Anda di halaman 1dari 21

PAJAK AIR PERMUKAAN DAN PAJAK ROKOK

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dosen Pengampu : Ari Nur Wahidah,SE.MM

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Winda Meliana (02070627016)
Wike Mardianti (02070626680)
Maimunah (02070627237)
Sarah Dwi Cahyanti (02070627495)
Julillah Auli (02070626728)

PROGRAM STUDI D-III ADMINISTRASI PERPAJAKAN


FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIM KASIM RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayahnya kami dapat menyusun sebuah makalah yang membahas tentang
“Pajak Air Permukaan Dan Pajak Rokok” meskipun bentuknya sangat jauh dari
kesempurnaan, selanjutnya salawat dan salam kami kirimkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat manusia dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang.
Dalam penulisan makalah, saya memberikan sejumlah materi yang terkait dengan materi
yang disusun secara langkah demi langkah, agar mudah dan cepat dipahami oleh pembaca.
Dan saya juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen yang membimbing
mata kuliah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada semester ini. Saya juga mengharapkan
agar makalah ini dapat dijadikan pedoman apabila, pembaca melakukan hal yang berkaitan
dengan makalah ini, karena apalah gunanya saya membuat makalah ini apabila tidak
dimanfaatkan dengan baik.
Sebagai manusia biasa tentu saya tidak dapat langsung menyempurnakan makalah ini
dengan baik, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari dosen pembimbing mau pun pembaca.

Pekanbaru, 22 Maret 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR..........................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................
C. Tujuan Masalah.........................................................................
BAB II PAJAK AIR PERMUKAAN..............................................
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan
Pajak Air Permukaan................................................................
B. Objek, Subjek dan Wajib Pajak Air Permukaan.......................
C. Izin Pengambilan, Dasar Pengenaan, Tarif, dan
Cara Perhitungan Pajak Air Permukaan...................................
D. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak, Wilayah
Pemungutan, Pengukuhan, Pendaftaran, dan Pendataan
Pajak Air Permukaan................................................................
E. Pelaporan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD), Cara Pemungutan, Penetapan,
dan Ketetapan Pajak..................................................................
F. Pembayaran, Penagihan Pajak, Pembetulan, Pembatalan,
Pengurangan, Ketetapan, dan Penghapusan atau
Pengurangan Sanksi Administrasi Pajak Air Permukaan.........
G. Keberatan, Banding, dan Pemeriksaan
Pajak Air Permukaan ..............................................................
H. Keringanan, Pembebasan, dan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak Air Permukaan.........................
I. Bagi Hasil Pajak, Biaya Pemungutan, Kedaluwarsa
Penangihan Pajak, dan Penghapusan Piutang
Pajak Air Permukaan................................................................
J. Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan Penyidikan Pajak
Air Permukaan.........................................................................
BAB III PAJAK ROKOK................................................................
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Rokok.........
B. Objek dan Bukan Objek Pajak Rokok......................................
C. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Rokok......................................
D. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Rokok...
BAB IV PENUTUP..........................................................................
KESIMPULAN..................................................................................
SARAN...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sumber utama pendapatannya ada pada sektor
pajak. Seiring dengan menipisnya sumber daya alam minyak bumi dan gas alam
menyebabkan penerimaan pendapatan nasional dari sektor migas semakin berkurang.
Penurunan pendapatan pada sektor migas menjadikan sektor pajak sebagai pendapatan utama
nasional.Pajak dianggap pilihan yang paling tepat karena jumlah pendapatannya yang relatif
stabil dan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembiayaan pembangunan.
Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah negara.Tanpa pajak kehidupan negara
tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya
kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), pembayaran para pegawai negara dan
pembangunan fasilitas publik semua dibiayai dari pajak. Semakin banyak pajak yang
dipungut maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang dibangun. Hingga saat ini,
belum ada sumber pendapatan selain pajak yang dapat diandalkan sebagai sumber
pendapatan utama negara.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan agar
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip
kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus selalu ditunjang
dengan iklim yang mendukung peran aktif masyarakat serta pemahaman hak dan kewajiban
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.Secara umum, pajak yang
berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat
adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap
daerah-daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahanya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan biaya
kepada masyarakat berupa pajak. Contoh dari Pajak Daerah adalah Pajak Kendaraan
Bermotor, Pajak Bea Balik Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
dan Pajak Perusahaan Air Tanah dan Permukaan.Pajak Air Permukaan adalah pajak atas
pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang
terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di
darat. Pajak Air Permukaan semula bernama Pajak Pengambilan Permanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP) berdasarkan Undang-Undang nomor 34 Tahun
2000. Hanya saja berdasarkan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, dipecah menjadi dua
jenis pajak, yaitu Pajak Air Permukaan dan Pajak Air Bawah Tanah, dimana Pajak Air
Permukaan dimasukkan sebagai pajak provinsi sedangkan Pajak Air Bawah Tanah menjadi
pajak kabupaten/kota.Kontribusi penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Permukaan harus diimbangi dengan efisiensi dan efektifitas dalam proses pemungutannya.
Dengan cara pengelolaan yang benar maka penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan
Air Permukaan sebagai komponen pembentuk penerimaan Pendapatan Asli Daerah
khususnya di Provinsi Jawa Tengah.Salah satu perusahaan yang terkena Pajak Air Permukaan
adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal Kota Semarang. Dalam
menjalankan kegiatan produksi, air bersih, perumahan dinas dan keperluan lainya
membutuhkan Air Permukaan. Air ini diambil dari Sungai Kaligarang dan beberapa sumber
lokasi lainnya. Apabila merujuk pada pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 2
Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah maka Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Tirta Moedal Kota Semarang dikenai Pajak Permukaan.Oleh karena itu,
PDAM Tirta Moedal Kota Semarang tidak terlepas dalam kewajiban perpajakannya dalam
rangka membantu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu Pajak Pengambilan
dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Permukaan yang disetorkan dan dilaporkan ke kantor Unit Pelayanan Pendapatan dan
Pemberdayaan Aset Daerah (UP3AD) Semarang.
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok
adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan
dari tanamam Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya
yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Hans Tendra, 2003).
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.
Secara efektif pemberlakuan pajak rokok ini baru akan diterapkan pada tahun 2014. Dasar
Pengenaan Pajak rokok adalah cukai rokok dan besarnya tarif ditetapkan sebesar 10 persen
dari cukai rokok. Pajak rokok masuk dalam kategori pajak provinsi yang menjadi
penyempurna kebijakan dan peraturan pajak daerah dalam bentuk perluasaan objek pajak
daerah. Artinya, pajak rokok ini nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah
(PAD). Meskipun demikian pemerintah provinsi diharuskan membagi penerimaan dari Pajak
Rokok ini dengan pemerintah kabupaten/kota dengan porsi sebesar 70 persen untuk
kabupaten/kota sisanya sebesar 30 persen diperuntukkan bagi pemerintah provinsi. Terdapat
alokasi paling sedikit 50 persen dari hasil penarikan pajak rokok, dipakai untuk mendanai
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Di bidang kesehatan
keputusan ini diambil sebagai langkah pengimbangan antara konsumsi rokok dengan
kesehatan masyarakat. Dan di bidang penegakan hukum terkait permasalahan rokok illegal.
Prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan.Sesuai
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mulai 1
Januari 2014 derah provinsi dapat memungut jenis pajak baru yakni pajak rokok. Ada
beberapa hal yang melatarbelakangi adanya kebijakan pajak rokok, yaitu :
(1) Perlunya penerapan pajak yang lebih adil kepada seluruh daerah, agar seluruh daerah
mempunyai sumber dana yang memadai untuk mengendalikan dan mengatasi dampak negatif
rokok, karena sebelumnya daerah yang mendapatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(yang sebagian dananya dapat digunakan untuk mengendalikan/mengatasi dampak negatif
rokok) hanya daerah penghasil rokok dan penghasil tembakau.
(2) Perlunya peningkatan local taxing power guna meningkatkan kemampuan daerah dalam
menyediakan pelayanan publik, khususnya pelayanan kesehatan
(3) Perlunya penerapan piggyback taxes, atau tambahan atas objek pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat terhadap konsumsi barang yg perlu dikendalikan, sesuai dengan
bestpractice yg berlaku di negara lain
(4) Perlunya pengendalian dampak negatif rokok, karena terkait dengan meningkatnya
tingkat prevalensi perokok di Indonesia (jumlah penduduk perokok terhadap jumlah
penduduk nasional), meningkatnya dampak negatif konsumsi rokok bagi masyarakat, dan
masih rendahnya komponen pajak dalam harga rokok di Indonesia dibandingkan dengan
negara-negara lain khususnya negara ASEAN.
Seperti halnya dengan pajak provinsi lainnya, penerimaan pajak rokok juga harus
dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, yakni 30% untuk provinsi dan 70% untuk
kabupaten/kota. Penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kab/kota,
minimal 50% digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan
hukum oleh aparat yang berwenang. Kegiatan yang terkait pelayanan kesehatan masyarakat
antara lain pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan
kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan
memasyarakatkan bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya
merokok. Sementara kegiatan yang terkait penegakan hukum sesuai dengan kewenangan
Pemda yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain, pemberantasan
peredaran rokok illegal, dan penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Itu Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Air Permukaan?
2. Apa Itu Objek, Subjek dan Wajib Pajak Air Permukaan?
3. Apa Itu Izin Pengambilan, Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Air
Permukaan?
4. Apa Itu Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak, Wilayah Pemungutan,
Pengukuhan, Pendaftaran, dan Pendataan Pajak Air Permukaan?
5. Apa Itu Pelaporan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Cara
Pemungutan, Penetapan, dan Ketetapan Pajak?
6. Apa Itu Pembayaran, Penagihan Pajak, Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan,
Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi Pajak Air
Permukaan?
7. Bagaimana Keberatan, Banding, dan Pemeriksaan Pajak Air Permukaan?
8. Bagaimana Keringanan, Pembebasan, dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak Air Permukaan?
9. Bagaimana Bagi Hasil Pajak, Biaya Pemungutan, Kedaluwarsa Penangihan Pajak, dan
Penghapusan Piutang Pajak Air Permukaan?
10. Apa Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan Penyidikan Pajak Air Permukaan?
11. Apa Itu Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Rokok?
12. Apa Itu Objek dan Bukan Objek Pajak Rokok?
13. Apa Itu Subjek Pajak dan Wajib Pajak Rokok?
14. Bagaimana Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Rokok?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Air
Permukaan?
2. Untuk Mengetahui Apa Itu Objek, Subjek dan Wajib Pajak Air Permukaan?
3. Untuk Mengetahui Apa Itu Izin Pengambilan, Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara
Perhitungan Pajak AirPermukaan?
4. Untuk Mengetahui Apa Itu Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak, Wilayah
Pemungutan, Pengukuhan, Pendaftaran, dan Pendataan Pajak Air Permukaan?
5. Untuk Mengetahui Apa Itu Pelaporan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD), Cara Pemungutan, Penetapan, dan Ketetapan Pajak?
6. Untuk Mengetahui Apa Itu Pembayaran, Penagihan Pajak, Pembetulan, Pembatalan,
Pengurangan, Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi
Pajak Air Permukaan?
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Keberatan, Banding, dan Pemeriksaan Pajak Air
Permukaan?
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Keringanan, Pembebasan, dan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak Air Permukaan?
9. Untuk Mengetahui Bagaimana Bagi Hasil Pajak, Biaya Pemungutan, Kedaluwarsa
Penangihan Pajak, dan Penghapusan Piutang Pajak Air Permukaan?
10. Untuk Mengetahui Apa Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan Penyidikan Pajak
Air Permukaan?
11. Untuk Mengetahui Apa Itu Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Rokok?
12. Untuk Mengetahui Apa Itu Objek dan Bukan Objek Pajak Rokok?
13. Untuk Mengetahui Apa Itu Subjek Pajak dan Wajib Pajak Rokok?
14. Untuk Mengetahui Bagaimana Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak
Rokok?
BAB II
PAJAK AIR PERMUKAAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Air Permukaan


