Anda di halaman 1dari 12

Nama : Taopik Hidayat

NPM : 1195010150

UTS SPMDI 1

1. Pembaharuan dalam konteks percaturan dunia ini merupakan sebuah keniscayaan. Essensi
pembaharuan terletak pada perubahan. Dunia selalu berubah. Manusia –dengan potensi yang
dimilikinya- mengubah dunia. Berubah ke arah yang lebih baik dan bermartabat. Sebuah
perubahan yang menciptakan kehidupan yang lebih manusiawi (humanistik). Jika manusia tidak
berubah ke arah yang lebih baik, maka sesungguhnya essensi kehidupannya hilang. Sebab
perubahan adalah essensi kehidupan. Rienald Kasali (2006 : 2) pernah menyatakan bahwa,
“change is the evidence of life” (perubahan adalah bukti adanya kehidupan). Secara historis,
tatanan kehidupan dan peradaban Islam mengalami pasang-surut. Beberapa dekade terdahulu,
terutama pada masa klasik (650-1250 M), Islam mengalami perubahan yang sangat dahsyat
dalam menciptakan tatanan kehidupan dunia yang beradab, sehingga dunia pada periode
tersebut dipandang memiliki keadaban (civility) dan bahkan peradaban (civilization) yang tinggi.
Sejarah mencatat, dua-pertiga dunia ini dikuasai oleh Islam. Tidak heran kalau kemudian
kehidupan ummat manusia menjadi sangat manusiawi. Inilah keberhasilan Rasulullah dalam
“menata” dunia dan membangun karakter ummat dari kehidupan biadab menjadi sangat
beradab.Dalam perkembangannya, dunia Islam mengalami kemunduran. Menurut Harun
Nasution (1975 : 14) zaman kemunduran ini ditandai dengan runtuhnya Kerajaan Utsmani di
Turki, Syafawi di Persia, dan kekuasaan Kerajaan Mughal di India diperkecil oleh pukulan raja-
raja India. Kekuatan militer dan politik Islam mulai menurun. Bahkan akhirnya ummat Islam
berada dalam kondisi mundur dan statis. Dunia berubah ke arah peradaban Barat. Periode ini
disebut dengan abad pertengahan (1250-1800 M). Pada periode ini, justru Barat mengalami
perubahan yang sangat luar biasa. Peradaban Islam digantikan dengan peradaban Barat yang
mengalami kemajuan dalam berbagi bidang, terutama berkembangnya ilmu-pengetahuan
modern. Kita fahami dalam sejarah, Barat pada periode ini mengalami apa yang disebut dengan
“Zaman Keemasan” (The Golden-Age). Mereka menyebutnya dengan istilah “Renaissance” atau
“Aufklarung’. Di Eropa terjadi Revolusi Industri yang sangat besar-besaran. Tatanan kehidupan
berubah menjadi semakin modern. Sarana kehidupan dan infrastruktur tertata dengan rapi dan
megah. Ilmu pengetahuan dan teknologi dikuasai. Alam pikiran manusia mengalami kemajuan
yang pesat.Periode setelah itu berlanjut ke arah perubahan yang lebih dahsyat Kehidupan
manusia semakin modern lagi. Hampir seluruh tatanan kehidupan bergerak dengan cepat.
Dunia berubah. Dunia menjadi lebih terbaharukan. Kehidupan dunia berada pada suatu zaman
yang disebut Zaman Modern (1800-sekarang).Dari sudut pandang pola berfikir, pemikiran
manusia menjadi lebih rasional, kontekstual, dan faktual. Banyak hal yang dipikirkan. Dan
banyak pula hal yang dapat dihasilkan dari hasil pemikiran manusia. Manusia semakin
menyadari, inilah kekuatan dan kelebihan makhluk yang bernama manusia. Manusia diberikan
akal (rasio) untuk berfikir dan membedakan yang benar dari yang salah. Dan dengan itu pula
perabadan dunia mengalami perubahan dalam seluruh aspeknya.Dalam tatanan Islam, terjadi
pembaharuan pemikiran yang luar biasa di dunia Arab dan hampir seluruh dunia Islam. Dunia
Islam bergerak menjadi lebih maju dan rasional. Pada periode ini, muncullah banyak para
pemikir Islam yang handal. Mereka menjadi pioneer pembaharuan dalam Islam. Ajaran Islam
dirasionalisasikan dan difahami dalam konteks ke-kini-an dan kemodernan. Islam difahami tidak
hanya difahami dari sudut pandang local, tetapi juga dalam perspektif universal dan kontekstual
Sejarah mencatat munculnya para pemikir Islam di dunia Arab, seperti di Arab, Mesir, dan Turki.
Demikian juga di India dan Pakistan. Tidak ketinggalan di Indonesia dan dunia Islam lainnya.

2. Upaya pembaharuan Turki, India dan Arab Pra Modern

a. Turki

Pembaharuan di Kerajaan Ustmani abad ke-19 dipelopori oleh Raja. Raja yang menjadi pelopor
pembaharuan adalah Sultan Mahmud II. mahmud diangkat menjadi sultan pada tahun 1807,
dan meninggal dunia pada tahun 1839. Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia
disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang
mempunyai kekuasaan otonomi besar. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah
melakukan pembaharuan di bidang militer dengan membentuk suatu korps tentara baru di
tahun 1826 yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir.
Sultan Mahmud II dikenal sebagai sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-
segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam
organisasi pemerintahan Kerajaan Ustmani. Menurut tradisi Kerajaan Ustmani dikepalai oleh
seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual
atau rohani. Dengan demikian Raja Ustmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan
memeerintah negara dan kekuasaan menyiarkan serta membela Islam.

Sultan di bantu oleh dua pegawai tinggi dalam melaksanakan tugas kekuasaan, yaitu Sadrazam
untuk urusan pemerintahan dan Syaikh Al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tak
mempunyai suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Di kala
Sultan berhalangan atau bepergian ia digantikan oleh Sadrazam dalam menjalankan tugas
pemerintahan. Sebagai wakil Sultan, Sadrazam mempunyai kekuasaan yang besar sekali. Sultan
Mahmud II-lah yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama
dan urusan dunia di Kerajaan Ustmani. Urusan agama diatur oleh syariat dan urusan dunia
diatur oleh hukum bukan syariat yang dalam masa selanjutnya membawa adanya hukum
sekuler di samping hukum syariat. Pembaharuan-pembaharun yang diadakan Sultan Mahmud II
di ataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan
Ustmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20. Kemudian sultan Mahmud juga mengadakan
pembaharuan di bidang pendidikan, dimana kurikulum madrasah ditambahkan dengan
pengetahuan umum, dengan tujuan generasi selanjutnya bisa menghadapi era modern, seperti
di Barat.

Tanzimat berasal dari bahasa arab "nazzhoma yunazzhimu tanzhiimatan" dan mengandung arti
mengatur, menyusun, dan memperbaiki, dan di zaman itu memang banyak di adakan peraturan
dan undang-undang baru. Gerakan tanzimat didasari oleh pemikiran barat dan meninggalkan
pola dasar syarit Islam. Penyingkiran Islam oleh pemerintah Turki salah satunya tercermin dari
penghapusan kalimat "Agama Negara Turki adalah Islam" yang semula terdapat pada pasal 2
konstitusi negara. Pembaharuan yang dilakukan meliputi : Pembaharuan Di Bidang Hukum,
Pendidikan, Pemerintahan Dan Administrasi. Diantara beberapa peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan pada masa tanzimat antara lain:
a) Piagam Hatt-I Sherif Gulhane tahun 1839 menjelaskan bahwa masa permulaan Kerajaan
Usmani, syari'at dan undang-undang negara dipatuhi, dan oleh karena itu Kerajaan menjadi
besar dan kuat dan rakyat hidup dalam kemakmuran. Tetapi pada masa 150 tahun terakhir,
syari'at dan undang-undang tak diperhatikan lagi. Dan sebagai akibatnya emkmuran rakyat
hilang untuk digantikan oleh kemiskinan dan kebesaran negara lenyap ditukar oleh kelemahan.

