Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS SKROTUM

A. DEFINISI
Ulkus adalah luka terbuka pada kulit atau selaput lendir, dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan di sertai infasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,ulkus juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.
Ulkus skrotum merupakan suatu gangren pada skrotum atau uvula yang
disebabkan oleh bakteri anaerob yang merupakan strain streptococcus beta
hemolitikus. Penyakit ini adalah bentuk dari fascitis nekrotikan yang terdapat
di sekitar genitalia eksterna. Ulkus skrotum merupakan kegawatdaruratan
bedah karena onsetnya berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang,
bisa menjadi gangren yang luas dan menyebabkan septikemia.

B. ETIOLOGI
Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan infeksi ulkus skrotum,
sering cedera atau memiliki luka bakar pada alat kelamin dapat memicu
terjadinya ulkus skrotum, operasi kelamin, infeksi menular seksual (IMS)
atau masalah dengan uretra juga bisa menjadi pemicu terjadinya infeksi ulkus
skrotum, selain itu pria yang berada pada kondisi tertentu misalnya berusia
lebih dari 50 tahun, memiliki diabetes, memiliki system kekebalan tubuh
yang lemah juga dapat berada pada risiko tinggi untuk mengalami infeksi
penyakit ulkus skrotum.

Penyebab ulkus skrotum pada anorektal termasuk abses perianal abses


perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan perforasi usus yang terjadi karena
cedera kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit radang
usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran urogenital, penyebab
ulkus skrotum mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral, cedera uretra,
cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra, epididimitis,
orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien dengan
penggunaan jangka panjang kateter uretra).

C. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ulkus skrotum ini dapat dikenali melalui beberapa gejalah yang
meliputi:
1. Pembengkakan dan kemerahan
2. Memiliki jaringan mati
3. Kesakitan
4. Demam
5. Nyeri saat buang air kecil
6. Mengalamimasalah buang air kecil

D. PATOFISIOLOGI
Infeksi local berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya
ulkus skrotum. Pada akhirnya suatu endarteritis obliterative berkembang
menyebbkan kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian
berlanjut iskemis lokaldan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia
setinggi 2-3 cm. infeksi pasia perineum dapat menyebar kepenis dan skrotum
melalui fasia bluck dan dartos atau, kedinding perut anterior melalui fasia
scarpa atau sebaliknya. Fasia coles melekat pada perineum dan
posteriordiafragma urogenitalia dan lateral dari ramus pubis, sehingga
membatasi perkembangan kearah ini. Keterlibatan testis jarang karena arteri
testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki suplai darah
terpisah dari infeksi local.
E. PATHWAY

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

Merusak jembatan antar sel

Transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi
Peradangan
Sel darah putih mati
Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Hipertermi

Pecah

Nyeri
(Post Operasi)
Resiko Infeksi

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Nyeri
(Pre Operasi)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mendiagnosis Fournier gangren dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan klinis biasanya didapatkan
1. Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
2. Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada
kulit di atasnya yang disertai pruritus
3. Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
4. Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
5. Gangren dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung


diagnosis adalah pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit,
fungsi hati, gula darah, analisa gas darah dan kultur darah. Pemeriksaan
radiologi dapat dilakukan jika diagnosis masih meragukan.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip terapi pada ulkus skrotum ada terapi suportif memperbaiki keadaan
umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan ulkus
skrotum melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk
diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala
sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi segera dengan
cairan maupun transfusi untuk memulihkan perfusi organ normal harus lebih
diutamakan daripada prosedur diagnostic.
a) Antibiotic
Pengobatan ulkus skrotum melibatkan antibiotik spektrum luas
terapi antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci,
streptokokus, Enterobacteriaceae organisme, dan anaerob. Triple terapi
kini direkomendasikan. Cefalosporin generasi ketiga atau
aminoglikosida, ditambah penisilin dan metronidazole. Klindamisin
dapat digunakan untuk menekan produksi toksin dan memodulasi
produksi sitokin. Panduan terbaru merekomendasikan golongan
Karbapenem (imipenem, meropenem, ertapenem).
b) Debridement
Tujuan debridement adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis
(devitalized tissue) . Debridemen pada jaringan nekrosis harus segera
dilakukan. Kadang-kadang perlu dilakukan diversi urine melalui
sistotomi atau diversi feces dengan melakukan kolostomi. Setelah
nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu pemasangan
pipa drainase.
c) Oksigen hiperbarik
Pemberian terapi topikal dapat dilakukan dengan sodium
hipoklorat 0,025% dengan cara irigasi, larutan Dakin, hidrogen
peroksida dapat mereduksi angka morbiditas dan mortalitas. Terapi
hiperbarik oksigen telah digunakan sebagai tambahan dalam
pengobatan Fournier gangren. Hiperbarik oksigen dapat meningkatkan
kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki efek penyembuhan
luka. Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari hipoksik yang
dibebaskan, yang secara langsung dapat menjadi toksik terhadap bakteri
anaerob. Aktifitas fibroblast dapat meningkat dengan angiogenesis yang
dapat mempercepat penyembuhan luka.
d) Rekontruksi bedah
Rekonstruksi bedah dapat dilakukan, teknik yang digunakan
tergantung besar luka. Penjahitan primer dapat dilakukan terutama
dikulit yang lentur seperti pada skrotum, jika luka yang cukup besar
dapat dilakukan skin graft.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari ulkus skrotum berkaitan dengan sepsis. Sepsis
mungkin terjadi karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Multi Organ Dysfunction Failure merupakan
konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya
melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis
acalculous , dan cedera serebrovaskular onsekuensi paling ditakuti sepsis
yang belum terselesaikan dan biasanya melibatkan paru, kardiovaskular,
sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous , dan cedera serebrovaskular
. Komplikasi akhir meliputi:
a) Chordee , ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
b) Infertilitas
c) Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut
d) Imobilisasi dengan kontraktur yang lama
e) Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan depresi
dismorfik
f) Lymphodema dari kaki untuk debridement panggul akibat
thrombophlebitis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor
register. Identitas penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekaang :
- Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
- Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.
- Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama.
- Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan dahulu : Riwayat nyeri abdomen tidak
terlokalisir, riwayat penyakit askariasis, kebiasaan mengkonsumsi
diet rendah serat, konstipasi.
c. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat neoplasma pada keluarga,
pola makan dan diet keluarga, riwayat penyakit DM, penyakit
jantung
3. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan secara head to toe meliputi system dan dikhusus kan pada
system pencernaan :
a. Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) normal/tidak
b. Keadaan klien biasanya CMC
c. Kepala :
1) Rambut : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus,
alopsia
2) Kulit kepala : kotor/tidak kotor
d. Mata :
1) Kesimetrisan : biasanya simetris ki dan ka
2) Konjungtiva : anemis/tidak anemis
3) Sclera : ikterik/ tdk ikterik
4) Mulut dan gigi - Rongga mulut : kotor/tdk
5) Lidah : kotor/tdk
e. Dada dan thorak
I : simetris kiri dan kanan
P: tidak adanya pembengkakan dan nyeri tekan
P: normal/tdk
A: normal/tdk
f. Abdomen
I : perut tidak membuncit, tanpak bekas luka operasi post
apendiktomi
A: bising usus (+) n: 5-35x/i
P : nyeri tekan, dan nyeri lepas, dikuadaran kanan bawah
P : tympani
g. Genetalia
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi
skrotum untuk mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
h. Rectum dan anus
I: adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P: merasakan adanya massa
i. Kulit/ intagumen
I: amati adanya perubhan dan pengurangan pigmentasi, pucat,
kemerahan, sianosis, lesi kulit, ikterik.
j. Aktivitas sehari-hari
Makan, minum : biasanya klien mengalamin gangguan pada
pemenuhan kebutuhan makan dan minum karena mual, muntah
dan anorexia.
k. Eliminasi
Biasanya terjadi gangguan eliminasi terutama pada awitan awal
dengan gejala konstipasi
l. Istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena rasa
nyeri atau ketidaknyamanan pada daerah abdomen.
m. Data psikologis
Biasanya klien dan keluarga kakn merasa cemas dan khawatir
dengan keadaannya
n. Data penunjang/laboratorium

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut yang berhubungan dengan agen injuri biologi
2. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, proses infeksi
4. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik.
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


Nyeri Akut yang berhubungan Tujuan:  Pain Manajement
dengan agen injuri biologi 1. Nyeri dapat hilang atau 1. Kembangkan hubungan saling
berkurang; percaya (anjurkan pasien untuk
2. Klien dapat beraktivitas secara membicarakan tentang diri sendiri,
semula bersikap menjadi pendengar yang
Kriteria Hasil: baik, hindari pernyataan menilai,
1. Klien tampak tenang mengakui nyeri sesuai yang dirasakan
2. Nyeri terkontrol pasien, terangkan hubungan nyeri
3. Ekspresi wajah rileks dengan proses penyakit)
4. Skala nyeri 2 (NRS 0-10). 2. Berikan posisi nyaman miring kanan
dan miring kiri.
3. Kaji lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, dan skala nyeri
4. Ajarkan pasien menghilangkan nyeri
dengan cara mengalihkan bukan
kenyeri seperti menonton TV,
mendengarkan musik, dan berbicara
dengan orang disekitarnya.
5. Beri kesempatan klien untuk istirahat
pada saat nyeri berkurang
6. Kolaborasi dengan tim medis lainnya
dalam pemberian analgesic.
Hipertermi yang berhubungan Tujuan :  Manajement Hipertermia
dengan proses penyakit Setelah diberikan tindakan asuhan 1. Observasi keadaan umum pasien
keperawatan diharapkan masalah 2. Observasi tanda-tanda vital pasien
hipertermi teratasi 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum
Kriteria hasil : 4. Anjurkan pasien untuk banyak
1. Menunjukkan penurunan suhu istirahat
tubuh 5. Anjurkan pasien untuk memakai
2. Akral pasien tidak teraba pakaian yang tipis
hangat/ panas 6. Beri kompres hangat di beberapa
3. Pasien tampak tidak lemas bagian tubuh
4. Mukosa bibir lembab 7. Beri Health Education ke pasien dan
keluarganya mengenai pengertian,
penanganan, dan terapi yang diberikan
tentang penyakitnya
8. Kolaborasi/ delegatif dalam
pemberian obat sesuai indikasi
Kerusakan intergritas kulit yang Kriteria Hasil :  Pressure Management
berhubungan dengan trauma 1. Integritas kulit yangbaik bisa 1. Monitor kulit akan adanya kemerahan
mekanik. dipertahankan (sensasi, elastisitas, 2. Monitor aktivitas dan mobilisasi
temperatur, hidrasi, pigmentasi) pasien
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 3. Monitor status nutrisi pasien
3. Perfusi jaringan baik 4. Anjurkan pasien untuk menggunakan
4. Menunjukkan pemahaman dalam pakaian yang longgar
proses perbaikan kulit dan 5. Hindari kerutan pada tempat tidur
mencegah terjadinya cedera 6. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
berulang dan kering
5. Mampu melindungi kulit dan 7. Mobilisasi pasien (ubah posisi
mempertahankan kelembaban kuli pasien) setiap dua jam sekali
dan perawatan alami 8. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
pada derah yang tertekan
9. Memandikan pasien dengan sabun dan
air hangat

Resiko infeksi berhubungan Kriteria hasil :  Kontrol Infeksi


dengan trauma jaringan, proses 1. Klien bebas dari tanda dan gejala 1. Batasi pengunjung
infeksi infeksi 2. Terapkan kebiasaan cuci tangan bagi
2. Medeskripsikan proses penularan pengunjung
penyakit, faktor yang 3. Pertahankan lingkungan aseptik
mempengaruhi penularan serta 4. Tingkatkan intake nutrisi
penatalaksanaanya 5. Monitor tanda infeksi
3. Menunjukan kemampuan untuk 6. Berikan terapi antibiotik
mencegah infeksi 7. Pertahankan teknik asepsis pada
4. Jumlah leukosit dalam batas pasien
normal 8. Pertahankan teknik isolasi bila perlu
5. Menunjukkan PHBS 9. Ajarkan cara menghindari infeksi
10. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
11. Gunakan sabun antimikrobial untuk
cuci tangan
12. Lakukan universal precaution
13. Gunakan sarung tangan steril
14. Lakukan teknik perawatan luka yang
tepat
DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 3. Malang : Sagung Seto, 2011.

Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC.
2012.
Fournier’s Gangrene: Our Experience With 50 Patients and Analysis of Factors
Affecting Mortality. World Journal of Emergency Surgery 2013.

Ochoa G et al.Usefulness of Fournier’s gangrene severity index: a comparative

study.Rev Mex Urol 2010

Anda mungkin juga menyukai