Anda di halaman 1dari 34

SEJARAH NEGARA REPUBLIK FEDERAL SOMALIA

MAKALAH

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas


mata kuliah Sejarah Afrika

Oleh :
M. AZMIE FADILLAH
14041025

PROGRAM STUDI SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SAMUDRA
2019

3
B
a
b

P
e
n
d
a
h
u
l
u
a
n

A
.

P
e
m
i
l
i
h
a
n

J
u
d
u
l

Republik Federal Somalia merupakan sebuah negara

tertinggal yang terletak di Horn of Africa. Kawasan Horn

of Africa tersebut merupakan salah satu kawasan yang paling

4
sering mengalami kondisi darurat ketahanan pangan di

dunia. Wilayah Somalia menghadapi salah satu

kekeringan terparah sejak tahun 1950-

1951. Bencana ini berlanjut menjadi krisis pangan yang

berkembang menjadi bencana kelaparan dan krisis mata

pencaharian.Kondisi ini memicu darurat kemanusian yang

1
memengaruhi negara-negara lain di kawasan Horn of Africa.

Pada Juli 2011, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)


secara resmi

mendeklarasikan bahwa beberapa bagian wilayah Somalia

2
menderita bencana kelaparan. Bencana kelaparan tersebut

berarti kegagalan dalam produksi pangan, ketidakmampuan

sumber daya manusia untuk mengakses makanan, tidak

adanya respon politik pemerintah dan donatur asing.

Gagal panen dan kemiskinan menyebabkan penduduk

rentan terhadap kelaparan, namun bencana kelaparan

juga dapat terjadi akibat dari kegagalan politik suatu negara.


Berbagai kekerasan

1
FAO, “FAO Roadmap for Recovery in the Horn of
Africa”, dalam
http://www.fao.org/docrep/meeting/023/MB842E.pdf diakses pada 24 Februari
2015
2
Sanji Gunasekara, “Why Is Famine Occuring in the 21st Century? Somalia –

5
A Case Study”,
Pacific Ecologist, Autumn/Winter, 21, 2012.

6
internal dan konflik telah memicu negara ini pada

kondisi krisis pangan berkepanjangan yang berujung pada

3
bencana kemanusiaan atau kelaparan.

Kondisi kekeringan berkepanjangan, gagal panen,

kemiskinan, serta berbagai ketidakstabilan politik, krisis

pangan telah menjadi suatu ancaman kemanusiaan yang

nyata bagi 10 juta jiwa penduduk Somalia. Kondisi demikian

4
mendorong Food and Agriculture Organization (FAO)

untuk turut ikut serta membantu Somalia dalam

mengatasi krisis pangan. FAO berupaya untuk

meningkatkan mata pencaharian dan menciptakan

ketahanan pangan sehingga penduduk Somalia dapat

terbebas dari ancaman kelaparan.

Status Somalia sebagai salah satu negara

termiskin di dunia dengan kerusakan infrastruktur

ekonomi, sering dilanda bencana alam, rendahnya kualitas

sumber daya manusia, dan kondisi politik

pemerintahan yang tidak stabil menjadikan negara ini

sebagai tantangan besar bagi FAO dalam mewujudkan

ketahanan pangan. Krisis pangan yang terjadi di Somalia

dan mengarah pada bencana kelaparan di tengah berbagai

kondisi alam dan ekonomi politik yang tidak

7
menguntungkan serta upaya FAO untuk mewujudkan

ketahanan pangan di negara ini sangat menarik untuk

dijadikan penelitan dengan judul: ―Peran Food and

Agriculture Ogranization (FAO) dalam Mengatasi Krisis

Pangan di Somalia

Tahun 2011 – 2014‖.

