Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM 3

TEKNOLOGI PATI, GULA DAN SUKROKIMIA


(Sineresis Dan Pembuatan Pati Resisten)

Oleh:
Kelompok 4
Bintang Saputra 1810516210026
Marselinus Celvin Lio 1710516310012
Muhammad Herry Rahmawan 1810516210004
Nor Irfansyah 1810516310005

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengambang dalam air panas.
Apabila suspense pati dipanaskan sampai suhu 60-700C granula pati yang berukuran
relative besar akan membengkak sangan cepat. Jika suhu pemanasan terus meningkat,
granula yang lebih kecil ikut membengkak hingga seluruh granula pati membengkak secara
maksimal. Bentuk mikroskopis granula menandakan sumber patinya. Konstituen utama pati
adalah amilosa (15-20%) yang mempunyai struktu helis tak bercabang dan mmemberikan
warna biru dengan iodin serta denga jelas cenderung terjadi retrogradasi dan amilopektin
(80-85%) yang tersusun dari rantai bercabang dan hanya memberikan warna merah dengan
iodin karena tidak terbentuk heliks serta sedikit cenderung terjadi retrogradasi
(Muljohardjo, 1987).
Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin besar
kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai dengan jenis
pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-89 oC, kentang 57-87 oC, gandum 50-86 oC,
tapioka 68-92 oC, Corn waxy 68-90 oC (Smith, 1982 dalam Swinkels, 1985).
Sineresis adalah keluarnya cairan dari gel pati yang dipotong atau disimpan lama.
Pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali sebagian air masih berada di bagian
luar granula yang membengkak. Peristiwa sineresis pada pati yang dipanaskan dan telah
dingin kembali terdapat sebagian air masih berada di bagian luar granula yang
membengkak. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada
permukaan butir-butir pati yang membengkak. Sebagian air pada pasta yang telah masak
tersebut berada dalam rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan
amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air tersebut
dapat keluar dari bahan, peristiwa ini disebut sineresis (Winarno, 1987).
Pati resisten dapat dibuat dengan modifikasi pati, yaitu dengan perlakuan fisik
(panas), perlakuan kimia, perlakuan enzimais dan kombinasi antara perlakuan fisik, kimia
dan enzimatis. Perlakuan panas untuk pembentukan RS dapat diperoleh dengan memasak
pati diatas suhu gelatinisasi yang dilanjutkan dengan pengeringan. Hasil RS yang bagus
diperoleh dengan gelatinisasi pati pada suhu 120oC selama 20 menit, dilanjutkan dengan
pendinginan pada suhu kamar, kemudian gel pati dibekukan selama satu malam pada suhu -
20oC dan dikeringkan pada suhu 60oC sebelum digiling. Beberapa kombinasi suhu dan
waktu telah digunakan untuk membuat RS3 dari beberapa sumber pati. Pati dengan kadar
amilosa normal, untuk meningkatkan hasil RS3 dilakukan dengan pemasakan suhu diatas
100oC (Sajilata, 2006).
Pada saat terjadi gelatinasi akibat panas, maka suspensi pati yang mulamula buram
berangsur-angsur berkurang dan akhirnya menjadi jernih. Tingkat kejernihan pasta
berhubungan langsung dengan pengembangan granula pati. Makin besar kemampuan
mengembang granula pati maka pasta yang diperoleh lebih jernih, sebaliknya bila granula
pati yang mengembang sedikit maka pasta yang dihasilkan menjadi buram (Zobel, 1984).
Kejernihan pasta juga berhubungan langsung dengan keadaan dispersi dan kecenderungan
terjadinya gelatinasi. Faktorfaktor yang meningkatkan pengembangan dan kelarutan
granula pati serta yang dapat menghalangi terjadinya gelatinasi akan meningkatkan
kejernihan pasta.
Istilah retrogradasi digunakan untuk menjelaskan perubahan yang terjadi selama
proses pendinginan dan penyimpanan pati tergelatinisasi, seperti terjadinya interaksi
molekuler ikatan hidrogen antara rantai pati (Ratnayake et al. 2002). Selama proses
retrogradasi, ikatan amilosa Kembali terbentuk sehingga kristalisasi menjadi kuat, dan
terbentuklah pati resisten tipe III (Haralampu, 2000). Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap kadar pati resisten tipe III berkaitan dengan metode gelatinisasi dan retrogradasi
pati adalah jumlah sikluspemanasan suhu tinggi dan pendinginan.

