Terjadinya bronkitis itu bisa diakibatkan oleh paparan infeksi maupun non infeksi.
Apabila terjadi iritasi maka timbullah inflamasi yang mengakibatkan vasodilatasi, kongesti,
edema mukosa dan bronkospasme. Hal ini dapat menyebabkan aliran udara menjadi
tersumbat, oleh sebab itu mucocilliary defence pada paru mengalami peningkatan serta
kerusakan, dan cenderung lebih mudah terjangkit infeksi, pada saat timbulnya infeksi maka
kelenjar mukus akan terjadi hepertropi serta hyperplasia sehingga meningkatnya produksi
secret dan dinding bronkial akan menjadi tebal sehingga aliran udara akan terganggu. Sekret
yang mengental dan berlebih akan mengganggu dan alian udara menjadi terhambat baik itu
aliran udara kecil maupun aliran udara yang besar.
Pembengkakan bronkus serta sekret yang kental akan mengakibatkan rusaknya jalan
pada pernafasan dan terganggunya pertukaran gas pada alveolus terutama pada saat ekspirasi.
Saluran pernafasan akan terpeangkap di distal paru dan akan mengalami kolaps. Rusaknya
hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan ventilasi alveolar, asidosis, dan hipoksia.
Apabila penderita oksigennya kurang maka akan terjadinya resiko ventilasi yang tidak
normal, maka penurunan PaO2 akan terjadi dan apabila sampai ventlasi rusak maka akan
mengalami peningkatan CO2, hal itu dilihat dari sianosisnya. Apabila menyakit mulai
memarah maka produksi sekret akan berwarna kehitaman disebabkan oleh infeksi pulmona
(Somantri,2009).
1. Obat Dextromethorphan
Indikasi:
Obat ini digunakan untuk meredakan gejala batuk yang disebabkan oleh virus ringan
hingga infeksi saluran pernapasan atau iritasi yang dihirup. Paling efektif untuk batuk
nonproduktif kronis.
Farmakokinetika:
- Cepat diserap pada saluran gastrointestinal, dan merupakan produk obat lepas
lambat yang diserap secara perlahan.
- Obat ini di metabolism menjadi dextrorphan yaitu suatu metabolit aktif. Dan
diekskresikan melalui ginjal
Mekanisme kerja:
Obat ini bekerja dengan cara menekan refleks batuk dengan efek langsung pada pusat
batuk di medula. Terkait dengan pioid secara struktural tetapi tidak memiliki sifat
analgesik.
Eefek samping obat ini yaitu penurunan produksi sel darah (myelosupresi)
2. Obat Codeine
Indikasi:
Obat ini digunakan untuk penanganan nyeri ringan sampai sedang
Farmakokinetika:
- 50% diserap dari saluran gastrointestinal
- Distribusi: Didistribusikan secara luas. Melintasi pla centa; memasuki ASI
Efek samping obat ini yaitu pusing, sedasi, halusinasi, sakit kepala, hipotensi,
bradikardia, dll
Mekanisme kerja:
Obat ini mengurangi refleks batuk, dan juga mengurangi motilitas gastrointestinal.
Obat ini Sebagian besar dimetabolisme oleh hati.
3. Parasetamol
Indikasi: Nyeri ringan sampai sedang
Efek samping: Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau overdosis dapat
menyebabkan kerusakan hati
Mekanisme kerja: Kandungan analgesik dalam obat ini bekerja dengan cara
menghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat (SSP). Prostaglandin
merupakan zat penyebab timbulnya peradangan yang diproduksi tubuh
4. Salbutamol
Indikasi: Asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran napas yang
reversible
Efek samping: aritmia, nyeri dada
Mekanisme kerja: Salbutamol bekerja dengan cara melemaskan otot-otot di sekitar
saluran pernapasan yang menyempit, sehingga udara dapat mengalir lebih lancar ke
dalam paru-paru. Salbutamol bekerja dengan cepat. Efek obat ini bisa dirasakan
dalam beberapa menit setelah digunakan dan bertahan selama 3–5 jam.
Pustaka:
Vallerand. 2015. Drug Guide for Nurses. Amerika Serikat: Davis Company
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Tindakan Kefarmasian
A. Terapi Pokok
Apabila pada penderita bronkitis akut disertai dengan adanya komplikasi
berupa superinfeksi bakteri maka disarankan untuk pemberian antibiotik.
Akan tetapi, apabila tidak terdapat komplikasi berupa superinfeksi bakteri
maka tidak disarankan dalam pemberian antibiotik karena gejala pada
bronkitis akut dapat membaik dengan sendirinya selama beberapa minggu
sehingga penatalaksanaannya hanya memeberikan kenyaman pasien seperti
pemberian obat untuk meredakan nyeri, demam dan batuk.
Terapi berupa pemberian antibiotika ini hanya dianjurkan pada pasien
penderita apabila disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari.
Hal itu dikarenakan dicurigai terdapat keterlibatan mikroorganisme berupa
bakteri seperti Streptococcus pneumonia.
Adapun terapi antibiotik pada bronkitis, yaitu:
1. Bronkitis akut yang disebabkan oleh virus
a. Lini pertama : Tanpa antibiotik
b. Lini kedua : Amoksisilin, Makrolida
2. Bronkitis kronik yang disebabkan oleh bakteri Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis, dan Streptococcus pneumoniae
a. Lini pertama : Amoksisilin, quinolone,
b. Lini kedua : Azitromisin, kotrimoksazol
3. Bronkitis kronik dengan komplikasi yang disebabkan oleh
Klebsiella pneumoniae atau Pseudomonas aeruginosa
a. Lini pertama : Quinolon
b. Lini kedua : Ceftazidime
Antibiotik dapat digunakan dengan lama terapi 5-14 hari, sedangkan pada
bronkitis kronik optimalnya 14 hari.
B. Terapi Pendukung
1. Menggunakan salbutamol atau albuterol untuk bronkodilatasi
2. Menggunakan parasetamol sebagai analgesic atau antipiretik
3. Menggunakan antitusiv, codein atau dextrometorfan untuk menekan batuk
C. Monitoring terapi
Monitoring terapi obat pada kasus bronkitis dilakukan dengan memantau
frekuensi batuk, volume dan warna sputum. Monitoring seperti melihat
parameternya, kestabilan, monitoring reaksi efek samping, alergi dan
interaksinya.