Oleh
i
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih
kepada:
Akhir kata, penulis mohon maaf kepada semua pihak apabila dalam
ii
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan................................................................................... i
Prakata........................................................................................................ ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
Abstrak........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...... ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................... 5
2.1 Multilingulisme................................................................................ 5
2.2 Pemertahanan Bahasa.................................................................... 5
2.3 Ranah Keluarga ............................................................................... 6
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 9
3.1 Pendekatan Penelitian....................................................................... 9
3.2 Lokasi Penelitian.............................................................................. 10
3.3 Data dan Sumber Data Penelitian..................................................... 10
3.4 Metode Pengumpulan Data.............................................................. 11
3.5 Metode Analisis Data......................................................................... 12
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................ 13
4.1 Bahasa Jawa pada Ranah Keluarga ................................................ 13
4.1.1 Bahasa Jawa Ngoko................................................................ 13
4.1.2 Bahasa Jawa Krama................................................................. 33
4.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pemertahanan Bahasa Jawa.... 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 43
5.1 Simpulan........................................................................................ 43
5.2 Saran.............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 46
iii
ABSTRAK
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Peran bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar pada ranah keluarga perlahan-lahan
pada masyarakat perkotaan saja yang terlihat ada perubahan sikap terhadap bahasa
Jawa, pada masyarakat pedesaan pun terlihat adanya perubahan sikap. Tidak
hanya kaum urban saja yang enggan mengajarkan anak-anaknya dengan bahasa
Jawa, masyarakat di daerah pedesaan pun banyak yang tidak menggunakan bahasa
Jawa sebagai bahasa ibu bagi anak-anak mereka. Banyak keluarga muda di daerah
pertama bagi anak-anak mereka. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga
dengan latar belakang pendidikan tinggi dan sosial ekonomi menengah ke atas.
Bahasa Jawa memiliki fungsi tersendiri sebagai identitas dan jati diri
sebagai orang Jawa agar tidak kehilangan Jawanya. Bahasa Jawa hidup
Jawa dalam masyarakat Jawa menjadi ancaman keberadaan bahasa Jawa sebagai
1
2
identitas dan jati diri orang Jawa. Pemertahanan bahasa Jawa harus dilakukan oleh
masyarakat Jawa sendiri agar identitas dan jati diri dari masyarakat Jawa tetap
terjaga.
masih dominan digunakan dalam ranah keluarga sebagai bahasa ibu, sehingga
Kabupaten Tegal?
masyarakat Jawa.
sosiolinguistik.
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan acuan dan dorongan untuk meneliti
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Multilingualisme
dalamnya terdapat bahasa dengan variasi tugas yang berbeda selama aplikasi
dalam masyarakat (Gumperz, 1964: 15). Lebih lanjut Gumperz (1964: 36)
sebagai tarik ulur budaya serta variasi bahasa yang dipertahankan dalam suatu
masyarakat.
komunitas dengan hubungan bentuk bahasa yag bervariasi serta fungsi sosial yang
logis. Bahasa dengan aspek inferior lebih cenderung untuk ditinggalkan, bahkan
4
5
bahasa yang ditetapkan sebagai standar formal. Sebuah bahasa yang cenderung
dilafalkan baik dalam sosial maupun kaidah untuk penggunaan bahasa yang benar
adalah bahasa superior. Penulisan bahasa inferior sulit karena kurangnya kaidah
pelafalan yang ditetapkan, tetapi dalam banyak hal jarang individu ingin menulis
bahasa sangat menarik untuk dikaji. Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan
Melayu Manado yang mempunyai prestise lebih tinggi dan penggunaan bahasa
kalangnya bahasa pertama (B1) yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat
bertahan terhadap pengaruh penggunaan bahasa kedua (B2) yang lebih dominan.
Konsep lain yang lebih jelas lagi dirumuskan oleh Fishman (dalam
Sumarsono 1993: 1). Pemertahnan bahasa terkait dengan perubahan dan stabilitas
penggunaan bahasa di satu pihak dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di
pihak lain dalam masyarakat multibahasa. Salah satu isu yang cukup menarik
mengikuti pola yang sama. Awalnya adalah kontak guyup minoritas dengan
bahasa kedua (B2), sehingga mengenal dua bahasa dan menjadi dwibahasawan,
(B1) bergeser atau punah. Sebagai contoh kajian semacam itu dilakukan oleh Gal
tentang bahasa imigran melainkan tentang bahasa pertama (B1) yang cenderung
bergeser dan digantikan oleh bahasa baru (B2) dalam wilayah mereka sendiri.
penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan yang termasuk dalam wilayah
kota Nagara, Bali (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:147), ada beberapa faktor
7
yang menyebabkan bahasa itu dapat bertahan, yaitu: pertama, wilayah pemukiman
mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari
mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi
sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa
Loloan ini menyebabkan minimnya interaksi fisik antara masyarakat Loloan yang
minoritas dan masyarakat Bali yang Mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak
Loloan. Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan
bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri masyarakat Loloan yang beragama
Islam; sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai lambang identitas dari masyarakat
Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali ditolak
ke generasi berikutnya.
punahnya sebuah bahasa yang dapat berkait dengan keterpakaian praktis sebuah
akhirnnya meninggalkan atau menggeser bahasa pertama (B1) mereka. Faktor lain
yang banyak oleh para ahli sosiolinguistik adalah faktor yang berhubungan
dengan faktor usia, jenis kelamin, dan kekerapan kontak dengan bahasa lain.
Kajian tentang berbagai kasus tersebut di atas memberikan bukti bahwa tidak ada
satupun faktor yang mampu berdiri sendiri sebagai satu-satunya faktor pendukung
pergeseran dan pemertahanan bahasa. Dengan demikian, tidak semua faktor yang
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri,
atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan
Keluarga inti Jawa adalah keluarga inti yang semua kehidupan berkiblat pada
2006: 164).
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teoretis
penutur, topik, dan latar pembicaraan (Chaer dan Agustina 1995:5). Hal tersebut
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan cara deskripsi bentuk
10
11
deskriptif karena hasil penelitian berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati
hidup subur serta mempunyai peranan yang sangat besar dalam situasi formal dan
dilakukan oleh peserta tutur yang terdapat pada ranah keluarga. Keluarga yang
diteliti adalah keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri, nelayan, petani,
pedagang, dan buruh. Penggunaan bahasa itu terjadi secara alami dari peristiwa
tutur yang wajar di dalam masyarakat dalam komunikasi sehari-hari. Sumber data
adalah subjek penelitian (Subana 2011:115). Sumber data dalam penelitian adalah
12
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan
metode cakap atau wawancara ( Sudaryanto 1993: 132). Metode simak dilakukan
untuk mengumpulkan data primer, yaitu tuturan yang dilakukan oleh keluarga di
memiliki teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode ini adalah teknik
Adapun teknik lanjutan metode simak adalah teknik simak bebas libat
Teknik catat sebagai teknik lanjutan berikutnya juga digunakan dalam penelitian
ini.
sekunder, yaitu data yang berupa informasi latar belakang pemertahanan bahasa
Jawa. Metode cakap merupakan metode pengumpulan data dengan cara peneliti
1993:137). Teknik dasar metode ini adalah teknik pancing, yaitu peneliti
Teknik lanjutan metode cakap ini adalah teknik cakap semuka, yaitu
teknik catat.
pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap berikut: (1) reduksi data, (2)
sajian data, dan (3) pengambilan simpulan. Analisis setelah pengumpulan data
tentang pemertahanan bahasa Jawa dialek Tegal dalam ranah keluarga dan faktor-
keluarga petani, pedagang, pegawai negeri, nelayan, dan buruh. Bahasa Jawa yang
digunakan adalah bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat
Ngoko digunakan oleh orang tua kepada anaknya dan oleh suami dengan istri.
anak. Bahasa Jawa Krama hanya digunakan oleh keluarga berstatus sosial
menengah ke atas, misal, keluarga pedagang dan keluarga pegawai negeri. Berikut
Data dari berbagai peristiwa tutur yang terjadi pada ranah keluarga dalam
14
15
Kabupaten Tegal menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko yang
digunakan berbeda dengan ragam ngoko bahasa Jawa baku. Dialek Tegal terdapat
dalam ragam ngoko yang sangat dominan digunakan dalam ranah keluarga.
keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Ngoko adalah keluarga dari semua
profesi yaitu petani, pedagang, nelayan, buruh, dan pegawai swasta maupun
pegawai negeri sipil. Dialek Tegal tampak dalam penggunaan pronomina persona
bahasa Jawa baku. Berikut bahasan mengenai penggunaan bahasa Jawa ragam
a. Keluarga Petani
pada keluarga petani. Penggunaan ragam ngoko tampak dalam tuturan berikut.