1. Pengertian
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan arau pemanfaatan air permukaan
Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air
laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Pajak Air Permukaan semula ber nama Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Hanya saja berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009, PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis pajak, yaitu Pajak
Air Permukaan dan Pajak Air Bawah Tanah; di mana Pajak Air Permukaan dimasukkan
sebagai pajak provinsi sedangkan Pajak Air Bawah Tanah ditetapkan menjadi pajak
kabupaten/kota.
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Air Permukaan
Pemungutan Pajak Air Permukaan di Indonesia saat ini dida. sarkan pada dasar hukum
yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar
hukum pemungutan.
Pajak Air Permukaan pada suatu provinsi adalah sebagaimana di bawah ini.
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2 .Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tenrang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang PajakDaerah
4.Peraturan daerah provinsi yang mengatur tentang PPPABTAP
5.Keputusan gubernur yang mengatur tentang PPPABTAP sebagai aturan pelaksanan
peraturan daerah tentang PPPABTAP pada provinsi dimaksud.

B. Objek, Subjek dan Wajib Pajak Air Permukaan


1. Objek Pajak Air Permukaan
Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan.
Pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan adalah pengambilan dan atau pemanfaatan
air permu kaan yang digunakan oleh orang pribadi atau badan untuk berbagai macam
keperluan, antara lain konsumsi perusahaan, perkantoran, dan rumah tangga.
2. Bukan Objek Pajak Air Permukaan
Pada Pajak Air Permukaan tidak semua pengambilan dan atau pemanfaatan air
permukaan dikenakan pajak. Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan adalah kegiatan
di bawah ini.
a. Pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga,
pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap memerhatikan kelestarian lingkungan
dan peraturan perundang-undangan.
b. Pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan lainnya yang ditetapkan dalam
peraturan daerah. Misalnya pengambilan air bawah tanah dan atau air permukaan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta untuk keperluan pemadaman keba karan,
tambak rakyat, tempat-tempat peribadatan, riset atau penelitian, dan sebagainya.
3. Subjek dan Wajib Pajak Air Permukaan
Subjek pajak pada pengenaan Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang
dapat melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan. Sedangkan yang
menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan atau
pemanfaatan air permukaan Dengan demikian, pada Pajak Air Permukaan pengertian subjek
pajak lebih luas dari wajib pajak. Subjek pajak adalah barangsiapa yang dapat melakukan
pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan sedangkan yang ditetapkan menjadi wajib
pajak adalah siapa yang nyata-nyata melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air
permukaan. Setiap subjek pajak wajib melapor dan memperoleh izin pengambilan dan atau
pemanfaatan air permukaan dari gubernur sesuai dengan peraturan perundang undangan
berlaku.Dalam menjalankan kewajiban perpajakan , wajib pajak dapat diwakili oleh pihak
tertentu yang di perkenankan oleh undang-undang dan Peraturan Daerah tentang
PPPABTAP.

C. Izin Pengambilan, Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan


Pajak Air Permukaan
1. Izin Pengambilan Air Permukaan
Setiap pengambilan air permukaan untuk keperluan penyediaan air bersih/air minum,
kesehatan, usaha perkotaan dan kawasan permukiman, penyediaan air irigasi untuk pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan, industri, pertambangan, ketenagaan, peng apungan,
perendaman, lalu lintas air, rekreasi, pembuangan air limbah, pembangunan, perubahan atau
pembongkaran atas segala bangunan yang dilakukan pada di atas dan di bawah sumber air,
harus mendapat izin dari gubernur.Untuk mendapatkan izin pemanfaatan air permukaan,
pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada gubernur dan menyediakan
dan membangun prasarana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengertian menyediakan
dan membangun prasarana adalah pembuatan atau penyediaan peralatan dan pembangunan
fisik sarana pengambilan air permukaan, termasuk pemasangan saluran air dari titik lokasi air
permukaan. Permohonan harus disampaikan secara tertulis kepada gubernur dalam jangka
waktu tertentu yang ditetapkan dalam peraturan daerah atau keputusan gubernur, misalnya
selambat-lambatnya satu bulan setelah pembangunan prasarana selesai dikerjakan, dengan
melampirkan berita acara penyelesaian pekerjaan. Setiap pengambilan air per mukaan yang
telah mendapatkan izin wajib dilengkapi dengan meter. air atau alat pengukur luah (debit) air
yang diambil dalam satuan meter kubik (m¹), yang disediakan oleh pemerintah daerah. Izin
pemanfaatan air permukaan diberikan untuk jangka waktu tertentu, misalnya untuk jangka
waktu tiga tahun, dan hanya berlaku untuk lokasi yang diajukan dalam permohonan. Izin
pemanfaatan air permukaan dapat diperpanjang atas permohonan pemegang izin Tata cara
dan persyaratan perpanjangan izin pemanfaatan permukaan ditetapkan oleh gubernur.
Izin pemanfaatan air bawah tanah dicabut apabila :
a. pemegang izin tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat izin
b. kualitas air tidak memenuhi persyaratan
c.bertentangan dengan kepentingan umum dan atau mengganggu keseimbangan air atau
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, dan
d. atas dasar permintaan pemegang izin.
2. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Air Permukaan
a. Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaan
Dasar pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan Air Permukaan (NPAP),
NPAP dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau
seluruh faktor faktor berikut:
1) jenis sumber air
2) lokasi sumber air
3) tujuan pengambilan dan atau pemanfaatan air:
4) volume air yang diambil dan atau dimanfaatkan
5) kualitas air,
6) luas areal tempat pengambilan dan atau pemanfaatan air, dan
7) tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan atau
pemanfaatan air. Penggunaan faktor-faktor diatas disesuiakan dengan kondisi masing-
masing daerah provinsi yang menerpakan Pajak Air Permukaan.
b. Tarif PPPABTAP
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 24 besaran tarif Pajak Air
Permukaan diterapkan paling tinggi sebesar 10% Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan
dengan peraturan daerah. Tarif yang di pakai di daerah Riau Yaitu Tarif sebesar 10%.
c. Perhitungan PPPABTAP
Besaran pokok Pajak Air Permukaan yang terurang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Air Permukaan adalah
sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Tenutang Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Nilai Perolehan Air
Permukaan
Khusus BUMN yang bergerak di bidang ketenagalistrikan untuk kemanfaatan umum yang
seharusnya ditetapkan oleh pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,
pokok pajak diperhitungkan dalam harga jual listrik di daerah yang dijangkau oleh sistem
pasokan tenaga listrik yang bersangkutan.

D. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak, Wilayah Pemungutan,


Pengukuhan, Pendaftaran, dan Pendataan Pajak Air Permukaan
Pada pengenaan Pajak Air Permukaan masa pajak merupakan jangka waktu yang
lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan
keputusan gubernur. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan
penuh. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim kecuali apabila
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Pajak yang terutang merupakan Pajak Air Permukaan yang harus dibayar oleh wajib
pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan
Peraturan Daerah ten tang Pajak Air Permukaan yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi
setempat.
1. Pengukuhan, Pendaftaran, dan Pendataan
a. Pengukuhan
Wajib Pajak Air Permukaan yang mengambil air permukaan diwilayah provinsi yang
bersangkutan wajib mendaftarkan usahanya kepada Dinas Pendapatan Daerah Provinsi atau
Satuan Kerja Perangkat Daerah lain yang ditunjuk untuk mengelola pajak provinsi untuk
dikukuhkan dan diberikan NPWPD. Yang dimaksud dengan mendaftar adalah kewajiban
untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan melaporkan kegiatannya. Pendaftaran
dilakukan pada saat izin pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan dikeluarkan.
Apabila wajib pajak tidak mendaftarkan usahanya dalam jangka waktu yang ditentukan maka
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah lain
yang ditunjuk untuk itu akan menetapkan pengusaha tersebut sebagai wajib pajak secara
jabatan.
b. Pendaftaran dan Pendataan
Untuk mendapatkan data wajib pajak, dilaksanakan pendaftaran dan pendataan terhadap
wajib pajak. Kegiatan pendaftaran dan pen dataan diawali dengan mempersiapkan dokumen
yang diperlukan, berupa formulir pendaftaran dan pendataan, kemudian diberikan kepada
wajib pajak. Setelah dokumen disampaikan kepada wajib pajak, wajib pajak mengisi formulir
pendaftaran dengan jelas, lengkap, serta mengembalikan kepada petugas paiak: Selanjutnya,
petugas pajak mencatat formulir pendaftaran dan pendataan yang dikembalikan oleh wajib
pajak dalam daftar induk wajib pajak berdasarkan nomor rur yang digunakan sebagai dasar
untuk menerbitkan NPWPD.
E. Pelaporan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Daerah(SPTPD), Cara
Pemungutan, Penetapan, dan Ketetapan Pajak
a. Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
Wajib pajak, yang telah memiliki NPWPD setiap awal masa pajak, wajib mengisi SPIPD.
SPTPD diisi dengan jelas, lengkap, dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak atau
kuasanya dan disampaikan kepada gubernur atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan jangka
waktu yang ditentukan. Oleh sebab itu, SPTPD dilengkapi dengan keterangan dan dokumen
yang harus dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPTPD yang ditetapkan oleh gubernur.
Umumnya SPTPD harus disampaikan selambat-lambatnya lima belas hari setelah
berakhirnya masa pajal uh data perpajakan yang diperoleh dari daftar isian tersebut dihimpun
dan dicatat atau dituangkan dalam berkas atau kartu data yang merupakan hasil akhir yang
akan dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan dan penetapan pajak yang terutang. Wajib
pajak yang tidak melaporkan atau melaporkan tidak sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan dalam
peraturan daerah.
b. Cara Pemungutan, Penetapan, dan Ketetapan Pajak
1. Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan Pajak Air Permukaan tidak dapat diborongkan. Artinya, seluruh proses
kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Walaupun demikian,
dimungkinkan adanya kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak,
antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat surat kepada wajib pajak, atau
penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang. pengawasan
penyetoran pajak, dan penagihan pajak.
2. Penetapan Pajak
Setiap wajib pajak yang membayar sendiri pajaknya wajib menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri Pajak Air Permukaan yang terutang
dengan menggunakan SPTPD. Ketentuan ini menunjukkan sistem pemungutan Pajak Air
Permukaan pada dasarnya merupakan sistem self assesment, di mana wajib pajak diberikan
kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang. Dengar pelaksanaan sistem pemungutan petugas Dinas Pendapatan
Daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah lain yang ditunjuk, yang menjadi fiskus, bertugas
hanya mengawasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak oleh wajib pajak.
3. Ketetapan Pajak
Berdasarkan SPTPD dan pendataan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pendapatan
Daerah, gubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh gubernur menetapkan pajak yang terutang
dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Berdasarkan SPTPD yang
disampaikan oleh wajib pajak, gubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh gubernur
menetapkan pajak yang terutang dengan menerbitkan surat ketetap an pajak. Setelah
melakukan pemeriksaan atas SPTPD, dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat
terutangaya pajak, gubernur dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
(SKPDKB),Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), dan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN). Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada
wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPTPD atau
karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak.
4. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
Gubernur dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) jika PPPABTAP
dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan
pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; dan wajib pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. STPD diterbitkan baik terhadap wajib
pajak yang melakukan kewajiban pajak yang dibayar sendiri maupun terhadap wajib pajak
yang melaksanakan kewajiban pajak yang dipungut. Sanksi administrasi berupa bunga
dikenakan kepada wajib pajak yang tidak atau kurang membayar pajak yang terutang.
Sementara itu, sanksi administrasi berupa denda dikenakan karena tidak dipenuhinya
ketentuan formal, misalnya tidak atau terlambat menyampaikan SPTPD. Dengan demikian,
STPD juga merupakan sarana yang digunakan untuk menagih SKPDKB atau SKPDKBT
yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran
pajak dalam SKPDKB atau SKPDKBT.

