Anda di halaman 1dari 60

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU DAN


TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK, ZAT
GIZI, DAYA TERIMA COOKIES KARANGU
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan
Diploma IV (D-IV) Kesehatan Jurusan Gizi
Tahun Akademik 2018/2019

DISUSUN OLEH:
SYARMITA ULFAH
PO7131115080

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN GIZI
2018
PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI
Dipertahankan didepan Tim Penguji Proposal Skripsi Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Mataram Jurusan Gizi dan Diterima Untuk
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV (D IV) Kesehatan
Jurusan Gizi Tahun Akademik 2017/2018

Mengesahkan:

Ketua Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Mataram

(I Gde Narda Widiada,STP, M.Si)


NIP. 19650920 198603 1 003
Tim Penguji

Ketua Penguji

1. I Ketut Swirya Jaya, SKM., M.Erg ( )


NIP. 19641209 199003 1 001

Penguji 1

2. Dr. Made Darawati, STP. MSc ( )


NIP. 19710523 199303 2 001

Penguji II

3. I Gde Narda Widiada,STP , M.Si ( )


NIP. 19650920 198603 1 003
PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan

Diploma IV (D-IV) Kesehatan Jurusan Gizi

Tahun Akademik 2018/2019

OLEH:

SYARMITA ULFAH
P07131115080

Mengetahui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(I Ketut Swirya Jaya, SKM., M.Erg) Dr. Made Darawati, STP. MSc
NIP. 19641209 199003 1 004 NIP. 19710523 199303 2 001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan

Tepung Jakalai (tepung jagung dan kacang kedelai) Terhadap Sifat

Organoleptik, Zat Gizi, Daya Terima dan Pemasaran Produk Nugget

Jakalai”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada:

1. Bapak H. Awan Darmawan, S.Pd, M.kes selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Mataram Kemenkes RI.

2. Bapak I Gde Narda Widiada, STP, M.Si selaku Ketua Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Mataram Kemenkes RI. Sekaligus selaku

ketua penguji yang telah memberikan masukan, serta bimbingan

kepada penulis.

3. Bapak I Ketut Swirya Jaya, SKM., M.Erg Selaku pembimbing

Utama Yang telah banyak memeberikan masukan, serta

bimbingannya kepada penulis.

4. Ibu Dr. Made Darawati, STP, M.Sc selaku pembimbing pendamping

dalam penulisan proposal skripsi.

5. Kedua orang tua (Bapak M.Ali dan Ibu Badariah) yang sudah

bersusah payah mendukung dan memberikan motivasi tiada

hentinya.
6. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

penulisan Proposal Skripsi, diucapkan banyak terimakasih.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini mempunyai

banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

proposal skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga

proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.

Mataram, Juli 2018

Penulis
RINGKASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2017 persentase

wanita usia subur (WUS) yang memiliki resiko kurang energy kronik (KEK) pada

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 15.1 %. Berbagai upaya untuk

mengatasi penyakit tersebut perlu ditingkatkan dan dikembangkan. Untuk

menangani masalah KEK, prioritas yang harus diberikan adalah meningkatkan

jumlah kalori dan protein yang dikonsumsi. Salah satu alternative yang dapat

dilakukan dengan cara memberikan makanan yang padat kalori dan tinggi

protein. Selain memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, bentuk makanan tersebut

harus dapat diterima dan disukai oleh kelompok sasaran, mudah diperoleh

bahannya dan tidak sulit untuk mengolahnya.

Seiring dengan meningkatnya populasi remaja di Indonesia, masalah

gizi remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi

dewasa (Pudjiadi, 2005). Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai

tubuhnya (body image) yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Bagi

sebagian besar remaja putri tubuh ideal merupakan impian. Untuk

mendapatkan impian tersebut, biasanya banyak remaja putri yang melakukan

diet ketat (yang menyebabkan remaja kurang mendapatkan makanan yang

seimbang dan bergizi), mengkonsumsi minuman atau obat pelangsing,


minum jamu, dsb. Bila tidak dilakukan dengan benar, upaya tersebut dapat

berakibat pada penurunan status gizi (Sayogo, 2011).

Masalah gizi yang sering terjadi pada remaja putri adalah kurangnya

asupan zat gizi yang akan menyebabkan gizi buruk, kurang energi kronis, kurang

energi protein dan dapat terjadi anemia. Masalah tersebut akan berdampak

negatif pada tingkat kesehatan masyarakat, misalnya terdapat masalah

penurunan konsentrasi belajar,pada WUS berisiko melahirkan bayi dengan

berat badan bayi rendah (BBLR) maupun penurunan kesegaran jasmani.

DiIndonesia banyak terjadi kasus kekurangan energi kronis terutama yang

disebabkan karena adanya kurang asupan gizi seperti energi protein,sehingga

zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak tercukupi.

Kurang energi protein terjadi ketika kebutuhan tubuh terhadap protein

tidak tercukupi oleh asupan makanan sehari-hari. Fungsi utama protein yaitu

sebagai zat pembangun dalam pertumbuhan jaringan. Protein khususnya enzim,

hormon, dan antibodi, berfungsi dalam pengaturan proses biokimia seperti

pencernaan, anabolisme dan katabolisme zat gizi, reaksi pertahanan tubuh dan

lain-lain. Protein berfungsi juga sebagai sumber energi, jika penyediaan energy

dari karbohidrat dan lemak tidak mencukupi (Tejasari, 2005 : 46).

Kurang energi kronis merupakan keadaan dimana seseorang menderita

kurang asupan gizi energi dan protein yang berlangsung lama atau menahun.

Seseorang dikatakan menderita risiko kurang energi kronis bilamana lingkar

lengan atas LLA <23,5 cm. Kurang energi kronis mengacu pada lebih

rendahnya masukan energi, dibandingkan besarnya energi yang dibutuhkan


yang berlangsung pada periode tertentu, bulan hingga tahun

(Syahnimar,2004). LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan

energi kronis pada wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran Lingkar

Lengan Atas (LLA) tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan

status gizi dalam jangka pendek.

Salah satu bahan pangan yang mempunyai kriteria sebagai bahan

pangan yang murah dan mudah diperoleh adalah Ubi jalar dan kacang merah.

Ubi jalar (Ipomoea batatas) sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia.

Menurut Winarno (1981) dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya ubi jalar

memiliki banyak keistimewaan. Ubi jalar ini termasuk salah satu tanaman yang

paling tinggi daya penyesuaiannya terhadap lingkungan yang buruk, seperti

angin kencang, musim kering yang panjang, serta terbukti peranannya dalam

musim paceklik dan bencana alam. Ubi jalar yang tersedia di pasaran lokal

harganya relatif murah dan produksinya tidak tergantung kepada musim tanam.

Masa tanam hingga panen termasuk cepat, hanya berkisar empat bulan. Ubi

jalar, khususnya yang memiliki daging berwarna merah, kuning dan jingga

mengandung β-karotin yang cukup tinggi. Ubi jalar ini diupayakan sebagai

sumber pangan kaya energi dan β-karotin. Sumber pangan ini sangat dibutuhkan

oleh rakyat Indonesia, terutama mereka yang kekurangan Vitamin A.

Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat sebesar 27,9% dengan kadar air

68,5%, sedangkan dalam bentuk tepung karbohidratnya mencapai 85,26%

dengan kadar air 7,0% Selain itu tepung ubi jalar mempunyai kadar abu dan

kadar serat yang lebih tinggi, serta kandungan karbohidrat dan kalori hampir
setara dengan tepung terigu. Hal ini mendukung pemanfaatan tepung ubi jalar

dapat disubtitusikan pada produk tepung terigu (Zuraida dan Supriati, 2001).

