Anda di halaman 1dari 16

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL

DOSEN PENGAMPU :
Khairil Azmi Nasution, S.H.I., M.A.

DISUSUN OLEH :
Hilda Aprima( 2006200455 )

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan mini riset Kemuhammadiyahan ini.
penulis menyusun maini siret ini dengan hasil diskusi bersama. Oleh karena
itu, penulis sangat menghormati dan menghargai pikiran- pikiran penulis lain
yang menjadi sumber acuan dalam menulis makalah ini. Namun, bagaimana pun
hal ini membuat penulis berbuat hati- hati dan tanggung jawab serta upaya yang
maksimal demi terselesainya makalah ini dengan sebaik-baiknya. Dalam
memenuhi unsur kemudahan dalam memahami isi makalah ini, penulis
mengupayakan menggunakan bahasa yang relatif sederhana dan mudah di
pahami. Selain itu, penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam proses kontribusi untuk menyelesaikan tugas makalah
ini.
Bagaimanapun, tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih butuh
banyak pembelajaran. Namun, penulis berharap bahwasanya tugas mini riset yang
penulis buat ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang yang membaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konteks sejarah bangsa indonesia ........................................................................ 3
B. Kaum santri penggerak pembaruan ...................................................................... 4
C. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan terbuka................................ 6
D. Dampak gerakan sosial muhammadiyah .............................................................. 8
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 11
B. Daftar Pustaka ........................................................................................................ 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Muhammadiyah sebagai gerakan sosial (Social movement) maksudnya adalah
segala upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan masyarakat (islam) dalam rangka menegakkan ajaran-ajaran islam. Dalam
konteks sosial, Muhammadiyah telah dan akan terus memberikan kontribusi dalam
segala bidang, politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan agama kepada bangsa
dan hal ini telah di lakukan oleh Muhammadiyah sejak Muhammadiyah di dirikan
sampai saat ini. Misi Muhammadiyah dalam bidang sosial diarahkan kepada
terwujudnya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia
global. Dalam mewujudkan gerakan sosial tersebut, Muhammadiyah mendorong etos
kerja dan amanah bagi semua pengemban amal usaha Muhammadiyah. Dengan etos
semacam ini, Syafiq Mughni pernah menyatakan bahwa, ada orang bilang
Muhammadiyah itu seperti jam dinding. tidak kedengaran bunyinya tapi bergerak
terus. Di dalamnya terdapat onderdil yang beragam tapi membentuk suatu sistem.
Masing-masing menjalankan fungsinya dengan baik. Sekalipun kadang mengalami
trouble, ia segera berjalan normal ketika ditangani dengan baik oleh ahlinya. Analog
itu kedengarannya berlebihan, tetapi itulah penilaian banyak orang. Muhammadiyah
dikenal bukan karena suka konflik. Ia dikenal karena mempunyai banyak amal usaha
dan pikiran-pikiran pencerahannya. Tidak sedikit orang penasaran, apa rahasia di
balik performance (kinerja) seperti itu. Sebagian dari jawabannya ialah karena
kesadaran sejarah. Perjalanan Muhammadiyah masa lampau dengan seluruh
Dinamikanya adalah bahan baku bagi bangunan Muhammadiyah. Orang tidak
mungkin memahami jika tidak menghayati denyut nadinya. Sejarah perjalanan
sebuah organisasi sangat penting untuk kesehatannya, sebagaimana Medical record
penting bagi kesehatan seseorang.

1.2 Rumusan Masalah


• Apa arti muhammadiyah sebagai gerakan sosial ?
• Apa makna kehadiran muhammadiyah sebagai gerakan sosial ?
• Bagaimana gerakan sosial muhammadiyah itu?

1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana muhammadiyah sebagai gerakan sosial dan
juga memahami makna kehadiran muhammadiyah sebagai gerakan sosial
tersebut serta mengetahui tentang bagaimana gerakan sosial muhammadiyah
tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Tujuan pustaka
Tinjauan pustaka ini berisi tentang kajian tentang bagaimana
muhammadiyah sebagai gerakan sosial

Kerangka Teori
Kerangka teori adalah fakta fakta ilmiah yang bersifat teoritis yang
dijadikan peneliti sebagai landasan berpijak dalam melakukan analisis
terhadap objek penelitian. Pada penelitian ini, objek penelitian adalah
bagaimana muhammadiyah sebagai gerakan sosial

A. Konteks Sejarah Bangsa Indonesia


Pada awal abad XX kita menyaksikan suatu perkembangan penting
dalam perjalanan sejarah masyarakat Indonesia ketika daerah perkotaan
menggeser peranan komunikasi pedesaan sebagai tempat berlangsungnya
perubahan. Jika tuntutan akan lahan dan tenaga kerja kaum penjajah telah
mengubah tatanan masyarakat di abad XIX, maka pertumbuhan usaha
perdagangan dan industri di abad XX telah merangsang pertumbuhan dan
pembangunan di bidang kehidupan sosial di pusat-pusat kegiatan tersebut.
Peranan perdagangan dan industri dalam menggerakkan mobilitas sosial,
terutama sangat menonjol di sektor perstekstilan dan batik di beberapa kota di
Jawa. Di samping perdagangan dan industri, peranan pendidikan dalam mobilitas
sosial juga tidak dapat dikesampingkan. Sartono mengatakan bahwa kebijakan
pengangkatan pegawai negeri didasarkan pada pendidikan, dan pendidikan ala
ibarat lebih di dahulukan. Meskipun untuk jabatan-jabatan tinggi dalam
pemerintahan di tuntut adanya “trah” bangsawan, namun pendidikan umum telah
menghasilkan mobilitas vertikal dari banyak orang tanpa memandang asal-usul
keturunan.
Para pedagang, cendekiawan dan pegawai pemerintah merupakan
golongan menengah kota, dapat ditambahkan pemilik tanah di daerah pedalaman
yang merupakan golongan menengah pedesaan. Kedua jenis golongan menengah
ini berbeda satu sama lain karena yang satu sangat di pengaruhi pemikiran barat

3
tentang masyarakat bebas, sedangkan golongan kedua hidup dalam masyarakat
yang relatif tertutup.
Dengan latar belakang kondisi di atas, terdapat tiga golongan muslim
yaitu golongan muslim yang berorientasi kebudayaan islam yang disebut kaum
santri dengan golongan muslim tradisi atau adat, dan golongan muslim yang
berorientasi pada pemikiran barat. Golong menengah santri memiliki sejarah
yang panjang. Orang peraya bahwa penganjur dan penyebar islam pertama adalah
kaum pedagang di kota-kota sepanjang pantai. Pusat-pusat kaum santri di bagian-
bagian kita yang disebut kaum di kota-kota di Jawa, juga merupakan pusat
perdagangan dan industri.

B. Kaum Santri Penggerak Pembaruan


Para santri merupakan kelompok yang paling dinamis dalam sejarah
Indonesia. Di abad XIX, kebangkitan agama dalam bentuk pembenahan lembaga
pendidikan pesantren dan gerakan terekat islam, dipimpin oleh para pemuka
agama di pedesaan, yakni para kiai. Pemerintah kolonial selalu mencurigai kaum
santri, sampai-sampai melakukan beberapa usaha dan tindakan untuk membatasi
pengaruh kebangkitan agama tersebut. Kebangkitan agama sebagai gerakan juga
telah mendorong gerakan menentang kekuasaan kolonial, bersamaan dengan
berbagai gerakan protes di daerah pedesaan Jawa. Berlainan dengan kebangkitan
di abad XIX ini Yong bersifat pedesaan, kolot dan konservatif, kebangkitan kaum
santri di abad XX bersifat kekotaan, reformis, dan dinamis. Harry J. Benda
menyatakan bahwa kebangkitan kaum santri kota berjuang melawan empat
seteru; formalisme kolot, kebudayaan adat, dan priyayi, sikap kebarat-baratan,
dan status quo penjajah.
Di awal abad XX, di tengah-tengah kemerosotan tingkat kesejahteraan
penduduk pribumi, kaum santri menghimpun kembali kekuatan dalam
masyarakat untuk melancarkan gerakan baru. Kelahiran syarikat islam (SI)
merupakan peristiwa yang luar biasa dan tidak ada duanya, karena mendahului
gerakan kebangsaan sementara dari segi islam, ia mendahului reformasi
keagamaan. Tetapi benda juga menulis bahwa SI menyajikan perubahan yang

4
hanya bersifat kuantitatif, bukan perubahan kualitatif terhadap desa-desa di Jawa,
dalam arti bahwa paham radikalisme di bidang pertanian ala SI bukanlah hal
yang baru. Bagaimana pun juga bagi rakyat desa dan kota, serikat islam
merupakan gerakan yang sudah lama ditunggu-tunggu bagi suatu perubahan.

1. KH. Ahmad Dahlan Seorang Santri Golongan Menengah


Ahmad Dahlan, pendiri gerakan Muhammadiyah adalah contoh
terkemuka dari seorang Khatib di Masjid Agung Kraton Yogjakarta, namun ia
juga di kenal sebagai pedagang batik yang berhasil memiliki jaringan dagang
di bank kota. Di antara abdi dalam santri, hanya merak yang dianugerahi
jabatan sebagai penghulu yang menganut etika priyayi.
Sejarah kaum santri golongan menengah, Castle mengemukakan
bahwa setelah terjadinya kemunduran SI, para santri pengusaha bergabung ke
Muhammadiyah, sedangkan para santri petaninya mau NU. Meskipun
mayoritas anggota NU adalah petani, para pengurusnya kebanyakan dari
golongan menengah, baik pedagang maupun petani kaya. Adalah sifat
pedesaannya yang menjadikan NU berkebudayaan petani, tradisional dan
konservatif. Kenyataannya baik Muhammadiyah yang beraliran modern
maupun NU yang beraliran tradisional, memiliki ciri yang sama, yakni bahwa
keduanya didirikan dan disebarkan melalui hubungan pribadi dan
kekeluargaan.

2. Latar Belakang KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari


Para pemimpin Muhammadiyah berpusat di sekitar kampung kauman
di Yogyakarta, sedangkan pemuka NU di pesantren Tebuireng di Jawa timur.
Situasi kepemimpinan kedua organisasi itu pada dasarnya tetap sama,
meskipun diseratkan bahwa pemimpin NU adalah tipe Kharismatik otoriter
dari kebudayaan petani, sedangkan pemuka Muhammadiyah adalah dari tipe
rasional demokratik dari kebudayaan borjuis. Sebenarnya, baik pendiri NU
maupun Muhammadiyah sama-sama mendapat pendidikan dalam lengkingan
tradisi pesantren, bahkan dikatakan bahwa Ahmad Dahlan dan Hasyim
Asy’ari dari NU adalah kawan sekamar ketika belajar di pesantren Semarang.
Ilmuwan pertama yang mengamati hubungan pembaharuan agama
beraliran modern dengan sifat borjuis ialah Wertheim, dalam penelitiannya
tentang perubahan sosial di Indonesia, disusul kemudian oleh banyak

5
penelitian lainnya. Dengan nada yang sama, penelitian Geertz tentang kota-
kota kecil di Jawa timur menemukan bahwa kaum santri perkotaan masuk ke
Muhammadiyah yang beraliran modern dan kaum santri pedesaan bergabung
dengan NU yang beraliran kolot (konservatif), Geertz memandang bahwa
Muhammadiyah lebih sebagai jenis persyarikatan dengan pengorganisasian
yang ketat dan bersemangat agresif. Hal ini mungkin benar di mojokuto pada
tahun 1950-an, namun tidak seluruhnya benar pada tahun-tahun pembentukan
Muhammadiyah. Dukungan kaum yang beraliran modern dengan yang
beraliran tradisi, berbeda dari satu tempat ke tempat lain.

6
C. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial Keagamaan Terbuka
Pendiri Muhammadiyah mendapat sambutan baik dari golongan
menengah perkotaan di Jawa dan Madura. Di Sumatera tempat pembaharuan
agama di barengi oleh munculnya kaum muda, gerakan Muhammadiyah juga di
terima baik. Sedangkan di Jawa bukan hanya golongan menengah dan golongan
yang terdidik, melainkan juga kaum bangsawan setempat, menyambut gerakan
pembaharuan tersebut. Sultan Hamengkubuwono VII di Yogyakarta bahkan
menghibahkan sebidang tanah untuk mendirikan sebuah sekolah
Muhammadiyah.
1. Muhammadiyah Gerakan Pemurnian Islam
Gerakan pemurnian oleh Muhammadiyah ditujukan, baik kepada
kalangan tradisional maupun kalang islam dari segala khurafat, sisa-sisa
kebudayaan kuno yang melekat di kalangan abangan, sebagai contoh,
peacock menuju pada sistem kognitif. Jika seseorang abangan akan lebih
mengingat hari lahirnya, seorang Muhammadiyah lebih suka mengingat
tahun kelahirannya. Konsep tentang hari dalam tradisi jawaadalah satu siklus
yang kembali setiap 35 hari. Jarang sekali seorang Jawa dapat mengingat
tanggal dan tahunnya saja, seorang warga Muhammadiyah seperti Ahmad
Dahlan, menanggalkan pandangan siklus kosmologis yang statis dan
menggantikannya dengan pandangan linier yang dinamis, melihat dunia
dalam keadaan selalu berkembang maju.
Muhammadiyah lahir dengan orientasi keagamaan. Muhammadiyah
lebih menampilkan diri sebagai gerakan puritan untuk menghapus beban-
beban kultural islam yang terkena pengaruh budaya agraris. Tampaknya,
Concern terbesar yang melatar belakangi timbulnya gerakan ini adalah untuk
membersihkan islam dari simbol-simbol Agama yang terbentuk dalam
tradisi agraris seperti misalnya haul, berzanji. Manaqib, dan semacamnya.
Bagi Muhammadiyah Symbolic formation semacam itu adalah Bid’ah.

2. Gerakan Kualitatif – Kuantitatif


Perkembangan selanjutnya, ternyata bahwa gerakan kualitatif itu
menimbulkan dampak kuantitatif. Dengan kata lain, gerakan kultural
Muhammadiyah ternyata menimbulkan dampak sosial. Muhammadiyah
misalnya telah menyebabkan longgarnya ikatan paternalisme santri-kiai;

7
demikian juga telah menyebabkan memudarnya otoritas pesantren akibat
dikembangkannya lembaga-lembaga pendidikan baru.
Reaksi Kaum Tradisional
Pada tataran masalah basis sosial inilah, kita meliihat latarbelkang
lahirnya NU. Sesungguhnya NU lahir karena reaksi terhadap dua hal.
Pertama,ia merupakan reaksi terhadap politisasi agama yang
dilakukan oleh SI.
Kedua, merupakan reaksi terhadap gerakan pembaharuan
Muhammadiyah.
Berbeda dengan Muhammaduyah, NU sebenarnya bertujuan untuk
melestarikan lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi islam agraris dengan
solidaritas mekanis komunalnya. Tampak sekali bahwa concern terbesar NU
adalah pada upaya-upaya yang lebih utilitarian dalam pengertian peribadatan
mereka semata. Itu sebabnya ia menolak kecenderungan SI untuk
memoblitasi poltik. Disamping itu, karena karakteristik NU adalah
paternilisme kiai dan beririentasi kuat pada mazhab, maka ia menolak
gerakan Muhammadiyah yang antipaternalisme dan non mazhab.

Basis Sosial Muhammadiyah dan NU


Perbedaan mendasar antara muhammadiyah dan dan SI di satu
pihak, dengan NU dipihak lain, sesungguhnya adalah karena keduanya
mempunyai basis sosial yang berbeda. NU, bagaimanapun tetap mewakili
tradisii masyarakat komunal-agraris yang dijalin dalam ikatan –ikatan
solidaritas mekanis-paternalistik. Dilain pihak SI dan muhammadiyah
muncul sebagai wadah yang mewakili tradisi baru masyarakat
urban,pedagang dengan ikatan-ikatan solidaritas organis-partisipasif. Itu
sebabnya,jika NU mengembangkan gerakannya dengan menggunakan
lembaga-lembaga dan jaringan – jaringan lama, maka SI dan
Muhammadiyah menciptakan lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi baru
dengan jaringan yang bersofat organis dan asosiasional.
Pada perkembangan selanjtnya NU juga berusahan mereapkan
benutk-bentuk pengorganisasian baru-suatu tuntutan tampaknya memeang
tidak terelakan namun sgera akan terlihat adanya semacam ambivalensi.
Apakan NU benar-benar akan menggunakan solidaritas asosiasonal dengan

8
dibentuk sturtur organisasi dengan ikatan-ikatan dan jaringan-jarigan
komunal? Inilah mabivensi yang sampai sekarang belum terpecahkan.
Dalam Konteks ini, NU jelas berbeda sekali dengan
Muhammadiyah. Sementara NU mengalmai semacam ambivalensii
orgnaisatoris, Muhammadiyah tampak jauh lebih solid. Ini karena sejak awal
Muhammadiyah membentuk struktur organisasi atas dasar ikatan
asosiasonal; disamping itu juga karena Muhammadiyah tidak mewarisi
beban-beban tradisi komunal-paternalistik seperti yang diidap oleh NU.
Karakter urban dan niaga dari gerekan islam modern tampaknya
juga termanifestasikan dalam gerakan Muhammadiyah yang didirikan pada
tahun 1912. Muhammadiyah mencurahkan usahanya dibidang pendidikan
dan amal – amal sosial, dengan penekannan pada pemurnian agama islam
pada bentuknya yang aslinya dengan menghilangkan beban-beban “kultural”
praktik-praktik keagamaan . gerakan ini telah memancing banyak komentar
dan analisis para sarjana. W.F Wartheim menyimpulkan bahwa ideologi
Muhammadiyah paralel dengan ideologi borjuasi Eropa, khususnya gerakan
Calvinis yang sangat puritan. Cliford geertz menggaungkan kembali analisis
Werheim ini dengan melihat Muhammadiyah sebagai suatu gerakan dengan
tingkat rasionalisasi yang tinggi, yang pada dirinya dapat menjadi basis bagi
peacock yang melihat bahwa dalam gerakan puritan Muhammadiyah
terdapat tendensi yang kuat kearah sikap yang rasional dalam melihat
kehidupan. Singkatnya, dalam muhammadiyah, borjuasi musim muncul
kembali ke permukaan kehidupan sosial, suatu kelas yang dinggap bakal
menjadi elemen penting untuk pembentukan indonesia baru.

D. Dampak Gerakan Sosial Muhammadiyah


Sebagai gerakan sosial keagamaan ,selama ini Muhammadiyah telah
menyelenggarakan berbagai kegiatan yyang bermanfaat untuk pembinaan
individu maupun sosial masyarakat islam di Indonesia. Pada level,individual,
cita-cita pembentukan pribadi muslim dengan kualifikasi-kualifikasi moral dan
etika islam, terasa sangat karakteristik. Gerakan untuk membentuk keluarga
“sakinah” untuk membentuk “jamaah” untuk membentuk “qaryah
thayyibah”,dan pada akhirnya untuk membentuk “ummah” juga mendominasi
cita-cita gerakan sosial muhammadiyah. Berbagain bentuk kegiatan amal usaha
Muhammdiyah jelaas sekali membuktukan hal itu.

9
Perlu Perumusan Ulang Gerakan Sosial Muhammadiyah
Sebagai suatu gerakan dakwah yang bersifat mutideminsional,
Muhammadiyyah mesti akan selalu berubah secara dinamis sesuai dengan
konteks dimana dia hidup. Pada zaman penjajahan misalnya, sudaj barang tentu
multideminsionalitas Muhammadiyah digerakan pada masalah-masalah
pembebasan bangsa dari penjajahan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain-
lain. Pada masa berikutnya, tentu terjadi suatu evolusi persepsional yang dinamis,
yang tetap merujuk pada gambaran dakwah yang social reconstrution
multideminsinal tersebut.
Dari perspektif transformasi sosial, muhammadiyah sesungguhnya belum
memiliki konsep gerakan sosial yang jelas. Selama ini, kegiatan pembinaan
warga muhammadiyah lebih diorientasikan kepada gerakan untuk mengelola
pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan pada diferensiasi jenis kelamin
dan usia. Umpamanya ada Nasyiatul Aisyiyah dan Aisyiyah,IRM,IMM, dan
sebagainya. Kategori pengelompokan sosial semacam ini sesungguhnya justru
bersifat antisosial, karena pengelompokan berdasarkan usia dan jenis kelamin
cenderung mengabaikan adanya realitas stratifikasi dan diferensiasi sosial suatu
uang kininjustru perlu mendapat lenih banyak perhatian dari Muhammadiyah.
Sesudah berkiprah selama sekitar satu abad sejak berdirinya pada tahun
1912, masih ada saja gejala yang tidak berubah dari basis sosial gerakan
muhammadiyah, yakni bahwa ia masih berada di desa desa, dan kota kota kecil
dan kampung kampungan dalam kota. Dengan kata lain, kita dapat bertanya,
mengapa selama ini muhammdiyah belum menyentuh dinamika sosial dan
budaya metropolitan?
Buah penting yang dihasilkan muhammadiyah adalah etos kerja baru
dalam kerangka masyarakat isdustrial dan organisasional. Muhammadiyah telah
mempersiapkan anggota masyarakat dengan etika,keahlian, dan lembaga yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat insdutri dan perdagangan. Sejarah
telahmebuktikan bahwa muhammadiyah telah bnyak melahirkan golongan
wiraswatawan pribumi yang cukup kuat dan bebas. Tampak tradisi
Muhammadiyah lebih dekat kepada golongan pedagang dari pada golongan
priyai dan elit kantoran.
Melihat realitas itu semua, meskipun secara relatif sudah banyak pestasi
yang dicapai, namu demikian muhammaduyah masih dihadapakan pada
tantangan-tantangan ke depan. Amin rais, pada tahun 1993 pernah

10
mengemukakan kendala-kendala yang dihadapi oleh muhammadiyah. Meskipun
pernyataan itu ditulis pada tahun tersebut diatas, sampai sekarang pernaytaan itu
masih terasakan. Menurutnya, muhammadiyah menghadapi tiga kendala untuk
menyongsong tugas-tugas beesarnya mengaplikasikan dakwah dalam arti yang
sangat luas.
Pertama, Muhammadiyah mempunyai kelemahan dalam meletakan
antisipasi kedaepan secara solid melalui think tank dan usaha yang dapat
dikatakan sebagai intellectual Exercises (ijtihad dalam arti luas). Hal ini karena
terjadi kesenjangan. Di saru pihak masalah-masalah sudah begitu jauh, sementara
konseptualisasi yang di miliki oleh muhammadiyah untuk meresponnya masih
belum memadai.
Kedua, kendala bagi muhammadiyah ada dalam aspek kaderisasi guna
mendukung program –program yang sudah dicanangnkan untuk dua puluh tahun
mendatang. Dalam muhaamdiyah persoalan kaderisasi tidak semudah yang
diharapakan, karena dalamhal in muhammadiyah harus membuat dirinya menarik
sehinggga dalam proses rekruitmen kader, dari mana pun datagnya,
muhaamdiyah tinggal menjaring bibit-bibit unggul yang ada ditengah masyarakat
islam pada umumnya dan keluarga muhammadiyah pada khususnya.
Ketiga, sumber daya ekonomi muhammadiyah sangat kecil untuk
menjadikan dirinya sebagai gerakan islam yang berada dibarisan depan,menjadi
lokomotif yang bisa mendorong inisiatif. Persoalan semacam ini dealami oleh
semua gerakan islam yang ada di indonesia. Potert muhammadiyah adalah mesin
segar, paling dinamis dibanding organisasi-organisasi lain yang seusia
dengannya. Muhammadiyah terus berkembang, masih growing,expanding,
bahkan kadang effending. Tetapi kalau sumber daya ekonomi muhammadiyah
semakin lama semakin meredup maka muhammadiyah akan bisa keropos.
Gerakan sosial Muhammadiyah (Revisi)
Beberpa point inti pada gerakan kegiatan sosial muhammandiyah adalah
gerakan untuk membentuk keluarga “sakinah” untuk membentuk “jamaah”
untuk membentuk “qaryah thayyibah”,dan pada akhirnya untuk membentuk
“ummah” hal ini mendominasi cita-cita gerakan sosial muhammadiyah.
Berbagai bentuk kegiatan amal usaha Muhammdiyah jelas sekali membuktukan
hal tersebut.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial (Social movement) maksudnya
adalah segala upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan masyarakat (islam) dalam rangka menegakkan ajaran-ajaran
islam. Dalam konteks sosial, Muhammadiyah telah dan akan terus memberikan
kontribusi dalam segala bidang, politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan agama
kepada bangsa dan hal ini telah di lakukan oleh Muhammadiyah sejak
Muhammadiyah di dirikan sampai saat ini. Misi Muhammadiyah dalam bidang sosial
diarahkan kepada terwujudnya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu
bersaing di dunia global. Dalam mewujudkan gerakan sosial tersebut,
Muhammadiyah mendorong etos kerja dan amanah bagi semua pengemban amal
usaha Muhammadiyah. Dengan etos semacam ini, Syafiq Mughni pernah menyatakan
bahwa, ada orang bilang Muhammadiyah itu seperti jam dinding. tidak kedengaran
bunyinya tapi bergerak terus. Di dalamnya terdapat onderdil yang beragam tapi
membentuk suatu sistem. Masing-masing menjalankan fungsinya dengan baik.
Sekalipun kadang mengalami trouble, ia segera berjalan normal ketika ditangani
dengan baik oleh ahlinya. Analog itu kedengarannya berlebihan, tetapi itulah
penilaian banyak orang. Muhammadiyah dikenal bukan karena suka konflik. Ia
dikenal karena mempunyai banyak amal usaha dan pikiran-pikiran pencerahannya.
Tidak sedikit orang penasaran, apa rahasia di balik performance (kinerja) seperti itu.
Sebagian dari jawabannya ialah karena kesadaran sejarah. Perjalanan
Muhammadiyah masa lampau dengan seluruh Dinamikanya adalah bahan baku bagi
bangunan Muhammadiyah. Orang tidak mungkin memahami jika tidak menghayati
denyut nadinya. Sejarah perjalanan sebuah organisasi sangat penting untuk
kesehatannya, sebagaimana Medical record penting bagi kesehatan seseorang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Widagdo Bambang, (2015), Kemuhammadiyaan, Malang : UMM Press.

13

Anda mungkin juga menyukai