Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL

“PERMASALAHAN PENCEMARAN SAMPAH ORGANIK DAN AN-ORGANIK DI


DESA KEBONSARI DAN CARA PENANGGULANGANNYA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa

Dosen Pengampu: Eko Juliyanto, S.Pd., M.Pd.

Oleh:

Syahid Ma’ruf Amir (2110303030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TIDAR

2022
Pendahuluan

Desa Kebonsari, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen merupakan desa dengan


pengelolaan sampah yang sangat minim, bahkan pemerintah desa pun tidak menganggapnya
sebagai masalah. Sangat banyak dampak akibat pencemaran sampah ini, baik dari sampah
organik maupun an-organik. Definisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Sampah organik dihasilkan dari limbah
rumah tangga dan limbah ternak. Limbah rumah tangga seperti: sisa sayuran, sisa nasi,
ataupun makanan yang sudah basi dibuang begitu saja di belakang rumah. Padahal, sampah-
sampah organik tersebut dapat menyebabkan pencemaran udara. Sampah organik tersebut
dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, dan akan menganggu kenyamanan orang lain. Di
Desa Kebonsari, sebagian besar penduduknya beternak kambing. Kandang kambing rata-rata
berada di samping rumah atau belakang rumah mereka. Pengelolaan limbah kotoran kambing
ini sangat kurang, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan menyebabkan
pencemaran udara dan pencemaran air ketika banjir.

Sampah an-organik juga menjadi masalah serius bagi Desa Kebonsari. Terlebih lagi,
setiap tahun saat musim penghujan pasti terjadi banjir. Penyebab utama banjir terjadi karena
penyumbatan pada saluran air sehingga air tidak terlalu mengalir lancar. Sampah-sampah
plastik itulah yang menyebabkan penyumbatan. Permasalahan tersebut juga terjadi di Pulau
Kumo dan Pulau Kakara, sampah merupakan masalah utama yang tengah dihadapi oleh
masyarakat (Joflius D, 2018). Pada musim kemarau, air sungai tidak mengalir. Air hanya
membentuk sebuah kubangan yang lama kelamaan berbau busuk. Kualitas air pun tidak baik.
Air yang tercemar tersebut akan mengakibatkan rusaknya ekosistem sungai, dimana biota-
biota sungai akan semakin berkurang (Eko, 2015). Keberadaan air sekarang ini air menjadi
subjek yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat (Manik, 2016). Dan air
merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lainnya (Operi A dkk, 2019)

Tinjauan Pustaka

Jestika Erika L (2020) menyatakan bahwa: “pencemaran lingkungan hidup merupakan


masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan”. Sebelum lingkungan tercemar, pada awalnya lingkungan tersebut
merupakan lingkungkan yg alami. Lingkungan alami merupakan lingkungan yg ekosistemnya
masih seimbang, maksudnya yaitu antara komponen biotik dan abiotiknya tidak berat
sebelah. Ciri-ciri lingkungan yang tercemar dapat diamati dengan secara kasat mata maupun
dengan alat tertentu. Secara kasat mata, lingkungan yg tercemar dapat diamati secara
langsung perubahannya. Dan juga dapat diamati dengan alat, misalnya pH meter, yaitu alat
untuk mengukur pH tanah.

Pencemaran lingkungan tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa sebab yang menjadikan
lingkungan tersebut menjadi tercemar. Secara umum, faktor yang menyebabkan pencemaran
lingkungan dibagi menjadi dua, yakni faktor dari manusia dan faktor dari alam. Faktor dari
manusia misalnya: penggunaan detergen, pembuangan limbah pabrik, dan lain-lain.
Sedangkan faktor dari alam yaitu akibat dari bencana yang terjadi secara alamiah.

Zat-zat di sekitar kita dapat dikatakan sebagai polutan yakni apabila: 1). Kadar zat
melampaui ambang batas normal; 2). Zat tersebut ada pada waktu yang kurang sesuai; 3). Zat
tersebut ada di tempat yang kurang sesuai.
Pencemaran dibagi menjadi tiga berdasarkan sifat zat pencemarnya:
1. Pencemaran fisik, yaitu tercemarnya benda yang diakibatkan oleh benda fisik (padat,
cair, dan gas)
2. Pencemaran kimiawi, merupakan tercemarnya benda yang diakibatkan oleh masuknya
bahan-bahan kimia baik yang organik maupun anorganik.
3. Pencemaran biologis, disebabkan oleha adanya virus dan bakteri. Di perairan laut,
eksplorasi mikroba digunakan untuk mengetahui pencemaran biologis di perairan
tersebut

Berdasarkan sifat jenis polutan, pencemaran dapat dibagi menjadi 5 macam, yaitu:

