Anda di halaman 1dari 15

MENGIDENTIFIKASI BERBAGAI DAERAH

DI SUMATERA SELATAN
Diajukan Unuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Bahasa Daerah Sumatera Selatan Dalam Pembelajaran PAUD

Dosen Pengampu : Dra. Rukiyah, M.Pd dan Lia Dwi Pagarwati, M.Pd

Kelompok 3 :
1. Dika fisabilillahi zahara (06141282227053)
2. Ida Asmariya (06141282227002)
3. Tiara Marintan (06141282227041)
4. Tri Ayu Wulandari (06141282227028)
5. Nuansyah Indah Putri (06141282227030)
6. Keysa Celsi Al-Syhfa (06141282227024)
7. Sabrina Amanda Putri (06141282227048)
8. Destriana Walinata (06141022425005)

PROGRAM STUDI PG-PAUD


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRWIJAYA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Yang telah memberikan rahmat dan
hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mengidentifikasi
Berbagai Deaeah di Sumatera selatan Dalam Pembelajaran PAUD ” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Bahasa Daerah Sumatera Selatan.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi wawasan tentang Bahasa
Daerah Sumatera Selatan bagi para pembaca dan juga bagi penulisan. Terlebih dahulu, kami
mengucapkan terima kasih pada ibu Dra. Rukiyah, M.Pd dan ibu Lia Dwi Pagarwati, M.Pd
selaku Dosen Mata Kuliah Bahasa Daerah Sumatera Selatan Dalam Pembelajaran PAUD, yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah kami sebutkan
semua, terima kasih atas bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Kemudian,
kami menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkab demi kesempurnaan laporan ini.

Indralaya, 19 Januari 2024

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB II ....................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5
2.1 Sejarah Bebaso (bahasa Palembang halus) di Kesultanan Palembang Drussalam . 5
2.2 Pengguna Bebaso (bahasa Palembang halus) pada masa Kesultanan ...................... 7
2.3 Perkembangan Bebaso (bahasa Palembang halus) .................................................... 8
BAB III.................................................................................................................................... 14
PENUTUP............................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 14
3.2 Saran ............................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSAKA ............................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nusantara memiliki berbagai macam bahasa yang rata-rata menggunakan bahasa Melayu.
Setelah kemerdekaan 1945, di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili
banyak suku-suku bangsa atau kelompok etnis yang tersebar di daerah-daerah seluruh wilayah
kepuluan Indonesia. Termasuk Palembang, Komering, Ogan, Pasemah, Enim, Sekayu, Lahat
dan Kubu. Bahasa-bahasa tersebut terus dipakai hingga sekarang khususnya untuk pergaulan
sehari-hari. Bahasa-bahasa itu juga memiliki khazanah kesusatraan, baik dalam kehidupan
kelisanan maupun tradisi. Karenam bahasa merupakan identitas yang menunjukkan suatu suku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah Bebaso (bahasa Palembang halus) di Kesultanan Palembang
Drussalam?
2. Bagaimana pengguna Bebaso (bahasa Palembang halus) pada masa Kesultanan?
3. Bagaimana perkembangan Bebaso (bahasa Palembang halus)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah Bebaso (bahasa Palembang halus) di Kesultanan Palembang
Drussalam
2. Untuk mengetahui pengguna Bebaso (bahasa Palembang halus) pada masa Kesultanan
3. Untuk mengetahui perkembangan Bebaso (bahasa Palembang halus)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bebaso (bahasa Palembang halus) di Kesultanan Palembang Drussalam


Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintag daerah, yang dijabarkan
lagi ke dalam peraturan pemerintah Repulik Indonesia No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerag otonom, dinyataikan bahwa pembinaan
dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia meruapakan bagian dari bidang pendidilan dan
kebudayaan. Kota palembang merupakan kota tua, kota bersejarah dan mempunyai budaya
yang tinggi, sejak zaman Kerajaan Sriwijaya sampai dengan Kesultanan Palembang
Darussalam, kota Palembang terkenal tidak saja di seluruh Nusantara bahkan sampai ke
Mancanegara. Palembang merpakan ibu kota Provinsi Sumatera Selatan yang miliki penduduk
yang sangat beragam. Mereka tidak hanya berasal dari Melayu Palembang tetapi juga berasal
dari berbagai suku yang ada di Indonesia.
Bila ditinjau dari situasi kebahasan di kota Palembang, bahasa yang dipergunakan
dalam segala permasalahan kehidupan pada waktu itu dikatakan ialah bahasa Sriwijaya (Dr.
Slamet Mulyana; “Perkembangan Penelitian Bahasa Nasional “Kumpulan karangan pada
penelitian di Indonesia 1945-1965 Jakarta 1965). Menurut Slamet Mulyana: Ujud Bahasa /
Melayu tertulis yang paling tua terdapat pada piagam Kerajaan Sriwjaya, yang sudah ada pada
abad ke 7 hingga 13 M. Bahasa piagam yang bersangkutan disebut bahasa Sriwijya. Sudah
pasti bahasa tersebut telah dipakai juga dalam masa Kerajaan Melayu lama yang telah berdiri
sebelum timbulnya Kerajaan Sriwijaya. Namun oleh karena dari Kerajaan Melayu pada waktu
itu, maka bahasa piagam Sriwijaya itu untuk mudahnya disebut bahasa Sriwijaya, maksudnya
ialah bahasa yang digunakan dalam Kerajaan Sriwijaya. Jelaslah bahwa bahasa Sriwjiaya itu
tidaklah jauh artinya dengan bahasa melayu. (Wulandari & Seprina, n.d.)
Bahasa sendiri memang terbentuk berdasarkan wilayah dan nenek moyang yang
menurunkannya, uniknya di Indonesia tidak hanya terdaoat satu atau dua bahasa daerah
melainkan ratusam bahasa daerah. Menurut data terakhir 2018 oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Bahasa Kemendikbud) telah
memetakan dan menverifikasi terdapat 652 bahasa daerah di Indonesia termasuk bahasa
Palembang. Bahasa yang berasal dari kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan yakni bahasa
Palembang mungkin terdengar mirip dengan bahasa daerah lain seperti melayu di Padang, atau
di lampung atau mungkin di Riau. Bahasa Palembang merupakan bahasa yang di gunakan
olehg masyarakat Palembang yang disebut dengan baso Palembang. Karena bahasa Palembang
adalah bahasa yang hidup dan di pakai oleh penutuy-penuturnya untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan. Dalam bahasa Palembang itu tercermin pula kebudayaan daerah.
Masyarakat Palembang lebih suka memakai bahasa daerahnya untuk mewujudkan rasa
kekeluargaan di antara mereka. Bahasa Palembang memiliki dua varian, yaitu Bebasa atau
bahasa Palembang halus dan baso sari-sari atau bahasa Palembang sehari-hari. Bebaso dapat
diartikan sebagai bahasa yang halus dan sopan, yang di pergunakan dalam percakapan dengan
pemuka masayarakat dan para tetua yang dihormati. Bebaso juga disebut dengan anggon,
sedangkan, baso sari-sari adalah bahasa yang mudah dibandingkan bahasa-bahasa daerah
lainnya hanya gayanya saja yang sedikit berbeda dengan bahaa Indonesia dan beberapa kata
atau istilah saja yang berlainan.
Bebaso sedikit lebih sulit dan berbeda sekali istilahnya dengan baso sari-sari. Contoh
Bebaso, wenten napi? artinya ada apa?, sampun nedoh? Artinya sudah makan?, kulo artinya
saya, enggeh artinya iya. Bebaso mulai berkembang seiring berdirinya Kerajaan Palembang
yang kemudian berubah mendaji Kesultanan Palembang Darussalam. Pada masa Kesultanan
Palembang Darussalam. Bebaso mulai menyerap beberapa kosakata dari bahasa lain, seperti
Arab, Cina, India, Persia, Inggris, Belanda, dan lain-lain. Inilah yang menyebabkan khazanah
perbendaharaan Bebaso diperkaya oleh bahasa-bahasa terbesut. (Rais et al., n.d.)
Pada zaman kesultanan Palembang, para sultan mendorong tumbuhnya ilmu
pengetahuan dan budaya Islam di Palembang. Pada abad ke-18 dan 19 M, Palembang berperan
sangat besar dalam mengembangkan budaya di wilayah Sumatera Selatan. Palembang pernah
menjadi salah satu pusat Pengkajian Islam berbahasa Melayu. Sejarah Melayu Palembang
dalam perkembangannya dipengaruhi oleh budaya Jawa, yang paling tidak masih ada sekarang
seperti, rumah limas, pakaian adat dan bahasa. Karena budaya merupakan salahs satu faktor
yang penting sebagai penunjang pariwisata karena, keunikan dan kebudayaan itu sendiri tidak
aad di daerah lain.
Hal ini lebih disebabkan oleh hubungan kemasyarajatan (kultural) antaea masyarakat
Palembang (Sriwijaya saat itu dan kemudian Palembang Darussalam) dan masyarakat Jawa,
sehingga terjadi akulturasi antara kedua kebudayaan masyarakat tersebut (termasuk bahasa).
Tetapi ketika bahasa Palembang sari-sari makin mendominasi di Palembang, Bebaso makin
tergeser keberadannya dan sempat menghilang pada akhir abad ke-20. Pemerintah kota
Palembang membangun sinergitas dengan ketua-ketua adat di Palembang yang tergabung
dalam Rembuk Adat Palembang. (Nawiyanto, Eko CE_Buku_Kesultanan Palembang_(F. Ilmu
Budaya), n.d.)
Menurutnya, untuk mengajarkan bahasa Palembang kepada generasi muda, bahasa
Palembang ini harus dimasukkan ke dalam pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah. Karena
bahasa yang digunakan oleh masyarakat asli Palembang dalam kehidupan sehari-harinya saat
ini sebenarnya merupakan bahasa melayu dan kosakatanya sudah banyak bercampur dengan
bahasa-bahasa dibeberapa daerah sekitar palembang, sedangkan Bebaso sendiri hanya
digunakan oleh orang-orang tua dan lingkungan yang sudah jarang sekali terdengar.

2.2 Pengguna Bebaso (bahasa Palembang halus) pada masa Kesultanan


Saat Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan oleh Belanda, Bebaso masih
digunakan oleh keturunan sultan beserta kerabat dan masyarakat penuturnya, hingga Bebaso
berkembang menjadi bahasa yang dianggap sopan dan dituturkan untuk berbicara kepada orang
lain dengan maksud saling menghormati, kerabat keraton Kesultanan Palembang Darussalam
berkomunikasi dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Jawa, Arab dan Melayu. Bahasa Melayu hidup
di kawasan Palembang, jauh sebelum kesultanan berdiri dan diyakini bahasa masyarakat asli.
Bebaso terasa semakin asing dikalangan masyarakat Palembang sendiri. Karena para
tetua penuturnya satu persatu telah wafat, sementara generasi muda semakin terbawa ke dalam
arus globalisasi. Jika pada era tahun 80-90 an, Bebaso msih dijumpai di komunitas tertentu,
seperti di 28 Ilir dan 22 Ilir, termasuk tahun 2000. Bebaso kini sudah jarang sekali digunakan.
Anak-anak muda juga dapat dikatakan banyak yang tidak mengetahui sama sekali tentang
Bebaso. Sehingga seolah-olah sekarang ini Bebaqso sudah hampir hilang.
Bebaso hanya dapat ditemui pada orang-orang tertentu saja. Oleh sebab itu Bebaso ini
harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari kepada siapapun sebab didalamnya terdapat
norma, adab, sopan santun seheingga bila dibiasakan akan mendatangkan kebaikan dan besar
kemungkinan terhindar dari salah paham mata, karena penyampainnya secara sopan dan halus,
nada suaranya tidak tinggi, lambat serta dengan sikap merendsah. Berdasarkan pemaparan di
atas, dapat dikatakan bahwa kajian mengenai Bebaso ini sangat menarik untuk dibahas.
Bahasa yang mulai jarang didengar ini menimbulkan rasa keingintahuan penulis
mengenai apa yang melatarbelakangi munculnya Bebaso ini dan penggunaannya serta
perkembangannya di masyarakat sekarang. Agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap budaya Palembang yang merupakan budaya Bebaso dalam kehidupan sehari-hari agar
masyarakat tidak melupakan warisan budaya Palembang yang merupakan identitas
masyarakat Palembang.
Penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang bagaimana sejarah Bebaso Palembang di
Kesultanan Palembang Darussalam, penggunaan Bebaso Palembang pada masa Kesultanan,
serta bagaimana perkembangan Bebaso Palembang setelah masa Kesultanan hingga sekarang.
Sebab sekarang, kebanyakan orang Palembang sendiri tidak mengetahui tentang Bebaso ini.
Selain itu, mengingat masih sedikitnya bahasan mengenai Bebaso Palembang itu sendiri,
semakin memicu semangat penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai Bebaso Palembang
ini. (siti olisa, 2018)

