Anda di halaman 1dari 28

Webinar Tax Audit and Tax Dispute Series

Effective Strategies, Recent


Updates, and Case Study on
Corporate Income Tax, WHT,
and VAT Disputes

DDTC Academy
AGENDA
Environmental Scanning
1 Sengketa Pajak

2 Review Proses Pemeriksaan


Pajak

3 Perkembangan Terkini terkait


Pemeriksaan Pajak

Strategi dan Manajemen


4 Pemeriksaan Pajak

5 Studi Kasus Strategis

Perkembangan Terkini terkait


6 Penghindaran Pajak
Environmental Scanning Sengketa Pajak

Jumlah Pegawai DJP (Data Biro SDM Realisasi SPT Tahunan per
Kemenkeu dan LT DJP 2019)
Jumlah per 1 Agustus 2021 = 46,612
1 2
30 April 2021 (SP 14/2021)
Badan = 872,995
Pemeriksa Pajak = 6,512 (Pulau Jawa =4,303) OP = 11,608,649
Penelaah Keberatan = 898 (Pulau Jawa = 685)
Penilai Pajak = 448 (Pulau Jawa = 191)
.

4 Rencana Kerja DJP 2021


LHP = 269,031
Hasil Pemeriksaan terhadap SK Keberatan/Non Keberatan =

3
422,127
SPTLB di tahun 2020
(LAKIN DJP 2020)
102,06 Trilyun (Naik 19,29% YoY)
Environmental Scanning Sengketa Pajak
Tingkat Kemenangan vs Kekalahan DJP di PP tahun 2020

Restitusi akibat upaya hukum 26.7


Triliun
(sumber: Laporan Kinerja DJP 2020)

Tingkat Kemenangan DJP di PP tahun 2019 40,54%


Alur Terjadinya Koreksi Pemeriksaan Pajak
Sumber KKP Identifikasi Rencana Program Kertas Kerja
Data/Informasi Masalah Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan

Per Jenis Pajak Penjelasan


• KKP perbandingan • Analisis rasio data • (Pos-pos SPT yang dilakukan/tidak
data keuangan keuangan vs pos akan Diperiksa) • Pos SPT
dilakukannya koreksi
• Profil WP dari AR SPT • Pos-pos dalam SPT • Tujuan Pemeriksaan
• LHP sebelumnya • Analisis trend dan atau pos • Metode Pemeriksaan • Berdasarkan
• Data lain yang benchmark turunannya • Teknik Pemeriksaan bukti/dokumen,
relevan • Ekualisasi pos SPT (contoh: peredaran • Prosedur terdapat penjualan
• Analisis risiko PPh Badan vs usaha/penjualan Pemeriksaan local yang belum
• Hasil analisis dan objek pajak lainnya ekspor) • Buku, Catatan dan dilaporkan oleh WP
pengembangan • Analisis keterkaitan • Untuk setiap jenis Dokumen WP yang • Penjualan local ini
IDLP antara alket, pajak yang akan dipinjam merupakan objek PPN
• Data lain (modus analisis risiko AR, diperiksa • Dasar hukum: Pasal
ketidak patuhan IDLP, data lain • Kredit pajak harus 12 ayat (3) UU KUP
cfm. SE 15/2018) seluruhnya • Pasal 4 (1) UU PPN
diperiksa
.
• PER-23/PJ/2013 • PER-23/PJ/2013 • PER-23/PJ/2013
• SE-126/PJ/2010 • SE-126/PJ/2010 • SE-04/PJ/2012
• SE-65/PJ/2013
Evaluasi Proses Teknik Pengujian

04 02 01
Lakukan Pastikan Tentukan factor Tentukan dan Tentukan teknik
permintaan kebenaran penyesuaian gunakan saldo- pengujian
data/keteranga matematis penambah dan saldo atau pos- ekualisasi /
n dari WP atas teknik pengujian pengurang pos yang akan kaitan
perbedaan (reconciling dicocokkan
yang terjadi.. items).

