Anda di halaman 1dari 21

Analisis Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Berdasarkan Value For

Money pada Pemerintah Daerah

(Studi Kasus pada Pemerintah Daerah 8 Provinsi di Indonesia)

Disusun oleh:

Kelompok 6

1. M. Hafizh Lingga Wiguna (20180420103)


2. Ovie Erinata (20180420317)
3. Syndi Oktaviansyah Putri (20180420328)
4. Yogandaru Adilihung (20180420347)
5. Randi Rahadian Wibisana (20180420362)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH YOGYAKARTA
Abstract
Government performance is very important to be studied in public sector
organizations including government so that local governments are required to be able to
produce good performance. This study aims to measure the performance of the government
from case studies of 8 provinces in Indonesia based on the concept of Value For Money
which includes Economy, Efficiency, and Effectiveness. Sampling was carried out randomly
in 8 provinces in Indonesia. The results showed that the average government performance of
8 Provinces was still not economical, efficient, and effective. In terms of economics,
efficiency, and effectiveness, the performance of the government is said to be not good, so
that the government should optimize the performance and performance management
apparatus so that it is more targeted and the results of performance can be enjoyed by the
community.
Keywords: Government Performance, Value for Money, Economical, Efficiency,
Effectiveness

Abstrak

Kinerja pemerintah merupakan sangat penting untuk dikaji dalam organsisasi sektor
publik termasuk pemerintah sehingga pemerintah daerah dituntut untuk mampu
menghasilkan kinerja yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja pemerintah
dari studi kasus 8 Provinsi yang ada di Indonesia berdasarkan konsep Value for Money yang
meliputi Ekonomis, Efesiensi, dan Efektivitas. Pengambilan sampel dilakukan secara acak
pada 8 provinsi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan menunjukan bahwa kinerja
pemerintah dari 8 Provinsi rata rata masih belum Ekonomis, Efesiensi, dan Efektivitas.
Dilihat dari segi Ekonomis, Efesiensi, dan Efektivitas kinerja pemerintah dikatakan kurang
baik, sehingga pemerintah semestinya mengoptimalkan kinerja serta aparatur pengelola
kinerjanya agar lebih tepat sasaran dan hasil kinerja dapat dinikmati oleh masyarakat.