2.3 Perkembangan Bebaso (bahasa Palembang halus)


Bahasa yang digunakan masyarakat Palembang sehari-harinya saat ini sebenarnya
merupakan bahasa melayu yang kosakatanya sudah bercampur dengan bahasa-bahasa yang ada
dibeberapa daerah sekitar Palembang. Sedangkan Bebaso yang biasanya digunakan oleh orang-
orang tua, di lingkungan keraton sudah jarang sekali terdengar. Bebaso ini pun sulit ditemui,
karena hanya dapat dijumpai ketika mendengar percakapan antara kaum tua pada acara
tertentu. Bebaso termasuk dalam bahasa yang jumlah penuturnya sedikit, hal ini dapat disebut
dengan seriously endangered languages, yaitu bahasa-bahasa yang dianggap terancam punah
adalah bahasa yang hanya berpenutur generasi tua yang berusia di atas 50 tahun. (Harimurti
Kridalaksana, 2009)
Sekarang sudah sangat langka sekali orang yang menggunakan Bebaso ini, bahkan
hanya segelintir orang yang peduli untuk mempertahankan budaya orang Palembang ini. Untuk
mengupayakan kembalinya Bebaso dan adat istiadat serta budaya asli Palembang, di salah satu
stasiun radio swasta di Palembang (Sriwijaya 94,3 FM) juga saat ini diadakan program untuk
melestarikan bahasa asli Palembang yang putar sekitar pukul 06.30-07.00 WIB.
Ada dua hal yang diduga menjadi sebab hilang atau terkikisnya penggunaan Bebaso
ini, yaitu pertama, semakin meluasnya proses perkawinan campur antar suku, hal ini
menyebabkan semakin berkurangnya fanatisme ke Palembangannya. Sehingga anak-anak
muda tidak merasa adanya keharusan untuk mengenal dan menggunakan bahasa daerahnya,
dan orang tua pun semakin melonggarkan kewajiban menggunakan Bebaso kepada anak-
anaknya. Kedua, sejak awal tahun 60-an, seiring dengan semakin majunya dunia pendidikan
dan semakin banyaknya sarjana yang berpendidikan tinggi dengan status sosial yang lebih
terpandang, generasi muda penutur Bebaso mulai ketinggalan dalam persaingan di dunia
pendidikan, dan lebih tertarik dengan dunia perdagangan. Bahkan sebagian orang tua ketika
itu, menganggap sekolah umum itu masih dalam bayang-bayang sekolah Belanda.
Sejak saat itu orang Palembang yang menggunakan bahasa ini mulai kehilangan jati
diri mereka, dan tidak sedikit diantaranya mulai meninggalkan gelar ningrat mereka (Raden,
Masagus, Kemas, Kiagus, Chili, Raden Baba bagi yang berdarah Tiongkok) di depan nama
mereka dan penggunaan Bebaso. Meskipun demikian, Bebaso ternyata belum pupus sama
sekali, masih ada juga dikalangan orang-orang tua yang menggunakan Bebaso sampai akhir
hayatnya, walaupun sering tercampur dengan bahasa Palembang sari-sari. Sejak pertengahan
dekade 60-an, seiring dengan munculnya generasi muda berpendidikan tinggi dan bergelar
sarjana di kalangan orang Palembang dari berbagai disiplin ilmu, jati diri generasi muda orang
Palembang mulai bangkit kembali, gelar ningrat pun cenderung digunakan tanpa keraguan.
Ketika di ujung abad ke-20, memasuki abad ke-21 muncul kerinduan dari generasi
muda orang Palembang untuk menggunakan kembali Bebaso yang sudah lama terlupakan.
Kini, kerinduan itu bukan saja muncul dikalangan orang Palembang saja. Dalam situasi dimana
penggunaan bahasa pergaulan sehari-hari di tengah masyarakat, khususnya generasi muda di
Palembang, sudah semakin jauh mengabaikan tata krama dan sopan santun, bahkan sikap
menghormati terhadap yang sudah tua sudah semakin pudar, terkikis oleh kekeliruan dalam
memahami kemajuan zaman.
Sekarang, 21 tahun berlalu dari pernyataan tersebut, Bebaso pun tetap belum pernah
dijadikan objek penelitian. Ada dua kendala jika hendak meneliti bahasa tersebut yakni tidak
adanya kamus Bebaso, dan minimnya jumlah penutur yang masih hidup. Namun sekarang
sudah ada kamus-kamus bahasa Palembang berdasarkan sumber-sumber yang penulis
temukan. (Habiburrahman, 2016)
Hasil penelitian Proporsi Pemakaian Bahasa Indonesia dan bahasa daerah,
menunjukkan bahwa sekitar 85% penduduk Indonesia masih menggunakan bahasa daerah
sebagai bahasa sehari-hari di rumah, baik menurut usia, pendidikan, status sekolah, pekerjaan
utama, maupun agama. Walaupun di sanasini terdapat gejala penurunan pemakaian bahasa
daerah, pemakaian bahasa daerah masih kuat. Dengan demikian, bahasa daerah masih dominan
berfungsi sebagai bahasa ibu. Seperti halnya dengan pemakaian Bebaso, sebagai berikut:
1. Bebaso (Bahasa Palembang Halus) Dalam Situasi Formal dan Tidak Formal
Bahasa Palembang dipakai sebagai bahasa pergaulan dalam masyarakat
Palembang. Keadaan sesungguhnya belum tentu selalu demikian. Masyarakat
Palembang lebih cenderung memakai bahasa Indonesia dalam situasi formal,
misalnya dalam pembicaraan yang bersifat resmi atau dalam kedinasan,
kadangkadang pemakaian bahasa Indonesia ini sering pula diselingi dengan bahasa
Palembang. Sebaliknya, dalam situasi tidak formal, masyarakat Palembang lebih
cenderung menggunakan bahasa Palembang.
Terkadang dalam situasi tidak formal orang Palembang sering memakai bahasa
yang diselingi dengan bahasa Indonesia. Menurut ibu Linny, ia mengatakan bahwa
dalam keadaan tidak formal sudah banyak bahasa Indonesia yang di Palembang-
kan. Hal ini disebabkan pengaruh bahasa Indonesia yang di Palembang-kan, jadi
lebih kecenderungan bahasa Indonesia yang di Palembangkan daripada
mengguanakan Bebaso. Beda halnya dengan Bebaso, hanya orang-orang tertentu
yang masih menggunakan bahasa ini dalam acara resmi dan biasanya orang
Palembang menyebutnya becerios yakni berbicara menggunakan bahasa alus
Palembang. Hal ini dikarenakan minimnya orang yang mampu berbahasa ini, jadi
sangat sulit untuk mencari lawan bicaranya. Apalagi saat ini kebanyakan orang
yang tidak tahu mengenai Bebaso. Karena dibangku sekolah tidak pernah
dikenalkan dengan bahasa daerah sendiri, dan dilingkungan pun sudah berbaur
dengan berbagai macam suku daerah. Jadi wajar jika dalam situasi formal maupun
tidak formal Bebaso ini tidak pernah digunakan, bahkan kedengaran asing.
2. Bebaso (Bahasa Palembang Halus) Dalam Percakapan Intraetnis, Antaaretnis dan
Intra-antaretnis.
Dalam pergaulan sehari-hari, percakapan dapat terjadi secara tidak formal atau
diluar kedinasan dan dapat pula terjadi secara formal atau resmi. Secara formal atau
tidak formal, percakapan dapat terjadi antara orang dari suku bangsa (intraetnis)
atau orang-orang yang berlainan suku bangsa (antar etnis). Dapat pula terjadi
percakapan antara beberapa orang dari satu suku bangsa dan seorang atau lebih dari
suku bangsa lain (intra-antaretnis). Bila penutur asli bahasa Palembang berbicara
dengan sesama penutur asli Palembang lebih banyak mereka menggunakan bahasa
Palembang. Bahasa Palembang banyak dipakai oleh masyarakat Palembang, dalam
situasi tidak formal atau formal dalam percakapan antaretnis, sedangkan dalam
percakapan antaretnis dan intra-antaretnis, pemakaian bahasa Indonesia agaknya
sangat menonjol.
Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat Palembang sendiri
mengenai budaya bahasa yang mereka miliki. Apalagi jika dilihat dari generasi
mudanya saat ini, dimana-mana mereka hanya menggunakan bahasa Palembang
Sari-sari saja, itu pun telah dicampur dengan bahasa Indonesia. Jika dilihat
faktanya, orang Palembang sendiri yakni intraetnis yang memiliki budaya Bebaso
saja sekarang tidak mengetahui tentang Bebaso, apalagi orang yang bukan asli
orang Palembang antaretnis maupun intra-antaretnis. Jadi sangat sulit jika berbicara
atau melakukan percakapan tanpa adanya lawan bicara.
3. Bebaso (Bahasa Palembang Halus) Dalam Bahasa Tulisan
Bahasa Indonesia menonjol sekali pemakaiannya dalam bahasa tulisan, baik
dalam situasi formal maupun tidak formal. Dalam bahasa tulisan tidak formal,
misalnya menulis surat kepada keluarga, orang sekampung, sahabat atau kenalan,
atau kepada tunangan, masih dipakai bahasa Palembang oleh beberapa orang
anggota masyarakat Palembang. Walaupun sekarang sudah semakin canggih, dan
kebanyakan orang-orang menggunakan media sosial untuk menyampaikan sesuatu
yang tidak formal. Tetapi tidak halnya dengan bahasa tulisan yang formal, jika
menulis surat untuk kegiatan dinas atau akademik, undangan pernikahan atau surat
izin sakit. Orang Palembang biasanya menggunakan bahasa Indonesia untuk
menulis surat resmi.
Pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam, Bebaso masih digunakan
dalam bahasa tulisan. Contohnya seperti Piagam Padang Ratu yang sudah ada sejak
zaman kesultanan. Sebelum tahun 1940-an Bebaso ini masih dipergunakan terhadap
orang tua atau mertua, orang yang dituakan atau orang yang patut dihormati, namun
karena penggunaannya yang terbatas bahasa ini makin lama makin memudar.
Makin banyak kata-kata yang hilang karena jarang dipakai bahkan di kalangan
orang tua-tua (orang Palembang asli) pun perbendaharaan kata nya semakin
‘miskin’. Mereka yang tinggal diluar Keraton dan bergaul dengan masyarakat
lainnya, saling menerima dan memberi baik dalam hal istiadat, bahasa maupun
budaya-budaya lainnya.
Walaupun disini bahasa Melayu masih tetap dominan, namun bahasa tersebut
mengalami perubahan-perubahan bahasa yang masing-masing dibawa oleh anggota
masyarakat yang berbeda-beda (Melayu, Jawa, Arab, Cina, India dan lain-lain).
Bahasa ini lebih beruntung hidupnya karena dipergunakan seharihari oleh
masyarakat Palembang dalam arti luas yang meliputi kota Palembang dan daerah-
daerah Uluan (Daerah Batang Hari Sembilan), bahasa ini di pergunakan sebagai alat
komunikasi antar-daerah di seluruh Daerah Batang Hari Sembilan. Menurut Bapak
Abdul Azim Amin selaku pemakai Bebaso, ia mengatakan bahwa Bebaso
dituliskan, hanya diajarkan secara tutur dari generasi ke generasi, hal inilah yang
menyebabkan Bebaso itu menjadi punah dan tidak dipakai lagi dalam bahasa
tulisan. (Jalaluddin, n.d.)
4. Bebaso Dalam Kalangan Masyarakat Umum dan Akademisi
Dalam perkembangan teknologi yang semakin pesat, Bebaso sudah tidak
digunakan lagi. Dalam kalangan masyarakat umum sendiri sekarang sudah banyak
masyarakat Palembang menggunakan bahasa Indonesia yang ‘dipalembangkan’.
Hal ini disebabkan karena beragamnya suku dan etnis yang tinggal di Palembang,
karena adanya interaksi akhirnya terjadilah percampuran bahasa yang digunakan
dalam kegiatan sehari-hari mereka. Selain pengaruh teknologi informasi juga
dipengaruhi oleh penduduk yang heterogen dan masuknya budaya dari luar yang
memang tak dapat dihindari.
Meskipun mendapat pengaruh tersebut, hal itu harus diiringi dengan peran
orang tua untuk dapat meneruskan budaya Bebaso kepada generasinya. Orang tua
juga sudah jarang meneruskan budaya Bebaso itu kepada anaknya-anaknya.
Jadi harus ada peran dari orang tua untuk mengenalkannya. Tetapi, masyarakat
Palembang sekarang kurang mengetahui tentang Bebaso. Bahkan orang asli
Palembang pun sangat jarang sekali mengetahui Bebaso. Inilah sebabnya Bebaso
tidak begitu populer dalam kalangan masyarakat umum. Penyebab Bebaso itu tidak
populer karena Bebaso itu sedikit sulit dan hanya digunakan oleh kalangan
bangsawan pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam, dan orang yang bukan
berasal dari bangsawan tidak bisa berbicara menggunakan Bebaso ini.
Jadi, wajar saja jika masyarakat umum sekarang tidak begitu mengetahui
tentang Bebaso. Karena ciri orang yang bukan bangsawan adalah tidak bisa
menggunakan Bebaso pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam. Sedangkan
dalam kalangan akademik, malah sebaliknya. Sekarang banyak para sarjana yang
tertarik akan Bebaso ini, apalagi dengan adanya penelitian untuk melakukan
penerjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Palembang. Selain itu juga pada tahun
2016, ketua Badan Pengurus Zuriat Palembang (BPZP) yakni Masagus Zainal
Abidin, sempat meminta Bebaso Palembang ini dijadikan mulok di Sekolah, ia
mengatakan saat ini masyarakat Palembang hampir kehilangan identitasnya.
Banyak aspek yang berkaitan dengan identitas adat budaya dan tradisi Palembang
sudah terkoyak-koyak dan tercabik-cabik disebabkan oleh akselerasi arus
globalisasi, modernitas. Untuk itu kita berharap tata bahasa Bebaso yang pernah
disetujui untuk dijadikan mata pelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah-sekolah
agar direalisasikan.
Tentunya dengan mempersiapkan instruktur tata bahasa Bebaso (bahasa
Palembang halus) yang siap untuk ditempatkan sebagai tenaga pengajar. Pada tahun
2018, juga diadakan Workshop penerjemahan Al-Qur’an berbahasa Palembang,
yang dilakukan oleh Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah
Palembang. Hal semacam ini sangat diapresiasi dan didukung oleh kalangan
akademis, karena proses penerjemahan ini sebagai upaya mendekatkan masyarakat
dengan Al-Qur’an dan juga memelihara eksistensi bahasa Palembang itu sendiri.
Karena salah satu output dari kegiatan ini adalah melestarikan Bebaso Palembang,
sehingga pemerintah juga ikut serta mendukung Bebaso Palembang. dijadikan mata
pelajaran muatan lokal dan menjadi bahasa wajib di hari tertentu di setiap instansi
serta bisa menjadi ciri khas dan daya tarik wisata untuk kota Palembang. Saat ini
sekitar 25% Bebaso itu sudah mengalami pergeseran, sehingga jika kondisi tersebut
dibiarkan, maka dikhawatirkan secara perlahan budaya tersebut itu akan luntur dan
bahkan bisa punah. Padahal Bebaso itu adalah budaya yang memiliki etika dan
sopan santun yang harus dilestarikan bagi generasi muda saat ini. (BEBASO Pada
Zaman Kesultanan Palembang Darussalam, n.d.)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bahasa palembang berasal dari kota palembang dan mungkin bunyinya mirip dengan
bahasa daerah lain, seperti bahasa melayu di padang, lampung, atau riau. Namun berbeda dan
disebut baso palembang. Menurut Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, terdapat 652 bahasa daerah di Indonesia, termasuk bahasa
palembang.
Bahasa Palembang mempunyai sejarah yang panjang, bentuk tulisan tertuanya terdapat
pada piagam Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 hingga ke-13 Masehi). Bahasa piagam tersebut
disebut dengan bahasa Sriwijaya yang tidak jauh berbeda dengan bahasa Melayu. Bahasa
Sriwijaya digunakan pada Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu kuno sebelumnya.
Kesultanan Palembang Darussalam mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam di Palembang. Pada abad ke-18 dan 19 Masehi, palembang mempunyai
peranan penting dalam mengembangkan kebudayaan di wilayah sumatera selatan. Palembang
pernah menjadi pusat studi Islam Melayu, dan sejarah Melayunya dipengaruhi oleh budaya
Jawa, termasuk rumah limas, pakaian adat, dan bahasa.

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di
hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSAKA

BEBASO Pada Zaman Kesultanan Palembang Darussalam, P. A. (n.d.). BAB IV.


Habiburrahman. (2016). Program Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang. Jurnal Studi
Islam , 3.
Harimurti Kridalaksana, dkk. (2009). Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra dan
Aksara. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 51.
Jalaluddin. (n.d.). Petunjuk Kota Palembang.
Nawiyanto, Eko CE_Buku_Kesultanan Palembang_(F. Ilmu Budaya). (n.d.).
Rais, W. A., Yustanto, H., Magister Linguistik, M., & Ilmu Budaya, F. (n.d.). PROSIDING
SAMASTA Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia KOSAKATA BAHASA JAWA
DALAM TERJEMAHAN AL-QURAN BERBAHASA MELAYU PALEMBANG TERBITAN
KEMENAG-RI TAHUN 2019.
siti olisa. (2018, January 23). Pertahankan Budaya, Pemkot Wacanakan Buat Kamus Bahasa
Palembang & Ekskul Menenun.
Wulandari, N. S., & Seprina, R. (n.d.). PERANAN SUNGAI MUSI SEBAGAI JALUR
PEREKONOMIAN DI MASA KESULTANAN PALEMBANG DARUSALLAM (1659-1714)
SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMAN 1 MUARO JAMBI (Vol. 2, Issue 2).

Anda mungkin juga menyukai