3
Oxfam International, “Famine in Somalia: Causes and
Solutions”, dalam
http://www.oxfam.org/en/somalia/famine-somalia-causes-and-solutions
diakses pada 24
Februari 2015
4
sebagai suatu badan di bawah naungan PBB yang bertujuan untuk
berkontribusi
dalam meningkatkan taraf hidup manusia, produksi, proses,
dan berbagai hal yang berkaitan dengan pangan dan
pertanian

8
B
.
T
u
j
u
a
n
P
e
n
u
li
s
a
n

Tujuan penulisan skirpsi ini


adalah sebagai berikut :

1. Untuk melihat apakah FAO (Food And Agriculture

Organizaton) sebagai organisasi internasional

bentukan PBB mampu membantu Somalia

mengatasi krisis pangan pada tahun 2011-2014

2. Mengaplikasikan teori – teori yang penulis dapatkan dalam


perkuliahan

3. Sebagai syarat menamatkan Studi S-1 di Jurusan Hubungan


Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah


Mada.

C.
Latar
Belakan
g
Masalah

9
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting

bagi kehidupan, baik secara fisiologis, psikologis, maupun

sosial yang selalu terkait dengan upaya manusia dalam

mempertahankan hidupnya. Krisis pangan merupakan

suatu kondisi menurunnya asupan pangan dan gizi pada

masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya yang dapat

5
berakibat pada kematian. Terdapat banyak faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya krisis pangan, seperti

kemiskinan, bencana alam, konflik, kenaikan harga pangan

global, wabah penyakit, maupun kondisi-kondisi darurat

6
lainnya. Krisis pangan banyak terjadi di negara-negara

berkembang karena adanya ketidakmampuan pemerintah

dan masyarakat dalam mencukupi

k
e
b
u
t
u
h
a
n

p
a
n
g
a
n
.

10
5
Aman Wirantakusumah, Pangan dan Gizi, Sagung Seto, Bogor, 2001, hal. 1
6
Thomson Reuters Foundation, “What Creates Food
Crisis?”, dalam
http://www.trust.org/spotlight/what-creates-food-crises/ diakses pada 24
Februari 2015

11
Krisis pangan yang berkepanjangan dapat

menyebabkan munculnya bahaya bencana kemanusiaan atau

kelaparan. Kelaparan merupakan hasil dari kombinasi tiga

kegagalan, yaitu kegagalan produksi pangan, kegagalan

sumber daya manusia dalam mengakses makanan,

kegagalan pemerintah dan pihak asing dalam merespon

krisis pangan. PBB menetapkan 5 skala yang disebut dengan

Integrated Food Security Phase Classification (IPC)

untuk mengukur ketahanan pangan suatu negara, yaitu

tahap ketahanan pangan, batas cukup ketahanan pangan,

krisis pangan akut dan mata pencaharian, darurat

kemanusiaan, dan bencana kemanusiaan atau kelaparan.

Pada tahap kelima, kelaparan didefinisikan dengan adanya

lebih dari dua orang per 10.000 meninggal tiap

harinya, tingkat kekurangan gizi yang akut yaitu di atas

30%, matinya semua binatang ternak, dan kurang dari 2.100

kilokalori makanan dan 4 liter air yang tersedia untuk tiap

orang
7
per hari.

Horn of Africa merupakan wilayah yang paling

sering mengalami krisis pangan. Delapan negara di

wilayah tersebut, yaitu Djibouti, Etiopia, Eritrea, Kenya,

12
Somalia, Sudan, Sudan Selatan, dan Uganda memiliki

penduduk gabungan lebih dari 160 juta penduduk, dimana 70

juta di antaranya atau hampir sebesar 44% tinggal di

daerah kekurangan pangan yang ekstrim. Antara tahun

1970 dan 2000, negara-negara Horn of Africa terancam oleh

kelaparan setidaknya sekali dalam tiap dekade. Pada tahun

2011, Horn of Africa harus kembali

menghadapi krisis kemanusiaan yang mengancam penduduk


negara-negara

7
IPC Global Partners, Integrated Food Security Phase Classification
Technical Manual, Version 1.1, FAO, Roma, 2008, hal. 4

13
tersebut. Somalia menjadi salah satu negara di kawasan

ini yang mengalami kelaparan terparah.

Sejak tahun 1970, Somalia telah mengalami krisis

pangan akibat adanya kemarau panjang. Keadaan tanah

yang tandus, curah hujan yang sedikit, sumber daya alam

yang terbatas, dan cara-cara produksi yang masih

tradisional menyebabkan perekonomian negara ini tidak

8
dapat berkembang dengan baik.

Negara ini juga harus menghadapi berbagai masalah


politik. Banyak

permasalahan di Somalia saat ini merupakan warisan dari

masa penjajahan ketika sumber daya alam diabaikan dan

persoalan kelauatan tidak pernah dikembangkan. Selain itu

negara ini memiliki banyak sejarah tentang kekerasan,

perang, dan kekosongan pemerintah karena banyak

kekuatan kolonial memperebutkan tanah Somalia mulai

dari Inggris, Italia, hingga Perancis.

Perang sipil yang terus berlanjut juga

berdampak pada efektivitas pengiriman bantuan pangan

ke Somalia.Bahkan pemberian bantuan dari PBB sebagian

besar digagalkan oleh kegiatan

910
pembajakan. Berbagai konflik berkepanjangan di Somalia

menyebabkan masyarakat Somalia tidak mendapatkan

14
distribusi makanan dengan baik.

Selain itu, penyesuaian struktural dengan Bank Dunia dan


International

Monetary Fund (IMF) melalui privatisasi, devaluasi mata


uang, dan penghapusan
8
Suhardjo, Pangan, Gizi, dan Pertanian , UI Press, Jakarta, 1986, hal. 3
9
Jeffrey Genttleman, “Somalia Pirates Capture Tanks and Global
Notic”, dalam
http://www.nytimes.com/2008/09/27/world/africa/27pirates.html?
pagewanted=1&_r=1&
diakses pada 24 Februari 2015
10
Kapal-kapal yang mengangkut bantuan berupa makanan maupun
senjata tidak
pernah mencapai pantai di Somalia karena di. Bajak laut
menggunakan speed boat mengelilingi kapal-kapal
pengangkut bantuan dan membajak barang-barang tersebut.
Terdapat lebih dari 1000 bajak laut terorganisir yang dahulu
merupakan nelayan di wilayah utara Somalia terlibat dalam
kegiatan pembajakan tersebut

15
subsidi cukup mengganggu kondisi perekonomian

Somalia. Krisis pangan juga diperburuk dengan

dorongan untuk mengekspor produk pertanian agar

mendapatkan devisa asing yang diperlukan untuk membayar

11
hutang negara yang semakin tinggi.

Di tahun 2011, curah hujan yang rendah dan tidak menentu


telah memicu

kekeringan terburuk di Somalia dalam dua dekade

terakhir. Seluruh daerah pertanian bagian Selatan

mengalami gagal panen pada Januari 2011 dan panen

berikutnya pada bulan Agustus tidak memberikan hasil

yang lebih baik. Di sisi lain padang rumput mengalami

kekeringan, cadangan pakan ternak dan sumber air juga

sedikit sehingga sangat merugikan bagi para peternak

dan mendorong mereka untuk menjual ternak di bawah

harga pasar, sementara harga pangan semakin meningkat.

Di beberapa tempat di Somalia, harga sereal naik hingga


12
250% dibanding tahun 2010. Pada Juli 2011, harga
pangan dunia naik hingga

39%. Harga jagung dan bahan kebutuhan pokok lainnya

meningkat hingga dua kali lipat di Afrika Timur. Krisis

pangan ini diperparah dengan kurangnya bantuan makanan,

kecuali di Mogadishu. Pada September 2011, sebanyak 4 juta

16
penduduk Somalia menderita krisis pangan akut sekaligus

13
kelaparan.

Kurangnya pendapatan masyarakat akibat gagal panen


ditindaklanjuti

dengan menjual aset yang dimiliki untuk membeli


kebutuhan dasar. Hal ini

11
Sanji
Gunase
kara,
op.cit.,
hal. 5
12
FAO, “Deepening Food Security Crisis in Southern Somalia –
Funds Urgently Needed to
Maximize Upcoming Rains”,
dalam
http://www.fao.org/emergencies/resources/documents/resources-
detail/en/c/174057/ diakses pada 24 Februari 2015
13
UNEP, “Food Security in the Horn of Africa: The Implications of a
Drier, Hotter, and More
Crowded Future”, dalam
https://capacity4dev.ec.europa.eu/system/files/file/11/01/2013_-
_1200/food_security_in_the_horn_of_africa_the_implications_of_a_dr
ier_hotter_and_more_cr owded_future.pdf. diakses pada 24 Februari
2015

17
meningkatkan resiko rumah tangga yang rentan jatuh pada

kemiskinan permanen. Puluhan ribu keluarga terpaksa

meninggalkan rumah mereka untuk melewati perbatasan

menuju Kenya dan Etiopia serta Mogadishu untuk mencari

makanan dan penghasilan. Kondisi para pengungsi tersebut

sangat memprihatinkan. Hampir setengah dari para

pengungsi membawa anak-anak yang tiba di kamp

pengungsian dengan
14
kondisi kekurangan gizi.

Kombinasi dari pemerintahan yang gagal, kekeringan,

dan tingginya harga bahan pangan telah memicu keadaan

kelaparan yang sangat buruk di Somalia. PBB

mendeklarasikan bahwa Somalia bagian selatan

mengalami bencana kemanusiaan. Kelaparan yang

melanda kawasan ini telah menewaskan 258.000 orang,

termasuk 133.000 di antaranya adalah anak-anak di bawah

15
usia 5 tahun.

Meski kemudian kelaparan yang telah menyebabkan


banyak kematian di

Somalia bagian selatan dinyatakan berakhir pada 3 Februari

2012, hingga hari ini Somalia masih dalam tahap

pemulihan.Situasi di Somalia yang masih terus

mengalami konflik berkelanjutan, keterbatasan aliran

18
bantuan, meningkatnya angka gizi buruk, dan lonjakan

harga pangan berpotensi membawa negara ini menuju

bencana kemanusiaan selanjutnya. Somalia membutuhkan

bantuan dana untuk dapat menyediakan suplai makanan,

bantuan kesehatan, dan pemberian gizi di daerah-daerah

yang mengalami krisis pangan ekstrim serta

membutuhkan

bantuan berkelanjutan untuk


mencapai ketahanan pangan..

14
FAO, “Deepening Food Security Crisis in Southern Somalia – Funds
Urgently Needed to
Maximize Upcoming Rains”, loc.cit
15
Jeremy Hance, “Poor Rains Then Floods Lead to Food Crisis in
Somalia”, dalam
http://news.mongabay.com/2014/1111-hance-food-crisis-somalia.html diakses
pada 24 Februari
2015

19
FAO berupaya untuk menciptakan ketahanan

pangan di dunia untuk memastikan bahwa masyarakat

memiliki akses yang cukup terhadap makanan yang

berkualitas sehingga mereka dapat hidup sehat. Tujuan utama

organisasi ini adalah untuk memberantas kelaparan,

memberantas krisis pangan dan gizi buruk serta menghapus

kemiskinan dengan mendorong kemajuan ekonomi dan

sosial, dan mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam

termasuk tanah, air, udara, iklim, dan sumber daya genetik

secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi


16
saat ini dan generasi mendatang.

KTT Pangan Dunia tahun 1996 mendefinisikan

ketahanan pangan sebagai suatu kondisi di mana masyrakat

memiliki akses yang cukup terhadap makanan bergizi untuk

mempertahankan kehidupan yang sehat dan aktif. Secara

umum, konsep ketahanan pangan mencakup akses fisik dan

ekonomi masyarakat terhadap makanan dalam memenuhi

kebutuhan pangan dan preferensi makanan mereka.