b) Piagam Hatt-I Humayun ( 1856 M) yang menjelaskan desakan orang Eropa pada Kerajaan
Turki Usmani yang menginginkan ada persamaan hak antara orang Islam dan orang non Islam di
Turki Usmani pada saat itu.

b. India

Diantara beberapa negara yang melakukan gerakan pembaharuan adalah India dan Pakistan.
Dimana keduanya memiliki keterkaitan sejarah, bahkan merupakan satu kesatuan dalam
sejarahnya. Negara ini termasuk negara yang besar, luas daerahnya maupun kebudayaan dan
peradabannya, akhirnya menjadi suram dan bahkan hancur dengan kedatangan orang-orang
kulit putih. India adalah sebuah negara di Asia yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak
kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu milyar jiwa, dan adalah negara terbesar ketujuh
berdasarkan ukuran wilayah geografis dengan luas wilayah 3.287.590 km².Bangsa Inggris
semenjak permulaan abad XVII telah datang sebagai pedagang dengan angkatannya yang
bernama “The East India Company.” Mengetahui pertentangan-pertentangan antara sesama
wilayah bawahan kesultanan Islam di satu pihak, dan antara Kesultanan Islam dan bekas
kerajaan Hindu sebagai taklukannya di pihak lain, akhirnya bangsa Inggris melaksanakan politik
mengail di air keruh. Selera mereka tumbuh hendak menguasai wilayah, terutama di sekitar
pabrik-pabrik yang telah mereka dirikan.Dengan politik adu domba yang lihai, mereka berhasil.
Madras dikuasai pada tahun 1639. Kota Bombay tahun 1660 jatuh pula ke tangan mereka.
Demikianlah selanjutnya dengan kekuatan bedil, politik adu-domba dan senjata uang,
dilumpuhkannya kekuasaan hakiki kesultanan Islam Mongol. Walupun sesekali memberontak,
tetapi tetap bisa dikalahakan oleh Inggris. Hal yang sama diderita pula oleh raja-raja Hindu,
seperti kerajaan Maratha, yang mencoba melawan Inggris pada tahun 1817-1818. Terjadi
kesenjangan antara Islam dan Hindu dan kesemenah-manahan Inggris terhadap masyarakat
memunculkan gerakan pembaharuan dari umat Islam diantaranya gerakan mujahidin dan
lahirlah tokoh-tokoh pembaharuan seperti: Abdul Azis (1746-1823), Sayid Ahmad Syahid (1786-
1831), Sayid Ahmad Khan (1817-1898), Syeh ahmad sirhindi dan Imam Waliyullah dimana
secara umum mereka meyuarakan persamaan derajat antara umat muslim dan umat hindu di
dalam pemerintahan kolonial Inggris.

c. Arab

Negara yang terbentuk pada sekitar abad ke 19 M ini, memiliki sejarah panjang yang berakar
kuat dengan sejarah etnik Arab yang paling tua. Wilayah politik negara ini mulai dikenal sejak
zaman Rasulullah saw., setelah tahun 634 M dilanjutkan oleh Khulafa>urrasyidin dengan sistem
kekhalifahan yang sama-sama masih di Madinah. Sejak tahun 660 M dilanjutkan oleh keluarga
(Daulah) Amawiyah dan memindahkan ibu kota pemerintahan ke Damaskus, Syria. Tahun 750
M pemerintah Islam Abbasiyah menggantikan Amawiyah dan memindahkan pusat
pemerintahan ke Baghdad. Dalam beberapa ratus tahun berikutnya wilayah Arab Saudi masih
terus bertahan sebagai suatu wilayahyang masing-masing dipegang oleh suku-suku etnik Arab.
Hingga tahun 1500-an, Kesultanan Turki Usmani, akhirnya berhasil menyatukan kembali dan
menguasai seluruh Jazirah Arabiah, termasuk daerah-daerah sekitar Utara dan Barat Laut.Awal
abad ke-19 M. hingga perempatan abad ke-20 M. terjadi perpecahan dalam Dinasti Turki
Usmani. Wilayah-wilayah sekitar kekuasaan Turki Usmani mulai bangkit untuk mencoba
memerdekakan diri dari kekuasaan Turki Usmani. Dinasti Saudi merupakan dinasti pertama
yang berhasil melepaskan diri dan mendirikan kerajaan sendiri sekitar awal abad ke 19 M.
Gerakan politik dan keagamaan merupakan gerakan yang melatarbelakangi bangkitnya dinasti
ini. Gerakan Wahabi adalah gerakan reformasi keagamaan yang sangat berpengaruh dalam
kebangkitan tersebut.Perkembangan Islam di Arab Saudi yang dipelopori oleh garakan Wahabi
menjadikan ajaran Islam sebagai agama resmi negara. Perkembangan Dinasti Saudi tidak bisa
dilepaskan dari sosok Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhab, seorang reformis yang melahirkan
gerakan keagamaan yang kemudian dikenal dengan gerakan Wahhabi.Muhammad bin ‘Abd al-
Wahhab (1703-1787) pernah belajar di Mekah, Madinah, Damaskus, dan Basrah. Di Mekah sang
pelopor gerakan Wahhabi belajar kepada seorang ulama Hadis terkenal, yaitu ‘Abd Allah Ibn
Salim Ibn Muhammad Salim Ibn ‘Isa al-Basri al-Makki. Sedang di Madinah Dia berguru kepada
seorang ulama ahli tarekat (Naqsyabandiyah) yang sangat menentang bid’ah yang dapat
membawa kepada syirik, yaitu Muhammad Hayyat Ibn ‘Ibrahim al-Sindi al-Hanafi. Al-Hayyat
inilah yang member pengaruh kuat kepada Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhab.

3. Tipologi Pemikiran Islam

a. Tradisionalisme

Islam tradisional ialah Islam yang masih terikat kuatdengan pikiran-pikiran ulama ahli Fiqh,
hadits, tafsir,tauhid dan tasawuf yang hidup antara abad ke-7 sampaidengan abad ke-13 dan
merupakan sebuah gerakan yangmengupayakan untuk mempertahankan tradisi
dalammenganut mazhab.

b. Neo-Revivalisme

Gerakan ini muncul pada abad 20 M yang dipeloporioleh al-maududi dan Ikhwanul Muslimin.
Secaraepistemologi berusaha untuk melakukan furifikasi(pembersihan) keagamaan, yaitu
membersihkan Islamdari pengaruh budaya lokal dan pengaruh Baratmodern yang mengotori
orisinilitas Islam.

c. Neo-Modernisme

Pemiki r an ne o mode rnisme meng ambil aka r da r imedoernisme Islam yang dipelopori oleh
Fajlur Rahman. Secara epistemologis merupakan suatu gerakan intelektual yang berusaha
menjelaskan bagamana Islam menjawab tangtangan modernitas dengan menggunakan
jawaban darikhazanah Islam yang secara otentik penuh keterbukaan secardialogis dengan
perdaban Barat sehingga menghilangkankeminderan Islam dari modernitas.

d. Fundamentalis

Islam fundamentalis merupakan stigma dari Barat, terutaman presiden AS Richard Nixon yang
mnyebut lima ciri fundamentalis Islam yaitu: 1. Mereka yang digerakan oleh kebencian
terhadap barat 2. Mereka yang bersikeras ingin mengembalikan peradaban Islam yang selalu
membangkitkan masa lalu 3. Mereka yang bertujuan m e n g a p l i k a s i k a n s y a r i a t I s l a
m 4 . m e r e k a mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara 5. mereka yang
yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun masa depan. dan menurut Falur Rahman
untukmenunjukan orang Islam yang anti Barat.

e. Liberalisme

Liberal Islam atau Islam libral menggambarkan p r i n sif y a n g d i a n u t, y a it u Isl a m y a n g


menekankan pembebasan/liberasi manusia seperti mereka yang mengkritik pemikiran Islam
sebelumnya/neo-modernisme dalam wilayah metodologi dan berusaha menghadirkan Islam
untuk pencarian terhadap subtansi islam secara mendalam dan me lakukan de sakralisasi
khazanah Islam.

4. Resume makalah kelompok 6

a. Pemikiran Fajlur Rahman

Pemikiran Rahman selama periode Chicago ditopang proyek yang didanai Ford Foundation.
Proyek itu, bernama Islam and Social Change yang ia pimpin sendiri bersama dengan ilmuwan
politik Leonard Binder, tentu tak bisa dilepaskan dari iklim demokratisasi dan geliat modernisasi
serta dampaknya bagi berbagai aspek kehidupan, termasuk agama. Banyak ilmuwan muda
terlibat dalam proyek ini, salah satunya Nurcholish Madjid, yang diundang beberapa kali ke
Chicago sebelum memulai doktoralnya, untuk menulis monograf tentang negeri-negeri muslim.
Sementara Rahman menelisik sistem pendidikan Islam klasik yang mewakili "intelektualisme
Islam" yang menjadi ruh dari kelembagaan pendidikan tinggi Islam. Rahman membidik jiwa di
dalam raga.

Dari sini, seperti ditunjukkan dalam Islam dan Modernitas, ia menelisik kegagalan sistem
pendidikan Islam serta upaya reformasi berdasarkan apa yang ia sebut sebagai a unitary vision
of the Qur’anic weltanschauung. Rahman mampu menyatukan berbagai cakrawala dalam
tradisi Islam dalam rangka kontekstualisasi untuk zaman modern. Peran Rahman sebagai filsuf
modernis Islam di sini unik karena menggabungkan fungsinya sebagai akademikus dan
"reformator" pada periode sebelum ilmuwan pengkaji Islam lebih banyak didorong iklim Islamic
studies pasca-Hagarisme Patricia Crone dan Michael Cook (1977) untuk memproduksi
pengetahuan secara objektif tanpa ikut berkecimpung sebagai pembaharu dalam tradisi agama.

b. Pemikiran M. Arkoun

Keprihatinan intelektualnya membuat dia tak berhenti sebagai seorang pengkaji Islam klasik.
Dalam disertasi doktoralnya, ia membahas mengenai konsep humanisme Ibnu Miskawaih, filsuf
dan sejarawan Persia abad ke-10/11. Di bawah pengaruh metode sejarah mentalitas ala
Perancis, Arkoun lalu membaca humanisme dalam Islam tidak hanya terbatas pada konteks
kuno, tetapi meniliknya melalui pembacaan yang lebih luas. Dari sini, ia membuka diri untuk
melintasi batas waktu, ruang geo-historis, patahan dan perkembangan, yang tak terpikirkan
serta ulang-alik masa kini dan masa lalu dalam membaca Islam.

Pembacaan radikal Arkoun yang inovatif dan interdisipliner sulit diikuti bahkan oleh mahasiswa
didiknya sendiri. Dalam iklim pembaharuan Islam dan modernisasi di Indonesia, suara Arkoun
malah tampak terdengar nyaring sebagai model alternatif, canggih sekaligus elite, dan
interdisipliner. Tak salah jika hasil terjemahan karya Arkoun oleh sarjana tekun dan birokrat
ulet, Muhammad Machasin, mendapat gaung yang luas. Bukan hanya itu, banyak intelektual
dan aktivis kita haus akan kemajemukan kosa kata Arkoun dari para mahasiswa kritis lulusan
IAIN dan universitas di Timur Tengah, khususnya Al-Azhar, yang membaca pemikirannya dari
bahasa Arab.

Dekade 1990-an menjelma sebagai masa ketika gairah intelektual tumbuh subur dan
penerimaan akan ide luar begitu deras di tengah kebutuhan demokratisasi di mana-mana.
Apalagi eklektisisme Arkoun—pemilahan metode dan pembacaan terbaik dari berbagai sumber
—cocok dengan kecenderungan intelektual umum di tanah air. Mereka suka sekali dengan apa
yang serba baru min abwabin mutafarriqah, dari mana-mana, meski sedikit yang berhasil
meramunya dengan baik.

Leksikon Arkoun soal rethinking, logosentrisme pemikiran Islam, dan lain-lain menjadi
perbincangan di mana-mana. Applied Islamology, istilah dan kerangka Arkoun yang
mencangkok applied anthropology, juga masih menjadi mata kuliah di Universitas Indonesia
yang dipimpin Siti Rohmah Soekarba, pengkaji Arkoun dan filsafat Perancis. Arkoun termasuk
dalam secuil dari intelektual muslim dunia yang dibicarakan luas di kampus agama maupun
kampus umum.

Dengan "memikirkan kembali Islam", Arkoun ingin mengangkat apa yang ia sebut sebagai
"Islam yang diam", yakni Islam yang direngkuh para pencari sejati yang mementingkan pada
ikatan kepada kemutlakan Tuhan ketimbang gerakan politik. Selain mengkritik revivalisme Islam
politik yang berupaya memonopoli wacana tentang Islam dalam ruang publik, sasaran Arkoun
sekaligus pada ilmuwan sosial yang tak memedulikan jenis "Islam yang diam" itu. Bagi Arkoun,
jenis Islam para pemikir dan intelektual—artinya juga para ulama umumnya dan bukan dai
apalagi demagog—perlu dipelajari dan dihidupkan.

“Tujuan akhir dari memikirkan kembali Islam hari ini," tulis Arkoun (2003), “ialah untuk
membangun—melalui contoh yang diterapkan Islam sebagai agama maupun ruang sosial-
historis—strategi epistemologis baru untuk kajian perbandingan budaya."

Tujuan ini sekaligus ingin mengkritik keterbatasan studi agama dan Islam yang kurang sepadan
sebelum 2000. Strategi intelektualnya membuat para pembaca untuk memahami struktur
wacana setiap masa atau épistème yang tidak tetap. Arkoun juga mengajak untuk membongkar
simbol, mitos, tradisi, dan ortodoksi yang tidak selalu sama, serta mencari kerangka baru dalam
dunia hari ini.

Sikap ini cukup mewakili apa yang diwariskan Paul Ricouer pada Arkoun, yakni hermeneutika
kecurigaan, baik itu atas sejarah panjang beserta fragmentasinya oleh kalangan muslim
maupun bias dari orientalisme. Arkoun mendorong upaya menulis ulang seluruh sejarah Islam
sebagai agama wahyu di dalam proses evolusi sejarah dalam masyarakat yang menganggapnya
masih sebagai agama. Apa yang normatif bisa berubah-ubah dengan apa yang historis.

Untuk menulis ulang itu umumnya dilakukan melalui metode dekonstruksi (ala Derrida) guna
mengetahui semesta khayal alias imaginaire tertentu (ala Castoriadis). Dan patut kita akui,
kerangka metodologis yang rumit ini kerap direproduksi orang lain secara elitis tanpa
diterapkan secara praktis.

c. Pemikiran Islamil Raji

Al-Faruqi adalah cendekiawan Muslim yang cukup berpengaruh di abad ke-21. Ia lahir di Jaffa,
Palestina, pada 1 Januari 1921. Tak hanya gigih menyemai pemikiran Islam, ia pun tak henti
mengkritik ekspansi Zionis Israel di tanah kelahirannya. Namun, sikap kerasnya terhadap Israel
inilah yang membawanya kepada maut.

Bersama sang istri, Lamiya al-Faruqi, ia wafat pada 27 Mei 1986 setelah ditikam orang tak
dikenal yang masuk ke kediamannya di Wyncote, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS). Hingga
kini, penyebab kematiannya masih diselimuti awan gelap. Namun, banyak pihak meyakini aksi
pembunuhan itu berkaitan erat dengan kecamannya terhadap Israel.

Al-Faruqi lahir dari ayah yang berprofesi sebagai hakim (kadi). Sang ayah, Abd al-Huda al-Faruqi,
adalah sosok yang sangat istikamah dalam menjalankan nilai-nilai Islam. Laman
Ismailfaruqi.com menjelaskan, al-Faruqi memperoleh pendidikan agama pertama kali di rumah
dari sang ayah. Dasar-dasar pendidikan agama juga diperkaya melalui masjid di dekat tempat
tinggalnya.

Al-Faruqi melewati jenjang pendidikan sekolah formal secara mulus. Pada 1936, ia melanjutkan
pendidikan di sekolah Katolik Prancis, College des Freres (St Joseph) di Palestina. Tamat dari St
Josep, ia bekerja di bagian pencatat pada sebuah lembaga bernama Masyarakat Kerja Sama
(Registrar of Cooperative Societies) pada 1942.

Setelah itu, kariernya terus melesat hingga ia duduk sebagai Gubernur Distrik Galilee pada
1948. Jabatan ini dilakoninya atas mandat Pemerintah Inggris yang ada di Yerussalem.

Ketika Israel mengikrarkan diri sebagai negara Yahudi pada 1948, al-Faruqi memilih untuk
meninggalkan Palestina. Tempat yang ia tuju adalah Beirut, Lebanon. Di sini, ia melanjutkan
studinya di American University of Beirut.
Tak lama setelah itu, ia memutuskan merantau ke Amerika Serikat. Di sana, ia menuntut ilmu
pada program pascasarjana di Indiana University School of Arts and Sciences. Gelar magister
(MA) bidang filsafat direngkuhnya pada 1949.

Tak lama kemudian, ia kuliah filsafat di Universitas Harvard. Gelar MA yang kedua pada bidang
filsafat disandangnya pada 1951 setelah mempertahankan tesis berjudul Justifying the Good:
Metaphysics and Epistemology of Value.

d. Pemikiran Hasan Hanafi

Hasan Hanafi lahir pada tanggal 13 Februarii 1935, ia merupakan tokoh filsafat yang berasal dari
kairo yait daerah perkampungan Al-Azhar. Meskipun dalam lingkunganya bisa dikatakan tidak
terlalu mendukung namun tradisi keilmuan berkembang pesat disana sejak lama. Dengan
demikianlah terdapat pemikiran-pemikiranya seperti :

■ Kiri Islam

Kiri islam memebahas mengenai pemikiranya tentang suatu hubungan status sosial antara yang
kaya dan yang miskin, dan dalam hal.ini kata kiri berada pada pihak yang miskin.

Menurut Hasan Hanafi terdapat empat gagasan pokok pembaharuan, yaitu : Revitalisali
Khazanah Klasik Islam, menjawab tantangan peradaban Barat, mencari unsur-unsur
revolusioner dalam agama dan menciptakan integritas nasional dalam islam.

■ Teologi Antroposentris

Hasan Hanafi beranggapan bahwa teologi islam yang kurang ilmiah dan membumi, sehingga ia
kemudian memunculkan teologi baru yaitu teologi antroposentris. Dalam hal ini ia mengganti
teologi tradisional yang bersifat teosentris menjadi teologi antroposentris seperti dari tuhan
kepada manusia, dari tekstual pada kontektual, pada mulanya teori menjadi tindakan, dan
takdir menuju kehendak yang bebas. Terdapat beberapa sebab munculnya aliran ini, antara lain
:- kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yaitu teologi yang jelas ditengah-tengah pertarungan
global antara berbagai ideologi.

Anda mungkin juga menyukai