KLP 4 Ulumul Qur'an (Al-Munasabah) - 1
KLP 4 Ulumul Qur'an (Al-Munasabah) - 1
AL- MUNASABAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an Pada
Fakultas Syariah Dan Hukum Islam Semester 2 Kelompok 4
Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI)
Dosen Pengampu :
MA’ADUL YAQIEN MAKKARATENG
Oleh:
KELOMPOK 4
ANDI RASTI
NIM : 742302021060
HERIANA
NIM : 742302021063
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul: ”AL-
MUNASABAH”.
Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi
tugas dari mata kuliah Ulumul Qur’an dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah
keilmuan. Makalah inidisajikank husus dengan tujuan untuk memberi arahan dan tuntunan agar
yang membaca bias menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata pengantar ii
Daftar isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Al-munasabah 3
B. Fungsi Munasabah 3-4
C. Pendapat-pendapat disekitar Munasabah 5-7
D. Macam-macam Munasabah Dalam Al-Qur’an 7-16
BAB III PENUTUP 17
A. Kesimpulan 17
B. Saran 18
C. Daftar pustaka 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahirnya pengetahuan tentang teori korelasi (munasabah) ini berawal dari
kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaiman terdapat dalam mashab Usmani,
sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan hal ini, ulama
Salaf berbeda pendapat tentang urutan surah dalam Al-Qur’an. Segolongan dari mereka
berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada tauqifiy dari Nabi SAW. Golongan kedua
berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah sepakat dan
memastikan bahwasusunan ayat-ayat adalah tauqifiy. Golongan ketiga berpendapat
serupa dengan golongan pertama, kecuali surah Al-anfal [8] dan bara’ah [9] yang
dipandang bersifat ijtihadi.
Pendapat pertama didukung antara lain oleh Al- Qadi Abu Bakar dalam satu
pendapatnya, Abu Bakar Ibnu Al- Anbari, Al- Kirmani dan Ibnu Al- Hisar. Pendapat
kedua didukung oleh Malik, Al- Qadi Abu Bakar dalam pendapatnya yang lain, dan Ibnu
Al- Faris. Pendapat ketiga di anut oleh Al- baihaqi. Salah satu penyebab perbedaan
pendapat ini adalah adanya mashab-mashab ulama salaf yang bervariasi dalam urutan
suratnya. Ada yang menyusunnya berdasarkan kronologi turunnya, seperti Mashab Ali
yang dimulai dari ayat Iqra’, kemudian sisanya disusun berdasarkan tempat turunnya
(Makkih kemudian Madani). Adapun mashab Ibnu mas’ud dimulai dari surah Al-Baqarah
[2], kemudian An-Nisa’ [4] lalu surah Ali ‘imran [3].1
Mempelajari dan mengetahui munasabah merupakan hal yang sangatpenting dan
menduduki porsi yang utama dalam disiplin ilmu tafsir. Hal ini karena adanya
mempelajarinya seorang interpretator dapat melakukan penaqwilan dan pemahamaan
yang baik. Oleh karena itu, ada ulama yang membahasnya secara spesifik. Diantara
merekan adalah Abu Ja’far Ahmad bin Ibrahim (w.807 H) dalam bukunya Al-Burhan fi
munasabah Nidzammuddurar fi Tanasubil Ayat Wassuwar.
Karena Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur seiring dengan timbulnya
berbagai peristiwa dan berbagai kejadian, maka seorang mufassir tidak dituntut untuk
selalu mengacu pada munasabah ketika menginterprestasi setiap ayat dalam Al-Qur’an.
Oleh sebab itu, seorang mufasir tidak dapat menemukan keterkaitan (irtibath) antara ayat
satu dengan ayat lainnya. Bila ini terjadi, si mufassir tidak berhak untuk memaksakan
lahirnya musabah yang liar.
1
Jalaluddin As-Suyuthi, Asrar Tartib Al-Qur’an, Dar Al-I’tisham, Kairo, hlm. 68-69
1
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian munasabah
2. Fungsi munasabah
3. Pendapat-pendapat disekitar munasabah
4. Macam-macam munasabah dalam Al-Qur’an
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu munasabah
2. Untuk mengetahui apa fungsi munasabah
3. Untuk mengetahui pendapat-pendapat disekitar tentang munasabah
4. Untuk mengetahui macam-macam munasabah dalam Al-Qur’an
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-munasabah
Kata “munasabah” secara etimologi bermakna “berdekatan” (muqarabah). Bila
kita mendengar ungkapan “fulan yunasib bi fulan”, maksudnya ada kemiripan antara
kedua fulan itu, sehingga sulit untuk dibedakan antara keduanya. Akan tetapai, istilah
munasabah yang dimaksud oleh pakar tafsir adalah format hubungan antara beberapa
kalimat dalam satu ayat yang sama atau antara ayat dan ayat dalam ayat yang berbeda-
beda. Sedangkan menurut bahasa Al-munasabah berarti المشا كلةdan لمقا ر بةartinya
keserasian dan kedekatan.2 Selanjutnya Quraish Shihab menyatakan (menggaris bawahi
As-Suyuthi) baahwa munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan diantara
berbagai ayat, surah dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. 3 Hubungan
tersebut dapat berbentuk keterkaiatan makna antarayat dan macam-macam hubungan,
atau kemestian dalam pikiran (nalar).
Makna tersebut dapat dipahami, bahwa apabila suatu ayat atau surah sulit
ditangkap maknanya secara utuh, maka menurut metode munasabah ini mungkin dapat
dicari penjelasannya di ayat atau di surah lain yang mempunyai kesamaan atau
kemiripan. Kenapa harus ke ayat atau surah lain? Karena pemahaman ayat secara persial
(pemahaman ayat tanpa melihat ayat lain) sangat mungkin terjadi kekeliruan.
Fazlurrahman mengatakan, apabila seseorang ingin memperolehapresiasi yang utuh
mengenali Al- qur’an, maka ia harus dipahami secara terkait. Selanjutnya menurut beliau
apabila Al- qur’an tidak dipahami secara utuh dan terkait, Al- qur’an akan kehilangan
relevansinya untuk masa sekarang dan akan datang. Sehingg Al- qur’an tidak dapat
menyajikan dan memenuhi kebutuhan manusia.
B. Fungsi Munasabah
Seperti Disinggung sebelum ini, beberapa ahli ulumul-Qur’an menjuluki ilmu
Munasabah dengan beberapa julukan.Yang terpenting di antaranya ialah bahwa ilmu
munasabah sebagai ilmu yang baik (‘ilmu hasan), ilmu yang mulia (ilmuan syarif) dan ilmu
yang agung (‘ilmu ‘azhimun).Semua julukan ini mengisyaratkan betapa ilmu munasabah
mendapatkan tempat dan penghargaan yang cukup tinggi dalam lapangan ilmu-ilmu Al-
Qur’an dan sekaligus memiliki fungsi atau peran yang cukup signifikan dalam memahami
dan menafsirkan Al-Qur’an.Bahkan seperti dinyatakan az-Zarkasyi yang telah dikutipkan
sebelum ini, ilmu munasabah dapat dijadikan sebagai salh satu tolak ukur untuk mengetahui
kualitas kecerdasan seorang mufassir.
2
M. Quraish Shihab, wawasan Al-qur’an, (Bandung. Mizan, cet. IV, 1996), hlm.319
3
M. Quraish shihab, wawasan Al-qur’an, hlm. 319
3
Banyak para analis tafsir menyatakan adalah salah satu dugaan sebagian orang yang
memandang tidak perlu melakukan penggalian ilmu munasabah dalam menafsirkan Al-
Qur’an hanya dengan alasan karena ayat-ayat Al-Qur’an yang jumlah ayatnya sangat
banyak itu diturunkan dalam waktu yang lama dan ditempat serta latar belakang yang
berbeda pula.Menurut hemat penulis, ilmu musabah itu paling sedikit berfungsi sebagai
ilmu pendukung atau penopang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan tidak
jarang dengan pendekatan ilmu munasabah penafsiran akan semakinmenjadi jelas, mudah
dan indah. Dan karenanya, ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam
mengingatkan kualitas penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.
Suatu hal yang patut diingatkan di sini ialah bahwa pekerjaan mencari hubungan
antara sesama ayat Al-Qur’an memang bukan merupakan perkara mudah yang bisa
dilakukan sembarang orang. Menelusuri Munasabah Al-qur’an anatar bagian demi
bagian merupakan pekerjaan yang benar-benar menuntut ketekunan dan kesabaran
seseorang, bahkan boleh jadi hanya sungguh memiliki gairah (ghirrah) untuk itu.
Karenanya maka mudah dipahami jika kenyataan memang menunjukan bahwa tidak
begitu banyak mufassir yang melibatkan ilmu munasabah dalam memaparkan
penafsiran Al-Qur’an. Termasuk di dalamnya para ahli tafsir kontemporer sekalipun.
Berlainan dengan ilmu asbabin-nuzul yang digolongkan ke dalam ilmu sima’i dan
karenanya maka bersifat naqli/periwayatan, ilmu munasabah tergolong ke dalam
kelompok ilmu-ilmu ijtihad yang karenanya bersifat penalaran.Sebagai ilmu ijtihad,
ilmu munasabah tentu memiliki peluang yang sangat memadai untuk dikembangkan
dalam upaya memperkaya dan memperkuat penafsiran Al-Qur’an. Caranya, anatara lain
dengan terus menerus mencari hubungan antara ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai
4
Az-Zarkasyi, ulumul qur’an, hlm. 36
4
aspeknya. Dalam penelusuran munasabah ayat-ayat Al-qur’an, siapa pun pasti
memerlukan bantuan ilmu asbabin-nuzul dan ilmul-makki wal-madani. Di sinilah
terletak arti penting dari keberadaan beberapa cabang ilmu Al-Qur’an yang termuat
dalam buku ini
5
Namun demikian pendapat tersebut masih dapat dibantah dengan alasan bahwa sahabat tidak selamanya selalu
dalam majlis rasul. Sedangkan surah atau ayat terus turun, maka boleh jadicatatan sahabat ada yang melompat-
lompat. Jika ada sahabat lain yang memberitahu mungkin saja langsung ia masukkan dalam catatannya tanpa
melihat urutan susunannya.
5
Dari dua pendapat dan alasan di atas, maka boleh jadi susunan surah itu
sebagian bersifat tauqifiy dan sebagian lagi bersifat ijtihady. Akibat dari
dua pendapat di atas muncul pendapat yang ketiga.
3. Tentang munasabah
Pada bagian ini muncul pertanyaan, apakah musabah itu ada atau tidak?
Dari pertanyaan ini muncul dua pendapat yang berbeda sebagai jawabannya.
Pendapat pertama mengatakan bahwa munasabah itu tidak ada. Dan pendapat
yang kedua mengatakan bahwa munasabah itu ada.
D. Macam-macam Munasabah
Dalam Al-Qur’an sekurang-kurangnya terdapat delapan macam munasabah yaitu
berikut ini.
Artinya: “ Krena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu
dan bersyukurlah pada-Ku dan janganlah kamu menghindari (nikmat)-Ku.” (Q.S Al-
Baqarah [2]: 152)
6
As-Suyuthi, Asrar..., hlm. 83.
7
Ungkapan “rabb al-aamin” dalam surat Al-Fatihah [1] berkorelasi dengan suarat Al-
Baqarah [2] ayat 21-22:
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptkanmu dan orang-
orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki
untukmu: karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sukutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 21-22)
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya.” (Q.S Al-Baqarah [2]:
2)
Demikian pula pada surat Al-Baqarah [2]: 4 diungkapkan secara global, yaitu
ungkapan: …, dirinci lebih jauh oleh Ali ‘Imran [3]: 3:
8
Artinya: “Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya;
membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan
Injil.” (Q.S Ali ‘Imran [3]:3)
2. Munasabah Antarnama Surat dan Tujuan Turunnya
Setiap surat memiliki tema pembicaraan yang menonjol. Hal ini tercermin pada
namanya masing-masing, seperti surat Al-Baqarah [2], surat Yusuf [12], surat An-
Naml [27], dan surat Al-Jinn [72].7Lihatlah firman Allah:
Artinya: ”Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembeli seekor sapi betina.” “Mereka berkata, “Apakah kamu
hendak menjadikan kami buah ejakan?”Musa menjawab, “Aku berlindung kepada
Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” Mereka
menjawab, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan
kepada kami, sapi betina apakah itu?”. Musa menjawab, “Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda;
pertengahan anatara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”
Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
7
Muhammad Abd Al-Azhim Az-Zarqani, manahil Al-irfan fi Uhum Al-Qur’an, Dar Al-fikr, Beirut, t.t., jilid I, hlm. 351
9
menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya
sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami Insya Allah akan
mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”Musa berkata, “Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya”.Mereka berkata, “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi
betina yang sebenarnya,” kemudian mereka menyembelihnya dan hamper saja
mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 67-71)
Cerita tentang lembu betina dalam surat Al-Baqarah [2] di atas merupakan ini
pembicaraannya, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan
perkataan lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan
pada hari kemudian.
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudia
Dia bersemayam di atas ‘Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan
apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepadanya. Dan dia bersama kamu di mana saj kamu berada.Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.”(_Q.S Al-hadid [57]: 4)
Antara kata “yaliju” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata
“yanzilu” (turun) dengan kata “ya ‘ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan.Contoh
lainnya adalah kata “al-adzab” dan “ar-rahmah” dan jani baik setelah ancaman.
Munasabah seperti ini dijumpai dalam surat Al-Baqarah [2], An-Nisa [4], dan surat
Al-Maidah [5].
10
Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas,
tetapi sering pula tidak jelas. Munasabah antarayat yang terlihat dengan jelas
umumnya menggunakan pola ta ‘kid (penguat), tafsir (penjelas), I ‘tiradh
(bantahan), dan tasydid (penegasan).
Munasabah antarayat yang menggunakan pola ta ‘kid, yaitu apabila salah satu
ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak di
sampingnya. Contoh firman Allah:
Artinya : “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S Al-Fatihah [1]: 1-2)
Ungkapan “rabb al- ‘alamin” pada ayat kedua memperkuat kata “ar-rahman”
dan “ar-rahim” pada ayat pertama.
Munasabah antarayat menggunakan pola tafsir apabila satu ayat atau bagian
ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat disampingnya.
Contoh firman Allah:
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini ttidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepadanya yang gaib, yang
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 2-3)
11
Contohnya firman Allah pada surat An-Nahl [16] ayat 57:
Artinya: “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Q.S Al-Fatihah [1]: 6-7)
Munasabah antarayat yang tidak jelas dilihat melalui qara ‘in ma’ nawiyyah
(hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola munasabah: Al-Tanzir
(perbandingan), al-mudhadat (perlawanan), istithrad (penjelasan lebih lanjut) dan
at-takhalush (perpindahan).
12
Munasabah yang berpolakan al-mudhadat terlihat pada adanya perlawanan
makna antara satu ayat dengan makna lain yang berdampingan. Dalam surat Al-
Baqarah [2] ayat 6, umpamanya, terhadap ungkapan:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.” (Q.S Al-
Baqarah [2]: 6)
Ayat ini berbicara tentang watak orang-orang kafir dan sikap mereka terhadap
peringatan, sedangkan ayat-ayat sebelumnya berbicara tentang watak-watak orang
mukmin.
13
[7], mula-mula Allah berbicara tentang Nabi Musa dan para pengikutnya yang
selanjutnya berkisah tentang Nabi Muhammad dan umatnya. 8
Dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 1 sampai ayat 2, umpamanya, Allah memulai
penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang
bertakwa. Dalam kelompok ayat-ayat berikutnya dibicarakan tiga kelompok
manusia dan sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir, dan munafik.
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah
menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Mahakuat
Lagi Mahaperkasa” (Q.S Al-Ahzab [33]: 25)
Dalam ayat ini Allah menghindarkan orang orang mukmin dari peperangan;
bukan karena lemah, melainkann karena Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa.Jadi,
adanya fashilah di antara kedua penggalan ayat di atas dimaksudkan agar
pemahaman terhadapa ayat tersebut menjadi lurus dan sempurna. Tujuan lain dari
fashilah adalah member penjelasan tambahan, yang meskipun tanpa fashilah, makna
ayat sudah jelas. Umpamanya dalam surat An-Naml [27] ayat 80:
8
As-Suyuti, Al-itqan..., hlm. 109
14
vpanggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.” (Q. S An-Naml [27]
ayat 80)
Artinya: “Semua yang berada di langit dan bumi bertasbih kepada Allah
(menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha perkasa lagi
Mahabijaksana.” (Q.S Al-Hadid [57]:1)
Artinya: “Maka bertasbilah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”
(Q. S AL –Waqi’ah [56]:96)
99
As-Suyuthi, Al-itqan..., hlm. 111
15
Artinya: “Alif Lam Mim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keragan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa.” (Q. S AL-Baqarah [2]: 1-2)
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian munasabah menurut bahasa, Al-munasabah berarti keserasian dan
kedekatan. Kajian munasabah sebetulnya merupakan usaha para pakar tafsir untuk
menemukan hakikat hubungan antara suatu ayat dan ayat lainnya, antara satu surat dan
surat lainnya, dan antara awal surat dan akhirnya. Oleh karena itu, munasabah yang telah
dikodifikasikan bersifat ijtihadi dan bukan tauqifi. Munasabah yang selama ini
dikemukakan oleh para pakar tafsir tidak dapat terlepas dari dikotomi benar-salah.
Kriteria yang dapat dijadikan pedoman ternyata tidak ada, yang ada hanyalah kriteria
global yang tidak hanya saja berlaku bagi kajian munasabah tetapi juga bagi disiplin ilmu
lainnya. Kendatipun demikian, hasil yang telah diperoleh selama ini oleh pakar tafsir
mengenai munasabah merupakan khazanah keislaman yang cukup tinggi.
Fungsi munasabah yaitu untuk menemukan arti tersirat dalam susunan dan urutan
kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Qur’an. Untuk menjadikan bagian-
bagian dalam Al-Qur’an saling berhubungan sehingga tampak menjadi satu rangkaian
yang utuh. Pendapat-pendapat disekitar munasabah yaitu [1] Tertib surah dan ayat, yang
terdiri dari Tauqify, Ijtihady, Tauqify dan Ijtihady; [2] Tentang munasabah yang terdiri
dari dua pendapat, pendapat yang pertama menurut seorang mufassir yang bernama
Izzudin ibn Abdul Aslam bahwa suatu kalimat baru memiliki munasabah apabila ia
diucapkan dalam konteks yang sama. Karena ayat Al-Qur’an turun dalam berbagai
konteks, maka tidak mesti ia memiliki munasabah. Sedangkan pendapat yang ke dua
tentang adanya munasabah dalam Al-Qur’an yaitu menurut seorang mufassir, diantaranya
As-Suyuthi, Al-Qathathan, Fazlurrahman, dan lain-lainnya bahwa ketidak berurutan
itulah menunjukkan adanya rahasia. Di sinilah relevansi pembicaraan munasabah.
17
B. Saran
Dengan demikian membahasan makalah ini yang berjudul Al-Munasabah,
semoga dapat menambah wawasan bagi kita semua. Kami sebagai penulis sangat
menyadari bahwa dalam penulissan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Sehingg penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Abu anwar, M.Ag, 2012, Ulumul Qur’an: sebuah pengantar, jakarta timur:
Amzah
Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma, B.A., S.H., M.A., M.M. 2019, Ulumul
Qur’an, Depok: Rajawali Pers
Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.2012, Pengantar Ulumul Qur’an, Bandung:
CV Pustaka Setia
18