Anda di halaman 1dari 15

Peringkat Infrastruktur Indonesia Kalah dengan Negara Tetangga

Minggu, 18 Mei 2014 | Dibaca 2188 kali

Url Berita :

http://harian.analisadaily.com/news?r=30721

Saat ini banyak petani mengeluh tentang infrastruktur pertanian yang sudah ada. Di satu sisi, para
petani didorong untuk memproduksi lebih banyak. Namun di sisi lain, infrastruktur yang ada malah
kurang memadai.

Salah satu yang kerap menjadi kendala adalah rusaknya jalan usahatani di berbagai daerah. Tak hanya
mengganggu kelancaran aktivitas bertani, aktivitas pemasaran pun menjadi terhambat. Tak jarang, para
petani akhirnya menjual hasil taninya ke tengkulak. Tengkulak sendiri berpotensi memainkan harga ke
petani, sehingga petani yang bersusah payah justru tidak mendapatkan keuntungan yang seharusnya
diraup.

Tak hanya infrastruktur, optimasi pertanian di Indonesia sebaiknya didukung pula dengan program saran
penunjang. Beberapa di antaranya merupakan saran produksi seperti benih, pupuk, pestisida, serta obat
tanaman yang dibutuhkan petani.

Infrastruktur pertanian dapat pula berupa bantuan alat mesin pertanian seperti handtracktor,
powertresher, dan unit penggilingan padi.

Fokus dalam peningkatan ketahanan pangan antara lain adalah menyediakan benih unggul, pupuk, dan
juga pestisida.

Kemudian ada juga penyediaan dan pengolahan sawah untuk produksi tanaman pangan yang sesuai
keperluan masyarakat.
Apabila panen berlebih atau kurang diterima di pasaran, akan ada program pembelian beras petani yang
diarahkan untuk menjadi stok lumbung desa. Dapat pula disalurkan untuk memenuhi kebutuhan beras
masyarakat kurang mampu.

Kebijakan untuk meningkatkan infrastruktur pertanian ini juga mencapai daerah perbatasan.
Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri telah berupaya meningkatkan pembangunan infrastruktur
sektor pertanian di berbagai daerah di Indonesia.

Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus penyelundupan pangan yang selama ini sering
terjadi. Untuk itu, pemerintah berupaya untuk meningkatkan produksi di daerah perbatasan. Metode
yang dilakukan ialah pengadaan traktor untuk pengelolaan lahan, serta menyediakan asuransi pertanian,
sehingga petani di daerah perbatasan tak ragu untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

Presiden sendiri, dalam berbagai kunjungannya ke daerah-daerah meminta kepala daerah untuk terus
mengelola infrastruktur pertanian. Selain itu diminta pula untuk menanam tanaman unggulan di masing-
masing daerah, sehingga tidak hanya terpaku pada tanaman-tanaman tertentu saja.

Melalui langkah kerja tersebut diharapkan bisa mengangkat harkat dan derajat petani kita sehingga
dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan yang ada.

Pentingnya fungsi infrastruktur pertanian dalam memaksimalkan potensi pertanian Indonesia semakin
menegaskan seberapa pentingnya perbaikan dan pengadaan infrastruktur pertanian tersebut.

Pemerintah harus terus fokus menciptakan sarana infrastruktur pertanian, sekaligus juga memberikan
stimulus pada para petani agar mereka semakin mudah dan terbantu dalam melaksanakan kegiatan
usaha taninya, dimulai dari kemudahan mendapatkan benih sampai dengan kemudahan dalam
memasarkan produk pertaniannya. Diharapkan, pertanian Indonesia mampu menjadi tulang punggung
perekonomian, sekaligus mampu memenuhi kemandirian pangan nasional.

Hasil yang dicapai melalui teknologi pertanian sering kali spektakuler. Beberapa petani meningkatkan
hasil produksi mereka seratus atau bahkan seribu kali lipat per pekerja dibandingkan dengan masa
sebelum mereka memanfaatkan kemajuan teknologi. Tetapi, apa pengaruh perkembangan ini atas
kehidupan masyarakat?

Gaya Hidup Petani Berubah

Mesin-mesin telah mengubah gaya hidup petani di banyak tempat. Kebanyakan petani dan buruh tani
harus mempunyai keterampilan untuk menjalankan dan memelihara mesin-mesin yang canggih. Dan,
semakin banyak petani yang bekerja sendirian. Tidak ada lagi gotong royong dalam menanam,
mencangkul, dan memanen.

Medan, (Analisa). Laporan World Economic Forum (WEF) menyebutkan peringkat infrastruktur
Indonesia masih jauh di bawah negara-negara tetangga. Indonesia menduduki posisi ke-64, persis di
bawah Vietnam. Ini menandakan Tanah Air masih harus berbenah diri untuk memperbaiki segala jenis
infrastruktur yang ada, khususnya jalan-jalan raya yang semakin terlihat runyam akibat lonjakan
penduduk dan kendaraan.

Masalah infrastruktur merupakan pekerjaan rumah (PR) utama yang harus segera dibereskan
pemerintah. Sebab, infrastruktur memengaruhi segala aspek kehidupan, khususnya pertumbuhan
ekonomi.

“Masalah pariwisata, logistik, pertanian, perumahan, dan sebagainya, semuanya itu selalu
dilatarbelakangi oleh infrastruktur. Kita tidak bisa memajukan pariwisata jika akses ke lokasi pariwisata
saja tidak bagus,” jelas Wistan. Ia juga mencontohkan Tiongkok sebagai negara yang memiliki
masterplan infrastruktur yang bagus, yang membuat persebaran penduduk Tiongkok lebih merata dan
pertumbuhan ekonominya tertinggi di dunia.

Mantan Ketua REI Sumut ini menguraikan, beberapa penyebab buruknya infrastruktur antara lain:
anggaran dana untuk infrastruktur yang masih kecil, pengawasan yang minim, penyalahgunaan
anggaran, tonase kendaraan yang melebihi kapasitas normal yang mengakibatkan jalan menjadi lebih
mudah rusak, dan jumlah kendaraan yang semakin tinggi. Keseluruhan itu, imbuhnya, perlu dipikirkan
kembali oleh pemerintah.

Pengamat ekonomi FE Unimed, Muhammad Ishak, memiliki pandangan yang sama dengan Wakil Ketua
Kadin Sumut. Akan tetapi, ia lebih menekankan kepada porsi anggaran yang kurang tepat dan mental
bangsa. “Jumlah anggaran sangat memengaruhi pemerintah dalam meningkatkan mutu infrastruktur.
Dan yang paling utama itu adalah mental kalangan negarawan (eksekutif dan legislatif),” paparnya,
Sabtu (17/5).
Ishak menyerukan urgensi perbaikan infrastruktur. Ia mengemukakan, infrastruktur yang carut-marut
menyebabkan distribusi barang sering terhambat sehingga kondisi tersebut menjadi peluang bagi orang-
orang bermodal besar untuk mengendalikan pasar. “Kalau barang tiba-tiba kosong karena logistik
terganggu, apa yang terjadi? Pemodal besar yang memiliki stok banyak langsung naikkan harga barang
seenaknya.

Infrastruktur yang berkeadilan mengandaikan ketersentuhan semua lapis dalam masyarakat. Apalagi
lapis terbesar penduduk yang ikut terlibat dalam sektor tersebut. Pertanian merupakan sektor yang
masih menjadi tumpuan terbesar penghidupan warga Jawa Timur.

Pemikiran ini sejalan dengan yang telah ditekankan Presiden Joko Widodo. Dalam berbagai kesempatan,
presiden menegaskan bahwa pembangunan pertanian tidak boleh dilihat sebelah mata. Sebab,
pembangunan sektor ini merupakan pintu masuk untuk mengatasi kemiskinan. Menyejahterakan petani
merupakan langkah untuk mengatasi kesenjangan antara kaya dan miskin.

Khusus untuk Jawa Timur, selain menyangkut banyaknya lapis penduduk yang terlibat dalam sektor ini,
Jawa Timur sampai sekarang masih menjadi andalan ketahanan pangan nasional. Propinsi ini menjadi
pemasok beras dan menjadi andalan bagi kebutuhan sehari-hari berbagai komoditi pertanian untuk
daerah lain. Karena itu, menjadikan infrastruktur pertanian sebagai prioritas dalam membangun Jawa
Timur merupakan sebuah keharusan.

Ada tiga infrastruktur prioritas yang perlu mendapat perhatian. Embung, jaringan irigasi dan bendungan.
Sedangkan infrastruktur pendukung yang sangat penting adalah pusat penelitian dan pengembangan
benih dan bibit. Penanganan terhadap infrastruktur pertanian tersebut adalah untuk meningkatkan
produktivitas pertanian sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Lantas bagaimana kondisi infrastruktur pertanian yang ada sekarang? Di Jatim, saat ini, ada 89 waduk,
417 embung, dan 27 telaga atau ranu. Jaringan irigasi yang ada baru bisa menjadikan indeks pertanaman
kita 1,8. Ini artinya, dalam setahun petani hanya mampu menanam 1,8 kali atau tidak sampai dua kali
panen.

Jumlah waduk, embung, telaga dan jaringan irigasi yang ada itu pun sudah tidak optimal. Saat ini, terjadi
penurunan kapasitas tampung untuk waduk dan embung sebesar 50 persen. Penurunan ini akibat
sedimentasi.
Kinerja jaringan irigasi tingkat primer, sekunder dan tertier juga terjadi penurunan. Hampir semua
bendung irigasi yang berjumlah 470 mengalami kerusakan. Semua itu akibat umur bangunan dan
kewenangan pengelolaan jaringan irigasi yang belum terpadu.

Persoalan infrastruktur pertanian tersebut antara lain yang membuat Indeks Pertanaman kita rendah.
Kinerja jaringan irigasi yang kurang baik membuat pengairan aliran sawah menjadi tidak terjamin.
Karena indeks pertanaman rendah, maka produktivitas pertanian kita juga menjadi rendah.

Pembangunan infrastruktur pertanian bertujuan meningkatkan indeks pertanaman sehingga petani bisa
panen beberapa kali dalam setahun. Hanya dengan meningkatkan infrastruktur pertanian, khususnya
jaringan irigasi ini, produktivitas lahan pertanian bisa ditingkatkan. Ketersediaan air melalui
pembangunan irigasi pertanian menjadi sesuatu yang mendesak.

Masih lemahnya perhatian kita terhadap infrastruktur pertanian ini bukan semata karena ketersediaan
anggaran. Tapi juga karena sistem manajemen yang belum terpadu. Pengelolaan air dan irigasi yang
masih terbagi-bagi dalam kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota adalah salah
satu sumbernya.

Akibatnya perencanaan yang integratif dalam hal kebutuhan infrastruktur pertanian menjadi sulit
terjadi. Kepentingan da

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut 1. Konstruksi dan jalan provisi
berpengaruh siknifikan terhadap peningkatan produksi sawit di Bengkulu dimana jika kontruksi dan jalan
provinsi. Jika kontruksi dinaikkan sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sawit Bengkulu sebesar
2,24 persen dan jika jalan provinsi dinaikkan 1 persen maka akan meningkatkan produksi sawit Bengkulu
sebesar 0,305 persen. Jenis infrastruktur yang berpengaruh siknifikan terhadap produksi sawit Sumatera
Selatan adalah Jalan negara dan listrik. Jika jalan negara dinaikkan sebesar 1 persen akan meningkatan
produksi sawit Sumatera Selatan sebesar 0,304 persen dan jika listrik dinaikkan sebesar 1 persen akan
meningkatkan produksi sawit Sumatera Selatan sebesar 1,473 persen. 2. Jenis infrastruktur yang
berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan luas areal sawit di Bengkulu adalah Jalan provinsi,
Konstruksi dan Listrik. Jika jalan provinsi dinaikkan 1 persen akan meningkatkan luas areal sebesar 0,973
persen. Kenaikan 1 persen kontsruksi akan meningkatkan luas areal sawit sebesar 1,015 persen dan
kenaikan 1 persen listrik akan meningkatkan luas areal sawit di Bengkulu sebesar 1,579 persen. Jenis
infrastruktur yang berpengaruh positif dan siknifikan terhadap luas areal sawit di Sumatera Selatan
adalah Transportasi-komunikasi, jalan aspal provinsi dan jalan aspal kabupaten. Jika terjadi kenaikan
transportasi-komunikasi sebesar 1 persen akan meningkatkan luas areal sawit sebesar 0,202 persen.
Kenaikan 1 persen jalan aspal provinsi akan meningkatkan luas areal sawit Sumatera Selatan sebesar
0,213 persen. Sedangkan kenaikan 1 persen jalan aspal kabupaten akan meningkat luas areal sawit
Sumatera Selatan sebesar 0,075 persen. Saran Jika dilihat dari nilai angka elastisitas infrastruktur
terhadap produksi sawit (lebih besar dari 1), maka infrastruktur yang priotas dibangun di Bengkulu
adalah konstruksi sedangkan untuk Sumatera Selatan adalah listrik. Sedangkan infrastruktur yang
prioritas dibangun dalam kaitannya dengan memacu perluasan areal sawit di Bengkulu adalah Listrik.
Sedangkan untuk Sumatera Selatan relatif tidak ada infrastruktur yang menjadi prioritas dalam
kaitannya dengan perluasan areal sawit.

Selain itu, ia ingin BI bisa melatih para petani guna mengembangkan kapasitasnya agar ke depannya juga
dapat mendapatkan permodalan melalui jalur kredit atau pinjaman bank sehingga usahanya juga
semakin berkembang.

Sebagaimana diwartakan, pelibatan petani merupakan hal yang penting dalam rangka pembangunan
saluran irigasi terutama jaringan irigasi kecil di berbagai daerah sehingga bisa meningkatkan upaya
produksi lahan pertanian mereka.

Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Oekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) Agung Djuhartono mengatakan ketiadaan operasi dan pemeliharan yang
terencana dan memadai akan merusak saluran irigasi sebelum tercapainya umur rencana, sehingga
menurunnya pelayanan.

