Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUBUNGAN KONSISTENSI TANAH DENGAN AIR

Oleh :
1. Aisyah Puspitasari (H0219002)
2. Ana Rohmatus Sa’dyah (H0219008)
3. Dianita Puspaningrum (H0219025)

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis panjatkan yang atas berkat
limpahan karunia dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Edapologi mengenai Hubungan Konsistensi Tanah dengan Air yang merupakan tugas
untuk melengkapi mata kuliah Edapologi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahman dan Rahim-Nya kepada kita
semua.
2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
3. Dosen Pengampu mata kuliah Edapologi.
4. Ibu dan Bapak kami yang tercinta yang tak pernah henti berdoa dan memberi
dukungan.
5. Teman-teman yang telah bekerja sama dengan baik dalam melakukan
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi pembaca.

Surakarta, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Pengertian Konsistensi Tanah ................................................................................ 3
B. Hubungan dan Pengaruh Konsistensi Tanah dengan Kadar Air (Kelembaban) .... 4
C. Macam – Macam Konsistensi Tanah ..................................................................... 5
D. Cara Penentuan Konsistensi Tanah di Lapangan ................................................... 5
E. Penggolongan Konsistensi Tanah Menurut Atterberg ........................................... 6
1. Batas cair ( Liquid Limit, LL ) ........................................................................... 7
2. Batas Plastis ( Plastic Limit, PL ) ....................................................................... 8
3. Batas Susut ( Shrinkage Limit, SL ) ................................................................... 9
4. Indeks plastisitas ( Plasticity Index, PI ) ............................................................ 9
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 10
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Batas – Batas Atterberg ..................................................................... 7

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsistensi tanah menunjukkan derajat kohesi dan adhesi diantara
partikel-partikel tanah. Hal ini ditunjukkan oleh ketahanan massa tanah terhadap
perubahan bentuk yang diakibatkan oleh tekanan dan berbagai kekuatan yang
mempengaruhi bentuk tanah. Menurut Imam et al (2017), kedudukan fisik tanah
berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Tanah-tanah yang
mempunyai konsistensi yang baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat
pada alat pengolah tanah. Tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah,
atau kering maka penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan
keadaaan tanah tersebut.
Konsistensi tanah dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif dilakukan dengan cara memijat dan memirit atau membuat
bulatan atau gulungan. Prinsip dari metode secara kualitatif adalah penentuan
ketahanan masa tanah terhadap tekanan diantara ujung telunjuk dengan ibu jari
atau ujung ibu jari dengan pangkal telapak tangan. Penetapan secara kualitatif ini
dengan melihat tingkat kekerasan pada kondisi kering dan tingkat kelekatan dan
keliatan pada kondisi basah. Sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan cara
penentuan angka Atterberg.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi konsistensi tanah?
2. Bagaimanan hubungan dan pengaruh konsistensi tanah dengan kadar air?
3. Apa saja macam konsistensi tanah pada berbagai kelembaban?
4. Bagaimana cara penentuan konsistensi tanah di lapangan?
5. Bagaimana penggolongan konsistensi tanah menurut Atterberg?

1
2

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu konsistensi tanah.
2. Mengetahui hubungan konsistensi tanah dan kadar air (lengas).
3. Mengetahui macam konsistensi tanah.
4. Mengetahui cara penentuan konsistensi tanah di lapangan.
5. Mengetahui penggolongan konsistensi tanah menurut Atterberg.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsistensi Tanah


Konsistensi tanah menunjukkan derajat kohesi dan adhesi diantara
partikel-partikel tanah. Ditunjukkan oleh ketahanan massa tanah terhadap
perubahan bentuk yang diakibatkan oleh tekanan dan berbagai kekuatan yang
mempengaruhi bentuk tanah. Menurut Tewu et al (2016), konsistensi tanah
merupakan salah satu sifat fisika tanah yang menggambarkan ketahanan tanah
pada saat memperoleh gaya atau tekanan dari luar yang menggambarkan
bekerjanya gaya kohesi (tarik menarik antar partikel) dan adhesi (tarik menarik
antar partikel dan air) pada berbagai kelembaban tanah.
Tanah yang memilki konsistensi yang baik umumnya mudah diolah dan
tidak melekat pada alat pengolah tanah. Tanah tersebut biasanya gembur.
Menurut Andalusia et al (2016), konsistensi tanah dapat dikatakan sebagai
tingkat kelekatan tanah terhadap benda lain. Konsistensi tanah di lapangan
ditentukan dalam kondisi basah dan lembab. Oleh karena tanah dapat ditemukan
dalam keadaan lembab, basah atau kering maka penyifatan konsistensi tanah
harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut.
Konsistensi merupakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan
tekstur dan keteguhan tanah, dihubungkan dengan kekuatannya. Konsistensi
dijabarkan sebagai kekuatan tanah sangat lunak (very soft), lunak (soft), medium
stiff (medium firm), kaku (stiff/firm), sangat kaku (very stiff), dan keras (hard).
Menurut Ardana (2006) konsistensi pada kondisi dipadatkan kembali (remolded)
untuk tanah lempung sangat bervariasi dalam proporsi kadar air. Kadar air
tinggi, campuran tanah-air memiliki sifat-sifat cair, pada kadar air yang lebih
sedikit, volume campuran berkurang dan tanah menunjukkan sifat - sifat plastis,
dan pada kadar air yang sangat kurang, campuran tanah berperilaku semisolid
dan akhirnya menjadi solid.

