Anda di halaman 1dari 7

Pendahuluan

Somalia merupakan sebuah negara yang berada di bagian Sub Sahara Afrika, yaitu
merupakan salah satu wilayah Afrika yang terkenal dengan ketandusan tanahnya sehingga
menyebabkan banyak negara yang terletak diwilayah bagian itu mengalami kekeringan,
kemiskinan hingga kelaparan. Namun, negara yang memiliki tingkat kemiskinan dan kelaparan
terparah salah satunya adalah Somalia. Meskipun pada awal tahun 2017 sebanyak 6,7 juta orang
penduduk Somalia mulai bangkit dari kekeringan yang mereka alami selama beberapa tahun
terakhir, namun hal tersebut tidak membuat kemiskinan di Somalia berakhir, karena terbukti
dengan masih banyaknya jumlah penduduk Somalia yang mengalami kemiskinan. Pada akhir
tahun 2017 ini, sebanyak 4,9 juta orang dari total penduduk lebih kurang 10 juta orang yang
masih mengalami kemiskinan (Svirina, 2017). Artinya, sebagian besar penduduk Somalia masih
hidup dibawah garis kemiskinan yang menyebabkan mereka membutuhkan bantuan
kemanusiaan.

Kemiskinan yang terjadi secara terus menerus ini membuat Somalia juga harus
menghadapi krisis pangan atau kelangkaan pangan. Krisis pangan yang terjadi ini tentunya
karena banyak faktor penyebab, salah satunya adalah karena bencana alam yang melanda
Somalia. Bencana alam tersebut berupa kekeringan, hingga menyebabkan adanya gagal panen
dan wabah penyakit. Gagal panen terjadi karena

Selain akibat dari adanya faktor perubahan iklim tersebut, konflik juga merupakan faktor
penyebab krisis pangan hingga saat ini masih terjadi di Somalia, karena awal mula konflik yang
cukup menyita kas pemerintahan adalah perang antara Somalia dan Ethiopia pada tahun 1977-
1978. Bermula dari perang tersebut, pemerintah Somalia harus melakukan penghematan yang
cukup ketat untuk mengendalikan utang negara tersebut. Beberapa konflik lain terjadi di
beberapa daerah di Somalia seperti kelompok militan yang berusaha mengambil alih lahan
pertanian serta mengajak para petani dan penduduk yang tidak memiliki penghasilan dengan
menjadikan harga pangan yang semakin meningkat menjadi alasan kuat untuk bergabung ke
dalam kelompok militan yang diberi nama dengan Al-Shaabaab tersebut.

Kekeringan, kelaparan dan konflik yang terjadi di Somalia sebenarnya bisa dicegah dan
dapat di minimalisir dampaknya, jika institusi dan mekanisme pemerintahan yang baik bisa
tercipta. Saat ini, pemerintah Somalia sedang berusaha menyusun beberapa kebijakan untuk
menanggulangi bencana kelaparan ini, salah satunya adalah memanfaatkan pengetahuan dan
teknologi lokal agar dapat mengetahui apa yang penduduk Somalia butuhkan karena pemerintah
sudah menyatakan bahwa kelaparan merupakan bencana nasional.
Pembasan

A. KRISIS PANGAN

Kelaparan di Somalia sendiri bermula pada tahun 1991-1992, namun kelaparan


dinyatakan yang terburuk adalah pada tahun 2010-2012 dan merupakan kelaparan
terburuk sejak 25 tahun terakhir sehingga menewaskan hampir 300.000 orang, termasuk
133.000 anak-anak. Jumlah penduduk yang meninggal akibat kekurangan pangan
semakin meningkat dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1992, yang dimana korban
meninggal pada periode itu hanya sekitar 220.000 orang. Kelaparan yang terjadi di
Somalia ini juga dikatakan yang terburuk karena sebagian besar yang meninggal adalah
anak-anak dibawah umur 5 tahun, berdasarkan data yang ada, yang pertama di Somalia
selatan dan Somalia tengah yaitu sebanyak 4,6% dari jumlah keseluruhan penduduk
Somalia, termasuk 10% nya adalah anak-anak serta di daerah Shabelle dan Mogadishu
sebanyak 18% dan 17% .

Salah satu negara yang mengalami kekeringan yang berujung pada krisis pangan
adalah Somalia, masalah kekeringan yang terjadi di Somalia memberikan pengaruh yang
cukup besar terhadap krisis pangan yang melanda negara tersebut. Pada tahun 2011, PBB
mengumumkan secara resmi bahwa Somalia mengalami kekeringan dan kelaparan yang
cukup buruk sehingga negara tersebut membutuhkan bantuan kemanusiaan dan pada
tahun 2015 diperkirakan sebanyak 731.000 orang akan beradadalam kondisi krisis dan
darurat. Kekeringan yang terjadi selama 60 tahun terakhir tersebut membuat sebanyak
kurang lebih 13 juta orang penduduk yang hidup di wilayah Sub Sahara Afrika harus
mengalami krisis pangan termasuk salah satunya adalah Somalia.

Jumlah penduduk Somalia yang mengalami krisis pangan terus meningkat setiap
tahunnya, melalui data yang dipaparkan oleh Food Security and Nutrition Analysis Unit
(FSNAU) bahwa hingga akhir tahun 2016 sebanyak 5 juta orang yang harus menghadapi
krisis pangan dan jumlah ini meningkat dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu. Salah
satu akibat yang di timbulkan oleh kelaparan adalah kekurangan gizi, kurang lebih
360.000 anak di Somalia mengalami kekurangan gizi dan menewaskan 260.000 orang
yang sebagian besar adalah anak usia balita.

Selanjutnya, faktor lain menyebabkan krisis pangan adalah harga pangan global
yang semakin meningkat sehingga mempengaruhi harga pangan nasional, adapun
beberapa komoditas utama yang meningkat adalah hasil pertanian seperti gandum,
minyak dan beberapa jenis biji-bijian lainnya. Harga hasil pertanian diperkirakan
meningkat pada tahun ini dikarenakan pasokan hasil pertanian berkurang, salah satunya
dikarenakan kondisi kekeringan yang terjadi dibeberapa wilayah seperti Ethiopia,
Somalia dan Kenya sehingga menyebabkan adanya gagal panen dan menyebabkan krisis
pangan .

Selanjutnya penyebab lain dari kelaparan yang semakin buruk di Somalia adalah
adanya pengaruh politik dan militer sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan
penduduk Somalia sebagian besar kekurangan bahan makanan dan banyak bantuan dari
luar yang sulit masuk karena beberapa bantuan tersebut di sabotase oleh pihak tertentu,
salah satunya adalah kelompok militan. Salah satu kelompok militan yang cukup
berpengaruh di beberapa daerah Somalia adalah Al-Shabab, kelompok ini sendiriberasal
dari kelompok-kelompok pemuda yang memiliki paham radikal yang terbentuk dari
Union of Islamic Courts Somalia. Al-Shabab adalah kelompok militan yang telah
berperang melawan pemerintah Somalia sejak tahun 2006 dan memiliki sekitar 6.000-
7.000 pejuang, kelompok ini juga menggunakan pengeboman bunuh diri dan
pembunuhan untuk menguasai beberapa daerah, seperti salah satunya membunuh
pasukan-pasukan bersenjata lainnya yang dianggap menjadi saingan agar dapat
menguasai sebagian besar wilayah Somalia Selatan pada tahun 2009. Al-Shabab juga
adalah kelompok militan yang memiliki ideologi politik islam radikal.

B. KONFLIK

1. Perang saudara

dalah sebuah perang saudara yang sedang berlangsung di Somalia. Perang ini


tumbuh dari perlawanan terhadap junta militer yang dipimpin oleh Siad Barre selama
tahun 1980-an. Pada tahun 1988 hingga 1990, Angkatan Bersenjata Somalia mulai
melibatkan berbagai kelompok pemberontak bersenjata, termasuk Front Demokratik
Keselamatan Somalia di timur laut, Gerakan Nasional Somalia di barat
laut, dan Kongres Serikat Somalia di selatan. Kelompok oposisi bersenjata berbasis
klan akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan Barre pada tahun 1991.
Berbagai faksi bersenjata mulai bersaing memperebutkan pengaruh dalam
kekosongan kekuasaan dan kekacauan yang terjadi, terutama di selatan. Pada tahun
1990 hingga 1992, hukum adat diabaikan untuk sementara karena pertempuran. Ini
memicu kedatangan pengamat militer PBB UNOSOM I pada bulan Juli 1992, diikuti
oleh pasukan pemelihara perdamaian yang lebih besar. Pertarungan antar faksi
berlanjut di selatan. Dengan tidak adanya pemerintah pusat, Somalia menjadi "negara
gagal". PBB mundur pada tahun 1995, setelah menderita korban yang signifikan,
namun belum ada otoritas pusat yang dibentuk kembali. Setelah runtuhnya
pemerintah pusat, sebagian besar wilayah mulai kembali menerapkan hukum
adat dan hukum agama mereka. Pada tahun 1991 dan 1998, dua pemerintah daerah
otonom juga dibentuk di bagian utara negara ini. Hal ini menyebabkan intensitas
pertempuran yang relatif rendah, dan SIPRI menyingkirkan Somalia dari daftar
konflik bersenjata utama untuk tahun 1997 dan 1998.
Pada tahun 2000, Pemerintah Transisi Nasional dibentuk, diikuti oleh Pemerintah
Transisi Federal (TFG) pada tahun 2004. Kecenderungan untuk mengurangi konflik
terhenti pada tahun 2005, dan konflik baru yang merusak terjadi di selatan pada tahun
2005 hingga 2007. Namun, peristiwa tersebut memiliki skala dan intensitas yang jauh
lebih rendah daripada di awal tahun 1990-an. Pada tahun 2006, pasukan Ethiopia
merebut sebagian besar wilayah selatan dari Uni Pengadilan Islam (ICU) yang baru
dibentuk. ICU kemudian terpecah menjadi kelompok yang lebih radikal, terutama Al-
Shabaab, yang sejak saat itu telah memerangi pemerintah Somalia dan pasukan
penjaga perdamaian AMISOM yang diberi mandat untuk mengontrol negara ini.
Somalia menduduki puncak Indeks Negara Gagal tahunan selama enam tahun, antara
2008 dan 2013.
Pada bulan Oktober 2011, setelah rapat persiapan, pasukan Kenya memasuki
wilayah selatan Somalia (Operasi Linda Nchi) untuk memerangi Al-Shabaab, dan
untuk membentuk zona penyangga di Somalia. Pasukan Kenya secara formal
diintegrasikan ke dalam pasukan multinasional pada bulan Februari 2012. Pemerintah
Federal Somalia kemudian didirikan pada bulan Agustus 2012, merupakan
pemerintah pusat permanen pertama di negara ini sejak dimulainya perang
saudara. Para pemangku kepentingan dan analis internasional kemudian mulai
menggambarkan Somalia sebagai "negara rapuh", yang melakukan beberapa
kemajuan menuju stabilitas.

2. Perang internal
Awal sejarahnya, Somalia memang sudah terpecah menjadi dua bagian yakni,
bagian utara dikuasai oleh Inggris sedangkan di bagian selatan dikuasai oleh Italia.
Pada tahun 1960, berdirilah Republik Somalia dimana bahwa keseimbangan wakil-
wakil suku wilayah utara dan selatan yang berada di pucuk pemerintahanmaka
dengan sendirinya akan membangun persatuan dari dua kelompok tersebut. Somalia
merupakan salah satu dari negara yang masih less development dimana tidak pernah
henti-hentinya mengalami konflik baik dalam internal maupun eksternal negaranya
dengan negara-negara tetangganya yakni, Ethiopia. Secara geografis Somalia berada
di kawasan Afrika Timur, yang seringkali mengalami konflik berkepanjangan karena
hal itu dipicu oleh keadaan Somalia sendiri yang masih sangat terbelakang, dimana
tingkat kemiskinan merupakan urutan tertinggi di dunia.

Konflik antar etnis muncul sejak Somalia memperoleh kemerdekaannya pada


tahun 1960 sebagian besar penduduk Somalia memiliki latar belakang kebudayaan
serta tradisi adat istiadat yang kuat, walaupun terbagi dari beberapa etnis dan klan.
Islam merupakan agama mayoritas yang memiliki kedekatan dengan para penduduk
disana. Selain itu, penduduk Somalia yang tinggal di Tanduk Afrika, harus
mampumenyesuaikan diri dengan kondisi alam Afrika yang sangat gersang dan
tandus. Somalia merupakan negara yang terdiri dari banyak kelompok etnis minoritas
yang homogen, dimana perbedaan etnis di Somalia justru memiliki kesamaan bahasa
dan agama, namun konflik yang terjadi Somalia berasal dari perpecahan antara klan-
klan kelompok minoritas dengan mayoritas

Konflik internal yang terjadi di Somalia sejak runtuhnya rezim Siad barre pada
tahun 1991 menjadikan sumber daya bagi pengungsi maupun masyarakat Yaman
berkurang, seperti air, listrik, makanan dan akses kesehatan menjadi ancaman bagi
pemerintah Yaman dan penduduknya. Permasalahan dalam negeri tersebut
diakibatkan oleh meningkatnya jumlah pengungsi Somalia menuju Yaman padahal
negara Yaman sendiri pada akhir tahun 2010 mengalami konflik yang berdampak dari
Arab Spring -gerakan protes besar – besaran yang mulai terjadi di berbagai negara
Arab pada akhir tahun 2010- (Fakhri, 2013) sehingga 350.000 jiwa telah mengungsi
akibat adanya bentrokan di wilayah Utara. Pada saat yang bersamaan, migrasi
campuran besar yang mengalir ke negara tersebut dari Tanduk Afrika menekan
kemampuan Pemerintah untuk menyeimbangkan kewajiban hak asasi manusianya
terhadap masalah keamanannya

Konflik internal yang berkepanjangan di Somalia dan kekeringan yang dahsyat


pada tahun 2011 melanda negara – negara Tanduk Afrika (Pflanz, 2011) termasuk
Somalia yang mana menyebabkan krisis pangan yang cukup parah (Brown, 2011).
Hal ini mengakibatkan pengungsi Somalia menetap di Yaman lebih lama walaupun di
Yaman juga mendapatkan kesulitan.

Negara dunia ketiga di kawasan Afrika ini sangat rentan sekali terjadinya konflik,
hal itu disebabkan negara-negara tidak hanya terlibat dalam konflik antar negara
melainkan dengan konflik internal dalam negaranya. Negara Somalia merupakan
suatu wilayah yang dianggap kurang menguntungkan bagi kepentingan negara maju
dan berkembang, karena di kawasan ini seringkali terjadi konflik yang menimbulkan
adanya krisis kemanusiaan bagi sebagian besar penduduk di Somalia.

Penutup
Negara dunia ketiga di kawasan Afrika ini sangat rentan sekali terjadinya konflik, hal itu
disebabkan negara-negara tidak hanya terlibat dalam konflik antar negara melainkan dengan
konflik internal dalam negaranya. Negara Somalia merupakan suatu wilayah yang dianggap
kurang menguntungkan bagi kepentingan negara maju dan berkembang, karena di kawasan ini
seringkali terjadi konflik yang menimbulkan adanya krisis kemanusiaan bagi sebagian besar
penduduk di Somalia.

Negara dunia ketiga di kawasan Afrika ini sangat rentan sekali terjadinya konflik, hal itu
disebabkan negara-negara tidak hanya terlibat dalam konflik antar negara melainkan dengan
konflik internal dalam negaranya. Negara Somalia merupakan suatu wilayah yang dianggap
kurang menguntungkan bagi kepentingan negara maju dan berkembang, karena di kawasan ini
seringkali terjadi konflik yang menimbulkan adanya krisis kemanusiaan bagi sebagian besar
penduduk di Somalia.
DAFTAR PUSTAKA

Hartati, A. Y. (2011). Konflik Internal Somalia dalam Konteks Perang Sipil. SPEKTRUM Jurnal
Ilmu Politik Hubungan Internasional, 8(1), 4.
https://www.publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/SPEKTRUM/article/view/479/601

Pratama, M. A. R. (2015). Peran African Union Mission in Somalia ( Amisom ) Dalam Upaya
Resolusi Konflik Di Somalia. Jurnal International, 5(1), 92.

INTERVENSI ETHIOPIA DALAM KONFLIK DI SOMALIA (2006-2008) Ozzanda Hade Putra


Pembimbing : Drs. Idjang Tjarsono, M.Si. (2008). 1–12.

Surwandono, S. (2012). Menakar Resolusi Konflik di Dunia Islam. Jurnal Hubungan


Internasional, 1(1), 283–296. https://doi.org/10.18196/hi.2012.0003.27-31

Anda mungkin juga menyukai