Abad XIX-XX
By Rifai Shodiq Fathoni / 26 Mar, 2016 / Sejarah Islam
FacebookTwitterWhatsApp
Pinterest
Jika kita berbicara mengenai Islam periode modern. Maka kita tidak bisa melepaskan begitu
saja dengan ide pembaharuan-pembaharuan yang muncul pada masa tersebut. Pada masa ini
Dunia Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat jauh meninggalkan peradaban umat
Islam, yang kurang berkembang pada periode sebelumnya. Akibatnya, umat Islam semakin
terdesak dengan semakin gencarnya invansi yang dilakukan oleh bangsa-bangsa barat dengan
kemajuan teknologi yang dimilikinya, sehingga banyak wilayah Turki Utsmani direbut oleh
bangsa-bangsa Eropa.
Dengan semakin terdesaknya keadaan umat Islam, mau tidak mau umat Islam di Turki
Utsmani pada masa itu harus memunculkan ide-ide pembaharuan Turki Utsmani untuk
mengejar ketertinggalannya dari Bangsa Eropa, dan membawa umat Islam pada kemajuan
baik dalam ilmu pengetahuan maupun kebudayaan.
Pembaharuan di Turki sendiri sudah dimulai sejak Sultan Mahmud II berkuasa. Sultan ini
secara radikal (mendasar) memulai gerakannya merombak struktur pengelolaan kenegaraan
antara eksekutif dan yudikatif. Di bidang hukum, ia memilah antara urusan hukum Islam dan
hukum barat (sekuler). Selain pembaharuan dalam bidang militer, ia juga melakukan
pembaharuan di bidang pendidikan. Dengan memunculkan kurikulum yang lebih inovatif,
dengan mengambil rujukan materi dari barat. Ide-ide pembaharuannya ini kemudian
dilanjutkan oleh gerakan Tanzimat dengan tokohnya Mustafa Rasyid Pasya dan Mustafa
Sami. Kemudian ide-ide pembaharuan tersebut diteruskan oleh gerakan Utsmani Muda yang
sangat kritis terhadap kekuasaan absolut para Aristokrat Turki. Dan dilanjutkan pada masa
Turki Muda, yaitu gerakan oposisi yang menentang Sultan Abdul Hamid yang terkenal tegas.
Dan yang terkahir pembaharuan yang dimunculkan Mustafa Kemal.
Pembaharuan Turki Utsmani pada abad kesembilan belas sama halnya dengan pembaharuan
di Mesir, merupakan pembaharuan yang dipelopori oleh pemimpinnya. Jika di Mesir
Muhammad Ali Pasya lah Pemimpin yang mempelopori pembaharuan, di kesultanan
Utsmani Pemimpin yang menjadi pelopor pembaharuan adalah Sultan Mahmud II. Mahmud
II lahir di Saray Juli 1785. Ia adalah putra Sultan Abdul Hamid dan memperoleh pendidikan
istana di bidang bahasa-bahasa Islam klasik, agama, hukum, sastra dan sejarah. Ia diangkat
menjadi sultan di tahun 1807.
Ketika ia naik tahta dan menjadi sultan di kesultanan Turki Utsmani, Mahmud II memusatkan
perhatiannya pada berbagai perubahan internal. Perbaikan internal tersebut dipusatkan pada
rekontruksi kekuatan angkatan bersenjata kesultanan sehingga menjadi kekuatan yang
tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan. Di tahun 1826 ia membentuk suatu korp
tentara baru yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim ole Muhammad Ali Pasya dari
Mesir. Ia menjauhi pemakaian pelatih-pelatih Eropa atau Kristen yang pada masa lampau
mendapat tantangan dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan pembaharuan.
Perwira-perwira tinggi Jannisari menyetujui pembentukan korp baru itu, tetapi perwira-
perwira bawahan mengambil sikap menolak. Beberapa hari sebelum korp baru itu
mengadakan parade, Jannisari memberontak. Dengan mendapat restu dari mukti besar
kesultanan Utsmani, Sultan memberi perintah untuk mengepung Jannisari yang
memberontak. Pertumpahan darah terjadi dan kurang lebih seribu Jannisari mati terbunuh.
