Anda di halaman 1dari 25

HUKUM PIDANA

SEJARAH HUKUM PIDANA

”Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas Makalah Matkul Hukum
Pidana”

Dosen Pengampau : RIYAN RAMDHANI, S.SY., M.H.

Disusun Oleh :

- REYVINDA ADRIAN FAHRIZA TAUFIK 1203010119


- RIFKY MUHAMMAD IKLIL 1203010120
- MUHAMAD RIZKI 1203010086
- NYSA EKA FADILA 1203010107

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI


SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
Abstrac

Criminal law Indonesia that applies now is colonial legacy criminal law, in the form of
translation of Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie 1915. As for The
history of criminal law for the Indonesian nation needs to be presented in stages
chronology of the nation's history, namely: Beginning of criminal law before the times
colonization, then criminal law on Dutch colonial era, then the law criminal law during
the Japanese occupation, then criminal law at the time of independence.

Keywords : History, Criminal Law, Indonesia.

Abstrak

Hukum Pidana Indonesia yang berlaku sekarang adalah hukum pidana peninggalan
kolonial, berupa terjemahan dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie
1915. Adapun sejarah hukum pidana bagi bangsa Indonesia perlu dikemukakan
secara tahapan kronologis perjalanan sejarah bangsa, yaitu dimulai hukum pidana
sebelum zaman penjajahan, selanjutnya hukum pidana pada zaman penjajahan
Belanda, lantas hukum pidana pada zaman pendudukan Jepang, kemudian hukum
pidana pada zaman kemerdekaan.

Kata Kunci : sejarah, hukum pidana, Indonesia.

i
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1. LATAR BELAKANG...........................................................................................1
2. PERMASALAHAN..............................................................................................2
3. TUJUAN PERMASALAHAN..............................................................................2

ISI.............................................................................................................................3

1. ZAMAN SEBELUM PENJAJAHAN....................................................................3


2. ZAMAN KERAJAAN NUSANTARA...................................................................3
3. ZAMAN VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).......................................4
4. ZAMAN PENDUDUKAN HINDIA BELANDA.....................................................8
5. ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG.....................................................................10
6. ZAMAN KEMERDEKAAN..................................................................................12

PENUTUP................................................................................................................16

1. SIMPULAN..........................................................................................................16
2. SARAN................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan berbagai nikmat kepada kita sekalian .sholawat serta salam selamanya
tercurah limpahkan kepada baginda alam Nabi Muhammad Salallahu alaihi
wassalam. Akhirnya penyusun bisa menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan
judul” SEJARAH HUKUM PIDANA”,sebagai salah satu syarat memenuhi tugas
makalah ilmiah mata kuliah Hukum Pidana jurusan hukum keluarga kelas C.

Dan kami ucapakan terima kasih kepada Bapak RIYAN RAMDHANI, S.SY.,
M.H. selaku dosen mata kuliah Hukum Pidana yang telah memberikan arahan dan
pemahaman tentang materi ini.

Harapan kami semoga para pembaca bisa memahami tulisan kami dengan
baik dan bisa mengambil manfaat darinya. Dan tentunya banyak juga kekurangan
dan kesalahan pada makalah ini, maka dari itu harapkan para pembaca bisa
memberikan kritik yang membangun agar kami menjadi lebih berkembang.

Penyusun

iii
4
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah hukum pidana Indonesia secara umum tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia yang terbagi dalam
banyak kerajaan, masyarakat Indonesia di bawah jajahan Belanda dan masyarakat
Indonesia setelah masa kemerdekaan. Hukum pidana modern Indonesia dimulai
pada masa masuknya bangsa Belanda di Indonesia, adapun hukum yang ada dan
berkembang sebelum itu atau setelahnya, yang hidup dimasyarakat tanpa
pengakuan pemeritah Belanda dikenal dengan hukum adat. Pada masa penjajahan
Belanda pemerintah Belanda berusaha melakukan kodifikasi hukum di Indonesia,
dimulai tahun 1830 dan berakhir pada tahun 1840, namun kodifikasi hukum ini tidak
termasuk dalam lapangan hukum pidana.

Dalam hukum pidana kemudian diberlakukan interimaire strafbepalingen. Pasal


1 ketentuan ini menentukan hukum pidana yang sudah ada sebelum tahun 1848
tetap berlaku dan mengalami sedikit perubahan dalam sistem hukumnya. Walaupun
sudah ada interimaire strafbepalingen, pemerintah Belanda tetap berusaha
menciptakan kodifikasi dan unifikasi dalam lapangan hukum pidana, usaha ini
akhirnya membuahkan hasil dengan diundangkannya koninklijk besluitn 10
Februari 1866. wetboek van strafrech voor nederlansch indie (wetboek voor de
europeanen) dikonkordinasikan dengan Code Penal Perancis yang sedang berlaku
di Belanda. Inilah yang kemudian menjadi Wetboek van Strafrecht atau dapat
disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sampai saat ini
dengan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Zaman Indonesia merdeka untuk menghindari kekosongan hukum


berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 semua perundang-undangan yang
ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru. Untuk mengisi kekosongan
hukum pada masa tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946 tentang berlakunya hukum pidana yang berlaku di Jawa dan Madura
(berdasarkan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1946 diberlakukan juga untuk
daerah Sumatra) dan dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958
untuk diberlakukan untuk seluruh daerah Indonesia untuk menghapus dualsme
hukum pidana Indonesia. Dengan demikian hukum pidana yang berlaku di
Indonesia sekarang ialah KUHP

1
sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 beserta perubahan-perubahannya antara
lain dalam Undang-Undang 1 Tahun 1960 tentang perubahan KUHP, Undang-
Undang Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP,
Undang- Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Maksimum
Pidana Denda Dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang
Penambahan KetentuanKetentuan Mengenai Pembajakan Udara pada Bab XXIX
Buku ke II KUHP.

