopember 2008
menghentikan pengeboran lepas pantainya.

Menurut pemerintah Myanmar, perlu mengadakan survey didaerah tersebut


dengan lebih lengkap dan pengeboran sumur lepas pantai akan diperluas sampai
ke blok A-3 lepas pantai ke timur. 9 Kawasan teluk benggala terus menerus
menjadi daerah yang genting semenjak perusahaan Daewoo menemukan adanya
cadangan gas yang sangat banyak didaerah blok A-1 Myanmar, tepat pada garis
lepas pantai negara bagian Rakhine dekat dengan Siitway dan sebelah timur dari
zona perbatasan maritim yang rawan sengketa pada tahun 2003. Menghentikan
Eksplorasi Minyak dan gas di Teluk Benggala, 10 begitu dalam yaitu sekitar 150
meter dan ini memberikan prospek yang sangat menjanjikan dan potensial kelak
bisa memberikan hasil sampai 14-20 trilyun kaki kubik.

Oleh kaena itu semenjak tahun 2001, perusahaan Daewoo mengoperasikan kerja
sama permanen dengan perusahaan minyak India dan perusahaan gas Alam
(ONGC), GAIL serta perusahaan gas India dan Korea. Pada awal tahun 2004,
perusahaan Daewoo juga mendapatkan kontrak kerja untuk blok A-3 yang dekat
sekali dengan blok A-1 dan selanjutnya juga mendapatkan hak eksploasi untuk
blok AD-7 didaerah sebelah barat pada bulan Februari 2007. Dengan
ditemukannya daerah Shwe dengan blok A-1 ini memicu dilakukannya eksplorasi
yang baru di Myanmar untuk daerah lepas pantai disebelah baratnya.

Selanjutnya perusahaan minyak Cina yakni CNOOK memasuki kawasan Teluk


benggala pada tahun 2004; lalu perusahaan ESSAR yang merupakan perusahaan
minyak swasta India pada tahun 2005; GAIL mendapatkan hak operasi bebas di
daeah ini semenjak tahun 2006; dan dilanjutkan oleh China Natural Gas
Petroleum Corpration (CNPC) / Petro China pada tahun 2007; setelah itu
Malaysian Rimbuan Petro Gas pada bulan Februari 2007; dan ONGC
mendapatkan hak eksplorasi pada tiga blok semenjak September 2007. Dengan
adanya atau setidaknya kemungkinan daerah yang kaya akan minyak serta

3
cadangan gas di daerah perairan yang rawan menyebabkan sulitnya untuk dicapai
kesepakatan. Ketegangan itu lebih didorong oleh kecemasan Myanmar dan
Bangladesh untuk keamanan cadangan energi yang dimilikinya, dan tak satupun
negara itu menyadari akan potensi bahaya masuknya negara adidaya kedaerah
sengketa.

Pada tahun 1982, perundingan tentang hukum laut yang diselenggarakan oleh
PBB, yang memberikan ijin bagi negara untuk mengajukan klaim untuk zona
ekonomi eklusif sejauh 200 mil laut atau sekitar 370 kilometer dari bagian pantai
dan masalah ini yang menjadikan ketegangan. Sejauh ini, yang menjadi
ketegangan antara pemerintah Myanmar dan Bangladesh adalah berpusat pada
cadangan minyak yang akan dieksploitasi dan bagaimana pembagiannya lalu
kedua negara tersebut saling mengirimkan kapal perangnya.

Teluk Benggala yang menjadi rebutan antara Bangladesh dan Myanmar akan bisa
memberikan penghasilan negara, seperti Gina dan India berminat akan
mempergunakan pipanisasi bahan bakar yang diperlukan sebagimana diklaim oleh
Myanmar untuk pasaran domestiknya. Beijing menganggap perlunya pemakaian
pipanisasi gas sepanjang 2300 kilometer langsung menuju propinsi Yunnan
disebelah tenggara. Negara Cina berhasil dalam mengamankan kebutuhan bahan
bakarnya serta demi kepentingan ekonomi jangka panjang terhadap Myanmar dan
juga dukungan politik serta diplomatik terhadap pemerintahan junta militer
Myanmar. Sistem pipanisasi ke Bengala barat India akan memberikan jalur
angkutan bahan bakar yang fisien dan hanya memerlukan hak transit melalui
Bangladesh yang mungkin perlu diperhatikan oleh pemerintah Myanmar dan
pemerintah Bangladesh. Ketegangan ini telah berlangsung lama dan diperlukan
langkah bertahap dalam mengatasi masalah saling curiga antar bangsa, antara
Dhaka dan New delhi untuk ide pembangunan jalur pipa minyak ke India.
Perusahaan swasta yang berada di Bangladesh, termasuk Chevron, Shell dan
Chairn Energy dan juga perusahaan multilateral seperti Bank Dunia dan Bank

4
Pembangunan Asia yang telah sepakat akan memberikan dana untuk
pembangunan pipa minyak bagi kebutukan eksport.
B. PENYELESAIAN KONFLIK

Dalam penyelesaian konflik Teluk Benggala, upaya yang dilakukan untuk


menyelesaikan konflik baru melalui jalur I dan II. Hal ini disebabkan konflik
Teluk Benggala melibatkan konflik antar negara, bukan masyarakat. Penyelesaian
konflik Multi Jalur,
Jalur 1: Penyelesaian Konflik Multi Jalur melalui negosiasi atau perundingan
bilateral antara negara yang bersengketa yaitu Myanmar dan Bangladesh.
Jalur II: Penyelesaian Konflik Multi Jalur melalui mediasi, Mediasi dengan
menunjuk ITLOS sebagai organisasi yang menangani sengketa Teluk Benggala.

Upaya penyelesaian sengketa yang sudah dilakukan oleh Myanmar dan


Bangladesh melalui negosiasi atau perundingan bilateral antara kedua negara yang
bersengketa. Jalur bilateral yang ditempuh oleh Myanmar dan Bangladesh. Kedua
negara melakukan perundingan di Dhaka yang dihadiri para pakar dari kedua
negara. Dalam perundingan berusaha membahas tentang perbatasan wilayah laut
antara Myanmar dan Bangladesh. Dalam perundingan Bangladesh menyerukan
Myanmar agar mengendalikan diri dari mengeksplorasi minyak dan gas di daerah
sengketa di Teluk Benggala, sampai mereka menandatangani kesepakatan untuk
memecahkan masalah itu.

Peran ITLOS Dalam Penyelesaian Sengketa dan Penentuan Zona Maritime


1. Penyelesaian Sengketa antara Myanmar dan Bangladesh
Klaim Bangladesh di wilayah garis batas laut yaitu, klaim utama Bangladesh
dan resolusi ITLOS adalah bahwa ada kontrak untuk batas laut antara tahun
1974 dan pada tahun 2008, ITLOS menolak klaim Bangladesh, ITLOS
memberikan 12 km sehubungan dengan klaim Bangladesh untuk 12 mil dari
Pulau St Martin dan Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen, namun

5
ITLOS menolak metode Bisector Angle.

Klaim Bangladesh pada blok AD-7 sebagai perairannya pada tahun 2008
tetapi keputusan ITLOS mengungkapkan bahwa blok AD-7 berada di perairan
Myanmar. Berdasarkan Wilayah pesisir Bangladesh adalah 69.717 Km2,
sementara wilayah pesisir Myanmar adalah 86.931 Km2. Rasio daerah antara
Bangladesh dan Myanmar adalah 1:1.25. Karena tidak jauh berbeda dengan
rasio 1:1.06 pesisir, dinyatakan bahwa garis menuntut adil dan hanya menurut
uji proporsionalitas. Menurut keputusan ITLOS atas klaim Myanmar, itu
bahwa permintaan untuk menarik Zona Ekonomi Eksklusif dan benua garis
batas landas melalui equidistance dianggap relevan diterima.

wilayah perairan Myanmar dan Bangladesh sesuai dengan garis batas ITLOS.
ITLOS memberikan keputusan akhir pada tanggal 14 Maret 2012. Hal ini
merupakan garis batas maritim yang diklaim oleh Myanmar dan Bangladesh.
ITLOS menunjukan bahwa garis batas maritim antara St Martin Island dan
pantai Myanmar sebagai garis serupa diklaim dalam duplik Myanmar. Itu
digambarkan dengan 12 mil pulau. Panjang pesisir Bangladesh antara
Myanmar dan proposionalitas sesuai dengan peringatan Bangladesh.

ITLOS dalam demarkasi pantai untuk kedua negara, telah memungkinkan 423
km untuk Bangladesh dan 587 km untuk Myanmar. Rasio pesisir antara
Bangladesh dan Myanmar ditetapkan oleh ITLOS adalah 1:1.42. Bangladesh
mendapat 111.631 km2 dan Myanmar mendapat 171.832 km2 sesuai dengan
garis demarkasi di wilayah penengah oleh ITLOS. Bangladesh menuntut
69.717 km2 dan mendapat 111.631 km2 sesuai dengan garis demarkasi
diputuskan oleh ITLOS, menerima 41.914 km2 lebih. Daerah-daerah terletak
antara Bangladesh dan Bangladesh Utara.

2. Delimitasi laut territorial Keputusan ITLOS dalam penentuan delimitasi


teritorial sesuai dalam UNCLOS Pasal 15 sesuai perjanjian antara Myanmar

6
dan Bangladesh pada tahun 1974 dan tahun 2008. Dimana dalam perjanjian
tersebut Myanmar berpendapat bahwa Pulau St Martin merupakan special
circumstance yang tidak boleh diberikan efek penuh untuk delimitasi laut
teritorial karena ini akan menimbulkan distorsi dari konfigurasi umum untuk
garis pantai kedua negara. Dengan demikian, Myanmar menginginkan
Bangladesh hanya memiliki hak St Martin Island laut teritorial seluas 6 mil
dan bukan 12 mil. Myanmar juga berpendapat bahwa pulau tidak dapat
digambarkan sebagai coasta island karena terletak di depan pantai Myanmar,
dan bukan terletak di Bangladesh

3. Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Dalam 200 Mil.
Pengadilan ITLOS memotong proyeksi maritim Bangladesh dan menemukan
bahwa cekungan garis pantai tidak menghasilkan efek yang tidak
proporsional, Pada status dan akibat yang harus diberikan kepada Pulau St
Martin, ITLOS berpendapat bahwa tidak ada aturan umum dan keadaan
tertentu yang dianggap penting. Karena memberi efek di Zona Ekonomi
Eksklusif dan delimitasi landas kontinen akan memblokir proyeksi garis dari
pantai Myanmar, yang akan menghasilkan distorsi. Jadi pulau St Martin
diberikan dan tidak ada pengaruh dengan penentuan Zona Ekonomi Eksklusif
dan delimitasi landas kontinen (kontras dengan delimitasi laut teritorial).

4. Delimitasi Landas Kontinen Di Luar 200 Mil


Dalam kasus landas kontinen di luar 200 mil pengadilan tidak memiliki
wewenang yang memiliki yurisdiksi atas dasar Bagian XV adalah UNCLOS
yang bisa membatasi landas kontinen di luar 200 mil. Sehingga pengadilan
harus mengatasi pertentangan dengan Myanmar dan ini untuk pertama kalinya
bahwa pengadilan internasional harus menangani hukum dan praktek
delimitasi landas kontinen di luar 200 mil.

Dalam hal ini Pengadilan menolak argumen Myanmar yang menyatakan

7
yurisdiksi delimitasi landas kontinen di luar 200 mil dan juga menolak
argumen Myanmar bahwa Bangladesh tidak memiliki hak atas landas kontinen
di luar 200 mil karena diwilayah perbatasan semua aktivitas harus dihentikan
dari perbatasan tersebut. Dalam menentukan batas landas kontinen di luar 200
mil, Pengadilan memutuskan bahwa cekungan pesisir Bangladesh terus
menjadi relevan selama cut-off Bangladesh terus diminimalkan. Oleh karena
itu, Pengadilan memutuskan untuk memperpanjang garis 2150 yang diadopsi
dalam 200 mil ke daerah luar 200 mil.

Hasil Keputusan ITLOS Dalam Penyelesaikan Sengketa di Teluk Benggala


Antara Myanmar Dan Bangladesh
Berdasarkan Pasal-pasal yang di tetapkan dalam UNCLOS dan hasil kesepakan
kedua negara serta berdasarkan suara yang telah disepakati, maka Peran ITLOS
dalam memberikan keputusan, yaitu :
1. Dalam hal Delimitasi laut teritorial, Keputusan Pengadilan menerima
keputusan klaim Bangladesh dan memberikan efek penuh di Pulau St Martin
di wilayah delimitasi laut teritorial.
2. Dalam hal Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Dalam
200 Mil, Keputusan Pengadilan jika dilihat dari status dan akibat yang harus
diberikan kepada Pulau St Martin, ITLOS berpendapat bahwa tidak ada aturan
umum dan keadaan tertentu yang dianggap penting.
3. Dalam hal Delimitasi Landas Kontinen Di Luar 200 Mil, Keputusan
Pengadilan dalam hal Ini adalah pertama kalinya bahwa pengadilan
internasional harus menangani hukum dan praktek Delimitasi Landas
Kontinen di luar 200 mil.

8
C. DAMPAK

Kemudian berdasarkan keputusan arbitrase dalam hal sengketa yang terjadi antara
Myanmar dan Bangladesh yaitu :
1. Bangladesh memenangkan arbitrase, namun Bangladesh harus menyerahkan
klaim atas sejumlah besar Zona Ekonomi Ekslusif dan beberapa blok gas.
Bangladesh diberikan 111.000 km2 perairan zona ekonomi eksklusif di Teluk
Benggala, ukuran ini seperti yang diinginkan Bangladesh, yang mencakup
semua sumber daya yang tersedia untuk eksploitasi dan semua sumber daya
yang ditemukan.

2. Bangladesh juga telah memperoleh beberapa manfaat ekonomi lainnya yang


penting dari keputusan ini, yaitu :
a. Pemerintah dapat memulai pengeboran minyak dan gas 200 mil ke laut.
Penemuan minyak baru dan gas dapat membantu negara memenuhi
kebutuhan listrik dalam negeri, dan pemerintah juga bisa menghasilkan
modal dengan mengalokasikan blok untuk perusahaan-perusahaan
internasional untuk eksplorasi lebih lanjut.
b. Teluk Benggala yang sangat kaya dengan sumber daya alam. Namun
sempat membuat Bangladesh gagal untuk memanfaatkan sumber daya
alam karena sengketa wilayah dengan Myanmar selama 38 tahun. Tapi
sekarang dapat mengakses berbagai jenis ikan dan sumber daya mineral,
yang membantu memperkuat ekonominya. Pemerintah juga diharapkan
untuk menemukan berbagai jenis mineral, termasuk kobalt, mangan,
tembaga, nikel dan sulfit.
c. Putusan ini akan membantu meningkatkan jumlah pekerja terampil yang
mampu mengekstraksi sumber daya yang sangat dibutuhkan dari laut.
Masalah ini telah dibahas antara Kementerian Luar Negeri Bangladesh dan

9
kementerian pendidikan, yang telah setuju untuk membuka departemen
oseanografi di Dhaka dan Chittagong Universitas.
d. Perkembangan ini juga bisa membantu Bangladesh memenangkan
sengketa maritim dengan India , yang menyangkut sisi barat Teluk
Benggala. India bersikeras pada prinsip equidistance bukan kesetaraan
dalam demarkasi batas maritim. Putusan sengketa ini diharapkan akan
dijatuhkan pada tahun 2014.

10
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

Sengketa maritim yang terjadi di Teluk Benggala antara Myanmar dan


Bangladesh telah berlansung selama 3 dekade. Beberapa pertemuanpun telah
dilakukan oleh kedua negara untuk membicarakan upaya penyelesaian sengketa
dalam usaha menetapkan batas maritim namun pertemuan tersebut berakhir tanpa
hasil. Sehingga menunjuk ITLOS sebagai konsiliator, peran ITLOS dalam
penyelesaian sengketa antara Myanmar dan Bangladesh dan penentuan zona
maritim, yaitu : Pertama, menurut garis demarkasi ITLOS menetapakan bahwa
AD-7 yang merupakan ladang minyak yang sempat ditentang Bangladesh berada
di daerah Myanmar namun ITLOS menetapkan daerah tersebut merupakan milik
Myanmar. Kedua, Bangladesh dan Myanmar sepakat mengakui kewenangan
ITLOS untuk memutuskan demarkasi tiga perbatasan, yaitu perairan territorial,
landas kontinen, dan ZEE.

Jadi berdasarkan keputusan ITLOS Bangladesh memenangkan arbitrase, namun


Bangladesh harus menyerahkan klaim atas sejumlah besar ZEE dan beberapa blok
gas ke Myanmar. Pengadilan menyarankan Myanmar dan Bangladesh untuk
saling menjaga wilayah kedaulatannya masing-masing agar upaya penyelesaian
sengketa yang sudah kedua negara lakukan tidak sia-sia sehingga kedua negara
dapat menjadi negara yang saling menguntungkan antar negara dan diharapkan
keputusan ini menjadi kemenangan kedua negara. Mengingat keputusan telah
mengakhiri masalah yang telah menghambat perkembangan ekonomi kedua
negara selama lebih dari 3 dekade.

11
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/288181003/Penyelesaian-Sengketa-Teluk-Benggala-
Bengal-Anatara-Myanmar-Dan-Bangladesh-Berdasarkan-UNCLOS-1982

http://documents.tips/documents/penyelesaian-sengketa-teluk-benggala-bengal-
anatara-myanmar-dan-bangladesh.html

https://www.kiblat.net/2014/06/01/ketegangan-meningkat-di-perbatasan-
bangladesh-myanmar/

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Kemerdekaan_Bangladesh

http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2010-01-24/myanmarbangladesh-
setuju-selesaikan-sengketa-batas-maritim/63632

http://ilmupengetahuanapri.blogspot.co.id/2015/11/makalah-lahirnya-negara-
bangladesh-1971.html

https://prezi.com/hpskhaolkenz/konflik-perbatasan-dan-kajian-hukum-
internasional/

http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t13182.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai