Pendahuluan
Hadist salah satu sumber ajaran islam yang berisi pernyataan, pengamalan, dan
pengakuan Rasulullah yang beredar pada masa tersebut hingga beliau wafat. Hadist
disepakati sebagai sumber ajaran islam setelah Al Qur’an dan isinya pun dibenarkan
oleh umat islam. Berita perilaku Rasulullah tentang sabda, perbuatan, sikap, dan
persetujuan yag didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau
menyaksikan saat itu, kemudian menyebar dan disampaikan kepada sahabat yang lain.
Pembahasan
Sosial media memiliki dua fungsi, menjadi sumber kemasyhuran atau dapat juga
menjadi sumber kezaliman. Betapa mudahnya orang membagikan informasi saat ini,
dan jika kita perhatikan, hampir setiap perdebatan di masyarakat yang melibatkan
agama, dikaitkan dengan satu hadist. Sehingga setiap ada peristiwa viral, terbit hadist
baru. Contoh di antara hadist yang pernah tersebar di sosial media, seperti yang
tersebut dibawah:
Rasullullah Saw bersabda: “Barang siapa yang memberitahukan berita Arafah kepada
yang lain, maka haram api neraka baginya”.
Rasullullah Saw Bersabda: “Barang siapa yang memberitahukan berita satu Dzulhijjah
kepada yang lain, maka haram api neraka baginya”.
Jika diperhatikan dengan seksama ini bukanlah hadist asli karena redaksinya
hampir sama. Penyebaran hadist palsu seperti ini sudah ada sejak zaman dulu, seperti
yang diriwayatkan oleh al-Uqaily dari Hammad bin Zaid, bahwa orang-orang zindiq
(munafik) pernah membuat hadis palsu sebanyak 14.000 hadist, bahkan ada tiga orang
yang terkenal sebagai pemalsu hadist pernah membuat hadis palsu lebih dari 4000
hadist (Tadrib Rawi, as-Suyuthi, 1:335).
Jika ada yang menyebar hadis yang tidak jelas penulisnya juga bukan orang yang
terkenal hati-hati dalam meriwayatkan hadis, sebaiknya tidak menyebar ulangkan,
meskipun dalam hadist tersebut terdapat kebaikan dan janji pahala besar bagi orang
yang menyebarkannya.
Sama seperti ungkapan 'annadzhafatu minal iman' secara artinya itu bagus
karena mengandung kebaikan, saat dikerjakan dengan ikhlas akan mendapatkan pahala
karena sudah menjaga kebersihan, namun jangan lantas kita sandarkan bahwa
ungkapan ini adalah hadist Nabi.
Diam tidak menyebarkannya itu lebih baik, dari pada salah dalam
menyebarkan. Atau kalaupun memang ingin berbagi kebaikan disetiap peristiwa,
belajarlah mengutip dengan hadis yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Dibawah ini merupakan beberapa hukum memalsukan hadist:
“Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali khianat dan dusta”. (HR
Ahmad). Sudah tidak diragukan lagi bahwa mengeluarkan hadist palsu adalah
tindakan orang yang khianat dan dusta yang hal tersebut termasuk tabiat yang
buruk. Seseorang yang jujur tidak akan berbuat sesuatu yang merugikan orang lain
untuk kepentingannya sendiri. berbohong dengan mengeluarkan hadist palsu
tandanya telah berkhianat kepada semua orang yang menerima hadist tersebut.
Seseorang yang mengeluarkan kata kata tentang nasehat atau syariat yang
berhubungan dengan agama, tetapi dibuat oleh dirinya sendiri akan mendapat
tempat di neraka karena akibat dari perbuatannya. Hal tersebut terjadi padanya
karena dia mendahului kehendak Allah dengan kebohongannya. “Siapa yang
berkata atas namaku padahal aku sendiri tidak mengatakannya, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya di neraka”. (HR Muslim).
Kesimpulan
Semakin banyak hadist palsu yang tersebar di sosial media kita juga harus
semakin teliti dengan hadist yang kita dapatkan dari sosial media agar tidak
menjerumus kita ke jalan yang tidak benar. Mari kita gunakan dan manfaatkan sosial
media dengan baik dan benar. Semoga Allah SWT mengampuni dosa kita ketika
melakukan sosial media yang salah.
Daftar Referensi
Dalamislam. (2021). Hukum Mengeluarkan Hadist Palsu dalam Islam. Retrieved
October 20, 2021, from https://dalamislam.com/:
https://dalamislam.com/landasan-agama/hadist/hukum-mengeluarkan-hadist-
palsu
Herwan. (2020, April 14). Maraknya Hadis Palsu di Media Sosial. Retrieved October 20,
2021, from https://jabar.kemenag.go.id/:
https://jabar.kemenag.go.id/portal/read/maraknya-hadis-palsu-di-media-sosial