B. Permasalahan
1. Bagaimana Sejarah Hukum Pidana Pada Zaman Sebelum
Penjajahan?
2. Bagaimana Sejarah Hukum Pidana Pada Zaman
Kerajaan Nusantara?
3. Bagaimana Sejarah Hukum Pidana Pada Zaman VOC?
4. Bagaimana Sejarah Hukum Pidana Pada Zaman
pendudukan Hindia Belanda?
5. Bagaimana Sejarah Hukum Pidana Pada Zaman
Pendudukan Jepang?
6. Bagaimana Sejarah Hukum Pidana Pada Zaman Kemerdekaan?

C. Tujuan Permasalahan
1. Mengetahui Sejarah Hukum Pidana Dari Masa Ke Masa!
2. Mengetahui Perkembangan Hukum Pidana!
3. Menambah Ilmu Pengetahuan Tentang Hukum Pidana!
4. Menjadikan Pembelajaran Bgi Penulis Dan Pembaca!

2
ISI

A. Zaman Sebelum Penjajahan

Orang Indonesia telah mengenal dan memberlakukan hukum pidana adat yang
mayoritas tidak tertulis dan bersifat lokal yang dalam arti hanya diberlakukan di
wilayah adat tertentu dengan agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk. Adapun
karakteristik lainnya adalah bahwa pada umumnya hukum pidana adat tidak
berwujud dalam sebuah peraturan yang tertulis, akan tetapi kebiasaan yang dijaga
secara turun temurun melalui cerita, perbincangan dan kadang - kadang
pelaksanaan hukum pidana di wilayah yang bersangkutan. Akan tetapi, di beberapa
wilayah telah diwujudkan dalam bentuk tertulis sehingga dapat dibaca oleh
masyarakat umum. Hukum adat ini telah ada sebelum kedatangan bangsa Belanda
yang di mulai oleh Vasco da Gama pada tahun 1596 seperti contohnya:

1. Kitab Kuntara Raja Niti di Lampung;


2. Kitab Simbur Tjahja di Sumatra Selatan; dan
3. Kitab Adigama di Bali.1

B. Zaman Kerajaan Nusantara

Pada masa kerajaan nusantara banyak kerajaan yang sudah mempunyai


perangkat aturan hukum. Aturan tersebut tertuang dalam keputusan para raja
ataupun dengan kitab hukum yang dibuat oleh para ahli hukum. Tidak dipungkiri lagi
bahwa adagium ubi societas ibi ius sangatlah tepat, karena dimanapun manusia
hidup, selama terdapat komunitas dan kelompok maka akan ada hukum.

Hukum pidana yang berlaku dahulu kala berbeda dengan hukum pidana
modern. Hukum pada zaman dahulu kala belum memegang teguh prinsip kodifikasi.
Aturan hukum lahir melalui proses interaksi dalam masyarakat tanpa ada campur
tangan kerajaan. Hukum pidana adat berkembang sangat pesat dalam masyarakat.

Hukum pidana yang berlaku saat itu belum mengenal unifikasi.2 Di setiap
daerah berlaku aturan hukum pidana yang berbeda-beda. Kerajaan besar macam
Sriwijaya

1
2016. Sejarah Hukum Pidana. Website: https://www.erisamdyprayatna.com/2016/04/sejarah-hukum-
pidana.html.
2
hal menyatukan; penyatuan; hal menjadikan seragam (KBBI, 2016)

3
sampai dengan kerajaan Demak pun menerapkan aturan hukum pidana. Kitab
peraturan seperti Undang-undang raja niscaya, undang-undang mataram, jaya
lengkara, kutara Manawa, dan kitab adilullah berlaku dalam masyarakat pada masa
itu. Hukum pidana adat juga menjadi perangkat aturan pidana yang dipatuhi dan
ditaati oleh masyarakat nusantara.

Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi oleh agama dan
kepercayaan masyarakat. Agama mempunyai peranan dalam pembentukan hukum
pidana di masa itu. Pidana potong tangan yang merupakan penyerapan dari konsep
pidana islam serta konsep pembuktian yang harus lebih dari tiga orang menjadi bukti
bahwa ajaran agam islam mempengaruhi praktik hukum pidana tradisional pada
masa itu.3

C. Zaman VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)

Kedatangan pedagang-pedagang Belanda (VOC) di Indonesia membawa


suasana “penjajahan”. Untuk kepentingan-kepentingan perdagangan mereka,
berdasarkan oktrooi Staten General di negeri Belanda, VOC telah melaksanakan
berlakunya peraturan-peraturannya sendiri di Indonesia.

Pada masa ini, selain hukum-hukum adat pidana yang berlaku bagi kaum
pribumi di Indonesia, penguasa VOC mulai memberlakukan plakat-plakat yang berisi
hukum pidana. Tahun 1642, Joan Maetsuycker mantan Hof van Justitie di Batavia
yang mendapat tugas dari Gubernur Jenderal van Diemen merampungkan suatu
himpunan plakat-plakat yang dinamakan Statuten van Batavia, kemudian pada
tahun 1650 himpunan ini disahkan oleh Heeren Zeventien. Menurut Utrecht, hukum
yang berlaku di daerah yang dikuasai oleh VOC, ialah:

1. Hukum statuta yang termuat di dalam Statuten van Batavia


2. Hukum Belanda Kuno
3. Asas-asas Hukum Romawi

Semula peraturan-peraturan tersebut berbentuk Plakaat-plakaat. Kemudian,


plakaat-plakat itu dihimpun dengan nama Statuten Van Batavia (Statuta Betawi)

3
Armandanu, Adi. 2017. Sejarah Berlakunya Hukum Pidana di Dunia hingga masuk ke Indonesia. Website:
https://www.ardiarmandanu.com/2018/09/sejarah-berlakunya-hukum-pidana-di.html.

4
pada tahun 1642, tetapi belum merupakan kodifikasi. Statuta Betawi itu berlaku bagi
daerah Betawi dan sekitarnya, Tetapi ini merupakan teori saja karena pada
prakteknya orang pribumi tetap tunduk pada hukum adat. Di daerah lainnya pun
tetap berlaku hukum adat pidana. Campur tangan VOC hanya dalam masalah
pidana yang berkaitan dengan kepentingan dagangnya. Di daerah Cirebon berlaku
Papakem Cirebon yang mendapat pengaruh VOC. Pepakem Cirebon itu berisi
antara lain mengenai sistem pemidanaan seperti pemukulan, cap bakar, dirantai,
dan lain sebagainya.

Pada Tahun 1848 diadakan Interimaire Strafbepalingen, merupakan dua


peraturan pidana tertulis pertama yang diterapkan oleh Belanda walaupun dalam
bentuknya yang sederhana, yang memuat aturan pidana yang berlaku bagi orang
Eropa.4 Di samping kedua peraturan tersebut, berlaku juga Oud Hollands
Rechtdan Romeins Recht (hukum Belanda kuno dan hukum Romawi).5

Hubungan hukum Belanda kuno ialah sebagai pelengkap jika statuta tidak
dapat menyelesaikan masalah, hukum Belanda kuno diaplikasikan. Sedangkan
hukum Romawi berlaku untuk mengatur kedudukan hukum budak (Slaven Recht)

Adapun bagi orang Bumiputera atau orang Indonesia asli, meskipun ada
peraturan-peraturan hukum pidana yang tertulis tersebut, tetap berlaku hukum adat
pidana yang sebagian besar tidak tertulis dan pengadilan bekerjanya masih bersifat
arbitrer.

Pada tahun 1866 barulah dikenal kodifikasi dalam arti sebenarnya, yaitu
pembukuan segala peraturan hukum pidana.Kodifikasi hukum pidana itu oleh
pemerintah Belanda dikandung maksud untuk menyapu bersih dan menghapuskan
hukum adat sehingga hanya berlaku hukum pidana asing yang didatangkan untuk
penduduk negara jajahan. Sejarah kolonial pada saat itu menunjukkan keadaan
sikap penduduk asli sukar ditaklukkan oleh orang asing sehingga perlu ditempuh
berbagai jalan antara lain dengan kolonisasi hukum pidana. Menurut A. Zainal
Abidin Farid,

4
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 20.
5
SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni Ahaem-
Petehaem, 1986), hlm. 43

5
pada tanggal 10 Februari 1866 berlakulah dua Kitab Undang-undang Hukum Pidana
di Indonesia.

1. Het Wetboek Van Strafrecht Voor Europeanen (Stbl.1866 Nomor 55) yang
berlaku bagi golongan Eropa mulai pada tanggal 1 Januari 1867.
2. Het Wetboek Van Strafrecht Voor Inlandsen Daarmede Gelijkgestelde
(Stbl. 1872 Nomor 85), KUHP untuk golongan Bangsa Indonesia dan Timur
Asing yang ditetapkan melalui ordonansi tanggal 6 Mei 1872 yang mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 1873.6

Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia tersebut di atas


merupakan jiplakan kode penal negara Prancis, yang oleh Kaisar Napoleon
dinyatakan berlaku di negara Belanda pada waktu negara itu ditaklukkan oleh
Napoleon permulaan abad XIX. Dengan berlakunya KUHP tahun 1866 dan tahun
1872, aturan hukum pidana yang lama yaitu tahun 1642 dan tahun1848 tidak
berlaku lagi, begitu juga hukum adat pidana yang berlaku di daerah-daeah yang
dijajah itu dihapuskan dan semua orang-orang Indonesia tunduk kepada satu KUHP
saja (kecuali di daerah-daerah Swapraja7).

Sementara itu, KUHP yang ditetapkan dengan ordonansi tanggal 6 Mei 1872
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari tahun 1873 khusus terhadap golongan
Bumiputera, yakni suatu turunan pula dari KUHP yang berlaku untuk golongan
Eropa dengan perubahan-perubahan yang telah disesuaikan dengan agama dan
lingkungan hidup golongan Bumiputera. Perbedaannya hanya terletak pada
sanksinya saja, misalnya jika orang Indonesia yang melakukan tindak pidana,
pidananya dikenakan kerja paksa, dan jika orang Eropa melakukan tindak pidana,
pidananya hanya pidana penjara atau kurungan.

Dalam perkembangannya, salah seorang gubernur jenderal VOC, yaitu Pieter


Both juga diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara pidana yang terjadi di
peradilan-peradilan adat.

6
A. Zainal Abidin Farid, Op.Cit., hlm. 62
7
Waringin, Sabang, dan Padang.

6
Alasan VOC mencampuri urusan peradilan pidana adat ini disebabkan beberapa
hal, antara lain:

1. sistem pemidanaan yang dikenal dalam hukum pidana adat tidak memadai
untuk dapat memaksakan kepada penduduknya agar mentaati peraturan-
peraturan;
2. sistem peradilan pidana adat terkadang tidak mampu menyelesaikan perkara
pidana yang terjadi karena permasalahan alat bukti; dan
3. adanya perbedaan pemahaman mengenai kejahatan dan pelanggaran antara
hukum pidana adat dengan hukum pidana yang dibawa VOC.

Sebagai contoh adalah suatu perbuatan yang menurut hukum pidana adat
bukanlah dianggap sebagai kejahatan, namun menurut pendapat VOC perbuatan
tersebut dianggap kejahatan, sehingga perlu dipidana yang setimpal.

Pada tahun 1750 VOC juga menghimpun dan mengeluarkan Kitab Hukum
Muchtaraer yang berisi himpunan hukum pidana Islam. Pada tanggal 31 Desember
1799, Vereenigde Oost Indische Compagnie dibubarkan oleh pemerintah Belanda
dan pendudukan wilayah Nusantara digantikan oleh Inggris.

Gubernur Jenderal Raflles yang dianggap sebagai gubernur jenderal terbesar


dalam sejarah koloni Inggris di Nusantara tidak mengadakan perubahan-perubahan
terhadap hukum yang telah
berlaku. Dia bahkan dianggap
sangat menghormati hukum
adat.

Berikut adalah proses


berlakunya Undang-undang
Pidana di Indonesia.8

8
Takdir, 2013, Mengenal Hukum Pidana, (Laskar Perubahan), hlm. 21

7
D. Zaman Pendudukan Hindia Belanda

Jonkers dalam bukunya Het Nederlandsch-Indische Strafstelsel yang


diterbitkan pada tahun 1940 menuliskan pada kalimat pertama mengatakan De
Nederlander, die over wijdezeeen en oceanen baan koos naar de koloniale
gebieden, nam zijn eigenrecht mee (orang-orang Belanda yang dengan melewati
lautan dan samudra luas memiliki jalan untuk menetap di tanah-tanah jajahannya,
membawa hukumnya sendiri untuk berlaku baginya.9

Sejarah hukum pidana Indonesia secara umum tidak dapat dilepaskan


dari keberadaan masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia yang terbagi
dalam banyak kerajaan, masyarakat Indonesia di bawah jajahan Belanda dan
masyarakat Indonesia setelah masa kemerdekaan. Hukum pidana modern
Indonesia dimulai pada masa masuknya bangsa Belanda di Indonesia, adapun
hukum yang ada dan berkembang sebelum itu atau setelahnya, yang hidup
d imasyarakat tanpa pengakuan pemeritah Belanda dikenal dengan hukum adat.10

Berdasarkan sejaragh dari tahun 1811 sampai 1814 Indonesia pernah


dibawah kepemimpinan Inggris. Berdasarkan Konvensi London 13 Agustus 1814,
maka bekas koloni Belanda dikembalikan kepada Belanda lagi. Dengan Regerings
Reglement 1815 dengan tambahan (Supletoire Instructie 23 September 1815)maka
hukum dasar colonial tercipta. Agar tidak terjadi kesenjangan peraturan, maka
dikeluarkan proklamasi 19 Agustus 1816 , Stbl.1816 No. 5 yang mengatakan bahwa
untuk sementara waktu semua peraturan bekas pemerintahan Inggris tetap
dipertahankan. Untuk orang pribumi hukum adat pidana masih diakui asalkan tidak
bertentangan dengan undang-undang dari pemerintah.

Kepada bangasa Indonesia ditetapkan pidana berupa kerja paksa di perkebunan


yang didasarkan pada Stbl. 1828 No. 16, mereka dibagi atas dua golongan, yaitu:

1. Yang dipidana kerja rantai


2. Yang dipidana kerja paksa

9
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco, Bandung,
1986.
10
Sofyan, Andi.2016.Hukum Pidana.Makassar: Pustaka Pena

8
Yang terdiri atas yang diberi upah dan yang tidak diberi upah. Tetapi dalam
prakteknya pidana kerja paksa dikenakan dengan tiga cara:

1. Kerja paksa dengan dirantai dan pembuangan


2. Kerja paksa dengan dirantai tetapi tidak dibuang
3. Kerja pakasa tanpa rantai tetapi dibuang

KUHP yang berlaku bagi golongan Eropa tersebut pada dasarnya adalah salinan
Code Penal yang berlaku di Negeri Belanda tetapi berbeda dari sumbernya tersebut,
yang berlaku di Indonesia terdiri atas 2 buku, sedangkan Code Penal terdiri atas 4
buku. KUHP yang berlaku bagi golongan bumiputera juga saduran dari KUHP yang
berlaku bagi golongan Eropa, tetapi diberi sanksi yang lebih berat sampai pada
KUHP 1918 pun, pidananya lebih berat daripada KUHP Belanda 1886. Oleh karena
itu perlu ditinjau secara sekilas lintas perkembangan kodifikasi di Negeri Belanda.

Pertama kali ada kodifikasi di bidang hukum pidana terjadi sejak adanya Crimineel
Wetbook voor het koninglijk Holland 1809. Kitab undang-undang 1809 memuat ciri
modern di dalamnya, menurut vos, yakni:

1. Pemberian kebebasan yang besar kepada hakim di dalam pemeberian


pidana.
2. Ketentuan-ketentuan khusus untuk penjahat remaja.
3. Penghapuaan perampasan umum.

Akan tetapi kodifikasi ini berumur singkat karena masuknya Code Penal Perancis ke
Belandatahun 1811.Belanda terus berusaha untuk mengadakan perubahan juga
usaha untuk menciptakan KUHP nasional, tetapi tidak berhasil, kecuali perubahan
sebagian.Dengan KB tanggal 28 September 1870 duibentuklah panitia negara yang
menyelesaikan rancangan pada tahun 1875.Pada tahun 1879 Menteri Smidt
mengirim rancangan tersebut ke Tweede Kamer. Diperdebatkan dalam Staten
Generaal dengan Menteri Moddermanyang sebelumnya adalah anggota panitia
negara. Pada tanggal 3 maret 1881 lahirlah KUHP Belanda yang baru dan berlaku
mulai tanggal 1 september 1886. Setelah KUHP baru muncul, barulah KUHP Hindia
Belanda, yaitu 1866 dan 1872 yang banyak persamaan dengan Code Penal
Perancis diganti dan disesuaikan dengan KUHP baru.

9
Berdasarkan asas konkordansi KUHP Belanda harus diberlakukan pula di daerah
jajahan seperti Hindia Belanda. Semula direncanakan tetap ada dua KUHP, masing-
masing untuk golongan Eropa dan Bumiputera. Setelah selesai kedua rancangan
tersebut Menteri jajahan Belanda Mr. Idenburg berpendapat sebaiknya hanya ada
satu KUHP di Hindia Belanda. Sesuai usul Mr. Idenburg maka dibentuklah komisi
yang menyelesaikan tugasnya tahun 1913dengan KB tanggal 15 oktober 1915 dan
diundangkan pada September 1915nomor 732 lahirlah Wesboek van straftrecht voor
Nederlandsch Indie untuk seluruh golongan penduduk dan mulai berlaku tanggal 1
Januari 1918. Peralihan dari masa dualisme, yaitu dua macam WvKuntuk dua
golongan penduduk menurut Jonkers lebih bersifat formil daripada materiel.

E. Zaman Pendudukan Jepang

Masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 setelah mengalahkan Belanda


ternyata tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang besar dalam bidang hukum
pidana. Wet Boek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie tetap berlaku berdasarkan
Pasal 3 Undang-undang Pemerintahan Bala Tentara Jepang yaitu Undang-undang
No. 1 tahun 1942. Namun demikian pemerintahan Bala tentara Jepang pada tahun
1944 mengeluarkan Gunsei Keizirei (semacam WvS) yang diterapkan pengadilan
pada masa itu. Ketentuan ini lebih dikedepankan bila mana terjadi kualifikasi delik
yang berbeda antara Wet Boek van Strafrecht dengan Gunsei Keizirei. Sementara
itu untuk orang Jepang yang ada di Indonesia berl aku hukumnya sendiri.11

Setelah Indonesia merdeka WvSNI tetap diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan


Peralihan UUDRI 1945 untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum. Hal ini
juga dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 2
pada tanggal 10 Oktober 1945. Namun demikian masuknya kembali Pemerintahan
Belanda ke Indonesia dengan menguasai Jakarta, dan beberapa daerah di Jawa,
Madura, Sumatra dan beberapa daerah lain telah menyebabkan terjadinya
perbedaan peraturan dalam hukum pidana untuk daerah kekuasaan Belanda,
Pemerintah Belanda melakukan perubahan atas beberapa pasal dalam WvSNI.12

11
Andi hamzah, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya, (Jakarta : Sofmedia,
2012), hal. 26.
12
Buku Ajar Hukum, Universitas Udayana- Fakultas Hukum -hal 22, 23, 24

1
Sementara itu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia meninggalkan Jakarta dan
menjadikan Yogyakarta sebagai ibu kota negara. Pada tanggal 26 Februari 1946
Pemerintah RI mengeluarkan UU No.1 tahun 1946 yang berlaku untuk Jawa dan
Madura, sementara untuk daerah lain akan ditentukan berikutnya oleh presiden.
Undang-undang ini selain mengatur bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang
(1946) adalah peraturanperaturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret
1942, juga menentukan :

1. Mencabut semua peraturan pidana yang dikeluarkan oleh panglima tertinggi bala
tentara Hindia dahulu.

2. Menetapkan peraturan-peraturan pidana yang seluruhnya atau sebagian pada


tanggal 26 Pebruari 1946 tidak dapat dijalankan, karena bertentangan dengan
kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti
lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian sementara tidak berlaku.

3. Merubah nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie menjadi


Wetboek van Strafrecht atau dapat disebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP).

4. Membuat perubahan kata-kata disesuai dengan keadaan Indonesia sebagai


negara merdeka.

5. Menciptakan delik baru yang dimuat dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XVI
dengan tujuan melindungi negara yang baru merdeka.13

Disisi yang lain Pemerintah Belanda yang datang kembali ke Indonesia setelah
kemerdekaan dan menguasai beberapa wilayah Indonesia (di luar Jawa dan
Madura) kemudian mengeluarkan ordonantie tanggal 24 September 1948 (stb. 1948
No. 224) yang mengubah nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch indie
menjadi Wetboek van Straftrecht voor Indonesie. Akibatnya ada dua kodifikasi
hukum pidana berlaku di wilayah Indonesia yaitu Wetboek van Straftrecht (WvS) dan
Wetboek van Straftrecht voor Indonesie (WvSI). 14

Kondisi ini tetap berlaku ketika konstitusi RIS berlaku, bahkan sampai dengan
berlakunya UUDS, walaupun terjadi perbedaan wilayah karena berdasarkan UU No.

13
Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 27-28.

1
14
Han Bin Siong, An Outline of The Recent History of Indonesia Criminals Law, (SGravanhage :
Martinus Nijhoff, 1981), hal. 34.

1
1 tahun 1950 Jo. UU No. 8 tahun 1950 WvS dibelakukan oleh pemerintah Indonesia
di wilayah-wilayah yang kembali menjadi bagian Indonesia (wiayah yang masih
berada dalam kekuasaan pemerintah Belanda adalah Indonesia Timur, Sumatra
timur, Kalimanatan Barat, dan Jakarta Raya. 15 Dualisme hukum pidana Indonesia
baru berakhir setelah Belanda kembali meninggalkan Indonesia. Untuk mengatasi
persoalan ini dikeluarkan UU No. 73 tahun 1958 yang menyatakan bahwa UU No. 1
tahun 1946 berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
KUHP yang berlaku sekarang adalah WvSNI dengan perubahanperubahan yang
dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia. Perubahanperubahan tersebut dapat
berupa penghapusan tindak pidana, penambahan tindak pidana baru, penambahan
jenis sanksi, maupun perubahan sanksi pidana, dan sebagainya. 16

F. Zaman Kemerdekaan

Berdasarkan peraturan peralihan UUD 1945 pasal II aturan peralihan (AP)


yang berisikan: “segala badan negara dan peraturan yang masih langsung berlaku,
selama diadakan yang baru menurut undang-undang dasar 1945 ini”.17

Jadi ketentuan-ketentuan hukum pidana masih berlaku sepanjang belum


diganti, sebagai berikut:

1.Dengan diperkuat oleh undang-undang no 1 tahun 1946, ditetapkan bahwa


hukum pidana yang berlaku bagi Indonesia ialah hukum pidana yang termuat
dalam W.v.S saja (tahun1946 berlaku untuk jawa dan madura).

2.Dengan PP nomor 8 tahun 1946 berlaku bagi sumatera.

15
Andi Zaenal Abidin, Op.Cit., hal. 86.
16
Lihat UU No. 1 tahun 1946, UU No. 20 tahun 1946, UU No. 8 tahun 1955, UU No. 73 tahun
1958, UU drt. No. 1 tahun 1960, Perpu No. 16 tahun 1960, Perpu no. 18 tahun 1960, UU No.
1/PNPS/1965, UU No. 7 tahun 1974, UU. No. 4 tahun 1976.
17
Sumaryanto, A djoko. 2019. Buku ajar hukum pidana. Surabaya: UBHARA Press.

1
3.Dengan undang-undang nomor 73 tahun 1948 berlaku bagi seluruh wilayah
Indonesia.18

Dalam UU No.1 Tahun 1946 tersebut bahwa hukum pidana yang berlaku mulai
tahun 1946 ialah hukum pidana yang berlaku tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai
perubahan dan penambahan yang disesuakan dengan keadaan Negara Republik
Indonesia dengan nama Wetbook van Strafrecht voor NederlandschIndie diubah
menjadi Wetbook van Strafrecht yang dapat disebut Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).19

Tentulah harus diingat bahwa teks asli Wetbook van Strafrecht sampai kini
masih dalam bahasa Belanda , kecuali penambahan-penambhan kemudian sesudah
tahun 1946 itu yang teksnya sudah tentu dalam bahasa Indonesia. Jadi apa yang
sering dipegang oleh pelaksana hukum adalah terjemahan dalam bahasa Indonesia,
yang corak ragamnya tergantung pada selera penerjemah.

Sebagai sejarah perlu diingat bahwa Belanda pada tahun 1945 sampai 1949
kembali ke Indonesia menduduki beberapa wilayah. Untuk wilayah yang diduduki
Belanda itu de facto tidak diberlakukan UU no.1 tahun 1946, kecuali untuk wilayah
Sumatera yang diduduki Belanda sesudah Agresi Militer 1, ditetapkan bahwa
peraturan lama masih tetap berlaku (Peraturan RI). Untuk daerah yang diduduki
Belanda tersebut diberlakukan Wetbook van Straftrecht voor Nederlandsch Indie
yang diubah namanya menjadi Wetbook van Strafrecht voor Indonesieberdasarkan
ordonansi tanggal 21 September 1948 Stbl 1948 No.224 mulai berlaku tanggal 22
September 1948 dan semua kata Nederlandsch Indie di dalam WvS diganti dengan
Indonesie. Kalau pemerintah Republik Indonesia mengubah Wetbook vab Strafrecht
Maka Belanda juga melakukan perubahan-perubahan di dalam Wetbook van
Strafrecht voor Indonesie. Dengan adanya penambahan dan perubahan , maka
jumlah pasal dalam WvSI berakhir dengan pasal 570, sedangkan KUHP hanya 569.
Dengan adanya du macam WvS yang berlaku di dua wilayah yang berbeda
ditambah perubahan dan penambahan yang berbeda pula menimbulkan kerancuan
dalam

18
Ibid. hal 43
19
Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners.
https://www.lawyersclubs.com/sejarah-hukum-pidana-indonesia-hukum-pidana-indonesia-
kuhp-pidana/

1
penerapannya. Terlebih dengan perubahan wilayah akibat Agresi Militer I,
menambah wilayah kedudukan Belanda, yang dengan perjanjian Renville 17 januari
1948 disebut daerah terra Neerlandica.

Dengan Berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 untuk seluruh Indonesia


berdasarkan UU No. 73 Tahun 1958, maka hilanglah dualisme berlakunya dua
macam hukum pidana di Indonesia.

Hukum pidana dalam mencapai tujuan-tujuannya tidak semata-mata dengan


menjatuhkan pidana, tetapi juga dengan menggunakan Tindakan-tindakan
(Maatregelen), sehingga disamping pidana ada pula Tindakan, karna Tindakan ini
juga merupakan sanksi, tetapi tidak ada sifat pembalasan dari mereka. Hal ini
ditujukan semata-mata pada prevensi khusus. Maksudnya adalah untuk menjaga
keamanan dari masyarakat terhadap orang-orang yang berbahaya dan akan
melakukan tindak pidana.

Batas antara pidana dan Tindakan secara teoritis sukar untuk ditemukan,
karena pidana sendiripun dalam banyak hal mengandung pikiran-pikiran untuk
melindungi dan untuk memperbaiki kelakuan seseorang yang telah melakukan
tinadak pidana maupun yang akan melakukan tindak pidana dengan mengetahui
sanksi yang diketahuinya, akan mengurungkan niatnya untuk melakukan suatu
tindak pidana.

Berdasarkan sistem yang ada di dalam KUHP, tidak ditemukan adanya


kesulitan-kesulitan karena telah diatur secara jelas, contohnya seperti apa yang
telah di cantumkan dalam pasal 10 KUHP, itulah yang dinamakan pidana. Selain
daripada itu dinamakan Tindakan. Jadi Tindakan-tindakan walaupun merampas dan
menyinggung kemerdekaan seseorang, jika bukan yang disebutkan dalam pasal 10
KUHP, bukanlah pidana, melainkan Tindakan.

Contohnya : Pendidikan paksa, yaitu anak atau seseorang yang diserahkan kepada
pemerintah untuk dididik dalam suatu Lembaga Pendidikan paksa, atau seseorang
di tempatkan di dalam rumah sakit jiwa dengan perintah karena orang tersebut
mengalami pertumbuhan jiwa yang cacat atau karena gangguan penyakit (sakit
jiwa/gila).

Dalam Pasal 10 KUHP terdapat 2 jenis pidana, yaitu:

1.Pidana pokok

1
a.pidana mati

b.pidana penjara

c.kurungan

d.denda

2.pidana tambahan, yaitu:

a.pencabutan hak-hak tertentu

b.perampasan barang-barang tertentu

c.pengumuman putusan hakim

Perbuatan pidana (Delic) dibagi 2, yaitu;

1. Kejahatan (Misdrijven) misalnya: pasal 362 tentang pencurian, pasal 351


tentang penganiayaan, pasal 338 tentang pembunuhan.

2. Pelanggaran (Overtrendingen) misalnya: pasal 489 kenakalan, pasal 504


tentang pengemisan.

Selain itu perbedaan kejahatan dan pelanggaran juga terdapat pada


hukumannya, yaitu kalua dalam kejahatan itu hukumannya lebih berat, sedangkan
pelanggaran hukumannya lebih ringan. 20

20
Sumaryanto, A djoko. 2019. Buku ajar hukum pidana. Surabaya: UBHARA Press. Hal 43

1
PENUTUP

1. Kesimpulan

Simpulannya pada zaman sebelum penjajahan penduduk menggunakan


Hukum Pidana adat yang mayoritas tidak tertulis dan bersifat lokat yang artinya
hanya diberlakukan di wilayah tertentu atau agama yang dianut oleh mayoritas
penduduknya saja. Pada umumnya hukum pidana tidak dalam bentuk peraturan
tertulis namun karena kebiasaaan yang dijaga oleh turun temurun dari cerita atau
perbincangan namun adapula Sebagian wilayah yang sudah mewujudkan dalam
bentuk tertulis agar dapat dibaca dan dibuktikan kebenaran aturannya.