3
4

B. Hubungan dan Pengaruh Konsistensi Tanah dengan Kadar Air


(Kelembaban)

Kadar air tanah sangat mempengaruhi konsistensi. Hubungan antara


kadar lengas tanah dan konsistensi tanah adalah pada kadar lengas tinggi tanah
akan mengalir, bila kadar lengas dikurangi tanah akan melekat atau liat, bila KL
dikurangi lagi tanah akan menjadi gembur atau teguh dan bila KL dikurangi lagi
maka tanah akan keras. Konsistensi tanah memperlihatkan pengaruh dari gaya
kohesi bagian-bagian tanah baik dalam keadaan kering, lembab maupun
basah.
Konsistensi tanah diperlukan dalam menentukan kapan tanah akan
diolah, karena akan menentukan besar kecilnya tenaga untuk mengerjakan tanah
tersebut, terutama untuk pengolahan tanah dengan sistem kering (tidak jenuh
air). Menurut Suprapto (2016), tanah mempunyai harga batas kandungan air
tertentu, apabila kandungan air kurang dari harga batas tersebut tanah menjadi
keras dan sukar diolah. Dan sebaiknya bila kandungan air tersebut sudah
melebihi harga batas, maka tanah akan menjadi lekat. Harga batas tersebut
disebut jangka olah, jangka olah biasanya pada kapasitas lapang. Besarnya
jangka olah untuk tanah yang mengandung lempung berbeda-beda tergantung
banyaknya kandungan lempung yang ada pada tanah tersebut. Sedangkan tanah-
tanah yang mengandung lempung kurang dari 15 s/d 20% pada umumnya
tidak begitu lekat.
Kadar air menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsistensi
tanah karena apabila kadar air tanah tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadikan tanah lembek seperti cairan sehingga mempengaruhi batas cair dan
batas plastisnya. Hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan, bahwa jumlah
ketukan dan kadar air memiliki hubungan yang berkebalikan, dimana semakin
besar kadar airnya maka jumlah ketukan akan semakin sedikit. Kadar air yang
tinggi tanah akan berada pada kondisi yang basah atau bisa dikatakan
konsistensinya basah.
5

C. Macam – Macam Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah merupakan salah satu sifat fisika tanah. Konsistensi


tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan ketahanan tanah pada
saat memperoleh gaya atau tekanan dari luar. Adanya gaya dan tekanan dari luar
akan menggambarkan bagaimana bekerjanya gaya kohesi (tarik menarik antar
partikel) dan adhesi (tarik menarik antar partikel dan air) dengan berbagai
kelembaban tanah.
Konsistensi bergantung pada kelembaban tanah karena konsistensi
dipengaruhi oleh kadar air di dalam tanah. Menurut Sanggu (2019), konsistensi
diukur dengan 3 kondisi kelembapan yaitu kering, lembab dan basah. Penentuan
konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kandungan air tanah yaitu dalam
keadaan basah, lembab atau kering. Tanah basah: kandungan air di atas kapasitas
lapang. Tanah lembab: kandungan air mendekati kapasitas lapang dan Tanah
kering: tanah dalam keadaan kering angin. Tanah dengan konsistensi basah
memiliki tekstur kental dan lekat yang membuat tanah mudah menggelincir serta
tekstur lekat dan liat yang membuat tanah terasa seperti lumpur. Tanah dengan
konsistensi lembab memiliki tekstur yang lunak dan gembur sehingga tanah pada
konsistensi ini mudah untuk diolah. Tanah dengan konsistensi kering memiliki
tekstur yang keras dan kasar yang ditandai dengan bentuk tanah yang
membongkah.
D. Cara Penentuan Konsistensi Tanah di Lapangan

Konsistensi suatu tanah itu sangat penting karena apabila lahan pertanian
diketahui konsistensi tanahnya akan mudah diolah dan perlakuan terhadap tanah
pertanian bisa sesuai dan mendapatkan hasil pertanian bisa sesuai dan
mendapatkan hasil pertanian yang maksimal. Pada kondisi kering, konsistensi
tanah diukur berdasarkan tingkat kekerasannya, yakni tanah yang lepas, lunak,
agak keras, keras, sangat keras atau keras sekali.
Kekerasan ini berkaitan erat dengan kandungan liat tanah. Pada tanah
lembab, konsistensi tanah diukur berdasarkan tingkat kepadatannya, yakni tanah
6

yang lepas, sangat remah, remah, padat, sangat padat atau padat sekali.
Penentuan konsistensi tanah di lapangan dapat diamati dalam 3 keadaan yaitu :
a. Konsistensi tanah basah dilakukan dengan cara memijit antara ibu jari dan
telunjuk.
b. Konsistensi tanah lembab dilakukan dengan menggenggam segumpal tanah
lembab lalu diberikan tekanan antara ibu jari dengan telapak tangan
c. Konsistensi tanah kering dilakukan dengan mengambil contoh tanah kering
kemudian dipatahkan dengan tangan.
E. Penggolongan Konsistensi Tanah Menurut Atterberg

Batas – batas konsistensi tanah dikenal dengan batas Atterberg.


Seorang ilmuwan dari Swedia yang bernama Atterberg berhasil mengembangkan
suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada
kadar air yang bervariasi, sehingga batas konsistensi tanah disebut dengan batas-
batas Atterberg. Menurut Manik et al. (2015), kegunaan batas-batas Atterberg
dalam perencanaan merupakan memberikan gambaran secara garis besar akan
sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Pengujian batas Atterberg digolongkan
menjadi pengujian batas susut (shrinkage limit), batas plastis (plastic limit),
batas cair (liquid limit), dan indeks plastisitas.
Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai
sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitas
tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar air
yang dikandung tanah, tanah dapat diklasifikasikan ke dalam empat keadaan
dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair.
7

Gambar 2.1 Batas – Batas Atterberg


Batas-batas konsistensi yang telah dikembangkan oleh Atterberg merupakan sebagai
berikut:
1. Batas cair ( Liquid Limit, LL )
Batas cair merupakan kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis (batas atas dari daerah plastis). Menurut Ramadhani et al. (2015)
batas cair yaitu kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan
keadaan cair dan batas plastis yaitu kadar air suatu jenis tanah pada keadaan
batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Kegunaan hasil uji batas
cair ini dapat diterapkan untuk menentukan konsistensi perilaku material dan
sifatnya pada tanah kohesif, konsistensi tanah tergantung dari nilai batas cairnya.
Nilai batas cair dapat digunakan untuk menentukan nilai indeks
plastisitas tanah yaitu nilai batas cair dikurangi dengan nilai batas plastis. Tanah
yang memiliki nilai batas air tinggi memiliki arti bahwa tanah tersebut memiliki
daya untuk menahan air yang tinggi. Batas cair dipengaruhi oleh adanya tekstur
tanah. Tekstur pasir dapat membuat kadar air yang dibutuhkan tanah tersebut
menjadi lebih banyak untuk merubah tanah dari keadaan semi padat menjadi
keadaan plastis. Semakin besar kadar pasir maka nilai batas plastispun akan
semakin membesar, sedangkan pada nilai batas cair dan plastisitas indeksnya
mengalami penurunan yang disebabkan karena sifat pasir mengisi rongga –
rongga pada tanah, membuat ikatan tanah menjadi sedikit renggang, tidak
8