05 03
SE - 34/PJ/2020
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Mekanisme pelaksanaan pemeriksaan pajak pada masa Pandemi.
Pemanggilan Pengujian Pemeriksaan
SP2 Pertemuan dengan WP Permintaan Dokumen Pengujian fisik di tempat WP harus memenuhi
prokes. Selain itu wawancara dan diskusi dapat
Saat ini SP2 dapat dikirim Dilakukan dengan video conference, Dokumen Hardcopy dikirimkan saja
dilakukan dengan video conference. Lebih lanjut,
melalui email kedinasan apabila WP tidak berkenan untuk ke kantor DJP. Pada sekarang ini
DJP harus mengutamakan data internal dan
resmi DJP tatap muka. diutamakan dokumen softcopy. eksternal yang ada pada sistem DJP lebih dulu.

Penandatanganan Berita Acara Quality Assurance Pembahasan Akhir SPHP


Penandatanganan Berita Acara Pembahasan dengan tim QA pun dapat Dilakukan sesuai kesepakatan Penyampaian SPHP oleh DJP dapat
Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan berdasarkan kesepakatan WP dengan bersana. Pembahasan akhir akan melalui email, begitu pula dengan
[emeriksa, apakah langsung atau secara direkam dan dibuatkan Risalah
(PAHP) dan Ikhtisar Hasil Pembahasan penyampaian tanggapan tertulis
daring Pembahasan akhir.
Akhir (IHPA) harus dengan disepakati dari WP.
WP maupun pemeriksa.
Pasal 105 PMK 18/2021
17 Pasal yang Diubah dari
6 Ruang Lingkup Perubahan Pasal 105 PMK
PMK 17/ 2013 jo. PMK
18/2021 184/2015
1 Pasal 1
Pasal 13 ayat (1)
huruf ‘a’ dan ‘c’ UU Penghapusan frasa “keterangan lain”
KUP jo UU CK
Pasal 4 Pasal 41
Penambahan ruang lingkup pemeriksaan, penyesuaian

2 jenis pemeriksaan lapangan & kantor, serta perincian


maksud dari data konkret Pasal 5 Pasal 42
Pasal 11 Pasal 43
Penghapusan Pasal Penyesuaian ketentuan pemeriksaan (Pasal 13A
13A UU KUP jo UU
CK
3 UU KUP)
Pasal 13 Pasal 61
Pasal 104 PMK
Penyesuaian karena adanya perubahan sanksi Pasal 15 Pasal 62
18/2021 (Sanksi
Pengungkapan 4 pengungkapan ketidakbenaran
Ketidakbenaran SPT)
Pasal 17 Pasal 64
Penghapusan Pasal Penyesuaian ketentuan pemeriksaan (Pasal 13
13 ayat (5) & 15
ayat (4) UU KUP jo
UU CK
5 ayat (5) dan 15 ayat (4) UU KUP)
Pasal 21 Pasal 65
Pasal 21A Pasal 66
Penyesuaian ketentuan terkait dengan pemeriksaan yang

6 ditangguhkan akibat dilakukannya pemeriksaan bukti


permulaan Pasal 22 Pasal 67

*Sumber: https://news.ddtc.co.id/pmk-18-2021-terbit-tata-cara-pemeriksaan-pajak-diubah--28206?page_y=832
IREAC:MODEL ANALISIS PAJAK

I R E A C
Issues Regulations Evidences Analysis Conclusion
Permasalahan Peraturan yang Bukti-bukti yang Analisis dan Kesimpulan
terkait kebenaran digunakan untuk dibutuhkan dalam argumentasi yang mengenai apakah
materiil pengenaan menganalisis rangka dibangun untuk suatu pengenaan
pajak dan/atau permasalahan membuktikan menjawab pajak syaratnya
pembuktian yang kebenaran materiil permasalahan terpenuhi dan
digunakan cukup bukti