P1 : Pak kiye wedange gawa dewek ya, enyong ora ngalor, pan reboan.
‘Pak ini wedangnya dibawa sendiri ya, saya tidak ke kebon, mau
P1 : loro.
‘Dua.’
Percakapan di atas dilakukan oleh suami (P2) dan istri (P1) dalam situasi
santai. Bahasa Jawa Ngoko tampak pada ucapan P1 Pak kiye wedange gawa
dewek ya, enyong ora ngalor, pan reboa ‘Pak ini wedangnya dibawa sendiri ya,
saya tidak ke kebon, mau pengajian tiap rabu’ dan P2 menjawab dengan bahasa
Jawa Ngoko Iya. Pacetane apa? ‘Iya. Jajanannya apa? Selanjutnya antara P1 dan
kiye, dewek, enyong, maceme, koen. Dialek Tegal juga tampak pada pelafalan /a/
di akhir kata yang berbeda dengan pelafalan akhir pada bahasa Jawa baku. Ragam
ngoko juga digunakan antara orang tua kepada anaknya seperti dalam peristiwa
tutur berikut.
P2 : Jujule pira?
‘Berapa kembalinya?’
P1 : Rong ewu.
‘Dua ribu.’
P2 : Upah oh iya?
anaknya (P2). Dalam percakapan di atas tampak penggunaan bahasa Jawa Ngoko
oleh ibu dan anak yang terlihat pada leksikon-leksikon yang digunakan. P1
mengucapkan Ya, tokokna gula saprapat neng yu Inih. ‘Ya, belikan gula
seperempat di yu Inih’ dan diwab P2 dengan bahasa Jawa ngoko Duwite endi,
Jawa ngoko. Dialek Tegal tampak dalam leksikon tokokna, kiyeh, iya, bae, jujul.
Dialek Tegal juga tampak pada pelafalan fonem /a/ di akhir kata.
b. Keluarga Pedagang
18
berprofesi sebagai pedagang. Ragam Ngoko digunakan oleh suami dengan istri
dan oleh orang tua dengan anaknya. Penggunaan Bahasa Jawa Ngoko tampak
P2 : Iya oh kulak.
‘Iya belanja.’
P2 : Wingi tah satus seket ewu, mbuh kiye mundak maning ora. Akeh wong
‘Kemarin katanya seratus lima puluh ribu, tidak tau sekarang naik lagi
P2 : Lha iya neng, mugane mumet enyong mbagine, saiki apa-apa larang
kabeh.
semuanya mahal.’
Percakapan di atas dilakukan oleh sepasang suami (P1) dan istri (P2) yang
bahasa Jawa ngoko yang diucapkan oleh P1 Pan kulak endog apa ora ‘Mau
blanja telur apa tidak?’ dan dijawab oleh P2 Iya oh kulak ‘Iya belanja.’
terdapat dalam ragam ngoko tersebut yang terlihat pada kata enyong ‘saya’, endog
Percakapan antara orang tua (ibu) dan anak pada keluarga pedagang juga
menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko seperti tampak dalam tuturan berikut.
P1 : Win, jam lima kudu wis balik dolan. Aja kesoren. Melas usdade
ngentenane kesuwen.
‘Win, pukul lima harus sudah pulang bermain. Jangan terlalu sore.
P2 : iya ma.
‘Iya, Ma.’
P1 : Koen tah mbedud nemen oh, moni iya-iya ya mengko jam lima durung
‘Kamu bandel sekali, hanya bilang iya tapi nanti jam lima belum pulang.
Percakapan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Penggunaan
bahasa Jawa ngoko terlihat tuturan P1 Win, jam lima kudu wis balik dolan. Aja
kesoren. Melas usdade ngentenane kesuwen ‘Win, pukul lima harus sudah pulang
bermain. Jangan terlalu sore. Kasihan ustadnya menunggu terlalu lama’ dan
bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal tampak pada leksikon mbedud, nemen, donge,
batire. Dialek Tegal juga tampak dalam penggunaan pronomina persona kedua
koen ‘kamu’. Pelafalan /a/ di akhir kata juga menunjukkan penggunaan dielak
Tegal. Bahasa Jawa Ngoko juga digunanakan oleh bapak dan anak seperti tampak
P2 : Mamane langka.
‘Emang kemana?’
P1 : Cepet disusul, kye ing blanja akeh, ngko susu pada bubar.
Percakapan di atas dilakukan oleh bapak (P1) dan anak (P2). Penggunaan
bahasa Jawa ngoko dapat dilihat pada tuturan P1 Takokna mama, mengkreng ijo
saons pira? ‘Tanyakan mama, lombokiji satu ons berapa?’ dan dijawab P2 dengan
c. Keluarga Buruh
berprofesi sebagai buruh. Ragam ngoko digunakan antara suami dan istri dan
antara orang tua kepada anaknya. Berikut data penggunaan bahasa Jawa ngoko
P1 : Kae neng Uci ana tukang maning, tukang nggarap apa donge?
P2 : Ngranjang wesi.
22
‘Merakit besi.’
P2 : Neng Bongkok.
‘Di Bongkok.’
Data di atas adalah percakapan antara suami (P1) dan istri (P2).
pada ucapan P1 Kae neng Uci ana tukang maning, tukang nggarap apa donge?
‘Itu di Uci ada tukang lagi, tukang buat apa sebenarnya?’ dan dijawab oleh P2
dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal terdapat pada leksikon
maning, donge, ader. Pada peristiwa tutur lain, yaitu percakapan antara orang tua
(ibu) kepada anak juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko, seperti tampak dalam
tuturan berikut.
P2 : Bocah kuwe njaluk duwit terus sih, gongkon ndolani adine sungkan.
‘Anak ini minta uang terus, tapi malas kalo disuruh bermain dengan
adik.’
P2 : Sewu bae lah, mipil. Ngko be ana wong ider jajan njaluk maning, njajane
langka pedote.
‘Seribu saja. Nanti saja kalau ada orang keliling jual jajan minta beli lagi,
Peristiwa tutur di atas dilakukan oleh ibu (P2) dengan anaknya (P1). Ibu
menggunakan bahasa Jawa ngoko dan si anak juga demikian yang terlihat pada
tuturan P1 Ma njaluk duwite rong ewu nggo tuku bakso ‘Ma minta uang dua ribu
buat beli bakso’ dan dijawab oleh P2 Bocah kuwe njaluk duwit terus sih, gongkon
ndolani adine sungkan ‘Anak ini minta uang terus, tapi malas kalo disuruh
Jawa ngoko. Dialek Tegal terdapat pada leksikon kuwe, gongkon, sungkan, giyan,
bae. Dialek Tegal juga tampak dalam pelafalan fonem /a/ di akhir kata.
P1 : Pira nganyange?
‘Berapa nawarnya?’
25
P2 : Selawe ewu.
P2 : Lha iya neng, ora usah ngingu ayam ya kena lah. Kesel nyaponane
kandang.
‘Emang iya, tidak usah memelihara ayam saja ya. Capek menyapu
kandang.’
Percakapan di atasa adalah percakapan antara suami (P1) dengan istri (P2).
Penggunaan bahasa Jawa ngoko tampak pada tuturan P1 Ayame jare pan didol?
bahasa Jawa ngoko. bahasa Jawa ngoko juga digunakan untuk berkomunikasi
antara bapak dengan anak seperti terlihat pada peristiwa tutur berikut.
P1 : Her, kye motore aja danjingna dingin, pan dinggo maring Latu.
P1 : Tah olihe secuil oh. Ngko takisi enyong neng pombensin bae endah olihe
akeh.
‘Dapatnya sedikit. Nanti saya isi di pom bensin saja biar dapat banyak.’
P2 : Nyandak apa ora anjog pembensin, wong wis esat nemen ka.
‘Cukup apa tidak sampai pom bensin, udah tinggal sedikit sekali.’
Tuturan di atas dilakukan oleh bapak (P1) dan anak (P2). P1 menggunakan
bahasa Jawa ngoko yang tampak pada Her, kye motore aja danjingna dingin, pan
dinggo maring Lat ‘Her, ini motornya dimasukkan dulu, mau dipakai ke Latu’
yang dijawab P2 Pan takdinggo aring laut, sedelat ‘Mau dipakai ke laut,
sebentar.’ Selanjutnya mereka berbahasa Jawa ngoko yang tampak pada dialog-
dialog di atas.
27
d. Kerluarga Nelayan
Pada keluarga yang berprofesi sebagai nelayan, bahasa Jawa Ngoko sangat
sehingga mereka hanya menguasai bahasa ibu yaitu bahasa Jawa ngoko. Ragam
ngoko digunakan antara suami dan istri dan orang tua kepada anaknya. Berikut
data penggunaan bahasa Jawa ngoko dalam ranah rumah pada keluarga nelayan.
P1 : Dih ayawene wis pada balik nggemplo. Berati pada kosong ih.
‘Jam segini sudah pada pulang Nggemplo. Berarti kosong semua ya.’
Dialog di atas dilakukan oleh suami dan istri. Pada dialog di atas tanpak
Leksikon dialek Tegal tampak dalam enteng, bae, langka, dong, mbesiki.
Leksikon nelayan tampak pada nggemplo, ngursin, nyimbat. Ragam ngoko juga
menggunakan bahasa Jawa Ngoko kepada anak-anak mereka, seperti terlihat pada
tuturan berikut.
P1 : Po, kiye adine dijak dolan, aja neng umah bae. Mane endhase puyeng ka,
‘Po, ini adik diajak bermin, jangan di rumah saja. Kepala ibu pusing,
P2 : Lha sing mau be dolan ka. Kiye njaluk duwit maning, mau utang es neng
yu Sijah sewu.
‘Dari tadi bermain saja. Ini minta uang lagi, tadi hutang es di Yu Sijah
seribu.’
P1 : Kae njukut neng slorok rong ewu bae. Pan nggo tuku solar nggo
mbesiki.
Dialog di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2) . Ibu menggunakan
menggunakan bahasa Jawa ngoko kepada ibunya yang terlihat pada tuturan Po,
kiye adine dijak dolan, aja neng umah bae. Mane endhase puyeng ka, bapane
miyange kosong terus ‘Po, ini adik diajak bermin, jangan di rumah saja. Kepala
ibu pusing, bapak melautnya kosong terus’ Dan dijawab oleh P2 Lha sing mau be
dolan ka. Kiye njaluk duwit maning, mau utang es neng yu Sijah sewu ‘Dari tadi
bermain saja. Ini minta uang lagi, tadi hutang es di Yu Sijah seribu.Bahasa Jawa
ngoko tampak pada leksikon-leksikon yang digunakan. Dialek Tegal tampak pada
leksikon kiye, endhase, njaluk, maning, bae, dan mbesiki. Leksikon khusus
Bahasa Jawa ragam ngoko juga terlihat pada peristiwa tutur lain antara
P2 : Lawuhe apa?
‘Lauknya apa?’
30
P2 : Sontong.
‘Cumi-cumi.’
‘Belikan, Ma.’
bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada tuturan Kae mangan dingin, aja dolan bae
‘Makan dulu, jangan bermain saja’ dan dijawab oleh P2 dengan Lawuhe
mereka berbicara. Dialek Tegal juga sangat tampak pada percakapan di atas yang
antara suami dan istri di lingkungan rumah menggunakan bahasa Jawa Ngoko
‘Di Rasjo.’
‘Tambah sedikit?’
‘Kenapa, Mas?’
‘Hanya dua puluh lima orang, kalau masak-memasak tidak korup ya.’
ragam ngoko yang terlihat pada leksikon seperti sapa, neng, saiki, selawe, wis.
Dialek Tegal tampak pada leksikon kur, tok, selot, setitik, lubar, bisane, kiyeng.
Bahasa Jawa ngoko juga terlihat pada tuturan P1 Jemuwahane neng sapa Mas?
Pada keluarga pegawai negeri, orang tua kepada anak-anaknya baik ibu
kepada anak maupun bapak kepada anak menggunakan bahasa Jawa Ngoko
P1 : Bisane kaose badeg nemen, dolanan neng endi, mesti kas adus-adusan
tambak ya?’
P1 : Kas bal-balan ka kaya kuwe kulah endut kabeh. Aja mbodoni ibu koen
ya.
‘Kalau habis bermain bola, tidak mungkin kotor semua seperti itu, itu
P2 : Ih ora ka.
‘Tidak kok.’
P1 : Mbodoni dosa luh. Wong akeh sing weruh ka koen kas gupak neng
balongan. Mana pakeane kumbai dewek. Tuman koen. Ngko mbesiki taklabrak
‘Kalau berbohong dosa lho. Banyak yang lihat kok kamu habis
berendam di tambak. Pakainnya dicuci sendiri ya. Besok kalau main di tambak,
ibu labrak.