Untuk lebih memanfaatkan ubi jalar dapat diolah menjadi tepung dan

bermanfaat sebagai bahan substitusi tepung terigu yang dapat diolah menjadi

beberapa produk pangan. Tepung ubi jalar dibuat dengan langkah pembersihan

dan pengupasan umbi, pensawutan ataupun pengirisan umbi, pengeringan,

penepungan dan pengayakan hingga diperoleh produk dalam bentuk tepung

halus (Hartoyo A, 1999).

Ubi jalar yang diolah menjadi tepung merupakan produk ubi jalar setengah

jadi, yang dibuat dengan cara menghancurkan ubi jlar dan kemudian

dikeringkan, dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan (digiling)

dengan tingkat kehalusan ± 80 mesh. Tepung ubi jalar memiliki daya simpan

yang lebih lama, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan,

menurunkan penggunaan gula, sebagai pensubtitusi tepung terigu yang dapat

mengurangi impor gandum dan meningkatkan nilai ubi jalar (Zuraida dan

Supriati, 2001). Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemanfaatan tepung

ubi jalar dapat sebagai pensubtitusi atau pengganti tepung terigu, seperti

penelitian yang dilakukan oleh Antarlina (1994) pada pembuatan mie, Hanafi

(1999) pembuatan cookies, Hardoko (2010) pembuatan roti.

Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan komoditas kacang-

kacangan yang sangat dikenal masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik

(2011), produksi kacang merah di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu

mencapai 116.397 ton pada tahun 2010. Karena aplikasi yang terbatas dan
pendeknya umur simpan yang dimiliki leguminosa dalam bentuk mentah, maka

perlu dilakukan penepungan untuk memudahkan aplikasinya sebagai ingredient

pangan. Teknologi penepungan merupakan salah satu proses alternatif produk

setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah

dicampur dengan tepung lain, diperkaya zat gizi, dibentuk, dan lebih cepat

dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis tentang

tepung kacang merah juga telah diaplikasikan secara luas, misalnya dalam

pembuatan cookies (Ekawati,1999)

Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan

kandungan protein bekisar antara 20-35% (Astawan, 2009). Protein pada

kacang-kacangan terutama digunakan dalam formulasi makanan untuk

melengkapi protein dalam makanan sereal (Enwere, 1998 dalam Agbo, 2008).

Salah satu kacang yang dapat dimanfaatkan yaitu kacang merah, kacang merah

dikenal sebagai sumber protein nabati sebesar 22,3 g per 100 g bahan.

Disamping kaya akan protein, kacang merah memiliki sumber karbohidrat, serat,

mineral (fosfor, kalsium, mangan, besi, tembaga, serta natrium) dan vitamin

(vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, serta niacin). Susunan asam amino pada

protein kacang merah pun cukup lengkap. Keunggulan lain dari kacang merah

adalah bebas kolesterol, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh semua golongan

masyarakat dari berbagai kelompok umur (Astawan, 2009). Selain itu kacang

merah banyak terdapat di Indonesia dan sering dikonsumsi dalam campuran

sop/sayuran, salad, eskrim. Produksi kacang merah di Indonesia sebesar 99.684

ton pada tahun 2014 (BPS, 2015). Pengolahan kacang merah menjadi tepung
telah lama dikenal masyarakat, dan dapat meningkatkan daya guna hasil serta

nilai guna. Dimana tepung kacang merah lebih mudah diolah dan diproses

menjadi nilai ekonomi tinggi dan dan mudah dicampur dengan tepung dan bahan

bahan lainnya (Hanastiti, 2013). Penggunaan tepung kacang merah sebagai

suplementasi tepung terigu dapat meningkatkan kandungan protein dengan

mencampurkannya dan akan selalu meningkatkan kualitas gizi dari produk yang

akan dibuat dari campuran tepung terigu dengan tepung kacang merah (Agbo,

2008). Menurut penelitian Ekawati (1999) cookies dari tepung kacang merah

sebagai makanan pendamping ASI yang memenuhi kecupan energi dan protein

bayi, sedangkan Nuraidah (2013) tepung kacang merah dapat digunakan

sebagai sumber protein nabati dalam pembuatan daging tiruan.

Cookies atau kue kering merupakan makanan yang banyak digemari oleh

masyarakat. Menurut SNI 01-2973-1992 cookies merupakan salah satu jenis

biskuit yang terbuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila

dipatahkan dan bertekstur padat. Menurut O’Brien (2003), lemak dalam cookies

berfungsi sebagai shortening dan akan mempengaruhi tekstur, flavor,

kelembutan, dan mouthfeel. Berdasarkan standar dari USDA (2009), cookies

memiliki kandungan lemak yang tinggi (sekitar 20-40% dari 100 g cookies).

Bahan dasar pembuatan cookies terdiri atas terigu dengan kadar protein

sedang, lemak, dan gula. Tepung yang umum digunakan dalam pembuatan

cookies adalah terigu. Terigu merupakan hasil olahan gandum yang memiliki

komponen terbesar pati dan memiliki protein gliadin dan glutenin yang dapat

membentuk gluten. Gluten yang terbentuk hanya berfungsi untuk membentuk


karakteristik cookies yang diinginkan, hal ini menunjukkan bahwa peran gluten

pada pembuatan cookies sangat kecil, sehingga substitusi tepung terigu dengan

tepung non terigu dapat dikembangkan. Salah satu tepung yang dapat

digunakan untuk menggantikan terigu adalah tepung berbasis pangan lokal. 2

Bahan pangan lokal yang dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan tepung

adalah ubi jalar ungu dan kacang merah.

Remaja putri usia 13-15 tahun memiliki kebutuhan energy sebesar 2125

kkal, protein sebesar 69 gram, lemak sebesar 71 gram dan karbohidrat sebesar

292 gram (AKG,2013). Selingan diberikan 15-20% dari kebetuhan dari energy

total maka diperoleh energy sebesar 318.75 kkal, protein sebesar 10.35 gram,

lemak sebesar 10.65 gram dan karbohidrat sebesar 43.8 gram. Berdasarkan

data diatas nugget jakalai diberikan per 100 gram setiap remaja putri karena

sudah memenuhi ketentuan dari 15 % selingan tersebut yaitu energy sebesar

319.2 kkal, protein sebesar 15.3 gram, lemak sebesar 20.6 gram dan karbohidrat

sebesar 19.7 gram.

Berdasarkan penelitian sebelumnya subtitusi cookies dengan tepung kacang

merah sebagai makanan pendamping asi (MP ASI) dengan 6 perlakuan yaitu t1

Subtitusi tepung kacang merah 0%, tepung terigu 100%, Subtitusi tepung kacang

merah 10%, tepung terigu 90%, t3 Subtitusi tepung kacang merah 20%, tepung

terigu 80%, t4 Subtitusi tepung kacang merah 30%, tepung terigu 70%, t5

Subtitusi tepung kacang merah 40%, tepung terigu 60% dan t6 Subtitusi tepung

kacang merah 50%, tepung terigu 50%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

hasil uji friedman terhadap mutu organoleptik menunjukan perlakuan tingkat


subtitusi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna, aroma, rasa,

dan tekstur dan penerimaan keseluruhan. Secara umum cookies yang dihasilkan

disukai panelis (ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai balita) dan yang terbaik

adalah cookies dengan tingkat subtitusi tepung kacang merah 50%. Kandungan

energy dan protein cookies yang dihasilkan pada tingkat subtitusi 50% adalah

30,64 kalori dan 1,06 gram per cookies.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilaksanakan penelitian tentang sifat

organoleptik dan daya terima serta nilai gizi pada makanan jajanan (Cookies)

dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dengan tepung kacang merah

sebagai snack untuk remaja kurang energi kronis (KEK). Berdasarkan

penjelasan diatas cookies ini diharapkan menjadi makanan tambahan sumber

energy dan protein yang baik serta dapat diterima oleh semua kelompok umur,

terutama remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Oleh karena itu tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat organoleptik, daya terima, serta

kandungan gizi dari produk cookies karanggu ini.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana pengaruh penambahan tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang
merah terhadap sifat organoleptik, zat gizi, daya terima cookies karangu.?

C. Tujuan
1. Tujuan umum:

Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ubi jalar ungu dan tepung

kacang merah terhadap sifat organoleptik, zat gizi, daya terima cookies

karangu.
2. Tujuan khusus

a Membuat formulasi cookies karangu dengan penambahan tepung ubi jalar

ungu dan tepung kacang merah.

b Menganalisis sifat organoleptik, dan melakukan uji rangking terhadap

cookies karangu dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dan tepung

kacang merah.

c Mengidentifikasi kandungan zat gizi cookies karangu pada perlakuan

terbaik.

d Menganalisis daya terima cookies karangu pada perlakuan terbaik.

D. Manfaat

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan serta

pengalaman dalam melakukan penelitian dibidang Ilmu Gizi.

2. Bagi masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat tentang manfaat bahan pangan lokal seperti ubi jalar ungu dan

kacang merah untuk pembuatan berbagai jenis makanan contohnya seperti

pembuatan cookies karangu.

3. Bagi institusi

a Dapat bermanfaat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan terkait gizi.

b Dapat menjadi refrensi tambahan bagi penelitian yang serupa.


c Sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai

masukan pada institusi terkait yang berhubungan dengan penanganan

masalah gizi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka teori

1. Cookies

a. Definisi

Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,

berkadar lemak tinggi, bertekstur renyah dan apabila dipatahkan akan

terlihat teksturnya yang kurang padat (Standar Nasional Indonesia, 1992).

Cookies biasanya mengandung kadar lemak sekitar 20-40% dan gula

sebesar 30%, lebih tinggi dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya,

seperti biskuit keras, crakers, dan wafer yaitu. Cookies memiliki kadar air

yang rendah (kurang dari 5%) sehingga teksturnya renyah, bila dikemas

akan terlindung dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama

(Brown, 2000 dalam Syah, 2009).

Cookies atau kue kering merupakan salah satu jenis biskuit yang

dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila

dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN, 1992).

b. Proses pembuatan cookies

Dalam proses pembuatan cookies menurut Smith (1872), dibagi

menjadi tiga tahapan yaitu proses pencampuran, pencetakan, dan

pemanggangan.
1. Proses Pencampuran

Pencampuran merupakan salah satu tahapan yang paling penting

dalam pembuatan cookies ataupun produk roti lainnya. Adonan diaduk

agar semua bahan dapat bercampur dengan baik. Cara pencampuran

bahan ada 2 yaitu pertama adalah creaming yaitu mencampur lebih

dahulu lemak dan gula bersama baru dimasukan tepungnya. Cara

kedua disebut all in method yaitu mencampurkan semua bahan menjadi

satu hingga homogen. Pembentukan kerangka kue kering diawali

selama pencampuran. Menurut Smith (1972), ada 2 metode

pencampuran secara creaming yaitu two stage method dan three stage

method. Pada two stage method, semua bahan selain tepung dan

baking powder dicampur Pencampuran dengan kecepatan putaran

tinggi selama 3-7 menit Shortening, Gula, Susu (creaming) Tepung

Pencampuran dengan kecepatan putaran rendah selama 3-10 menit

Pencetakan Pemanggangan biasanya menggunakan suhu berkisar 150-

1800 C perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 12

selama 4 – 10 menit, kemudian dilakukan pencampuran kedua dengan

menambahkan tepung dan baking powder.

1) Pencampuran shortening, gula, susu dengan kecepatan putaran

tinggi selama 3-7 menit.

2) Penambahan tepung dengan kecepatan putaran rendah selama 3-10

menit. Setelah homogen lalu dilakukan pencetakan dan pemanggangan.


Metode pencampuran ini digunakan untuk mengontrol penyebaran dan

volume selama pemanggangan. Pada two stage method adonan yang

dihasilkan lebih banyak mengikat air dari pada three stage method.

Sehingga jumlah air yang digunakan menjadi faktor yang sangat

menentukan dalam pencampuran.

2. Proses Pencetakan

Pencetakan dimaksudkan untuk memperoleh produk cookies

dengan bentuk yang seragam dan meningkatkan daya tarik. Pencetakan

biasanya dilakukan pada loyang dengan diberi jarak untuk menghindari

agar cookies tidak saling lengket. Alat yang digunakan untuk mencetak

cookies dari allumunium yang mudah digunakan dan dibersihkan.

Bentuk dan cetakan cookies bermacam-macam dan dapat disesuaikan

dengan selera. Metode pencetakan juga tergantung pada bentuk

adonan. Berdasarkan bentuk adonan cookies terbagi dua yaitu hard

dough dan soft dough. Hard dough merupakan adonan cookies yang

memiliki kandungan air tinggi, kandungan lemak dan gula relatif rendah.

Sedangkan soft dough merupakan adonan cookies yang memiliki

kandungan air rendah, kandungan lemak dan gula relatif tinggi.

Perbedaan ini terjadi karena jumlah penggunaan shortening yang

berbeda, shoft dough lebih banyak menggunakan shortening dari pada

hard dough (Manley, 1998). Menurut Wade (1995), pencetakan

bertujuan supaya diperoleh produk yang seragam. Adonan yang kuat

seperti hard dough pencetakannya dilakukan dengan cara membentuk


adonan menjadi lembaran sesuai ketebalan yang diinginkan dengan

menggunakan penggiling. Kemudian dicetak secara seragam dengan

menekan lembaran adonan. Penggilingan ini bertujuan agar adonan

dapat dicetak. Soft dough dicetak dengan menggunakan compression

seperti rotary moulder. Adonan yang dicetak menggunakan rotary

moulder adalah adonan yang kandungan airnya rendah. adonan jenis

soft dough juga dapat dibentuk dengan extrusion seperti wire cut sesuai

ukuran yang diinginkan.

3. Proses Pemanggangan

Selama pemanggangan akan terjadi perubahan sifat fisik maupun

kimiawi. Perubahan fisik meliputi mencairnya lemak, pengembangan

gas dan penguapan air. Sedangkan perubahan kimiawi meliputi

gelatinisasi pati,koagulasi protein, karamelisasi gula, dan reaksi

maillard. Pengembangan akan terjadi tidak hanya sebagai hasil

peningkatan volume gas yang sudah berada pada rongga udara tetapi

juga sebagai akibat lebih lanjut dari pengembangan CO2, peningkatan

tekanan uap air serta hilangnya senyawa-senyawa yang mudah

menguap. Koagulasi protein dan gelatinisasi pati merubah sifat dinding

sel berongga udara adonan menjadi lebih permeabel terhadap CO2.