Materi Pengenaan Pajak Hukum Pembuktian


Materi pengenaan pajak pada dasarnya Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan
menyangkut Subyek Pajak (siapa yang dikenakan), bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Obyek Pajak (penyebab pengenaan) dan Tarif Pajak Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
(cara menghitung jumlah pajak) ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
Penj. Umum Par. 4 UU KUP 1984 menetapkan jumlah pajak yang terutang.
Pasal 12 ayat (3) UU KUP
Piramida Hukum Pembuktian dalam
Perpajakan

Beban Pembuktian A
Kebenaran Formal B

Kebenaran Materiil C B C
Prosedur dalam Memperoleh Bukti
(Pemeriksaan Pajak) D
D E
Kewajiban Pembukuan dan
Dokumentasi
E
Antisipatif, Kooperatif dan Suportif
Penjelasan Proses Bisnis
dan Pembukuan Suportif dalam Proses
Pemeriksaan
• Plant Tour Virtual ?
• Proses bisnis untuk tujuan perpajakan • Pemenuhan permintaan data dokumen
• Pembukuan terkait proses bisnis pemeriksaan pajak
• Penjelasan alur sistem ERP • Penjelasan tertulis dalam rangka
• Penjelasan SPI pemeriksaan (model IREAC)
• Struktur organisasi dan uraian kerja • Penjelasan kertas kerja ekualisasi dan
rekonsiliasi (tidak hanya kertas kerja) kaitkan
Penjelasan Analisis Rasio dengan cara kerja system ERP dan SPI
dan Risiko • Penyiapan dan Penyampaian Berita Acara
yang materinya sesuai dengan ketentuan
• Mengapa rugi? Strategi Baru


Mengapa omset turun?
Mengapa HPP naik?
dalam Menghadapi
• Mengapa ada bukpot tidak dilapor? Pemeriksaan
• Mengapa melakukan restrukturisasi
usaha Penghindaran Sengketa
PPKM: Prosedur Pengujian • APA - MAP
Kepatuhan Mandiri • Permohonan penegasan?
• Penyelesaian hasil pemeriksaan
• Uji Kepatuhan Formal Administratif: Faktur tanpa sengketa
Pajak, SSP JLN-BKP TB, PPh 26,
• Ekualisasi dan Rekonsiliasi
• IREAC untuk transaksi berisiko tinggi
• Data wajib pemeriksaan pajak
• Data ideal untuk transfer pricing audit
• Infografis/Videografis uji eksistensi IGS / Royalti
ERP System for Tax Audit and Defense
4 Komponen dalam “ERP System
for Tax Audit and Defense”:
Collecting: Mengumpulkan dan
1 mengarsipkan data dan informasi terkait

Collaborating: Kolaborasi dengan tim


2 keuangan, hukum, dan departemen lainnya

Grouping: Mengelompokkan data dan


3 informasi

Using: Memanfaatkan/menggunakan
4 data dan informasi dari setiap kelompok

Faktor Pendukung:
1. Sistem IT (pemilihan teknologi dan
implementasi)
2. SDM (pelatihan dan pengawasan)
Manajemen Pemeriksaan Pajak
Studi Kasus:
Koreksi PPN Pemberian Cuma-Cuma Jasa Online Marketing yang
Ditemukan di dalam Pembahasan Akhir (Tidak Tertuang dalam SPHP)
Risalah Surat
Pembahasan
SPHP Pembahasan Ketetapan
Akhir
Akhir Pajak
1 2 3 4
Tidak ada koreksi Pemeriksa Pemeriksa melakukan Pemeriksa menerbitkan
pemberian cuma- menemukan fakta koreksi positif atas SKP dengan koreksi
cuma atas jasa adanya pemberian adanya pemberian sebagaimana tertuang
online marketing cuma-cuma atas jasa cuma-cuma jasa online dalam risalah namun
online marketing marketing tidak dalam SPHP

Keputusan
Proses Putusan Tidak
Keberatan Permohonan Pengadilan
Keberatan
Pajak
Diajukan
Banding
5 6 7 8 PK oleh
1. Argumen Formal Mengabulkan seluruhnya
DJP
1. Argumen Formal
Dalil-dalil Wajib Pajak
ditolak seluruhnya
2. Argumen Material 2. Argumen Material Pertimbangan Hukum Formal

Alasan Koreksi Pemeriksa Argumen Formal WP


1.
2.
WP adalah penyedia online marketplace
Terdapat pembayaran online marketing
Koreksi WAJIB tertuang di dalam SPHP sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara Majelis bependapat tindakan
kepada Google, Facebook, Twitter, dsb pemeriksaan pajak
Terbanding yang melakukan
3. Pemeriksa menganggap penerima manfaat Argumen Material WP
online marketing adalah seller karena online
Berbagai dalil-dalil materiil, di antaranya:
penambahan koreksi adalah
marketing mengiklankan produk/toko seller
4. Oleh karena itu Pemeriksa menganggap WP 1. Koreksi pemberian jasa cuma-cuma tidak memenuhi
krteria sebagai objek PPN atas jasa
tindakan kesewenang-wenangan
sebagai penyedia jasa online marketing kepada
seller di platform marketplacenya
2. Manfaat dari pemasaran online ialah untuk WP, yaitu
demi menarik pengunjung aktif di platform marketplace
terhadap penetapan pajak.
Studi Kasus PPh Badan
Penjualan Divisi Usaha
Put. 42749/PP/M.I/15/2013 dan Put. 42750/PP/M.I/15/2013

Struktur Awal Struktur Pendirian DFQ BSV

DEF AG, Jerman OPQ, Finland DEF AG, Jerman OPQ, Finland

OPQ Finance
Intl BV

50% 50%

DEF oHG DEF oHG


OPQ Pte, Ltd. OPQ Pte, Ltd.

DFQ BV
DEF BV DEF BV

93.5 93.5
6.5% 5% 6.5% 5%
95% 95%
% %

PT DEF, Indonesia PT OPQ, Indonesia PT DEF, Indonesia PT OPQ, Indonesia


Studi Kasus PPh Badan
Penjualan Divisi Usaha
Put. 42749/PP/M.I/15/2013 dan Put. 42750/PP/M.I/15/2013

Penjualan Divisi Usaha PT DEF kepada PT OPQ Setelah Penjualan

DEF AG, Jerman OPQ, Finland DEF AG, Jerman OPQ, Finland

95%

OPQ Pte, OPQ Finance OPQ Pte,


OPQ Finance
Ltd. Intl BV Ltd.
Intl BV
95%
50% 50% 5% 50% 50%

DFQ Oy DEF oHG


DEF oHG
DFQ BV
DFQ BV

DEF BV DEF BV
DFQ Oy
93.5 93.5
6.5% 95% PQR 6.5% PQR
% %
95%
5% 5%

PT DEF, Indonesia PT DEF, Indonesia PT OPQ, Indonesia


PT OPQ, Indonesia
Penjualan
Divisi Usaha
Studi Kasus PPh Badan
Penjualan Divisi Usaha
Put. 42749/PP/M.I/15/2013 dan Put. 42750/PP/M.I/15/2013

• 19 Juni 2006 Original Framework Ageement antara DEF


DJP AG dan OPQ Finland
▪ Sejak 19 Juni 2006 dengan adanya Original Framework • 8 November 2006 NSN BV dibentuk
Agreement, maka DEF AG Germany dan OPQ Finland • 30 Maret 2007, saham PT OPQ dialihkan ke OPQ Oy
sudah bukan competitor lagi, melainkan sudah • 1 April 2007, PT DEF mengalihkan divisi usaha kepada PT
tergabung dalam satu kesatuan OPQ;
▪ Transaksi atau pendirian perusahaan setelah Original • 13 April 2007, saham OPQ Oy dialihkan ke NSN BV
Framework dilakukan merupakan tindak lanjut dari
Apakah terdapat hubungan istimewa pada saat PT DEF
Original Framework Agreement.
menjual divisi usaha (asset transfer agreement) kepada PT
▪ Laporan Keuangan 2007 menunjukkan para pihak
OPQ, sehingga pengalihan asset ini subject to Arms Length?
memiliki hubungan afiliasi

Wajib Pajak • Transaksi penjualan divisi komunikasi dilakukan oleh


▪ Pada saat transaksi 13 April 2006 dilakukan barulah pihak yang memiliki hubungan istimewa karena telah
terdapat hubungan istimewa antara PT DEF dan PT terjadi penggabungan DEF AG Germany dengan OPQ
OPQ karena terdapat hubungan kepemilikan Bersama Finland pada 19 Juni 2006;
melalui DFQ Oy yang dimilliki sepenuhnya DFQ BV. • Original Framework Agreement adalah dasar bagi
perbuatan hukum lanjutan bagi para pihak, termasuk
pendirian NSN BV dan pengalihan asset serta saham;
• Pengadilan tidak menghitung ulang nilai pasar wajar, tapi
mengikuti metode penilaian para pihak
Studi Kasus PPh Badan
Pengambilalihan Aktiva Anak Perusahaan
Put. 105214.15/2010/PP/M.IIIA Tahun 2018 dan Put MA 2801/B/PK/PJK/2019

Ilustrasi Sebelum Transaksi Ilustrasi Saat Transaksi

PT ABC PT ABC

99,99% 80,02% Pengambilalihan aktiva


99,99% 80,02%
PT HIJ

19,98%
PT DEF
19,98%
PT HIJ PT DEF PT HIJ

PT ABC PT ABC
99,99% Pengambilalihan aktiva
99,99%
PT XYZ

Koperasi 1%
Koperasi 1%
PT XYZ Karyawan
PT XYZ
Karyawan

PT ABC PT ABC
99,99% 99,98%
99,99% 99,98% Pengambilalihan aktiva
PT KLM
0,02%
PT XYZ
0,02%
PT KLM PT XYZ PT KLM
Studi Kasus PPh Badan
Pengambilalihan Aktiva Anak Perusahaan
Put. 105214.15/2010/PP/M.IIIA Tahun 2018 dan Put MA 2801/B/PK/PJK/2019

Putusan Pengadilan Pajak


▪ Perusahaan anak tidak memiliki goodwill atau intangible asset karena bisnis (dan kegiatan operasional)
perusahaan anak dikendalikan Wajib Pajak, sehingga tidak terdapat bisnis yang dialihkan kepada WP;
▪ Hasil penilaian DJP tidak independent, karena tidak dilakukan oleh pihak ketiga yang independent,

Putusan Mahkamah Agung

▪ Penilaian atas goodwill oleh Penilai DJP adalah kewenangan atribusi yang mengikat pada profesi dan kode etik
penilai yang berlandaskan hukum; dan
▪ Penilai memiliki kualifikasi dan kompetensi yang terakreditasi Lembaga independen

▪ Kewenangan menentukan kembali besarnya penghasilan sesuai prinsip ALP dengan metode perbandingan harga,
penjualan kembali, biaya plus, atau metode lainnya dapat dibenarkan sepanjang terukur dan mencerminkan
AAUPB.

▪ Tidak ada dalil hukum yang menyebutkan bahwa kewenangan DJP untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan harus mendapatkan persetujuan Dirjen Akuntansi dan Penilai yang memiliki lisensi dan terdaftar di
Kemenkeu, Bapepam/LK OJK.
Studi Kasus:
Jasa vs. Royalti
PPh 23 dan PPh 26

Dokumen Pembuktian
▪ Perjanjian Kerjasama,
▪ korespondensi email,
▪ adanya slide presentasi,
▪ agenda meeting
X Ltd
Isu Royalti
▪ Definisi Royalti dalam P3B adalah payment of
any kind received as a consideration for
information concerning industrial, scientific,
Singapore Jasa and commercial experience
Manajemen ▪ Definisi Royalti dalam Penjelasan Pasal 4(1)(h)
Indonesia Fee Dianggap sebagai UU PPh adalah termasuk imbalan atas
pembayaran royalti pemberian pengetahuan atau informasi di
atas know-how
bidang teknikal, industrial dan komersial

Lainnya:
▪ Tidak ada report dari pekerjaan jasa;
▪ Tagihan jasa tidak disertai dengan dasar
perhitungan tagihan;
Wajib Pajak
▪ Tidak diketahui apakah informasi yang
diberikan dalam pemberian jasa ini bersifat
informasi umum atau khusus
Studi Kasus PPh Pasal 26
Beneficial Ownership
Put.59881/PP/M.IIB/13/2015 tertanggal 26 Februari 2015 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 133/B/PK/PJK/2017

DJP:
• DEF B.V dan ABC B.V hanyalah pass-through company, conduit company atau paper-box
company.
Menerbitkan • DEF B.V dan ABC B.V diduga tidak memiliki pegawai.
Bond • Penandatangan management report DEF B.V dan ABC B.V adalah karyawan Pemohon
ABC B.V Investor Banding juga.
Bunga • DEF B.V dan ABC B.V memiliki alamat yang sama.
• Wajib Pajak tidak dapat menunjukkan SKD atas nama pemegang bond
Kepemilikan Wajib Pajak
Dividen
Saham
• DEF B.V telah menyerahkan asli SKD;
• DEF B.V merupakan badan Hukum yang terpisah dari Wajib Pajak
• Memiliki kegiatan usaha aktif.
Modal DEF B.V • Jangka waktu pinjaman lebih dari 2 tahun.
100% • Definisi beneficial owner adalah international tax language, otoritas pajak Belanda yang
Belanda berkompentensi untuk menentukan status BO.
Pinjaman Indonesia
>2tahun Bunga Majelis Hakim PP
• Menolak permohonan banding.
• Definisi beneficial owner tidak ditemukan dalam P3B Indonesia – Belanda.
• Berdasarkan pertimbangan sumber hukum internasional, beneficial owner tidak hanya
berlandaskan pada hukum formal, tetapi juga mengandung makna ekonomis.
Majelis Hakim Agung MA
• DEF B.V merupakan beneficial owner dari bunga pinjaman.
• Terdapat SKD dan EOI X B.V merupakan penduduk Belanda.
PT X • Jangka waktu pinjaman lebih dari 2 tahun.
• Putusan PK membatalkan koreksi.dan Putusan PP
Studi Kasus PPh 26
Beneficial Ownership
Put MA 2131/B/PK/PJK/2017
dalam Euro

Koreksi PPh Pasal 26 terkait BO karena ABC BV dianggap tidak Data dari EOI per 28 November 2011, ABC BV
memiliki kemampuan ekonomis untuk memberikan pinjaman Deed of incorporation 21/04/2004 Tidak terdapat
Authorised capital 90.000 perubahan sejak
didirikan
Issued capital 18.000
Belanda Malaysia Mauritius
Paid-up capital EUR 18.000
Jumlah pinjaman untuk PT X 45.000.000
100 100
ABC BV % DEF Ltd % OPQ Ltd Laporan Keuangan per 31 Dec 2015 (dalam US$)
Asset
Interest Loan 100% Financial fix asset
(loan untuk PT X) 163.720.000
Indonesia Other 3.271.598
Total asset 166.991.598
PT X PT Y Liabiliaty (berasal dari facilities from
92
% Loans from affiliated company group companies
161.715.994
Equity
Paid up shares EUR 18.000 23.706
Informasi tambahan:
• ABC BV hanya memiliki 6 Directors dan tidak memiliki karyawan. Nilai interest receivable hampir sama dengan nilai interest
• Dianggap tidak memenuhi kriteria entitas yang bonafide karena tidak payable
melakukan operasional usaha aktif.
Update: GAAR dalam RUU KUP
Pasal 18 ayat (1a)
Pinjaman yang
DJP berwenang menentukan kembali besarnya pajak yang diberikan kepada PT A
seharusnya terutang, dalam hal Wajib Pajak melakukan satu X Co
merupakan pinjaman
atau gabungan transaksi yang bertujuan: dari X Co, yang
a. mengurangi; Non- Treaty dirancang sedemikian
b. menghindari; dan/atau Partner rupa, sehingga diatur
c. menunda, Pinjaman secara formal menjadi
pinjaman dari A Ltd
pembayaran pajak yang bertentangan dengan maksud dan
tujuan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan. A Ltd tidak memiliki
kemampuan
A Ltd ekonomis untuk
memberikan
pinjaman
Menentukan kembali besarnya pajak Membatalkan manfaat
yang seharusnya terutang pajak, JIKA
Treaty Partner Pemerintah
Pinjaman berwenang untuk
Menentukan kembali perolehan manfaat pajak menentukan bahwa
kebenaran suatu transaksi tidak sejalan dengan maksud Indonesia transaksi yang
dan tujuan dari pembetukan sebenarnya terjadi
suatu kebijakan adalah transaksi
antara PT A dan X Co
Menentukan karakteristik
suatu transaksi sesuai
Bunga
keadaan sebenarnya Konsekuensinya, DJP

Mengabaikan transaksi yang


Manfaat P3B PT A
dapat membatalkan
manfaat P3B yang
substansi ekonominya DIBATALKAN diperoleh A Ltd
berbeda dengan legal form-nya
Update:
Prevention of Treaty Abuse – MLI/P3B
Article 28 P3B Indonesia dan Singapura
“Notwithstanding the other provisions of this Agreement, a benefit
under this Agreement shall not be granted in respect of an item of
income if it is reasonable to conclude, having regard to all relevant
facts and circumstances, that obtaining that benefit was one of the
principal purposes of any arrangement or transaction that resulted
directly or indirectly in that benefit, unless it is established that
granting that benefit in these circumstances would be in accordance
with the object and purpose of the relevant provisions of this
Agreement”

Article 7 Multilateral Instrument


“Notwithstanding any provisions of a Covered Tax Agreement, a
benefit under the Covered Tax Agreement shall not be granted in
respect of an item of income or capital if it is reasonable to conclude,
having regard to all relevant facts and circumstances, that obtaining
that benefit was one of the principal purposes of any arrangement or
transaction that resulted directly or indirectly in that benefit, unless it
is established that granting that benefit in these circumstances would
be in accordance with the object and purpose of the relevant
provisions of the Covered Tax Agreement”
Studi Kasus:
Prevention of Treaty Abuse
• Negara T dan Negara S tidak memiliki P3B;
• Negara T dan Negara R memiliki P3B;
• T Co memiliki simpanan yang besar sejak lama di Bank R Co;
• Negara R dan Negara S memiliki P3B;
• Bank R Co tidak memiliki hubungan afiliasi dengan T Co dan S Co;
• S Co membutuhkan dana untuk operasionalnya, T Co menyarankan agar S Co
melakukan Kerjasama pembiayaan dengan Bank R Co dengan pertimbangan
Bank R Co telah familiar dengan bisnis yang dilakukan oleh S Co;
• S Co melakukan negosiasi pinjaman dengan beberapa Bank lain dengan terms
pinjaman yang sama dengan yang ditawarkan oleh Bank R Co
T Co • S Co memutuskan melakukan pinjaman kepada Bank R Co, dengan salah satu
Kepemilikan pertimbangan adalah tarif WHT atas bunga dalam P3B Negara R dan Negara S
Saham Large deposit Negara T lebih rendah daripada tarif WHT atas bunga dalam P3B Negara S dengan negara-
negara domisili dari Bank lainnya.

R Co
(Bank) • Apabila terdapat bukti bahwa keputusan Bank R Co untuk memberikan pinjaman
Negara R kepada S Co adalah bergantung pada collateral deposit yang disediakan oleh T Co
di Bank R, sehingga Bank R Co tidak akan memberikan pinjaman dengan terms
Pinjaman Negara S yang sama tanpa ada deposit tersebut, maka hal itu mengindikasikan T Co secara
Bunga
tidak langsung memberikan pinjaman kepada S Co dengan memutarkan (routing)
pinjaman melalui Bank R Co sehingga reasonably to conclude merupakan conduit
arrangement;
• Tanpa ada bukti bahwa bunga dari S Co flow-through kepada T Co, dan mengingat
T Co telah lama menyimpan dananya di Bank R Co (tidak terkait dengan keperluan
dana pinjaman kepada S Co saja), maka struktur transaksi ini bukan merupakan
conduit arrangement;
S Co
Studi Kasus:
Prevention of Treaty Abuse
• Negara T dan Negara S tidak memiliki P3B;
• Negara T dan Negara R memiliki P3B,;
• Negara R dan Negara S memiliki P3B;
• T Co memiliki mayoritas saham di S Co;
• S Co menerbitkan surat utang kepada T CO yang memberikan
pinjaman kepada S Co dengan tingkat suku bunga sebesar 7%
• Kemudian setelah mempertimbangkan Negara R memiliki P3B
dengan Negara S dengan tarif WHT atas bunga yang sangat kecil,
T Co
maka T Co mengalihkan surat utang S Co kepada R Co;
T Co • Untuk itu, R Co menerbitkan surat utang kepada T Co dengan
Pinjaman
Pinjaman
Bunga Negara T interest rate 6%;
• Ketentuan P3B Negara T dan Negara R melarang pengenaan WHT
atas bunga di negara sumber pembayaran;
R Co
Negara R
• Terdapat indikasi bahwa transaksi R Co mengakuisisi surat utang S Co
Negara S merupakan conduit arrangement dengan struktur transaksi yang
Pinjaman
Bunga bertujuan untuk mendapatkan keringanan pajak berganda yang
S Co seharusnya dibayar oleh T Co di Negara S;

S Co
Studi Kasus:
Prevention of Treaty Abuse
• Negara T dan Negara S tidak memiliki P3B;
• Negara T dan Negara R memiliki P3B,; • R Co adalah induk dari grup perusahaan multinasional, termasuk T Co dan S Co
• Negara R dan Negara S memiliki P3B; • S Co menjalankan usaha aktif di Negara S
• R Co menjalankan business treasury dan bertanggung jawab atas kegiatan financing
kepada seluruh subsidiaries dari T Co;
• R Co mengelola centralized cash management system kepada T Co dan subsidiaries nya
dan mencatat intercompany payables and receivables;
• R Co berperan sebagai pusat penerimaan dan pengeluaran untuk setiap transaksi
diantara pihak afiliasi dengan pihak independent;
T Co • R Co melakukan kontrak forward secara rutin (harian/mingguan/bulanan) untuk
Negara T mengelola currency risk dan interest rate (arus kas);
Pinjaman Bunga

• T Co memberikan pinjaman kepada R Co sebesar USD15 juta (setara dengan Rp200


miliar di Negara S) dengan interest rate 5% selama 10 tahun;
R Co • R Co memberikan pinjaman kepada S Co sebesar Rp200 miliar dengan interest rate
Negara R 5,25% selama 10 tahun

Pinjaman Bunga Negara S


• R Co tampak melakukan kegiatan usaha secara riil yang mencerminkan fungsi, asset,
dan risiko yang sepadan dengan bisnisnya
• R Co menjalankan aktivitas yang signifikan (significant treasury activities) dalam
transaksi dengan T Co dan dengan S Co;
• R Co juga menanggung beban risiko dari interest rate and currency risk

S Co
Terima kasih

Follow us:

DDT
ddtc.co.id DDTC Indonesia @DDTCIndonesia
C

Global & Domestic Recognition:


Menara DDTC
Jl. Raya Boulevard Barat Blok XC 5-6 No B
Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading
Jakarta Utara, 14240 – Indonesia

Phone: +6221 2938 2700


Fax: +6221 29382699

Anda mungkin juga menyukai