Lalu pada zaman kerajaan nusantara banyak kerajaan yang sudah memiliki
perangkat aturan hukum, baik itu aturan putusan raja maupun dari kitab yang dibuat
oleh para ahli hukum. Hukum pidana dahulu berbeda dengan hukum pidana
modern, hukum dahulu belum memegang teguh prinsip kodifikasi.

Kemudian pada zaman VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)


datangnya para pedagang-pedagang belanda ke Indonesia dengan membawa
suasana penjajahan untuk kepentingan perdagangan mereka. Pada masa ini selain
hukum adat pidana yang berlaku bagi pribumi, penguasa VOC mulai memberlakkan
plakat- plakat yang berisi hukum pidana. Mereka juga mulai menambah bahkan
merubah hukum adat pidana yang sudah ada.

Lalu pada zaman penduduk hindia belanda Indonesia sedang dalam keadaan
dijajah, hukum pidana diatur oleh penjajah belanda. Karna dijajah maka sanksi nya
pun menurut kebijakan mereka yaitu dengan pidana kerja paksa di perkebunan dan
kerja paksa terdiri atas yang diberi upah dan yang tidak diberi upah.

Selanjutnya zaman pendudukan jepang pada tahun 1942 setelah mengalahkan


Belanda ternyata tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang besar dalam
bidang hukum pidana. Wet Boek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie tetap
berlaku berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Pemerintahan Bala Tentara Jepang
yaitu Undang-undang No. 1 tahun 1942. Namun demikian pemerintahan Bala
tentara Jepang pada tahun 1944 mengeluarkan Gunsei Keizirei (semacam WvS)
yang diterapkan pengadilan pada masa itu.

1
Kemudian yang terakhir pada zaman kemerdekaan setelah merdeka Indonesia
menambah dan memperbaharui peraturan nya. Berdasarkan peraturan peralihan
UUD 1945 pasal II aturan peralihan (AP) yang berisikan: “segala badan negara dan
peraturan yang masih langsung berlaku, selama diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar 1945 ini”.

2. Saran

Kami menyadari sepenuhnya dalam makalah ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat
menjadi bekal dikemudian hari apabila kami mempunyai kesempatan membuat
makalah lain. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan / wawasan bagi kami pada khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Sumaryanto, A djoko. 2019. Buku ajar hukum pidana. Surabaya: UBHARA


Press.

Sholihin, buyana. 2008. Supremasi hukum pidana di Indonesia. (online: IAIN


Raden Intan Lampung)

Andi hamzah, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan


Perkembangannya, (Jakarta : Sofmedia, 2012).

Han Bin Siong, An Outline of The Recent History of Indonesia Criminals


Law, (SGravanhage : Martinus Nijhoff, 1981).

UU No. 1 tahun 1946, UU No. 20 tahun 1946, UU No. 8 tahun 1955, UU


No. 73 tahun 1958, UU drt. No. 1 tahun 1960, Perpu No. 16 tahun 1960, Perpu
no. 18 tahun 1960, UU No. 1/PNPS/1965, UU No. 7 tahun 1974, UU. No. 4
tahun 1976.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco,


Bandung.
1986.
SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
(Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1986)

Sofyan, Andi.2016.Hukum Pidana.Makassar: Pustaka Pena.

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011).

Ishaq, 2019, Hukum Pidana, (Depok: Rajawali Press).

Takdir, 2013, Mengenal Hukum Pidana, (Laskar Perubahan).

Armandanu, Ardi. 2017. “Sejarah Berlakunya Hukum Pidana di Dunia Hingga


Masuk Ke Indonesia”. https://www.ardiarmandanu.com/2018/09/sejarah-
berlakunya-hukum-pidana-di.html. diakses tanggal 16/09/2021 pukul 20:25

1
2019. “Sejarah Hukum Pidana”.
https://www.erisamdyprayatna.com/2016/04/sejarah-hukum-pidana.html.
diakses tanggal 16/09/2021 pukul 20:05

“Sejarah Hukum Pidana di Indonesia”.


https://www.lawyersclubs.com/sejarah-hukum-pidana-indonesia-hukum-
pidana-indonesia-kuhp-pidana/. diakses tanggal 15/09/2021 pukul 21:50

“Sejarah Hukum Pidana di Indonesia“.


http://www.rudipradisetia.com/2010/06/meringkas-sejarah-hukum-pidana-
di_21.html. diakses tanggal 15/09/2021 pukul 21:53

Sejarah Hukum Pidana Indonesia. https://www.lawyersclubs.com/sejarah-


hukum-pidana-indonesia-hukum-pidana-indonesia-kuhp-pidana/

Sejarah Hukum Pidana Indonesia. Artikel-Berita. https://bantuanhukum-


sbm.com/artikel-sejarah-hukum-pidana-indonesia

Anda mungkin juga menyukai