F. Pembayaran, Penagihan Pajak, Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan,


Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi
Pajak Air Permukaan
a. Pembayaran dan Penagihan
1. Pembayaran Pajak Air Permukaan
Pajak Air Permukaan terutang dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam
peraturan daerah, misalnya selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya dari masa
pajak yang terutang setelah berakhirnya masa pajak. Apabila kepada wajib pajak diter bitkan
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, pajak
dimaksud harus dilunasi paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
Pembayaran Pajak Air Permukaan yang terutang dilakukan ke kas daerah, bank, atau
tempat lain yang ditunjuk oleh gubernur sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT, dan SPTPD. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak Daerah (SSPD).
2. Penagihan Pajak Air Permukaan
Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT,
STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah Penagihan pajak dilakukan dengan
terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan penagihan pajak. Surat teguran atau surat peringatan dikeluarkan tujuh
hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak, dan dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh gubernur.
Tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa dapat dilanjutkan dengan tindakan
penyitaan, pelelangan, pencegahan, dan penyanderaan jika wajib pajak tetap tidak mau
melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya. Selain itu dalam kondisi tertentu, gubernur
dapat melakukan penagihan pajak tanpa menunggu batas waktu pembayaran Pajak Air
Permukaan yang ditetapkan oleh gubernur berakhir. Hal ini dikenal sebagai penagihan pajak
seketika dan sekaligus. Tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa dan penagihan pajak
seketika dan sekaligus dalam pemungutan Pajak Air Permukaan dilakukan sesuai dengan
pembahasan pada Bab 2 Ketentuan Umum Pajak Daerah.
b. Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan, Ketetapan, dan Penghapusan atau
Pengurangan Sanksi Administrasi
Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, gubernur dapat membetulkan
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung dan atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah Selain itu gubernur dapat :
1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan
pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya;
2. mengurangkan atau membatalkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau
SKPDLB yang tidak benar;
3. mengurangkan atau membatalkan STPD;
4. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan
tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
5. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertim bangan kemampuan
membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak.

G. Keberatan, Banding, dan Pemeriksaan Pajak Air Permukaan


a. Keberatan dan Banding
1. Keberatan
Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak
dengan membuat perhitungan jumlah yang seharusnya dibayar menurut perhitungan wajib
pajak, Keberatan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah
tentang Pajak Air Permukaan dimaksud. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu
paling lama tiga bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, atau SKPDN,
kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaannya. Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah
membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak. Keberatan yang tidak
memenuhi persyaratan yang ditentukan tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh kepala daerah atau
pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat
sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Apabila pengajuan keberatan diterima sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak
(bila ada) dikembalikan kepada wajib pajak dengan ditambah imbalan bunga sebesar dua
persen sebulan__ untuk jangka waktu paling lama dua puluh empat bulan. Imbalan bunga
dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. Dalam hal keberatan
wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa
denda sebesar lima puluh persen dari jumlah pajak berdasarkan keputusaa keberatan
dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dalam hal wajib
pajak mengajukan permo honan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar lima
puluh persen tersebut tidak dikenakan.
2. Banding
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh bupati/walikota atau pejabat
yang ditunjuk Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan
alasan yang jelas dalam jangka waktu tiga bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan
dari surat keputusan keberatan tersebut Pengajuan permohonan banding menangguhkan
kewajiban membayar pajak sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding. Jika permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar dua persen sebulan
untuk paling lama dua puluh empat bulan Putusan Banding dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang Dalam hal
permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar seratus. persen dari jumlah pajak berdasarkan Putusan
Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.
b. Pemeriksaan Pajak Air Permukaan
Pelaksanaan pemeriksaan. dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh gubernur
atau pejabat yang berwenang Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus
dilengkapi dengan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah pemeriksaan serta harus
memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa.

H. Keringanan, Pembebasan, dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran


Pajak Air Permukaan
a. Keringanan dan Pembebasan Pajak Air
1. Permukaan
Berdasarkan permohonan wajib pajak, gubernur dapat mem berikan pengurangan,
keringanan, dan pembebasan Pajak Air Permu kaan. Tata cara pemberian pengurangan,
keringanan, dan pembebasan pajak ditetapkan dengan keputusan gubernur.
b. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Air Permukaan
Atas kelebihan pembayaran Pajak Air Permukaan, wajib pajak dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada gubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh gubernur.

I. Bagi Hasil Pajak, Biaya Pemungutan, Kedaluwarsa Penangihan Pajak,


dan Penghapusan Piutang Pajak Air Permukaan
a. Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Air Permukaan
1. Bagi Hasil Pajak
Hasil penerimaan Pajak Air Permukaan merupakan pendapatan daerah yang harus
disetorkan seluruhnya ke kas daerah provinsi. Hasil penerimaan Pajak Air Perniukaan
sebagian diperuntukkan bagi daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi tempat pemungutan
Pajak Air Permukaan Pembagian hasil penerimaan Pajak Air Permukaan ditetapkan dalam
peraturan daerah provinsi, dengan perimbangan:
a. 50% menjadi bagian provinsi, dan
b. 50% diserahkan kepada kabupaten/kota.
Pembagian hasil penerimaan Pajak Air Permukaan dilakukan dengan memerhatikan aspek
pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota.
2. Biaya Pemungutan Pajak
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemungutan dan penge lolaan Pajak Air Permukaan,
dapat diberikan biaya pemungutan, misalnya sebesar lima persen dari hasil penerimaan pajak
yang telah disetorkan ke kas daerah provinsi. Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan
kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan
pemungutan, Alokasi dan penggunaan biaya pemungutan Pajak Air Permukaan ditetapkan
dengan keputusan gubernur dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.
b. Kedaluwarsa Penagihan Pajak dan Penghapusan Piutang Pajak Air Permukaan
1. Kedaluwarsa Penagihan Pajak Air Permukaan V
Hak gubernur untuk melakukan penagihan Pajak Air Permukaan kedaluwarsa setelah
melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila
wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Walaupun demikian,
dalam keadaan tertentu kedaluwarsa penagihan Pajak Air Permukaan dapat ditangguhkan,
yaitu apabila kepada wajib pajak diterbitkan surat teguran dan Surat Paksa atau ada
pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
2. Penghapusan Piutang PPPABTAP
Piutang pajak Pajak Air Permukaan yang penagihannya sudah kedaluwarsa dapat
dihapusakan, Penghapusan piutang pajak dilaku kan oleh gubernur berdasarkan permohonan
penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah lainnya yang ditetapkan oleh gubernur untuk menangani pemungutan Pajak
Air Permukaan.
J. Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan Penyidikan Pajak Air
Permukaan
a. Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan Penyidikan Pajak Air Permukaan
1. Kewajiban Pejabat
Setiap pejabat yang ditunjuk oleh gubernur untuk meng Pajak Air Permukaan dilarang
memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya
oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
2. Ketentuan Pidana
Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu
lima tahun sejak saat terutangnya. pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian
tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
3. Penyidikan pajak
Penyidikan tindak pidana di bidang pajak air permukaan dilaksanakan menurut ketentuan
yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.
BAB III
PAJAK ROKOK

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Rokok


a. Pengertian
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat.
Cukai rokok di Indonesia dipungut berda sarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007. Yang
dimaksud dengan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang
tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Cukai, yaitu:
a. konsumsinya perlu dikendalikan;
b. peredarannya perlu diawasi;
C. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masya rakat atau lingkungan
hidup; atau
d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi ke adilan dan keseimbangan.
b. Dasar hukum pemungutan pajak rokok
Pemungutan pajak rokok di indonesia berdasarkan :
• undang-undang nomor 28 tahun 2009 pasal 181 yang menentukan bahwa "ketentuan
mengenai pajak rokok sebagaimana diatur dalam undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal 1 januari 2014"
• pemerintah provinsi yang ingin menerapkan pajak rokok di wilayah daerahnya harus
membuat peraturan daerah tentang pajak rokok yang mulai berlaku sejak 1 januari 2014
• berdasarkan ketentuan dalam undang undang nomor 28 tahun 2009 pasal 2 ayat 4, pajak
rokok dapat tidak di pungut apabila potensinya kurang memadai dan atau di sesuaikan
dengan kebijakan daerah yang di tetapkan dengan peraturan daerah.

B. Objek dan Bukan Objek Pajak Rokok


a. Objek dan bukan objek pajak rokok
1. Objek rokok
Objek rokok adalah konsumsi rokok. Yang dimaksud dengan rokok meliputi sigaret,
cerutu, dan rokok daun.
• sigaret
adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang di balut dengan kertas
dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan
pembantu yang digunakan dalam pembuatannya, sigaret terbagi lagi menjadi :
a. Sigaret kretek : adalah sigaret yang dalam pembuatanya di campur dengan cengkih, atau
bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya
b. Sigaret putih : adalah sigaret yang dalam pembuatanya tanpa di campuri dengan cengkih,
kelembak, atau kemenyan.
c. Sigaret kelembak kemenyan : adalah sigaret yang dalam pembuatanya dicampur dengan
kelembak dan atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
• sigaret putih dan sigaret kretek terdiri atas sigaret yang dibuat dengan mesin atau dibuat
dengan cara lain daripada mesin
• cerutu
adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran lembaran daun tembakau diiris atau tidak,
dengan cara digulung demikian rupa dengan duan tembakau, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nya.
• rokok daun
adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau
sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti.
2. Bukan objek rokok
Pada pajak rokok tidak semua rokok yang konsumsi atasnya dikenakan pajak. Berdasarkan
ketentuan undang undang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai sebagaimana diubah dengan
undang undang nomor 39 tahun 2007 pasal 26 ayat 3 huruf a, cukai tidak dipungut atas
barang kena cukai terhadap tembakau iris yang di buat dari tembakau hasil tanaman di
indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran
dengan bahan pengemas tradisional yang lazim digunakan, apabila dalam pembuatannya
tidak di campur atau di tambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan
lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan atau pada kemasannya
ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etika, atau yang sejenis itu.
Pada pasal 26 ayat 2 ditentukan bahwa cukai juga tidak dipungut atas barang kena cukai
(termasuk hasil tembakau) apabila :
• diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan daerah pabean
• diekspor
• dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan
• digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir
yang merupakan barang cukai
• telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan atau
sebelum diberikan persetujuan impor untuk di pakai.

C. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Rokok


a. Subjek pajak dan wajib pajak rokok
Pada pajak rokok yang menjadi subjek pajak adalah konsumen rokok. Sedangkan
yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang
memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang kena cukai.
Pajak rokok di pungut oleh instansi pemerintah pusat yang berwenang memungut
cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.

D. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Rokok


a. Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan
1. Dasar pengenaan pajak rokok
Dasar pengenaan pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh pemerintah pusat
terhadap rokok. Yang dimaksud dengan "cukai" adalah pungutan negara yang dikenakan
terhadap hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, dan rokok daun
2. Tarif pajak rokok
Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok. Undang undang nomor 28
tahun 2009 pada penjelasan pasal 29 menyatakan bahwa pada saat diberlakukan ketentuan
mengenai pajak rokok, pengenaan pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok diperhitungkan
dalam penetapan tarif cukai nasional.
3. Perhitungan pajak rokok
Besaran pokok pajak rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan dasar pengenaan pajak, secara umum perhitungan pajak rokok adalah sesuai dengan
rumus berikut :
Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak
= tarif pajak x cukai yang di tetapkan oleh pemerintah pusat terhadap rokok.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan pajak rokok
Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat (Pasal
1 UU PDRD). Pemungutan pajak rokok menjadi kewenangan pemerintah daearah tingkat I
atau pemerintah provinsi (Pasal 2 ayat 1 UU PDRD). Berdasarkan pada Pasal 181 UU PDRD,
ketentuan mengenai pajak rokok mulai berlaku sejak 1 Januari 2014. Pemerintah daerah yang
ingin memungut pajak rokok harus menyusun peraturan daerah yang mengatur tentang pajak
rokok. pajak rokok juga dipungut guna melindungi masyarakat dari dampak negatif rokok.
Pemungutan pajak rokok juga dilatarbelakangi adanya kebutuhan untuk meningkatkan dana
untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, pengenaan pajak rokok tidak mutlak ada
pada seluruh daerah provinsi. Pemerintah daerah bisa juga tidak memungut suatu jenis pajak
daerah. Hal ini jika potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.

Kesimpulan pajak air permukaan


Penurunan pendapatan pada sektor migas menjadikan sektor pajak pendapatan utama
nasional.Pajak dianggap pilihan yang paling tepat karena jumlah pendapatannya yang relatif
stabil dan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembiayaan pembangunan.
Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah negara.Tanpa pajak kehidupan negara
tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya
kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), pembayaran para pegawai negara dan
pembangunan fasilitas publik semua dibiayai dari pajak. Semakin banyak pajak yang
dipungut maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang dibangun. Hingga saat ini,
belum ada sumber pendapatan selain pajak yang dapat diandalkan sebagai sumber
pendapatan utama negara.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan agar
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip
kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus selalu ditunjang
dengan iklim yang mendukung peran aktif masyarakat serta pemahaman hak dan kewajiban
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.Secara umum, pajak yang
berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat
adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap daerah-
daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahanya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan biaya
kepada masyarakat berupa pajak. Contoh dari Pajak Daerah adalah Pajak Kendaraan
Bermotor, Pajak Bea Balik Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
dan Pajak Perusahaan Air Tanah dan Permukaan.Pajak Air Permukaan adalah pajak atas
pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang
terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di
darat. Pajak Air Permukaan semula bernama Pajak Pengambilan Permanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP) berdasarkan Undang-Undang nomor 34 Tahun
2000. Hanya saja berdasarkan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, dipecah menjadi dua
jenis pajak, yaitu Pajak Air Permukaan dan Pajak Air Bawah Tanah, dimana Pajak Air
Permukaan dimasukkan sebagai pajak provinsi sedangkan Pajak Air Bawah Tanah menjadi
pajak kabupaten/kota.Kontribusi penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Permukaan harus diimbangi dengan efisiensi dan efektifitas dalam proses pemungutannya.

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis sebutkan diatas, maka penulis memberikan saran
yang dapat bermanfaat:
1. Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten di harapkan lebih giat lagi dalam menggali
sumber-sumber penerimaan pajak air permukaan yang akan memberikan konstribusi besar
terhadap penerimaan pajak air permukaan.
2. Meningkatkan dam mengembangkan system pemungutan pajak air permukaan serta
memanfaatkan kecanggihan teknologi saat ini agar memudahkan masyarakat untuk
membayar pajak.
3. Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten untuk membentuk tim penyidik agar dapat
melakukan pemeriksaan dan penyidikan terhadap wajib pajak yang di curigai melakukan
kecurangan.
4. Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten untuk lebih giat mensosialisasikan cara
pemunguta, perhitungan dan pembayaran pajak air permukaan.
DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, Marihot P. 2016. Pajak Daerah dan Retrbusi Daerah. Edisi Revisi. Jakarta:Rajawali
http://repository.utu.ac.id/846/1/-Unlicensed-BAB%20I%20ori.docx.edit.pdf

Anda mungkin juga menyukai