Anda di halaman 1dari 54

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA RANAH

KELUARGA DI DESA MUNJUNGAGUNG, KECAMATAN


KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

Oleh

Drs. Tri Mulyono, M.Pd.


Leli Triana, S.S., M.Pd.

PROGDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
PANCASAKTI TEGAL
2013

i
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian tentang Pemertahanan Bahasa

Jawa pada Ranah Keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat,

Kabupaten Tegal dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

Kami menyadari bahwa pelaksanaan kegiatan penelitian ini selalu

melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Rektor Universitas Pancasakti Tegal

2. Dekan FKIP Universitas Pancasakti Tegal

3. Kapala Lemlit Universitas Pancasakti Tegal

4. Semua pihak yag telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.

Akhir kata, penulis mohon maaf kepada semua pihak apabila dalam

penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Harapan penulis, laporan

penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan dan berkepentingan.

Tegal, Maret 2013


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan................................................................................... i
Prakata........................................................................................................ ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
Abstrak........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...... ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................... 5
2.1 Multilingulisme................................................................................ 5
2.2 Pemertahanan Bahasa.................................................................... 5
2.3 Ranah Keluarga ............................................................................... 6
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 9
3.1 Pendekatan Penelitian....................................................................... 9
3.2 Lokasi Penelitian.............................................................................. 10
3.3 Data dan Sumber Data Penelitian..................................................... 10
3.4 Metode Pengumpulan Data.............................................................. 11
3.5 Metode Analisis Data......................................................................... 12
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................ 13
4.1 Bahasa Jawa pada Ranah Keluarga ................................................ 13
4.1.1 Bahasa Jawa Ngoko................................................................ 13
4.1.2 Bahasa Jawa Krama................................................................. 33
4.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pemertahanan Bahasa Jawa.... 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 43
5.1 Simpulan........................................................................................ 43
5.2 Saran.............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 46
iii
ABSTRAK

Peran bahasa Jawa pada ranah keluarga perlahan-lahan mulai digantikan


oleh bahasa Indonesia. Banyak keluarga yang berlatar belakang masyarakat Jawa
tidak lagi menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi di dalam rumah.
Bahasa Jawa tidak lagi digunakan sebagai bahasa ibu bagi anak-anak mereka.
Akibatnya, banyak anak-anak Jawa yang sekarang tidak bisa berbahasa Jawa.
Perubahan sikap tersebut tidak hanya terdapat pada masyarakat perkotaan. Pada
masyarakat desa pun, hal demikian terjadi. Pemertahanan bahasa Jawa harus
dilakukan oleh masyarakat Jawa sendiri agar identitas dan jati diri masyarakat
Jawa tetap terjaga. Pemertahanan bahasa Jawa pada ranah keluarga masih
dilakukan oleh masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten
Tegal, sehingga menarik untuk dikaji.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan teoretis dan
metodologis. Data penelitian ini adalah percakapan yang dilakukan oleh keluarga
di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. Data dikumpulkan
melalui metode simak dan metode cakap (wawancara). Data dianalisis melalui
reduksi data, sajian data, dan pengambilan simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga di Desa Munjungagung,
Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal mayoritas menggunakan bahasa Jawa.
Jawa digunakan secara dominan oleh keluarga yang pedagang, buruh, petani,
nelayan, dan penegai negeri sipil. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa
Jawa ngoko dan krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat dominan digunakan dalam
ranah keluaraga. Dialek Tegal terdapat pada bahasa Jawa Ngoko yang berbeda
dengan dialek bahasa Jawa standar. Bahasa Jawa Krama digunakan oleh keluarga
dengan profesi tertentu, seperti pedagang, buruh, dan pegawai negeri sipil dengan
latar belakang orang tua berpendidikan menengah ke atas. Faktor-faktor yang
menyebabkan pemertahanan bahasa Jawa di Desa Munjungagung, Kecamatan
Kramat, Kabupaten Tegal adalah bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, takut
dikatakan sok/sombong apabila menggunakan bahasa Indonesia, hanya menguasai
bahasa Jawa, hubungan yang akrab dan tidk ada jarak antara peserta tutur, dan
mengajarkan kesantunan berbahasa.
Saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian ini adalah
pemertahanan bahasa Jawa merupakan hal yang sangat penting untuk
melestarikan bahasa Jawa. Dengan menggunakan bahasa Jawa berarti berperan
serta dalam melestarikan dan mempertahankan bahasa Jawa. Pemertahanan
bahasa Jawa dimulai dari ranah keluarga. Bagi para peneliti dan pemerhati bahasa,
penelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan penelitian lanjutan untuk
menambah khasanah ilmu bahasa.

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peran bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar pada ranah keluarga perlahan-lahan

mulai digantikan oleh bahasa Indonesia. Berdasarkan pengamatan, tidak hanya

pada masyarakat perkotaan saja yang terlihat ada perubahan sikap terhadap bahasa

Jawa, pada masyarakat pedesaan pun terlihat adanya perubahan sikap. Tidak

hanya kaum urban saja yang enggan mengajarkan anak-anaknya dengan bahasa

Jawa, masyarakat di daerah pedesaan pun banyak yang tidak menggunakan bahasa

Jawa sebagai bahasa ibu bagi anak-anak mereka. Banyak keluarga muda di daerah

pedesaan memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

pertama bagi anak-anak mereka. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga

dengan latar belakang pendidikan tinggi dan sosial ekonomi menengah ke atas.

Sikap masyarakat yang demikian, merupakan suatu pertanda baik bagi

keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Namun, kecenderungan

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama merupakan pertanda

buruk bagi kelestarian bahasa Jawa.

Bahasa Jawa memiliki fungsi tersendiri sebagai identitas dan jati diri

sebagai orang Jawa agar tidak kehilangan Jawanya. Bahasa Jawa hidup

berdampingan dengan bahasa lain, yaitu bahasa Indonesia. Pergeseran bahasa

Jawa dalam masyarakat Jawa menjadi ancaman keberadaan bahasa Jawa sebagai
1
2

identitas dan jati diri orang Jawa. Pemertahanan bahasa Jawa harus dilakukan oleh

masyarakat Jawa sendiri agar identitas dan jati diri dari masyarakat Jawa tetap

terjaga.

Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal

merupakan masyarakat yang heterogen. Letak geografis yang berada di jalur

pantura menyebabkan tingginya mobilitas masyarakat tersebut. Bahasa Jawa

masih dominan digunakan dalam ranah keluarga sebagai bahasa ibu, sehingga

menarik untuk dikaji.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penelitian ini

difokuskan pada permasalahan berikut.

1. Bagaimanakah penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal?

2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pemertahanan bahasa

Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat,

Kabupaten Tegal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. mengidentifikasi penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.


3

2. mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

pemertahanan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung,

Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Secara Teoretis

1. Memberikan sumbangan kepada masyarakat pemakai bahasa, khususnya

masyarakat Jawa.

2. Menambah khasanah hasil penelitian dalam penerapan teori-teori

sosiolinguistik.

b. Manfaat Secara Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan acuan dan dorongan untuk meneliti

bahasa dari berbagai sudut pandang.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk pembinaan dan

pengembangan bahasa terutama untuk mempertahankan bahasa Jawa.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Multilingualisme

Mutilingualisme sebagai sumber interaksi dalam sebuah masyarakat yang di

dalamnya terdapat bahasa dengan variasi tugas yang berbeda selama aplikasi

dalam masyarakat (Gumperz, 1964: 15). Lebih lanjut Gumperz (1964: 36)

mengatakan bahwa multilingualisme merupakan fenomena stabil masyarakat

sebagai tarik ulur budaya serta variasi bahasa yang dipertahankan dalam suatu

masyarakat.

Banyak perspektif fenomena multilingualisme yang terjadi pada

komunitas dengan hubungan bentuk bahasa yag bervariasi serta fungsi sosial yang

menjadi latarbelakang varian bahasa. Penutur lebih sering menggunakan variasi

bahasa dalam situasi berbeda, menyebabkan setiap bahasa memiliki kemungkinan

untuk ditinggalkann bergantung seberapa sering situasi yang berhubungan dengan

bahasa itu dilakukan. Varian-varian bahasa hidup secara berdampingan dalam

masyarakat multilingual, yang mana variasi-variasi bahasa itu memiliki peranan

tertentu yang harus dimainkan (Fasold, 1984:34).

Sikap penutur dalam masyarakat multilingual pada umumnya

menggunakan aspek superior, lebih terpandang, dan merupakan bahasa yang

logis. Bahasa dengan aspek inferior lebih cenderung untuk ditinggalkan, bahkan

ada yang sampai ditolak keberadaannya. Banyak tingkat masyarakat terpelajar

4
5

mendorong agar bahasa inferior tidk digunakan, walaupun mereka menggunakan

bahasa itu dalam percakapan sehari-hari. Perhatian tinggi terhadap bahasa

superior ditekankan oleh manusia sebagai bentuk kesesuaian untuk fungsi-fungsi

yang mengesampingkan adanya kemampuan kriteria sebuah bahasa dalam situasi

tertentu (Fasold, 1984:50).

Bentuk bahasa superior dalam masyarakat multilingual merupakan suatu

bahasa yang ditetapkan sebagai standar formal. Sebuah bahasa yang cenderung

dilafalkan baik dalam sosial maupun kaidah untuk penggunaan bahasa yang benar

adalah bahasa superior. Penulisan bahasa inferior sulit karena kurangnya kaidah

pelafalan yang ditetapkan, tetapi dalam banyak hal jarang individu ingin menulis

dengan bahasa inferior (Fasold, 1984:52).

2.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa sebagai defense terhadap adanya tendensi

pergeseran bahasa. Kesadaran akan suatu bangsa untuk mempertahankan

identitas, sebuah sistem nilai untuk bangsa. Pemertahanan diperlukan ketika

terdapat tendensi dalam sebuah pergeseran bahasa.

Sebagai salah satu objek kajian sosiolinguistik, gejala pemertahanan

bahasa sangat menarik untuk dikaji. Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan

dengan prestise suatu bahasa di mata masyarakat pendukungnya. Sebagaimana

dicontohkan oleh Danie (dalam Chaer 1995:193) bahwa menurunnya pemakaian

beberapa bahasa daerah di Minahasa Timur adalah karena pengaruh bahasa


6

Melayu Manado yang mempunyai prestise lebih tinggi dan penggunaan bahasa

Indonesia yang jangakauan pemakaiannya bersifat nasional. Namun ada

kalangnya bahasa pertama (B1) yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat

bertahan terhadap pengaruh penggunaan bahasa kedua (B2) yang lebih dominan.

Konsep lain yang lebih jelas lagi dirumuskan oleh Fishman (dalam

Sumarsono 1993: 1). Pemertahnan bahasa terkait dengan perubahan dan stabilitas

penggunaan bahasa di satu pihak dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di

pihak lain dalam masyarakat multibahasa. Salah satu isu yang cukup menarik

dalam kajian pergeseran dan pemerthanan bahasa adalah ketidakberdayaan

minoritas imigran mempertahankan bahasa asalnya dalam persaingan dengan

bahasa mayoritas yang lebih dominan.

Ketidakberdayaan sebuah bahasa minoritas untuk bertahan hidup itu

mengikuti pola yang sama. Awalnya adalah kontak guyup minoritas dengan

bahasa kedua (B2), sehingga mengenal dua bahasa dan menjadi dwibahasawan,

kemudian terjadilah persaingan dalam penggunaannya dan akhirnya bahasa asli

(B1) bergeser atau punah. Sebagai contoh kajian semacam itu dilakukan oleh Gal

(1979) di Australia dan Dorial (1981) di Inggris. Keduanya tidak berbicara

tentang bahasa imigran melainkan tentang bahasa pertama (B1) yang cenderung

bergeser dan digantikan oleh bahasa baru (B2) dalam wilayah mereka sendiri.

Menurut Sumarsono dalam laporan penelitiannya mengenai pemertahanan

penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan yang termasuk dalam wilayah

kota Nagara, Bali (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:147), ada beberapa faktor
7

yang menyebabkan bahasa itu dapat bertahan, yaitu: pertama, wilayah pemukiman

mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari

wilayah pemukiman masyarakat Bali. Kedua, adanya toleransi dari masyarakat

mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi

dengan golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interaksi itu kadang-kadang

digunakan juga bahasa Bali. Ketiga, anggota masyarakat Loloan, mempunyai

sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa

Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan terkonsentrasinya masyarakat

Loloan ini menyebabkan minimnya interaksi fisik antara masyarakat Loloan yang

minoritas dan masyarakat Bali yang Mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak

digunakannya bahasa Bali dalam interaksi intrakelompok dalam masyarakat

Loloan. Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan

terhadap bahasa Melayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan atau status

bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri masyarakat Loloan yang beragama

Islam; sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai lambang identitas dari masyarakat

Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali ditolak

untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok, terutama dalam ranah agama. Kelima,

adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi terdahulu

ke generasi berikutnya.

Pergeseran dan pemertahanan bahasa dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa di Indonesia dipengaruhi oleh

faktor yang dilatarbelakangi oleh situasi kedwibahasaan atau kemultibahasaan.


8

Industrialisasi dan urbanisasi dipandang sebagai penyebab utama bergeser atau

punahnya sebuah bahasa yang dapat berkait dengan keterpakaian praktis sebuah

bahasa, efisiensi bahasa, mobilitas sosial, kemajuan ekonomi dan sebagainya.

Faktor lain misalnya adalah jumlah penutur, konsentrasi pemukiman, dan

kepentingan politik (Sumarsono 1993: 3).

Pada umumnya sekolah atau pendidikan sering juga menjadi penyebab

bergesernya bahasa, karena sekolah selalu memperkenalkan bahasa kedua (B2)

kepada anak didiknya yang semula monolingual, menjadi dwibahasawan dan

akhirnnya meninggalkan atau menggeser bahasa pertama (B1) mereka. Faktor lain

yang banyak oleh para ahli sosiolinguistik adalah faktor yang berhubungan

dengan faktor usia, jenis kelamin, dan kekerapan kontak dengan bahasa lain.

Kajian tentang berbagai kasus tersebut di atas memberikan bukti bahwa tidak ada

satupun faktor yang mampu berdiri sendiri sebagai satu-satunya faktor pendukung

pergeseran dan pemertahanan bahasa. Dengan demikian, tidak semua faktor yang

telah disebutkan di atas mesti terlibat dalam setiap kasus.

2.3 Ranah Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri,

atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan

anaknya (UU No. 10 Tahun 1992, Goldenberg, 1980).


9

Keluarga inti Jawa adalah keluarga inti yang semua kehidupan berkiblat pada

perilaku tradisi Jawa, dan berada di tengah-tengah masyarakat Jawa (Subroto,

2006: 164).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teoretis

dan pendekatan metodologis. Pendekatan teoretis yang digunakan adalah

pendekatan sosiolinguistik, sedangkan pendekatan metodologis yang digunakan

adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan sosiolinguistik mengkaji

bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat.

Pendekatan ini merinci penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi

pola-pola pemakaian bahasa/dialek dalam budaya tertentu yang dilakukan oleh

penutur, topik, dan latar pembicaraan (Chaer dan Agustina 1995:5). Hal tersebut

sebagaimana diungkapkan oleh Criper dan Widdowson (dalam Chaer dan

Agustina 1995:4) bahwa pendekatan sosiolinguistik mengkaji bahasa dalam

penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti konvensi pemakaian bahasa yang

berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial.

Adapun pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan cara deskripsi bentuk

kata-kata dan bahasa (Moleong 2005:6). Mahsun (2005:235) juga menyatakan

bahwa pendekatan kualitatif merupakan usaha memahami fenomena sosial

kebahasaan yang diteliti. Penelitian kualiatif ini merupakan usaha memahami

10
11

fenomena kebahasaan lain yang tengah diteliti. Penelitian kualitatif sifatnya

deskriptif karena hasil penelitian berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati

(Subana 2001:17). Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan dalam penelitian ini

karena data berupa percakapan pada ranah keluarga dalam masyarakat di

KabupatenTegal yang bersifat deskripsi fenomena kebahasaan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat,

Kabupaten Tegal dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) bahasa Jawa masih

hidup subur serta mempunyai peranan yang sangat besar dalam situasi formal dan

nonformal, 2) kebudayaan Jawa masih melatarbelakangi sikap hidup dan tuturan

kata masyarakat tersebut, 3) masyarakat desa tersebut masih konsisten dalam

menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari.

3.3 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini adalah penggalan-penggalan percakapan yang

dilakukan oleh peserta tutur yang terdapat pada ranah keluarga. Keluarga yang

diteliti adalah keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri, nelayan, petani,

pedagang, dan buruh. Penggunaan bahasa itu terjadi secara alami dari peristiwa

tutur yang wajar di dalam masyarakat dalam komunikasi sehari-hari. Sumber data

adalah subjek penelitian (Subana 2011:115). Sumber data dalam penelitian adalah
12

percakapan yang terdapat pada ranah keluarga pada masyarakat Desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan

metode cakap atau wawancara ( Sudaryanto 1993: 132). Metode simak dilakukan

dengan cara melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Metode ini digunakan

untuk mengumpulkan data primer, yaitu tuturan yang dilakukan oleh keluarga di

Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. metode simak

memiliki teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode ini adalah teknik

sadap, yaitu peneliti menyadap penggunaan bahasa seseorang.

Adapun teknik lanjutan metode simak adalah teknik simak bebas libat

cakap. Peneliti tidak ikut serta dalam pembicaraan (Sudaryanto1993:133-134).

Teknik catat sebagai teknik lanjutan berikutnya juga digunakan dalam penelitian

ini.

Metode kedua yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode

cakap atau wawancara. Metode tersebut digunakan untuk mengumpulkna data

sekunder, yaitu data yang berupa informasi latar belakang pemertahanan bahasa

Jawa. Metode cakap merupakan metode pengumpulan data dengan cara peneliti

melakukan percakapan dengan penutur bahasa atau narasumber (Sudaryanto

1993:137). Teknik dasar metode ini adalah teknik pancing, yaitu peneliti

memancing seseorang agar berbicara.


13

Teknik lanjutan metode cakap ini adalah teknik cakap semuka, yaitu

peneliti melakukan percakapan dengan cara berhadapan langsung di suatu tempat

dengan informannya (Mahsun 2005:226). Pelaksanaan metode ini diikuti dengan

teknik catat.

3.5 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis selama

pengumpulan data dan analisis setelah pengumpulan data. Analisis selama

pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap berikut: (1) reduksi data, (2)

sajian data, dan (3) pengambilan simpulan. Analisis setelah pengumpulan data

meliputi tahap-tahap berikut: (1) transkripsi data hasil catatan, (2)

pengelompokkan data, (3) penafsiran penggunaan bahasa dan faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya pemertahanan bahasa bahasa, dan (4) penyimpulan

tentang pemertahanan bahasa Jawa dialek Tegal dalam ranah keluarga dan faktor-

faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahasa Jawa pada Ranah Keluarga

Temuan penelitian tentang penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga

di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal menunjukkan

bahwa bahasa Jawa digunakan secara dominan. Masyarakat desa tersebut

mayoritas menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan

keluarga. Keluarga yang menggunakan bahasa Jawa secara konsisten adalah

keluarga petani, pedagang, pegawai negeri, nelayan, dan buruh. Bahasa Jawa yang

digunakan adalah bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat

dominan mewarnai penggunaan bahasa masayarakat desa tersebut. Bahasa Jawa

Ngoko digunakan oleh orang tua kepada anaknya dan oleh suami dengan istri.

Bahasa Jawa Krama digunakan untuk mengajarkan kesantunan berbahasa kepada

anak. Bahasa Jawa Krama hanya digunakan oleh keluarga berstatus sosial

menengah ke atas, misal, keluarga pedagang dan keluarga pegawai negeri. Berikut

bahasan mengenai penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.

4.1.1 Bahasa Jawa Ngoko

Data dari berbagai peristiwa tutur yang terjadi pada ranah keluarga dalam

masyarakat masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten

Tegal menunjukkan bahwa bahasa Jawa Ngoko sangat dominan digunakan.

14
15

Hampir sebagian besar keluarga di Desa Munjungagung. Kecamatan Kramat,

Kabupaten Tegal menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko yang

digunakan berbeda dengan ragam ngoko bahasa Jawa baku. Dialek Tegal terdapat

dalam ragam ngoko yang sangat dominan digunakan dalam ranah keluarga.

keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Ngoko adalah keluarga dari semua

profesi yaitu petani, pedagang, nelayan, buruh, dan pegawai swasta maupun

pegawai negeri sipil. Dialek Tegal tampak dalam penggunaan pronomina persona

dan penggunaan leksikon-leksikon dialek Tegal yang berbeda dengan leksikon

bahasa Jawa baku. Berikut bahasan mengenai penggunaan bahasa Jawa ragam

ngoko dalam ranah rumah pada keluarga petani.

a. Keluarga Petani

Penggunaan ragam ngoko tampak dominan digunakan oleh suami istri

pada keluarga petani. Penggunaan ragam ngoko tampak dalam tuturan berikut.

(1) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

P1 : Pak kiye wedange gawa dewek ya, enyong ora ngalor, pan reboan.

‘Pak ini wedangnya dibawa sendiri ya, saya tidak ke kebon, mau

pengajian tiap rabu.’

P2 : Iya. Pacetane apa?

‘Iya. Jajanannya apa?’

P1 : Ngko tuku gorengan bae limang ewu?

‘Nanti beli gorengan lima ribu.’

P2 : gorengan terus ngko pada bosen oh.


16

‘Bosan kalo gorengan terus.’

P1 : Lha awan-awan ya maceme gorengan oh.

‘Siang-siang pantasnya gorengan.’

P2 : Koen mangkat jam pira sih?

‘ Kamu berangkat jam berapa?’

P1 : loro.

‘Dua.’

Percakapan di atas dilakukan oleh suami (P2) dan istri (P1) dalam situasi

santai. Bahasa Jawa Ngoko tampak pada ucapan P1 Pak kiye wedange gawa

dewek ya, enyong ora ngalor, pan reboa ‘Pak ini wedangnya dibawa sendiri ya,

saya tidak ke kebon, mau pengajian tiap rabu’ dan P2 menjawab dengan bahasa

Jawa Ngoko Iya. Pacetane apa? ‘Iya. Jajanannya apa? Selanjutnya antara P1 dan

P2 berkomunikasi dengan bahasa Jawa Ngoko. Penggunaan ragam ngoko tampak

dalam leksikon-leksikon yang digunakan. Dialek Tegal tampak dalam leksikon

kiye, dewek, enyong, maceme, koen. Dialek Tegal juga tampak pada pelafalan /a/

di akhir kata yang berbeda dengan pelafalan akhir pada bahasa Jawa baku. Ragam

ngoko juga digunakan antara orang tua kepada anaknya seperti dalam peristiwa

tutur berikut.

(2) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Ya, tokokna gula saprapat neng yu Inih.

‘Ya, belikan gula seperempat di yu Inih.’

P2 : Duwite endi, Ma?


17

‘Uangnya mana, Ma?’

P1 : Kiyeh 5 ewu, jujul.

‘Ini lima ribu, kembali.’

P2 : Jujule pira?

‘Berapa kembalinya?’

P1 : Rong ewu.

‘Dua ribu.’

P2 : Upah oh iya?

‘Minta upah dong?’

P1 : Mangatus bae upahe.

‘Limangatus bae upahe.’

Percakapan di atas dilakukan oleh seorang ibu (P1) yang memerintah

anaknya (P2). Dalam percakapan di atas tampak penggunaan bahasa Jawa Ngoko

oleh ibu dan anak yang terlihat pada leksikon-leksikon yang digunakan. P1

mengucapkan Ya, tokokna gula saprapat neng yu Inih. ‘Ya, belikan gula

seperempat di yu Inih’ dan diwab P2 dengan bahasa Jawa ngoko Duwite endi,

Ma?‘Uangnya mana, Ma?’. Selanjutnya mereka berkomunikasi dengan bahasa

Jawa ngoko. Dialek Tegal tampak dalam leksikon tokokna, kiyeh, iya, bae, jujul.

Dialek Tegal juga tampak pada pelafalan fonem /a/ di akhir kata.

b. Keluarga Pedagang
18

Bahasa Jawa Ngoko tampak dominan digunakan oleh keluarga yang

berprofesi sebagai pedagang. Ragam Ngoko digunakan oleh suami dengan istri

dan oleh orang tua dengan anaknya. Penggunaan Bahasa Jawa Ngoko tampak

dalam tuturan berikut.

(3) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI ISTRI

P1 : Pan kulak endog apa ora?

‘Mau blanja telur apa tidak?’

P2 : Iya oh kulak.

‘Iya belanja.’

P1 : Sih duite wis ana?

‘Emang uangnya sudah ada?’

P2 : Durung pepek, ngenteni sedelat maning, nggo imbuh-imbuh.

‘Belum cukup, tunggu sebentar lagi, buat tambahan.’

P1 : Regane pira sih sapeti saiki?

‘Sekarang harganya berapa?’

P2 : Wingi tah satus seket ewu, mbuh kiye mundak maning ora. Akeh wong

duwe gawe ya mestine mundak.

‘Kemarin katanya seratus lima puluh ribu, tidak tau sekarang naik lagi

apa tidak. Banyak orang hajatan jadi harganya naik.’

P1 : Ngko duite enteng nggo tuku endog tok ih.

‘Uangnya nanti habis buat beli telur saja ya.’


19

P2 : Lha iya neng, mugane mumet enyong mbagine, saiki apa-apa larang

kabeh.

‘Lha emang gitu, makanya kepala saya pusing membaginya, sekarang

semuanya mahal.’

Percakapan di atas dilakukan oleh sepasang suami (P1) dan istri (P2) yang

berprofesi sebagai pedagang. Dalam percakapan tersebut tampak penggunaan

bahasa Jawa ngoko yang diucapkan oleh P1 Pan kulak endog apa ora ‘Mau

blanja telur apa tidak?’ dan dijawab oleh P2 Iya oh kulak ‘Iya belanja.’

Selanjutnya antara P1 dan P2 menggunakan bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal

terdapat dalam ragam ngoko tersebut yang terlihat pada kata enyong ‘saya’, endog

‘telur’ , kiye’ini’, maning ‘lagi’, sedelat ‘sebentar’ , maning ‘lagi’, dsb.

Percakapan antara orang tua (ibu) dan anak pada keluarga pedagang juga

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko seperti tampak dalam tuturan berikut.

(4) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Win, jam lima kudu wis balik dolan. Aja kesoren. Melas usdade

ngentenane kesuwen.

‘Win, pukul lima harus sudah pulang bermain. Jangan terlalu sore.

Kasihan ustadnya menunggu terlalu lama.’

P2 : iya ma.

‘Iya, Ma.’

P1 : Koen tah mbedud nemen oh, moni iya-iya ya mengko jam lima durung

balik. Donge dolanane neng endi sih?


20

‘Kamu bandel sekali, hanya bilang iya tapi nanti jam lima belum pulang.

Sebenarnya mainnya di mana?’

P2 : Ps neng ojan. Batire akeh dadine seneng.

‘PS di Ojan. Temennya banyak sekali jadi senang.’

P1 : Ngko angger ora balik taksusul.

‘Nanti kalo tidak pulang akan saya susul.’

Percakapan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Penggunaan

bahasa Jawa ngoko terlihat tuturan P1 Win, jam lima kudu wis balik dolan. Aja

kesoren. Melas usdade ngentenane kesuwen ‘Win, pukul lima harus sudah pulang

bermain. Jangan terlalu sore. Kasihan ustadnya menunggu terlalu lama’ dan

dijawab P2 dengan Iya ma ‘Iya, Ma.’ Selanjutnya P1 dan P2 berdialog dengan

bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal tampak pada leksikon mbedud, nemen, donge,

batire. Dialek Tegal juga tampak dalam penggunaan pronomina persona kedua

koen ‘kamu’. Pelafalan /a/ di akhir kata juga menunjukkan penggunaan dielak

Tegal. Bahasa Jawa Ngoko juga digunanakan oleh bapak dan anak seperti tampak

dalam peristiwa tutur berikut.

(5) PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

P1 : Takokna mama, mengkreng ijo saons pira?

‘Tanyakan mama, lombokiji satu ons berapa?’

P2 : Mamane langka.

‘Mama tidak ada’,

P1 : Sih maring endi?


21

‘Emang kemana?’

P2 : Ngeterna blanja neng kajine.

‘Mengantar belanja di Bu Haji.’

P1 : Cepet disusul, kye ing blanja akeh, ngko susu pada bubar.

‘Cepat disusul, ini banyak orang belanja, nanti keburu bubar.’

P2 : Gon ngenteni, sedelat maning ka.

‘Disuruh menunggu, sebentar lagi kok.’

Percakapan di atas dilakukan oleh bapak (P1) dan anak (P2). Penggunaan

bahasa Jawa ngoko dapat dilihat pada tuturan P1 Takokna mama, mengkreng ijo

saons pira? ‘Tanyakan mama, lombokiji satu ons berapa?’ dan dijawab P2 dengan

Mamane langka ‘Mama tidak ada’. Selanjutnya mereka berkomunikasi dengan

bahasa Jawa ngoko.

c. Keluarga Buruh

Penggunaan bahasa Jawa Ngoko tampak dominan dalam keluarga yang

berprofesi sebagai buruh. Ragam ngoko digunakan antara suami dan istri dan

antara orang tua kepada anaknya. Berikut data penggunaan bahasa Jawa ngoko

dalam ranah rumah pada keluarga buruh.

(6) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

P1 : Kae neng Uci ana tukang maning, tukang nggarap apa donge?

‘Itu di Uci ada tukang lagi, tukang buat apa sebenarnya?’

P2 : Ngranjang wesi.
22

‘Merakit besi.’

P1 : Sih pan nggo apa maning?

‘Emang mau buat apa lagi?’

P2 : Jare pan nggawe umah maning.

‘Katanya mau membangun rumah lagi.’

P1 : Sih nggawe umah neng endi?

‘Emang mau membangun rumah di mana?’

P2 : Neng Bongkok.

‘Di Bongkok.’

P1 : Ana tanahe ader?

‘Emang punya tanah?’

P2 : Ana, nembe mbayari wingi.

‘Ada, baru membayar kemarin.’

P1 : Lah umah kiye sih pan nggo apa?

‘Rumah di sini buat siapa?’

P2 : Umah kiye langka dlanggunge.

‘Rumah ini tidak ada jalannya.’

P1 : Lin umahe engko pindah?

‘Terus nanti rumahnya pindah?’

P2 : ya mbuh, jare tah riwa-riwi.

‘Ya tidak tahu, katanya sih bolak-balik.’


23

Data di atas adalah percakapan antara suami (P1) dan istri (P2).

Percakapan di atas menunjukkan penggunaan bahasa Jawa Ngoko yang tampak

pada ucapan P1 Kae neng Uci ana tukang maning, tukang nggarap apa donge?

‘Itu di Uci ada tukang lagi, tukang buat apa sebenarnya?’ dan dijawab oleh P2

dengan Ngranjang wesi ‘Merakit besi.’ Selanjutnya antara P1 dan P2 bertutur

dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal terdapat pada leksikon

maning, donge, ader. Pada peristiwa tutur lain, yaitu percakapan antara orang tua

(ibu) kepada anak juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko, seperti tampak dalam

tuturan berikut.

(7) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Ma njaluk duwite rong ewu nggo tuku bakso

‘Ma minta uang dua ribu buat beli bakso.’

P2 : Bocah kuwe njaluk duwit terus sih, gongkon ndolani adine sungkan.

‘Anak ini minta uang terus, tapi malas kalo disuruh bermain dengan

adik.’

P1 : Gagiyan ma ngko susu lunga baksone.

‘Cepat, Ma, nanti baksonya keburu pergi.’

P2 : Sewu bae lah, mipil. Ngko be ana wong ider jajan njaluk maning, njajane

langka pedote.

‘Seribu saja. Nanti saja kalau ada orang keliling jual jajan minta beli lagi,

jajannya tidak pernah berhenti.’


24

P2 : Lah sewu neng ora olih oh.

‘Seribu tidak boleh.’

P1 : Olih. Ora olih ya ora usah tuku. Gampang ka.