Percakapan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Pada
percakapan di atas tampak penggunaan bahasa Jawa ngoko oleh P1 Bisane kaose
badeg nemen, dolanan neng endi, mesti kas adus-adusan neng balongan oya?
‘Kenapa kaosmu kotor sekali, bermain di mana, pasti habis mandi di tambak ya?’
yang dijawab oleh P2 Ora, kas bal-bala ‘Tidak, habis bermain bola.’ Selanjutnya
mereka menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko juga digunakan
untuk berkomunikasi antara bapak dengan anak seperti tampak pada dialog
berikut.
P2 : Bapane Agus.
‘Bapaknya Agus.’
P2 : Wis.
‘Sudah.’
P2 : Wadon.
‘Perempuan.’
P1 : Eh wadon maning.
P1 : Bar Isya.
‘Setelah isya.’
35
bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada tuturan yang diucapkan oleh P1 dan P2. P1
mengatakan Mau ana tamu sapa, Dan? ‘Tadi ada tamu siapa, Dan?’ yang
Bahasa Jawa krama digunakan oleh keluarga dari profesi tertentu yaitu
pegawai negeri sipil, pedagang, dan buruh yang latar belakang pendidikan orang
jumlahnya sangat sedikit. Pada keluarga pegawai negeri sipil ini, komunikasi
antara suami dan istri menggunakan bahasa Jawa Ngoko, sedangkan antara orang
tua dan anak, antara ibu dan anak, dan antara ayah dan anak menggunakan bahasa
Jawa Krama. Penggunaan bahasa Jawa Krama oleh orang tua kepada anak
keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Krama adalah keluarga yang latar
pedagang dengan latar belakang pendidikan orang tua, sekolah menengah atas
pun, banyak dijumpai penggunaan bahasa Jawa krama kepada anak-anak mereka.
36
Demikian juga keluarga buruh yang orang tua wanita bisa berbahasa Jawa Krama,
anak-anak yang diajari menggunakan bahasa Jawa Krama adalah anah usia pra
sekolah dn usia sekolah SD, dengan harapan agar bahasanya bagus, sehingga akan
Jawa krama pada umumnya. Perbedaannya antara lain adalah tidak ada sufiks
-ipun tetapi masih terinterferensi dialek Tegal yaitu masih menggunakan sufiks
–e.
a. Keluarga Pedagang
tualah ang menyebabkan digunakannya bahasa Jawa Krama seperti tampak pada
tuturan berikut.
oleh ibu (P1) dan anak (P2). Bahasa Jawa krama tampak pada tuturan P1 dan P2.
P1 mengucapkan Gung, belajar mpun kelas enem ka mboten nate belajar ‘Gung,
belajar. Sudah kelas enam kok tidak pernah belajar’ dan dijawab oleh P2 ‘Mangke
jam pitu, Ma ‘Mangke jam pitu, Ma.’ Selanjutnya komunikasi antara P1 dan P2
menggunakan bahasa Jawa Krama. komunikasi antara bapak dan anak juga
P1 : Bapak kalih Ibu pan tindhak riyin, mangke lampune diseteli nggih.
‘Bapak dan Ibu mau pergi dulu, nanti lampunya dinyalakan ya.’
P1 : Bar magrib.
‘Setelah magrib.’
P1 : Titipna embah.
‘Dititipkan embah.’
P1 : Nggih mpun, tapi angger magrib teng griyo nggih, solat riyin.
‘Ya sudah, tapi kalau waktu magrib di rumah ya, sholat dulu.’
Dialog di atas adalah percakapan antara bapak (P1) dan anak (P2). Pada
diucapkan oleh P1 Bapak kalih Ibu pan tindhak riyin, mangke lampune diseteli
nggih ‘Bapak dan Ibu mau pergi dulu, nanti lampunya dinyalakan ya’ dan
dijawab oleh P2 Nggih, wangsule jam pinten, Pak? ‘Ya, pulangnya jam berapa,
Krama.
Ada beberapa keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil yaitu
profesi orang tua, keluarga pegawai negeri sipil ini menggunakan bahasa Jawa
Krama kepada anak-anak mereka seperti tampak pada data berikut ini.
riyin.
‘Nanti dimakan ya, jangan terlalu lama, Mama akan pergi dulu.’
P1 : Nggih.
‘Iya.’
A : Mboten usah.
‘Tidak Usah.’
Tuturan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Pada tuturan
tersebut tampak penggunaan bahasa Jawa Krama oleh P1 Mei, niki sekule
dimaem, lin susune dimimi oh ‘Mei, ini nasinya dimakan, terus susunya diminum’
yang kemudian dijawab oleh P2 Mangke, Ma. Deken teng riku riyin‘Nanti, Ma.
Komunikasi antara bapak dengan anak juga menggunakan bahasa Jawa Krama
P2 : Kerja kelompok.
‘Kerja kelompok.’
P2 : Wulan.
ngaos.
‘Kalau sudah selesai langsung pulang ya, jangan bermain, nanti mau
mengaji.’
P2 : Nggih, Bu.
‘Iya, Bu.’
Percakapan antara bapak dan anak di atas tampak penggunaan bahasa Jawa
Krama. P1 mengatakan Bade pundi, Ka? ‘Mau kemana, Ka?’ dan dijwab oleh P2
Krama.
c. Keluarga Buruh
41
banyak yang berprofesi sebagai buruh karena di daerah tersebut banyak berdiri
Jawa Krama kepada anak-anak mereka, terutama ibu rumah tangga. Berikut data
P1 : Ijo.
‘Hijau.’
Percakapan di atas dilakukan oleh ibu dan anak yang terlihat menggunakan
bahasa Jawa Krama. P1 berujar Pendetna jungkat teng meja kamar ‘Ambilkan
sisir di meja kamar’ dan dijawab oleh P2 Sing warnanae nopo, Ma? ‘Yang
berkomunikasi antara suami dan istri dan oleh orang tua kepada anaknya
yang sok atau sombong. Misal, orang tua yang memutuskan menggukanan
juga jika orang yang pulang dari rantau, apabila menggunakan bahasa
Indonesia pun akan dikatakan sebagai orang yang sok. Adanya anggapan
bahasa Jawa saja terutama bahasa Jawa Ngoko, sehingga mereka hanya
tidak dikenal, dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi juga
menggunakan bahasa Jawa Ngoko. demikian juga pada situasi tutur resmi
juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko. pada tempat resmi pun mereka
mereka hanya menguasai kosa kata bahasa Jawa Ngoko. Hanya sebagian
Tegal, yang bisa menguasai bahasa Jawa krama. Penguasaan bahasa Jawa
bahasa Jawa.
dan tidak ada jarak antara orang tua dan anak menyebabkan digunakannya
bahasa Jawa.
5. Kesantunan Berbahasa
atas ataupun mereka yang berasal dari daerah lain yang berbahasa Jawa
anak akan santun berbahasa kepada orang lain. Hal ini karena dalam
bahasa Jawa mengenal tingkatan atau unda usuk, tidak seperti bahasa
Jawa krama diharapkan anak akan santun tidak hanya kepada orang tua,
tetapi juga kepada orang lain maupun dengan orang yang baru dikenalnya.
Bahasa Jawa Krama ini biasanya diajarkan kepada anak ketika anak baru
mulai bisa berbicara sehingga anak sudah mengenal bahasa Jawa Krama
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
buruh, petani, nelayan, dan pegawai negeri sipil. Bahasa Jawa digunakan
untuk berkomunikasi antara orang tua (ibu dan bapak) kepada anak dan
antara suami dengan istri. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa
Jawa Ngoko dan bahasa Jawa Krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat dominan
digunakan oleh keluarga dari semua profesi. Dialek Tegal terdapat pada
bahasa Jawa Ngoko yang berbeda dengan dialek bahasa Jawa pada
digunakan berbeda dengan bahasa Jawa Krama Bahasa Jawa Baku. Bahasa
14
15
warga yang tidak menguasai bahasa lain selain bahasa Jawa. Karena
d. Hubungan yang akrab dan tidak ada jarak antara peserta tutur
yang akrab dan tidak ada jarak, sehingga digunakan bahasa Jawa.
5.2 Saran
penggunaan bahasa Jawa merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat
dimulai pada ranah rumah karena ranah rumah merupakan pilar utama untuk
hendaknya tidak hanya menguasai bahasa Jawa ngoko saja tetapi juga menguasai
bahasa Jawa Krama agar bisa digunakan sesuai dengan tempat dan situasi
tuturnya. Bagi para peneliti dan pemerhati bahasa, penelitian ini dapat dijadikan
sosiolinguistik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal: Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Subroto, Edi. 2006. Liku-liku Verba Berafiks /a/ dalam Bahasa Jawa Baku.
Surakarta: Cakra Books Solo.