Tujuan

Tujuan pada praktikum kali ini adalah untuk mengetahui proses sineresis dan
retrogradasi pada pati singkong (tapioka), pati sagu dan pati jagung (maizena) serta
mengetahui pembuatan pati resisten.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 10 Maret 2022, pukul 09.50-11-20 di
Laboraturium Teknologi Industri Pertanian Gedung 3.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah beker glass, termometer, pengaduk,
dan sebagainya Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Pati (pati singkong
(tapioka), pati sagu dan pati jagung (maizena)), akuades, gula dan garam.

Prosedur Kerja

Percobaan 1: Sineresis gel pati selama penyimpanan

Membuat suspensi pati sebanyak 50 ml, dengan konsentrasi 10 % (5 g


pati/ 50 ml) masing-masing dibuat 3 perlakuan yaitu A) tanpa
penambahan gula, B) dengan penambahan gula 5% (2,5 g gula) dan C)
penambahan garam 2% (1 g garam)

tiap tiap suspensi pati dipanaskan diatas hot plate sambil dilakukan
pengadukan secara perlahan-lahan. Catat perubahan yang terjadi selama
pemanasan sampai mengental.

suhu pada saat mulai terjadi pemanasan sampai mulai mengental dan
jernih serta saat suhu gelatinisasi sempurna terjadi diamati

A
A

catat waktu dan suhu mulai mengental dan waktu dan suhu ketika
semua suspensi pati telah mengental dan jernih

Selanjutnya gel pati dipindahkan dalam gelas plastic bertutup (telah


diketahui beratnya) dan kemudian ditimbang

Setelah dingin, dilakukan pengamatan terhadap sifat fisik gel yang


dihasilkan antara lain kekeruhan, ketegaran/ tekstur, kelengketan
(adhesivitas) gel.

Selanjutnya gel pati disimpan dalam kulkas selama 3 hari

Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap sifat fisik gel yang meliputi
retrogradasi dan sineresis. Retrogradasi dapat dilihat dari perubahan
tekstur gel, sedang sineresis diamati dengan keluarnya air dari gel
(setelah diamati air dibuang dan selanjunya dilakukan penimbangan
gel). Pengurangan berat merupakan jumlah air yang keluar dari gel
Percobaan 2: Pembuatan Pati resisten (pemanasan-pendinginan)
(sineresis).

Nasi sebanyak 100 g dimasukkan dalam kantong plastic transparan

B
B

Selanjutnya nasi disimpan dalam kulkas selama 6 hari

Dilakukan pengamatan nasi pada hari ke 0 (sebelum disimpan dalam


kulkas), 2, 4 dan 6. Pengamatan meliputi warna, tekstur nasi,
kelengketan, bau nasi dan penampilan nasi secara keseluruhan
Pembahasan

