Anda di halaman 1dari 16

TUGAS EKONOMI

Disusun Oleh :
Nama : Dewi Lestari
Kelas : XI IPA 1

SMA NEGERI 1 TUMIJAJAR


KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT
TAHUN AJARAN 2018/2019
A. Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan Siapkan Santunan
untuk Korban Lion Air JT-610 Putri
Syifa Nurfadilah

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus


Susanto menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban jatuhnya
pesawat Lion Air JT-610. Dalam peristiwa nahas itu, seorang karyawan BPJS
Ketenagakerjaan, Fais Saleh Harharah, juga ikut menjadi korban. “Almarhum
berstatus karyawan aktif BPJS Ketenagakerjaan dan bertugas sebagai Kepala
Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Pangkal Pinang,” ujar Agus dalam
keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (30/10/2018). Agus
menyebutkan, korban sedang dalam perjalanan kembali kembali bertugas ke
Pangkal Pinang setelah mengunjungi keluarga di Jakarta. Sejalan dengan hal
tersebut, karena diindikasikan banyaknya penumpang yang merupakan pekerja,
Agus menegaskan pihaknya telah mempersiapkan segala sesuatu untuk membantu
proses klaim bagi korban pesawat Lion Air JT-610.
“Untuk saat ini kami akan memverifikasi data para korban berdasarkan
manifest, juga termasuk awak pesawat yang bertugas. Kami pastikan santunan
akan diberikan kepada yang berhak,” ucap Agus. Agus selaku perwakilan dari
manajemen BPJS Ketenagakerjaan turut berduka cita atas musibah yang menimpa
para penumpang JT-610. “Semoga amal ibadah mereka diterima dan keluarga
yang ditinggalkan juga diberi keikhlasan dalam menghadapi cobaan ini”, sebut
dia.

Kesimpulan:
BPJS Ketenagakerjaan Siapkan Santunan untuk Korban Lion Air JT-610.
Hal ini mengingat diindikasikan banyaknya penumpang yang merupakan pekerja,
Agus Susanto yang merupakan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan
menegaskan pihaknya telah mempersiapkan segala sesuatu untuk membantu
proses klaim bagi korban pesawat Lion Air JT-610. BPJS Ketenagakerjaan akan
memverifikasi data para korban berdasarkan manifest, juga termasuk awak
pesawat yang bertugas. Kami BPJS Ketenagakerjaan pastikan santunan akan
diberikan kepada yang berhak.
BPJS Ketenagakerjaan Catatkan Hasil Investasi Rp 18,9 Triliun
Putri Syifa Nurfadilah Kompas.com - 16/10/2018, 19:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Penyelenggaraa Jaminan Sosial


(BPJS) Ketenegakerjaan mencatat hasil investasi per Agustus 2018 naik 9 persen
dari tahun sebelumnya. Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga
BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja mengatakan, per Agustus 2018
BPJS TK berhasil mencatatkan hasil investasi sebesar Rp 18,9 triliun. Angka
tersebut naik 9 persen dari tahun sebelumnya. “Faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan hasil investasi itu adalah iuran yang dikumpulkan, pembayaran
jaminan dan strategi investasi yang sesuai dengan kondisi liabilitas program,
kondisi ekonomi, pasar dan tentunya sesuai regulasi,” jelas Utoh kepada
Kompas.com, Selasa (16/10/2018). Sementara itu, dari rasio imbal hasil atau yield
on investmen (YoI) BPJS Ketenagakerjaan mencatatkan angka sebesar 8,70
persen. Di mana portofolio investasinya ditempatkan pada 61 persen surat utang,
9 persen deposito, 10 persen reksa dana, 19 persen saham dan 1 persen investasi
langsung. “Mayoritas di surat utang sesuai dengan kondisi liabilitas program,
yang mayoritas merupakan dana jangka panjang,” ujar Utoh. Soal fluktuasi
rupiah, Utoh menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan investasinya
berdenominasi rupiah dan tidak ada pengelolaan dana dengan mata uang asing. “
Investasi BPJS Ketenagakerjaan semuanya berdominasi Rupiah, bahkan kami
dilarang pengelolaan dana dengan mata uang asing. Jadi, kami tidak terpapar
langsung dengan risiko fluktuasi rupiah,” jelas Utoh. Total dana kelolaan BPJS
Ketenagakerjaan sebesar Rp 339,7 triliun atau naik 16 persen year-on-year (yoy)
dari Agustus 2017. Terkait kepesertaan, Utoh mengungkapkan telah ada sebanyak
48,7 juta orang atau meningkat 14 persen dari tahun sebelumnya. Sementara,
jumlah peserta aktif sekitar 28,8 juta atau meningkat 20 persen. Lebih lanjut, iuran
yang dikumpulkan mencapai Rp 41 triliun dan jumlah klaim yang dibayarkan Rp
15,3 triliun.

Kesimpulan:
(BPJS) Ketenegakerjaan mencatat hasil investasi per Agustus 2018 naik 9 persen
dari tahun sebelumnya. “Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan hasil
investasi itu adalah iuran yang dikumpulkan, pembayaran jaminan dan strategi
investasi yang sesuai dengan kondisi liabilitas program, kondisi ekonomi, pasar
dan tentunya sesuai regulasi.
Fahri Hamzah Curiga Perpres TKA Tabrak UU Ketenagakerjaan
Rico Afrido Simanjuntak
Senin, 30 April 2018 - 17:18 WIB

JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mencurigai Peraturan Presiden


(Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA)
bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Pasalnya, UU tentang Ketenagakerjaan mewajibkan Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA). Namun dalam Perpres itu justru ada kelonggaran untuk
tidak dibutuhkan PRTKA seperti komisaris dan direksi, serta pekerja yang
dibutuhkan pemerintah.
"Ini patut dicurigai sebagai satu pelanggaran berat yang dilakukan pemerintah
terhadap Undang-undang," kata Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta,
Senin (30/4/2018).
Dia melanjutkan, penerbitan Perpres TKA itu juga bisa dicurigai sebagai bentuk
pelanggaran terhadap konstitusi.
"Karena tidak melindungi warga negaranya sendiri yang susah mencari pekerjaan.
Yang banyak yang nganggur, kita lihat sarjana-sarjana antri ingin jadi gojek dan
sebagainya, luar biasa itu," paparnya.
Maka itu menurut dia, panitia khusus (Pansus) hak angket tentang TKA
diperlukan. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun ikut
menandatangani usulan Pansus itu.
"Ini sudah ada enam (orang tandatangani Pansus) diperlukan 19 orang lagi.
Mudahan ini bisa disahkan supaya, meskipun bilang kita ini investasi dan
sebagainya, tapi investasi tidak melukai kepentingan nasional kita," ungkapnya.
B. Indeks Harga
BI Sebut Optimisme Konsumen Oktober 2016 Naik
Adhitya Himawan
Sabtu, 05 November 2016 | 12:43 WIB

Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa optimisme


konsumen pada Oktober 2016 meningkat dari bulan sebelumnya. Hal tersebut
tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2016 yang tercatat
sebesar 116,8, naik 6,8 poin dari bulan sebelumnya.
"Peningkatan IKK tersebut didorong oleh Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
(IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), yang tercatat naik masing-masing
7,2 poin dan 6,4 poin dari bulan sebelumnya menjadi 103,2 dan 130,4," kata
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, dalam keterangan
resmi, Jumat (4/11/2016).
BI Sebut Sistem Keuangan di Q2 2016 Masih Stabil
Hasil survei juga menunjukkan bahwa konsumen memperkirakan tekanan
kenaikan harga mengalami perlambatan pada Januari 2017. Hal ini terindikasi dari
Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 bulan mendatang yang tercatat turun 3,1 poin
dari bulan sebelumnya menjadi 165,6.
"Perlambatan kenaikan harga diperkirakan terjadi pada hampir seluruh
kelompok komoditas, dengan perlambatan terbesar terjadi pada kelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau," ujar Tirta.
Untuk kondisi 6 bulan mendatang (April 2017), konsumen memperkirakan
jumlah tabungan yang lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Di sisi lain,
posisi pinjaman 6 bulan mendatang diperkirakan lebih rendah dibandingkan bulan
sebelumnya.

Kesimpulan:
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa optimisme
konsumen pada Oktober 2016 meningkat dari bulan sebelumnya. Hal tersebut
tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2016 yang tercatat
sebesar 116,8, naik 6,8 poin dari bulan sebelumnya. "Perlambatan kenaikan
harga diperkirakan terjadi pada hampir seluruh kelompok komoditas, dengan
perlambatan terbesar terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau. Untuk kondisi 6 bulan mendatang (April 2017), konsumen
memperkirakan jumlah tabungan yang lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya
Survei BI: Inflasi Oktober 2018 Sebesar 0,01 Persen
Tim, CNN Indonesia | Jumat, 05/10/2018 14:55 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil survei Bank Indonesia (BI) pada pekan


pertama bulan ini menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami
kenaikan atau inflasi sebesar 0,01 persen secara bulanan (month-to-month/mtm)
pada Oktober 2018.
Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi berada di angka 2,89
persen. Angka ini meningkat tipis dari IHK September 2018 yang dirilis Badan
Pusat Statistik sebesar 2,88 persen.
"Inflasi dipengaruhi sedikit kenaikan harga cabai. Namun, semua harga
barang terkendali," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo di Kompleks Gedung BI,
Jumat (5/10).
Meski inflasi, namun Perry bilang ada beberapa barang yang masih
mengalami penurunan harga. Misalnya, komoditas bawang merah.
Kendati begitu, secara keseluruhan inflasi IHK dipastikan masih terkendali
rendah dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan bank sentral nasional
sebesar 3,5 persen plus minus satu persen.
"Ini mengonfirmasi proyeksi BI, inflasi kecenderungannya berada di titik
tengah 3,5 persen. Kemungkinannya lebih rendah dari itu," katanya.
Bila terjadi inflasi, ini merupakan inflasi pertama setelah dua bulan
sebelumnya terjadi penurunan harga barang atau deflasi di tingkat konsumen.
Berdasarkan data BPS, terjadi deflasi sebesar 0,05 persen pada Agustus 2018 dan
deflasi 0,18 persen pada September 2018.
Secara keseluruhan, deflasi dalam dua bulan terakhir disebabkan oleh
penurunan harga bahan makanan, seperti daging ayam ras, telur ayam, bawang
merah, cabai merah, dan lainnya.

Kesimpulan:
Hasil survei Bank Indonesia (BI) pada pekan pertama bulan ini
menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan atau inflasi
sebesar 0,01 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Oktober 2018.
Inflasi dipengaruhi sedikit kenaikan harga cabai, ada beberapa barang yang
masih mengalami penurunan harga. Misalnya, komoditas bawang merah. Secara
keseluruhan, deflasi dalam dua bulan terakhir disebabkan oleh penurunan harga
bahan makanan, seperti daging ayam ras, telur ayam, bawang merah, cabai
merah, dan lainnya.
BPS: IHK September 2015 Deflasi 0,05 Persen
Oktober 1, 2015 11:42

Jakarta, Aktual.com —  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga


Konsumen (IHK) pada September 2015 mengalami deflasi 0,05 persen. Tercatat
inflasi tahun kalender sebesar 2,24 persen, inflasi dari tahun ke tahun tercatat 6,83
persen, inflasi komponen inti Juli 2015 sebesar 0,44 persen, dan inflasi inti tahun
ke tahun sebesar 5,07 persen.
Kepala BPS, Suryamin mengatakan dari 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK)
di Indonesia, 36 kota mengalami deflasi dan 46 kota mengalami deflasi.
Sementara itu, deflasi tertinggi terjadi di Sibolga (1,85 persen) dan deflasi
terendah terjadi di Bandung (0,01 persen), sedangkan inflasi tertinggi terjadi di
Merauke (1,33 persen).
“Ini artinya pengendalian harga yang dilakukan pemerintah sudah bagus, bahkan
ada daerah yang tidak masuk sampel tapi memiliki TPID (Tim Pengendali Inflasi
Daerah). Kemudian momen puasa dan lebaran juga sudah lewat, jadi sangat
bagus,” ujar Suryamin di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Kamis (1/10).
Lebih lanjut dikatakan dia, bahan makanan memiliki andil deflasi September 0,23
persen. Sedangkan makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau memiliki andil
deflasi 0,07 persen; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar andil deflasi 0,05
persen.
Untuk kelompok sandang memiliki andil deflasi 0,06 persen, kesehatan dengan
andil deflasi 0,02 persen. Pendidikan, rekreasi, dan olah raga deflasi 0,07 persen.
Transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan andil deflasi sebesar 0,09 persen.
“Bahan makanan yang paling besar andilnya dalam deflasi September ini,
terutama dari daging ayam dan telur, lalu sayur-sayuan, buah-buahan, dan bumbu.
Ini termasuk bagus di tengah kekeringan saat ini,” pungkasnya.
C. Inflasi
Harga Pangan Turun,
Deflasi Bakal Kembali Terjadi pada September
Agustina Melani
01 Okt 2018, 09:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom perkirakan Indonesia alami deflasi pada


September 2018. Hal itu dipicu dari harga pangan turun.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, September
2018 akan terjadi deflasi sekitar 0,05 persen month to month (MtM) dengan
inflasi tahunan sebesar 3,02 persen year on year (YoY). Perkiraan deflasi itu lebih
rendah dari September 2017 sebesar 0,07 persen. Pada Agustus 2018 juga terjadi
deflasi 0,05 persen.
"Tren deflasi dalam dua bulan terakhir ini dipengaruhi oleh tren deflasi
kelompok volatile food di mana sebagian besar harga komoditas pangan
cenderung turun terutama daging ayam dan cabai merah kecuali harga beras yang
cenderung meningkat tipis," ujar Josua lewat pesan singkat yang diterima
Liputan6.com, Senin (1/10/2018).
Sementara itu, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual
menuturkan, September bisa terjadi deflasi 0,1 persen. Sedangkan kalau terjadi
inflasi bisa mencapai 0,1 persen. Hal ini didorong dari harga pangan relatif stabil.
“Pola musiman September-Oktober tahun lalu deflasi. Ini pengaruh harga
makanan relatif terkendali. Produsen belum menaikkan harga,” kata David saat
dihubungi Liputan6.com.
Untuk inflasi inti, Josua memperkirakan di kisaran 2,74 persen YoY. Ini
mengingat dampak pelemahan nilai tukar rupiah belum terlihat yang
mengindikasikan produsen menekan margin dan upayakan efisiensi biaya
produksi  ketimbang menyesuaikan harga-harga. kata dia.

Kesimpulan:
Ekonom perkirakan Indonesia alami deflasi pada September 2018. Hal itu dipicu
dari harga pangan turun. Untuk inflasi inti, Josua memperkirakan di kisaran 2,74
persen YoY. Ini mengingat dampak pelemahan nilai tukar rupiah belum terlihat
yang mengindikasikan produsen menekan margin dan upayakan efisiensi biaya
produksi  ketimbang menyesuaikan harga-harga.
Ini Penyebab Inflasi 0,28 Persen di Juli 2018
Merdeka.com
01 Agu 2018, 13:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli


2018 sebesar 0,28 persen. Sementara itu, inflasi tahun kalender tercatat sebesar
2,18 persen dan secara year on year tercatat sebesar 3,18 persen. Secara umum,
inflasi ini masih sesuai dengan target pemerintah.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan inflasi pada Juli 2018
disumbang oleh kenaikan harga telor ayam ras, daging ayam ras dan bensin. Di
mana ketiga komponen tersebut menyumbang inflasi masing-masing 0,08 persen,
0,07 persen dan 0,06 persen.
"Inflasi pada bulan Juli 2018 terjadi karena utamanya disebabkan oleh tiga
poin. Pertama, kenaikan harga telor ayam ras, kedua harga daging ayam ras,
ketiga kenaikan harga bensin," ujar Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta,
Rabu (1/8/2018).
Suhariyanto merinci, kenaikan telor ayam ras terjadi di 72 kota IHK.
Kenaikan terbesar terjadi di Banjarmasin yang mencapai 21 persen. "Jadi
kenaikan telor ayam ras memberikan andil inflasi sebesar 0,08 persen. Kenaikan
terjadi di 72 kota IHK dan di beberapa kota seperti Banjarmasin kenaikannya
mencapai 21 persen," jelasnya.
Komoditas yang kedua yang memberi andil lumayan besar pada inflasi
adalah daging ayam ras. Di mana andil inflasi daging ayam ras ini sebesar 0,07
persen. Selain ayam, kenaikan juga terjadi pada beberapa komoditas bumbu-
bumbuan seperti cabai cawit sekitar 0,03 persen. tandasnya.

Kesimpulan:
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli 2018 sebesar 0,28 persen.
Secara umum, inflasi ini masih sesuai dengan target pemerintah. "Inflasi pada
bulan Juli 2018 terjadi karena utamanya disebabkan oleh tiga poin. Pertama,
kenaikan harga telor ayam ras, kedua harga daging ayam ras, ketiga kenaikan
harga bensin.
INDEF Kritisi Ekonomi Tumbuh Stagnan di Tengah Inflasi Rendah
CNN Indonesia | Jumat, 16/11/2018 12:27 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance


(Indef) menilai inflasi yang mampu terjaga pada kisaran 3-4 persen seharusnya
diiringi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun, pertumbuhan
ekonomi Indonesia saat ini justru stagnan di kisaran 5 persen.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan negara-negara tetangga
dengan tingkat inflasi rendah justru memiliki tren pertumbuhan ekonomi positif.
Hal itu ditandai dengan kenaikan level pertumbuhan ekonomi.
"Yang cukup siginifikan pertumbuhannya adalah Vietnam, Filipina, dan Malaysia.
Pertumbuhan ekonominya relatif meningkat. Kenapa Indonesia tidak? Inflasi kita
terjaga tapi pertumbuhan ekonomi kita stagnan," kata Enny di ITS Tower, Kamis
(15/11). Enny menduga pertumbuhan ekonomi stagnan disebabkan inflasi harga
pangan yang bergejolak atau volatile food cenderung masih tinggi, meskipun
inflasi umum terbilang rendah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut dalam tujuh tahun terakhir inflasi,
volatile food selalu lebih tinggi dari inflasi umum pada periode Lebaran dan akhir
tahun. Di sisi lain, BPS menyebut porsi pengeluaran dari 40 persen kelompok
masyarakat kelas bawah, mayoritasnya atau sekitar 70-75 persen untuk pangan.
"Artinya kalau porsi kontribusi harga pangan paling dominan ke inflasi, meksipun
inflasi rendah niscaya itu tidak punya kontribusi dongkrak pertumbuhan
ekonomi," Dalam kesempatan yang sama Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto
memaparkan tren inflasi global saat ini memang tengah turun, baik di negara maju
maupun negara berkembang. Bahkan tingkat inflasi beberapa negara tetangga
sebenarnya lebih rendah ketimbang Indonesia. Malaysia misalnya, mencatatkan
inflasi sebesar 0,50 persen, kemudian Thailand sebesar 1,50 persen pada kuartal
III 2018. Bahkan negara dengan populasi terpadat, China hanya mencatat inflasi
2,3 persen, sedangkan tingkat inflasi Indonesia 2,90 persen pada periode yang
sama.
D. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal Berperan Penting
dalam Perekonomian Nasional
Fabiola Febrinastri
Rabu, 06 Juni 2018 | 09:36 WIB

Suara.com - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menegaskan,


kebijakan fiskal dan moneter memiliki peran penting dalam geliat perekonomian
nasional. Keduanya harus mampu berkoordinasi dengan baik demi tercapainya
stabilitas ekonomi.
"Koordinasi kebijakan ekonomi, khususnya fiskal dan moneter, menjadi isu
yang sangat penting akhir-akhir ini. Krisis ekonomi atau keuangan masih sering
menghantui, baik di negara maju ataupun sedang berkembang," ujar Bamsoet, saat
menjadi keynote speech dalam Diskusi Publik "Langkah Strategis Fiskal Moneter:
Membangun Optimisme Ekonomi Indonesia", yang diselenggarakan Depinas Sentra
Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) di Jakarta, Selasa (5/6/2018). Hadir
sebagai pembicara lain, Ketua Wantimpres, Sri Adiningsih, Gubernur Bank
Indonesia, Perry Warjiyo, Dirut Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio, Ketua Kadin
Indonesia, Rosan P Roeslani, anggota komisi IX DPR,  Ahmadi Noor Supit, dan
Mukhamad Misbakhun. Bamsoet menggambarkan hubungan kebijakan moneter dan
fiskal, yang diantaranya terlihat dalam dampak defisit anggaran yang dapat
mengganggu inflasi. Bagi pembuat kebijakan fiskal dan moneter yang terlalu ketat
dapat berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja,
sehingga tidak adanya koordinasi antara kedua kebijakan tersebut dapat berdampak
negatif terhadap stabilitas makro dan pertumbuhan ekonomi.
"Implikasi dari kedua kebijakan tersebut seringkali saling tidak terkait, bahkan
bertentangan, sehingga dapat mengakibatkan hasil dari masing-masing kebijakan
menjadi tidak optimal. Koordinasi antar kedua kebijakan tersebut sangat penting
dalam pengelolaan ekonomi, agar bauran kebijakan dapat memberikan dampak
optimal dalam perekonomian," papar Bamsoet.

Kesimpulan:
Kebijakan fiskal dan moneter memiliki peran penting dalam geliat perekonomian
nasional. Keduanya harus mampu berkoordinasi dengan baik demi tercapainya
stabilitas ekonomi. Hubungan kebijakan moneter dan fiskal, yang diantaranya
terlihat dalam dampak defisit anggaran yang dapat mengganggu inflasi. Bagi
pembuat kebijakan fiskal dan moneter yang terlalu ketat dapat berdampak buruk
terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, sehingga tidak adanya
koordinasi antara kedua kebijakan tersebut dapat berdampak negatif terhadap
stabilitas makro dan pertumbuhan ekonomi.
Sumut Desak PP Fasilitas Fiskal Segera Diterbitkan
Kunthi fahmar sandy
Rabu, 4 Februari 2015 - 15:18 WIB

JAKARTA - Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho


mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro untuk segera
menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Fasilitas Fiskal.
PP tersebut mencakup insentif perpajakan, kepabeanan dan cukai bagi para
investor yang akan berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei
Mangkei, Sumatera Utara.
“Kami mendesak pemerintah pusat melalui menteri keuangan untuk segera
menerbitkan PP Fasilitas Fiskal. Setelah satu minggu pasca diresmikan presiden,
operasional KEK Sei Mangkei hingga kini kami belum terima PP-nya,” ujar dia
dalam rilisnya, Rabu (4/2/2015).
Menurut Gatot, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang Fasilitasi Fiskal tersebut sudah berjalan selama lima tahun, namun hingga
ini belum selesai dan belum menghasilkan peraturan yang bisa diterapkan di KEK
Sei Mangkei.
Padahal, insentif fiskal tersebut merupakan amanat UU Nomor 39 Tahun
2009 tentang Fasilitas Fiskal, yang tujuannya memberikan kepastian dan
kemudahan berinvestasi di kawasan ekonomi khusus bagi para investor.
“Dengan PP Fasilitas Fiskal itu, kami optimistis akan mampu menarik
banyak investor berinvestasi ke KEK Sei Mangkei. Jadi peraturan itu sangat vital
bagi KEK Sei Mangkei,” papar Gatot.

Kesimpulan:
Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho mendesak Menteri
Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro untuk segera menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) tentang Fasilitas Fiskal. PP tersebut mencakup
insentif perpajakan, kepabeanan dan cukai bagi para investor yang akan
berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara.
Dengan PP Fasilitas Fiskal itu, kami optimistis akan mampu menarik banyak
investor berinvestasi ke KEK Sei Mangkei. Jadi peraturan itu sangat vital bagi
KEK Sei Mangkei
Perusahaan di KTI yang Berorientasi Ekspor Diberi Insentif Fiskal
Kamis, 30 Agustus 2018 12:32 WIB

TEMPO.CO, Makassar - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian


Keuangan Heru Pambudi menyebutkan pihaknya telah mengeluarkan kebijakan
melalui fasilitas kepabeanan yang memberikan insentif fiskal kepada perusahaan
di Kawasan Timur Indonesia atau KTI yang berorientasi ekspor. Fasilitas itu
berupa pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Bersama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan Kemenhub,
Bea Cukai mengaku terus berupaya mendukung sektor-sektor yang mendorong
nilai tambah dan daya saing eksportir, khususnya di KTI.
"Untuk mendukung kemudahan pelaku usaha melakukan kegiatan investasi dan
ekspor impor, Bea Cukai melakukan percepatan perizinan dengan cara
menerbitkan peraturan terkait hal ini," katanya dalam temu usaha bersama para
eksportir KTI di Makassar, Kamis, 30 Agustus 2018.
Heru menjelaskan, pertumbuhan ekspor di KTI menunjukkan kinerja yang positif
setelah meningkat 6,2 persen secara year-on-year (yoy) pada kuartal I tahun 2018.
Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,06
persen secara yoy. Sementara kontribusi ekspor KTI pun mencapai 26 persen dari
total ekspor Indonesia.
Lebih jauh Heru menyebutkan regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 29/PMK.04/2018 tentang Percepatan Perizinan
Kepabeanan dan Cukai. Dengan aturan itu, izin prinsip Tempat Penimbunan
Berikat (TPB) dari 10 hari kerja menjadi 1 jam izin secara online.
Selain itu, nantinya izin transaksional di Kawasan Berikat akan disederhanakan
dari 45 izin menjadi 3 izin secara online, registrasi kepabeanan dari 5 hari kerja
menjadi 3 jam secara online, izin prinsip Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
(KITE) dari 30 hari menjadi 1 jam, dan izin Nomor Pokok Pengusaha Barang
Kena Cukai (NPPBKC) dari 30 hari menjadi 3 hari.
E. Kebijakan Moneter
IHSG Pekan Ini Dibayangi Kebijakan Moneter
di Asia dan Eropa
Estu Suryowati
Kompas.com - 25/04/2017, 08:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengawali pekan terakhir April 2017, Indeks


Harga Saham Gabungan ( IHSG) diperkirakan akan bergerak dalam rentang 5.540-
5.700. "Saham- saham yang dapat dicermati diantaranya MNCN, PGAS, GGRM,
AISA, MEDC," kata analis dari Reliance Sekuritas Lanjar Nafi kepada Kompas.com,
Selasa (25/4/2017).
Pergerakan IHSG akan cenderung terbatas pada perdagangan hari ini. Investor
juga diperkirakan akan berada di area jenuh beli. Menurut Lanjar, sentimen dari data
ekonomi selanjutnya yang akan menyita perhatian investor diantaranya keputusan
kebijakan moneter di Asia dan Eropa dalam bentuk instrumen suku bunga, beberapa
data penjualan, serta tingkat inflasi. "Pertumbuhan ekonomi atau PDB Amerika
Serikat juga akan dirilis pada akhir pekan ini," ucap Lanjar.
Pekan lalu IHSG bergerak variatif cenderung tertekan di awal pekan. Paska-
libur Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, IHSG dibuka terkonsolidasi dengan sektor
properti memimpin pelemahan. "Namun, di akhir pekan IHSG ditutup menguat cukup
signifikan seiring aksi beli investor yang sangat tinggi Rp 3,31 triliun," kata Lanjar.
Sementara itu, bursa Asia membuka pekan lalu juga dengan bergerak
bervariasi. Naiknya kekhawatiran geopolitik membuat permintaan asset haven dan
mata uang meningkat. Sehingga sebagian bursa yang berkolerasi dengan kenaikan
mata uang seperti indeks saham di Jepang tertekan hingga pertengahan pekan. Indeks
ekuitas Jepang rebound setelah spekulasi investor yang beranggapan pelemahan
ekuitas Jepang telah mencapai titik jenuh. Namun menjelang akhir pekan, mayoritas
bursa di Asia menguat seiring pelemahan dollar AS dan rebound harga minyak.
Beberapa data ekonomi pun menjadi pendorong diantaranya industrial productions
naik ke level 7,6 persen dari 6,3 persen dan PDB China naik tipis secara tahunan di
level 6,9 persen dari 6,8 persen. Data ekonomi Jepang pun cukup baik dimana
aktivitas ekspor berkontraksi terhadap ekspektasi di level 12,0 persen dari 11,3
persen, dengan ekspektasi awal turun 6,7 persen.

Kesimpulan:
Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG) Dibayangi Kebijakan Moneter di Asia
dan Eropa dalam bentuk instrumen suku bunga, beberapa data penjualan, serta
tingkat inflasi. Naiknya kekhawatiran geopolitik membuat permintaan asset haven
dan mata uang meningkat. Namun menjelang akhir pekan, mayoritas bursa di Asia
menguat seiring pelemahan dollar AS dan rebound harga minyak.
ADB Dukung BI Terapkan Kebijakan Moneter Ketat

Kompas.com - 12/06/2014, 21:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Pembangunan Asia menyatakan


kebijakan moneter ketat masih perlu diterapkan, menyusul belum pulihnya defisit
neraca berjalan, inflasi, serta dampak pemangkasan stimulus oleh Federal
Reserve. Deputy Country Director Asian Development Bank, Edimon Ginting
mengatakan meskipun terdapat perbaikan pada defisit neraca berjalan, namun hal
itu sifatnya masih tentatif.
"Karena itu, kebijakan moneter ketat masih diperlukan, di samping juga dari
sisi fiskal harus ada konsolidasi, dan ke depan pendorong pertumbuhan ekonomi
perlu didorong dari sisi suplai," ujarnya pekan ini dalam acara "Indonesia
Corporate Day" yang digelar Bahana Securities. Edimon Ginting menjelaskan,
ruang fiskal untuk mendorong pertumbuhan semakin terbatas, menyusul
terjadinya defisit.
Hingga saat ini Bank Indonesia belum menurunkan suku bunga acuannya di
level 7,5 persen. Diperkirakan suku bunga acuan tersebut bertahan hingga
triwulan III-2014. Selain Edimon, pembicara lain yang hadir di antaranya adalah
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara dan Menteri
Keuangan Chatib Basri.
Indonesia Corporate Day merupakan ajang forum tahunan yang
diselenggarakan oleh PT Bahana Securities dengan menghadirkan pembicara-
pembicara dr kalangan otoritas jasa keuangan, para pelaku pasar modal dan
investor strategis. Forum ini pun memberikan kesempatan para emiten Indonesia
bertemu dengan para calon investor strategis yang memungkinkan terjalin aliansi
bisnis. Acara ini bekerjasama dengan Daiwa Capital Market dan diselenggarakan
jelang pemilihan Presiden Indonesia 2014.

Kesimpulan:
Bank Pembangunan Asia menyatakan kebijakan moneter ketat masih perlu
diterapkan, menyusul belum pulihnya defisit neraca berjalan, inflasi, serta
dampak pemangkasan stimulus oleh Federal Reserve. Ruang fiskal untuk
mendorong pertumbuhan semakin terbatas, menyusul terjadinya defisit. Indonesia
Corporate Day merupakan ajang forum tahunan yang diselenggarakan oleh PT
Bahana Securities dengan menghadirkan pembicara-pembicara dr kalangan
otoritas jasa keuangan, para pelaku pasar modal dan investor strategis. Forum
ini pun memberikan kesempatan para emiten Indonesia bertemu dengan para
calon investor strategis yang memungkinkan terjalin aliansi bisnis.
Kebijakan Moneter Indonesia Dipuji di Forum G20
Doddy Rosadi
Kamis, 17 April 2014 | 11:00 WIB

Suara.com - Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, Indonesia memperoleh


apresiasi dari forum G20 terkait kebijakan moneter maupun fiskal yang tepat
dalam mengatasi isu defisit neraca transaksi berjalan.
"Kebijakan Indonesia dianggap tepat, bagaimana merespon dengan fiskal untuk
mengurangi subsidi BBM, dan Bank Indonesia juga menaikkan interest rate
membuat nilai tukar menguat," katanya, seperti dilansir dari laman
Indonesia.go.id, Kamis (17/4/2014).
Menteri Keuangan Chatib Basri bersama Gubernur Bank Indonesia Agus
Martowardojo telah menghadiri Pertemuan G20 tingkat menteri keuangan dan
gubernur bank sentral di Washington, Amerika Serikat, 10-13 April 2014.
Ia menambahkan kebijakan moneter dan fiskal yang sesuai untuk menjaga
fundamental ekonomi tersebut, memberikan kepercayaan kepada investor atas
prospek ekonomi Indonesia yang lebih memadai di masa mendatang.
Namun, Chatib mengaku kebijakan ini merupakan solusi jangka pendek, untuk itu
upaya jangka panjang dalam memperbaiki kinerja perekonomian nasional harus
dilakukan melalui pembenahan atau reformasi struktural.
"Kebijakan ini hanya jangka pendek, tidak mungkin ada pengetatan fiskal maupun
moneter terus menerus, makanya harus diimbangi dengan reformasi struktural,
yang dilakukan dalam konteks sistem politik," katanya.
Selain itu, dalam forum G20 juga dibahas mengenai pemulihan ekonomi di AS,
serta kemungkinan rencana The Fed (Bank Sentral AS) yang akan menaikkan
suku bunga acuan pada Juni 2015 setelah "tapering off" selesai dilakukan.
"Kebijakan moneter akan terkoneksi dengan tingkat pengangguran AS, kalau itu
mencapai 6,5 persen, setelah tapering off, maka interest rate akan dinaikkan.
Rasanya emerging market perlu untuk mengantisipasi hal itu," ujar Chatib.
(Antara)

Anda mungkin juga menyukai