Anda di halaman 1dari 43

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/348474196

SISTEM KONTROL OTOMATIS PROPORSIONAL, DERIVATIF, INTEGRAL DAN


KOMBINASI

Research · January 2021


DOI: 10.13140/RG.2.2.36283.03362

CITATIONS READS
0 1,909

1 author:

I Gede Suputra Widharma


Politeknik Negeri Bali
173 PUBLICATIONS   49 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

digital marketing View project

Penelitian View project

All content following this page was uploaded by I Gede Suputra Widharma on 14 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


SISTEM KONTROL OTOMATIS
PROPORSIONAL, DERIVATIF, INTEGRAL
DAN KOMBINASI

Oleh:
I Gede Suputra Widharma

TEKNIK LISTRIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI BALI
2020
Metode dan Aplikasi Sistem Kontrol Otomatis

I Gede Suputra Widharma


Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Bali

Abstrak:

Sistem kontrol memiliki beberapa metode, yaitu metode on/off, metode


proporsional, derivative (menjabarkan), integral (mengumpulkan), dan kombinasi
antara proporsional dengan derivative, kombinasi antara proporsional dengan
integral, serta metode kombinasi antara proporsional dengan derivative dan
integral. Masing-masing metode memiliki cirinya yang berhubungan dengan
kecepatan dan kestabilan dalam sinyal luaran aplikasinya. Menggunakan kombinasi
ketiga tipe pengendali ini, yaitu PDI (Proporsional-Devirative-Integral) dapat
diperoleh bahwa keluaran (output) yang dihasilkan terbaik. Dengan kata lain,
gabungan ini adalah penyempurna dari pengendali lainnya sehingga dapat
digunakan untuk semua proses pengendalian rangkaian paralel maupun seri
nantinya dan hasil outputnya tetap sama serta konstan.

Kata kunci: proporsional, derivative, integral, control, otomatis


METODE KONTROL PROPORSIONAL (P)

A. Tujuan
- dapat membaca gambar gelombang keluaran dari kontroler proporsional (P).
- dapat menganalisa gelombang keluaran dari kontroler proporsional (P).

B. Dasar Teori
Metode kontrol proporsional (P) merupakan pengembangan dari
kontrol dua posisi (on/off). Dalam sistem kontrol dua posisi, elemen
pembangkit hanya mempunyai dua posisi tertentu yaitu on dan off. Kontrol
dua posisi atau on-off relatif sederhana dan tidak mahal dan dalam hal ini
sangat banyak digunakan dalam sistem kontrol industri maupun domestik.
Untuk kontroler dengan aksi kontrol proporsional, hubungan antara masukan
kontroler u(t) dan sinyal pembangkit kesalahan e(t) adalah
u(t) = Kpe(t)
atau dalam besaran transformasi Laplace
U ( s)
= Kp
E ( s)
dengan Kp adalah suku penguatan proporsional.

Gambar 1. Diagram blok kontroller proporsional


Peningkatan K akan menaikkan penguatan loop dari sistem dan dapat
digunakan untuk menaikkan kecepatan respon sistem dan mengurangi
magnitude kesalahan-kesalahan keadaan mantap (error steady-state). Jikalau
kontrol proporsional berdiri sendiri biasanya kurang baik, sebab kenaikan K
tidak hanya membuat sistem lebih sensitif tetapi juga cenderung tidak
menstabilkan sistem. Konsekwensinya nilai K yang mana dapat dinaikkan
adalah terbatas, dan keterbatasan ini boleh jadi tidak cukup tinggi untuk
mencapai rensponse yang diinginkan. Akibatnya pada saat dicoba untuk
menset penguatan K, maka terdapat konflik kebutuhan/keinginan. Disatu sisi
diinginkan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan (errors) sebanyak
mungkin, tetapi untuk melakukan ini menyebabkan response berisolasi,
dengan cara demikian memperpanjang setting waktu. Sebaliknya perubahan
respon dari input sebaiknya secepat mungkin. Respon yang cepat dapat
dicapai dengan menaikkan K, tetapi sekali lagi dapat menyebabkan
ketidakstabilan sistem.

C. Alat dan Bahan


- Modul DL 2613 Power Supply unit ±15V.
- Modul DL 2670 P controller.
- Modul DL 2687 Test function generator (TFG).
- Osiloskop dua channal.
- Kabel penghubung secukupnya.

D. Gambar Rangkaian

Gambar 2. Gambar rangkaian P controller


E. Prosedur
1. Membuat rangkaian seperti gambar 2.
2. Mengetest function generator (TFG) di seting pada kondisi:
Bentuk sinyal : Gelombang kotak (saklar A)
Ton/T : 9/10 (saklar C)
f/Hz : 10 Hz (potensiometer D)
u/V : 5 V (potensiometer B)
3. P controller, diseting pada kondisi, saklar E pada posisi X0.1, dan
potensiometer F diatur pada posisi 10.
4. Osiloskop diseting menyesuaikan dengan konsisi gambar yang sedang
diamati, diatur pada posisi yang bagus.
5. Menghidupkan saklar utama pada modul power supply DL 2613, channel 1
dari osiloskop (CH1) dihubungkan ke input (terminal Y1) dan chanel 2 (CH2)
dihubungkan ke output kontroler (terminal Y2).
6. Membuat gambar keluaran dari kontroler P tersebut di dalam kertas grafik,
catat besaran nilainya.
7. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
8. Pada amplitudo 5 volt, aturlah saklar E untuk Kp pada posisi X1 dan
potensiometer F untuk Kp diatur pada posisi 2.
9. Menghidupkan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
10. Membuat gambar keluaran dari kontroler P tersebut di dalam kertas grafik,
catat besaran nilainya.
11. Mengatur saklar E untuk Kp pada posisi X1 dan potensiometer F untuk Kp
diatur pada posisi 3.
12. Menghidupkan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
13. Membuat gambar keluaran dari kontroler P tersebut di dalam kertas grafik,
catat besaran nilainya.
14. Menganalisa dan membandingkan ke tiga gambar yang telah anda buat.
15. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
F. Data Hasil Rangkaian Kontrol Proporsional (P)
1. Nilai Kp posisi 1

Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Periode (s)


Output 1,4 10,66 93,80
2. Nilai Kp Posisi 2

Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Periode (s)


Output 2,4 10,66 93,78

3. Nilai Kp posisi 3

Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Periode (s)


Output 3,4 10,66 93,80
Analisa Data

Dari data yang didapat, yaitu:


Pada saat Kp=1 maka gelombang input akan sama dengan gelombang oulput,
selain itu bila ditinjau dari variable besaran pada data tidak jauh berbeda, hal tersebut
dikarenakan pada saat Kp =1 faktor penguat pada saat Kp =1 faktor penguat sinyal input
dikalikan 1 sehingga sinyal output akan sama dengan input karena tidak ada perubahan
yang terjadi.
Pada saat Kp = 2, respon system akan mengalami perubahan pada sistem
keluaran, dimana sinyal output mengalami lonjakan secara vertical, sehingga
melampaui dari sinyal input, hal tersebut dapat di bandingkan Pk-Pk maupun periode
itu berbeda dari Kp=1 dan Kp=2.
Pada saat Kp = 3, respon sistem akan mengalami variabel besaran maksimal di
bandingkan Kp = 1 dan Kp = 2 dapat ditinjau dari Pk-Pk, frekuensi (Hz) maupun periode
(s). Hal ini menentukan sistem semakin tidak stabil akibat tingginya osilasi yang di
terima oleh sistem. Osilasi tersebut terjadi akibat besarnya faktor penguatan yang
diberikan sebagai pengali dari sinyal input.

Kesimpulan
Ciri-ciri metode kontrol propersional harus di perhatikan ketika kontroler tersebut
diterapkan pada suatu sistem, secara experiment kontroler propersional harus
penggunaan memperhatikan ketentuan:
1. Jika nilai Kp kecil kontroler propesional hanya mampu mengkoreksi kesalahan
yang kecil schingga menghasilkan respon sistem yang lambat.
2. Jika Kp dinaikan respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keaadan
mantapnya.
3. Namun jika Kp di perbesar sehingga mencapai harga berlebihan akan
mengakibatkan sistem bekerja tidal stabil atau menycbabkan sistem akan berisolasi.
METODE KONTROL DERIVATIVE (D)

A. Tujuan
- dapat membaca gambar gelombang keluaran dari kontroler derivative (D).
- dapat menganalisa gelombang keluaran dari kontroler derivative (D).

B. Dasar Teori
Pada kontrol derivative (D) gelombang output/keluaran Vout
adalah proporsional dengan daerah deviasi dari gelombang input/masukan
Vin. Proporsionalitas yang tetap disebut dengan koefisien dari aksi
derivative KD, sehingga :
Vout (t) = KDxVin(t)
𝑑𝑉𝑖𝑛(𝑡)
= KD 𝑑𝑡
∆𝑉𝑖𝑛(𝑡)
= KD lim
∆𝑡−0 ∆𝑇

Dalam kondisi input ramp linier, pengendali derivative (D)


memberikan signal output proporsional konstan :
Vout (t) = KDxVin(t)
∆𝑉𝑖𝑛(𝑡)
= KD ∆𝑡

Pada kondisi signal input konstan atau dalam hal ini Vin(t) =
konstan, sehingga diperoleh Vout(t) = 0. Ini berarti pengendali derivative
(D) tidak memberikan signal output jika signal input konstan.
Keluaran pengontrol Derivative memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
differensial. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Gambar 1
menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara sinyal
esalahan dengan keluaran pengontrol.

Gambar 1. Blok diagram pengontrol Derivative


Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran
pengontrol juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal
masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran
menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik
secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step
yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari
fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya.
Karakteristik pengontrol derivative adalah sebagai berikut:
1. Pengendali ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan
pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan pengontrol tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal
kesalahan. (Powel, 1994, 184).
3. Pengendali derivative mempunyai suatu karakter untuk mendahului,
sehingga pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan
sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol
derivative dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi
yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem .
Berdasarkan karakteristik pengontrol tersebut, pengontrol derivative
umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi
tidak memperkecil kesalahan pada keadaan stabilnya. Kerja pengontrol
derivative hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode
peralihan. Oleh
sebab itu pengontrol derivative tidak pernah digunakan tanpa ada
pengontrol lain sebuah sistem (Sutrisno, 1990, 102).
C. Alat dan Bahan
- Modul DL 2613 Power Supply unit ±15V.
- Modul DL 2672 D controller.
- Modul DL 2687 Test function generator (TFG).
- Osiloskop dua channal.
- Kabel penghubung secukupnya
D. Gambar Rangkaian

Gambar 2. Gambar rangkaian D controller

E. Prosedur
1. Mengetest function generator (TFG) di seting pada kondisi:
Bentuk sinyal : Gelombang kotak (saklar A)
Ton/T : 9/10 (saklar C)
f/Hz : 10 Hz (potensiometer D)
u/V : 5 V (potensiometer B)
2. D controller, diseting pada kondisi, saklar E pada posisi ON, saklar dan
potensiometer F diatur pada nilai KD berturut-turut 0.02, 0.2, dan 2.
3. Osiloskop diseting menyesuaikan dengan konsisi gambar yang sedang
diamati, diatur pada posisi yang bagus.
4. Menghidupkan saklar utama pada modul power supply DL 2613, chanel 1
dari osiloskop (CH1) dihubungkan ke input (terminal Y1) dan chanel 2
(CH2) dihubungkan ke output kontroler (terminal Y2).
5. Membuat gambar keluaran dari kontroler D tersebut di dalam kertas grafik
pada nilai KD sesuai langkah no 2 diatas, catat besaran nilainya.
6. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
7. Menganalisa dan membandingkan ke tiga gambar yang telah anda buat.
8. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613

F. Data Hasil Rangkaian Kontrol Deverativ

1. Nilai Kd pada posisi 0,02

Channel Pk-Pk(V) f(Hz) Periode(T)


Output 5,60 9,63 103,8
2. Nilai Kd pada posisi 0,2

Channel Pk-Pk(V) f(Hz) Periode(T)


Output 5,40 9,60 104,1

3. Nilai Kd pada posisi 2

Channel Pk-Pk(V) f(Hz) Periode(T)


Output 5,40 9,67 103,4
A. Analisa Data
Keluaran kontroler deferensial atau kontroler turunan memiliki sifat halnya
suatu operasi deverative. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Aksi kontroler turunan sering
disebut juga kontroler laju (rate control), karena besar keluaran kontroler sebanding
dengan laju perubahan sinyal kesalahan penggerak. Pada grafik osiloskop diketahui
bahwa besar Kd mempengaruhi bentuk output yang terjadi dimana, semakin besar Kd
maka noise pada gelombang semakin besar pula.
Pada grafik hal tersebut dapat ditinjau dari besar tegangan peak to peak hasil
pengukuran pada osiloskop:
Saat Kd = 0,02 sebesar 5,60V ; Kd = 0,2 sebesar 5,40V ; Kd = 2 sebesar 5,40V.
Lonjakan tertinggi terjadi pada saat Kd = 0,02 terlihat grafik pada osiloskop
berbentuk sudut grafik sangat runcing hal tersebut mempengaruhi kestabilan pada
sistem dimana dengan meningkatkan nilai Kd dapat meningkatkan stabilitas dan
mengurangi overshoot.

Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pengukuran gambar gelombang yang diperoleh dan
analisa data yang diperoleh bahwa control Deverative memiliki sifat untuk mendahului
sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi eror
yang terjadi. Kontrol Deverative hanya berubah saat ada perubahan eror sehingga saat
eror statis control ini tidak bereaksi, hal ini pula yang akan menyebabkan kontroler
Deverative tidak dapat dipakai sendiri. Dengan meningkatkan nilai Kd dapat
meningkatkan stabilitas dan mengurangi overshoot.
METODE KONTROL INTEGRAL (I)
A. Tujuan
- dapat membaca gambar gelombang keluaran dari kontroler Integral (I).
- dapat menganalisa gelombang keluaran dari kontroler integral (I).

B. Dasar Teori
Pengontrol integral berfungsi menghasilkan respon [sistem yang
memiliki kesalahan keadaan stabil nol. Jika sebuah plant tidak memiliki
unsur integrator (1/s), pengontrol proposional tidak akan mampu
menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan stabilnya nol.
Dengan pengontrol integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu
mempunyai kesalahan keadaan stabilnya nol. Pengontrol integral
memiliki karaktiristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran sangat
dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan.
Keluaran pengontrol ini merupakan penjumlahan yang terus menerus dari
perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami
perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya
perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral merupakan luas
bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak. Sinyal keluaran
akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan
berharga nol. Gambar 1 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang
dimasukan ke dalam pengontrol integral dan keluaran pengontrol integral
terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut.

Gambar 1. Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t pada pembangkit


kesalahan nol.
Tujuan utama kontroller integral yaitu untuk menghilangkan error pada
keadaan mantap (steady). Pada kontroler dengan aksi kontrol integral nilai
masukan kontroler u(t) diubah pada laju proporsional dan sinyal
pembangkit kesalahan e(t). Sehingga

atau

Gambar 2. Diagam blok kontroller integral

dengan Ki adalah konstanta yang dapat diubah.


Fungsi alih dari kontroler integral adalah

Jika nilai e(t) ada dua (doubel), maka nilai u(t) bervariasi dua kali secara
cepat. Untuk pembangkit kesalahan nol, nilai u(t) tetap konstan. Aksi
kontrol integral biasanya disebut kontrol reset.
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral
ditunjukkan oleh Gambar 3 Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka
nilai laju perubahan keluaran pengontrol berubah menjadi dua kali dari
semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal
kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi
besar.
Gambar 3. Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan

Ketika digunakan, pengontrol integral mempunyai beberapa karakteristik


berikut ini:
1. Keluaran pengontrol membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
pengontrol integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengontrol akan bertahan
pada nilai sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai Ki.
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengontrol.

C. Alat dan Bahan


- Modul DL 2613 Power Supply unit ±15V.
- Modul DL 2671 Integral controller.
- Modul DL 2687 Test function generator (TFG).
- Osiloskop dua channal.
- Kabel penghubung secukupnya.
D. Gambar Rangkaian

Gambar 4. Gambar rangkaian I controller

E. Prosedur
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
1. Membuat rangkaian seperti gambar rangkaian.
2. Mengetest function generator (TFG) di seting pada kondisi:
Bentuk sinyal : Gelombang kotak (saklar A)
Ton/T : 9/10 (saklar C)
f/Hz : 10 Hz (potensiometer D)
u/V : 5 V (potensiometer B)
3. Integral controller, diseting pada kondisi, saklar E untuk integral action
pada posisi ON, saklar dan potensiometer F diatur pada nilai KI berturut-
turut x1, dan 1.
4. Osiloskop diseting menyesuaikan dengan konsisi gambar yang sedang
diamati, diatur pada posisi yang bagus.
5. Menghidupkan saklar utama pada modul power supply DL 2613, channal
1 dari osiloskop (CH1) dihubungkan ke input (terminal Y1) dan channal 2
(CH2) dihubungkan ke output kontroler (terminal Y2).
6. Membuat gambar keluaran dari kontroler I tersebut di dalam kertas grafik,
mengukur besarnya nilai signal input U1 (terminal Y1) dan signal U2
(terminal Y2).
7. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
8. Saklar dan potensiometer F pada integral action element DL 2671 diatur
pada posisi X1 dan 2.
9. Membuat gambar keluaran dari kontroler I tersebut di dalam kertas grafik,
mengukur besarnya nilai signal input U1 (terminal Y1) dan signal U2
(terminal Y2).
10. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
11. Saklar dan potensiometer F pada integral action element DL 2671 diatur
pada posisi X1 dan 3.
12. Membuat gambar keluaran dari kontroler I tersebut di dalam kertas
grafik, ukurlah besarnya nilai signal input U1 (terminal Y1) dan signal
U2 (terminal Y2).
13. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
14. Menganalisa dan membandingkan ke tiga gambar yang telah anda buat.
15. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
F. Data Hasil Rangkaian Kontrol Integral

Nilai Ki pada posisi 10

Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Periode (s)


Output 7,60 10,08 99,20

G. Nilai Ki pada posisi 20


Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Periode (s)
Output 13,40 10,12 98,80
H. Nilai Ki pada posisi 30

Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Periode (s)


Output 14,80 10,59 94,40

I. Analisis Data
Pengontrol integral memiliki karakteristik seperti halnya
sebuah integral keluarannya sangat dipengaruhi oleh perubahan
yang sebanding dengan sinyal nilai kesalahan, keluaran pengontrol
ini merupakan penjumlahan yang terus-menerus dari perubahan
masukannya, jika sinyal kesalan tidak mengalami perubahan
keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadi perubahan
masukan.
Pada saat Ki = 10, maka grafik pada osiloskop menunjukan
gelombang transien, dimana gelombang tersebut memiliki tegangan
peak to peak sebesar 7,6V. Namun saat Ki = 20 dan Ki = 30 terjadi
pelonjakan tegangan.
Saat Ki = 20 tegang peak to peak sebesar 13,4V dan saat Ki =
30 gelombang memeliki tegangan peak to peak sebesar 24,8V. Hal
ini terjadi karena respon transien yang tinggi, sehingga dapat
menyebabkan ketidak stabilan system.
J. Kesimpulan
Kontrol Integral ini dapat memperbaiki sekaligus
menghilangkan respon steady state, namun pemilihan besarnya Ki
yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi.
Sehingga dapat menyebabkan ketidak stabilan sistem.
Pemilihan nilai Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan
output berisolasi, namun konstanta integral Ki yang berharga besar
akan mempercepat hilangnya offset.
METODE PROPORSIONAL-DERIVATIVE CONTROLLER

A. Tujuan
- dapat membaca gambar gelombang keluaran dari kontroler proporsional
derivative (PD).
- dapat menganalisa gelombang keluaran dari kontroler proporsional
derivative (PD), dan dapat menjelaskan hubungan antara komponen-
komponen P dan D.

B. Dasar Teori
Pengendali derivative (D controller) selalu digunakan bersama-sama
dengan pengendali proporsional atau proporsional plus integral. Aksi
pengendali derivative mendahului kesalahan penggerak, mengawali
koreksi dini, dan cendrung memperbesar kestabilan sistem. Aksi kontrol
proporsional ditambah turunan didefinisikan dengan persamaan berikut.

dan fungsi alihnya adalah:

dengan KP adalah penguatan proporsional dan Td konstanta yang disebut


waktu turunan. KP dan Td keduanya dapat ditentukan. Aksi kontrol turunan
kadang kadang disebut laju kontrol dengan besaran keluaran kontroler
proporsional ke laju perubahan sinyal pembangkit kesalahan. Waktu
turunan Td adalah waktu interval dengan laju aksi memberikan pengaruh
pada aksi kontrol proporsional.
Gambar 1. (a) Diagram blok kontroler proporsional ditambah turunan: (b)
dan (c) diagram yang menggambarkan unit masukan fungsi Iandai dan
keluarannya
Gambar 1 (a) menunjukkan diagram blok kontroler proporsional ditambah
turunan. Jika sinyal pembangkit kesalahan e(t) unit fungsi landai seperti
ditunjukkan pada Gambar 1 (b), maka keluaran kontroler menjadi seperti
pada Gambar 1 (c). Seperti dapat dilihat pada Gambar 1 (c), aksi kontrol
turunan mempunyai karakter antisipasi. Namun demikian, aksi kontrol
turunan tidak dapat mengantisipasi aksi lain yang belum pernah dilakukan.
Satu pihak aksi kontrol mempunyai keuntungan mengantisipasi, tapi di
pihak lain juga mempunyai kelemahan yaitu adanya gangguan sinyal
penguatan yang dapat bercampur pada pembangkit (aktuator).
Perhatikan bahwa aksi kontrol turunan tidak pernah digunakan sendiri
karena aksi kontrol ini hanya efektif selama periode transient.

C. Alat dan Bahan


- Modul DL 2613 Power Supply unit ±15V.
- Modul DL 2672 D controller.
- Modul DL 2670 P controller.
- Modul DL 2687 Test function generator (TFG).
- Modul DL 2674 Summing point 5 input.
- Osiloskop dua channal.
- Kabel penghubung secukupnya
D. Rangkaian

Gambar 2. Gambar rangkaian PD controller

Catatan: Cabel S1 connected – cabel S2 not connected: parallel


configuration (mathematical controller). Cabel S1 not connected – cabel
S2 connected: series configuration (industril controller).

E. Prosedur
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Membuat rangkaian seperti gambar rangkaian.
2. Test function generator (TFG) di seting pada kondisi:
Bentuk sinyal : Gelombang kotak (saklar A)
Ton/T : 9/10 (saklar C)
f/Hz : 10 Hz (potensiometer D)
u/V : 5 V (potensiometer B)
3. P controller DL 2670, diseting pada kondisi, saklar E dan potensiometer
aiatur pada KP = 10X0.1 = 1.
4. D controller DL 2672, saklar F pada posisi ON, saklar G dan
potensiometer diatur pada KD = 0.2X10s = 2s.
5. Osiloskop diseting menyesuaikan dengan konsisi gambar yang sedang
diamati, diatur pada posisi yang bagus.
6. Pengendali dalam konfigurasi parallel (cabel S1 connected – cabel S2 not
connected).
7. Hidupkan saklar utama pada modul power supply DL 2613, channal 1 dari
osiloskop (CH1) dihubungkan ke input (terminal Y1) dan channal 2 (CH2)
dihubungkan ke output kontroler (terminal Y2).
8. Buatlah gambar keluaran dari kontroler PD di dalam kertas grafik, ukurlah
besarnya nilai signal input U1 (terminal Y1) dan signal U2 (terminal Y2).
9. Matikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
10. Pengendali dalam konfigurasi seri (cabel S1 not connected – cabel S2
connected).
11. Buatlah gambar keluaran dari kontroler PD di dalam kertas grafik, ukurlah
besarnya nilai signal input U1 (terminal Y1) dan signal U2 (terminal Y2).
12. Matikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
13. Analisa dan bandingkan ke dua gambar yang telah anda buat.
14. Matikan saklar utam pada modul power supply DL 2613.

F. Data Hasil Rangkaian


1. Konfigurasi seri
Chanel Pk-pk V) f (Hz) Rms (V)
Input 5,20 10,55 4,17
Output 5,6 10,56 6,04
2. Konfigurasi paralel
Chanel Pk-pk V) f (Hz) Rms (V)
Input 5,20 10,55 4,17
Output 9 10,56 6,24

G. Analisi Data
Berdasarkan hasil pada rangkaian proporsional differensial (PD) mempunyai sifat
yang sama yaitu sinyal output akan melonjak pada posisi awal atau disebut dengan
dirac delta function. Kontroler ini berfungsi untuk menguatkan dan mengatur waktu
penurunan gelombang. Variable Kp (Konstanta Proporsional) berfungsi sebagai
penguat sinyal input, dan variable Kd (Konstanta Differensial) berfungsi untuk
mengatur waktu gelombang output berada di tegangan maksimal (pada saat berada di
tegangan maksimal). Jika nilai Kp diatur maka semakin tinggi Kp semakin besar
penguatan yang terjadi dan jika nilai Kd diatur maka akan semakin lama tegangan
berada di maksimalnya.
Pada grafik hasil dapat dilihat bahwa hasil gelombang memiliki bentuk perpaduan
antara output sinyal proporsional dan differensial. Berbeda jika kontrol yang
digunakan hanya proporsional maupun differensial maka sinyal output yang
dihasilkan masih memiliki kesalahan-kesalahan pada sinyal outputnya serta overhoot.
Disini perpaduan antara kontrol proporsional dan differensial akan mengurangi
kelemahan tersebut. Pada sistem pengendali PD saat dengan Kp = 1 dan Kd = 2
tampilan menunjukkan kenaikan pada nilai besaran pada sinyal output. Penggunaan
pengendali PD menghasilkan tanggapan yang lebih stabil dan overshoot lebih
berkurang dibandingkan dengan pengendali sebelumnya, namun pengaruh terhadap
terjadinya kesalahan – kesalahan masih terlihat.

H. Kesimpulan
Karena kontroler derivatif mampu mengurangi overshoot yang terjadi dalam
sistem kontrol, maka penggabungan dua tipe kontroler P dan D cukup efektif untuk
mendapatkan respon sistem yang baik. Kontroler PD memadukan fungsi kontroler P
dan D. Perpaduan antara pengendali Proporsional dan Differensial akan menghasilkan
gelombang output yang stabil jika dibandingkan dengan output sinyal dengan satu
pengendali.
METODE PROPORSIONAL-INTEGRAL (PI)

A. Tujuan

- Menentukan respons transient dari system kendali PI.


- Menentukan harga-harga yang dianggap penting pada alat kendali PI
berdasarkan respon transien.
- Menyebutkan kriteria pengaturan untuk alat kendali PI.

B. Dasar Teori
Penggabungan beberapa alat pengendalian yang mempunyai aksi
berlainan, diharapkan akan saling melengkapi. Kelemahan (keterbatasan)
yang satu bisa ditutupi oleh kelebihan yang lain dan dimungkinkan juga
adanya penambahan keuntungan dari kelebihan masing-masing alat
pengendali individu.
Alat pengendali proporsional-integral (PI) adalah alat kendali hasil
kombinasi dari alat kendali proporsional (P) dan integral (I). Bentuk
matematis alat pengendalian ini merupakan kombinasi penambahan
persamaan alat kendali P dan alat kendali I :
𝐾𝑝 𝑡
𝑢(𝑡) = 𝐾𝑝. 𝑒(𝑡) + 𝑒(𝑡)𝑑𝑡
∫0

Jika harga awal dianggap nol, maka transformasi Laplace persamaan di


atas adalah:
𝐾𝑝
𝑢(𝑠) = 𝐾𝑝. 𝐸(𝑠) + 𝐸(𝑠)
𝑇𝐼 𝑆
Maka fungsi alih alat kendali dapat dituliskan:
(𝑠) 𝐾
= 𝐾𝑝 (1+ )
𝐸(𝑠) 𝑇𝐼 𝑆
Kp = Penguatan Proporsional TI

= Waktu Integral
Kedua parameter ini dapat diatur harganya. Waktu integral mengatur
aksi pengendalian integral namun perubahan penguatan proporsional
memengaruhi kedua bagian aksi pengendalian, yakni bagian proporsional
dan bagian integral. Dalam alat kendali integral, parameter
pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan laju reset (reset rate) atau
KI yang merupakan kebalikan dari waktu integral TI. Laju reset ini adalah
berapa kali per menit aksi bagian proporsional menjadi dua kali lipat.
Apabila pada masukan alat kendali diinjeksikan sinyal dengan fungsi
step, maka tanggapan yang terjadi pada keluaran alat kendali dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Tanggapan step alat kendali PI

Ketika masukan step diinjeksikan ke dalam alat pengendalian, yang


pertama bereaksi adalah pengendalian proporsional baru kemudian disusul
aksi alat kendali integral.
Penting untuk diperhatikan adalah waktu integral TI. Berdasarkan
gambar jelas apa yang dimaksud dengan waktu integral. Yaitu waktu yang
diperlukan, sehingga keluaran alat kendali menjadi dua kali lipat keluaran
bagian proporsional (dari Kp ke 2Kp).
Diagram kotak alat kendali PI, dinyatakan dengan penulisan persamaan
fungsi alih (gambar 2a) atau tanggapan stepnya (gambar 2b).

Gambar 2. Diagram kotak alat kendali PI

C. Peralatan Yang Digunakan


- 1 power supply unit ± 15 V (DL 2613)
- 1 P-controller (DL 2670)
- 1 summing point – 5 inputs (DL 2674)
- 1 test function generator (TFG) (DL 2687)
- 1 integral-action element (DL 2671)

- Kabel secukupnnya

D. Gambar Rangkaian

Gambar 3. Rangkaian PI-controller


Cabel S1 connected – cabel S2 not connected: parallel configuration
(mathematic controller). Cabel 1 not connected – cabel S2 connected :
series configuration (industrial controller).

E. Langkah
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 3.
2. Hubungkan trace 1 dari osiloskop ke signal U1 (terminal Y1) dari DL 2687
dengan volt/div = 1V/cm DC. Trace 2 dari osiloskop ke signal U2 (terminal
Y2) dari DL 2674 dengan volt/div = 1V/cm DC. Time base = 10ms/cm.
3. Lakukan setting peralatan sebagai berikut:

Test function generator (TFG):


Bentuk sinyal : Gelombang kotak (saklar A)
Ton/T : 9/10 (saklar C)
f/Hz : 10 Hz (potensiometer D)
u/V : 1V (potensiometer B)
P Controller dan Saklar E dan potensiometer diatur pada Kp = 10 x 0.1 = 1
I-element dan Saklar F untuk aksi integral pada posisi ON. Saklar G dan

potensiometer diatur pada nilai KI = 1 x 10s-1 = 10s-1

4. Pengendali dalam konfigurasi parallel (S1 connected-S2 not connected).


5. Hidupkan saklar utama pada power supply DL 2613. Aturlah line trace 1
dari osiloskop pada line zero (nol), untuk trace 2 bebas.
6. Ukurlah besar signal input U1 (terminal Y1) dan signal output U2
(terminal Y2). Analisa respon dari pengendali PI.
7. Matikan saklar utama pada power supply DL 2613.
8. Pengendali dalam konfigurasi parallel (S1 not connected-S2 connected).
9. Hidupkan saklar utama pada power supply DL 2613. Aturlah line trace 1
dari osiloskop pada line zero (nol), untuk trace 2 bebas.

10. Ukurlah besar signal input U1 (terminal Y1) dan signal output U2
(terminal Y2). Analisa respon dari pengendali PI.
11. Matikan saklar utama pada power supply DL 2613.
F. Data Hasil Rangkaian

Konfigurasi Seri

Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Rms (V)


Input 5,2 10,55 4,17
Output 8,6 10,56 6,04

Konfigurasi Paralel

Channel Pk-Pk (V) F (Hz) Rms (V)


Input 5,2 10,55 4,17
Output 9,0 10,56 6,04
G. Analisa Data
Berdasarkan hasil terhadap pengendali proporsional plus integral,
yang dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu dengan konfigurasi parallel dan seri.
Didapatkan analisa sebagai berikut:
a. Rangkaian Parallel
Channel 1 V/div = 1V/cm, channel 2 V/div = 1V/cm, T/div = 10ms,

Amplitude = 1V, Kp = 10 x 0.1 = 1, Ki = 1 x 10-s = 10-s, Pk-pk channel 1


(input) = 5,2V dan channel 2 (output) = 9V
b. Rangkaian Seri
Channel 1 V/div = 1V/cm, channel 2 V/div = 1V/cm, T/div = 10ms,

Amplitude = 1V, Kp = 10 x 0.1 = 1, Ki = 1 x 10-s = 10-s, Pk-pk channel 1


(input) = 5,2V dan channel 2 (output) = 8,6V
Dilihat dari konfigurasi seri ataupun parallel hasilnya sama atau bisa
dikatakan respon outputnya sama, hanya berbeda dalam hal merangkai
pengendali proporsional plus integralnya saja.

H. Kesimpulan
Alat pengendali proporsional plus integral (PI) adalah alat kendali
hasil kombinasi dari alat kendali proporsional dengan integral. Dapat
disimpulkan bahwa respon signal output PI, yaitu pada saat signal
mengalami kenaikan atau penurunan, maka respon yang dihasilkan juga
akan naik ataupun turun pada outputnya. Pada saat signal output sudah
konstan, maka respon yang tadinya naik atau turun kemudian akan menjadi
konstan pula.
METODE PROPORSIONAL DERIVATIF INTEGRAL CONTROLLER

A. Tujuan
- Dapat menganalisa karakteristik dari pengendalian proporsional plus
integral plus derivative (PDI), dan dapat menjelaskan korelasi antara
komponen-komponen P, I, dan D.
- Dapat menganalisa respon dari PDI controller untuk signal step dan yang
terpenting untuk signal input, penguatan proporsional Kp, koefisien aksi
integral KI, dan koefisien aksi derivative KD.
- Dapat menganalisa respon dari PDI controller untuk signal ramp dan
yang terpenting untuk signal input, penguatan proporsional KP, koefisien
aksi integral KI, dan koefisien aksi derivative KD.

A. Dasar Teori
Kombinasi dari aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral, dan aksi kontrol
turunan disebut aksi kontrol proporsional ditambah integral ditambah turunan.
Kombinasi ini mempunyai keuntungan dibanding masing-masing kontroler. Untuk
menutupi semua kekurangan pada pengendali proporsional plus derivative (PD
controller) dan pengendali posional plus integral (PI controller). Ketiga mode yang ada
digabung menjadi pengendali proporsional plus derivative plus integral (PDI
controller). Persamaan dengan tiga kombinasi ini diberikan oleh:

𝐾𝑝 𝑡 𝑑𝑒(𝑡)
𝑢(𝑡) = 𝐾𝑝 𝑒(𝑡) + ∫ 𝑒 (𝑡)𝑑𝑡 + 𝐾𝑝 𝑇𝑑
𝑇𝑖 0 𝑑𝑡

Atau fungsi alihnya

𝑈(𝑠) 1
= 𝐾𝑝 (1 + + 𝑇𝑑 𝑠)
𝐸(𝑠) 𝑇𝑖 𝑠

Dengan Kp penguatan proporsional, Ti waktu integral, dan Td waktu turunan.


Jika pada input pengendali PID diberikan sinyal mendadak (fungsi step), maka
outputnya akan merupakan jumlah dari output step pengendali P, output ramp
pengendali I, dan output pulsa pengendali D.
Gambar 1. (a) Diagram blok kontroler proporsional ditambah turunan: (b) dan (c)
diagram yang menggambarkan unit masukan fungsi Iandai dan keluarannya

Gambar 1 (a) menunjukkan diagram blok kontroler proporsional ditambah


turunan. Jika sinyal pembangkit kesalahan e(t) unit fungsi landai seperti ditunjukkan
pada Gambar 1 (b), maka keluaran kontroler menjadi seperti pada Gambar 1 (c). Seperti
dapat dilihat pada Gambar 1 (c), aksi kontrol turunan mempunyai karakter antisipasi.
Namun demikian, aksi kontrol turunan tidak dapat mengantisipasi aksi lain yang belum
pernah dilakukan.
Satu pihak aksi kontrol mempunyai keuntungan mengantisipasi, tapi di pihak
lain juga mempunyai kelemahan yaitu adanya gangguan sinyal penguatan yang dapat
bercampur pada pembangkit (aktuator).
Perhatikan bahwa aksi kontrol turunan tidak pernah digunakan sendiri karena aksi
kontrol ini hanya efektif selama periode transient.

B. Alat dan Bahan


 Modul DL 2613 Power Supply unit +15V
 Modul DL 2672 D controller
 Modul DL 2670 P controller
 Modul DL 2671 I controller
 Modul DL 2687 Test Function Generator (TFG)
 Modul DL 2674 Summing point 5 input
 Osiloskop dua channel
 Kabel penghubung secukupnya
C. Rangkaian Kontrol PDI

Gambar 2. Gambar rangkaian PID controller

Catatan : cabel S1 connected – cabel S2 not connected : parallel configuration


(mathematical controller). Cabel S1 not connected – cabel S2 connected : series
configuration (industril controller).
D. Prosedur
1. Membuat rangkaian seperti gambar rangkaian
2. Test Function Generator (TFG) di setting pada kondisi :
Bentuk sinyal : Gelombang kotak (saklar A)
Ton/T : 9/10 (saklar C)
f/Hz : 10 Hz (potensiometer D)
u/V : 5 V (potensiometer B)
3. P controller DL 2670, diseting pada kondisi, saklar E dan potensiometer diatur pada
Kp = 10x0.1 = 1
4. D controller DL 2672, saklar H pada posisi ON, saklar G dan potensiometer diatur
pada KD = 0.3x10s = 3s
5. Integral controller DL 2671, saklar F pada posisi ON, saklar 1 dan potensiometer
diatur pada Ki = 10X10s = 100s.
6. Osiloskop diseting menyesuaikan dengan kondisi gambar yang sedang diamati,
diatur pada posisi yang bagus.
7. Pengendali dalam konfigurasi paralel (cabel S1 connected – cabel S2 not
connected).
8. Menghidupkan saklar utama pada modul power supply DL 2613, channel 1 dari
osiloskop (CH1) ke input (terminal Y1) dan channel 2 (CH2) dihubungkan ke
output kontroler (terminal Y2).
9. membuat gambar keluaran dari kontroler PID tersebut di dalam kertas grafik,
mengukur besarnya nilai sinyal input U1 (terminal YI) dan sinyal U2 (terminal Y2).
10. Mematikan saklar utama pada power supplay modul DL 2613.
11. Pengendali dalam konfigurasi seri (cabel S1 not connected - cabel S2 connected).
12. Membuat gambar keluaran dari kontroler PID tersebut di dalam kertas grafik,
mengukur besarnya nilai sinyal input U1 (terminal YI) dan sinyal U2 (terminal Y2).
13. Mematikan saklar utama pada modul power supply DL 2613.
14. Menganalisa dan membandingkan ke dua gambar yang telah anda buat.
15. Mematikan saklar utam pada modul power supply DL 2613.
B. Data Hasil Rangkaian PDI

1. Konfigurasi Seri

Channel Pk-Pk(V) f(Hz) Rms(V)


Input 5,40 10,07 4,87
Output 25 10,08 12,5

2. Konfigurasi Paralel

Channel Pk-Pk(V) f(Hz) Rms(V)


Input 5,6 10,09 4,89
Output 25 10,09 12,6
E. Analisa Data

Kontrol ini merupakan system kendali analog yang menghasilkan sinyal output yang
sangat dipengaruhi oleh kontribusi hesar dari ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan
konstanta Kp, Ki dan Kd akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing
elemen.
Pada pengendali jenis ini dapat dikatakan bahwa keluaran mengandalkan variabel proses
terukur, bukan pengetahuan mengenai prosesnya, maka dapat secara luas digunakan.
Dengan penyesuaian (tuning) ketiga parameter model, kontroler PID dapat memenuhi
kebutuhan proses. Respon kontroler dapat dijelaskan dengan bagaimana responnya PID
sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D.
Penyetelan konstanta Kp, Ki dan Kd akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-
masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih menonjol
dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.
Kontrol ini merupakan system kendali analog yang menghasilkan sinyal output yang
sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan
Konstanta Kp, Ki dan Kd akan mengakibatkun penonjolan sifat dari masing-masing
elemen.
Pada pengendali jenis ini dapat dikatakan buhwa keluaran mengandalkan variable proses
terukur, tuikan pengetahuan mengenai prosesnya, maka dapat secara luas digunakan.
Dengan penyesuaian (tuning) ketiga parameter model, kontroler PID dapat memenuhi
kebutuhan proses. Respon kontroler dapat dijelaskan dengan bagaimana responnya
terhadap kesalahan. besarnya overshoot dari setpoint, dan derajat osilasi sistem,
penggunaan algoritme PID tidak menjamin kontrol optimum sistem atau bahkan
kestabilan.
Pada grafik yang dihasilkan di layar osiloskop didapatkan bahwa pada saat Kp = 10x0.1,
Kd = 0.2x10 dan Ki = 10x10=100 maka gelombang output yang dihasilkan memiliki
bentuk gelombang yang hampir stabil. Hal tersebut dikarenakan pengaruhi oleh
kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D.
F. Kesimpulan
Untuk menutupi semua kekurangan pada pengendali proporsional plus derivative (PD
controller) dan pengendali proporsional plus integral (PI controller), ketiga mode yang
ada digabung menjadi pengendali proporsional plus integral plus derivative (PID
contoller) unsur. P, I dan D masing-masing berguna untuk mempercepat reaksi sistem,
menghilangkan offset, dan mendapatkan energi ektra disaat-saat awal perubahan beban
(load).
Pada sistem pengendali proporsional (P), pengendali derivative (D) dan pengendali
integral (I) hasil dari pengukuran Pout merupakan setengah dari Pin, hal ini terjadi karena
jenis pengendali pada Pout dengan pengaturan potensiometer pada Kp, Ki dan Kd adalah
Kp = 10x0.1, Kd=0.2x10 dan Ki-10x10=100,
DAFTAR PUSTAKA

Amrutkar R, Vikharankar S, Ahire L. Security: Smart Homes Using Internet of Things (IOT),
International Engineering Research Journal (IERJ). 2016; 2(2): 558-561.

Anonim. Overview of the Internet of things. Recommendation ITU-T Y.2060. International


Standard Telecommunication. 2013:1

Anonim. LM35 Precesion Cemtrigrade Temperature Sensors. Texas Instruments. 2016:3

Astria F, Subito M, Nugraha D.W. Rancang Bangun Alat Ukur PH dan Suhu Berbasis Short
Message Service (SMS) Gateway. Jurnal MEKTRIK. 2014; 1(1):47-55.

Atmoko R.A. Sistem Monitoring dan Pengendalian Suhu dan Kelembaban Ruang pada Rumah
Walet Berbasis Android, Web, dan SMS, Seminar Nasional Teknologi Informasi &
Komunikasi Terapan. Semarang. 2013:283-290.

Hartalkar T, Bhore S, Borawake K, Naik S. GSM based Home Automation using MQTT.
International Journal of Engineering Technology, Management and Applied Sciences.
2015; 3(9):93-98.

Javed A. Building Arduino Projects for Internet of Things: Experiments with Real-World
Applications. Apress. 2016:4,190

Lampkin V, Leong W.T, Olivera L, Rawat S, Subrahmanyam N, Xiang R. Building Smarter


Planet Solutions with MQTT and IBM WebSphere MQ Telemetry. IBM Redbooks.
2012:5-33.

Kolban N. Kolban’s Book on ESP8255.

Patel K.K, Patoliya J, Patel H. Low Cost Home Automation with ESP8266 and Lightweight
protocol MQTT.Transactions on Engineering and Sciences.2015; 3(6):14-19.
Suputra Widharma, I Gede, IGAP Arthadi, M Dian PP, Dimas DN, Gian FS. 2019. Paket
Program Aplikasi ArcGIS Analys dan Mapping. Politeknik Negeri Bali. Denpasar
Suputra Widharma, IG, M Sajayasa. 2017. Penerapan Mikrokontroller AT89S51 dalam Alat Uji
Ambang Batas Toleransi Kadar Alkohol pada Minuman Beralkohol (mikol). Logic:
Jurnal Rancang Bangun dan Teknologi 13 (3), 124
Shafiudin S., Rohma. F.J., Prasetya A.E. Firmansyah R. Pemantau Ruang Inkubator Penetasan
Telur Ayam dengan Berbasis Telemetri Menggunakan Arduino UNO R3. Jurnal Nasional
Teknik Elektro, 2016:27-35.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai