Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SEMINAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN


Audit Judgement

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5
MARIA NATALIA WAINIP EPIN A062181028
FIA FAUZIA BURHANUDDIN A062181029
YUN ERMALA DEWI A062181030

PASCASARJANA PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar kantor akuntan publik memiliki prosedur peninjauan yang
jelas yang membutuhkan pekerjaan yang dilakukan oleh setiap auditor untuk ditinjau
oleh staf dengan tingkat pengalaman (keahlian) yang lebih tinggi. Pernyataan Standar
Auditing (AICPA [1981, sec. 230.02]) menyatakan bahwa "pelaksanaan due care
memerlukan tinjauan kritis di setiap tingkat pengawasan pekerjaan yang dilakukan
dan penghakiman yang dilakukan oleh mereka membantu dalam pemeriksaan."
Terlepas dari pentingnya proses peninjauan ini dalam audit, disana adalah sedikit
bukti empiris tentang keefektifannya. Penelitian sebelumnya tentang auditor’s
judgment terutama mempertimbangkan penilaian individu.
Auditor independen sering mengandalkan pendapat profesional lainnya dalam
memeriksa laporan keuangan klien. Ketergantungan pada hasil kerja auditor internal
menghasilkan penghematan biaya kepada klien dan/atau perpaduan layanan yang
lebih luas untuk biaya yang sama Umumnya auditor akan mengandalkan auditor
internal klien hanya sejauh mereka dapat menilai kompetensi, objektivitas, dan
kinerja personil audit internal tersebut.
Auditor diwajibkan untuk memutuskan banyak hal sambil melakukan
penjaminan. Untuk memutuskan audit yang tepat diperlukan untuk menerapkan
penilaian profesionalnya terhadap masalah yang sedang dipertimbangkan. Penilaian
profesional adalah keterampilan yang diperoleh auditor saat lembur dan hanya setelah
memperoleh keterampilan semacam itu, dia dapat menerapkan penilaian profesional.
Auditor memperoleh keterampilan ini dengan cara latihan, ketrampilan; dan
pengalaman. Oleh karena itu penerapan penilaian profesional juga berarti penerapan
pelatihan, keterampilan dan pengalaman auditor. Dan hanya auditor semacam itu
yang diharapkan memperoleh penilaian profesional yang pelatihan, pengetahuan dan
pengalamannya memungkinkannya mendapatkan tingkat kompetensi yang
memungkinkannya mencapai penilaian yang wajar dalam situasi tertentu. Secara
singkat, penilaian profesional didasarkan secara mendalam dan tidak setiap auditor
diharapkan kompeten untuk setiap tugas.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hakikat audit?
2. Bagaimanakah Audit Judgement?
3. Bagaimanakah pertimbangan (Judgement) dan pengambilan keputusan pada
pengauditan?
4. Apa saja dimensi dari Audit Judgement?
5. Apa saja indikator dari Audit Judgement?
6. Bagaimanakah Professional Judgement auditor?
7. Bagaimanakah Challanging The Judgement ?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah adapun tujuan penyusunan makalah ini antara
lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana hakikat audit
2. Untuk mengetahui bagaimana Audit Judgement
3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan (Judgment) dan pengambilan
keputusan pada pengauditan
4. Untuk mengetahui apa saja dimensi dari Audit Judgement
5. Untuk mengetahui apa saja Indikator dari Audit Judgement
6. Untuk mengetahui bagaimana Professional Judgement auditor
7. Untuk mengetahui Challanging The Judgement.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Audit
Hakikat audit adalah proses pembuktian oleh orang independen (imparsial)
terhadap suatu asersi manajemen dengan menggunakan judgment (pertimbangan) dan
bukti yang membuktikan (evidential matter). Pengauditan adalah suatu kegiatan yang
penting. Setiap organisasi atau perusahaan selayaknya secara suka rela melakukan
audit untuk memberikan umpan balik atas kinerja yang telah dilakukan. Audit
dilakukan oleh auditor yang jati dirinya adalah seorang manusia. Dimana komputer
atau robot sekalipun bisa saja membantu proses pengauditan, tetapi tetap saja manusia
yang menentukan dalam memberikan pertimbangan dan pengambilan keputusan.
Manusia dengan segala keterbatasannya akan mementukan kualitas pertimbangan
yang dihasilkan. Terdapat faktor human being (keinginan manusia), emosi dan
subjektivitas.
Menurut Siegel dan Marconi (1989) seharusnya auditor terlepas dari faktor-
faktor personalitas dalam melakukan audit. Personalitas dapat menyebabkan
kegagalan audit sekaligus membawa risiko yang tinggi bagi auditor. Untuk itu risiko
inheren dalam audit harus diperhitungkan dengan baik. Terdapat dua tipe
keperilakuan yang dihadapi auditor, yaitu:
1. Auditor dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap lingkungan audit. Misalnya,
ketika menilai pengendalian intern yang diterapkan oleh perusahaan, perusahaan
besar akan dianggap memiliki pengendalian intern yang memadai padahal belum
tentu demikian.
2. Auditor harus menyelaraskan dan bersinergi dalam pekerjaan mereka, karena
audit hakikatnya adalah pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses review
didalamnya. Interaksi ini akan banyak menimbulkan proses keperilakuan dan
sosial.
B. Audit Judgement (Pertimbangan Audit)
Audit judgement merupakan suatu pertimbangan pribadi atau cara pandang
auditor dalam menanggapi informasi yang mempengaruhi dokumentasi bukti serta
permbuatan keputusan pendapat auditor atas laporan keuangan suatu entitas. Disisi
lain audit judgement adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai
hasil auditnya yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau
perkiraan tentang suatu objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya.
Judgement adalah perilaku yang paling dipengaruhi oleh persepsi situasi (Robin dan
Judge, 2007). Menurut Hogart (1992) dalam Andita (2012) mengartikan audit
judgment sebagai proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan.
Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi,
(termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya) pilihan untuk bertindak atau tidak
bertindak, dan penerimaan informasi lebih lanjut. Cara pandang auditor dalam
menanggapi informasi tersebut berhubungan dengan tanggung jawab dan resiko audit
yang akan dihadapi oleh auditor sehubungan dengan judgment yang dibuatnya
(Djaddang dan Parmono, 2002). Audit judgment merupakan suatu pertimbangan
pribadi atau cara pandang auditor dalam menanggapi informasi yang mempengaruhi
dokumentasi bukti serta pembuatan keputusan pendapat auditor atas laporan
keuangan suatu entitas. Menurut Jamilah, dkk (2007) audit judgment adalah
kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang
mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu
objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya.
Judgement sering dibutuhkan oleh auditor dalam melaksanakan audit atas
laporan keuangan suatu entitas (Zulaikha, 2006). Proses judgment tergantung pada
kedatangan informasi yang terus menerus, sehingga dapat mempengaruhi pilihan dan
cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah dalam proses incremental judgement, jika
informasi terus menerus datang akan muncul pertimbangan baru dan keputusan atau
pilihan baru. Audit Judgement melekat pada setiap tahap dalam proses audit laporan
keuangan, yaitu penerimaan perikatan audit, perencanaan audit, pelaksanaan
pengujian audit, dan pelaporan audit. Contoh penilaian audit mencakup penentuan
materi cut off point, identifikasi tujuan audit, dan jenis risiko, dan penentuan opini
audit yang tepat.
Audit judgement juga diperlukan karena audit tidak dilakukan terhadap
seluruh bukti. Bukti inilah yang digunakan untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan auditan, sehingga dapat dikatakan bahwa audit judgment ikut menentukan
hasil dari pelaksanaan audit. Rochmawati (2009) menjelaskan tahapan-tahapan yang
dilakukan pada saat melakukan audit judgment yaitu merumuskan persoalan,
mengumpulkan informasi yang relevan, mencari alternatif tindakan, menganalisis
alternatif yang fleksibel, memilih alternatif yang terbaik, kemudian pelaksanaan dan
evaluasi hasilnya.
C. Pertimbangan (Judgement) dan Pengambilan Keputusan pada Pengauditan
Dalam beberapa dekade tahun belakangan ini para akademisi menaruh
perhatian yang sangat serius terhadap pertimbangan (judgement) dalam pengauditan.
Seperti yang disebutkan dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) pada
seksi 341, bahwa dalam menjalankan proses audit, auditor akan memberikan pendapat
dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yag dialami oleh suatu kesatuan
usaha pada masa lalu, masa kini, dan di masa yang akan datang. Audit judgement atas
kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, harus
berdasarkan pada ada tidaknya kesangsian dalam diri auditor itu sendiri terhadap
kemampuan suatu kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam periode satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan. Judgement sebagai
proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Dalam membuat suatu
judgment, auditor akan mengumpulkan berbagai bukti relevan dalam waktu yang
berbeda dan kemudian mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut (Sofiani
dan Tjondro, 2014). Proses judgement tergantung pada kedatangan informasi yang
terus menerus, sehingga dapat mempengaruhi pilihan dan cara pilihan tersebut dibuat.
Setiap langkah dalam proses incremental judgement, jika informasi terus menerus
datang akan muncul pertimbangan baru dan keputusan atau pilihan baru.
Pertimbangan auditor (auditor judgement) sangat tergantung dari persepsi
mengenai suatu situasi (Arum, 2008). Judgement, yang merupakan dasar dari sikap
profesional, adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya, dan
sebagainya, tetapi yang paling signifikan dan tampak mengendalikan semua unsur
seperti pengalaman adalah perasaan auditor dalam menghadapi situasi dengan
mengingat keberhasilan dari situasi sebelumnya. Judgement adalah perilaku yang
paling berpengaruh dalam mempersepsikan situasi, dimana faktor utama yang
mempengaruhinya adalah materialitas dan apa yang kita yakini sebagai kebenaran.
Judgement sebagai proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan.
Dalam membuat suatu judgement, auditor akan mengumpulkan berbagai bukti
relevan dalam waktu yang berbeda dan kemudian mengintegrasikan informasi dari
bukti-bukti tersebut.
Tabel berikut menyajikan proses audit yang membutuhkan pertimbangan
auditor (Suartana, 2010:146).
Aktivitas Pertimbangan Hasil Penilaian
Menetapkan materialitas  Materialitas akuntansi
 Materialitas audit
 Risiko bisnis

Mengidentifikasi tujuan dan asersi audit  Implikasi lingkungan klien untuk


yang penting mengidentifikasi struktur
pengendalian
 Penilaian risiko inheren untuk
laporan keuangan

Menilai lingkungan risiko inheren  Implikasi lingkungan klien untuk


mengidentifikasi struktur
pengendalian
 Penilaian risiko inheren untuk
laporan keuangan

Mengevaluasi pengendalian internal  Perbaikan efisiensi dan efektifitas


audit
 Risiko pengendalian untuk asersi
laporan keuangan
 Kelemahan dalam pengendalian

Mengembangkan strategi audit  Hasil terhadap uji pengendalian


 Kemungkinan pendekatan audit
yang berbeda
 Penekanan terhadap keseimbangan
atau aliran transaksi
 Identifikasi terhadap asersi
strategik

Mengembangkan program audit  Memilih kombinasi yang tepat dari


prosedur audit spesifik dan
menentukan ruang lingkup dan
waktu aplikasi

Memilih dan mengevaluasi prosedur  Prosedur tertentu untuk


review analitis diaplikasikan
 Pengembangan ekspektasi
 Formulasi untuk menjelaskan
fluktuasi

Mengevaluasi hasil-hasil dari pengujian  Kesimpulan terhadap prosedur


audit audit spesifik dalam kaitan dengan
tujuan dan hasil yang diperoleh

Menentukan status going concern  Status going concern perusahan


perusahaan satu tahun kedepan

Mengaplikasikan standar audit yang  Identifikasi terhadap standar


diterima umum dan prinsip-prinsip auditing
akuntansi  Identifikasi terhadap arah dari
standar audit yang diaplikasikan

Mengaplikasikan aturan-aturab mengenai  Ada pelanggaran etik atau tidak


kode etik
Memilih opini audit yang tepat  Apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar selama satu
periode akuntansi

D. Dimensi Audit Judgment


Berdasarkan tingkatnya, judgement auditor dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Judgement auditor mengenai tingkat materialitas.
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual
atau keseluruhan adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia, sedangkan beberapa hal
lainnya adalah tidak penting. Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting
dalam menentuan jenis laporan audit mana yang tepat untuk di terbitkan dalam suatu
kondisi tertentu (IAI, 2001:312) Financial Accounting Standart Board (FASB)
mendefinisikan materialitas sebagai besarnya suatu penghilangan atau salah saji
informasi akuntansi yang dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya,
memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada
informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau salah saji
tersebut. Definisi di atas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan (1)
keadaan-keadaan yang berhubugan dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan (2)
informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan
keuangan yang telah di audit.
Implementasinya, merupakan suatu judgement yang cukup sulit untuk
memutuskan beberapa matrealitas sebenarnya dalam suatu situasi tertentu. SPAP SA
Seksi 312 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor mengenai tingkat materialitas
merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas
kebutuhan orang yag memiliki pengetahuan yang memadai dan yang akan meletakan
kepercayaan atas laporan
keuangan.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus mempertimbangkan
materialitas pada dua tingkatan, yaitu laporan keuangan dan tingkat saldo rekening.
Idealnya, menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji laporan
keuangan yang dianggap material. Hal di atas pada umumnya disebut pertimbangan
awal mengenai materialitas karena menggunakan unsur judgement profesional dan
masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan
perkembangan baru.
2. Judgement auditor mengenai tingkat risiko audit.
Seorang auditor dalam melaksanakan tugas audit, dihadapkan pada resiko
audit yang dihadapinya sehubungan dengan judgement yang ditetapkannya. Dalam
merencanakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangannya dalam
menentukan tingkat risiko audit yang cukup rendah dan pertimbangan awal mengenai
tingkat matrealitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan
dalam proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material (IAI,
2001: 312). Judgement auditor mengenai risiko audit dan matrealitas bersama dengan
hal-hal lain, diperlukan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta
dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
3. Judgement auditor mengenai going concern.
Kegagalan dalam mendeteksi kemungkinan ketidakmampuan klien untuk
going concern, seperti kasus Enron dan WorldCom, menimbulkan social cost yang
besar bagi auditor karena tingkat kepercayaan masyarakat menjadi menurun.
Statement of audit standars (SAS) no. 59 yang dikeluarkan oleh American Institute of
Certified Public Accountans (1998), merupakan pernyataan dari badan regulasi audit
untuk merespon keputusan going concern.
SAS 59 menuntut auditor harus mempertimbangkan apakah terdapat keraguan
yang substansial pada kemampuan entitas terus berlanjut sebagai usaha yang going
concern untk periode waktu yang layak pada setiap penugasan audit. Secara unum
SAS 59 membahas tentang going concern, akan tetapi memberikan definisi
operasional going concern. Sedangkan kepuusan going concern merupakan hal yang
sulit, sehingga keputusan ini harus diambil oleh auditor yang memiliki keahlian yang
memadai. Dengan kata lain keputusan audior mengenal going concern membutuhkan
judgmenet auditor yang berpengalaman. SAS 59 menuntut auditor untuk
memperhatikan rencana, strategi, dan kemampuan manajemen klien untuk mengatasi
kesulitan keuangan bisnis. Auditor juga harus menilai keadaan dan kejadian lain
dalam organisasi klien, dan juga berkaitan dengan perusaaan, perusahaan lain dalam
sektor industri yang sama dan keadaan ekonomi secara umum. Auditor harus
memonitor semua kejadian yang mempengaruhi keadaan keuangan klien, bahkan
sebelum terdapat tingkat kesulitan yang signifikan pada keuangan klien.
Auditor harus memperhatikan semua faktor yang terkait dengan entitas pada
saat akan mengambil keputusan tentang going concern. Evaluasi kritis ini penting
untuk memungkinkan auditor membuat penilaian yang akurat tentang kemampuan
klien mempertahankan operasinya. Jika auditor mempunyai kesimpulan terhadap
keraguan yang substansial tentang kelangsungan hidup suatu entitas, SAS 59 meminta
auditor untuk mempertimbangkan pengaruhnya terhadap laporan keuangan dan
apakah pengungkapan going concern tersebut sudah mencakupi.
E. Indikator Audit Judgement
Menurut Jamilah, dkk (2007) Audit judgment diukur dengan menggunakan
indikator sebagai berikut:
1. Judgment Mengenai Pemilihan Sampel Audit. Dalam melakukan penugasan
pengauditan, auditor akan mengambil sejumlah sampel untuk diaudit. Pemilihan
sampel tersebut dilakukan berdasarkan berbagai kriteria tertentu agar sampel
tersebut representatif. Dalam kasus ini, sampel yang diambil oleh auditor
sebaiknya tidak diketahui oleh klien agar tidak terjadi pemalsuan terhadap item-
item yang tidak dimasukkan ke dalam sampel audit.
2. Judgment Mengenai Surat Konfirmasi. Salah satu cara untuk mendapatkan bukti
audit adalah dengan mengirimkan surat konfirmasi kepada pihak-pihak yang
memiliki hubungan ekonomi dengan klien. Dalam melakukan tugasnya, auditor
akan mengambil keputusan terkait siapa saja yang perlu dikirimi surat konfirmasi
tanpa campur tangan dari pihak klien.
3. Judgment Mengenai Salah Saji Material. Dalam memeriksa saldo akun-akun pada
laporan keuangan klien, auditor harus mengidentifikasi apabila terjadi salah saji,
terlebih jika salah saji tersebut material. Apabila ditemukan adanya salah saji,
auditor dituntut untuk dapat mengidentifikasi apakah salah saji tersebut
merupakan kesalahan atau kesengajaan, agar selanjutnya dapat ditindaklanjuti
dengan tepat.
F. Profesional Judgement
Menurut Boureanu (2006) dalam Chis ef al. (2014:218) professional
judgement auditor adalah sebagai berikut:
“professional judgment consists in applying relevant training, knowledge and
experience in the context of audit, accounting and ethical standards, to make
informed decisions about the proper procedure in the context of the engagement
circumstances”.
Demikian menurut ISA 200 alinea 13 dalam Tuanakotta (2011:70) mendefinisikan
pertimbangan profesional (professional judgement) yaitu:
“penerapan pengetahuan dan pengalaman yang relevan, dalam konteks auditing,
akuntansi, dan standar etika, untuk mencapai keputusan yang tepat dalam situasi
atau keadaan selama berlangsungnya penugasan audit, dan kualitas pribadi,
yang berarti bahwa judgments berbeda di antara auditor yang berpengalaman”.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa professional


judgement auditor dipengaruhi oleh penerapan pengetahuan dan pengalaman yang
relevan dalam melaksanakan audit. Chis et al. (2014:217) mengemukakan bahwa
pertimbangan profesional (professional judgment) dilaksanakan oleh auditor yang
pelatihan, pengetahuan dan pengalamannya telah membantu dalam mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai penilaian wajar. Selain penerapan
pengetahuan dan pengalaman, Yunitasari, dkk (2014:4) berpendapat bahwa
professional judgment auditor juga ditentukan oleh skeptisisme profesional. Sebab
auditor yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman relevan yang secara terus-
menerus akan membuatnya menjadi lebih peka dan waspada terhadap segala jenis
bukti yang ditemui. Hal ini senada dengan pernyataan U.S. Government
Accountability Office (GAO) (dalam Prima, 2012:13), yang menyebutkan bahwa
professional judgment auditor didukung oleh penerapan skeptisisme profesional.
Dengan demikian, professional judgment auditor akan terbentuk dan menghasilkan
keputusan yang tepat jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Menurut Pernyataan Standar Pemeriksaan No. 01 alinea 3 (SPKN, 2007),
pengetahuan digambarkan sebagai kecakapan profesional yang harus dimiliki oleh
auditor. Standar tersebut mensyaratkan seorang auditor yang melaksanakan audit
harus memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang diperiksa.
2. Pengalaman
Menurut Siegel dan Marconi (dalam Tuanakotta, 2011:90), pengalaman
seseorang terhadap suatu objek tertentu adalah salah satu faktor pembentuk sikap.
Tetapi untuk membentuk sikap tersebut pengalaman seseorang haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Demikian menurut Azwar (dalam Tuanakotta,
2011:91), sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
3. Skeptisisme Profesional
Menurut IFAC dalam Tuanakotta (2011:78) mendefinisikan skeptisisme
profesional sebagai berikut:
“Skepticism means the auditor makes a critical assessment, with a questioning
mind, of the validity of audit evidence obtained and is alert to audit evidence that
contradicts or brings into question the reliability of documents and responses to
inquiries and other information obtained from management and those charged
with governance”.

Skeptisisme profesional mempunyai korelasi dengan pengalaman dalam


melaksanakan audit. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rose
(dalam Tuanakotta, 2011:91) yang membuktikan bahwa auditor yang lebih
berpengalaman terhadap adanya kecurangan akan lebih memperhatikan bukti audit
dari laporan keuangan yang agresif. Oleh karena itu, meskipun seorang auditor telah
lama bekerja dan banyak mendapat penugasan audit tetapi jarang menemui kasus
kecurangan laporan keuangan maka sikap skeptisme profesionalnya tidak berbeda
dengan auditor yang kurang berpengalaman.
G. Challanging The Judgment
Dalam melakasanakan profesional judgment-nya auditor harus menerapkan
prinsip – prinsip dari penilaian profesional, yaitu (a) mengumpulkan pengetahuan dan
analisis, (b) penilaian pedoman akuntansi dan audit, (c) proses penilaian dan judgment
klien, (d) dokumentasi judgment. Dalam menentukan tantangan mengenai penilaian
tentu saja prinsip-prinsip dasar dari professional jugment tidak dapat dipisahkan.
Dalam hal mengumpulkan pengetahuan dan analisis. Pada tahap ini, penilaian
auditing profesional hanya bisa dilakukan setelah semua informasi yang relevan telah
dikumpulkan dan dianalisis. Oleh sebab itu, seorang auditor harus membaca semua
dokumentasi yang relevan, termasuk kontrak, kesepakatan, korespondensi, dan lain-
lain. Dapatkan informasi tambahan dari tempat lain, yang sesuai atau perlu. Pahami
proses klien untuk menentukan keputusan, termasuk penilaian terhadap proses
kompetensi dan review/persetujuan dan apakah prosedur tersebut telah dilakukan
telah diikuti menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan.
Memahami/menganalisis tujuan, ketentuan hukum dan substansi ekonomi transaksi.
Penilaian pedoman akuntansi dan audit. Penilaian auditing profesional hanya
bisa dilakukan dalam konteks yang berlaku kerangka kerja akuntansi, standar
akuntansi dan literatur lainnya yang relevan, seperti serta standar auditing dan
bimbingan yang sesuai. Pertimbangkan apakah transaksi tersebut tercakup dalam
standar akuntansi yang ada, dan sejauh mana penghakiman dibutuhkan
Mengidentifikasi dan meninjau literatur akuntansi terkait lainnya. Mengidentifikasi
dan meninjau standar audit dan panduan yang relevan. Apa yang akan diharapkan
sebagai pendekatan akal sehat untuk transaksi? Diskusikan dengan klien - terapkan
skeptisisme profesional dan tantangan yang sesuai. Jika ada benturan kepentingan
atau bias yang teridentifikasi, sehubungan dengan transaksi tersebut, rujukannya
seharusnya dibuat sesuai dengan pedoman dan standar etika yang relevan.
Proses untuk penilaian dan penyelesaian penilai klien. Penilaian auditing
profesional hanya dapat dilakukan setelah melakukan due date yang sesuai proses
untuk menilai dan menantang penilaian klien. Pertimbangkan ketidakpastian dan
rentang kemungkinan hasil transaksi dan bandingkan dengan penilaian klien terhadap
hal tersebut. Tinjau penilaian klien terhadap perawatan alternatif dan alasan
penolakan. Evaluasi apakah asumsi signifikan yang dibuat oleh klien masuk akal. Kaji
perlakuan akuntansi yang diajukan klien. Dapatkan saran yang sesuai dari para ahli
di dalam perusahaan audit atau di luar. Identifikasi konflik kepentingan atau bias klien
untuk memastikan objektivitas penilaian. Jika Ada kemungkinan konflik kepentingan
atau bias, menilai kembali pertimbangan di atas dengan tingkat skeptisisme yang lebih
besar. Sadar akan tekanan yang tidak semestinya dari klien atau kantor audit dan
pertahankan objektivitas. Buat penilaian sendiri atas perlakuan akuntansi yang sesuai.
Menilai apakah penilaian klien terhadap perlakuan akuntansi sama dengan Anda
sendiri atau dalam batas yang dapat diterima Jika tidak, diskusikan dengan klien dan
pertimbangkan implikasinya. Pertimbangkan apakah keputusan Anda adalah
keputusan yang akan Anda pertahankan dengan baik kemungkinan risiko reputasi.
Pastikan prosedur persetujuan/eskalasi untuk penilaian kunci telah diikuti untuk
memastikannya bahwa penilaian material telah disahkan, jika sesuai. Periksa
perlakuan dan masukan akuntansi yang dihasilkan dan pastikan mereka masuk akal.
Periksa pengungkapan catatan yang dihasilkan. Identifikasi poin pada saat penilaian
penilaian ulang akan diperlukan-misalnya periode berakhir atau titik pemicu dalam
kontrak awal.
Dokumentasi Penilaian. Penilaian auditing profesional dan penilaian dan
tantangan dari para pembuat penilaian harus didokumentasikan dengan tepat.
Dokumentasi masalah penting yang timbul selama audit, kesimpulan tercapai, dan
penilaian profesional signifikan yang dibuat dalam mencapai kesimpulan tersebut
adalah dibutuhkan oleh ISA 230 (para 8 (c)). Merekam semua informasi ulasan
penting, bukti pendukung yang diperoleh dan pekerjaan yang dilakukan. Sertakan
salinan jadwal klien yang relevan berkaitan dengan penilaian yang signifikan dalam
audit mengajukan. Pastikan bahwa ada juga bukti dari penilaian audit dan tantangan
dari mereka penilaian. Mengaudit pengungkapan kunci, bahan atau penilaian yang
signifikan dalam laporan keuangan seperti yang dipersyaratkan oleh IAS 1 (paragraf
122 dan 125).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Review Riset Penelitian
No. :3
Judul Penelitian : Effects of Goal Orientation, Self Efficacy, and Task Complexity
on The Audit Judgement Performance of Malaysian Auditors
Author : Zuraidah Mohd Sanusi, Gary S Monroe, dan Norman Mohd
Saleh
Penerbit : Accounting, Auditing, and Accountability, Vol. 31 No.1, 2018

Latar Belakang Penelitian


Kualitas penilaian auditor menentukan kualitas keseluruhan audit (Bonner dan
Lewis, 1990), dan kemampuan auditor untuk membuat penilaian dan keputusan
berkualitas tinggi di berbagai tingkat kompleksitas tugas dapat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi mereka (Dewan Pelaporan Keuangan) , Laporan 2006; McKnight
dan Wright, 2011). Namun, hanya beberapa penelitian dalam literatur audit, seperti
Pincus (1990), Becker (1997), Iskandar dan Iselin (1999), Abdolmohammadi et al.
(2004) dan McKnight and Wright (2011) telah mempertimbangkan efek dari faktor
psikologis individu pada kinerja penilaian audit.
Kemudian, Self-efficacy yang mewakili konstruk psikologis yang diidentifikasi
sebagai faktor sentral dalam mekanisme pengaturan diri yang mengatur motivasi dan
tindakan manusia dan mewakili keyakinan individu pada kemampuannya untuk
berhasil dalam situasi tertentu dan dalam berbagai pengaturan (Bandura, 1986; Steele
-Johnson et al., 2000; DeShon dan Gillespie, 2005; Payne et al., 2007). Efek self-
efficacy pada aspek sosial dan kognitif penilaian dalam berbagai skenario pekerjaan
telah diakui (Bandura, 1986); Namun, masih kurangnya penelitian yang meneliti efek
self-efficacy auditor pada kinerja audit judgement.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efek self-efficacy, orientasi
tujuan, dan kompleksitas tugas pada kinerja audit judgement dalam menghubungkan
prosedur audit dengan benar dengan tujuan audit dan jenis salah saji.
Landasan Teori
Landasan teori dari penelitian ini yaitu teori kognitif sosial. Bandura (1986)
memperkenalkan teori kognitif sosial, yang mempertimbangkan baik asal sosial
pemikiran manusia (apa yang dipelajari individu dengan menjadi bagian dari
masyarakat) dan proses kognitif motivasi manusia, sikap (apa yang diakui individu
sebagai kontribusi berpengaruh dari proses berpikir) dan tindakan (Stajkovic dan
Luthans, 1998b). Asumsi penting dari teori kognitif sosial adalah bahwa orang
memiliki kemampuan kognitif tertentu yang memungkinkan mereka untuk menjadi
pengolah informasi yang aktif (Bandura, 1986). Teori kognitif sosial memprediksi
bahwa kepercayaan individu tentang kemampuan mereka untuk melakukan tugas
memotivasi mereka untuk mencari atau menghindari tugas dan bahwa kemampuan
kognitif individu harus mencerminkan akumulasi pengetahuan mereka (Bandura,
1986).

Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini, yaitu:
a. H1a. Terdapat hubungan positif antara orientasi tujuan pembelajaran dan
kinerja audit judgement.
b. H1b. Terdapat hubungan positif antara orientasi sasaran kinerja-pendekatan dan
kinerja audit judgement.
c. H1c. Ada hubungan negatif antara orientasi tujuan penghindaran kinerja dan
kinerja audit judgement.
d. H2. Self-efficacy memediasi hubungan antara orientasi tujuan dan kinerja audit
judgement.
e. H3. Pengaruh positif self-efficacy pada kinerja audit judgement lebih kuat
untuk tugas-tugas sederhana daripada untuk tugas-tugas kompleks.
f. H4. Efek mediasi dari self-efficacy pada hubungan antara orientasi tujuan
(pembelajaran, pendekatan kinerja dan penghindaran kinerja) dan kinerja audit
judgement lebih kuat untuk tugas-tugas sederhana daripada untuk tugas-tugas
kompleks.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian dalam artikel ini adalah quasi eksperimental. Penelitian ini
melibatkan dua tugas penilaian audit eksperimental, dan masing-masing peserta
melakukan salah satu dari dua tugas. Kemudian, sampel acak stratifikasi dari 100
perusahaan audit yang berlokasi di Lembah Klang (pusat / kota besar di Selangor dan
Kuala Lumpur), Malaysia dipilih untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Perusahaan-
perusahaan di wilayah geografis ini mewakili sekitar 70 persen pasar audit di Malaysia.
Sampel dikelompokkan berdasarkan ukuran perusahaan audit dengan mengecualikan
perusahaan audit Big 4. Oleh karena itu, sampel hanya terdiri dari perusahaan audit
kecil dan menengah.

Hasil Penelitian
a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi tujuan pembelajaran secara
signifikan terkait dengan kinerja penilaian audit. Pendekatan kinerja dan
orientasi tujuan penghindaran kinerja secara marjinal signifikan terkait dengan
kinerja penilaian audit. Oleh karena itu, H1a-H1c didukung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orientasi tujuan pembelajaran memiliki pengaruh yang
lebih kuat pada kinerja penilaian audit daripada orientasi kinerja-tujuan dan
kinerja-menghindari tujuan. Hal ini menunjukkan bahwa auditor dengan
orientasi tujuan pembelajaran tinggi, yaitu mereka yang bersedia untuk
mempelajari pengetahuan baru dan mengembangkan keterampilan yang
diperlukan, berkinerja lebih baik daripada mereka yang hanya ingin
membuktikan kepada orang lain kemampuan mereka untuk melakukan.
b. Orientasi tujuan penghindaran kinerja memiliki hubungan negatif yang
signifikan dengan self-efficacy, menunjukkan bahwa orientasi tujuan
penghindaran kinerja yang lebih tinggi menghasilkan efikasi diri yang lebih
rendah. Dengan demikian, kondisi pertama untuk efek mediasi terpenuhi. Self-
efficacy secara signifikan terkait dengan kinerja penilaian audit. Koefisien
positif menunjukkan bahwa auditor dengan self-efficacy tinggi cenderung
berkinerja lebih baik daripada mereka yang self-efficacy rendah. Hasil ini
menunjukkan bahwa self-efficacy memediasi efek positif dari orientasi tujuan
pembelajaran dan orientasi tujuan pendekatan kinerja, serta efek negatif dari
orientasi tujuan penghindaran kinerja, pada kinerja audit judgement. Oleh
karena itu, H2 didukung.
c. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan dari interaksi antara
self-efficacy dan kompleksitas tugas pada kinerja audit judgement. Koefisien
negatif dari self-efficacy dan interaksi kompleksitas tugas menunjukkan bahwa,
untuk tugas-tugas yang kompleks, self-efficacy yang tinggi mengarah pada
kinerja audit judgement yang lebih tinggi tetapi efeknya tidak sekuat tugas-
tugas sederhana. Oleh karena itu, H3 didukung.
d. Hasil menunjukkan bahwa pengaruh orientasi tujuan pada kinerja penilaian
audit dimediasi oleh self-efficacy, dan efek self-efficacy pada kinerja penilaian
audit dimoderasi oleh kompleksitas tugas. Oleh karena itu, hubungan mediasi
yang dimoderasi antara kinerja penilaian audit dan tiga jenis orientasi tujuan,
self-efficacy dan kompleksitas tugas seperti yang diusulkan dalam H4
didukung.

Kelemahan dan Riset Lanjutan


DAFTAR PUSTAKA

Andita Tielman, Elisabeth Mariana. 2012. Pengaruh Tekanan Ketaatan, Tekanan


Anggaran Waktu, Kompleksitas Tugas, Pengetahuan dan Pengalaman Auditor
Terhadap Audit Judgment.
Arum, Enggar Diah Puspa. 2008. Pengaruh Persuasi Atas Preferensi Klien dan
Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor Dalam Mengevaluasi
Bukti Audit. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 5(2): 156-181.
Arens, Alvin A. et, al. Auditing and Assurance Services, 13th edition. New Jearsey:
Pearson Prentice Hall International.
Djaddang, S dan A. Parmono. 2002. Auditor’s Judgment: Produk Konsensus Antara KAP
dan Auditor. Media Akuntansi. Edisi 25. Hal. 48-25.
Jamilah, Siti, Zaenal Fanani, dan Grahita Chandrarin. 2007. Pengaruh Gender, Tekanan
Ketaatan, Dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment. Simposium
Nasional Akuntansi X Padang, Makasar
Robbins SP, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Salemba Empat, Jakarta.
Rochmawati, Vivi Devi. 2009. Pengaruh Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan dan
Pengalaman Audit Terhadap Auditor Judgment. Thesis, Magister Sains
Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang.
Suartana, I Wayan. 2010. Akuntansi Keperilakuan: Teori dan Implementasi. ANDI:
Yogyakarta.
Sofiani, Maria Magdalena Oerip Liana dan Elisa Tjondro. 2014. Pengaruh Tekanan
Ketaatan, Pengalaman Audit, dan Audit Tenure Terhadap Audit Judgement.
Tax and Accounting Review. 4(1): 1-10.
Zulaikha. 2006. Pengaruh Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas dan Pengalaman
Auditor Terhadap Audit Judgment. Simposium Nasional Akuntansi XI.
Padang.

Anda mungkin juga menyukai