Tarekat Bektasyi, sebagai tarekat yang mempunyai banyak anggota dari Jannisari dibubarkan.
Kemudian Jannisari sendiri dihapuskan. Dengan hilangnya Ulama yang anti pembaharuan,
maka usaha-usaha pembaharuan di kesultanan Utsmani abad kesembilan belas mulai dapat
berjalan dengan lancar.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi,
Sadrazam untuk pemerintahan dan Syaikh Al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya
mempunyai suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan.
Kedudukan Sadrazam sebagai pelaksana tunggal dihapuskan oleh Sultan Mahmud II dan
sebagai gantinya ia adakan jabatan Perdana Menteri yang membawahi Menter-menteri.
Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai
pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kesultanan Utsmani ialah perubahan
dalam bidang pendidikan. Ia mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan
menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum ke dalamnya. Madrasah tradisional tetap
berjalan tetapi di sampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum dan sekolah
sastra. Tidak lama sesudah itu Sultan Mahmud II mendirikan pula sekolah militer, sekolah
teknik, sekolah kedokteran dan sekolah pembedahan.
Selain dari mendirikan sekolah, Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa yang
setelah kembali ke tanah air juga mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-ide baru di
Kesultanan Utsmani. Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II di atas
telah menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembagaruan selanjutnya di Kesultanan
Utsmani abad kesembilan belas dan Turki abad keduapuluh.
Pembaharuan Tanzimat
Tanzimat atau dalam bahasa Turki dikenal dengan Tanzimat-i Khairiye adalah gerakan
pembaharuan di Turki yang diperkenalkan ke dalam sistem birokrasi Turki Utsmani
semenjak pemerintahan Sultan Abdul Majid (1839-1861), putra Sultan Mahmud II dan Sultan
Abdul Aziz (1861-1876). Kata tersebut mengandung arti mengatur, menyusun dan
memperbaiki. Pada periode ini banyak di terbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk
memperlancar proses pembaharuan. Pembaharuan tersebut dimulai dengan diumumkannya
deklarasi Gulkhane, pada tanggal 3 November 1839. Kata Tanzimat sendiri secara resmi telah
tercantum dalam dokumen kesultanan pada pemerintahan Sultan Mahmud II, dan periode
Tanzimat berakhir pada awal pemerintahan Abdul Hamid II, 1880.
Tokoh utama pada periode Tanzimat adalah Mustafa Pasya, yang dikenal dengan gelar
Bayrakdar. Reformasi yang ia lakukan, semasa ia menjadi perdana menteri, adalah
melakukan pembaharuan pada lembaga militer. Ia membentuk tentara Nizam dalam bentuk
yang baru dan membentuk suatu lembaga kesultanan yang besar. Lembaga itu terdiri dari
para pejabat tinggi, gubernur, pasya dan ayan yang berasal dari seluruh penjuru negeri. Tokoh
lain dalam periode ini adalah Mustafa Rasyid Pasya, ia merupakan pemikir yang juga
mempunyai pengaruh pada pembaharuan di zaman Tanzimat. Sebagai telah dilihat, kemajuan
Eropa menurutnya dihasilkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab lain
yang ia lihat adalah dalam toleransi agama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari
ikatan agama.
Tokoh Tanzimat yang pemikirannya banyak diketahui adalah Mehmed Sadik Rifat Pasya
(1807-1856). Untuk menyalurkan dan melaksanakan ide pembaharuannya, ia mendirikan
Dewan Tanzimat dan ia sendiri menjadi ketuanya. Untuk menjadikan Turki sebagai
kesultanan yang maju, Sadik Rifat Pasya mengajukan beberapa pokok pikiran. Pertama,
Turki hanya dapat mencapai peradaban modern Barat bila dapat menciptakan suasana damai
dan menjalin hubungan baik dengan negara-negara barat. Kedua, untuk mejadikan Turki
sebagai negara yang makmur, maka tidak ada pilihan kecuali keharusan menjadikan rakyat
Turki sebagai rakyat yang makmur juga. Sedangkan kemakmuran rakyat hanya dapat
diperoleh dengan menghilangkan pemerintahan yang absolut.
Ide pembaharuan yang dilontarkan oleh beberapa pejabat pemerintahan, seperti Sadik Rifat
Pasya dan Mustafa Rasyid Pasya mendapat sambutan dari pusat kekuasaan. Sultan Abdul
Majid pada tanggal 3 November 1839 mengumumkan deklarasi Gulkhane. Deklarasi
Gulkhane dimaksudkan untuk melakuakan re-organisasi secara struktural dan komprehensif
atas rezim lama. Deklarasi tersebut memiliki dua tujuan yang bersamaan: pertama, untuk
memenuhi keinginan kekuatan-kekuatan bangsa Eropa, yang secara serius telah melakukan
intervensi dalam beberapa urusan dalam negeri Turki sebagai pemecahan krisis Yunani.
Kedua, untuk menumbuhkan rasa percaya diri pemerintahan dalam negeri.
Salah satu pemikir Utsmani Muda adalah Ziya Pasya (1825-1880) anak seorang pegawai
kantor Cukai di Istambul. Setelah menyelesaikan Sekolah Sulemaniye yang didirikan Sulatan
Mahmud II ia diangkat menjadi pegawai pemerintahan selagi masih berusia muda. Atas
usaha Mustafa Rasyid Pasya ia pada tahun 1854 diterima menjadi salah satu Sekretaris
Sultan.
Dalam mengadakan pembaharuan, Ziya tidak setuju dengan pendirian meniru Barat dalam
segala-galanya. Sebagai seorang yang kuat berjiwa Islam, ia menentang pendapat yang telah
mulai tersiar di waktu itu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Islam merupakan
penghalang bagi kemajuan.
Tokoh yang lain yang berpengaruh adalah Namik Kemal. Namik Kemal lahir di Rhodosto
pada 21 Desember 1840, dan wafat 2 Desember 1888 di Mytiline. Seorang penyair Turki. Ia
berasal dari keluarga golongan atas dan oleh karena itu orang tuanya sanggup menyediakan
pendidikian khusus baginya di rumah. Dalam usia belasan tahun ia diangkat menjadi pegawai
di Kantor Penerjemahan dan kemudian dipindahkan menjadi pegawai di Istana Sultan.
Namik Kemal
Dalam pembaharuan itu ia melihat bahwa ajaran-ajaran Islam sudah kurang diindahkan dan
terlalu banyak memakai institusi-institusi sosial Barat yang belum tentu sesuai dengan
kebutuhan masyarakat timur. Berbicara tentang politik, Namik Kemal berpendapat bahwa
rakyat sebagai warga negara, mempunyai hak-hak politik yang harus dihormati dan
dilindungi negara.
Sedangkan kritik yang dilakukan Utsmani Muda terhadap Tanzimat dipelopori oleh Midhat
Pasya. Midhat Pasya lahir di Istambul 1822, putra seorang kota Ruschuk. Ia menjadi Perdana
Menteri pada tahun 1872 menggantikan Mahmud Najim Pasya atas pilihan Sultan Abd al-
Aziz. Dan ditunjuk untuk kedua kalinya menjadi Perdana Menteri oleh Sultan Abd Hamid II
(1876-1909). Pengalamanya sebagai pejabat kesultanan menyakinkan dirinya bahwa sudah
saatnya membuat institusi yang permanen guna mengontrol kekuasaan Sultan. Konstitusi
tersebut memberikn hak yang lebih luas kepada Perdana Menteri dan terlepas dari kekuasaan
Sultan.
Menurut Utsmani Muda, otokrasi yang dimiliki Sultan menjadikan gerakan reformasi dan
liberalisme yang mereka perjuanngkan menjadi berantakan. Ia mengatakan, dalam artikelnya
bahwa Tanzimat sebagai manufer politik ketimbang reformasi sosial dan hukum yang
tujuannya hanya menyelamatkan kepentingan pemerintahan saja. Selain itu mereka juga
menganggap bahwa penguasa telah merampas hak kaum Muslimin yang meraka peroleh dari
periode Tanzimat.
Setelah membubarkan Parlemen, maka Sultan Abdul Hamid II memerintah dengan tegas. Dia
mengawasi dengan ketat gerakan-gerakan bawah tanah yang dianggap membahayakan
kedaulatan Utsmani. Ketegasan Sultan tersebut mengakibatkan banyak pihak yang tidak
senang dan akhirnya timbul beberapa pemberontakan. Pada tahun 1889, persekongkolan yang
terjadi di kalangan sekolah kedokteran, militer dan menyebar ke sekolah-sekolah lainnya di
Istanbul.Kelompok penentang absolutisme Sultan dikenal dengan sebutan Committee on
Union and Progress (CUP) komite persatuan dan kemajuan, kelompok ini digawangi oleh
Freemasonry, yang memang sengaja disusupkan untuk melemahkan pemerintahan Sultan
Abdul Hamid II.
Dikutip dari buku Harun Yahya, The Knights Templar, hlm. 156. Sebuah artikel dalam surat
kabar harian Prancis, Le Temps, edisi 20 Agustus 1908 menjelaskan pengaruh Freemasonry
terhadap Komite Persatuan dan Kemajuan. Dari surat kabar tersebut, didapatkan informasi
dari wawancara terhadap dua orang anggota Komite Persatuan dan Kemajuan, Mr. Refik dan
Kolonel Niyasi. Ketika Jurnalis Le Temps mengajukan pertanyaan kepada keduanya
mengenai pengaruh Freemasonry di Komite Persatuan dan Kemajuan, mereka menjawab:
Masonry, especially Italian Masonry, supported us. Many lodges in Thessalonica were
active. In practice, the Italian lodges helped the Committee of Union and Progress and
protected us. Because most of us were Masons, we met in the lodges, and this was where we
trying to recruit. Istanbul became suspicious and managed to introduce a few agents into the
lodges.
Berdasarkan Informasi yang terdapat dalam surat Duta Besar Inggris di Konstatinopel,
Gerard Lowther kepada menteri luar negeri Inggris C. Harding, yang diperoleh dari buku
Muhammad Safwat dan Abu Habib, Gerakan Freemasonry, hlm. 164. Sultan Abdul Hamid II
berhasil mengetahui gerakan tersebut berkat mata-matanya yang bernama Ismail Mahir
Basya, namun mata-matanya tersebut terbunuh secara misterius pasca revolusi 1908. Saat
gerakan mereka diketahui oleh para penguasa, mereka mulai menyusun kekuatan dengan
menggalang pendukung dari para buangan Kesultanan Turki Utsmani di Paris, Jenewa dan
Kairo, di mana mereka akhirnya membantu gerakan tersebut dengan melancarkan kritik
menyeluruh dari sistem monarki Abdul Hamid II.
Sejak pertama, para pendukung gerakan Turki Muda ini telah terbagi menjadi dua kelompok.
Pertama, adalah kelompok liberal yang menginginkan disentralisasi dan pemberian beberapa
hak khusus bagi kelompok minoritas. Kedua adalah kelompok nasionalis, yang menginginkan
dominasi bangsa Turki, dan kekuasaan yang terpusat. Kedua kelompok ini yang
mengggunakan Komite Persatuan dan Kemajuan sebagai alat secara terbuka untuk
memperoleh kekuasaan. Di antara tokoh utama Komite Persatuan dan Kemajuan adalah
Murad Bey ( 1853-1912 ), Ahmad Reza ( 1859-1931 ), dan Pengeran Sabahud din ( 1877-
1948 ).
Kaum wanita pada masa Turki Muda memperoleh perhatian yang besar. Di bidang
pendidikan, kesempatan bagi kaum wanita untuk memperoleh pendidikan juga dibuka lebar-
lebar. Kalau pada masa periode Tanzimat, kaum wanita telah memperoleh kesempatan
belajar di tingkat dasar, maka periode Turki Muda kesempatan bagi kaum wanita untuk
belajar di tingkat menengah dan tinggi. Kelompok Turki Muda barangkali dapat dikatakan
belum berhasil mewujudkan sebuah pemerintahan konstitusional seutuhnya, akan tetapi
mereka berhasil melemahkan kekuatan pemerintahan pusat di Istanbul, terutama ketika
mereka berhasil melengserkan Abdul Hamid II yang mereka anggap sebagai penghalang
utama tujuan mereka.
Mustafa Kemal
Mustafa Kemal lahir di Salonika pada tahun 1881. Orang tuanya Ali Riza bekerja sebagai
pegawai biasa di salah satu kantor pemerintahan di kota itu. Ibunya bernama Zubeyda,
seorang wanita yang taat beragama. Semasa belajar, Mustafa Kemal sudah mulai mengenal
dengan politik melalui seorang temannya bernama Ali Fethi. Berkat dorongan temannya
Kemal mulai mempelajari pengetahuan tentang bahasa Perancis, sehingga dia dapat
memperdalam pengetahuannya lewat karangan-karangan filosof Perancis.
Atas usaha Mustafa Kemal dan teman-temannya dapat dibentuk Majelis Nasional Agung di
tahun 1920. Mustafa Kemal dipilih sebagai Ketua sidang ini. Dalam sidang itu diambil antara
lain keputusan-keputusan berikut :
Mustafa Kemal dan rekan-rekannya dari golongan nasionalis bergerak terus dan secara
perlahan-lahan dapat menguasai situasi Turki, sehingga Sekutu terpaksa mengakui mereka
sebagai penguasa defacto dan dejure di Turki. Pada tanggal 23 Juli 1923 ditanda tangani
Perjanjian Lausanur, dan pemerintahan Mustafa Kemal mendapat pengakuan internasional.
Dalam pemikiran tentang pembaharuan Mustafa Kemal dipengaruhi bukan oleh ide golongan
nasionalis Turki saja, tetap juga oleh ide-ide Barat. Ia berpendapat Turki dapat maju hanya
dengan meniru barat, tidak heran banyak pemikirannya yang memiliki tujuan mewujudkan
peradaban barat di Turki. Westernisasi, sekularisasi dan nasionalisme menjadi dasar
pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal.
Pada Februari 1924, Mustafa Kemal berpendapat bahwa jabatan Khalifah juga harus
dihapuskan. Setelah terjadi perdebatan sengit pada tanggal 3 maret 1924, suara di majelis
memutuskan penghapusan jabatan Khalifah. Tetapi sebelum resmi menjadi negara sekuler,
Mustafa Kemal mulai menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Di
tahun 1924 Biro Syaikh Al-Islam dihapuskan, dan begitu pula kementrian Syariat. Bersamaan
dihapuskannya pula Mahkamah Syariat. Dalam pembentukan hukum baru itum hukum
syariat dan hukum adat ditinggalkan dan sebagai model diambil hukum barat.
Di tahun 1924 Madrasah-madrasah ditutup untuk diganti sekolah Imam dan Khatib. Pada
tahun 1928 pelajaran bahasa Arab dan Persia dihapuskan, dan diganti dengan pelajaran
bahasa Latin. Westernisasi dan sekularisasi diadakan bukan hanya dalam bidang institusi,
tetapi juga dalam bidang kebudayaan dan adat istiadat. Pakaian keagamaan dilarang dan
rakyat Turki harus menggenakan pakaian Barat. Sekularisme ini tidak sampai menghilangkan
agama Islam, tetapi pembaharuannya ini menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik
dan pemerintahan. Langkah-langkah yang diambil Mustafa Kemal ini memiliki dampak yang
luas di Mesir, Afghanistan, Iran, India danTurkistan serta kawasan dunia Islam lainnya.
Sebab memberi peluang bagi kalangan yang menyeru westernisasi dan cenderung pada
budaya Barat untuk menjadikan Turki sebagai contoh utama dan menjadikannya sebagai
sesuatu yang bisa dijadikan teladan.
BIBLIOGRAFI
Amini, Muhammad Safwat As-Saqa dan Habib, Sa’di Abu. 1982. Gerakan Freemasonry.
Makkah: Rabitah Alam Islami.
Mugni, Syafiq A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang
Shallabi, Ali Muhammad Ash. 2014. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta:
Pustaka al-Kautsar.
Yahya, Harun. 2003. The Knights Templar. India: Milad Book Center