‘Boleh. Kalau tidak boleh tidak usah beli. Mudah kok.’

Peristiwa tutur di atas dilakukan oleh ibu (P2) dengan anaknya (P1). Ibu

menggunakan bahasa Jawa ngoko dan si anak juga demikian yang terlihat pada

tuturan P1 Ma njaluk duwite rong ewu nggo tuku bakso ‘Ma minta uang dua ribu

buat beli bakso’ dan dijawab oleh P2 Bocah kuwe njaluk duwit terus sih, gongkon

ndolani adine sungkan ‘Anak ini minta uang terus, tapi malas kalo disuruh

bermain dengan adik.’ Selanjutnya P1 dan P2 menggunakan bahasa Jawa Ngoko.

Leksikon-leksikon yang digunakan menunjukkan adanya penggunaan bahasa

Jawa ngoko. Dialek Tegal terdapat pada leksikon kuwe, gongkon, sungkan, giyan,

bae. Dialek Tegal juga tampak dalam pelafalan fonem /a/ di akhir kata.

Pada peristiwa tutur lain, percakapan antara suami istri menggunakan

bahasa Jawa Ngoko seperti tampak dalam data berikut.

(8) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

P1 : Ayame jare pan didol?

‘Katanya ayamnya mau dijual?’

P2 : Nganyange murah nemen ka.

‘Nawarnya murah banget kok.’

P1 : Pira nganyange?

‘Berapa nawarnya?’
25

P2 : Selawe ewu.

‘Dua puluh lima ribu.’

P1 : Ganing murah temen?

‘Kok murah sekali?’

P2 : Lha iya neng, ora usah ngingu ayam ya kena lah. Kesel nyaponane

kandang.

‘Emang iya, tidak usah memelihara ayam saja ya. Capek menyapu

kandang.’

P1 : Lha eman-eman wadange oh, nggal dina luwih terus ka segane.

‘Sayang nasinya, setiap hari lebih terus kok.’

P2 : Lha ayame didol ora payu ka.

‘Tapi ayamnya tidak laku dijual.’

Percakapan di atasa adalah percakapan antara suami (P1) dengan istri (P2).

Penggunaan bahasa Jawa ngoko tampak pada tuturan P1 Ayame jare pan didol?

‘Katanya ayamnya mau dijual?’ dan dijawab P2 Nganyange murah nemen ka

‘Nawarnya murah banget kok.’ Selanjutnya P1 dan P2 berkomunikasi dengan

bahasa Jawa ngoko. bahasa Jawa ngoko juga digunakan untuk berkomunikasi

antara bapak dengan anak seperti terlihat pada peristiwa tutur berikut.

(9) PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DENGAN ANAK

P1 : Her, kye motore aja danjingna dingin, pan dinggo maring Latu.

‘Her, ini motornya dimasukkan dulu, mau dipakai ke Latu.’

P2 : Pan takdinggo aring laut, sedelat.


26

‘Mau dipakai ke laut, sebentar.’

P1 : Bensine esih apa ora?

‘Bensinnya masih apa tidak?’

P2 : Gari secuil. Mene Pak tak deseni bensin sisan.

‘Tinggal sedikit. Sini Pak, saya isi sekalian.’

P1 : Sih pan ngisi neng endi?

‘Mau diisi di mana?

P2 : Neng pertelon bae lah.

‘Di Pertelon saja.’

P1 : Tah olihe secuil oh. Ngko takisi enyong neng pombensin bae endah olihe

akeh.

‘Dapatnya sedikit. Nanti saya isi di pom bensin saja biar dapat banyak.’

P2 : Nyandak apa ora anjog pembensin, wong wis esat nemen ka.

‘Cukup apa tidak sampai pom bensin, udah tinggal sedikit sekali.’

P1 : Ya disi mang ewu bae mana neng pertelon.

‘Ya diisi lima ribu saja sana di pertelon.’

Tuturan di atas dilakukan oleh bapak (P1) dan anak (P2). P1 menggunakan

bahasa Jawa ngoko yang tampak pada Her, kye motore aja danjingna dingin, pan

dinggo maring Lat ‘Her, ini motornya dimasukkan dulu, mau dipakai ke Latu’

yang dijawab P2 Pan takdinggo aring laut, sedelat ‘Mau dipakai ke laut,

sebentar.’ Selanjutnya mereka berbahasa Jawa ngoko yang tampak pada dialog-

dialog di atas.
27

d. Kerluarga Nelayan

Pada keluarga yang berprofesi sebagai nelayan, bahasa Jawa Ngoko sangat

dominan digunakan. Mayoritas keluarga nelayan menggunakan ragam ngoko

untuk berinteraksi sosial antaranggota keluarga. Keluarga nelayan pada umumnya

berpendidikan rendah, bahkan banyak yang tidak mengenyam bangku pendidikan,

sehingga mereka hanya menguasai bahasa ibu yaitu bahasa Jawa ngoko. Ragam

ngoko digunakan antara suami dan istri dan orang tua kepada anaknya. Berikut

data penggunaan bahasa Jawa ngoko dalam ranah rumah pada keluarga nelayan.

(10) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

P1 : Dih ayawene wis pada balik nggemplo. Berati pada kosong ih.

‘Jam segini sudah pada pulang Nggemplo. Berarti kosong semua ya.’

P2 : Ombak, balik kabeh.

‘Ombak, pulang semua.’

P1 : Lah mangkane ora duwe duwit nggo nempur , Pak.

‘Padahal tidak punya uang buat beli beras, Pak?’

P2 : Sih berase wingi tuku 3 kilo wis enteng?

‘Emang kemarin membeli beras tiga kilo sudah habis?’

P1 : Durung. Melu ngursin bae ya kena oh, Pak.

‘Belum. Ikut ngursi saja, Pak.’

P2 : Ngursin ya pada bae, langka sing oleh.

‘Ngursin sama saja, tida ada yang dapat.’


28

P1 : Tapi tah dong olih lumayan.

‘Tapi kalau dapat kan lumayan.’

P2 : Mbesiki wis taknyimbat neng Iin.

‘Besok saja saya ikut di Iin.’

Dialog di atas dilakukan oleh suami dan istri. Pada dialog di atas tanpak

penggunaan bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada leksikon-leksikonnya.

Leksikon dialek Tegal tampak dalam enteng, bae, langka, dong, mbesiki.

Leksikon nelayan tampak pada nggemplo, ngursin, nyimbat. Ragam ngoko juga

digunakan oleh orang tua kepada anaknya. Mayoritas keluarga nelayan

menggunakan bahasa Jawa Ngoko kepada anak-anak mereka, seperti terlihat pada

tuturan berikut.

(11) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Po, kiye adine dijak dolan, aja neng umah bae. Mane endhase puyeng ka,

bapane miyange kosong terus.

‘Po, ini adik diajak bermin, jangan di rumah saja. Kepala ibu pusing,

bapak melautnya kosong terus.’

P2 : Lha sing mau be dolan ka. Kiye njaluk duwit maning, mau utang es neng

yu Sijah sewu.

‘Dari tadi bermain saja. Ini minta uang lagi, tadi hutang es di Yu Sijah

seribu.’

P1 : Dih, njajane direm, aja terusan.

‘Njajannya dihentikan, jangan terus-menerus.’


29

P2 : Lha Renone nangis terus. Mene ma duwite.

‘Rano nangis terus. Sini Ma, uangnya.’

P1 : Kae njukut neng slorok rong ewu bae. Pan nggo tuku solar nggo

mbesiki.

Dialog di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2) . Ibu menggunakan

bahasa Jawa ngoko kepada anaknya, demikian pula sebaliknya, anak

menggunakan bahasa Jawa ngoko kepada ibunya yang terlihat pada tuturan Po,

kiye adine dijak dolan, aja neng umah bae. Mane endhase puyeng ka, bapane

miyange kosong terus ‘Po, ini adik diajak bermin, jangan di rumah saja. Kepala

ibu pusing, bapak melautnya kosong terus’ Dan dijawab oleh P2 Lha sing mau be

dolan ka. Kiye njaluk duwit maning, mau utang es neng yu Sijah sewu ‘Dari tadi

bermain saja. Ini minta uang lagi, tadi hutang es di Yu Sijah seribu.Bahasa Jawa

ngoko tampak pada leksikon-leksikon yang digunakan. Dialek Tegal tampak pada

leksikon kiye, endhase, njaluk, maning, bae, dan mbesiki. Leksikon khusus

nelayan tampak pada miyange.

Bahasa Jawa ragam ngoko juga terlihat pada peristiwa tutur lain antara

bapak dan anak, yang tampak pada dialog berikut.

(12) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

P1 : Kae mangan dingin, aja dolan bae.

‘Makan dulu, jangan bermain saja.’

P2 : Lawuhe apa?

‘Lauknya apa?’
30

P1 : Tempe karo endhog.

‘Tempe sama telur.’

P2 : Lah sungkan, ora seneng.

‘Lah tidak mau, tidak suka.’

P1 : Sih njaluke lawuhe apa?

‘Emang minta lauk apa?

P2 : Sontong.

‘Cumi-cumi.’

P1 : Angger njaluke sontong ya mana, tuku dewek oh.

‘Kalau minta cumi-cumi, sana beli sendiri.’

P2 : Tokokna ya kena oh, Ma.

‘Belikan, Ma.’

A : Wong nggo dewek ka gon tuku be sungkan.

‘Buat diri sendiri saja disuruh beli tidak mau.’

Percakapan di atas dilakukan oleh bapak dengan anaknya. Bapak

menggunakan bahasa Jawa ngoko dan si anak pun demikian. P1 menggunakan

bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada tuturan Kae mangan dingin, aja dolan bae

‘Makan dulu, jangan bermain saja’ dan dijawab oleh P2 dengan Lawuhe

apa?‘Lauknya apa?’. Selanjutnya antara P1 dan P2 menggunakan bahasa Jawa

ngoko. Ragam ngoko terlihat pada leksikon-leksikon yang digunakan ketika

mereka berbicara. Dialek Tegal juga sangat tampak pada percakapan di atas yang

terlihat pada leksikon-leksikonnya.


31

e. Keluarga Pegawai negeri

Pada keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, komunikasi

antara suami dan istri di lingkungan rumah menggunakan bahasa Jawa Ngoko

seperti tampak pada percakapan berikut.

(12) KONTEKS PERCAKAPAN ANTARA SUAMI ISTRI

P1 : Jemuwahane neng sapa Mas?

‘Jumatannya di siapa, Mas?’

P2 : Neng Rasjo oh.

‘Di Rasjo.’

P1 : Wonge akeh saiki?

‘Orangnya sekarang banyak?’

P2 : Kur selawe tok.

‘Hanya dua puluh lima.’

P1 : Sih selot setitik?

‘Tambah sedikit?’

P2 : Iya ka, pada lubar.

‘Iya, banyak yang keluar.’

P1 : Bisane sih mas?

‘Kenapa, Mas?’

P2 : Wis pada ora kiyeng.

‘Sudah tidak minat lagi.’


32

P1 : Wong selawe dong masak-masak ora korup ya.

‘Hanya dua puluh lima orang, kalau masak-memasak tidak korup ya.’

Percakapan antara suami istri di atas tampak menggunakan bahasa Jawa

ragam ngoko yang terlihat pada leksikon seperti sapa, neng, saiki, selawe, wis.

Dialek Tegal tampak pada leksikon kur, tok, selot, setitik, lubar, bisane, kiyeng.

Bahasa Jawa ngoko juga terlihat pada tuturan P1 Jemuwahane neng sapa Mas?

‘Jumatannya di siapa, Mas?’ dan dijawab P2 Neng Rasjo oh ‘Di Rasjo.’

Selanjutnya percakapan dilakukan dengan bahasa Jawa ngoko.

Pada keluarga pegawai negeri, orang tua kepada anak-anaknya baik ibu

kepada anak maupun bapak kepada anak menggunakan bahasa Jawa Ngoko

seperti tampak pada data berikut.

(13) PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Bisane kaose badeg nemen, dolanan neng endi, mesti kas adus-adusan

neng balongan oya?

‘Kenapa kaosmu kotor sekali, bermain di mana, pasti habis mandi di

tambak ya?’

P2 : Ora, kas bal-balan.

‘Tidak, habis bermain bola.’

P1 : Kas bal-balan ka kaya kuwe kulah endut kabeh. Aja mbodoni ibu koen

ya.

‘Kalau habis bermain bola, tidak mungkin kotor semua seperti itu, itu

kankena lumpur. Jangan membohongi ibu kamu.’


33

P2 : Ih ora ka.

‘Tidak kok.’

P1 : Mbodoni dosa luh. Wong akeh sing weruh ka koen kas gupak neng

balongan. Mana pakeane kumbai dewek. Tuman koen. Ngko mbesiki taklabrak

neng balongan kudune.

‘Kalau berbohong dosa lho. Banyak yang lihat kok kamu habis

berendam di tambak. Pakainnya dicuci sendiri ya. Besok kalau main di tambak,

ibu labrak.

Percakapan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Pada

percakapan di atas tampak penggunaan bahasa Jawa ngoko oleh P1 Bisane kaose

badeg nemen, dolanan neng endi, mesti kas adus-adusan neng balongan oya?

‘Kenapa kaosmu kotor sekali, bermain di mana, pasti habis mandi di tambak ya?’

yang dijawab oleh P2 Ora, kas bal-bala ‘Tidak, habis bermain bola.’ Selanjutnya

mereka menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko juga digunakan

untuk berkomunikasi antara bapak dengan anak seperti tampak pada dialog

berikut.

(14) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

P1 : Mau ana tamu sapa, Dan?

‘Tadi ada tamu siapa, Dan?’

P2 : Bapane Agus.

‘Bapaknya Agus.’

P1 : Sih pan apa?


34

‘Emang mau apa?’

P2 : Ngeterna undangan slametan.

‘Mengantar undangan selamatan.’

P1 : Ader manene Agus wis babaran?

‘Emang ibunya Agus melahirkan?’

P2 : Wis.

‘Sudah.’

P1 : Babaran kapan? Ganing Bapak ora krungu.

‘Kapan melahirkan? Kok Bapak tidak mendengar.’

P2 : Wis suwe. Dong dina minggu, dong bapak ziarah.

‘Sudah lama. Waktu hari minggu, waktu Bapak ziarah.’

P1 : Lin bayine lanang apa wadon?

‘Bayinya laki-laki apa perempuan?’

P2 : Wadon.

‘Perempuan.’

P1 : Eh wadon maning.

‘Eh perempuan lagi.’

P2 : Slametane jam pira?

‘Selamatannya jam berapa?’

P1 : Bar Isya.

‘Setelah isya.’
35

Percakapan antara bapak (P1) dengan anak (P2) di atas menggunakan

bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada tuturan yang diucapkan oleh P1 dan P2. P1

mengatakan Mau ana tamu sapa, Dan? ‘Tadi ada tamu siapa, Dan?’ yang

dijawab P2 dengan Bapane Agus ‘Bapaknya Agus’, selanjutnya komunikasi

dilakukan dengan penggunaan bahasa Jawa krama.

4.1.2 Bahasa Jawa Krama

Bahasa Jawa krama digunakan oleh keluarga dari profesi tertentu yaitu

pegawai negeri sipil, pedagang, dan buruh yang latar belakang pendidikan orang

tua menengah ke atas. Di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten

Tegal, terdapat keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri, walaupun

jumlahnya sangat sedikit. Pada keluarga pegawai negeri sipil ini, komunikasi

antara suami dan istri menggunakan bahasa Jawa Ngoko, sedangkan antara orang

tua dan anak, antara ibu dan anak, dan antara ayah dan anak menggunakan bahasa

Jawa Krama. Penggunaan bahasa Jawa Krama oleh orang tua kepada anak

dimaksudkan untuk mengajarkan kesantunan berbahasa kepada anak. Biasanya

keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Krama adalah keluarga yang latar

belakang orang tuanya berpendidikan sekolah menengah ke atas. Mereka

memiliki kesadaran agar anaknya dapat berbahasa dengan santun yang

dimanifestasikan dengan mengggunakan bahasa Jawa Krama. Pada keluarga

pedagang dengan latar belakang pendidikan orang tua, sekolah menengah atas

pun, banyak dijumpai penggunaan bahasa Jawa krama kepada anak-anak mereka.
36

Demikian juga keluarga buruh yang orang tua wanita bisa berbahasa Jawa Krama,

mereka akan menggunakan bahasa Jawa Krama kepada anak-anaknya. Adapun

anak-anak yang diajari menggunakan bahasa Jawa Krama adalah anah usia pra

sekolah dn usia sekolah SD, dengan harapan agar bahasanya bagus, sehingga akan

terbawa sampai anak dewasa.

Bahasa Jawa Krama yang digunakan oleh masyarakat Desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, berbeda dengan bahasa

Jawa krama pada umumnya. Perbedaannya antara lain adalah tidak ada sufiks

-ipun tetapi masih terinterferensi dialek Tegal yaitu masih menggunakan sufiks

–e.

a. Keluarga Pedagang

Ada keluarga pedagang yang membiasakan berbahasa Jawa Krama kepada

anak-anak mereka meskipun jumlahnya sedikit. Latar belakang pendidikan orang

tualah ang menyebabkan digunakannya bahasa Jawa Krama seperti tampak pada

tuturan berikut.

(15) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Gung, belajar mpun kelas enem ka mboten nate belajar.

‘Gung, belajar. Sudah kelas enam kok tidak pernah belajar.’

P2 : Mangke jam pitu, Ma.

‘Mangke jam pitu, Ma.’

P1 : Sih bisane ngentosi jam pitu.

‘Kenapa kok harus menunggu jam tujuh.’


37

P2 : Ningali tipi riyin.

‘Menonton tivi dulu.’

P1 : Tipine disirep disit ya kena oh.

‘Tivinya dimatikan dulu.’

P2 : Mangke sekedap malih.

‘Nanti sebentar lagi.’

Data di atas menunjukkan penggunaan bahasa Jawa krama yang dilakukan

oleh ibu (P1) dan anak (P2). Bahasa Jawa krama tampak pada tuturan P1 dan P2.

P1 mengucapkan Gung, belajar mpun kelas enem ka mboten nate belajar ‘Gung,

belajar. Sudah kelas enam kok tidak pernah belajar’ dan dijawab oleh P2 ‘Mangke

jam pitu, Ma ‘Mangke jam pitu, Ma.’ Selanjutnya komunikasi antara P1 dan P2

menggunakan bahasa Jawa Krama. komunikasi antara bapak dan anak juga

menggunakan bahasa Jawa Krama seperti tampak pada data berikut.

(16) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DENGAN ANAK

P1 : Bapak kalih Ibu pan tindhak riyin, mangke lampune diseteli nggih.

‘Bapak dan Ibu mau pergi dulu, nanti lampunya dinyalakan ya.’

P2 : Nggih, wangsule jam pinten, Pak?

‘Ya, pulangnya jam berapa, Pak?’

P1 : Bar magrib.

‘Setelah magrib.’

P2 : Kuncine deken teng pundi?

‘Kuncinya ditaruh di mana?’


38

P1 : Titipna embah.

‘Dititipkan embah.’

P2 : Mangke Fadil bar ngaos langsung dolan.

‘Nanti Fadil setelah mengaji langsung bermain.’

P1 : Nggih mpun, tapi angger magrib teng griyo nggih, solat riyin.

‘Ya sudah, tapi kalau waktu magrib di rumah ya, sholat dulu.’

Dialog di atas adalah percakapan antara bapak (P1) dan anak (P2). Pada

wacana percakapan di atas terlihat penggunaan bahasa Jawa Krama yang

diucapkan oleh P1 Bapak kalih Ibu pan tindhak riyin, mangke lampune diseteli

nggih ‘Bapak dan Ibu mau pergi dulu, nanti lampunya dinyalakan ya’ dan

dijawab oleh P2 Nggih, wangsule jam pinten, Pak? ‘Ya, pulangnya jam berapa,

Pak?’. Selanjutnya komunikasi di antara mereka menggunakan bahasa Jawa

Krama.

b. Keluarga Pegawai Negeri sipil

Ada beberapa keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil yaitu

sebagai pegawai di lingkungan Pemda maupun guru. Karena latar belakang

profesi orang tua, keluarga pegawai negeri sipil ini menggunakan bahasa Jawa

Krama kepada anak-anak mereka seperti tampak pada data berikut ini.

(17) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Mei, niki sekule dimaem, lin susune dimimi oh.

‘Mei, ini nasinya dimakan, terus susunya diminum.’


39

P2 : Mangke, Ma. Deken teng riku riyin.

‘Nanti, Ma. Taruh di situ dulu.’

P2 : Mangke dimaem temenan nggih, sampun kesupen, Mama pan tindhak

riyin.

‘Nanti dimakan ya, jangan terlalu lama, Mama akan pergi dulu.’

P1 : Nggih.

‘Iya.’

P2 : Mangke adine tumbasna bubur teng yu ramini gangsal atus nggih.

‘Nanti adikmu dibelikan bubur di Yu Ramini lima ratus ya.’

B : Paringi gula mboten?

‘Diberi gula apa tidak?’

A : Mboten usah.

‘Tidak Usah.’

Tuturan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Pada tuturan

tersebut tampak penggunaan bahasa Jawa Krama oleh P1 Mei, niki sekule

dimaem, lin susune dimimi oh ‘Mei, ini nasinya dimakan, terus susunya diminum’

yang kemudian dijawab oleh P2 Mangke, Ma. Deken teng riku riyin‘Nanti, Ma.

Taruh di situ dulu’. Selanjutnya percakapan menggunakan bahasa Jawa Krama.

Komunikasi antara bapak dengan anak juga menggunakan bahasa Jawa Krama

seperti tampak pada tuturan berikut.

(18) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

P1 : Bade pundi, Ka?


40

‘Mau kemana, Ka?’

P2 : Kerja kelompok.

‘Kerja kelompok.’

P1 : Kalih sinten mawon?

‘Sama siapa saja?’

P2 : Ega, Isna, Wulan.

‘Ega, Isna, Wulan.’

P1 : Teng griyone sinten?

‘Teng griyone sinten?’

P2 : Wulan.

P1 : Angger Mpun ya langsung wangsul nggih, sampun dolan, mangke bade

ngaos.

‘Kalau sudah selesai langsung pulang ya, jangan bermain, nanti mau

mengaji.’

P2 : Nggih, Bu.

‘Iya, Bu.’

Percakapan antara bapak dan anak di atas tampak penggunaan bahasa Jawa

Krama. P1 mengatakan Bade pundi, Ka? ‘Mau kemana, Ka?’ dan dijwab oleh P2

Kerja kelompok ‘Kerja kelompok.’ Selnjutnya mereka menggunakan bahasa Jawa

Krama.

c. Keluarga Buruh
41

Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal

banyak yang berprofesi sebagai buruh karena di daerah tersebut banyak berdiri

perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan masyarakat sekitarnya. Data

penelitian menunjukkan, ada sedikit keluarga buruh yang menggunakan bahasa

Jawa Krama kepada anak-anak mereka, terutama ibu rumah tangga. Berikut data

penggunaan bahasa Jawa Krama pada keluarga buruh.

(20) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Pendetna jungkat teng meja kamar.

‘Ambilkan sisir di meja kamar.’

P2 : Sing warnanae nopo, Ma?

‘Yang warnanya apa, Ma?’

P1 : Ijo.

‘Hijau.’

P2 : Bade ngge jungkatan sinten sih, Ma?

‘Mau buat sisiran siapa, Ma?’

P1 : Mama, awit enjing dereng jungkatan.

‘Mama, sejak tadi pagi belum sisiran.’

Percakapan di atas dilakukan oleh ibu dan anak yang terlihat menggunakan

bahasa Jawa Krama. P1 berujar Pendetna jungkat teng meja kamar ‘Ambilkan

sisir di meja kamar’ dan dijawab oleh P2 Sing warnanae nopo, Ma? ‘Yang

warnanya apa, Ma?’. Selanjutnya mereka menggunakan bahasa Jawa Krama.


42

4.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pemertahanan Bahasa Jawa

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dipertahankannya bahasa Jawa

pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten

Tegal. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut.

1. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu

Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten

Tegal, selalu menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari

dalam ranah keluarga. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu bagi

masyarakat desa tersebut, sehingga bahasa Jawa sangat terasa

penggunaannya untuk berkomunikasi. Bahasa Jawa digunakan untuk

berkomunikasi antara suami dan istri dan oleh orang tua kepada anaknya

di lingkungan rumah terutama bahasa Jawa Ngoko.

2. Takut dikatakan sok/sombong

Sebagian besar masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan

Kramat, Kabupaten Tegal menganggap jika orang yang tidak

menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari adalah orang

yang sok atau sombong. Misal, orang tua yang memutuskan menggukanan

bahasa Indonesia kepada anak-anaknya, akan dikatakan sebagai orang sok

karena bahasa Indonesia bukan bahasa yang biasa diguanakan. Demikian

juga jika orang yang pulang dari rantau, apabila menggunakan bahasa

Indonesia pun akan dikatakan sebagai orang yang sok. Adanya anggapan

tersebut, menyebabkan orang tua memutuskan untuk menggunakan bahasa


43

Jawa kepada anak-anak mereka. Mereka juga beranggapan bahwa bahasa

anak-anak akan bisa berbahasa Indonesia dengan sendirinya ketika sudah

bersekolah karena di sekolah diajarkan bahasa Indonesia.

3. Hanya mengusai bahasa Jawa

Sebagian besar masyarakat desa Munjungagung, hanya menguasai

bahasa Jawa saja terutama bahasa Jawa Ngoko, sehingga mereka hanya

menggunakan bahasa tersebut. Apabila berkomunikasi dengan orang yang

tidak dikenal, dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi juga

menggunakan bahasa Jawa Ngoko. demikian juga pada situasi tutur resmi

juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko. pada tempat resmi pun mereka

selalu menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Hal ini disebabkan karena

mereka hanya menguasai kosa kata bahasa Jawa Ngoko. Hanya sebagian

kecil dari masyarakat desa Munjungagung, Kecmatan Kramat, Kabupaten

Tegal, yang bisa menguasai bahasa Jawa krama. Penguasaan bahasa Jawa

terutama bahasa Jawa Ngoko karena mayoritas warga desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal berpendidikan

menengah ke bawah sehingga mereka tidak mengenal bahasa lain selain

bahasa Jawa.

4. Hubungan yang akrab antara peserta tutur

Hubungan yang akrab dan tidak ada jarak antarpenutur, misal

suami dan istri menyebabkan digunakannya bahasa Jawa dalam

komunikasi sehari hari. Penggunaan bahasa Jawa untuk menunjukkan


44

sikap hangat antaranggota keluarga. Demikian juga hubungan yang akrab

dan tidak ada jarak antara orang tua dan anak menyebabkan digunakannya

bahasa Jawa.

5. Kesantunan Berbahasa

Ada sebagian kecil keluarga dalam masyarakat desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, yang mampu

berkomunikasi dengan bahasa Jawa Krama. Biasanya sekelompok kecil ini

adalah keluarga dengan latar belakang tingkat pendidikan menengah ke

atas ataupun mereka yang berasal dari daerah lain yang berbahasa Jawa

Baku. Dengan menggunakan bahasa Jawa Krama, diharapkan seorang

anak akan santun berbahasa kepada orang lain. Hal ini karena dalam

bahasa Jawa mengenal tingkatan atau unda usuk, tidak seperti bahasa

Indonesia yang tidak mengenal tingkatan. Kesantunan berbahasa ini

diajarkan oleh orang tua kepada anaknya, dengan mengajarkan mereka

menggunakan bahasa Jawa Krama di lingkungan keluarga. Dengan bahasa

Jawa krama diharapkan anak akan santun tidak hanya kepada orang tua,

tetapi juga kepada orang lain maupun dengan orang yang baru dikenalnya.

Bahasa Jawa Krama ini biasanya diajarkan kepada anak ketika anak baru

mulai bisa berbicara sehingga anak sudah mengenal bahasa Jawa Krama

sejak usia dini.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan

sebagai berikut.

1. Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal

mayoritas menggunakan bahasa Jawa pada ranah keluarga. Bahasa Jawa

digunakan secara dominan oleh keluarga yang berprofesi sebagi pedagang,

buruh, petani, nelayan, dan pegawai negeri sipil. Bahasa Jawa digunakan

untuk berkomunikasi antara orang tua (ibu dan bapak) kepada anak dan

antara suami dengan istri. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa

Jawa Ngoko dan bahasa Jawa Krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat dominan

digunakan oleh keluarga dari semua profesi. Dialek Tegal terdapat pada

bahasa Jawa Ngoko yang berbeda dengan dialek bahasa Jawa pada

umumnya. Bahasa Jawa Krama digunakan oleh keluarga dengan profesi

tertentu seperti pedagang, buruh, dan pagawai negeri dengan latar

belakang pendidikan menengah ke atas. Bahasa Jawa Krama yang

digunakan berbeda dengan bahasa Jawa Krama Bahasa Jawa Baku. Bahasa

Jawa Krama masyarakat desa Munjungagung, Kecamatan Kramat,

Kabupaten Tegal banyak terinterferensi oleh dialek Tegal.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa Jawa pada ranah

keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal:

14
15

a. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, sehingga penggunaan bahasa

Jawa sangat dominan pada keluarga dari semua profesi.

b. Takut dikatakan sombong/sok

Ada anggapan bahwa apabila orang mengajarkan anaknya dengan

selain bahasa Jawa maka dicap sebagai orang yang sombong/sok

sehingga banyak keluarga yang memutuskan anak-anaknya berbahasa

ibu bahasa Jawa.

c. Hanya menguasai bahasa Jawa

Masyarakat Desa Munjungagung mayoritas berpendidikan

menengah ke bawah, bahkan banyak yang tidak mengenyam bangku

pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan, menyebabkan banyak

warga yang tidak menguasai bahasa lain selain bahasa Jawa. Karena

hanya mengusai satu bahasa yaitu bahasa Jawa, maka bahasa

tersebutlah yang digunakan untuk berkomunikasi pada ranah rumah

maupun pada ranah-ranah lainnya.

d. Hubungan yang akrab dan tidak ada jarak antara peserta tutur

menyebabkan digunakannya bahasa Jawa.

Hubungan antara suami istri dan anak-anak merupakan hubungan

yang akrab dan tidak ada jarak, sehingga digunakan bahasa Jawa.

e. Mengajarkan kesantunan berbahasa kepada anak

Keluarga dengan profesi tertentu seperti pedagang, buruh, dan

pegawai negeri menggunakan bahasa Jawa Krama untuk


16

berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Penggunaan bahasa Jawa

Krama ini untuk mengajarkan kesantunan berbahasa kepada anak

dengan harapan anak-anak akan berbahasa dengan santun tidak hanya

kepada orang tua, tetapi juga kepada masyarakat sekitarnya karena

bahasa Jawa mengenal unda usuk.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian ini adalah

penggunaan bahasa Jawa merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat

Jawa untuk mempertahankan kelestarian bahasa Jawa. Dengan menggunakan

bahasa Jawa berarti mempertahankan budaya Jawa. Pemertahanan bahasa Jawa

dimulai pada ranah rumah karena ranah rumah merupakan pilar utama untuk

mendukung kelestarian bahasa Jawa. Bagi Masyarakat Desa Munjungagung

hendaknya tidak hanya menguasai bahasa Jawa ngoko saja tetapi juga menguasai

bahasa Jawa Krama agar bisa digunakan sesuai dengan tempat dan situasi

tuturnya. Bagi para peneliti dan pemerhati bahasa, penelitian ini dapat dijadikan

sebagai kerangka acuan penelitian lanjutan, seperti dialek maupun aspek

kebahasaan lain untuk menambah khasanah ilmu bahasa, khususnya bidang

sosiolinguistik.
17

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina.1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.


Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal: Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Fasold, Ralph. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell.

Goldenberg, I. Family Therapy. Saint Louis: Cole Publishing Group.

Gumperz. 1964. Double-Double Diglosia. India.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grasindo.

Moleong, Lexi J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Subana, M. 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

Subroto, Edi. 2006. Liku-liku Verba Berafiks /a/ dalam Bahasa Jawa Baku.
Surakarta: Cakra Books Solo.

Sumarsono. 1993. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


18
19

Anda mungkin juga menyukai