1. Pencemaran Udara, merupakan masuknya benda asing ke matra udara yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap kualitas udara di tempat tertentu. Beberapa jenis senyawa yang
menyebabkan tercemarnya udara yaitu: CO, CO2, SO2, dan SO3, N2O, NO, dan NO2.
2. Pencemaran Suara, merupakan adanya suara yang melampaui ambang batas yang sudah
ditetapkan pada suatu lingkungan tersebut. Misalnya, menyetel musik menggunakan
pengeras suara saat dini hari.
3. Pencemaran Air, merupakan masuknya benda asing ke perairan dan menyebabkan
penurunan kualitas air tersebut.
4. Pencemaran Tanah, merupakan masuknya benda asing ke lahan tertentu dan menjadikan
penurunan kualitas di lahan tersebut. Beberapa pencemar tanah yaitu: bahan radioaktif,
bahan kimia, dan lain-lain.
5. Pencemaran Radiasi, terjadi ketika adanya benda yang memiliki sifat radioaktif yang
kekuatan radiasinya melampaui nilai ambang batas yg sudah ditetapkan, atau terdapat
panas yang melebihi kondisi normal di suatu tempat (radiasi panas).

Pembahasan

Masyarakat Desa Kebonsari bersama pemerintah desa perlu bersinergi menyelesaikan


permasalahan terkait sampah ini. Kerjasama antar kedua belah pihak harus terjalin baik. Jika
salah satu pihak yang berjalan, masalah sampah di Desa Kebonsari tidak akan pernah
terselesaikan. Untuk menyelesaikan permasalahan sampah organik dan pencemarannya,
beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:

a. Kandang ternak diletakkan di tempat yang sekiranya strategis (tidak mengganggu


pemandangan dan baunya tidak mengganggu orang lain).
Letak kandang merupakan hal yang sangat penting. Jika kandang ditempatkan di
sembarang tempat, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidaknyamanan, terlebih lagi bau
dari kotoran kambing yang mengganggu kenyamanan orang lain.
b. Warga yang beternak kambing membuat tempat khusus penampungan kotoran kambing.
Kotoran kambing harus diolah dengan baik. Dengan kata lain, tidak dibiarkan begitu saja.
Pembuatan tempat khusus penampungan kotoran kambing bisa meminimalisir bau yang
ditimbulkan dari kotoran kambing tersebut.
c. Sisa sayuran, sisa nasi, sisa makan, dan kotoran kambing dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organik.
Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan sangat berbahaya bagi tanah, tanaman, maupun
orang yang akan mengkonsumsi dari tanaman tersebut. Agar tidak membahayakan, maka
perlu adanya penggunaan pupuk organik. Tanaman yang di pupuk dengan pupuk organik
tidak akan membahayakan manusia jika dikonsumsi (Musnamar, 2003)
d. Pemerintah desa memberikan karung kandi kepada warga yang beternak, untuk
digunakan sebagai wadah kotoran ternak yang kering
e. Pemerintah desa menyelenggarakan sosialisasi cara pengolahan limbah organik
Limbah an-organik yang menjadi permasalahan di Desa Kebonsari yaitu terkait sampah
plastik dan limbah air cucian. Beberapa cara untuk menyelesaikan permasalahan sampah an-
organik yaitu:

a. Membuat tempat khusus pembuangan limbah air cucian, agar air cucian tidak mencemari
sungai.
b. Mengolah sampah plastik menjadi kerajinan tangan.
Membuat kerajinan tangan dari sampah merupakan salah satu cara untuk mengurangi
sampah. Terutama sampah dari plastik. Selain mengurangi banyaknya sampah, kerajinan
tersebut juga dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Pengelolaan sampah menjadi
kerajinan tangan ini pernah dilakukan dan dikaji oleh Siti Rohanan N dkk (2018) di
wilayah Srengseng Sawah Jagakarsa.
c. Pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak.
Pengolahan sampah plastik hingga menjadi bahan bakar minyak memerlukan alat khusus,
yaitu mesin pirolisis plastik/ mesin destilator plastik. Menurut Rodiansono et al (2007),
proses penanganan sampah plastik menjadi bahan alternatif meliputi metode pirolisis
kemudian metode distilasi. Ahmad Yani (2021) pernah meneliti tentang pengolahan
sampah plastik menjadi bahan bakar minyak, serta berhasil diaplikasikan di kendaraan
bermotor. Selain Ahmad Yani, Juliya A R dkk (2021) juga melakukan percobaan serupa.
d. Sampah plastik diolah menjadi pellet.
Penanganan sampah plastik dalam penelitian Chandara et al (2015), dilakukan secara
mekanik, yang mana sampah plastik dikonversi menjadi pelet plastik sebagai bahan untuk
produk plastik di bidang lingkungan. Daur ulang mekanik dianggap sebagai teknologi
terbaik untuk daur ulang bahan limbah plastik konvensional menjadi bahan baku baru
tanpa mengubah struktur dasar.
e. Sampah plastik diolah sebagai aspal
Menurut Ansari dkk (2017) dalam buku karya Abdullah dkk (2020), sampah plastik juga
dapat digunakan untuk tujuan pembangunan jalan sebagai pengganti aspal. Plastik
meningkatkan titik lebur bitumen dan membuat jalan mempertahankan fleksibilitasnya
selama musim dingin yang menghasilkan umur panjang. Sampah plastik bertindak
sebagai agen pengikat yang kuat untuk pembuatan aspal tahan lama. Plastik memiliki
sejumlah sifat penting, yang pecah sendiri atau bersama-sama memberikan kontribusi
yang signifikan dan meluas untuk kebutuhan konstruksi.
f. Pemerintah desa membuat tim khusus untuk mengambil sampah dari rumah warga
g. Pemerintah desa membuat tempat penampungan akhir sampah
h. Pemerintah desa menggelar sosialisasi tentang pengolahan sampah plastik menjadi
kerajinan, pengolahan plastik menjadi bahan bakar minyak.

Penutup

Lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Kebersihan


lingkungan menandakan kebersihan penduduknya. Adanya pencemaran pada lingkungan,
pasti ada kaitannya dengan ulah tangan manusia. Seperti halnya di Desa Kebonsari,
permasalahan sampah organik dan an-organik tak kunjung selesai. Harus ada upaya nyata
dari masyarakat dan pemerintah desa setempat. Memang perlu waktu yang tidak sebentar
untuk menciptakan kondisi desa yang terbebas dari masalah sampah. Akan tetapi, tidak
mustahil Desa Kebonsari akan menjadi desa terbersih minimal se-kecamatan jika kolaborasi
pemerintah desa dan masyarakat terjalin dengan baik.

Untuk melaksanakan program-program penyelesaian permasalahan sampah, diharapkan


kedua belah pihak memiliki rasa sabar dan rasa ingin maju yang kuat. Dengan demikian,
program-program akan berjalan lancar tanpa adanya perpecahan.

Daftar Pustaka

Abdullah dkk. (2020). Buku Ajar Teknologi Tepat Guna Mengolah Sampah Plastik Menjadi
Bahan Bakar Minyak. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.

Arnop, Operi dkk. (2019). Kajian Evaluasi Mutu Sungai Nelas Dengan Metode Storet Dan
Indeks Pencemaran. Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. 8 (1), 15-24

Budiharjo, Eko. (2015). Kota Dan Lingkungan, Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan
Lingkungan Ekologi.

Chandara, H., Sunjoto, & Sarto. 2015. Plastik Recyling in Indonesia by Converting Plastik
Wastes (PET, HDPE, LDPE, and PP) into Plastik Pellets. ASEAN Journal of Systems
Engineering. 3 (2), 65-72.

Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.


Dobiki, Joflius. (2018). Analisis Ketersedian Prasarana Persampahan Di Pulau Kumo Dan
Pulau Kakara Di Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal Spasial, 5 (2).

Manik K.E.S. 2016. Pengelolaan Lingkungan Hidup Edisi Pertama. Perpustakaan Nasional:
Katalog Dalam terbitan (KDT). Prenadamedia Group.

Musnamar, E. I. (2003). Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasinya. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Nasution, Siti R dkk. (2018). IbM: Pemanfaatan Limbah Plastik Sebagai Kerajinan Tangan
Di Kelurahan Srengseng Sawah Jagakarsa Jakarta Selatan. Jurnal Ilmiah Teknik
Industri, 6 (2), 117 – 123.

Riandis, Juliya Ascha dkk. (2021). Pengolahan Sampah Plastik Dengan Metode Pirolisis
Menjadi Bahan Bakar Minyak. Jurnal Chemurgy. 5 (1), 8-14.

Rodiansono, Trisunaryanti, W., dan Triyono. (2007) Pembuatan dan Uji Aktivitas Katalis
NiMo/Z Pada Reaksi Hidrorengkah Fraksi Sampah Plastik Menjadi Fraksi Bensin.
Berkala MIPA, 17 (2)

Saputri, E T & Efendy, M. (2020). Kepadatan Bakteri Coliform Sebagai Indikator


Pencemaran Biologis Di Perairan Pesisir Sepuluh Kabupaten Bangkalan. Jurnal
Trunojoyo Juvenil, 1 (2), 243-249.

Yani, Ahmad. (2021). Pengolahan Limbah Plastik Menjadi Bahan Bakar Minyak Untuk
Mengatasi Sampah Plastik Di Kota Bontang. Jurnal Sains Terapan, 7 (2), 36-41.

Anda mungkin juga menyukai