Anda di halaman 1dari 19

PERUBAHAN MAKSIM DALAM CHAT GRUP TELEGRAM

Proposal

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Sarjana Sastra (S.S)

BAMBANG IRAWAN

191010700502

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS PAMULANG
2022

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Batasan Masalah

1.3 Rumusan Masalah

1.4 Tujuan Penelitian

1.5 Manfaat Penelitian

1.6 Sistematika Penulisan

BAB III PENELITIAN SEJENIS DAN LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Sejenis/Penelitian Terdahulu

2.2 Landasan Teori

2.2.1 pengertian Pragmatik

2.2.2 Fungsi Bahasa

2.2.3 Prinsip Kerja Sama dalam Ilmu Pragmatik

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.2 Data dan Sumber Data

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.4 Teknik Analisis Data


DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Bahasa adalah sebuah tuturan Yang berfungsi sebagai alat komunikasi dan
digunakan manusia untuk dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa digunakan
untuk mengutarakan maksud penuturan kepada lawan bicara. Melalui bahasa, manusia
dapat berkarya, menyampaikan maksud, dan lain sebagainya. Bahasa merupakan sarana
paling penting dalam kehidupan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sqmsuri (1987:4)
”bahasa tidak dipisahkan dari manusia dan menglkutl di setiap pekeqaannya.
Mulai dari bangun pagi-pagi sampai jauh malam waktu istirahat. Manusia tidak lepasnya
memakai bahasa”
Kegiatan berkomunikasi tersebut tidak hanya melibatkan satu orang saja, tetapi
juga membutuhkan mitra tutur. Melalui bahasa, pikiran, perasaan, dan keinginan penutur,
dapat tersampaikan dengan baik pada mitra tuturnya. Berkomunikasi merupakan sarana
untuk mempererat silaturahmi dengan lingkungan sosialnya. Untuk mempererat
silaturahmi tidak cukup hanya dengan berkomunikasi, perlu adanya komunikasi yang
membuat kegiatan berkomunikasi tersebut terasa baik dan menyenangkan.
Berkomunikasi dengan Cara menjaga tuturan agar mitra tutur tidak tersinggung akan
membuat hubungan di antara penutur dan mitra tuturnya akan terjaga dengan baik.
Singkatan adalah suatu pemendekan yang terdiri atas beberapa huruf. Singkatan
ini biasanya digunakan dalmn penggunaan bahusa. Tiduk dapat memungkiri dalam
kesehuriannya, manusia selalu menggunakan bahasa. Menurut (Aryanti et al., 2019) dan
(Astuti, 2014) bahasa adalah perantara atau alat komunikasi. Menurut Riyanto (2017)
bahasa untuk menghubungkan perasaan dan pemikiran satu dengan Yang Iainnya. Tanpa
bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat memahami apa Yang
dirasakan. Menurut Sudrajat & Wuryani (2019) belajar bahasa Indonesia dapat
meningkatkan derajat dalam berkomunikasi lisan ataupun tulisan. Menurut Novit,dkk
(2019) bahasa mencakup struktur dan makna. Struktur adalah tatanan bahasa seperti
kalimat Yang berguna untuk berkomunikasi dan sebagai ilmu pengetahuan Yang dapat
disebarluæskan. Bahasa juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir. Selain itu,
menurut Octorina, dkk (2019) fungsi bahasa adalah pengawasan, sebagaimana bahasa
dapat memengaruhi pribadi seseorang baik sikap, tingkah laku, dan tuturan. Oleh karena
itu, fungsi bahasa sangat penting dalam kehidupan sosial. Melihat fungsi bahasa tersebut,
masyarakat Indonesia harus dapat mengimplementasikan bahasa Indonesia Yang baik.
Menurut Erlinawati & Utami (2018) sejatinya. Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa
standar, identitas, dan perbedaan dengan bangsa Iain. Penggunaan bahasa Indonesia Yang
baik sudah diatur di undang-undang dengan mengacu Pada KBBI dan PUEBL Selama
berkomunikasi, penggunaan bahasa harus diperhatikan dari segi kata ataupun kalimat
sehingga dapat menyampaikan bahasa Yang baik dan mudah dipahami, termasuk dalam
penggunaan singkatan. Seiring dengan perkembangan Zaman, singkatan sangat sering
digunakan dalam jejaring sosial sebagai sarana berkomunikasi.
Menurut Nasrullah (2015) konteks komunikasi interaksi di media Siber pada
dasarnya bergantung pada teknologi. Dengan demikian, komunikasi adalah bentuk
penyampaian pesan terutama di jejaring sosial. Jejaring sosial adalah media untuk
berinteraksi. Menyampaikan sebuah pesan/informasi, dan berbagi. Banyak aplikasi Yang
mendukung kita agar dapat berkomunikasi secara mudah dan cepat. Salah satunya dengan
aplikasi Telegram. Melalui aplikasi Telegram ini, pengguna dapat berkomunikasi Satu
sama lain dan membagikan aktivitasnya melalui fitur-fitur Yang tersedia di aplikasi
tersebut dan ada juga Sistem Grup Chat, di mana kita bisa berdiskusi lewat pesan online
secara gampang. Akan tetapi. Penggunaan bahasa Indonesia dałam berkomunikasi.
Khususnya jejaring sosial masih banyak dipersoalkan, salah satunya karena bahasa Yang
tidak dipahami. Terlebih saat ini, dalam berkomunikasi melalui bahasa tulis ingin lebih
sederhana. Cepat, dan gaul. Tanpa memikirkan bahasa Yang digunakan dapat dipahami
atau tidak dipahami oleh pembaca.
Munculnya jejaring sosial yaitu Telegram sebagai sarana komunikasi. Tidak dapat
memungkiri menimbulkan kebahasaan Yang unik. Salah satunya dalam menulis pesan.
Muncul sebuah pemendekan (singkatan). Pemendekan adalah suatu proses Yang hasilnya
akan menjadi sebuah singkatan. Singkatan adalah hasil pemendekan kata Yang menjadi
beberapa huruf. Berbeda dengan yang berupa gabungan suku kata. Fenomena penggunaan
singkatan sudah menjamur ke berbagai kalangan. Apalagi zaman sekarang ini muncul
singkatan-singkatan Yang baru, Tentu hal ini menjadi sangat menarik, terutama dalam
ilmu kebahasaan. Namun, jika menggunakan singkatan sudah membudaya, hal itu tidak
akan menjadi masalah dalam berkomunikasi.
Segi kebahasaan yang menarik untuk diteliti dari perkataan di grup chat Telegram
adalah dialog yang terjadi antar anggota grup , semua diharapkan saling bekerja sama.
Saling bekerja sama yang dimaksud di sini ialah saling mematuhi maksim-maksim
prinsip kerja sama dengan tujuan dapat memberikan informasi yang jelas kepada
masyarakat. Namun, terkadang ada tuturan yang tidak patuh terhadap maksim-maksim
prinsip kerja sama di antara keduanya. Hal itulah yang menarik untuk diteliti. Sebagai
acara yang semi formal, tentunya tuturan yang tidak patuh terhadap maksim-maksim dan
prinsip. Hal ini lah yang membawa saya untuk mengambil penelitian dengan judul
“Perubahan Maksim dalam Chat Grup Telegram (Kajian Pragmatik)”
1.2 Batasan Masalah
Begitu luasnya kajian penelitian tentang pragmatik, maka penulis membatasi
permasalahan yaitu pada prinsip kesantunan dalam berkomunikasi lewat grup chat
Telegram serta perubahan maksim yang terjadi.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip kesantunan dalam berkomunikasi ?
2. Bagaimana Perubahan Maksim Yang Terjadi Pada Grup Chat Telegram?
3. Bagaimana cara mengatasi Perubahan Maksim dalam Grup Chat Telegram agar tetap
terjaga prinsip Kesantunan?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan Perubahan Maksim Dalam Chat Grup Telegram
2. Menjelaskan Prinsip Kesantunan dalam Berkomunikasi lewat grup chat Telegram.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis kepada peneliti dan
pembaca, akademisi bahasa maupun bukan. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih terhadap kajian semantik, khususnya relasi makna. Selain
itu data penelitian ini dapat berguna sebagai data kepustakaan dan juga data bahasa
yang digunaka. Bagi pengguna grup Telegram, manfaat tersebut diwujudkan dalam
bentuk pengetahuan tentang bagaimana memaknai suatu kata dalam kalimat dan
memahami relasi makna suatu kata dengan kata lainnya atau suatu bahasa lainnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat
berguna untuk mengetahui aspek-aspek kebahasaan yang terdapat dalam Grup Chat
Telegram. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pembaca
(pengguna) Grup chat Telegram lebih mendalami dan memudahkan dalam
memahami makna-makna perubahan kebahasaan dalam grup chat Telegram tersebut,
bukan hanya sekedar mengetahui alur cerita yang disajikan.

1.6. Sistematka Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, antara lain:

Bab I adalah Pendahuluan yang berisi enam subbab, yaitu: (1) latar belakang, yang
menjelaskan alasan-alasan pemilihan judul penelitian dan contoh data primer; (2) batasan
masalah, yang menjelaskan cakupan bahasan dalam penelitian; (3) rumusan masalah, yang
mempertanyakan mengenai masalah-masalah yang ditemukan terkait subjek dan objek
penelitian; (4) tujuan penelitian, yang menjelaskan mengenai tujuan-tujuan penelitian; (5)
manfaat penelitian, yang menjelaskan mengenai manfaat penyelenggaraan penelitian; dan (6)
sistematika penulisan, yang menjelaskan mengenai kerangka penelitian.

Bab II merupakan Tinjauan Pustaka. Bab II terdiri dari dua subbab, yaitu: (1)
penelitian terdahulu, yang berisi gambaran mengenai penelitian terhadap perubahan maksim
dalam pesan singkat online dalam aspek linguistik dan penelitian terhadap kajian Pragmatik
yang pernah diteliti peneliti-peneliti sebelumnya; Lalu (2) landasan teori, yang berisi teori-
teori yang berkaitan dengan kajian Pragmatik, fungsi kebahasaan dan Maksim

Bab III adalah Metodologi Penelitian . Bab III terdiri atas empat subbab, diantaranya:
(1) metode penelitian, yang menerangkan tentang jenis penelitian dan pendekatan yang
digunakan dalam penelitian; (2) data dan sumber data, yang menjelaskan bentuk data dan
sumber data yang digunakan dalam penelitian; (3) teknik pengumpulan data, yang
menjelaskan cara-cara pengumpulan data penelitian; dan (4) teknik analisis data, yang
menjelaskan tentang cara analisis data.

Bab IV adalah Analisis Data. Bab IV merupakan bab inti dari penelitian karena
memuat laporan hasil penelitian dari pesan-pesan yang ada dalam grup chat Telegram.

Bab V adalah Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir pada penelitian. Bab V terdiri
atas dua subbab, yakni: (1) kesimpulan, yang memuat hasil dan kesimpulan penelitian; dan
(2) saran, yang memuat saran untuk peneliti selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti telah menemukan Salah satu Penelitian tentang Kesantunan dalam
grup Chat Whatsapp. Bagian ini peneliti akan mendeskripsikan hasil
pengidentifikasian terhadap tindak kesantunan direktif yang terdapat dalam obrolan
di grub WhatsApp. Karena grub yang digunakan ada tiga, peneliti memberikan kode
pada masing-masing grub. Grub Magang SMA 9 Bulukumba diberi kode Mg, grub
Karang Taruna Rumpun Padi diberi kode Kt, dan grub Alumni B Sore BLK diberi
kode Al.
Adapun uraian hasil penelitian sebagai berikut.
1. Interaksi dalam Hubungan Simertis (setara)
a. Strategi kesantunan Positif
Strategi kesantunan positif digunakan oleh pengguna yang akrab
atau kepada pengguna yang usianya lebih muda. Berikut
contohnya.
b. Strategi kesantunan negatif
Strategi kesantunan negatif cenderung digunakan oleh pengguna
yang belum akrab satu sama lain atau kepada pengguna yang
usianya lebih tua. Berikut contohnya.
Berdasarkan data tersebut dapat dipahami bahwa interaksi antara teman yang
dekat/ akrab, teman yang usianya lebih tua, atau terhadap teman yang usianya lebih
muda cenderung menggunakan stategi kesantunan positif. Misalnya, pada contoh (1)
kata “teikko” yang berarti
“kamu dimana” merupakan bentuk keakraban antara penutur dan mitra tutur.
Kalau dilihat sekilas kata “teikko” terkesan kurang sopan dan dapat menimbulkan
kubersinggungan pada mitra tutur yang jaraknya tidak dekat/ tidak akrab. Namun,
dari segi kesantunan ucapan tersebut merupakan strategi kesantunan positif karena
memelihara wajah masing-masing atau berusaha agar jarak keakraban diantara
teman terjaga.
Sebaliknya, interaksi antara teman yang kurang akrab, usianya lebih tua,
ataupun usianya lebih muda cenderung menggunakan strategi kesantunan negatif.
Misalnya, pada contoh (6) penggunaan kata “tabe” yang berarti “maaf”. Kata
tersebut digunakan untuk menjaga wajah negatif mitra tuturnya. Artinya tuturan (6)
tersebut berupaya agar tidak terkesan sesuka hati atau memaksa. Melainkan, penutur
berupaya menghargai mitra tuturnya.
Interaksi

Berdasarkan data tersebut dapat dipahami bahwa interaksi tidak setara,


misalnya pertuturan antara dosen dan mahasiswa, umumnya menggunakan strategi
kesantunan positif, yakni penggunaan tuturan yang lebih langsung oleh dosen
kepada mahasiswanya. Sebaliknya, mahasiswa menggunakan strategi kesantunan
negatif dalam berkomunikasi dengan dosen. Mahasiswa menggunakan ragam tutur
hormat pada saat meminta izin dan bertanya kepada dosennya, hal ini bisa dilihat
pada penggunaan kata “Afwan, Bu” pada data (1) yang berarti maaf bu, dan data (2)
“ive”, “dimanaki” penggunaan imbuhan -ki merupakan bentuk sopan dalam tuturan
masyarakat yang berlatar belakang budaya Bugis-Makassar.
Sopan santun dalam berinteraksi, termasuk di media soaial merupakan hal
yang penting. Hal ini bertujuan memperlancar komunikasi dan memelihara
hubungan sosial dengan sesama di media sosial. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tindak kesantunan direktif dalam kaitannya dengan hubungan sosial dalam
pesan WhatsApp antara lain: 1) hubungan simetris: menggunakan strategi positif dan
negative politeness untuk pertanyaan, permintaan, dan nasehat namun, yang lebih
dominan adalah positif politeness; 2) hubungan asimetri: posisi superior
menggunakan strategi positif politeness untuk pertanyaan, perintah, permintaan,
larangan, pemberian izin, nasihat; posisi inferior menggunakan strategi negative
politeness untuk bertanya dan meminta izin.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Pengertian Pragmatik
Menurut Levinson (dalam Tarigan 1987:33), pragmatik merupakan telaah
mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu
catatan atau laporan pemahaman bahasa. Pengertian pragmatik di atas dengan
kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa
menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara
tepat.
Mey dalam (Rahardi 2005:49) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu
bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang
mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud adalah
segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra
tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan.
Lebih lanjut, Leech (dalam Wijana 2004:47) menyatakan bahwa segala
latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur
serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan, dapat disebut dengan
konteks situasi tutur (speech situatuional contexts). Konteks situasi tutur,
menurutnya, mencakup aspek-aspek berikut: (1) penutur dan lawan tutur (2)
konteks tuturan (3) tujuan tuturan (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau
aktivitas (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Penutur dan lawan tutur yang
dimaksud dapat secara lisan maupun tertulis. Penutur dan lawan tutur secara lisan
dapat terjadi dalam percakapan secara langsung, sedangkan tertulis dapat terjadi
dalam percakapan yang disampaikan dalam bentuk tulisan. Bentuk percakapan
tertulis misalnya terdapat dalam novel, naskah dan drama. Aspek-aspek yang
berkaitan dengan penutur dan lawan tutur antara lain usia, latar belakang sosial
ekonomi, jenis kelamin dan kekerabatan. Konteks tuturan penelitian linguistik
adalah konteks dalam semua aspek lingkungan fisik dan setting sosial yang
relevan dengan tuturan bersangkutan. Konteks dalam pragmatik berarti semua
latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan lawan tutur
untuk menafsirkan makna.
2.2.2 Fungsi Bahasa
Hidayat (2006:26) menyatakan fungsi umum bahasa adalah sebagai alat
komunikasi. Seseorang yang mengeluh atau menyatakan rasa syukur, maka dia
sedang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Selain fungsinya yang
bersifat khusus, klasifikasinya sangat beragam. Keanekaragaman pendapat para
ahli tampak pada uraian berikut.
a) Fungsi bahasa menurut Finnochiarro

Salah satu ahli bahasa yang membagi fungsi bahasa adalah Finnochiaro
(dalam Hidayat, 2006:27-28). Finnochiaro menyatakan pembagian fungsi bahasa
menjadi 5 kelompok. Kelima kelompok itu adalah (a) fungsi personal (b) fungsi
interpesonal (c) fungsi direktif (d) fungsi referensial (e) fungsi imaginatif.
(1) Fungsi Personal
Fungsi personal merupakan fungsi bahasa untuk menyatakan diri.
Ukurannya adalah apakah yang disampaikan itu berasal dari dirinya
atau bukan. Apa yang terdapat pada diri manusia itu secara garis
besar dibedakan menjadi 2 macam, yakni perasaan dan pikiran.
Berbagai macam perasaan senang, marah dan sebagainya. Jadi, jika
seseorang menyatakan isi perasaan dan pikirannya, maka dia sedang
menggunakan bahasa menyatakan diri.
(2) Fungsi Interpersonal
Fungsi interpersonal sesuai dengan namanya, merupakan fungsi yang
menyangkut hubungan antar penutur atau antarpersonal. Fungsi
bahasa tersebut diarahkan untuk membina atau menjalin hubungan
sosial.
(3) Fungsi Direktif
Fungsi direktif merupakan fungsi bahasa untuk mengatur orang lain,
yang diharapkan oleh penutur dengan fungsi direktif adalah dampak
tindakan orang lain yang diharapkannya. Bentuk bahasanya juga
memiliki ciri yang khas sebagai bentuk-bentuk direktif. Fungsi
direktif itu, penutur bermaksud menyuruh orang lain, memberi saran
untuk melakukan tindakan atau meminta sesuatu. Pemakaian bahasa
dengan fungsi direktif itu dapat diamati,
(4) Fungsi Referensial
Fungsi referensial merupakan fungsi bahasa untuk membicarakan
obyek atau peristiwa dalam lingkungan sekeliling atau di dalam
kebudayaan pada umumnya. Sudaryanto (1990:15) menyatakan,
bahwa fungsi ketiga ini mengingatkan pada apa yang umum dikenal
dengan berita. Seperti ungkapan, mereka berwajah tampan semua,
Laptop ini murah harganya.
Fungsi bahasa untuk menciptakan sesuatu dengan berimajinasi.
Karya-karya sastra, seperti prosa, puisi, cerpen, novel, dan roman
merupakan karya-karya yang lahir berkat fungsi bahasa, sebagai alat
untuk berimajinasi. Menurut Finnocchiaro (dalam Hidayat, 2006:28)
fungsi imajinasi sukar dipelajari atau diajarkan. Bahasa yang ada
pada diri bersangkutan ikut menentukan berkembangnya kemampuan
manusia berimajinasi dengan bahasa.
b) Fungsi Bahasa Menurut Chaer

Salah satu ahli bahasa yang membagi fungsi bahasa adalah


Abdul Chaer(1995:20-22). Chaer menyatakan pembagian fungsi
bahasa menjadi 5 kelompok. Kelima kelompok itu dapat dilihat dari
sudut penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan.
(1) Sudut Penutur
Segi sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi.
Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang
dituturkanya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat
bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu
menyampaikan tuturannya. Pihak si pendengar juga dapat menduga
apakah si penutur sedih, marah, atau gembira.
(2) Pendengar
Segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif,
yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Bahasa tidak hanya
membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan
kegiatan yang sesuai dengan yang diinginkan si pembicara. Hal ini
dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat
yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan.
3) Kontak Antara Penutur dan Pendengar

Segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahasa di sini


berfungsi fatik. Fungsi bahasa ini yaitu untuk menjalin hubungan,
memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat, atau solidaritas
sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola
tetap seperti pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca, atau
menanyakan keadaan keluarga. Oleh karena itu, ungkapan-
ungkapannya tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara
harafiah. Misalnya, dalam bahasa Inggris ungkapan How do you do,
How are you, Here you are, dan Nice day; dalam bahasa Indonesia
ada ungkapan seperti Apa kabar, Bagaimana anak-anak, Mau
kemana nih, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya
juga disertai dengan unsur, seperti senyuman, gelengan kepala,
gerak-gerik tangan, air muka, dan kedipan mata. Ungkapan-
ungkapan tersebut yang disertai unsur tidak mempunyai arti, dalam
arti memberikan informasi, tetapi membangun kontak sosial antara
para partisipan di dalam pertuturan tersebut.

(4)Topik
Segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial. Bahasa itu
berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa
yang ada sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada
umumnya. Fungsi referensial ini melahirkan pikiran tradisional
bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran untuk
menyatakan bagaimana pendapat si penutur tentang dunia di
sekelilingnya. Misalnya, “ Ibu dosen itu, cantik sekali”, atau “
Gedung perpustakaan itu baru dibangun” (Chaer, 1995:21).
(5)Kode
Segi kode yang digunakan, maka bahasa itu yang berfungsi
metalingual atau metalinguistik. Bahasa itu untuk membicarakan
bahasa itu sendiri. Lebih lanjut, bahasa itu digunakan untuk
membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam
proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah atau aturan-
aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. Selain itu, dapat dilihat juga
di dalam kamus monolingual, bahasa itu digunakan untuk
menjelaskan arti bahasa.
6)Amanat pembicaraan
Segi amanat (message) yang akan disampaikan maka bahasa itu
berfungsi imaginatif. Fungsi bahasa ini dapat digunakan untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan; baik yang
sebenarnya, maupun yang Cuma imajinasi (khayalan, rekaaan) saja.
Fungsi imaginatif ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita,
dongeng, lelucon) yang digunakan untuk kesenangan penutur,
maupun para pendengarnya.

2.2.3 Prinsip Kerja Sama dalam Ilmu Pragmatik


Seorang penutur dalam sebuah komunikasi akan mengartikulasikan
sesuatu pada lawan tutur dan berharap pada lawannya dapat memahami apa yang
hendak dikomunikasikan itu. Penutur akan berusaha agar tuturannya selalu
relevan dengan konteks, jelas sehingga mudah dipahami, ringkas dan tetap pada
permasalahan sehingga tidak menghabiskan waktu lawan tutur. Penggunaan
bahasa dalam percakapan dapat berhasil secara efektif dan efisien, diperlukan
prinsip-prinsip pragmatik, salah satunya yaitu prinsip kerja sama. Grice (dalam
Herawati 2007:13) menyatakan bahwa prinsip kerja sama pada penutur harus
memenuhi empat maksim, yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim
kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), maksim
pelaksanaan (maxim of manner).
a) Maksim Kuantitas
Herawati (2007:8) menyatakan maksim kuantitas berkaitan dengan
kuantitas kontribusi yang diberikan oleh peserta tutur. Maksim ini mengharapkan
setiap peserta tutur dapat memberikan kontribusi yang sesuai dengan kebutuhan
lawan tutur. Jadi, kontribusi yang diberikan tidak kurang atau lebih dari yang
dibutuhkan peserta tutur yang lain.
Wijana, (1996:46) menyatakan bahwa maksim kuantitas menghendaki
setiap peserta pertuturan memberikan informasi yang tepat, yaitu :
1. Sumbangan informasi harus sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Sumbangan informasi tidak boleh melebihi yang dibutuhkan.
Pendapat tentang maksim kuantitas dimaksudkan bahwa maksim ini
merupakan maksim yang mengharapkan penutur memberikan informasi yang
cukup. Maksim kuantitas menghendaki informasi yang memadai dan tidak
berlebihan. Maksim tersebut mengharapkan penutur untuk memberikan informasi
yang tidak kurang ataupun lebih.
b) Maksim Kualitas
Wijana, (1996:48) menyatakan maksim percakapan ini mewajibkan setiap
peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan
hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Rahardi (2005:55)
mengemukakan pula bahwa maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat
menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta yang sebenarnya di dalam
bertutur.
c) Maksim Relevansi
Rahardi (2005:56) menyatakan di dalam maksim relevansi, dinyatakan
bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-
masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu
yang sedang dipertuturkan. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang
demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama. Herawati
(2007:83) menyatakan bahwa maksim relevansi dari prinsip kerja sama
mengharapkan peserta tutur untuk memberikan kontribusi yang relevan dengan
masalah pembicaraan. Maksim ini menekankan pada keterkaitan isi ujaran antar
peserta tutur agar proses berbahasa dapat berjalan secara efektif.
d) Maksim Pelaksanaan
Rahardi (2005:57) menyatakan maksim pelaksanaan mengharuskan peserta
pertuturan bertutur secara langsung, jelas, tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak
mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar Prinsip Kerja Sama Grice
karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan. Lebih lanjut, Wijana (1996:50) maksim
pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak
kabur, tidak taksa dan tidak berlebih-lebihan.
Wijana (2004:60) menguraikan bahwa dengan maksim pelaksanaan, seorang
penutur diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya
secara tidak taksa berdasarkan konteks-konteks pemakaiannya. Selanjutnya, Ia juga
menjelaskan jika pada ketiga maksim sebelumnya memiliki kecenderungan terhadap
apa yang dikatakan sedangkan pada maksim pelaksanaan adalah bagaimana sesuatu
itu seharusnya dikatakan. Bertutur dengan kata lain hendaklah disampaikan dengan
cara-cara yang wajar.
Leech dan Wijana (dalam Nadar, 2009: 29) menyebutkan prinsip kesopanan
‘politeness principle’ mempunyai sejumlah maksim ‘maxim’ yakni maksim
kebijaksanaan ‘tact maxim”. Maksim kemurahan “generosity maxim’, maksim
penerimaan “approbation maxim’ dan maksim kerendahan hati “sympathy maxim”.
1. Maksim Kebijaksanaan ( Tact Maxim)
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan (dalam Nadar,
2009:60) adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip
untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan
pihak lain dalam kegiatan bertutur.

2. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)


Maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta petuturan
diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan
terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan
memaksimalkan keutungan pihak lain (dalam Kunjana, 2005: 61).

3. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)


Dengan mengindahkan maksim ini, penutur harus sopan tidak hanya pada
waktu menyuruh dan menawarkan sesuatu, tetapi dalam mengungkapkan perasaan,
dan menyatakan pendapatnya harus dilakukan dengan demikian. Di dalam maksim
penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam
bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain (dalam kunjana,
2005: 63). Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta tuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
4. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)
Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati. Peserta tutur
diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap
dirinya sendiri (dalam Kunjana, 2005:64). Orang akan dikatakan sombong dan
congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan
dirinya sendiri.
5. Maksim Pemufakatan (Agreement Maxim)
Wijana (dalam Nadar, 2009:65) mengatakan bahwa maksim pemufakatan
seringkali disebut dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini, ditekankan agar
para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau pemufakatan atau kecocokan
di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat pemufakatan atau kecocokan antara diri
penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan
dapat dikatakan santun.
6. Maksim Kesimpatian (Sympath Maxim)
Di dalam maksim kesimpatian, diharapkan agar para peserta tutur dapat
memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap
antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak
santun (dalam Kunjana: 2005:65).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Sudaryanto (1993: 9) mendefiniskan metode adalah cara yang harus dilaksanakan.


Berdasarkan pendapat tersebut, metode dalam penelitian bahasa berarti cara yang harus
dilaksanakan dalam rangka memecahkan masalah kebahasaan. Metode yang dimaksud adalah
kualitatif deskriptif. Penentuan metode kualitatif deskriptif tersebut mengacu pada dua hal,
yaitu pendekatan penelitian dan jenis penelitian. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif,
dengan jenis penelitian yang akan dihasilkan berupa penelitian deskriptif. Penelitian yang
bersifat deskriptif dihasilkan dari data alamiah. Data yang dimaksud adalah data yang apa
adanya dan bersifat aktual, dan dikaji menggunakan pendekatan kualitatif agar menghasilkan
data yang deskriptif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data yang
menggunakan metode kualitatif diungkapkan dalam sebuah pesan singkat dari lawan bicara
di grup chat Telegram . Adapun penelitian ini bersifat deskriptif, sebab merupakan
penggambaran tindak kesantunan direktif yang terdapat dalam pesan dalam aplikasi Telegram
yang kemudian dianalisis ke bentuk narasi.

3.2 Data dan Sumber Data

Dalam Penelitian ini data penelitian berupa dokumentasi percakapan dalam grup chat
Telegram . Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara membaca, kemudian mengambil
screenshoot dari percakapan yang terdapat dalam salah satu grup chat di Telegram yaitu.
Serta Sumber Data semua akan diperoleh sendiri melalu pesan dari chat grup Telegram.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini penelitian ini menggunakan teknik secara langsung,
dimana peneliti langsung terjun ke lapangan yaitu ikut serta dalam penggunaan pesan grup
chat di Telegram dengan memancing para narasumber untuk memicu adanya perubahan
maksim dalam sebuah pesan. Selain ikut berpartisipasi peneliti juga memiliki tujuan untuk
mengambil data-data yang akan didapat dari pesan grup tersebut dengan jangka waktu yang
lama agar data yang dikumpulkan akan tepat dan proses ke depannya lebih mudah serta
observasi secara langsung. Setelah selesai semua hasil akan di capture atau di screenshoot
untuk sebagai bukti dan sebagai data untuk step analisis data

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model umum penelitian
kualitatif yaitu, (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan atau
verifikasi, Setelah data d iscreenshoot, data berupa tindak direktif yang terdapat dalam
interaksi di dalam grup chat Telegram kemudian diproses dengan melakukan transkripsi.
Data di transkrip sesuai dengan aslinya tanpa mengurangi/melebihkan satu kata pun atau
bahkan mengubahnya. Berdasarkan hasil transkrip, data tindak kesantunan direktif kemudian
dikaji menggunakan teori menurut Leech dan Wijana (dalam Nadar, 2009: tentang prinsip
kesopanan. Setelah itu, data disajikan disertai deskripsi sesuai dengan perubahan maksim
yang ada dan di analisis dengan benar dan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2005. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Tanpa Penerbit.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik (Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia). Jakarta:


Erlangga.

Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemah Oka, M.D.D. 1993. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.

Moleong, 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Kualitatif. Yogjakarta: GRAHA ILMU.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai