Oleh: Miftahul Habib Fachrurozi PENDIDIKAN SEJARAH FKIP UNIVERSITAS SILIWANGI miftahul.habib@unsil.ac.id TAHAPAN PENELITIAN SEJARAH 1. PEMILIHAN TOPIK 2. HEURISTIK 3. VERIFIKASI 4. INTERPRETASI 5. HISTORIOGRAFI PEMILIHAN TOPIK • Kedekatan Emosional : Pemilihan topik didasarkan pada hal-hal yang memiliki keterkaitan psikologis/emosional diri peneliti (asal daerah/etnis/agama, jabatan/aktivitas, hobi/minat, dll) • Kedekatan Intelektual : Pemilihan topik didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional (ketersediaan sumber/kajian terdahulu, penguasaan metodologi, dll) BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN • Batasan spasial (wilayah mana yang akan diteliti? Desa? Kota? Provinsi? Lokal? Nasional? Internasional? dll) • Batasan temporal (periode apa yang akan diteliti? Zaman kuno? Kolonial? Pergerakan? Revolusi? Orde Baru? Kontemporer? dll) • Obyek yang akan diteliti (tokoh? Masyarakat? Peristiwa? Fenomena sosial? Kebijakan? Pemikiran? dll)
• CATATAN: Pastikan kalian mengkaji suatu obyek dengan batasan yang
jelas dan spesifik DIMANA MENEMUKAN INSPIRASI TOPIK? • Indeks Buku • Daftar Pustaka • Catatan dalam karya sejarah (Footnote, Bodynote, Endnote) • Ensiklopedi • Majalah • Surat Kabar • Dokumen/Arsip • dll HEURISTIK • Sumber sejarah berdasarkan bentuknya (Tertulis, artifak, lisan) • Sumber sejarah berdasarkan cara narasumber mendapatkan informasinya (primer, sekunder) • Sumber Primer: Sumber yang didapatkan langsung dari informan/pelaku peristiwa sejarah (sezaman dan setempat) • Sumber sekunder: Sumber yang tidak didapatkan langsung dari informan/pelaku peristiwa sejarah (tidak sezaman dan setempat) BEBERAPA CONTOH SUMBER SEJARAH • Buku • Jurnal Ilmiah • Majalah/Surat Kabar • Arsip (Undang-Undang, Staadsblad, Memorie van Overgave, Hoge Regering, dll) • Catatan Perjalanan • Karya Sastra (termasuk Serat) • Babad, Hikayat, dan naskah kuno lainnya • Wawancara • Foto • Peninggalan Bangunan • Film, dll KARYA SASTRA DAN NASKAH KUNO SEBAGAI SUMBER SEJARAH? • Karya sastra dan naskah kuno dapat digunakan sebagai sumber sejarah • Penggunaan karya sastra sebagai sumber sejarah lebih menekankan pada nilai-nilai yang terkandung dalam teks bukan informasi faktual di dalamnya • ALASAN: karya sastra seharusnya dibaca sebagai sistem semiologi yang memuat simbol-simbol sebagai refleksi nilai-nilai masyarakat atau semangat zaman yang bersangkutan daripada sebuah sistem fakta yang tersusun secara ilmiah dan sistematis KARYA SASTRA DAN NASKAH KUNO SEBAGAI SUMBER SEJARAH? • Naskah kuno seperti babad, hikayat, dan sebagainya dapat digunakan sebagai sumber sejarah • Naskah kuno, meskipun kerapkali mengandung mitos dan sarat kepentingan politik tetaplah mengandung informasi-informasi faktual mengenai masa lampau • Sejarawan harus menggunakan karya pembanding yang sezaman (catatan perjalanan orang Eropa atau Tiongkok, dll) untuk menguji informasi yang terdapat dalam naskah kuno • Sejarawan juga dituntut menguasai ilmu-ilmu bantu dalam mengkaji teks (hermeneutika, filologi, dll) agar mampu memahami naskah kuno secara komprehensif KRITIK SUMBER • Tujuanya ialah untuk menguji kredibilitas sumber-sumber yang didapatkan dalam tahap heuristik untuk dapat digunakan dalam penelitian sejarah atau tidak • Verifikasi sangat penting dilakukan agar peneliti bisa mendapatkan sumber sejarah yang kredibel • Verifikasi (Kritik Sumber) terdiri dari dua macam yakni kritik ekstern dan kritik intern KRITIK EKSTERN • Kritik ekstern dilakukan untuk melihat apakah sumber yang kita dapatkan asli atau tidak • Kritik ekstern dapat dilakukan dengan cara mengecek kertas, tinta, gaya tulisan, bahasa, kalimat, ungkapan, serta kata-katanya • Aspek utama yang diperhatikan dalam proses ini adalah kondisi fisik sumber yang didapatkan • Hal tersebut sangat berguna terutama ketika mengecek sumber primer KRITIK INTERN • Kritik Intern dilakukan setelah proses kritik ekstern. • Kritik intern dilakukan untuk melihat apakah isi yang terdapat dalam sumber tersebut dapat dipercaya atau tidak • Hal tersebut dilakukan dengan cara membandingkanya dengan sumber sejarah lain yang relevan. INTERPRETASI • Merupakan tahapan saat sejarawan melakukan penafsiran terhadap data yang terverifikasi untuk mendapatkan fakta sejarah • Fakta sejarah? : interpretasi sejarawan terhadap sumber sejarah • Fakta sejarah tidak sama dengan fakta (kebenaran obyektif) yang benar- benar terjadi di masa lampau • Sejarawan dapat merekonstruksi masa lalu secara kredibel, akan tetapi sejarawan tidak dapat secara sempurna mengetahui apa yang benar-benar terjadi di masa lalu • Sejarawan juga harus mereduksi pandangan subyektif dalam menafsirkan sumber • PADA AKHIRNYA: Sejarawan harus kritis dalam mengungkap fakta sejarah dan menghindari sikap fanatis serta dogmatis CARA MEMAHAMI SUMBER SEJARAH Perhatikan sumber sejarah berikut 1. Pahami siapa yang memproduksi/menulis? 2. Pahami konteks yang melatarbelakangi kemunculan suatu teks/sumber sejarah (Bagaimana latar zaman saat teks tersebut diproduksi?) 3. Pahami bahasa teks/sumber sejarah (ejaan, diksi, kaidah lingustik) 4. Pahami teori serta metode yang relevan untuk menganalisis sumber sejarah (missal: analisis wacana, hermeneutika, dll) CONTOH • PELAKU: Ditulis oleh Semaoen seorang aktivis pergerakan radikal • KONTEKS: Ditulis bulan September 1918 saat sedang muncul polemik mengenai Indie Weerbaar meskipun kondisi rakyat bumiputra sedang sengsara akibat Perang Dunia I • BAHASA: pahami istilah asing seperti zelfbestuur (otonomi); kaoem oeang (kaum kapitalis); kromo (rakyat miskin) • TEORI DAN METODE: Dengan menggunakan metode analisis wacana, terlihat jika teks tersebut memihak kaum kromo dan menyerang kaoem oeang serta pemerintah kolonial (menunjukkan ideologi sosialisme) HISTORIOGRAFI • Sejarawan harus memperhatikan prinsip KRONOLOGIS dalam menyusun karya sejarah • Selain itu, sejarawan juga harus memiliki kemampuan pengungkapan bahasa yang baik (diksi, struktur kalimat, dsb) • Penulisan sejarah juga harus argumentatif yang disertai dengan bukti- bukti akurat • Setiap karya sejarah HARUS MENCANTUMKAN SUMBER TERIMA KASIH “Kesimpulan [dari penelitian] sejarah tidak selalu tepat, bukti bisa diperdebatkan, namun masuk akal bagi kita untuk mempercayai kebenaran meskipun [masih] menyisakan keraguan, seraya berharap suatu hari nanti sebuah laporan yang [lebih] baik akan ditemukan” (Rhoma Dwi Aria Y)