Selain itu, ujarnya, beban biaya perbaikannya akan semakin berat dari waktu ke waktu sementara
ketersediaan anggaran baik di pusat dan daerah juga terbatas.

Untuk melaksanakannya, Kementerian PUPR bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian


Perencanaan Pembangunan/Bappenas, dan Kementerian Keuangan dan Kementerian/Lembaga Pusat
terkait bersinergi agar pembangunan dan pemeliharaan sistem irigasi dapat terintegrasi antara
bangunan penyedia air (bendungan, bendung, dan embung) dengan jaringan irigasi.
Kerja sama pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para petani salah satunya melalui peningkatan
jaringan irigasi kecil. Melalui kegiatan tersebut, petani dilibatkan sebagai aktor utama pembangunan dan
perbaikan saluran irigasi sehingga meningkatkan kepedulian dalam pemeliharaannya.

Kementerian PUPR pada 2018 mengalokasikan anggaran untuk peningkatan jaringan irigasi kecil di 5.000
lokasi melalui kegiatan padat karya tunai. Jumlah tersebut akan bertambah menjadi 9.000 lokasi pada
2019.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan kementerian yang dipimpinnya
mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan petani dalam Rancangan Anggaran Kementan Tahun
Anggaran 2019.

"Cara kami merancang anggaran sekarang kami fokus sektor produksi dan kami mengutamakan
kepentingan petani," kata Amran saat ditemui usai menggelar Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR di
Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Dia menyatakan pihaknya memangkas anggaran operasional untuk biaya seminar, perbaikan kantor,
hingga biaya membeli kendaraan dari 48% porsinya menjadi tinggal 8% guna mendahulukan petani,
membeli bibit, memperbaiki irigasi, dan menyediakan alat mesin pertanian.

g93 8/2 hlm. 4-6

Anak-Anak—Harta atau Utang?

MASALAH keluarga berencana erat kaitannya dengan apa yang disebut ledakan penduduk. Pertambahan
penduduk sepanjang sejarah manusia, relatif lambat; angka kematian kira-kira sama dengan angka
kelahiran. Pada akhirnya, sekitar tahun 1830, penduduk dunia mencapai satu miliar orang.

Kemudian, terjadilah kemajuan di bidang kedokteran dan sains yang menyebabkan turunnya angka
kematian akibat penyakit, khususnya penyakit kanak-kanak. Sekitar tahun 1930, penduduk dunia
mencapai dua miliar orang. Menjelang tahun 1960, satu miliar lagi telah ditambahkan. Tahun 1975, satu
miliar lagi. Tahun 1987, penduduk dunia mencapai lima miliar.

Dipandang dari sisi lain, jumlah penduduk di atas planet ini sekarang bertambah sekitar 170 orang setiap
menit. Itu berarti sekitar 250.000 orang per hari, cukup untuk menghuni sebuah kota berukuran sedang.
Ini juga berarti bahwa setiap tahun ada pertambahan penduduk lebih dari 90 juta orang, sama dengan
tiga Kanada atau satu Meksiko. Lebih dari 90 persen pertumbuhan ini terjadi di negara-negara
berkembang, tempat 75 persen penduduk dunia sekarang tinggal.

Pemerintah-Pemerintah yang Prihatin

Tetapi mengapa pemerintah-pemerintah sangat ingin membatasi pertumbuhan penduduk melalui


keluarga berencana? Dr. Babs Sagoe, Pejabat Program Nasional Nigeria bagi Dana Kependudukan PBB,
menjawab pertanyaan ini dengan sebuah ilustrasi sederhana yang, menurutnya, cenderung
menyederhanakan suatu situasi yang kompleks dan kontroversial. Ia menjelaskan:

’Misalkan seorang petani memiliki empat hektar tanah. Jika ia mempunyai sepuluh anak dan membagi
tanahnya sama rata bagi mereka, setiap anak akan mendapat kurang dari setengah hektar. Jika setiap
anak mempunyai sepuluh anak dan membagi tanah itu sama rata bagi anak-anak mereka, masing-
masing anak mereka hanya akan mendapat 400 meter persegi. Jelaslah, anak-anak ini tidak akan
semakmur kakek mereka, yang memiliki empat hektar tanah.’

Ilustrasi ini menandaskan hubungan antara pertumbuhan jumlah penduduk dengan ukuran bumi yang
tidak bertambah yang memiliki sumber-sumber daya yang terbatas. Seraya penduduk bertambah,
banyak negara berkembang berjuang untuk menanggulangi jumlah penduduk sekarang. Pertimbangkan
beberapa masalah tersebut.

Sumber-sumber daya. Seraya jumlah penduduk meningkat, terdapat lebih banyak kebutuhan akan
hutan, humus, lahan pertanian, dan air bersih. Akibatnya? Majalah Populi mengeluh, ”Negara-negara
berkembang . . . sering kali terpaksa mengeksploitasi secara berlebihan sumber-sumber daya nasional
yang padanya bergantung masa depan pembangunan mereka.”
Infrastruktur. Seraya jumlah penduduk bertambah, pemerintah merasa semakin sulit untuk
menyediakan perumahan yang layak, sekolah-sekolah, sarana sanitasi, jalan, dan pelayanan kesehatan.
Dengan menanggung beban ganda berupa utang yang besar dan menyusutnya sumber-sumber daya,
negara-negara berkembang berada di bawah tekanan untuk memenuhi kebutuhan jumlah penduduk
sekarang, belum lagi bila jumlah penduduk bertambah besar.

Pekerjaan. Publikasi Dana Kependudukan PBB berjudul Population and the Environment: The Challenges
Ahead menyatakan bahwa di banyak negara berkembang, 40 persen angkatan kerja sekarang ini
menganggur. Di seluruh dunia berkembang, lebih dari setengah miliar orang menganggur ataupun
kekurangan pekerjaan, suatu angka yang hampir sama besarnya dengan seluruh tenaga kerja di negara-
negara industri.

Untuk mencegah agar tingkat ini tidak memburuk, negara-negara berkembang harus menciptakan lebih
dari 30 juta pekerjaan baru setiap tahun. Orang-orang yang akan membutuhkan pekerjaan ini sudah ada
sekarang—mereka adalah anak-anak zaman sekarang. Para pakar berspekulasi bahwa pengangguran
besar-besaran kemungkinan akan mengarah kepada pergolakan sipil, memburuknya kemiskinan, dan
penghancuran lebih jauh atas sumber-sumber daya alam.

Tidak mengherankan bahwa semakin banyak negara berkembang berupaya keras untuk
mempromosikan keluarga berencana. Mengomentari apa yang terbentang di muka, sebuah tajuk
rencana surat kabar kedokteran Inggris bernama Lancet menyatakan, ”Tekanan meningkatnya jumlah
[penduduk], umumnya terbatas pada negara-negara yang lebih miskin di dunia, menambahkan secara
besar-besaran tugas yang mereka hadapi. . . . Jutaan orang akan melewatkan kehidupan mereka tanpa
pendidikan, tanpa pekerjaan, tanpa perumahan yang layak dan tanpa mendapatkan sarana kesehatan,
kesejahteraan, dan sanitasi yang mendasar, dan pertambahan penduduk yang tidak terkendali
merupakan faktor penyebab utamanya.”

Kemajuan awal ini memungkinkan para petani menanam tanaman pangan dalam jumlah sangat banyak
dengan maksud untuk dijual. Alhasil, kota-kota bertumbuh pesat, karena orang-orang bisa membeli
makanan dan bekerja sebagai produsen barang dan perajin. Dari kalangan produsen, perajin, dan petani
yang kaya muncullah orang-orang yang menemukan mesin pertanian yang pertama.
Sekitar tahun 1700, Jethro Tull, seorang petani Inggris, menemukan alat penabur benih yang ditarik
kuda yang menggantikan pekerjaan menabur dengan tangan, yang sering kali memboroskan benih. Pada
tahun 1831, di Amerika Serikat, Cyrus McCormick menemukan mesin penuai yang ditarik kuda yang
dapat memanen gandum lima kali lebih cepat daripada yang dapat dilakukan orang yang menggunakan
sabit. Selain itu, kira-kira pada waktu yang sama, para pedagang mulai membawa pupuk ke Eropa dari
pesisir Andes di Amerika Selatan. Penggunaan mesin dan pupuk meningkatkan hasil pertanian secara
luar biasa. Tetapi, bagaimana pengaruhnya atas masyarakat?

Berkat kemajuan dalam pertanian terbukalah jalan bagi revolusi industri karena banyak makanan murah
tersedia di kota. Revolusi ini mula-mula terjadi di Inggris sekitar tahun 1750-1850. Ribuan keluarga harus
pindah ke kota-kota industri untuk bekerja di tambang batu bara, pabrik penuangan besi, galangan
kapal, dan pabrik tekstil. Mereka tidak punya banyak pilihan. Petani kecil, yang tidak mampu
menggunakan metode pertanian yang baru, hanya memperoleh sedikit uang dari panenan sehingga
mereka tidak dapat membayar sewa. Mereka terpaksa meninggalkan ladang mereka dan tinggal di
daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat, dan rawan penyakit. Keluarga-keluarga tidak lagi bertani
bersama-sama karena kaum pria harus bekerja jauh dari rumah. Bahkan, anak-anak harus bekerja
selama berjam-jam di pabrik-pabrik. Tak lama kemudian, negeri-negeri lain juga mengalami perubahan
yang sama.

Teknologi Pertanian Menimbulkan Lebih Banyak Perubahan

Menjelang tahun 1850, beberapa negeri telah menjadi cukup kaya untuk mendanai riset dalam bidang
pertanian. Penelitian ilmiah dalam bidang pertanian terus menghasilkan perubahan hingga masa kita
sekarang. Misalnya, para pembudidaya tanaman mempelajari genetika dan mengembangkan tanaman
yang panenannya lebih banyak atau lebih tahan terhadap penyakit. Para peneliti juga menemukan
campuran yang tepat dari nitrat dan fosfat yang diperlukan untuk jenis tanaman atau tanah tertentu.
Seraya tanaman mulai tumbuh, para buruh tani sibuk menyiangi lalang. Tetapi, banyak di antara mereka
yang kehilangan pekerjaan sewaktu para ilmuwan mengembangkan herbisida yang ampuh yang
memperlambat tumbuhnya lalang. Serangga, ulat, dan kumbang moncong adalah musuh bebuyutan dari
orang-orang yang bercocok tanam. Namun, sekarang bagi para petani tersedia banyak bahan kimia
untuk membasmi hampir setiap jenis hama.*

Kehidupan para peternak juga berubah. Berkat robot pemerah susu dan mesin pemberi makan ternak,
seorang peternak dan pembantunya bisa mengurus hingga 200 ekor sapi. Para petani juga dapat
menggemukkan anak-anak sapi dan babi lebih cepat dengan menaruh ternak itu bukan lagi di tempat
terbuka melainkan di dalam bedeng khusus, sehingga suhu dan makanan mereka dapat diatur.
Di banyak negeri, muncul kelas petani baru, petani yang juga menjadi pebisnis berpendidikan tinggi yang
berspesialisasi untuk menghasilkan secara massal beberapa atau hanya satu jenis produk pertanian. Ia
telah banyak berinvestasi dalam bentuk lahan, bangunan, dan mesin. Namun, ia masih bergantung
kepada orang lain. Perusahaan raksasa yang mengolah makanan dan jaringan supermarket mendikte
bukan saja harga melainkan juga jenis, ukuran, dan warna hasil pertanian itu. Para insinyur pertanian
merancang sistem produksi, dan perusahaan-perusahaan yang berspesialisasi di bidang itu memasok
pupuk yang tepat, pestisida, dan bibit hibrida yang cocok dengan keadaan lahan pertanian mereka.
Sudah banyak kemajuan yang dicapai dibandingkan dengan cara bertani leluhurnya. Tetapi, ia masih
terus berjuang, dan ada orang-orang yang khawatir akan kemungkinan timbulnya dampak yang
membahayakan dari teknik pertanian tertentu.

Medan, (Analisa). Indonesia menduduki peringkat ketahanan pangan jauh di belakang Singapura dan
negara-negara regional Asia Tenggara lainnya di tahun 2014. Peringkat ini disusun oleh The Economist
berdasarkan tiga indikator antara lain: daya beli konsumen, ketersediaan makanan, dan kualitas dan
keamanan makanan. Pihaknya mencatat sejumlah kelemahan Indonesia terutama dalam hal anggaran
riset pertanian, korupsi, dan pendapatan per kapita.

Gustami Harahap, Dosen Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis Universitas Medan Area (UMA)
mengatakan fakta ini miris mengingat Indonesia merupakan negara agraris, yang memiliki potensi
sumber daya alam yang melimpah. Meskipun demikian, ia tidak menipis kemungkinan Indonesia akan
mengalami krisis pangan sebab ketersediaan makanan di Tanah Air dari waktu ke waktu merosot.
“Pertumbuhan penduduk kita sangat pesat, otomatis yang akan diberi makan pun melonjak, orang-
orang berlomba ke kota, kemiskinan meningkat, tingkat kesuburan dan jumlah lahan kian merosot. Ini
problem kemanusian terbesar di Indonesia dan dunia,” tandasnya, di sela-sela seminar API (Asosiasi
Planter Indonesia), Sabtu (24/5)

Ia meyakini penyebab rendahnya peringkat Indonesia dipicu dua hal yakni faktor internal dan eksternal.
Faktor internal tersebut berhubungan dengan para petani seperti konversi lahan, mobilisasi pekerjaan
para petani, dan tanaman semusim. “Pemerintah kita tidak tegas untuk menetapkan mana lahan
khusus untuk pertanian, kesadaran masyarakat pun kurang, dan tekanan hidup juga ikut memengaruhi,
sehingga kondisi social ekonomi pertanian masyarakat tani berubah drastis, yang dominan salah di sini
pemerintah, yang hanya bisa duduk manis kurang berpikir dan bertindak,” tegasnya.

Sementara untuk faktor eksternal, ia menguraikan, hal tersebut dipengaruhi pasar bebas, revitalisasi
pertanian, dan pemanfaatan riset dan teknologi. Terkait pasar bebas, ia menjelaskan, meski itu berguna
dalam meningkatkan distribusi pangan. Namun, bahayanya para petani takluk pada tekanan pasar
internasional. Di samping itu, Dosen yang aktif menulis di kolom opini di berbagai media ini pun
mengemukakan, pasar bebas dan revitalisasi cenderung didominasi kepentingan pihak tertentu yang
paling utama yakni perusahaan besar dan pejabat-pejabat yang hanya memikirkan kepentingannya
pribadi.

“Kasus impor yang menguak nama-nama politisi di negeri ini sudah jelas membuktikan di mana sumber
salahnya. Tata niaga pemerintahan juga cenderung menjadi ‘rentenir’. Apa fungsi Bulog? Seharusnya
mereka berfungsi menjadi lembaga penyangga harga. Sekarang, mereka menjadi pendistribusi beras
miskin. Saya bingung, apa mereka sudah ganti peran? tanyanya.

Terkait dengan pemanfaatan riset dan teknologi, Konsultan API ini juga menyinggung peran Lembaga
Penelitian Riset dan Teknologi (Litbang). Ketersediaan alat-alat laborotorium pendukung di berbagai
univerisitas di Indonesia, katanya, jauh dari kategori memadai. Selain itu, fungsi kementerian dan dinas-
dinas pertanian, perkebunan, imbuhnya, belum berdampak signifikan. “Pemerintah Indonesia suka
berwacana, tapi implementasinya tidak seheboh wacana.”

Hilirisasi Pertanian

Harahap menekankan krusialnya Tanah Air untuk meningkatkan hilirisasi pertanian. Hal ini pun
menurutnya tidak terlepas dari dukungan pemerintah dalam memudahkan para investor untuk terpikat
mendirikan pabrik hilirisasi pertanian. “Bila pemerintah kita berpikir untuk meningkatkan pendapatan
dari sektor riil, seharusnya mereka memudahkan seluruh regulasi, sehingga dunia usaha berkembang.
Kalau mereka hanya berpikir berapa yang mereka dapat sektor non rill seperti pajak. Pengangguran dan
kemiskinan terus meningkat,” tuturnya.

Pengamat ekonomi Kasyful Mahalli juga memiliki pandangan yang sama dengan Gustami Harahap. Salah
satu yang paling ia tandaskan antara lain: perlunya pemerintah memiliki masterplan dan memikirkan
masa depan para petani dan lulusan pertanian. “Kemana para lulusan IPB, kebanyakan mereka bekerja
di sektor perbankan, pasar modal, dan lainnya. Ini terjadi karena pemerintah tidak menyediakan
lapangan pekerjaan yang memungkinkan bagi mereka. Akhirnya orang gengsi bertani,” terangnya. (dyt)

Infrastruktur
Laporan World Bank Group (WBG) menyebutkan peringkat infrastruktur Indonesia berada di peringkat
ke-46.

Kawasan Samosir dan Danau Toba benar-benar bagaikan Firdaus yang dicatat di Kitab Suci. Lereng-
lereng bukit, yang mengelilingi Danau Toba ibarat amfiteater alam yang luas, petani. Di sana terdapat
petak-petak sawah berwarna hijau-zamrud. Kopi, buah-buahan, dan rempah-rempah serta sayur-mayur
tumbuh subur di tanah vulkanis yang berwarna hitam.

Hasil pertanian di kawasan Danau Toba memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Ada begitu banyak
komoditas unggulan di kawasan Danau Toba dan Samosir. Ada kopi, kakao, kemiri, nenas, ubi, padi,
jagung, ubi kayu, bawang merah, andaliman, jeruk, dan beberapa komoditas lainnya. Namun, hanya
beberapa dari produk tersebut yang bisa tersedia murah, mudah didapat dan selalu tersedia.

Misalnya kopi. Ada banyak tanaman kopi di Samosir. Tapi, tidak banyak warga Samosir yang tahu cita
rasa kopi dan mengelola kopi. Yang selalu disajikan malah kopi sachet cepat saji yang wisatawan bisa
dapatkan tanpa harus pergi ke Samosir. Demikian juga dengan bawang merah Samosir. Tidak ada oleh-
oleh khas dari Samosir berupa produk hilir bawang merah. Pasar-pasar tradisional juga kurang ramah
terhadap wisatawan.

Padahal, wisatawan datang dari tempat jauh ingin membeli pemandangan, suasana, produk dan
pelayanan. Mereka ingin suasana rileks, ramah, aman dan nyaman. Mereka ingin merasakan Samosir itu
benar-benar seperti Firdaus, Danau Toba itu benar-benar Danau yang indah. Tentu, orang-orangnya juga
ramah, bersih dan enak diajak ngobrol. Mereka tidak menyesal keluarkan duit karena suasananya
nyaman, produknya bagus dan pelayanan prima. Sebaliknya, bila kita terus-menerus membiarkan
kondisi pariwisata tidak kondusif bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain, kita telah membiarkan potensi
pariwisata kita terbuang sia-sia.

Jalan menuju Motung rusak parah, menyebabkan

Jalan Rusak
Kondisi jalan yang rusak menyebabkan akses para petani ke ladang terganggu. Itu juga mengurangi
semangat petani untuk melangkah menuju ladang. Akibatnya, lahan pertanian jadi kurang terurus dan
produksi pertanian menurun. Ini sangat memengaruhi perekonomian para petani.

Listrik

Peningkatan akses arus listrik ke daerah pertanian akan meningkatkan produksi pertanian.
Memampukan para petani untuk lebih kreatif dalam mengusahakan lahannya.

Pengairan

Infrastruktur jalan, air, listrik, dan telepon sangat berperan penting disini untuk mendukung
keberlangsungan aktivitas perekonomian para pengusaha sehingga akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi .

Selain itu, kondisi jalan rusak, juga mempengaruhi tingginya harga sembako di dua desa tersebut.

Sebab ko

Jenis infrastruktur yang berpengaruh positif dan siknifikan terhadap luas areal sawit di Sumatera Selatan
adalah Transportasi-komunikasi, jalan aspal provinsi dan jalan aspal kabupaten. Jika terjadi kenaikan
transportasi-komunikasi sebesar 1 persen akan meningkatkan luas areal sawit sebesar 0,202 persen.
Kenaikan 1 persen jalan aspal provinsi akan meningkatkan

Infrastruktur yang memadai meningkatkan aliran barang dan jasa. Apalagi dengan jumlah penduduk
yang terus meningkat, tuntutan akan hasil pertanian juga meningkat. Guna memperlancar aktivitas
pertanian, infrastruktur menjadi hal paling penting untuk dibenahi.
Kondisi jalan yang bagus dan mudah ditempuh, ketersediaan sumber daya air, memudahkan para petani
menjangkau lahan pertanian mereka. Ini juga akan memotivasi para petani untuk sering ke lahan
mereka. Sebaliknya, jika jalan rusak, pengairan sulit, tentu para petani akan enggan ke lahan mereka.

Medan, (Analisa). Laporan World Bank Group (WBG) menyebutkan peringkat infrastruktur Indonesia
berada di peringkat ke-46.

masih jauh di bawah negara-negara tetangga. Indonesia menduduki posisi ke-64, persis di bawah
Vietnam. Ini menandakan Tanah Air masih harus berbenah diri untuk memperbaiki segala jenis
infrastruktur yang ada, khususnya jalan-jalan raya yang semakin terlihat runyam akibat lonjakan
penduduk dan kendaraan.

Masalah infrastruktur merupakan pekerjaan rumah (PR) utama yang harus segera dibereskan
pemerintah. Sebab, infrastruktur memengaruhi segala aspek kehidupan, khususnya pertumbuhan
ekonomi.

“Masalah pariwisata, logistik, pertanian, perumahan, dan sebagainya, semuanya itu selalu
dilatarbelakangi oleh infrastruktur. Kita tidak bisa memajukan pariwisata jika akses ke lokasi pariwisata
saja tidak bagus,” jelas Wistan. Ia juga mencontohkan Tiongkok sebagai negara yang memiliki
masterplan infrastruktur yang bagus, yang membuat persebaran penduduk Tiongkok lebih merata dan
pertumbuhan ekonominya tertinggi di dunia.

Mantan Ketua REI Sumut ini menguraikan, beberapa penyebab buruknya infrastruktur antara lain:
anggaran dana untuk infrastruktur yang masih kecil, pengawasan yang minim, penyalahgunaan
anggaran, tonase kendaraan yang melebihi kapasitas normal yang mengakibatkan jalan menjadi lebih
mudah rusak, dan jumlah kendaraan yang semakin tinggi. Keseluruhan itu, imbuhnya, perlu dipikirkan
kembali oleh pemerintah.

Pengamat ekonomi FE Unimed, Muhammad Ishak, memiliki pandangan yang sama dengan Wakil Ketua
Kadin Sumut. Akan tetapi, ia lebih menekankan kepada porsi anggaran yang kurang tepat dan mental
bangsa. “Jumlah anggaran sangat memengaruhi pemerintah dalam meningkatkan mutu infrastruktur.
Dan yang paling utama itu adalah mental kalangan negarawan (eksekutif dan legislatif),” paparnya,
Sabtu (17/5

Anda mungkin juga menyukai