Pada saat proklamasi dibacakan, negara Indonesia belum sepenuhnya terbentuk. Mengapa demikian
karena syarat kelengkapan negara pada saat itu belum semua terpenuhi. Selain memiliki wilayah
negara harus memiliki struktur pemerintahan, diakui negara lain, dan memiliki kelengkapan lain
seperti undang-undang atau peraturan hukum. Diantara persyaratan tersebut, syarat utama yang
belum terpenuhi adalah struktur pemerintahan dan pengakuan dari negara lain. Karena itu disini
kami akan membahas tentang tugas pertama bangsa Indonesia dalam membentuk pemerintahan
dan mencari pengakuan negara lain.
Setelah proklamasi, PPKI melakukan rapat pertama di Pejambon (sekarang dikenal sebagai gedung
Pancasila). Sekitar pukul 11.30, sidang pleno dibuka Sebelum konsep itu disahkan, atas prakarsa
Moh. Hatta, berdasarkan pesan dari tokoh Kristen dari Indonesia bagian Timur, sila pertama dasar
negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Rumusan itu telah dikonsultasikan Hatta kepada pemuka Islam seperti, Ki Bagoes
Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Tengku Moh. Hasan. Pertimbangan itu
diambil karena suatu pernyataan pokok mengenai seluruh bangsa tidaklah tepat hanya menyangkut
identitas sebagian dari rakyat Indonesia sekalipun merupakan bagian yang terbesar. Berdasarkan
rumusan tersebut, maka Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar negara oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945. Serta perubahan kecil pada istilah dan
strukturnya.
Di bawah pimpinan Sukarno. Kemudian dilaksanakan acara pemandangan umum, yang dilanjutkan
dengan pembahasan bab demi bab dan pasal demi pasal.
Sidang dilanjutkan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Sebagai dasar hukum pemilihan
presiden dan wakil presiden tersebut, harus disahkan dulu pasal 3 dari Aturan Peralihan. Ini
menandai untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI.
Kertas suara dibagikan, tetapi atas usul Otto Iskandardinata, maka secara aklamasi terpilih Ir.
Sukarno sebagai Presiden RI, dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden Rl. Sesudah itu, pasal-pasal
yang tersisa yang berkaitan dengan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan disetujui. Setelah
menjadi presiden, Sukarno kemudian menunjuk sembilan orang anggota PPKI sebagai Panitia Kecil
dipimpin oleh Otto Iskandardinata. Tim ini bertugas merumuskan pembagian wilayah negara
Indonesia.
Pada sidang II PPKI, tanggal 19 Agustus 1945 yang dilaksanakan pukul 10.00 WIB, Sukarno
juga meminta Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo untuk
membentuk tim kecil membahas mengenai bentuk Departemen (Kementrian), tetapi bukan
menyangkut orang-orang yang akan duduk di dalamnya.
Pada kesempatan pertama sidang, Otto Iskandardinata menyampaikan hasil kerja tim
berupa pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari 8 Provinsi beserta para calon
Gubernurnya, dan perlu juga dibentuk Panitia Kebangsaan Daerah (Komite Nasional) untuk
membantu tugas-tugas daerah. Mengenai kepolisian agar susunan di pusat dan daerah
segera dipindahkan kedalam kekuasaan pemerintah Indonesia, dengan ditambah pimpinan
dari bekas PETA dan pemimpin rakyat, serta diberikan petunjuk-petunjuk sikap baru
terhadap rakyatt. kedelapan provinsi tersebut akan di jelaskan dibawah ini:
1. Jawa Barat dengan Gubernurnya Sutarjo Kartohadikusumo
2. Jawa Tengah : Raden Panji Suroso
3. Jawa Timur : Raden Mas Suryo
4. Kalimantan : Pangeran Muhammad Nur
5. Sumatra : Teuku Muhammad Hasan
6. Sulawesi : Sam Ratulangi
7. Sunda Kecil : I Gusti Ketut Puja
8. Maluku : Johanes Latuharhary
Setelah selesai pembahasan bagian pertama, agenda sidang dilanjutkan dengan penyampaian
Ahmad Subarjo mengenai usulan pembentukan 13 Departemen, namun setelah dilakukan
pembahasan, forum memutuskan adanya 12 Departemen dan 1 Menteri Negara, ditambah 2 Ketua
lembaga tinggi Negara, 1 Sekretaris Negara, dan 1 Jurubicara Negara. Adapun susunan Departemen
pada awal kemerdekaan yaitu:
Raden Arya Wiranatakusuma : Menteri Dalam Negeri
Ahmad Subarjo : Menteri Luar Negeri
Prof. Supomo : Menteri Kehakiman
Ir. Surachman : Menteri Kemakmuran
Dr. Syamsi : Menteri Keuangan
Dr. Buntaran Martoatmojo : Menteri Kesehatan
Ki Hajar Dewantara : Menteri Pengajaran
Iwa Kusumasumatri : Menteri Sosial
Supriadi : Menteri Pertahanan
Amir Syarifudin : Menteri Penerangan
Abikusno Tjokrosuyoso : Menteri Perhubungan ad. Interim
Dr. Amir : Menteri Negara
KH. Wahid Hasyim : Menteri Negara
Sartono : Menteri Negara
A.A Maramis : Menteri Negara
Otto Iskandardinata : Menteri Negara
Dr. Kusuma Atmaja : Ketua Mahkamah Agung
Abdul Gaffar Pringgodigdo : Sekretaris Negara
R. Sukarjo Wiryopranoto : Jubir Negara
Di bulan september 1945, kelompok BKR pusat pun menghubungi para mantan perwira KNIL
yang ada di Jakarta. Supaya mendukung perjuangan bangsa Indonesia dengan segala
konsekuensinya. Di lain pihak para pemuda Indonesia juga memiliki peran besar, dalam
mencetuskan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kemudian membentuk kelompok politik
di zaman pendudukan Jepang, yang menyatakan penolakan pada kehadiran BKR. Mereka juga
langsung menginginkan pembentukan tentara nasional, namun usul itu ternyata ditolak oleh
Presiden Soekarno. Kelompok itu pun menyebut dirinya sebagai Komite Van Aksi.
Sesudah mengalami gangguan dari pihak Belanda, Pemerintah Indonesia pun menyadari bahwa
keberadaan suatu tentara reguler adalah suatu keharusan. Sehingga pemerintah pun akhirnya
memanggil mantan mayor KNIL, yaitu Urip Sumohardjo yang berasal dari Yogyakarta untuk
datang karena tugas. Tugas yang diberikan padanya adalah menyusun TNI. Di tanggal 5
Oktober dikeluarkanlah maklumat Presiden yang menyatakan berdirinya TKR atau Tentara
Keamanan Rakyat. Pimpinan dari TKR ditunjuk langsung oleh presiden yaitu Supriyadi yang
merupakan tokoh perlawanan Peta terhadap Jepang di Blitar. Namun karena Supriyadi tidak
pernah hadir untuk menjalankan tugasnya, markas tertinggi TKR pun memilih pimpinan TKR
yang baru. Kolonel Sudirman (Komandan Divisi V Banyumas), yang kemudian menjadi pimpinan
TKR yang baru. Ia terpilih di tanggal 18 Desember 1945, ia pun dilantik menjadi Panglima Besar
TKR yang memiliki pangkat Jendral.
4. Pembentukan Kabinet