Kelarutan pati yang semakin meningkat akibat pemanasan suspensi pati yang
semakin tinggi disebabkan amilosa telah mengalami depolimerisasi. Suhu tinggi
menyebabkan terjadinya depolimerisasi molekul pati (Yuliasih dkk., 2007). Hal tersebut
menyebabkan molekul amilosa yang dihasilkan lebih sederhana, yaitu terdapat rantai lurus
yang pendek sehingga sangat mudah larut dalam air. Amilosa merupakan komponen pati
yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air (Ben dkk., 2007).
Pada hasil praktikum didapatkan pada pembuatan suspensi pati yaitu suhu mulai
mengental yang paling tinggi ialah maizena (M1A dan M1B (gula)) sebesar 78ºC dan yang
rendah yaitu tapioka (T1A) dan sagu (S1A) sebesar 65ºC. Suhu semua pati suspensi
mengental & jernih yang paling tinggi adalah maizena sebesar 91 oC. Sineresis merupakan
peristiwa keluamya air dari gel (Manurung, 2008). Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa terdapat konsentersi gula dengan sineresis. Sineris dipengaruhi konsentrasi gula,
dimana semakin tinggi konsentrasi sineresis. Konsentrasi gula yarig tinggididuga dapat
menyebabkan lemahakibat jaringan yang tidak menahan mengandung berbagai jenis asam
seperti asam, sitrat, tartrat, laktat, dan fumirat, semakin tinggi konsentrasi gula maka
semakin tinggi kandungan asam
Tapioca saat dipanaskan berubah yang semula cair seperti susu menjadi bening
keruh dan mengental. Warna yang dihasilkan bening keruh dan sangat lengket. Sedangkan
hasil pada maizena warna yang dihasilkan putih keruh. Dapat diketahui dari hasil tersebut
semakin peningkatan suspensi penambahan gula waktu perubahan yang dihasilkan semakin
lama. Kejernihan pasta yang rendah pada tapioka alami disebabkan adanya penurunan
viskositas. Sedangkan tapioka tinggi amilosa menghasilkan kejernihan pasta yang lebih
tinggi, karena viskositas pasta yang dihasilkan lebih tinggi. Tapioka merupakan pati yang
memiliki kemampuan mengembang yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya
viskositas maksimum serta terjadi penurunan viskositas selama pemanasan. Saat pati mulai
mengembang, terjadi peningkatan viskositas (Kusnandar, 2010) dan perubahan pasta pati
dari keruh menjadi jernih (Winarno, 2004).
Peningkatan swelling power akibat pemanasan suspensi pati pada suhu yang
semakin tinggi disebabkan kadar amilosa yang semakin rendah atau amilopektin dalam pati
lebih tinggi. Amilopektin berada pada daerah amorf granula pati. Rahman (2007)
menyatakan bahwa daerah amorf merupakan daerah yang renggang dan kurang padat,
sehingga mudah dimasuki air. Bagian amorf merupakan bagian yang lebih mudah
menyerap air (Hood, 1982 dalam Haryadi, 2006). Semakin banyak amilopektin pada pati,
maka daerah amorf akan semakin luas, sehingga penyerapan air akan semakin besar.
Menurut Jading dkk. (2011), swelling power pada pati dipengaruhi oleh daya serap air.
Semakin besar daya serap air menyebabkan swelling power meningkat.
Sineresis merupakan perpisahan antara gel pati dan air (Kusnandar, 2010).
Terjadinya sineresis disebabkan amilosa mengalami retrogradasi yaitu molekulmolekul
amilosa berikatan kembali satu sama lain (Winarno, 2004). Adanya ikata yang kuat antar
amilosa selama retrogradasi menyebabkan semakin banyak air yang terpisah dari gel pati
ketika gel pati diletakkan pada suhu ruang. Keluarnya air dalam jumlah besar selama proses
retrogradasi menyebabkan sineresis yang tinggi (Abo dkk., 2010).
Hasil dari praktikum yang didapat pada tapioca setiap harinya tidak mengalami
perubahan pada warna keseluruhan perlakuan saat didiamkan selama tiga hari di dalam
kulkas yaitu bening dan putih keruh , kelengketan berkurang dan tekstur dari pati tersebut
mengalami perubahan yaitu kenyal menjadi lembek. Air yang keluar dari pati terdapat pada
bagian gumpalan pati. Sedangkan pada maizena berubah menjadi berbentuk padat, Air
yang keluar dari pati yang didiamkan terpisah karena maizena berubah menggumpal seperti
jelly dan sedikit keras. Sedangkan sagu yaitu kenyal dan lembut menjadi padat juga.
Menurut Yuliasih dkk. (2007), amilosa yang dominan memiliki sebaran bobot
molekul tinggi menghasilkan persen sineresis yang rendah. Hal ini karena selama proses
retrogradasi, amilosa-amilosa yang kembali berikatan satu sama lain ikatannya tidak terlalu
kuat, sehingga ketika gel pati diletakkan di suhu ruang, air yang terpisah dari gel pati tidak
terlalu banyak dan menyebabkan sineresis yang rendah.
Kusnandar (2010) menyatakan bahwa retrogradasi lebih mudah terjadi pada pati
yang mengandung amilosa tinggi karena ikatan hidrogen lebih mudah terbentuk pada
struktur linier. Semakin mudah mengalami retrogradasi, maka pati cenderung mudah untuk
mengalami sineresis. Nasi yang mengalami penurunan suhu dalam waktu lama akan
mengalami proses retrogradasi sehingga nasi memiliki kadar pati resisten yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nasi yang baru matang (masih tergelatinisasi). Hal tersebut
disebabkan karena pemanasan dan pendinginan kembali dapat menyebabkan terbentuknya
pati teretrogradasi yang bersifat tidak larut. Pati resisten paling besar terbentuk dari
retrogradasi amilosa, meski amilopektin juga dapat teretrogradasi akan tetapi amilopektin
memerlukan waktu yang lama untuk mengalami retrogradasi. Hal ini karena rantai amilosa
yang lurus mudah tergradasi dan ketika rantai amilosa bergabung kembali (retrogradasi)
akan membentuk sebuah polimer yang kompak dan sulit untuk dihidrolisis oleh enzim
pencernaan. Proses retrogradasi lebih terjadi pada suhu refrigerator (kulkas) daripada suhu
ruang.
Selama di refrigerator nasi disimpan pada wadah tertutup. Hal ini dilakukan untuk
mencegah adanya kontaminasi. Hasil dari praktikum yang didapat nahwa setiap hari nasi
yang didiamkan dalam refrigerator mengalami perubahan menjadi lebih keras dan karau,
kelengketannya berkurang dan terdapat air pada bagaian nasi tersebut. Ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi terbentuknya pati resisten. Faktor-faktor tersebut yaitu sifat
alami pati (struktur granula, kristalinitas pati, rasio amilosa dan amilopektin, retrogradasi
amilosa, panjang rantai amilosa, serta linearisasi amilopektin), suhu, kelembapan, dan
interaksi pati dengan komponen lain (protein, lemak, serat, inhibitor enzim).
Proses retrogradasi lebih mudah terjadi pada pati yang mengandung amilosa tinggi.
Hal ini dikarenakan rantai amilosa yang lurus mudah tergradasi dan ketika rantai amilosa
bergabung kembali (retrogradasi) akan membentuk sebuah polimer yang kompak dan sulit
dihidrolisis oleh enzim pencernaan.
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah


1. Kelarutan pati yang semakin meningkat akibat pemanasan suspensi pati
yang semakin tinggi disebabkan amilosa telah mengalami depolimerisasi.
2. suhu mulai mengental yang paling tinggi ialah maizena (M1A dan M1B
(gula)) sebesar 78ºC dan yang rendah yaitu tapioka (T1A) dan sagu (S1A)
sebesar 65ºC. Suhu semua pati suspensi mengental & jernih yang paling
tinggi adalah maizena sebesar 91 oC.
3. Tapioca saat dipanaskan berubah yang semula cair seperti susu menjadi
bening keruh dan mengental. Warna yang dihasilkan bening keruh dan
sangat lengket. Sedangkan hasil pada maizena warna yang dihasilkan putih
keruh.
4. Sineresis merupakan perpisahan antara gel pati dan air
5. nasi yang didiamkan dalam refrigerator mengalami perubahan menjadi lebih
keras

SARAN
Saran untuk praktikum ini adalah lebih giat dalam mencari referensi agar bisa
memahami sineresis dan pembuatan pati resisten. Dan berhati-hati saat praktikum agar alat
yang digunakan tidak pecah.
DAFTAR PUSTAKA

Abo-El-Fetoh, S.M., Hanan, M.A.A. dan Nabih, N.M.N. (2010). Physicochemical


properties of starch extracted from different sources and their application in
pudding and white sauce. World Journal of Dairy and Food Sciences 5(2): 173-
182.

Ben, E.S., Zulianis dan Halim, A. (2007). Studi awal pemisahan amilosa dan amilopektin
pati singkong dengan fraksinasi butanol-air. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi
12(1): 1-11.

Haralampu, S.G. 2000. Resistant Starch - Review of The Physical Properties and Biological
Impact of RS. J. Carbohydrate. Polym 41 : 285-292.

Haryadi (2006). Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kusnandar, F. (2010). Kimia Pangan Komponen Makro. Seri 1. Dian Rakyat, Jakarta.

Muljohardjo, M. 1987. Teknologi Pengolahan Pati, PAU Pangan dan Gizi UGM :
Yogyakarta.

Rahman, A.M. (2007). Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan
Mocal (Modifi ed Cassava Flour) sebagai Penyalut Kacang pada Produk Kacang
Salut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ratnayake, W.S., Hoover, R. & Warkentin, T. (2002). Pea starch: composition, structure
and properties: a review. Starch/Starke, 54, 217-234.

Sajilata, M.G., Rekha S.S dan Puspa, R.K. 2006. Resistant Starch A Review. J.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.5: 1-17.
Swinkels. 1985.Source of starch, its chemistry and physics. Di dalam : G.M.A.V. Beynum
dan J.A Roels (eds.). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc. New
York 10-18 page.

Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G.,1987. Gizi dan Makanan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Yuliasih, I., Irawadi, T.T., Sailah, I., Pranamuda, H., Setyowati K. dan Sunarti, T.C. (2007).
Pengaruh proses fraksinasi pati sagu terhadap karakteristik fraksi amilosanya.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 17(1): 29-36.

Anda mungkin juga menyukai