Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE SYOK

SINDROM DI RUANG HIGH CARE UNIT

RSUD CILILIN

A. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer :2009).

Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam
Berdarah Dengue (DBD) (sumarmo dkk , 2008)

B. ETIOLOGI

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter

40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 2012).

2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita, 2009).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes

Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan senja hari. (Soedarto, 2012).

3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2012).

C. KLASIFIKASI

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi


menjadi 4 tingkat (Widoyono. 2012) yaitu :

1. Mkrajat E

Panas 2 — 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.

2. Mkrajat EE

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti


petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan
sebagainya.

3. Mkrajat EEE
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80
mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

4. Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > — 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

D. PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,
hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam

pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.


Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD
dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya


cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan
terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD
adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti


dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh
aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat (Mansjoer, Arif . 2009
E. PATHWAYS
Arbovirus (Melalui virus aedes
aegypti) Beredar lnfehsi virus Mengahtivasi
dalam aliran darah dengue (viremia) sistem homplemen

Membentuh
Peninghatan PGE2 dan melepashan zat C3a, C5a
reabsorbsi Na+ dan H2O Hipertermi Hipothalamus

Permeabilitas Renjatan
membran Resiho syoh
hipovolemih
meninghat hipovolemih
dan
hipotensi

Kebocoran Kehurangan
Agregas
Kerusahan endotel plasma volume cairan
trombosit
pembuluh darah

Merangsang dan Ke
trombositopeni mengahtivasi fahtor ehstravashuler
pembehuan

Perdarahan
DlC Paru-paru Hepar Abdomen

Resiho
perfusi
Efusi
jaringan
pleura hepatomegali ascites
tidah efehtif
Resiho cedera (perdarahan)Hopoxia jaringan
Mual+muntah
Resiho pola nafas tidah efehtif

Asidosis
metabolih
Ketidahseimbangan nutrisi hurang dari
hebutuhan tubuh

DEATH

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 — 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala
klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan,
nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.(Soedarto, 2012).

2. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat

fungsi vena, petekia dan purpura.(Soedarto, 2012).

3. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 2012).

4. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda — tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk.(2012).

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan
gejala lain adalah :


Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
➢ Asites
➢ Cairan dalam rongga pleura (kanan).
➢ Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah — muntah, diare maupun obstipasi dan
kejang

— kejang. (Soedarto, 2012).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil laboratorium

✓ Trombosit menurun <100.000/ µ (pada hari sakit ke 3 — 7


✓ Hematokrit meningkat 20% atau lebih
✓ Albumin cenderung menurun
✓ SGOT, SGPT sedikit meningkat
✓ Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 — 40 mmHg, HCO3 menurun.
✓ Dengue blatIgM positif IgG positif pada hari ke 6.
✓ NS 1 positif

2. Foto rontgen

Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura

3. USG

Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :

✓ Asites dan Efusi pleura


✓ Hepatomegali
H. PENATALAKSAAN MEDIS

Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 —
206 adalah :

1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.

Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan

pada :

- Umur 6 — 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.

- Umur 1 — 5 tahun : 50 — 100 mg, 4 sehari.

- Umur 5 — 10 tahun : 100 — 200 mg, 4 kali sehari.

- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.

2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg

atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama — sama di berikan


minuman

oralit, air bauh susu secukupnya.

3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak — banyaknya

dan sesering mungkin.

4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang

diestimasikan sebagai berikut :

- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.

- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 — 30 kg.

- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 — 40 kg.

- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 — 50 kg.

5. Obat-obatan lain :
- Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.

- Antipiretik untuk anti panas.

- Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994


adalah :

1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.

Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan

pada :

- Umur 6 — 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.

- Umur 1 — 5 tahun : 50 — 100 mg, 4 sehari.

- Umur 5 — 10 tahun : 100 — 200 mg, 4 kali sehari

- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

Terapi cairan :

1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg

atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama — sama di berikan

minuman
oralit, air bauh susu secukupnya

2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya

dan sesering mungkin.

3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus

diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang

diestimasikan sebagai berikut :

- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.


- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 — 30 kg.

- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 — 40 kg.

- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 — 50 kg.

- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15

cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

2. Dengan Renjatan (Grade III) :

1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan

frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10

mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan
dihitung

berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk

dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan).

Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :

- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.

- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 — 30 kg.

- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 — 40 kg.

- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 — 50 kg.

2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih

terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut

memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/
Kg
BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika
keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan
tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam
kurun waktu 24 jam. Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom)
yaitu pada grade 3 atau 4 maka penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan
diantaranya adalah : Resusitasi volume pada DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler
dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler, bertahan
lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.

Hal — hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :

1) Kristaloid

·R/C

· NacL 0,9%

Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.

2) Koloid

· HES

· Wida HES

· Voluven

· Fima HES, dll.

Efek yang menguntungkan :

- Dapat meningkatkan ankotik plasma.

- Dapat meningkatkan volume darah.

- Dapat membatasi kebocoran vaskuler


3) Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen.

4) Transfusi komponen darah

· Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.

· Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo < 30.000 / m3).

5) Obat — Obatan (Kolaborasi Medis)

· Pemberian Antibiotika

· Pemberian obat antipiretik

· Imunoglobolin intravena (Gamaras)

· Bicnat bila asidosis metabolic

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

a. Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang
terkena DB)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas,
muntah, epistaksis, pendarahan gusi

2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat


masuk rumah sakit) : kapan mulai panas
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien)
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau
tidak)
5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?
6) Riwayat imunisasi

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan,
usia)
2) Pemeriksaan per system
a. System persepsi sensori :
- Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal

-Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering


b. System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c. System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
d. System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill
lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada
e. System gastrointestinal :
- Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi
- Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut?
- Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah,

melena
f. System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab,
pendarahan bekas tempat injeksi?
g. System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria

Gejala klinis didapatkan :


❖ Derajat I: Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi
perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
❖ Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan
dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.
❖ Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat
kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin
dan sembab atau gelisah.
❖ Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan
yang berat ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)


2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat

4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat

5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia

III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue (Viremia)

➢ Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.


➢ Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 — 37 °c, membran mukosa basah, nadi dalam
batas normal (80 — 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
➢ Intervensi :

a. Berikan kompres (air biasa / kran).

Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat

mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau

menggigil.

b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 — 2000 cc/hari (sesuai

toleransi). Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap

keringat pada klien.

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat

dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali

atau lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan

elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.

e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai

program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi.

Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

2. . Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari

Intravaskuler Ke Ekstravaskuler

➢ Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
➢ Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70
mmHg, N: 80 — 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill <

3 detik, Pulsasi kuat.


➢ Intervensi :

a. Observasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering.

Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

b. Observasi capillary Refill.

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.

Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.

d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).

Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral

e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.

Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya

hipovolemic syok.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
Intake In Adekuat

➢ Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.


➢ Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan,
Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien,
mualdan muntah berkurang.
➢ Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.

b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.

c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan).

Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan

diantara waktu makan.

Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan

juga mencegah distensi gaster.

e. Berikan dan Bantu oral hygiene.

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral.

f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.

Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses

penyembuhan.

h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.

j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.


k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

4. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Permeabilitas Membran Meningkat

➢ Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.

➢ Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.


➢ Intervensi :

a. Monitor keadaan umum pasien.

Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi

perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok.

b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.

Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi

presyok / shock.

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi

perdarahan.

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat

segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.

d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.

Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara
hebat.

e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan

untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

5. Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan Trombisitopenia

➢ Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.


➢ Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80 — 100 x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada
perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas
normal (150.000/uL).
➢ Intervensi :

a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest).

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya

perdarahan.

b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat

dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda

perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah

(hematemesis).

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila

terjadi perdarahan.

c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,

berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda

perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).

Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran

pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.

e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah

yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.

f. Monitor trombosit setiap hari.

g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).


DAFTAR PUSTAKA

https://dokumen.tips/documents/lp-dss-presus.html

Ginanjar. (2008). Demam Berdarah. Yogyakarta: B-fist (PT. Bentang Pustaka)

Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika :

Jakarta
Hockenberry, Wilson.2007. Wong's Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition.

Mosby Elsevter : Canada.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2009. Kapita Slekta Kedokteran Jilid III. Fakultas Kedokteran
UI :

Media Aescullapius : Jakarta.

Nadesul, Handrawan.2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas : Jakarta.

Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia :

Jakarta.

Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Sagung Seto

Sutaryo.2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.

WHO. (2012). Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan

Pengendalian (Monica ester, S.Kp, Penerjemah.). Jakarta: EGC

Widoyono. (2012). Penyakit Tropis : Epidemologi, Penularan, Pencegahan, Pemberantasan.

Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai