2. Vitamin B
Vitamin B adalah vitamin yang larut dalam air dan bekerja sebagai bagian dari
koenzim. Setiap vitamin B memiliki fumgsi gizi khusus. Keil et al (2016) telah
melaporkan bahwa vitamin B2 dan sinar UV secara efektif mengurangi titer MERS-
CoV dalam produk plasma manusia. Vitamin B3, disebut nicotinamide, dapat
meningkatkan kematian Staphylococcus aureus melalui faktor transkripsi spesifik
myeloid dan vitamin B3 berkhasiat dalam pengaturan terapi dan profilaksis.
Vitamin B6 juga dibutuhkan dalam metabolisme protein dan berperan dalam
lebih dari 100 reaksi dalam jaringan tubuh. Selain itu, ia juga memainkan peranan
penting dalam fungsi kekebalan tubuh juga. Peran vitamin B6 pada diferensiasi dan
proliferasi sel innate imunity adalah mempertahankan ataupun menigkatkan aktivitas
sitotoksik sel NK. Kekurangan vitamin B dapat melemahkan host respon imun,
sehingga vitamin B harus ditambahkan ke pasien yang terinfeksi virus untuk
meningkatkan sistem kekebalan mereka. Oleh karena itu, vitamin B dapat dipilih
sebagai pilihan dasar untuk pengobatan COVID-19.
3. Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air dan juga disebut asam askorbat.
Vitamin C terkenal karena perannya dalam sintesis kolagen dalam jaringan ikat dan
bertindak sebagai antioksidan. Vitamin C juga memiliki fungsi kekebalan tubuh dan
melindungi terhadap infeksi yang disebabkan oleh coronavirus (Zhang & Liu, 2020).
Vitamin C juga dapat berfungsi sebagai agen antihistamin meski tidak begitu
kuat untuk membantu meredakan flu-like symptoms seperti bersin, hidung yang
tersumbat, dan sinus yang bengkak. Hemila (1997) melaporkan bahwa pada insiden
pneumonia terjadi pemulihan secara signifikan pada kelompok suplemen vitamin C,
menunjukkan bahwa vitamin C dapat mencegah kerentanan untuk menurunkan infeksi
saluran pernapasan dalam kondisi tertentu. COVID-19 telah dilaporkan menyebabkan
infeksi saluran pernapasan bagian bawah, sehingga vitamin C bisa menjadi salah satu
pilihan efektif untuk pengobatan COVID-19.
Peran Vitamin C dalam kekebalan tubuh terlibat dalam proliferasi, fungsi, dan
pergerakan neutrofil, monosit, fagosit, mempertahankan atau meningkatkan aktivitas
sel NK dan kemotaxis, meningkatkan fagositosis dan generasi ROS, meningkatkan
pembunuhan mikroba, terlibat dalam apoptosis dan pembersihan neutrofil sisa dari
tempat infeksi oleh makrofag, melemahkan pembentukan ekstraseluler trap (NET),
sehingga mengurangi kerusakan jaringan terkait (Zhang & Liu, 2020).
4. Vitamin D
Vitamin D tidak hanya sebagai nutrisi tetapi juga merupakan hormon, yang
dapat disintesis dalam tubuh kita dengan bantuan sinar matahari. Selain perannya
dalam menjaga integritas tulang, Vit D juga merangsang maturasi banyak sel termasuk
sel kekebalan tubuh. Sebagian besar orang dewasa yang sehat dilaporkan memiliki
kadar vitamin D yang rendah, karena kurangnya paparan sinar matahari di musim
dingin. Selain itu, orang yang tinggal di rumah dan mereka yang bekerja di malam hari
mungkin juga kekurangan vitamin D.
COVID-19 pertama kali diidentifikasi pada musim dingin bulan Desember
tahun 2019 dan sebagian besar mempengaruhi orang paruh baya hingga lanjut usia.
Orang yang terinfeksi virus mungkin kekurangan vitamin D. Reseptor vitamin D
ditemukan di Monosit, makrofag, dan DC. Peran dan fungsi Vit D meningkatkan
diferensiasi monosit menjadi makrofag, kalsitriol meningkatkan pergerakan dan
kemampuan fagositosis makrofag (Gombart, Pierre, & Maggini, 2020). Karena itu,
vitamin D bisa berfungsi sebagai pilihan terapi lain untuk pengobatan virus baru ini.
5. Vitamin E
Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak, termasuk tokoferol dan
tokotrienol. Vitamin E berperan penting dalam mengurangi stres oksidatif melalui
pengikatan radikal bebas sebagai antioksidan. Vitamin E mempertahankan atau
meningkatkan aktivitas sitotoksik sel NK dan juga menghambat produksi PGE2 oleh
makrofag (secara tidak langsung melindungi fungsi sel-T) (Gombart, Pierre, &
Maggini, 2020).
7. Zinc
Zind (Seng) adalah mineral trace dan penting untuk pemeliharaan dan
pengembangan sel-sel kekebalan baik dari sistem kekebalan tubuh bawaan dan adaptif.
Kekurangan seng menyebabkan disfungsi imunitas yang diperantarai humoral dan
yang diperantarai sel serta meningkatkan kerentanan terhadap penyakit menular. Zinc
juga berfungsi menginduksi proliferasi sel T sitotoksik dan menginduksi
perkembangan sel Treg dan penting dalam menjaga toleransi imun (Gombart, Pierre,
& Maggini, 2020). Meningkatkan konsentrasi intraseluler melalui zinc dan ionofor
zinc seperti pyrithione yang secara efisien dapat mengganggu replikasi berbagai virus
RNA. Selain itu, kombinasi seng dan pyrithione pada konsentrasi rendah menghambat
replikasi virus corona SARS (SARS-CoV) (Zhang & Liu, 2020). Oleh karena itu,
suplemen Zinc mungkin memiliki efek tidak hanya pada gejala terkait COVID-19
seperti diare dan infeksi lower respiratory tract, tetapi juga pada COVID-19 itu
sendiri.
8. Iron/ besi
Zat besi diperlukan untuk baik untuk sel host dan patogen serta defisiensi besi
merusak imunitas inang, sementara kelebihan zat besi dapat menyebabkan stres
oksidatif yang dapat menyebarkan mutasi virus yang berbahaya. Kekurangan zat besi
telah diteliti sebagai faktor risiko perkembangan infeksi saluran pernapasan akut
secara berulang (Zhang & Liu, 2020). Besi juga berperan penting dalam diferensiasi
dan proliferasi sel T serta membantu mengatur rasio antara sel T helper dan sel T
sitotoksik (Gombart, Pierre, & Maggini, 2020).
Zat gizi mikro merupakan asupan yang penting bagi tubuh kita. Seperti yang telah
dibahas, vitamin dan mineral memiliki peran yang bervariasi di setiap tahap sistem kekebalan
tubuh dan respons imun akan terganggu ketika tingkat gizi mikro tidak mencukupi. Melengkapi
diet dengan mikronutrien yang efisien telah terbukti meningkatkan berbagai fungsi kekebalan
spesifik, sementara suplementasi dengan multiple mikronutrien (MMN) juga dapat memiliki
manfaat yang signifikan pada sel-sel kekebalan tubuh dan responsnya. Perlu diketahui bahwa
sumber suplemen mikronutrien harus dipertimbangkan, terutama untuk mineral; bentuk organik
selenium lebih tersedia secara hayati daripada senyawa anorganik, sedangkan garam besi sulfat,
glukonat, dan fumarat memiliki ketersediaan yang baik, tidak seperti bentuk oksida.
Ketersediaan hayati berpotensi lebih efektif daripada anorganik.