mengikat air, dan dapat dengan mudah meloloskan air, sehingga pasir dapat
digunakan sebagai pengendali sifat plastis tanah tersebut.
Cara menentukan batas cair merupakan dengan mengunakan alat batas
cair. Tanah yang telah dicampur dengan air ditaruh dalam cawan dan
didalamnya dibuat alur dengan memekai alat spatula (grooving tool). Bentuk
alur ini sebelumnya dan sesudag percobaan. Engkol alat diputar sehingga cawan
dinaikkan dan dijatukan pada dasar, dan banyaknya pukulan dihitung sampai
kedua tepi alur tersebut berimpit. Batas cair merupakan kadar air tanah dimana
diperlukan 25 pukulan untuk maksud ini. Biasanya percobaan dilakukan
terhadap beberapa contoh dengan kadar air yang berbeda, dan banyaknya
pukulan dihitung untuk masing-masing kadar air. Dengan demikian dapat dibuat
suatu grafik kadar airr terhadap banyaknya pukulan. Dari grafik ini dapat dibaca
kadar air pada 25 pukulan. Detail pengujian dapat mengacu pada
SNI 03-1967-9190; metode pengajuan batas cair dengan alat Cassagrade.
2. Batas Plastis ( Plastic Limit, PL )
Batas Plastis merupakan keadaan dimana keadaan air pada kedudukan
antara daerah plastis dan semi plastis , yaitu presentase kadar air pada saat tanah
mulai retak. Menurut Rama et al. (2018), Batas Plastis (PL) adalah kadar air
dimana suatu tanah berubah dari keadaan plastis ke keadaan semi solid. Batas
plastis disebut juga sebagai batas gulung. Batas plastis atau batas gulung
merupakan kadar lengas yang memungkinkan tanah digulung – gulungkan
menjadi batangan hingga memiliki kadar air yang rendah di mana tanah tidak
dapat digulung lagi. Batas gulung dipengaruhi oleh tekstur tanah, dimana
semakin halus suatu tekstur tanah seperti yang dikemukakan oleh Sinaga et al.
(2014), tekstur tanah merupakan perbandingan relatif dari tiga fraksi tanah, yaitu
pasir, debu dan liat yang dinyatakan dalam persen. Tanah bertekstur liat akan
mudah digulung menjadi benang/ulir tipis pada kadar air tertentu tanpa menjadi
hancur. Contoh tanah dengan diameter 3 mm mulai retak-retak ketika digulung.
Pada keadaan ini tanah lempung berubah warnanya.
9

3. Batas Susut ( Shrinkage Limit, SL )


Batas susut merupakan keadaan dimana kadar air pada kedudukan antara
daerah semi padat dan padat, yaitu presentase kadar air dimana pengurangan
kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah. Batas susut
biasa disebut juga dengan batas berubah warna. Batas Berubah Warna atau Batas
susut merupakan batas tanah yang telah mencapai batas golek, masih dapat terus
kehilangan air sehingga lambat laun menjadi kering dan ada suatu ketika tanah
berwarna lebih terang. Batas berubah warna merupakan batas terendah kadar air
dapat diserap tanaman. Batas berubahnya warna ini dapat dijadikan sebagai
dasar titik layu pada tanaman. Menurut Padmayani et al. (2017) kadar air titik
layu permanen dengan melihat terjadinya perubahan warna/batas berubah warna
(ketetapan Atterberg) dari pasta tanah menjadi kering, kemudian dicari kadar
airnya dengan metoda gravimetri.
4. Indeks plastisitas ( Plasticity Index, PI )
Indeks Plastisitas merupakan selisih antara batas cair dan batas-batas
plastis. Menurut Silalahi et al. (2016), indeks plastisitas menyatakan kadar air
dimana tanah tetap dalam kondisi plastis, serta menyatakan jumlah relatif
partikel lempung dalam tanah. Penetapan plastisitas tanah untuk bidang
pertanian khususnya diarahkan untuk mengetahui berat atau ringannya
pengolahan tanah menggunakan mesin pengolahan tanah seperti traktor. Tanah
dengan nilai indeks plastisitas yang besar akan menyebabkan tanah semakin
plastis akibatnya kesulitan dalam pengolahan tanah. Setiap tanaman
menghasilkan jumlah dan kualitas serasah yang berbeda. Tanah yang banyak
mengandung bahan organik yang memiliki sifat tanah cenderung gembur.
Semakin tinggi kandungan bahan organik maka indeks plastisitas akan semakin
rendah. Peningkatan kandungan karbon organik tanah dapat meningkatkan
perekatan fraksi tanah terutama liat. Nilai indeks plastisitas sangat bergantung
kepada kadar liat, semakin tinggi kadar liatnya maka akan semakin tinggi indeks
plastisitas yang dihasilkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Konsistensi tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan


ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya atau tekanan dari luar. Adanya
gaya dan tekanan dari luar akan menggambarkan bagaimana bekerjanya gaya
kohesi (tarik menarik antar partikel) dan adhesi (tarik menarik antar partikel
dan air) dengan berbagai kelembaban tanah. Hal ini ditunjukkan oleh
ketahanan massa tanah terhadap perubahan bentuk yang diakibatkan oleh
tekanan dan berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah.
2. Hubungan antara kadar lengas tanah dan konsistensi tanah adalah pada kadar
lengas tinggi tanah akan mengalir, bila kadar lengas dikurangi tanah akan
melekat atau liat, bila KL dikurangi lagi tanah akan menjadi gembur atau
teguh dan bila KL dikurangi lagi maka tanah akan keras. Konsistensi tanah
memperlihatkan pengaruh dari gaya kohesi bagian-bagian tanah baik dalam
keadaan kering, lembab maupun basah.
3. Konsistensi diukur dengan 3 kondisi kelembapan yaitu kering, lembab dan
basah.
4. Konsistensi tanah basah dilakukan dengan cara memijit antara ibu jari dan
telunjuk, menggenggam segumpal tanah lembab lalu diberikan tekanan
antara ibu jari dengan telapak tangan, mengambil contoh tanah kering
kemudian dipatahkan dengan tangan.
5. Penggolongan batas – batas Atterberg meliputi pengujian batas susut
(shrinkage limit), batas plastis (plastic limit), batas cair (liquid limit), dan
indeks plastisitas.

10
11

B. Saran

Demikian makalah ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi


pembaca. Kami meminta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah.
Apabila ada kritik dan saran bagi penulis silahkan disampaikan kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Andalusia B, Zainabun, dan Arabia T. 2016. Karakteristik Tanah Ordo Ultisol di
Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek
Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Kawista 1 (1) : 45-49.
Ardana WDW. 2008. Korelasi Kekuatan Geser Undrained Tanah Lempung dari Uji
Unconfined Compression dan Uji Laboratory Vane Shear
(Studi pada Remolded Clay). Jurnal Ilmiah Teknik Sipil 12(2).
Imam MA, Yulvi Z, dan Suroso. 2017. Pengaruh Kadar Air di Lapangan dan Ratio Air
Fly Ash terhadap Kekuatan dan Pengembangan Tanah Ekspansif untuk Metode
DSM (Deep Soil Mixing). Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil 1(1).
Manik M, Iswan, dan Jafri M. 2015. Hubungan Batas Cair dan Plastisitas Indeks Tanah
Lempung yang Distabilisasi dengan ISS 2500 terhadap Nilai Kohesi pada Uji
Geser Langsung dan Uji Tekan Bebas. JRSDD Vol 3(2) : 279 – 290
Padmayani, NIH., Sunarta, IN, dan Wiyanti. 2017. Karakteristik Hidrologi Tanahpada
Berbagai Tingkatan Umur Tanaman Penghijauan di Desa Pelaga, Kecamatan
Petang Kabupaten Badung. Jurnal Agroekoteknologi Tropika 6(2) : 231 – 240
Rama IK, Mina E, dan Fakhri N. 2018. Stabilisasi Tanah Lempung Lunak dengan
Memanfaatkan Limbah Gypsum dan Pengaruhnya. Jurnal Fondasi 7 (1) :
22 – 31
Ramadhani, T, Iswan, dan Jafri, M. 2015. Hubungan Batas Cair dan Plastisitas Indeks
Tanah Lempung yang Disubstitusi Pasir Terhadap Nilai Kohesi Tanah pada Uji
Direct Shear. Jurnal Rekayasa Sipil Dan Desain 3(2) : 279 – 290
Sanggu FR. 2019. Analisis Sifat Fisik Tanah di Desa Ndetu Ndora 1 Kecamatan Ende
Kabupaten Ende. Jurnal Agrica 12(1): 79-91.
Silalahi, SM, Lubis, KS, dan Hanum, H. 2016. Kajian Hubungan Kadar Liat, Bahan
Organik dan Kandungan Air terhadap Indeks Plastisitas Tanah di Kecamatan
Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun. Jurnal Online Agroekoteknologi 4(4) :
2316 - 2323
Sinaga, JHKAJ, Supriadi, dan Lubis, A. 2014. Analisis Pengaruh Tekstur Dan C-
Organik Tanah Terhadap Produksi Tanaman Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Di Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang
Bedagai. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(4) : 1439 - 1450
Suprapto. 2016. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. Bandung: Kementrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.
Tewu RWG, Karamoy LT, dan Diane DP. 2015. Kajian sifat fisik dan kimia tanah pada
tanah berpasir di desa noongan kecamatan langowan barat. Jurnal Agroteknologi.
2(1): 1-8.
Tewu RWG, Theffie KL, dan Pioh DD. 2016. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tanah pada
Tanah Berpasir di Desa Noongan Kecamatan Langowan Barat. Jurnal Cocos 7(2).

Anda mungkin juga menyukai