Anda di halaman 1dari 18

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

DAMPAK AUDIT VALUE FOR MONEY DALAM TERCAPAINYA GOOD


GOVERNANCE

DISUSUN OLEH:

ALYANI AMALIAH (A062181011)


YUN ERMALA DEWI (A062181030)

PASCASARJANA PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengukuran kinerja suatu organisasi merupakan faktor yang dianggap penting
bagi organisasi sektor publik. Pengukuran kinerja sangat diperlukan untuk menilai
akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik dan
tepat sasaran. Dimana dalam beberapa dekade terakhir, sorotan publik jarang
mendapat citra yang baik di masyarakat karena kinerja dan prestasinya. Sektor publik
yang seharusnya menjadi motor utama pelayanan kepada masyarakat menjadi sarang
korupsi, kolusi, dan nepotisme dan menjadi “lingkaran setan” yang terus berputar
tanpa henti. Melihat sejenak ke dalam sejarah, paradigma buruk sektor publik terasa
saat masa orde baru dimana pemerintah masih mengadaptasi system Old Publik
Administration yang merupakan bentuk paling klasik dari penyelenggaraan tata
negara. Ditandai dengan transparansi pertanggungjawaban yang buruk, sistem
birokrasi yang sangat panjang dan rumit, hingga kurangnya partisipasi dalam
masyarakat untuk berkontribusi dalam perbaikan penyelenggaraan tata negara.
Kondisi saat ini masih belum bisa sepenuhnya meninggalkan berbagai citra negatif
yang terlanjur ada dalam masyarakat.
Sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi kinerja Pemerintah, negara telah
menganut tren baru dalam audit kinerja sektor publik yang juga dikenal sebagai audit
Value for Money. Value for Money merupakan inti pengukuran kinerja pada
organisasi sektor publik dikarenakan kinerja pemerintah tidak bisa dinilai dari sisi
output yang dihasilkan saja, tetapi secara terintegrasi harus mempertimbangkan input,
output, dan outcome secara bersama-sama. Value for Money merupakan konsep
pengelolaan organisasi sektor publik yang berdasarkan pada tiga elemen utama, yaitu
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi terkait dengan bagaimana upaya
organisasi untuk menghindari pemborosan dalam memperoleh sumber daya. Efisiensi
terkait akan produktivitas, yaitu apabila menghasilkan suatu output tertentu dengan
input serendah-rendahnya maka dapat dikatakan efisien, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan efektivitas berhubungan dengan hasil yang diharapkan dan hasil yang
telah dicapai (Sofiamira dan Asandimitra, 2017). Grönlund, et.al (2011)
menyimpulkan bahwa audit tersebut dapat membantu menilai bagaimana pemerintah
dan atau lembaga pusat memenuhi mandat mereka dan bagaimana pemerintah dan
lembaga terkait mematuhi undang-undang, peraturan dan kebijakan (benar atau
salah).
Kepercayaan yang tinggi dari masyarakat harus dijawab dengan baik oleh
Pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan dengan berbagai perubahan dan
perbaikan di sektor publik. Menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan
merupakan hal yang wajib di era keterbukaan informasi saat ini sehingga masyarakat
mampu menilai progress kinerja dari badan-badan penyelenggara pemerintahan. Oleh
karena itu, saat ini pemerintah mengembangkan konsep Good Governance yang
menjadi visi bersama seluruh penyelenggaraan sektor publik di Indonesia. Penerapan
konsep Good Governance ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta meningkatkan
transparansi dan daya guna aparatur negara menjadi berkualitas dan berhasil. Konsep
Good Governance ini dimulai dari semangat reformasi pada 1998 yang ditandai
dengan konsep pengembangan daerah sendiri atau yang lebih dikenal dengan
Otonomi Daerah (Amelia, dkk, 2013) dalam (Iswahyudi, dkk, 2018). Dimana konsep
Good Governance menitik beratkan pada sinergi terhadap tiga subjek penyelenggara,
yaitu pemerintah itu sendiri, swasta, serta partisipasi masyarakat. Sinergi ini
diharapkan mampu membentuk tata kelola negara yang solid, efektif dan efisien, serta
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan (Sedarmayanti, 2003)
dalam (Sulistyanto, dkk, 2013).
Dalam menciptakan good publik, corporate and governance perlunya
privatisasi perusahaan sektor publik dan akuntabilitas publik yang baik dengan
menggunakan Value for Money (Mardiasmo, 2002:27). Dalam konsep otonomi
daerah, peran Value for Money ini akan menjadi penghubung Pemerintah Daerah
(Pemda) dalam melaksanakan Good Governance. Pemerintah daerah sebagai
perpanjangan tangan dari pemerintah pusat harus mampu menjawab kepercayaan
masyarakat di daerahnya sehingga partisipasi publik di daerahnya akan terus
meningkatkan dan tentu saja akan sangat membantu penyelenggaran tata kelola
pemerintah daerah yang baik. Penelitian mengenai efek audit Value for Money pada
kinerja cenderung berfokus pada pandangan auditor dan lembaga audit tentang proses
audit. Literatur mengenai peningkatan kinerja menunjukkan bahwa, meskipun istilah
Value for Money telah tertanam dalam kehidupan sehari-hari dalam organisasi publik,
dampaknya sebagai alat manajemen untuk peningkatan kinerja tidak dapat diterima
begitu saja (Pollitt & Summa, 1997; Morin, 2001) dalam (Alwardat, et.al, 2015).

BAB II
PEMBAHASAN
A. Audit Value for Money
Audit sektor publik harus melaporkan fraud dan korupsi yang ada, serta
mencegah hal tersebut terjadi. Istilah lain untuk performance audit tersebut adalah
audit kinerja atau Value for Money Audit atau disingkat 3E’s audit (economy,
efficiency, and effectiveness audit). Pengertian audit kinerja menurut Bastian
(2007:47) adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai
macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas
atau program atau kegiatan pemerintah yang diaudit. Dalam Pasal 4 ayat (3) UU No.
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, pengertian audit kinerja adalah audit atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas audit aspek ekonomi dan efisiensi serta audit aspek efektivitas. Sedangkan,
Value for money menurut Mardiasmo (2009:4) merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomis,
efisiensi, dan efektivitas.
Menurut Mahmudi (2007) dalam Ardila (2015) Value for Money juga
mengandung arti sebagai penghargaan terhadap nilai uang, dimana setiap rupiah harus
dihargai secara layak dan digunakan sebagaimana mestinya. Dalam kaitan dengan
penganggaran prinsip ini digunakan untuk belanja yang dilakukan serta pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki. Sehingga, Pemerintah Daerah di tuntut semaksimal
mungkin dalam membelanjakan anggaran sehingga tidak terjadi defisit anggaran yang
ditetapkan, serta mendahulukan kegiatan prioritas dan mengacu pada peraturan yang
berlaku agar tercapainya ekonomis, efisien dan efektifitas.
Menurut Matthew dan Patrick (2013) inti dari konsep Value for Money dalam
organisasi sektor publik adalah prinsip bahwa dana publik harus digunakan sebaik
mungkin dan bahwa mereka yang menjalankan bisnis publik harus bertanggung
jawab atas pengelolaan sumber daya yang dipercayakan secara ekonomis, efisien dan
efektif dari sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Manajer sektor publik
memiliki kewajiban untuk menunjukkan bahwa sumber daya seperti orang, barang
dan uang, digunakan seproduktif mungkin, yaitu dengan memperhatikan Value for
Money, dalam mencapai hasil yang diinginkan. Kerangka pengukuran kinerja Value
for Money dibangun atas tiga komponen utama:
a. Komponen visi, misi, tujuan, sasaran dan target
b. Komponen input, proses, output dan outcome
c. Komponen pengukuran ekonomi, efisiensi dan efektifitas
Implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik perlu
gencar dilakukan seiring dengan menigkatkannya tuntutan akuntabilitas publik dan
pelaksanaan good governance. Implementasi konsep tersebut diyakini dapat
memperbaiki akuntabilitas konsep tersebut diyakini dapat memperbaiki kinerja sektor
publik dengan meningkatkan efektivitas layanan publik, meningkatkan mutu layanan
publik, menurunkan biaya layanan publik karena hilangnya inefisiensi dan
meningkatkan kesadaran akan penggunaan uang publik (public cots awareness).
Adapun Prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi dalam audit Value for Money yaitu:
1. Auditor (orang atau lembaga yang melakukan audit), auditee (pihak yang
diaudit), recipient (pihak yang menerima hasil audit).
2. Hubungan akuntabilitas antara auditee (subordinate) dan recipient (otoritas yang
lebih tinggi).
3. Independensi antara auditor dan auditee.
4. Pengujian dan evaluasi tertentu atas aktivitas yang menjadi
tanggungjawab auditee oleh auditor untuk audit recipient.
B. Tujuan Value for Money
Menurut (Halim 2002: 14) dalam Khalikussabir (2017) tujuan terkait
pelaksanaan value for money adalah:
1. Meningkatan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan
tepat sasaran.
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik.
3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya
penghematan dalam penggunan input.
4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik.
5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar
pelaksanaan akuntanbilitas publik.
C. Karakteristik Value for Money
Karakteristik Value for Money adalah sesuatu yang hanya dimiliki oleh audit
kinerja, yang membedakan audit kinerja dengan jenis audit lainnya. Menurut Profesor
Soemardjo Tjitrosidojo (1980) dalam Agung Rai (2008:45) terdapat beberapa
karakteristik dari audit Value for Money, adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksa haruslah wajar (fair), objektif, dan realistis selain itu berfikir secara
dinamis, konstruktif, dan kreatif. Pemeriksa pun harus dapat bertindak secara
diplomatis.
2. Pemeriksa (atau setidaknya tim pemeriksa secara kolektif) harus mempunyai
pengetahuan keterampilan dari berbagai macam bidang, seperti ekonomi, hukum,
moneter, statistik, komputer, keinsinyuran, dan sebagainya.
3. Agar pemeriksaan dapat berhasil dengan baik, pemeriksa harus dapat berpikir
dengan menggunakan sudut pandang pejabat pimpinan organisasi yang
diperiksanya selain itu pemeriksa harus benar-benar mengetahui persoalan yang
dihadapinya, ia harus dapat mengantisipasi masalah serta cara penyelesaiannya,
dan memberikan gambaran tentang perbaikan-perbaikan yang dapat diterapkan
dalam organisasi yang diperiksanya.
4. Pemeriksaan operasional harus dapat berfungsi sebagai suatu “early warning
system” (sistem peringatan dini) agar pimpinan secara tepat pada waktunya,
setidak-tidaknya belum terlambat dapat mengadakan tindakan-tindakan korektif
yang mengarah pada perbaikan organisasinya.
Salah satu hal yang membedakan Value for Money audit dengan audit
konfensional adalah dalam hal laporan audit. Dalam audit yang konvensional, hasil
audit adalah berupa pendapat (opini) auditor secara independent dan obyektif tentang
kewajaran laporan keuangan sesuai dengan kriteria standar yang telah di tetapkan ,
tanpa pemberian recomendasi perbaikan. Sedangkan dalam Value for Money audit
tidak sekedar menyampaikan kesimpulan berdasarkan tahap audit yang telah
dilaksanakan. Karakteristik Value for Money audit dapat digambarkan dalam bagan
berikut:
Ekonomi Audit
Manajemen

3E Efisiensi Audit
Kinerja/Value
Audit For Money
Efektivitas Program

D. Teknik Pengukuran Value For Money


Teknik pengukuran Value For Money Menurut Tang (2008) dalam Matthew
dan Patrick (2013) ada tiga meliputi tingkat ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Dimana pengertian dari masing-masing elemen tersebut adalah:
1. Tingkat Ekonomi
Ekonomis (kehematan) sebagai tingkat biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan suatu kegiatan atau memperoleh sesuatu. Sebernarnya ekonomis
berhubungan dengan biaya operasi (cost of operation). Untuk melihat seberapa
besar tingkat ekonomis sebuah anggaran bisa dilihat dari berapa persentase
tingkat pencapaian. Untuk mengukur tingkat ekonomi dalam mengelola keuangan
dengan melihat perbandingan antara anggaran belanja dengan realisasinya dengan
persentase tingkat pencapaiannya.
2. Tingkat Efisiensi
Efisiensi (daya guna) berhubungan dengan metode operasi (method operation).
Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau
hasil karya tertentu mempergunakan sumber daya dan adan yang serendah-
rendahnya. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dengan input. Untuk
mengukur tingkat efisiensi dalam mengelola keuangan dengan melihat
perbandingan antara realisasi anggaran pendapatan dengan realisasi anggaran
belanja. Output merupakan realisasi biaya untuk memperoleh penerimaan daerah
dan input merupakan realisasi dari penerimaan daerah.
3. Tingkat Efektivitas
Efektivitas (hasil guna) adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam usaha
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Efektivitas merupakan
pebandingan outcome dan output. Outcome merupakan dampak suatu program
atau kegiatan terhadap masyarakat sedangkan output merupakan hasil yang
dicapai dari suatu program aktivitas dan kebijakan.
E. Pengertian Good Governance
Istilah Good Governance berasal dari induk Eropa, Latin, yaitu Gubernance
yang diserap oleh Bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer (menyetir,
mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama
istilah ini Bahasa Inggris adalah rule with authority, atau memerintah dengan
kewenangan.
Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang
dilandasi oleh etika professional dalam berusaha atau berkarya. Good governance
seringkali diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. World Bank (1994) dalam
Sari (2015) mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaraan, salah alokasi dana investasi,
dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya
aktivitas usaha. Sedangkan menurut UNDP (United Nations Development Program)
mendefinisikan good governance sebagai penggunaan wewenang ekonomi politik
dan administrasi guna mengelola urusan-urusan Negara pada semua tingkat.
Dari beberapa pengertian tentang good governance dapat disimpulkan bahwa
suatu konsep tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan penggunaan
otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan
masyarakat yang solid dan bertanggung jawab secara efektif melalui pembuatan
peraturan dan kebijakan yang abash dan yang merujuk pada kesejahteraan rakat,
pengambilan keputusan, serta tata laksana pelaksanaan kebijakan.
F. Tujuan Good Governance
Tujuan Good Governance, yaitu Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan
negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga
kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor
swasta dan masyarakat. Sedangkan menurut Sari dan Raharja (2012) dalam
Iswahyudi, dkk (2016) tujuan penerapan good governance dalam pemerintahan
adalah agar operasi dari instansi pemerintah dapat berjalan secara efektif dan efisien,
dan pencapaian sasaran dari perusahaan dapat tercapai
Tata kelola pemerintah yang baik menghendaki pemerintah dijalankan dengan
prinsip-prinsip pengelolaan yang baik sehingga sumber daya Negara yang berada
dalam pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan untuk kemakmuran dan
kemajuan rakyat dan Negara. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang
baik dalam penyelenggaraan Negara tidak lepas dari masalah akuntabilitas dan
transparansi dalam pengelolaan keuangan Negara, karena aspek keuangan Negara
menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa, baik dari segi sifat,
jumlah maupun pengaruhnya terhadap kemajuan, ketahanan, dan kestabilan
perekonomian bangsa.
Maka dari itu tujuan good governance tercapai di suatu Negara bila dilihat
dari rakyatnya yang sejahtera dan makmur. Untuk mengimplementasikan good
governance bukanlah perkara yang mudah, karena banyaknya kendala-kendala yang
melanda suatu Negara untuk bisa mewujudkan tata kepemerintahan yang baik
diantaranya penyimpangan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan
oleh orang internal sendiri yang membuat suatu permainan yang dibuat untuk
menguntungkan dan mementingkan kepentingan mereka sendiri. Maka dari itu untuk
tercapainya tujuan good governance, pemerintah maupun masyarakatnya sendiri
harus bekerja sama untuk sadar dan menanamkan rasa peduli kepada Negara agar
terwujudnya kepemerintahan yang baik untuk selalu mematuhi peraturan atau
standar yang telah ditetapkan.
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan
negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna,
bersih dan bertanggungjawab serta bebas KKN. Perlu diperhatikan pula adanya
mekanisme untuk meregulasi akuntabilitas pada setiap instansi pemerintah dan
memperkuat peran dan kapasitas parlemen, serta tersedianya akses yang sama pada
informansi bagi masyarakat luas.
G. Konsep Good Governance
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang
paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan
gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat
pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi. Pola
lama pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah
berubah. Konsep good governance semakin diisyaratkan untuk dilaksanakan
pemerintah seiring dengan adanya reformasi yang menumbuhkan otonomi daerah
(Amelia, dkk, 2013) dalam Iswahyudi, dkk (2016). Oleh karena itu, tuntutan ini
merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan
melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah
yang baik. Dari segi fungsional, aspek good governance dapat ditinjau dari apakah
pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan
yang telah digariskan atau justru sebaliknya dimana pemerintahan tidak berfungsi
secara efektif dan terjadi inefisiensi. Oleh karena itu, dari good governance meliputi
tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau
dunia usaha), dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan
fungsinya masing-masing. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan
hukum yang kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan,
sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik,
termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpatisipasi dalam aktivitas
ekonomi, sosial dan politik.
H. Karakteristik Good Governance
UNESCAP (United Nation Economic and Social Commision for Asia and The
Pacific) dalam Zeyn (2011) menyebutkan delapan karakteristik Good Governance,
yaitu:
1. Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat
menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
3. Transparency, transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh
informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung
dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Menurut Keping (2018)
transparansi mensyaratkan bahwa informasi harus dikomunikasikan dengan baik
kepada warga negara melalui berbagai media, sehingga mereka dapat
berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan publik, semakin tinggi tingkat
transparansi, semakin tinggi pula tingkat tata kelola yang baik.
4. Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam
melayani stakeholder.
5. Consensus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and Effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara
berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
8. Accontability, pertanggungjawaban kepada publik atas aktivitas yang dilakukan
Menurut Mardiasmo (2009:18) dari delapan karakteristik tersebut terdapat
tiga pilar yang saling berkaitan untuk mewujudkan good governance yaitu
transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, serta terdapat satu elemen lagi yang dapat
mewujudkan good governance yaitu value for money (ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas).
1. Transparansi
Transparansi diartikan sebagai keterbukaan lembaga-lembaga sektor publik
dalam memberikan informasi dan disclosure yang diberikan harus dapat dipahami
dan dimonitori oleh masyarakat. Transparansi mewajibkan adanya suatu sistem
informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan yang
menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan
perusahaan. Transparansi atau keterbukaan dapat dilihat dari tiga aspek, yakni: (1)
adanya kebijakan yang terbuka terhadap pengawasan, (2) adanya akses informasi
sehingga masyarakat dapat menjangkau setiap segi kebijakan pemerintah, (3)
berlakunya prinsip chek and balance antar lembaga eksekutif dan legislatif
(Mardiasmo, 2009:18). Ada beberapa indikator dari transparansi, diantaranya:
a. Penyediaan informasi yang jelas tentang prosedur-prosedur, biaya-biaya
dan tanggung jawab.
b. Kemudahan akses informasi.
c. Menyusun mekanisme pengaduan jika ada peraturan atau permintaan
uang suap.
d. Meningkatkan arus informasi melalui kerjasama dengan media masa dan
lembaga non pemerintah.
2. Partisipasi (Participation)
Prinsip partisipasi diartikan sebagai jaminan kesamaan hak bagi setiap
individu dalam pengambilan keputusan (baik secara langsung maupun melalui
lembaga perwakilan). Melalui hubungan dengan organisasi non pemerintah diyakini
akan dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan masyarakat (Indreswari, 2011)
dalam (Saputro, dkk, 2018). Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif (Mardiasmo,
2009:18). Ada beberapa indikator dari partisipasi, diantaranya:
a. Adanya forum untuk menampung partisipasi masyarakat yang
representatif, jelas arahnya, dan bersifat terbuka.
b. Kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan
keputusan.
Efektifnya partisipasi yang dilakukan oleh warga negara akan meningkatkan
transparansi, akuntabilitas, dan sesuai dengan undang-undang dimana akan
menciptakan good governance.
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk kewajiban mempertanggung jawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui sutu media pertanggungjawaban
yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2002) dalam (Saputro, dkk, 2018).
Terdapat beberapa indikator dari akuntabilitas, yaitu:
a. Proses pembuatan keputusan yang dibuat tertulis, tersedia bagi yang
membutuhkan, memenuhi standar etika dan nilai-nila sesuai dengan prinsip-
prinsip administrasi yang benar.
b. Kejelasan dari sasaran kebijakan yang sudah sesuai dengan visi dan misi
organisasi serta standar yang berlaku.
c. Kelayakan dan konsistensi dari target operasional maupun prioritas.
4. Ekonomi, Efisiensi, Efektivitas (Value for money)
Value for money menurut Mardiasmo (2009:18) merupakan konsep
pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasar pada tiga elemen utama yaitu
ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi, pemerolehan input dengan kualitas dan
kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input
dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Efisiensi, pencapaian
output yang maksimum dengan input tertentu untuk penggunaan input yang terendah
untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang
dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Efektivitas, tingkat
pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas
merupakan perbandingan outcome dengan output.
a. Meminimalkan input dan memaksimalkan output (penggunaan sumber
daya finansial secara maksimal.
b. Rasio antara output dan input.
c. Keberhasilan organisasi (tujuan tercapai dan program dilakukan/ kegiatan
telah dilakukan dengan benar).
I. Manfaat Good Governance
Manfaat yang diperoleh dari Good Governance menurut Bappenas (2008)
dalam Sari dan Winarno (2012) adalah:
1. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan yang bersih, efisien, efektif,
transparan, profesional dan akuntabel.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.
3. Berkurangnya secara nyata praktek KKN di birokrasi.
4. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-
undangan baik di tingkat pusat maupun daerah.
J. Dampak Audit Value For Money dalam Tercapainya Good Governance
Transparansi dan akuntabilitas keuangan sektor publik merupakan hal yang
menjadi dasar terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good government
governance). Transparansi pengelolaan keuangan pemerintah menjadi sangat penting
pada era otonomi daerah dimana pemerintah dituntut mampu mengungkapkan
pelaporan keuangan daerahnya masing-masing yang reliable dan akuntabel kepada
masyarakat. Pengelolaan keuangan publik yang transparan menjadi tuntutan
masyarakat guna terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good government
governance). Pelaporan keuangan publik yang bersifat reliable dan akuntabel adalah
suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya
akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas
pengelolaan sumber daya publik.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi
informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu (right to
know), hak untuk diberi informasi (right to be informed), dan hak untuk didengar
aspirasinya (right to be heard and to be listen to). Dimensi akuntabilitas publik
meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas
program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas
manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen
pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat
menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak
accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian
pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan risiko
berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan
efisiensi.
Sejak adanya reformasi birokrasi di Indonesia maka perkembangan
paradigma–paradigma baru mempunyai implikasi terhadap kebutuhan ke arah
akuntabilitas ganda. Akuntabilitas ganda adalah akuntabilitas atas penganggaran
daerah terhadap level yang lebih tinggi (vertical accountability) dan juga
akuntabilitas yang ditujukan kepada publik (horizontal accountability).
Di era otonomi daerah sekarang ini, masyarakat semakin cerdas dalam
masalah akuntabilitas keuangan publik terutama keuangan pemerintah. Masyarakat
semakin menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Bagaimana
pemerintah merencanakan anggaran, kemudian mengelola anggaran tersebut dan
mempertanggungjawabkannya pada masyarakat, hal itulah yang diminta oleh
masyarakat. Tidak hanya sebatas value for money yaitu ekonomi, efektif dan efisien
yang diminta masyarakat, namun lebih dari itu. Masyarakat menuntut pemerintah
lebih transparan dan akuntabel pada masyarakat, karena hal ini menjadi salah satu
wujud tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).
Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya good government
governance, yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut
pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya (Mardiasmo, 2004). Good
government governance akan tercapai jika lembaga pemeriksa berfungsi dan tertata
dengan baik. Setelah itu, pengembangan pengauditan perlu dilakukan. Salah satunya
dengan memperluas cakupan audit, tidak hanya audit keuangan (financial audit)
tetapi juga value for money audit atau sering disebut performance audit.
Secara lebih rinci, audit kinerja dibagi menjadi audit ekonomi dan efisiensi
(management audit) dan audit efektivitas (program audit). Pentingnya pelaksanaan
Value for Money audit adalah meningkatkan akuntabilitas sektor publik. Hal ini
penting untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Nantinya semua lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, harus
memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, sehingga akan terwujud tata
kelola pemerintahan yang baik (good government governance). penggunaan uang
publik juga hendaknya tidak terkonsentrasi pada kelompok tertentu saja, melainkan
dilakukan secara merata dengan keberpihakan kepada seluruh rakyat (Mardiasmo,
2006).
Akhirnya dengan berbagai alasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pelaksanakan Value for Money Audit (VFM Audit) terhadap
entitas pemerintahan merupakan hal yang penting. Karena Value for Money
Audit (VFM Audit) nantinya akan membuat semua lembaga pemerintahan, baik di
pusat maupun di daerah, harus memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat,
sehingga akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik (good government
governance).
KESIMPULAN
Audit sektor publik harus melaporkan fraud dan korupsi yang ada, serta
mencegah hal tersebut terjadi. Istilah lain untuk performance audit tersebut adalah
audit kinerja atau Value for Money Audit atau disingkat 3E’s audit (economy,
efficiency, and effectiveness audit). Prinsip value for money telah diterapkan dan
dicapai dengan baik. Value for money tidak semata mengukur biaya barang dan jasa
melainkan juga memasukkan gabungan dari unsur kualitas biaya, sumber daya yang
digunakan, ketetapan penggunaan, batasan waktu dan kemudahan dalam menilai
apakah secara bersamaan kesemua unsur tersebut membentuk “value” (nilai) yang
baik.
Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang
dilandasi oleh etika professional dalam berusaha atau berkarya. Good governance
seringkali diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Governance sebagai proses
pengambilan keputusan dan proses yang mana keputusan itu diimplementasikan, maka
analisis governance difokuskan pada faktor-faktor formal dan informal yang terlibat
dalam pengambilan keputusan dan implementasinya serta struktur formal dan informal
yang disususun untuk mendatangkan implementasi keputusan..Governance dapat
digunakan dalam beberapa konteks seperti coorporate governance, international
governance, national governance dan local governance.
Tidak hanya sebaatas value for money yaitu ekonomi, efektif dan efisien yang
diminta masyarakat, namun lebih dari itu. Masyarakat menuntut pemerintah lebih
transparan dan akuntabel pada masyarakat, karena hal ini menjadi salah satu wujud
tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Terdapat tiga
aspek utama yang mendukung terciptanya good government governance, yaitu
pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut pada dasarnya
berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya (Mardiasmo, 2004). Good government
governance akan tercapai jika lembaga pemeriksa berfungsi dan tertata dengan baik.
Setelah itu, pengembangan pengauditan perlu dilakukan. Salah satunya dengan
memperluas cakupan audit, tidak hanya audit keuangan (financial audit) tetapi
juga value for money audit atau sering disebut performance audit.
Secara lebih rinci, audit kinerja dibagi menjadi audit ekonomi dan efisiensi
(management audit) dan audit efektivitas (program audit). Pentingnya pelaksanaan
VFM audit adalah meningkatkan akuntabilitas sektor publik. Hal ini penting untuk
mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Nantinya semua
lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, harus memberikan
pertanggungjawaban kepada masyarakat, sehingga akan terwujud tata kelola
pemerintahan yang baik (good government governance).
DAFTAR PUSTAKA

Agung Rai, I Gusti. 2008. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Grafindo.

Ardila, Isna. 2015. Analisis Kinerja Keuangan dengan Pendekatan Value for Money pada
Pengadilan Negeri Tebing Tinggi. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, Vol. 15, No.
1.

Alwardat, Yousef Ali, et.al. 2014. Value for Money and Audit Practice in The UK Public
Sector. International Journal of Auditing, ISSN: 1090-6738.

Bastian, Indra. 2007. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta. Salemba Empat.

Grönlund, A., Svärdsten, F. & Öhman, P. 2011. Value for Money and The Rule of Law:
The (new) performance audit in Sweden. International Journal of Public Sector
Management, Vol. 24, No. 2.

Iswahyudi, Aries, dkk. 2016. Hubungan Pemahaman Akuntabilitas, Transparansi,


Partisipasi, Value For Money dan Good Governance (Studi Empiris pada SKPD
di Kabupaten Lumajang). Jurnal Bisnis Akuntansi, Vol.1 No. 2.

Khalikussabir. 2017. Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan Value for Money (Studi
Kasus pada Dinas PU Pengairan, PU Binamarga dan PU Cipta Karya pada
Kabupaten Probolinggo). E-jurnal Riset Manajemen.

Keping, Yu. 2018. Governance and Good Governance: A New Framework for Politycal
Analysis. Springer Paper.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Andi.

Matthew, Kalubanga and Kakwezi Patrick. 2013. Value for Money Auditing and Audit
Evidence from A Procurement Perspective- A Conceptual Paper. International
Journal of Advances in Management and Economics, ISSN: 2278-3369.
Sari, Eka Nurmala. 2015. Accounting Practices Effectiveness and Good Governance:
Mediating Effects of Accounting Information Quality in Municipal Office of

Medan City, Indonesia. Research Journal of Finance and Accounting, Vol. 6, No.

2, ISSN: 2222-1679.

Sari, Kusuma Dewi Arum dan Wahyu Agus Winarno. 2012. Implementasi E-Government
dalam Upaya Peningkatan Clean and Good Governance di Indonesia. JEAM,
Vol. XI No. 1 ISSN: 1412-5366.

Saputro, Eko Suryo Deni, dkk. 2018. Hubungan Pemahaman Akuntabilitas,


Transparansi, Partisipasi, Value for Money terhadap Good Governance. E-JRA,
Vol. 7, No. 1.

Sofiamira, Noni Aisyah, dan Asandimitra, Nadia. 2017. Capital Expenditure, Leverage,
Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility: Pengaruhnya
terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 20 No.2, ISSN:
1979-6471.

Sulistyanto, Andi, dkk. 2013. Analisis Pengukuran Kinerja dengan Pendekatan Value for
Money Sebagai Perwujudan Good Governance pada Dinas Kesehatan Kota
Madiun. Jurnal Forum Ilmiah Pendidikan Akuntansi, ISSN: 2337-9723.

Zeyn, Elvira. 2011. Pengaruh Penerapan Good Governance dan Standar Akuntansi
Pemerintahan terhadap Stabilitas Keuangan. Trikonomika, Vol. 10, No. 1 ISSN:
1411-514X

Anda mungkin juga menyukai