Kata Kunci : Kinerja Pemerintah, Value for Money, Ekonomis, Efisiensi, Efektivitas
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan diberlakukannya otonomi daerah, perkembangan akuntansi sektor publik
di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Seiring dengan kemajuan yang pesat
juga memungkinkan organisasi pemerintah mencapai tata kelola perusahaan yang baik.
Dalam hal tujuan, organisasi sektor publik berbeda dengan organisasi swasta. Tujuan
utama sektor swasta adalah memaksimalkan keuntungan, sedangkan tujuan utama
sektor publik adalah memberikan layanan kepada publik. Meskipun tujuan utama sektor
publik adalah menyediakan layanan publik, sektor publik juga memiliki tujuan
keuangan. Pasalnya, penyediaan layanan publik membutuhkan dana.
Dalam organisasi sektor publik, kinerja suatu instansi pemerintah merupakan
gambaran tingkat pencapaian tujuan instansi pemerintah, uraian rinci mengenai visi,
misi dan strategi instansi pemerintah tersebut, serta uraian rencana dan rencana serta
Kebijakan (PP No 24, 2005). Hampir semua tuntutan pemerintah atas kinerja yang baik
tersebut sejalan dengan konsep otonomi daerah dan diundangkannya peraturan
perundang-undangan terkait penyelenggaraan pemerintahan (Bharata, 2015).
Kinerja dapat dilihat dari pelaksanaan konstruksi. Pelaksanaan pembangunan harus
mengarah pada terwujudnya tata pemerintahan yang baik. Munculnya konsep good
governance disebabkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, dan
pemerintah selalu memiliki kepercayaan dalam penyelenggaraan urusan publik
(Ibrahim, 2015). Permasalahan terkait kinerja pemerintah daerah di delapan provinsi di
Indonesia berdasarkan konsep value for money merupakan rencana yang belum
terealisasi. Data yang diperoleh beberapa tahun terakhir terkait pencapaian evaluasi
kinerja pegawai masih menjadi kendala utama.
Manajemen kinerja organisasi sektor publik di Indonesia sudah diterapkan di sejak
1999, sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pengukuran kinerja pemerintah bertujuan
untuk memahami bagaimana pemerintah menjalankan tugasnya. Evaluasi kinerja
merupakan proses sistematis untuk mengevaluasi apakah rencana kegiatan yang
direncanakan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, dan yang lebih penting apakah
telah berhasil mencapai target pada saat perencanaan. Penetapan indikator kinerja
merupakan langkah awal dalam pengukuran kinerja yaitu untuk memberikan informasi
agar unit kerja sektor publik dapat memantau kinerjanya dalam memberikan keluaran
dan hasil kepada masyarakat.
Tujuan diadakannya pengukuran kinerja yaitu dapat meningkatkan transparansi,
akuntabilitas dan efisiensi, serta efisiensi organisasi publik. Kinerja yang baik pada
lembaga publik, akan tercermin dari pengelolaan dan akuntabilitas sumber daya publik.
Evaluasi kinerja sektor publik bertujuan untuk mencapai tiga tujuan. Pertama, evaluasi
kinerja sektor publik bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah. Kedua,
evaluasi indikator kinerja sektor publik untuk alokasi sumber daya dan pengambilan
keputusan. Ketiga, evaluasi indikator kinerja sektor publik bertujuan untuk mencapai
akuntabilitas publik dan meningkatkan komunikasi kelembagaan (Ulum, 2012: 21).
Pengukuran kinerja pemerintah daerah berdasarkan performance budgeting dapat
digunakan dengan konsep value for money yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas
(Khikmah, 2014).
Value for money merupakan suatu konsep pengelolaan organisasi sektor publik
yang didasarkan pada tiga unsur utama yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas
Mardiasmo (2004: 4). Unsur pertama dari konsep value for money adalah ekonomi.
Ekonomi mengacu pada perolehan kualitas dan kuantitas input tertentu dengan harga
terendah. Ekonomi berhubungan dengan bagaimana organisasi sektor publik dapat
meminimalkan sumber daya input yang digunakan (yaitu, dengan menghindari
pemborosan dan pengeluaran non-produktif). Unsur kedua dari konsep value for money
adalah efisiensi. Efisiensi berarti tercapainya keluaran dengan masukan tertentu atau
menggunakan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Semakin rendah
nilai rasio efisiensi yang di dapatkan maka semakin baik kinerja organisasi sektor
publik tersebut. Unsur terakhir dari konsep value for money adalah efektivitas.
Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil yang direncanakan sambil menetapkan
tujuan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi Value For Money dalam pengukuran kinerja
pemerintah daerah?
2. Bagaimana upaya untuk mengoptimalkan tiga indikator utama (ekonomi,
efisiensi, efektivitas) pada penerapan konsep Value For Money di pemerintahan
daerah?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini disusun dengan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi Value For Money dalam pengukuran kinerja
pemerintah daerah.
2. Untuk mengetahui upaya untuk mengoptimalkan tiga indikator utama (ekonomi,
efisiensi, efektivitas) pada penerapan konsep Value For Money di pemerintahan
daerah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Teori Keagenan
Teori agensi yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling
menjelaskan bahwa munculnya teori agensi ketika satu orang atau lebih
(pemiliki) memperkerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen
tersebut. Shareholder atau principal mendelegasikan pembuatan keputusan
seharihari kepada manajer atau agen. Agen ditugaskan dengan menggunakan
dan mengawasi sumber-sumber ekonomi perusahaan. Agen bertanggung
jawab dalam mengelola bisnis dengan baik agar kepentingan investor
optimal. Namun fakta di lapangan, masih banyak yang mengedepankan
kepentingan pribadi dibanding kepentingan bersama yang sering disebut
moral hazard. Oleh sebab itu pemegang saham harus memonitor manajer
untuk memastikan mereka telah berbuat sesuai dengan ketentuan dari isi
kontrak perjanjian
Adanya hubungan keagenan, setiap invidu termotivasi untuk
memperoleh sasaran yang harmonis dan menjaga kepentingan antara agent
dan principal. Hubungan keagenan disebut sebagai hubungan timbal balik
dalam rangka mencapai tujuan serta kepentingan masing-masing pihak yang
memasukkan beberapa penekanan seperti :
a. Kepercayaan kepada manajer timbul dari kebutuhan principal dengan
pemberian imbalan dan kompensasi keuangn
b. Budaya organisasi yang berlaku di perusahaan
c. Faktor luar seperti pesaing, praktik kompensasi, karakteristik industri,
pasar tenaga kerja, manajerial dan isu-isu legal
d. Strategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi
global

2.1.2 Value for Money


Arisaudi (2016) bependapat ukuran kinerja organisasi pemerintah yang
berdasarkan pada ukuran ekonomis, efisiensi, dan efektivitas dapat diukur
menggunakan value for money sebagai tolak ukur dalam pengukuran kinerja.
Standar pengukuran kinerja tradisional merupakan standar yang digunakan
oleh organisasi sektor publik Metode hanya berfokus pada aspek keuangan.
Mardiasmo (2002: 4) berpendapat bahwa value for money merupakan suatu
konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang didasarkan pada tiga unsur
utama yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Metode ekonomi mengarah
pada perolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu dengan harga
terendah, efesiensi berfokus pada input tertentu untuk mencapai output yang
maximal dan penggunaan input terendah untuk mencapai output tertentu.
sedangkan efektivitas mencakup tingkat pencapaian tujuan dengan sasaran
yang direncanakan.

2.2 Variabel Penelitian


2.2.1 Variabel Independen
Variabel independen merupakan sebuah variabel yang menyebabkan
berubahnya atau munculnya sebuah variabel dependen. Variabel independen
yang digunakan adalah ukuran kinerja.
Kinerja yang mengacu pada keluaran atau hasil dari sebuah kegiatan
yang ingin dilakukan maupun telah selesai yang berkaitan dengan
penggunaan anggaran atau anggaran yang dapat terukur (PP No. 8 tahun
2006). Suatu proses menilai kemajuan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi mengenai aspek-aspek
berikut: penggunaan sumber daya secara efektif dalam produksi barang dan
jasa; barang dan layanan Kualitas; membandingkan hasil kegiatan dengan
tujuan yang diharapkan, dan membandingkan efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan ini merupakan sebuah maksud dari pengukuran kinerja
(Robertson, 2002).
2.2.2 Variabel Dependen
Variabel yang dipengaruhi ataupun yang menjadi sebuah akibat dalam
variabel tersebut merupakan variabel dependen. Variabel dependen yang
digunakan adalah Instansi Pemerintah Daerah.
Yang dimaksud dengan instansi pemerintah daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah itu sendiri
dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang sesuai dengan asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan asas otonomi dalam sistem dan peraturan
perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

2.3 Penelitian Terdahulu


a. Dalam penelitian yang berjudul “Evaluasi Penganggaran Berbasis Kinerja Melalui
Kinerja Keuangan Yang Berbasis Value for Money Di Kabupaten/Kota Di Jawa
Timur”. Dalam studi ini, penulis berharap dapat menguji kinerja keuangan
pemerintah daerah berbasis kinerja dengan pendekatan “value for money”.
Dengan melakukan pengujian berbeda sebelum dan sesudah menggunakan
anggaran berbasis kinerja. Hasil dari penelitian ini adalah penggunaan anggaran
berbasis kinerja menjadikan pengelolaan keuangan pemerintah daerah lebih
ekonomis dan efisien. Persamaan antara penelitian ini dengan yang dilakukan oleh
Taufik Kurrohman (2013) adalah menggunakan variabel Value for Money untuk
mengukur kinerja pemerintah. Perbedaannya terletak pada periode dan lokasi
penelitian
b. Penelitian lain yang dikemukakan oleh Indra Bastian (2006) menunjukkan bahwa
efektivitas adalah hubungan antara keluaran dan tujuan, dimana efektivitas diukur
menurut tingkat keluaran organisasi, kebijakan dan prosedur untuk mencapai
tujuan.
c. Hasil penelitian Putri Ardi Ayuningtyas (2012) di lokasi yang berbeda, tetapi tetap
menggunakan analisis evaluasi nilai untuk mengukur kinerja. Hasil penelitian lain
dilaporkan oleh Demi Aulia Arfan (2014), yang juga menggunakan analisis
"evaluasi nilai" untuk mengukur kinerja. Abdul Kadir (2009) melakukan hal yang
sama dengan mengukur kinerja menggunakan analisis Value for Money.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Implementasi Value for Money


Konsep Value for Money digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja
suatu organisasi dengan tiga elemen utama yaitu ekonomi, efisien, dan efektivitas,
sehingga memiliki peran penting dalam organisasi sektor publik. Pengukuran kinerja
value for money dapat membuat keseimbangan antara pengukuran hasil dengan
proses. Value for Money dalam organisasi sektor publik dapat memperbaiki kinerja
dan memperbaiki akuntansi. Dalam sektor publik sering kali dinilai sebagai sarang
inefisiensi, kebocoran dana, serta dinilai selalu merugi. Sehingga hal ini sektor publik
harus memperhatikan value for money. Tercapainya konsep value for money jika
organisasi sektor publik menggunakan biaya input paling kecil guna mencapau output
yang maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Konsep Value for Money memiliki banyak manfaat bagi sektor publik seperti
mutu dan efektivitas pelayanan publik dapat meningkat, merendahkan biaya
pelayanan publik dikarenakan penghematan penggunaan input dan hilangnya
inefisiensi, serta menigkatkan pelaksanaan akuntabilitas publik. Value for Money
yang diterapkan dengan baik akan mewujudkan pelayanan publik yang baik pula dan
sebaliknya, Value for Money yang tidak diterapkan dengan baik maka kualitas
pelayanan publik tidak akan maksimal pula.

3.2. Upaya Mengoptimalkan Indikator Utama Value for Money


Value For Money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik
yang mendasarkan pada 3 (tiga) elemen utama, yaitu sebagai berikut:
1. Ekonomi
Ekonomi merupakan hubungan antara pasar dengan input/masukan. Dengan
kata lain, ekonomi adalah proses pembelian barang dan jasa dengan tingkat
mutu/kualitas terbaik pada harga seminim mungkin apabila memungkinkan.
Dalam organisasi pemerintahan, yang menjadi tolak ukur aspek ekonomi yaitu
berapa anggaran yang dialokasikan untuk membiayai aktivitas tertentu.
2. Efisiensi
Efisiensi merupakan komparasi antara keluaran (output) dan masukan
(input) yang digunakan dengan dikaitkan pada standar kinerja atau sasaran yang
telah ditargetkan. Aktivitas operasional bisa dikatakan telah mencapai tingkat
efisiensi yang baik jika suatu organisasi telah mencapai sararan yang ditargetkan
menggunakan sumber daya dan dana yang minimum.
3. Efektivitas
Efektivitas berkaitan dengan keluaran (output) dengan tujuan atau sasaran
(outcome) yang telah ditargetkan. Semakin besar peranan keluaran (output)
terhadap pencapaian tujuan atau sasaran (outcome), akan semakin efektif pula
organisasi, program, dan kegiatan. Sebuah organisasi, program, dan kegiatan
bisa dinilai telah efektif ketika keluaran (output) yang dihasilkan dapat
memenuhi tujuan atau sasaran (outcome) yang diinginkan.

Menurut Mardiasmo (2009:133) kinerja sebuah organisasi dapat diukur


menggunakan;
1. Pengukuran Ekonomi
Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan (input) yang
digunakan. Pertanyaan yang diajukan adalah:
a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang dianggarkan?
b. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain
yang sejenis yang dapat diperbandingkan?
c. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya
secara optimal?

Rasio Ekonomi dapat dihitung dengan rumus:

𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠 = 𝑥 100%
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛

Ketentuan:

Jika x < 100% berarti ekonomis

Jika x > 100% berarti tidak ekonomis

Jika x = 100% berarti ekonomis seimbang


2. Pengukuran Efisiensi
Efisiensi diukur dengan rasio antara keluaran (output) dengan (input).
Semakin besar keluaran (output) daripada (input), maka semakin besar pula
tingkat efisiensi sebuah organisasi. Cara yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki efisiensi adalah:
a. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama.
b. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada
proporsi penurunan input.
c. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
d. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
penurunan output.

Rasio Efisiensi dapat dihitung dengan rumus:


𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠 = 𝑥 100%
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛

Ketentuan:

Jika x < 100% berarti efisien

Jika x > 100% berarti tidak efisien

Jika x = 100% berarti efisiensi seimbang

3. Pengukuran Efektivitas
Efektivitas menjadi tolak ukur keberhasilan/kesuksesan sebuah
organisasi dalam mencapai tujuannya. Efektivitas tidak menjadikan berapa
besar output yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan sebuah organisasi.

Rasio Efektivitas dapat dihitung dengan rumus:


𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛
Ketentuan:

Jika x > 100% berarti efektif Jika x < 100% berarti tidak efektif Jika x =
100% berarti efektivitas seimbang

Pengukuran kinerja secara berkala akan menghasilkan data yang dapat


dievaluasi, sehingga data tersebut memungkinkan untuk digunakan oleh organisasi
dalam mencari upaya yang perlu diaplikasikan dan diimplementasikan agar organisasi
dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditargetkan. Beberapa upaya yang
dapat dilakukan, antara lain;

1. Menetapkan rencana strategis dan rencana kerja sesuai dengan visi dan misi
organisasi.
2. Mengadakan pelatihan, pembinaan, dan memotivasi bawahan sebagai upaya
untuk meningkatkan produktivitas.
3. Membangun sistem informasi perencanaan, penganggaran, dan manajemen
kinerja yang terintegrasi.
4. Mempertimbangkan dan membandingkan komponen input, process, output,
dan outcome.
5. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja serta melakukan tindakan
untuk memperbaiki kinerja.
6. Menerapkan sistem Reward and Punishment yang objektif.
7. Memperbaiki komunikasi dan koordinasi antara pimpinan dan bawahan.
8. Memastikan bahwa sumber daya memiliki kompetensi dan profesionalisme.
9. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
10. Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati.
BAB IV
STUDI KASUS

4.1. Palu, Sulawesi Tengah


Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu belum bisa memaksimalkan pekerjaan
dikarenakan mengalami banyak hambatan dan banyaknya keluhan masyarakat. Salah
satu keluhan adalah pengadaan saluran irigasi di Kelurahan Donggala Kodi yang airnya
tidak mengalir di persawahan maupun ladang, sehingga hasil sawah maupun kebun
tidak sesuai target. Permasalahan dan keluhan tersebut muncul disebabkan oleh
pelayanan yang diberikan Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu perlu untuk pengadaan
pekerjaan fisik berupa pembuatan saluran irigasi ke sawah maupun ladang para petani
yang berada di kelurahan Donggala Kodi dan letaknya + 5 km dari pusat Kota Palu.
Pengukuran kinerja berdasarkan Value for Money pada Dinas Pekerjaan Umum
Kota Palu, Sulawesi Tengah Tahun 2014 diukur menggunakan tiga rasio yaitu
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

Dari segi ekonomi, kegiatan fisik pekerjaan irigasi Donggala Kodi Tahun 2014
enam pekerjaan telah terjalankan secara ekonomis dengan rata-rata rasio ekonomi
kurang dari 100 % serta pada pekerjaan pengukuran dan pekerjaan pasangan batu kali
tidak ekonomis dengan rata – rata rasio ekonomi lebih dari 100%.
Dari segi efisiensi, kegiatan fisik pekerjaan irigasi Donggala Kodi Tahun 2014
enam pekerjaan telah terlaksana secara efesiensi dengan rata-rata rasio efisiensi kurang
dari 100 % serta pada pekerjaan pengukuran/ pematokan dan pekerjaan pasangan batu
kali tidak efisien dengan rata-rata rasio efisiensi lebih dari 100%.

Sedangkan dari segi efektivitas, pengukuran efektivitas pada pekerjaan irigasi


Donggala Kodi telah dikatakan efektif. Hal ini dapat terlihat dari rasio efektivitasnya
yang mencapai 100,00%.

4.2. Manado, Maluku Utara


Dinas Kesehatan Kota Manado merupakan salah satu dari organisasi sektor publik
yang bergerak dalam bidang kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
di kota Manado. Dinas Kesehatan Kota Manado melaporkan setiap
pertangunggjawaban program yang telah dilakukan ke dalam LAKIP (Laporan
Akuntabilitias Kinerja Instansi Pemerintah) sesuai dengan Permen PAN No. 29 tahun
2010.Terdapat beberapa kendala dalam mengukur kinerja LAKIP, salah satunya adalah
penyampaian program yang masih berorientasi pada “output” daripada “outcome”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan Dinas Kesehatan Kota
Manado dengan mempertimbangkan input, output dan terlebih outcome yang sesuai
dengan tujuan dari program tersebut. Dinas Kesehatan Kota Manado dapat mengkaji
dari segi ekonomi, efisiensi dan efektivitas dengan menggunakan pendekatan metode
value for money. Hasil penelitian penggunaan metode value for money untuk mengukur
ekonomi dan efisiensi telah mencapai hasil yang baik. Akan tetapi, mengukur
keberhasilan masih kurang baik, karena salah satu rencana yang dilaksanakan belum
disetujui. Dalam mengetahui program mana saja yang memenuhi persyaratan, Dinas
Kesehatan Kota Manado harus lebih memperhatikan hasil masyarakat dalam setiap
program yang dijalankannya. Oleh karena itu, setiap rencana program Dinas Kesehatan
Kota Manado tidak hanya menunjukkan bahwa “hal-hal penting telah dilaksanakan”,
tetapi juga memperhatikan hasil dari rencana program tersebut, apakah bermanfaat bagi
masyarakat atau tidak.

4.3. Sangihe, Sulawesi Utara


Dalam melaksanakan penganggaran berbasis kinerja, pemerintah daerah harus
dapat mencapai hasil keuangan yang baik. Meningkatnya tuntutan pelaksanaan
akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik seperti pemerintah pusat dan daerah,
unit-unit kerja pemerintah, departemen dan lembaga negara diharapkan dapat
mengurangi terjadinya pemborosan, kebocoran dana dan mendeteksi program –
program yang tidak layak secara ekonomi. Dengan hal ini, pemerintah kabupaten
kepulauan Sangihe dituntut menghasilkan kinerja keuangan yang baik. Pemerintah
kabupaten kepulauan Sangihe dapat menguji hasil keuangan pemerintah daerah setelah
menerapkan anggaran kinerja dengan pendekatan Value for Money. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Sangihe tahun 2012 hingga 2013. Hasil penelitian ini, dari segi ekonomis pada analisis
kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe menyimpulkan bahwa
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe harus lebih efisien dan tepat sasaran dalam
mengoptimalkan anggaran. Dari segi Efisiensi harus ditingkatkan lagi supaya
masyarakat dapat merasakan hasil otonomi, terutama pada nominal anggaran sehingga
masalah ini dapat lebih kondusif bagi kepentingan umum, dan dari segi efektivitasnya
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan melalui cara-cara
perbaikan berkelanjutan. Oleh karena itu, dengan mengoptimalkan anggaran dan
perangkat pengelolaan anggaran yang lebih terarah. Sehingga pemerintah harus
melakukan hal tersebut supaya dapat dinikmati oleh masyarakat.

4.4. Lamongan, Jawa Timur


Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten lamongan dalam pengelolaan keuangan
daerahnya. Masyarakat harus memahami implementasi departemen pemerintah di
sektor publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja Pemerintah Bupati
lamongan berdasarkan konsep uang yang meliputi ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan Kabupaten Lamongan tahun
anggaran 2009-2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah
Kabupaten lamongan tidak ekonomis karena menghasilkan tarif lebih dari 100% yang
berarti pemerintah kurang berhasil dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh
pelaksanaannya sehingga mengakibatkan pemborosan dan pemborosan. pengeluaran
tidak produktif. Dari segi efisiensi, kinerja Pemerintah Kabupaten lamongan cukup
efektif karena hasil rasio ini kurang dari 100%. Artinya, dari sisi efektivitas tahun 2009-
2013, pemerintah dapat mengelola keuangan daerah untuk mencapai output yang
terbaik. Selama kurun waktu lima tahun, perhitungan rasio menunjukkan hasil lebih
dari 100% yang berarti pemerintah telah berhasil menetapkan target penerimaan, dan
penerimaan lebih besar dari anggaran penerimaan yang dibuktikan dengan hal tersebut.
Artinya, pemerintah telah mampu mengelola sumber daya keuangan daerah dengan
baik dan benar untuk menentukan target pendapatan daerah.

4.5. Tebing Tinggi, Sumatera Barat


Pelaksanaan evaluasi kinerja keuangan sangat penting dilakukan untuk mengetahui
apakah Pengadilan Negeri Tebing Tinggi telah melaksanakan rencana kerjanya dengan
benar. Untuk menilai kinerja keuangannya, Pengadilan Negeri Tebing Tinggi
diharapkan akan fokus pada “value for money” dalam menjalankan kegiatannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan Pengadilan Negeri Tebing
Tinggi melalui metode Value for Money (VMM) yang mengukur 3E (ekonomis, efektif
dan efektif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ekonomi mengalami
peningkatan sebesar 102,27% dalam empat tahun terakhir, namun peningkatan ini
membuat rasio tersebut tidak sejalan dengan standar ekonomi value for money. Tingkat
efisiensi dalam empat tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 107,69%, dan
rasionya telah mencapai lebih dari 100% sehingga rasio efisiensi belum mencapai
standar nilai value for money. Rasio efisiensi dalam empat tahun terakhir sudah
mencapai standar yang menunjukkan bahwa Pengadilan Negeri Tebing Tinggi efektif
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, namun masih perlu peningkatan
pelayanan agar Pengadilan Negeri Tebing Tinggi lebih efektif.

4.6. Banteang, Sulawesi Selatan


Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng telah melakukan penelitian pada Dinas
Pendapatan Pengelolah Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah Daerah
Kabupaten Bantaeng. Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
Pemerintah Kabupaten Bantan tahun 2012-2016. Sampelnya adalah “Laporan Realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten Bantan Tahun 2012-2016”.
Penelitian pertama terkait dengan realisasi belanja pemerintah Bupati Bantaeng
terhadap anggaran belanja berdasarkan laporan realisasi anggaran. Jika rasio yang
dicapai <100%, maka kemampuan DPPKAD dalam menjalankan tugas dianggap
ekonomis.

Menurut ukuran rasio ekonomi data tersebut menunjukkan bahwa kinerja pemerintah
daerah, Kabupaten Bantaeng termasuk dalam ekonomis. Dari data periode lima tahun,
tidak ada periode yang melebihi 100%.
Penelitian kedua terkait dengan kemampuan merealisasikan pengeluaran
dibandingkan dengan kemampuan dalam merealisasikan pendapatan menurut Laporan
Realisasi Anggaran. Jika rasio yang dicapai <100%, maka kemampuan DPPKAD
dalam menjalankan tugas dianggap efisiensi.
Menurut ukuran rasio efisiensi data tersebut menunjukkan bahwa pengukuran rasio
kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng efisien berada pada range efisien.
Penelitian ketiga terkait dengan merealisasikan pendapatan dibandingkan dengan
anggaran pendapatan yang ditetapkan berdasarkan Pendapatan Asli Daerah,
Pendapatan Transfer, dan pendapatan resmi lainnya. Jika rasio yang dicapai> 100%,
maka kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya tergolong efektif.

Menurut ukuran rasio efektivitas data tersebut menunjukkan bahwa dari data periode
lima tahun, tidak ada periode yang melebihi 100%. Artinya, setiap realisasi pendapatan
tidak mencapai anggaran pendapatan yang direncanakan.

4.7. Lhokseumawe, Aceh


Penilaian dan pengukuran kinerja di kabupaten Lhokseumawe bisa dikatakan
cukup baik dan optimal, Pada aspek ekonomis Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (DPKAD) Kota Lhokseumawe menunjukkan kinerja pemerintah daerah pada
tahun 2014-2016 bernilai 86,54%, 82,64%, 71,43%, menunjukkan bahwa rasio ini
bernilai ekonomis. Sehingga untuk indikator rasio ekonomis Pemerintah Kota
Lhokseumawe sudah mencapai kinerja yang baik, karena dari tahun 2014-2016
(periode pengamatan), telah berhasil mengelola penggunaan anggaran belanja dengan
baik.
Pada aspek efisiensi, kinerja Pemerintah Kota Lhokseumawe cukup baik. Dimana
pada tahun 2014 nilai rasio efisiensi yang di peroleh senilai 94,69% dan pada tahun
2015 naik menjadi 105,17% dan turun menjadi 97,95% pada tahun 2016, meskipun
pada tahun 2015 menunjukkan rasio yang kurang efisien. Namun secara keseluruhan
kinerja Pemerintah Kota Lhokseumawe telah efisien, yang berarti bahwa pemerintah
mampu menggunakan sumber daya yang diperlukan dengan minimum untuk mencapai
target yang maksimum. Karena, suatu organisasi akan di katakan efisien apabila rasio
yang dicapai kurang dari 100% atau semakin kecil rasio yang diperoleh, maka
kinerjanya semakin efisien.
Pada aspek efektifitas, Pemerintah Kota Lhokseumawe periode 2014-2016
dengan nilai rasio 96,53%, 86,65%, 76,98% rasio efektifitas yang bernilai <100%
menunjukkan bahwa kinerja pemerintah Kota Lhokseumawe pada tahun tersebut dinilai
tidak efektif.

4.8. Buleleng, Bali


Dilihat dari aspek ekonomis, Pemerintah Daerah Buleleng diharapkan lebih
mampu melakukan penghematan anggaran dengan menghindari pengeluaran yang tidak
produktif atau mengurangi biaya yang tidak diperlukan dalam mencapai
program/kegiatan yang ingin dicapai. Dari tingkat efisiensi, Pemerintah Daerah harus
lebih memperhatikan perencanaan dan pengendalian realisasi anggaran belanja
dibandingkan realisasi anggaran pendapatan, karena secara keseluruhan rasio
eflsiensinya dikategorikan kurang efisien dan tidak efisien. Dilihat dari tingkat
efektivitas, Pemerintah Daerah untuk tahun-tahun selanjutnya harus dapat
mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya agar tercipta tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance).
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Value for Money baik diterapkan dalam organisasi sektor publik sebagai alat
pengukuran kinerja dengan 3 elemen utama yaitu ekonomi, efisien, dan efektivitas.
Berdasarkan data yang diperoleh dari 8 provinsi di Indonesia, rata – rata kinerja
berdasarkan konsep value for money provinsi tersebut belum mencapai 3 elemen
penting yaitu ekonomi, efisien, dan efektivitas. Dari sampel 8 provinsi yang diambil
terdapat dua provinsi yang memenuhi kriteria 3E (ekonomi, efisien dan efektivitas)
yaitu Maluku Utara dan Sulawesi Tengah. Terdapat pula dua provinsi dengan
pengukuran kinerja tidak baik dikarenakan tidak memenuhi 3E (ekonomi, efisien dan
efektivitas) yaitu Bali dan Sulawesi Utara.

5.2. Saran
1. Pada studi kasus di 8 provinsi yaitu : Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali,
Sulawesi Utara, Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Sumatera Barat. Pada
pengukuran kinerja pemerintah berdasarkan konsep value for money, pemerintah
perlu mengkaji ulang perencanaan serta program yang akan dilaksanakan.
2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, pengukuran kinerja berbasis konsep value
for money akan terus mengalami peningkatan dan perbaikan sehingga program
yang direncanakan akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, J. (2018). Pengaruh Penerapan Dimensi Value For Money Terhadap Akuntabilitas
Publik Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato. Gorontalo Accounting Journal,
1(1), 10. https://doi.org/10.32662/gaj.v1i1.68
Ardila, I., & Putri, ayu anindya. (2015). Analisis Kinerja Keuangan Dengan Pendekatan
Value for Money Pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi. Riset Akuntansi Dan Bisnis,
15(1), 52–64.
Elim, I., Saerang, D., & Liando, H. (2014). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Sangihe Menggunakan Metode Value for Money. Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2(3), 1686–1694.
ERAWAN, P. A., SANTOSA, M. S. W. A., BUDIARTHA, D. K. B., & WAHYUDI, P. T.
A. (2019). Peranan Value for Money Untuk Mengukur Kinerja Pemerintahan Kabupaten
Buleleng. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Humanika, 8(3), 187–193.
https://doi.org/10.23887/jinah.v8i3.20010
Indrayani, & Khairunnisa. (2018). Analisis Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan
Konsep Value for Money Pada Pemerintah Kota Lhokseumawe ( Studi Kasus Pada
Dpkad Kota Lhokseumawe Periode 2014-2016 ). Akuntansi Dan Keuangan, 6(1), 1–10.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016).
Pancanugraha, I. (2015). Value for Money Pada Kantor Kementrian Agama Kabupaten Poso
Tahun 2013-2014. 5, 20–27.
Purwiyanti, D. (2017). Analisis Kinerja Berbasis Konsep Value for Money Pada Kegiatan
Fisik Pekerjaan Irigasi Donggala Kodi (Study Di Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu).
Katalogis, 5(3), 190–200.
Wuwungan, G. T., Tinangon, J., & Rondonuwu, S. (2019). Penerapan Metode Value for
Money Sebagai Tolok Ukur Penilaian Kinerja Keuangan Pada Organisasi Sektor Publik
Di Dinas Kesehatan Kota Manado. Going Concern : Jurnal Riset Akuntansi, 14(4), 354–
361. https://doi.org/10.32400/gc.14.4.26288.2019

Anda mungkin juga menyukai