Pada proses pemanggangan biasanya menggunakan suhu berkisar

150-1800 C. Suhu pemanggangan tidak boleh terlalu tinggi, agar

penguapan berjalan perlahan-lahan sehingga pemasakan terjadi rata.


Menurut Brown (2000) cara pengolahan atau pencetakan cookies dapat

dibagi atau di klasifikasikan menjadi 6 jenis yaitu :

a. Molded cookies, yaitu adonan yang dibentuk dengan alat atau

dengan tangan.

b. Pressed cookies, yaitu adonan yang dimasukkan kedalam cetakan

semprit dan baru setelah itu disemprotkan di atas loyang.

c. Bar cookies, yaitu adonan yang dimasukkan ke dalam loyang

pembakaran yang sudah dialas kertas roti dengan ketebalan ½ cm,

dimasak setengah matang lalu dipotong bujur sangkar, kemudian

dibakar kembali sampai matang.

d. Drop cookies, yaitu adonan yang dicetak dengan menggunakan

sendok teh kemudian di drop diatas liyang pembakaran.

e. Rolled cookies, yaitu adonan diletakan di atas papan atau meja kerja

kemudian digiling dengan menggunakan rolling pin lalu adonan

dicetak sesuai dengan selera.

f. Ice box/ refrigerator, yaitu adonan cookies dibungkus dan disimpan

dalam refrigerator setelah agak mengeras adonan diambil

sedikitsedikit sudah bisa untuk dicetak atau dipotong atau dibentuk

sesuai dengan selera.

c. Syarat mutu cookies

Seluruh tahap pembuatan dan bahan-bahan yang digunakan akan

berpengaruh terhadap kenampakan dan kualitas akhir produk cookies.

Cookies yang dihasilkan harus dapat diterima secara organoleptik oleh


konsumen dan memenuhi standar SNI. Syarat mutu cookies diatur dalam

SNI No. 01-2973-1992 dan SNI No.01-2973-2011

No Kriteria uji Satuan Persyaratan


1. Bau, rasa, warna dan - Normal
tekstur
2. Kadar air %, b/b Maksimum 5
3. Kadar abu %, b/b Maksimum 2
4. Kadar protein %, b/b Minimum 5*
5. Kadar lemak %, b/b Minimum 9,5
6. Kadar karbohidrat %, b/b Minimum 70
7. Serat kasar %, b/b Maksimum 0,5
8. Kalori Kal/100g Minimum 400
9. Bahan tambahan makanan Yang diizinkan tidak
 Pewarna boleh ada
 Pemanis buatan
10. Cemaran logam
 Tembaga (Cu) Mg/kg Maksimum 1,0
 Timbal (Pb) Maksimum 4,0
 Seng (Za) Maksimum 0,05
 Merkuri (Hg) Maksimum 0,5
 Arsen (As) Maksimum 0,5
11. Cemaran Mikroba
 Angka lempeng total Koloni/gram Maksimum 1,0 x 106
 Salmonella sp. Per 25 gram Maksimum Negatif
 E. coli Per gram Maksumum < 3
 Kapang Koloni/gram Maksimum 1,0 x 102
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1992.
*) Badan Standardisasi Nasional, 2011

1. Karakteristik cookies

Karakteristik fisika, kimia dan organoleptik cookies akan

menentukan seberapa besar produk tersebut dapat diterima oleh

konsumen. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh bahan-bahan yang

digunakan dan cara pengolahannya. Cookies tergolong dalam produk


olahan biskuit. Menurut Herudiyanto et al., (2009), kriteria biscuit dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

No Biskuit
Karakteristik Intrinsik Karakteristik Ekstinsik
Sebelum Baking
 Bentuk seragam, bagian  Warna putih, krem dan
1. sisi rata tidak terdapat spot kuning
 Ukuran seragam lebih atau coklat
besar 2 kali
Setelah Baking
 Warna seragam, coklat  Butiran berlapis
terang atas dan bawah,  Tekstur lembut, ringan dan
2. tidak ada spot kuning dan agak lembab
coklat  Flavor lezat tanpa rasa
 Crust lembut, halus dan pahit
bebas dari sisa tepung
Sumber: Herudiyanto et al., 2009

d. Bahan-bahan pembuatan cookies

Menurut Faridah (2008) bahan yang digunakan dalam pembuatan

cookies dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan

pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air,

dan susu, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak

(shortening).

1. Tepung ubi jalar ungu

Ubi jalar adalah salah satu pilihan dari sekian banyak jenis umbi,

yang untuk tahap awal bisa dijadikan jawaban untuk pemenuhan kebutuhan

tepung di Indonesia, serta tepung yang dihasilkan mempunyai karakteristik

yang baik, serta nilai gizinya yang cukup baik (Budijanto, 2008).
Pengembangan pengolahan ubi jalar menjadi produk-produk setengah jadi

maupun produk jadi selain dapat mendorong penganekaragaman pangan

diharapkan juga dapat meningkatkan nilai tambah ubi jalar serta

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Hariyadi, 2004).

Tepung ubi jalar juga memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai

sumber karbohidrat, serat pangan, dan beta karoten (Kadarisman dan

Sulaeman, 1993). Selain itu tepung ubi jalar mempunyai kandungan gula

yang cukup tinggi sehingga dalam pembuatan produk olahan berbahan

tepung ubi jalar dapat mengurangi penggunaan gula sebanyak 20%

(Nuraini, 2004).

Ubi jalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung, mempunyai

keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis lokal dan

beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar tersebut mempunyai

perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, 10

daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen. Tepung

ubi jalar dapat diproduksi dari berbagai jenis ubi jalar dan akan

menghasilkan mutu produk yang beragam. Kulit umbi dibedakan menjadi

dua tipe yaitu tebal dan tipis. Kandungan getahnya, ada jenis yang

bergetah banyak, sedang atau sedikit. Warna kulit umbi ada yang putih,

kuning atau ungu/merah. Bentuk umbi umumnya dapat dibedakan antara

lain bentuk bulat dan lonjong dengan permukaan rata atau tidak rata.

Warna daging umbi terdiri dari beberapa yaitu putih, kuning, jingga, dan

ungu.
2. Tepung kacang merah

Kacang merah (Phaseolus vulgaris L) termasuk dalam Famili

Leguminoseae alias polong-polongan, satu keluarga dengan kacang hijau,

kacang kedelai dan kacang tolo. Kacang merah merupakan salah satu jenis

kacang yang sering digunakan dalam pembuatan 20 makanan di Indonesia

dan dunia. Kacang merah mudah didapatkan karena sudah ditanam di

seluruh propinsi di Indonesia. Daerah sentra penghasil kacang merah

adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bengkulu

dan Nusa Tenggara Timur (Rukmana, 1998). Kacang merah kering adalah

sumber karbohidrat kompleks, serat, vitamin B (terutama asam folat dan

vitamin B1), kalsium, fosfor, zat besi dan protein. (Afriansyah, 2007).

Kacang merah merupakan sumber serat yang baik. Setiap 100 gram

kacang merah kering menyediakan serat sekitar 24 gram, yang terdiri dari

campuran serat larut dan tidak larut air. Serat larut dapat menurunkan

konsentrasi kolesterol dan gula darah. Serat larut air difermentasi dalam

usus besar menghasilkan asam lemak rantai pendek, yang dapat

menghambat sintesis kolesterol hati (Afriansyah, 2007). Kacang merah juga

merupakan salah satu jenis kacang yang mengandung senyawa bioaktif

polifenol dalam bentuk prosianidin sekitar 7%-9% terutama pada kulitnya.


Polifenol antara lain mempunyai aktivitas antibakteri yaitu menghambat

pertumbuhan bakteri patogen.

3. Tepung Terigu

Tepung terigu adalah salah satu bahan yang mempengaruhi proses

pembuatan adonan dan menentukan kualitas akhir produk berbasis tepung

terigu. Tepung terigu lunak cenderung membentuk adonan yang lebih

lembut dan lengket. Fungsi tepung sebagai struktur cookies. Sebaiknya

gunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Warna tepung ini sedikit

gelap, jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue

yang rapuh dan kering merata. Tepung terigu adalah tepung/ bubuk halus

yang berasal dari biji gandum (Tritikum vulgare), dan digunakan sebagai

bahan dasar pembuat kue, mie, dan roti. Tepung terigu mengandung

banyak pati,yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut air. Tepung terigu

juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam

menentukkan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Kadar

protein ini menentukan elastisitas dan tekstur sehingga penggunaannya

disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi adonan yang dibuat.

1. Klasifikasi pertama adalah protein tinggi, yang mendukung kadar

protein 12%-13% atau bahkan lebih. Bila terkena bahan cair maka

glutennya akan mengembang dan saling mengikat dengan kuat

membentuk adonan yang sifatnya liat.


2. Kedua, protein sedang, yang mengandung kadar protein antara 10%-

11% digunakan pada adonan yang memerlukan kerangka lembut

namun masih bisa mengembang seperti cake. Tepung terigu jenis ini

sangat fleksible penggunaannya.

3. Ketiga adalah protein rendah, yang mengandung kadar protein

sekitar 8% - 9%, diperlukan untuk membuat adonan yang bersifat

renyah, cocok untuk membuat cookies, pastel, dan kue-kue yang tidak

memerlukan proses fermentasi (Anni et al, 2008).

4. Gula

Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan

cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap

tekstur dan penampilan cookies.

Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai

pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tekstur, memberikan

warna pada permukaan cookies, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 9 dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar gula di

dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi semakin

keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat

mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam

adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna. Hampir semua

gula yang digunakan dalam pembuatan cookies mengandung 99,8%


sukrosa, kurang dari 0,05% air dan 0,05% berupa gula invert dan

karbohidrat lain selain sukrosa serta abu.

Sukrosa adalah disakarida yang tersusun oleh glukosa dan fruktosa.

Sukrosa berkontribusi untuk membantu pembentukan tekstur remah dan

volume adonan selama pencampuran dan pemanggangan (Wade, 1995).

Salah satu sifat sukrosa yang penting selama pencampuran adonan adalah

ukuran partikel. Satu bagian air mampu melarutkan dua bagian gula pada

suhu ruang. Kelarutan menjadi meningkat pada suhu 1000 C (Wade, 1995).

Selama pencampuran adonan, sukrosa menyerap air dan mencegah

hidrasi protein dengan air sehingga penambahan gula mengurangi jumlah

air dalam adonan. Selain itu, sukrosa dapat menaikkan suhu koagulasi telur

dan menunda gelatinisasi pati. Penambahan sukrosa lebih dari 55% dari

berat tepung menghasilkan cookies yang keras. Dasar terbentuknya warna

dan flavor pada cookies karena terjadi reaksi selama pemanggangan yaitu

reaksi maillard antara asam amino dan gula reduksi dan reaksi karamelisasi

(Wade, 1995).

5. Shortening

Shortening merupakan tipe lemak yang memiliki kemampuan untuk

melumas (lubricating) dan mengempukan bahan pangan khususnya

cookies. Kemampuan shortening lemak atau minyak dipengaruhi oleh

komposisi asam lemak (Ketaren, 2005). Shortening yang digunakan berupa

lemak yang sudah dijernihkan. Shortening perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id commit to user 10 terbagi dua yaitu margarin dan mentega.


Margarin merupakan produk minyak nabati sedangkan mentega adalah

produk minyak hewani. Margarin adalah emulsi W/O yang mana bulatan-

bulatan bergaris tengah antara 1 sampai 20 µm tersebar dalam fase lemak

semi padat mengandung kristal-kristal lemak dan minyak cair. Emulsi yang

terdiri atas 80% lemak ini dihasilkan melalui tahap homogenisasi yang

berlangsung hanya beberapa detik sampai beberapa menit sebelum

dipompa melewati unit pendingin, kemudian diemulsi lebih lanjut sampai

fase lemak membentuk kristal. Tidak seperti emulsi yang lain, emulsi

margarin tidak terlalu kuat, karena kemampuan mengemulsinya dapat

dicapai antara lain karena pendingin cepat (Ketaren, 2006). Menurut Sulton

(1981) shortening biasa digunakan dalam pembuatan cake dan kue yang

dipanggang dengan tujuan untuk membantu pengempukan produk akhir,

memperbaiki volume roti. Shortening juga berperan memberi nilai gizi,

kelembutan, rasa enak, flavor yang spesifik dan perpengaruh pada tekstur

yang dihasilkan. Shortening dengan sifat plastis dan mampu membentuk

krim, akan memberikan kekuatan mekanis pada adonan, sehingga tidak

mudah hancur sewaktu dipanggang (Triyono, 2010).

6. Susu

Tujuan dari pemakian susu dalam pembuatan produk bakery adalah

memperbaiki nutrisi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa

dan kalsium, memberikan pengaruh terhadap warna kulit (terjadi

pencoklatan protein dan gula), memperkuat gluten karena kandungan


kalsiumnya, dan menghasilkan kulit yang enak dan crispy serta bau

aromatik (Wahyudi, 2003).

2. Sifat Organoleptic

Organoleptik yaitu penilaian dan mengamati tekstur, warna, bentuk,

aroma, rasa dari suatu makanan, minuman, maupun obat-obatan (Nasiru,

2014: 9). Pengujian organoleptik merupakan cara menilai dengan panca

indera, hal ini untuk mengetahui perubahan maupun penyimpangan pada

produk (Kartika dkk, 1988: 63). Penilaian organoleptik digunakan untuk menilai

mutu suatu makanan. Dalam penilaian organoleptik memerlukan panel, baik

perorangan maupun kelompok, untuk menilai mutu maupun sifat benda dari

kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel dinamakan panelis.

Terdapat beberapa macam panel, seperti; (1) panel pencicip perorangan, (2)

panel pencicip terbatas, (3) panel terlatih, (4) panel tidak terlatih, (5) panel

agak terlatih, (6) panel konsumen (Soekarto, 2012: 42).

Organoleptik merupakan pengujian berdasarkan pada proses

pengindraan. Pengindraan artinya suatu proses fisio psikologis, yaitu

kesadaran pengenalan alat indra terhadap sifat benda karena adanya

rangsangan terhadap alat indra dari benda itu. Kesadaran kesan dan sikap

kepada rangsangan adalah reaksi dari psikologis atau reaksi subjektif. Disebut

penilaian subjektif karena hasil penilaian ditentukan oleh pelaku yang

melakukan penilaian (Agusman, 2013: 3). Jenis penilaian yang lain adalah

penilaian instrumental atau pengukuran objektif. Pengukuran objektif sangat

ditentukan oleh kondisi objek suatu benda yang akan diukur. Begitu pula
penilaian dilakukan dengan memberi rangsangan, maupun benda rangsang

pada alat indra. Penilaian ini disebut penilaian subjektif, penilaian organoleptik

atau penilaian indrawi. Benda yang diukur berdasarkan reaksi fisiologis

kesadaran seseorang terhadap rangsangan, maka disebut dengan penilaian

sensorik. Rangsangan yang dirasakan oleh pengindraan bisa bersifat mekanis

seperti; tusukan dan tekanan atau bersifat fisis seperti; panas, dingin, sinar,

dan warna maupun sifat kimia seperti; aroma, bau, dan rasa (Agusman, 2013:

3-4).

Organ pengindraan yang berperan adalah hidung, lidah, mata dalam

menentukan keadaan benda yang dinilai. Jenis kesannya adalah spesifik

seperti: rasa manis, pahit, asin dengan intensitas kesan kuat lemahnya suatu

rangsang. Lama kesan adalah bagaimana suatu rangsang menimbulkan kesan

mudah atau tidak mudahnya hilang setelah dilakukannya pengindraan. Rasa

manis memiliki kesan lebih rendah setelah dibandingkan dengan rasa pahit

sesudahnya (Agusman, 2013: 4).

Pengujian organoleptik memiliki bermacam macam cara, terdapat

beberapa kelompok cara dalam pengujian organoleptik. Cara yang paling

popular yaitu pengujian pembedaan dan pengujian pemilihan. Selain dari itu

ada juga pengujian skalar dan pengujian deskripsi. Pengujian pembedaan

digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan sensorik antara contoh

yang disajikan (Soekarto, 1985: 42). Penilaian organoleptik terdiri atas enam

tahapan, yaitu menerima produk, mengenali produk, mengadakan klarifikasi

sifat produk yang telah diamati dijelaskan indrawi produk. Dalam pengujian
organoleptik mesti dilakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan dan

kekurangan. Organoleptik mumpunyai relevansi yang tinggi dengan mutu

produk, karena berhubungan langsung pada selera konsumen. Kelemahan

dan keterbatasan organoleptik diakibatkan sifat indrawi tidak dapat

dideskripsikan.Panelis juga dapat dipengaruhi oleh kondisi mental dan fisik

sehingga kepekaan menurun panelis menjadi jenuh (Meilgaard, 2000: 10).

Penilaian menggunakan indra disebut juga penilaian organoleptik atau

penilaian sensorik merupakan cara paling primitip.

Penilaian dengan indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilain

dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaian secara objektif,

analisa data menjadi lebih sistematis. Penilaian organoleptik sangat banyak

digunakan dalam menilai kualitas pangan maupun hasil dari industri pangan.

Pada penilaian ini dapat memberi hasil yang sangat teliti. Dalam penilaian

dengan indra bahkan melebihi ketelitian alat yang sangat sensitif (Susiwi,

2009: 5).

3. Uji Rangking

Uji ranking merupakan uji skalar dimana hasil pengujian oleh panelis

telah dinyatakan dalam besaran kesan dengan jarak atau interval

tertentu.Prinsip dari uji ranking, panelis diminta untuk membuat urutan dari

yang diuji menurut perbedaan tingkat mutu sensorik.Penilaian ini bersifat

subjektif karena panelis memberikan nilai dari kesukaannya sendiri. Dalam uji

rangking tidak disertakan contoh pembanding.Urutan pertama selalu


menyatakan yang paling tinggi, makin ke bawah nomor urut makin rendah.Data

hasil dari pengamatan yang telah diuji secara statistik yaitu dengan

menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan uji Duncan. Analisis

ragam untuk mengetahui adanya perbedaan nyata dalam data. Jika terdapat

perbedaan nyata dalam data maka dilakukan uji Duncan untuk menguji

perbedaan di antara semua pasangan perlakuan yang ada dari percobaan

tersebut, serta masih dapat mempertahankan tingkat signifikasi yang

ditetapkan. Ranking adalah metode yang digunakan untuk menguji tiga atau

lebih sampel yang disajikan dalam waktu bersamaan, dengan tujuan untuk

mengetahui urutan atau  jenjang sampel berdasarkan atribut tertantu. Uji

ranking merupakan uji yang mudah dilakukan dan dapat menguju sampel

dalam jumlah relatif banyak (Rosenthal, 1999).

4. Uji Proximat

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk

mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan

serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Pendapat itu

didukung oleh pernyataan Mulyono (2000), menyatakan bahwa Analisis

proksimat adalah analisis  atau pengujian kimia yang dilakukan untuk

bahan baku yang akan diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang

jadi.Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau

bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya

terkandung di dalamnya. Selain itu, analisis proksimat dapat digunakan untuk


mengevaluasi dan menyusun formula ransum dengan baik.Mengevaluasi

ransum yang telah ada seperti mencari kekurangan pada ransum tersebut

kemudian kita bisa menyusun formula ransum baru dengan menambahkan zat

makanan yang diperlukan.

5. Uji Daya Terima Konsumen

Untuk mengetahui daya terima dilakukan dengan cara membandingkan

berat produk makanan yang tidak dihabiskan (sisa makanan) dengan berat

produk makanan yang tidak disajikan dikalikan seratus persen.

Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk

menghabiskan makanan yang disajikan (Rudatin, 1997). Daya terima atau

preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau

ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat

kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. Sehingga akan

berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).

Segi sosial budaya pangan berhubungan dengan konsumsi pangan dalam

menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, perilaku ini berakar

dari kebiasaan kelompok penduduk, selanjutnya dijelaskan pula bahwa pada

umumnya kebiasaan pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik

akan zat-zat gizi yang terkandung dalam pangan. Kebiasaan makan berasal
dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada

seluruh anggota keluarga Universitas Sumatera Utara (Suhardjo, 2003).

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Mulyaningrum (2007)

Kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama,

emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan

makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap

kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya.

Perbedaan suku pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang

mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar

kulitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa

aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi

dan higiene atau kebersihan makanan tersebut


Kerangka Konsep

Penambahan tepung karangu: Bahan Dasar:


T1 : 10 %
tepung terigu, susu bubuk, telur,
T2 : 20 % vanili, baking powder, gula pasir,
coklat bubuk, air
T3 : 30 %
T4 : 40 %
T5 : 50 %

Faktor yang
mempengaruhi:
Uji Organoleptik Kukis Karangu
Pengovenan
(Metode Uji Hedonik)

Uji Rangking

Perlakuan Terbaik Uji zat gizi


Uji daya terima remaja putri

BAB III

METODE PENELITIAN

2.

A. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat

Pembuatan cookies karangu dan uji organoleptik akan dilakukan

dilaboraturium Ilmu Teknologi Pangan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Mataram

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Analisis uji proximat cookies karangu

akan dilakukan di Laboraturium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah

Mada.

2. Waktu

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari 2019 – Februari 2019

B. Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan percobaan

laboraturium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 5 aras, masing-

masing 1 kali pengulangan.

t1 = penambahan tepung jakalai 5 % dari berat daging ayam.

t2 = penambahan tepung jakalai 10 % dari berat daging ayam.

t3 = penambahan tepung jakalai 15 % dari berat daging ayam.

t4 = penambahan tepung jakalai 20 % dari berat daging ayam.

t5 = penambahan tepung jakalai 25 % dari berat daging ayam.

masing-masing perlakuan diulang 1 kali sehingga diperoleh 5 unit percobaan.

C. Tata letak percobaan

Adapun langkah melakukan layout dan tata letak percobaan adalah sebagai

berikut :

1. Jumlah unit percobaan

Diketahui (t) = 5

Replikasi (r) = 3

Jumlah unit percobaan (n) = t x r

=5x3

= 15 unit percobaan

2. Bilangan random diperoleh dengan menggunakan kalkulator.

211 , 109 , 948 , 756 , 139 , 690 , 178 , 339 , 547 , 202 , 841 , 895 , 390 ,

297 , 187

3. Meletakkan rangking sebagai unit nomor percobaan

a) Lay Out
Nomor 1 2 3

Bilangan random 211 109 948

Rangking 6 1 15

t1

Nomor 4 5 6

Bilangan random 756 139 690

Rangking 12 2 11

t2

Nomor 7 8 9

Bilangan random 178 339 547

Rangking 3 8 10

t3

Nomor 10 11 12

Bilangan random 202 841 895

Rangking 5 13 14

t4
Nomor 13 14 15

Bilangan random 390 297 187

Rangking 9 7 4

t5

b) Tata Letak Lay Out

Tabel 3.1. Tata Letak Lay Out

1 2 3 4 5

t1 t2 t3 t4 t5
6 7 8 9 10

t1 t5 t3 t5 t3
11 12 13 14 15

t2 t2 t4 t4 t1

D. Penatalaksanaan penelitian

1. Alat pembuatan

N Bahan alat
o

1 Mixer

2 Oven

3 Baskom

4 Sendok
5 Pisau

6 Nampan

7 Penggiling

8 Kompor

2. Bahan

No Bahan Makanan Berat (Gram)

1 Tepung terigu 150

2 Margarin 75

3 Gula halus 75

4 Telur 50

5 Coklat bubuk 2

6 Air 15

7 Baking powder 2

8 Vanili 2.5

E. Resep dasar cookies karangu

No Bahan Makanan Perlakuan


T1 T2 T3 T4 T5
1. Tepung karangu 10 20 30 40 50
(%)
1 Tepung terigu (g) 150 150 150 150 150

2 Margarin (g) 75 75 75 75 75

3 Gula halus (g) 75 75 75 75 75

4 Telur (g) 50 50 50 50 50

5 Coklat bubuk (g) 2 2 2 2 2

6 Air (g) 15 15 15 15 15

7 Baking powder (g) 2 2 2 2 2

8 Vanili (g) 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5

Sumber : Jobsheet Patiseri I(1), Job Sheet, Modul Smk N 2 Godean, dan Saji Edisi
174/th. VI/24 Februari - 9 Maret 2010 (3)

F. Variabel penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berbagai penambahan tepung

karangu 10%, 20%, 30% 40% dan 50 % pada cookies karangu.

2. Variabel terkait

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sifat organoleptik (warna, aroma,

rasa dan tekstur), kandungan nilai gizi nugget jakalai, daya terima dan pemasaran

produk cookies.

G. Data yang dikumpulkan

1. Data uji sifat organoleptik


Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data uji sifat

organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur cookies dengan metode hedonic

dengan adanya form uji hedonic. (Rahayu, 1998)

2. Data nilai zat gizi

Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah uji proximat yang

meliputi uji kadar abu dengan metode Dry Ash, uji kadar air dengan metode

termogravimetri (metode oven), uji kadar lemak dengan metode soxhletasi, uji kadar

protein dengan metode kjedahl, uji kadar karbohidrat dengan metode by difference.

3. Daya terima

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah uji daya terima yang

membandingkan berat produk makanan yang tidak dihabiskan (sisa makanan) dengan

berat produk makanan yang disajikan kemudian dikalikan seratus persen.

H. Cara pengumpulan data

1. Data uji sifat organoleptik

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sifat organoleptik yang

meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur yang dilakukan dengan uji organoleptik

dengan metode uji hedonic 5 skala sebagai berikut: 1= sangat tidak suka, 2= tidak

suka, 3= agaka suka, 4= suka, 5= sangat suka.


Adapun panelis yang akan melakukan uji organoleptik adalah panelis agak

terlatih yang berasal dari mahasiswa jurusan gizi dengan criteria panelis yaitu panelis

agak telatih.

Beberapa hal yang perlu dipersiapkandalam uji organoleptikdengan metode uji

hedonic :

a) Uji hedonic dilakukan sebanyak 25 orang panelis dengan kriteria agak

tertatih.

b) Penyajian contoh disajikan satu persatu dari setiap perlakuan.

c) Panelis melakukan penilaian dengan dengan mengisi formulir yang telah

disediakan

d) Hasil penelitian kemudian ditabulasi dalam satu tabel untuk kemudian

dilakukan analisia anova.

Setelah melakukan uji organoleptic, kemudian dilakukan uji rangking untuk

mengetahui produk mana yang terbaik diantara tiga perlakuan tersebut.

2. Data nilai zat gizi

a. Perhitungan kadar air total (termogravimetri)

Pengukuran kadar air total dilakukan dengan metode termogravimetri (SNI 01-

2891-1992).

1) Menimbang dengan seksama 1-2 gram contoh pada sebuah botol timbang

tertutup yang sudah dketahui bobotnya.

2) Mengeringkan pada oven suhu 1050C selama 3 jam.

3) Mendinginkan dalam eksikator.


4) Menimbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.

w
Kadar air = x 100%
w1

Dimana :

W = Bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)

W1= kehilangan bobot setelah dikeringkan (gram)

b. Perhitungan kadar abu total (Dry Ashing)

Pengukuran kadar abu total dilakukan dengan metode dry ash (01-2891-1992).

1) Menimbang dengan seksama 2-3 gram contoh kedalam sebuah cawan

porselin yang telah diketahui bobotnya.

2) Diarangkan diatas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu

maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka

sedikit, agar oksigen bias masuk).

3) Mendinginkan hasil dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap.

W 1−W 2
Kadar abu = x 100 %
W
Dimana :

W = bobot contoh sebelum diabukan, dalam gram

W1 = bobot contoh+cawan sesudah diabukan, dalam gram

W2 = bobot cawan kosong, dalam gram

c. Pengukuran kadar protein (kjeldahl)

Pengukuran kadar protein total dilakukan dengan metode kjeldahl (SNI 01-

2891-1992)
1) Menimbang dengan seksama 0.51 gram cuplikan, masukkan kedalam labu

kjeldahl 100 ml.

2) Menambhakan 2 gram campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3) Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan

larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (2 jam).

4) Dibiarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalma labu ukur 100 ml,

tepatkan sampai tanda garis.

5) Pipet 5 ml larutan dan masukkan kedalam penyuling, tambahkan 5 ml NaOH

30% dan beberapa indicator PP.

6) Sulingkan selama kurang lebih 10 menit, sebagaipenampung gunakan 10 ml

larutan asama borat 2 % yang telah dicampur indicator.

7) Bilas ujung pendingin dengan air suling.

8) Titrasi dengan larutan HCl 0.01 N.

9) Kerjakan penetapan blanko.

Kadar protein =
( V 1−V 2 ) x N x 0.014 x f . k . x f . p .
Dimana: W
W = bobot cuplikan

W1 = volume HCl 0.01 N yang dipergunakan penitaran contoh

W2 = volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko

N = normalitas HCl

f.k. = protein dari (makanan secara umum 6.25)

f.p. = factor pengeceran


d. Perhitungan lemak total (soxhletasi)

Pengukuran kadar lemak total (SNI 01-2891-1992)

1) Menimbang dengan seksama 1-2 gram contoh, masukkan kedalam

selongsongkertas berisi contoh tersebut dengan kapas, keringkan dengan oven

pada suhu tidak lebih dari 80 0Cselama lebih kurang 1 jam, kemudian masukkan

kedalam alat sochlet dengan labu lemak berisi batu didih yang telah

dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.

2) Mengekstraksi dengan heksana atau pelarut lainnya selama kurang lebih 6

jam.

3) Menyulingkannya dengan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven

pengering pada suhu 1050C

4) Mendinginkan dan menimbang hasil.

5) Mengulangi pengeringan ini hngga mencapai bobot tetap.

w−w 1
% lemak = x 100
w2

Dimana:

W = bobot contoh, dalam gram ;

W1 = bobot lemak sebelum ekstraksi, dalam gram ;

W2 = labu lemak sesudah ekstraksi, dalam gram ;

e. Pengukuran kadar karbohidrat total dengan menggunakan metode by difference

dalam sampel dihitung berdasarkan perhitungan (dalam %):

1) Makanan yang hendak diuji kandungannya terlebih dahulu dihaluskan dengan

memakai alat penumbuk dan juga mortar.


2) Selanjutnya, buatlah larutan dengan menggunakan objek yang telah

dihaluskan tadi. Caranya dengan menambahkan air secukupnya.

3) Siapkanlah tabung reaksi yang telah steril kemudian masukkan pada tabung

tersebut dengan 0,5 ml larutan dari objek yang hendak diteliti tadi.

4) Kemudian mulailah menambahkan tetes demi tetes larutan iodin ke dalam

tabung reaksi dan kocok pelan-pelan sampai terjadi perubahan warna. Apabila

cenderung berubah ke warna hitam, maka objek tersebut positif mengandung

karbohidrat.

% karbohidrat= 100% - % (protein + lemak + abu + air)

3. Data uji daya terima

Data dikumpulkan dengan cara memberikan form uji daya terima dengan kertas

stiker terhadap sisa makanan konsumen kepada panelis, kertas stiker berupa

gambaran muka suka dan tidak suka terhadap nugget jakalai.

Klafikasi hasil presentase:

a. Daya terima baik jika habis dimakan >80 %

b. Daya terima kurang jika habis dimakan <80 %

I. Cara pengolahan dan analisa data

1. Pengolahan data uji organoleptik

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan disajikan dalam bentuk tabel.

Untuk mengetahui sifat organoleptic (warna, bau, rasa dan tekstur) dari setiap
penambahan tepung jakalai dapat diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis

statistic One Way Anova pada tingkat keprcayaan 95 % (ɑ=0.05). Analisis statistik ini

akan dilakukan dengan menggunakan software program SPSS 16.0. jika terdapat

pengaruh yang signifikan, data dapat dianalisis lebih lanjud menggunakan uji Duncan.

2. Pengolahan data uji kandungan zat gizi

Pengolahan data zat gizi dilakukan dengan menghitung kadar air, kadar abu,

protein, lemak dan karbohidrat dengan menggunakan rumus masing-masing. Kemudian

data yang telah dihitung disajikan dalam bentuk tabulasi.

3. Pengolahan data uji daya terima

Hasil dari form uji daya terima panelis dikumpulkan dan dianalisis serta

dipresentasikan pada pie.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Kesukaan Panelis

Form UjiKesukaan
Nama Panelis :
Jenis Kelamin :
Umur :
Kriteria* : warna/rasa/aroma/tekstur
Jenis Produk : nugget jakalai
Instruksi : Berikan Tanda √ pada tiap-tiap
Criteria sesuai dengan tingkat kesukaan
Tingkat Kesukaan
Kode
Sangat Suka Suka Agak Suka Tidak Suka Sangat Tidak Suka

*lingkarisalahsatu
Lampiran 2. Uji Ranking

Form Uji Ranking


Nama Panelis :
Jenis Kelamin :
Umur :
Jenis Produk : nugget jakalai
Instruksi : urutkan ranking / peringkat dengan
Member angka 1, 2 atau 3 pada masing-masing kode
perlakuan

Kode Ranking
Lampiran 3. Form uji daya terima

Form Uji Daya Terima “Nugget Jakalai” kepada remaja


Nama Panelis :
Tanggal pengujian :
Cara Pengujian :

Jumlah yang disajikan

Jumlah yamg dikonsumsi

Jumlah sisa makanan

Diterima

Tidak diterima
Kategori :

Baik : jika > 80 %

Kurang : jika < 80 %


INFORMED CONSENT

Kepada Yth,

Perkenalkan nama saya Sri Mega Bintang Mahasiswa Poltekkes Kemenkes

Mataram program studi DIV Gizi, saya bermaksud akan melakukan penelitian yang

berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung JAKALAI (jagung dan kacang kedelai)

Terhadap Sifat Organoleptik, Zat Gizi, Daya Terima dan Pemasaran Produk Nugget

JAKALAI”. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian studirusan

Gizi Poltekkes Mataram.


Penelitian ini bertujuan utuk mengetahui pengembangan pembuatan produk baru

nugget dengan menggunakan tambahan bahan pangan lokal seperti tepung jagung dan

tepung kacang kedelai yang bisa diterima dikalangan masyarakat terutama bagi remaja

sebagai sasaran.

Peneliti mengajak para remaja untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini

membutuhkan sekitar 30 subjek penelitin,dengan jangka waktu keikutsertaan masing-

masing subjek selama 3 hari.

A. Kesukarelaan untuk ikut serta dalam dalam penelitian.

Dalam penelitian ini remaja akan dijadikan subyek penelitian, dimana remaja

bebas memilih akan ikut serta atau tidak tampa adanya paksaan. Bila ibu-ibu sudah

memutuskan untuk ikut, maka remaja tersebut juga bebas untuk mengundurkan diri

berubah pikiran tampa dikenai denda ataupun sanksi apapun.

B. Prosedur penelitian

Apabila remaja bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, remaja diminta

untuk mendatanangi lembar persetujuan rangkap dua, satu untuk remja simpan dan

satu untuk peneliti. Prosedur selanjudnya adalah:

1. Remaja tersebut akan diwawancarai untuk menanyakan: nama, umur,

pendidikan dan daerah asal.

2. Remaja tersebut akan diwawancarai mengenai apakah produknugget

jakalai dapat diterima oleh remaja atau tidak.

C. Kewaiban subyek penelitian.


Sebagai subyek penelitian, ibu berkewajiban untuk mengikuti aturan atau

petunjuk penelitian seperti yang telah ditulis diatas dan diberikan info yang sejujurnya.

Bila ada sesuatu yang tidak dimengerti remaja dapat bertanya langsung kepada

peneliti.

D. Manfaat

Remaja dapat menikmati nugget jakalai sebagai salah satu snack atau

selingan sehari-hari.

E. Kerahasian

semua informasi yang dengan identitas subyek penelitian akan dirahasiakan

dan hanya diketahui oleh peneliti dan enumerator. Hasil penelitian ini akan

dipublikasikan tampa identitas subyek penelitian.

F. Informasi Tamabahan

Remaja diberikan kesepakatan untuk menanyakan semua hal yang belum

jelas yang berkaitan dengan penelitian ini. Jika remaja membutuhkan penjelasan lebih

lanjud remaja dapat menghubungi langsung Sri Mega Bintang pada nomor Handphone

08359261343.

Dengan mendatangani pernyataan yang berkaitan dengan penelitian ini,

berarti ibu telah memahami maksud dan tujuan penelitian ini dan setuju untuk ikut

berpartisipasi.
Mataram, Januari 2018

Peneliti,

Sri Mega Bintang


P07131115079

Anda mungkin juga menyukai