17
Ketahanan pangan dibangun dalam tiga pilar, yaitu :

1. Ketersediaan pangan: jumlah ketersediaan

makanan yang cukup secara konsisten.

2. Akses pangan: memiliki sumber daya yang cukup

20
dalam mendapatkan makanan yang tepat untuk

kesehatan dan pemenuhan gizi.

3. Penggunaan pangan: penggunaan yang tepat berdasarkan


pengetahuan gizi

dasar dan perawatan, serta ketersediaan sanitasi dan air yang


cukup.

16
FAO, “About FAO”, dalam http://www.fao.org/about/en/ diakses pada 24
Februari 2015
17
WHO, “Food Security”, dalam
http://www.who.int/trade/glossary/story028/en/ diakses pada
24 Februari 2015

21
Sebagai negara gagal dan miskin yang

menderita krisis pangan berkepanjangan, Somalia

menjadi salah satu fokus FAO dalam menciptakan

ketahanan pangan. Kekeringan yang memicu kelaparan dan

kematian di Horn of Africa pada tahun 2011 turut menjadi

perhatian FAO untuk memberikan bantuan dan dukungan

terhadap kawasan ini, termasuk negara Somalia. Dalam

merespon bencana kemanusiaan tersebut, FAO berupaya

untuk melakukan kegiatan sebagai

b
e
r
i
k
u
t
1
8

1. Memulihkan produksi pertanian para petani

melalui distribusi input pertanian yang tepat untuk

musim tanam selanjutnya.

2. Menjaga mata pencaharian dan dan aset yang

tersisa dari para peternak skala kecil melalui

pemberian bantuan terhadap ternak, penyediaan

makanan dan air yang tepat waktu.

3. Menyediakan peluang cash for work dengan


and%20Drought%20Q%20and%20A%202.pdf diakses pada 24 Februari 2015

11
mempekerjakan penduduk yang rentan kelaparan

untuk mendapatkan sumber pendapatan yang dapat

digunakan untuk membeli makanan dan

berkontribusi dalam meningkatkan ketahanan

masyarakat dengan merehabilitasi infrastruktur

produktif.

Selain kegiatan-kegiatan untuk merespon kelaparan tahun

2011 tersebut, FAO juga mencanangkan program-

program jangka panjang yang bertujuan untuk

memulihkan kondisi pangan dan membangun ketahanan

pangan negara ini di

18
FAO, “Q&A – Famine and Drought in Horn of
Africa”, dalam
http://www.disasterriskreduction.net/fileadmin/user_upload/drought/docs/FAO
%20Famine%20

and%20Drought%20Q%20and%20A%202.pdf diakses pada 24 Februari 2015

12
masa mendatang. Secara umum, FAO berupaya untuk

mengurangi resiko bencana sehingga dapat mencegah situasi

darurat seperti tahun 2011 kembali terjadi. FAO membantu

pemerintah dan masyarakat setempat untuk menerapkan

langkah- langkah pengurangan resiko bencana. Selain itu

FAO juga menyediakan bantuan dana untuk aktivitas kerja

dan kebutuhan mendesak lainnya dalam membangun

ketahanan pangan. Organisasi ini juga turut

membantu masyarakat dalam pengelolaan sumber daya

alam, ternak, dan air serta membangun kemampuan

masyarakat
dalam
menangani
19
krisis.

Untuk mengatasi krisis pangan di Somalia dengan

permasalahannya yang sangat kompleks, FAO

mencanangkan strategi untuk meningkatkan mata

pencaharian dan mewujudkan ketahanan pangan. FAO

menciptakan strategi Rencana Aksi 5 tahun, yaitu tahun

2011 – 2015. Strategi ini terdiri dari beberapa komponen

strategis untuk mengidentifikasi dan mencari solusi atas

permasalahan pangan yang melanda Somalia. Strategi

yang diterapkan oleh FAO dalam mengatasi krisis

pangan di Somalia menekankan pentinganya

12
pemberantasan kemiskinan yang turut menjadi akar

permasalahan yang menyebabkan krisis


20
pangan dan kelaparan di negara ini. Bila strategi yang
diterapkan oleh FAO

berjalan efektif dan masyarakat internasional turut

memberikan bantuan dan dukungan terhadap Somalia

dalam menghadapi krisis pangan, bukan tidak

mungkin negara ini terbebas dari ancaman bahaya


kemanusiaan dan berhasil

19
Ibid.
20
FAO, “Programmes in Somalia”, dalam
http://www.fao.org/somalia/programmes-and-
projects/en/ diakses pada 24 Februari 2015

13
menciptakan ketahanan pangan di masa mendatang yang

sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat

Somalia.

D.
Pok
ok
Per
mas
alah
an

1. Bagaimana upaya FAO dalam membantu Somalia mengatasi


krisis pangan

Somalia yang berkepanjangan pada tahun 2011-2014?

2. Apakah upaya FAO tersebut juga dapat memulihkan


perekonomian

Somalia yang berimbas pada krisis pangan mereka?

3. Apa saja tantangan dan hambatan FAO dalam

membantu memulihkan krisis pangan di Somalia?

E.
Keran
gka
Dasar
Teori

Dalam menganalisis upaya FAO untuk membantu

mengatasi krisis pangan di Somalia, penulis akan

menggunakan konsep resiliensi dan ketahanan pangan dan

pertumbuhan ekonomi.

14
FAO, UNICEF dan WFP menjelaskan resiliensi

sebagai ―The ability of an individual/household/community

to withstand shocks and stresses or to adapt to new options in

a changing environment.‖ (FAO Somalia/UNICEF

Somalia/WFP Somalia 2012: 3). Resiliensi diterjemahkan

sebagai kapasitas individu, rumah tangga dan komunitas

untuk bertahan dalam kondisi penuh guncangan serta

beradaptasi dengan lingkungan yang berubah. Teori tentang

resiliensi ini dinilai tepat untuk digunakan menganalisa

persoalan krisis pangan di Somalia karena dalam

kondisi negara konflik, tata kelola pemerintahan

buruk maka

15
sesungguhnya yang mempertahankan negara adalah entitas

terkecil yang berusaha bertahan dan beradaptasi di tengah

krisis dan keterbatasan.

Barrett and Constas (2013: 3) mendefinisikan

resiliensi sebagai ―The capacity over time of a person,

household or other aggregate unit to avoid poverty in the face

of various stressors and in the wake of myriad shocks. If and

only if that capacity remains high, then the unit is

resilient.‖Pandangan Barrett dan Costas ini sejalan dengan

definisi dari FAO bahwa resiliensi menilai kapasitas pada

level terendah yakni individu, rumah tangga dan unit

terkecil untuk menghindari kemiskinan dan beragam

ancaman dan guncangan. Sehingga meskipun negara

terus mengalami konflik dan krisis berkepanjangan

sehingga beresiko menjadi negara gagal, namun apabila

individu dan komunitasnya masih mampu menghadapi

situasi konflik dan tegangan tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masih terdapat resiliensi.Menurut USAID (2012: 5)

―The ability of people, households, communities,

countries, and systems to mitigate, adapt to, and recover

from shocks and stresses in a manner that reduces chronic

vulnerability and facilitates inclusive growth.‖Definisi

16
yang diberikan oleh USAID sejalan dengan dua definisi

diatas, akan tetapi USAID menambahkan tentang

mengurangi kerentanan dan kapasitas dalam mendorong

pembangunan yang inclusive.

Ketahanan Pangan itu sendiri muncul pertama kali

dikenal pada saat World Food Summit tahun 1974. Bahkan

setelah itu, ada banyak perkembangan definisi konseptual

maupun teoritis dari ketahanan pangan dan hal-hal yang

terkait dengan ketahanan pangan. Diantaranya, Maxwell,

mencoba menelusuri definisi ketahanan pangan sejak World

Food Summit tahun 1974 hingga pertengahan dekade 1990-

17
an. Menurutnya, perubahan yang terjadi yang

menjelaskan mengenai konsep ketahanan pangan, dapat

terjadi pada level global, nasional, skala rumah tangga, dan

bahkan individu. Perkembangannya terlihat dari

perspektif pangan sebagai kebutuhan dasar (food first

perspective) hingga pada perspektif penghidupan

(livelihood perspective) dan dari indikator-indikator

objektif ke persepsi yang

l
e
b
i
h

s
u
b
j
e
k
t
i
f
.
2
1

Dalam penulisan skripsi ini, penulis bermaksud

untuk mendalami kinerja FAO dalam membantu

perubahan suatu negara khususnya Somalia yang telah

bertahun-tahun mengalami krisis pangan dan juga

18
menganalisis apakah usaha tersebut disambut baik oleh

masyarakat maupun pemerintah Somalia itu sendiri. Karena

apabila tidak ada kerjasama serta timbal balik yang

positif tentu akan rumit untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut.

F
.

H
i
p
o
t
e
s
i
s

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil


hipotesa sebagai berikut:

1. Somalia merupakan negara yang kurang akan

sumberdaya alam maupun ketersediaan lahan yang

layak untuk dijadikan lahan pertanian. Kondisi

alam, konflik politik dan peperangan

menghambat pemulihan krisis

pangan yang terjadi.

21
https://petikdua.wordpress.com/2011/08/23/analisis-teori-dan-
konsep-ketahanan-pangan- dan-keterkaitannya-terhadap-krisis-

19
pangan-global-dalam-ilmu-hubungan-internasional/ diakses tanggal 18
Januari 2016.

20
2. FAO berhasil menerapkan strategi resliensi untuk

mengatasi krisis pangan di Somalia dengan

menyediakan serta memberikan pelatihan pada

individu, komunitas dan rumah tangga di Somalia

dapat menghadapi bencana alam yang sewaktu-

waktu dapat terjadi. Dengan melakukan

pendekatan pada level terkecil FAO menerapkan

strategi keluar dari krisis pangan dengan efektif

karena tidak perlu menunggu negara dengan

birokrasinya yang tidak efisien dan korup untuk

merespon.

G.
Meto
dolog
i
Penel
itian

Penulis menggunakan studi literatur yang diolah secara

kualitatif dengan metode deduktif dalam penulisan skripsi

ini. Adapun sumber data yang digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Dokumen-dokumen ilmiah

2. Buku-buku ilmiah dan hasil penelitian

21
3. Jurnal ilmiah, buletin surat kabar, serta media lainya

yang bersifat relevan dengan obyek penelitian.

H.
Siste
matik
a
Penul
isan

Skripsi ini ditulis dengan beberapa sub topik

pembahasan, seperti: Bab I Pendahuluan

22
Bab ini berisikan pemilihan judul, tujuan penulisan, latar

belakang masalah, pokok permasalahan, kerangka dasar

teori, hipotesa, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II Dimensi Fao Dalam Memulihkan


Krisis Pangan Di Dunia

Bab ini membahas bagaimana FAO bisa terbentuk serta

langkah konkrit apa yang telah FAO jalankan dari awal

terbentuk hingga sekarang.

Bab III Bentuk Dan Upaya Real Dalam Mambantu


Somalia Mengatasi Krisis

P
a
n
g
a
n

Bab ini menjelaskan tentang kinerja maupun usaha FAO

dalam menanggulangi kemiskinan serta mengajak para

investor maupun negara lain untuk berinvestasi demi

pemulihan ekonomi. Serta mengkampanyekan untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat dunia untuk ikut

serta meringankan beban masyarakat Somalia

Bab IV Dinamika Politik serta Dukungan

Internasional: Analisis faktor penghambat dan pendukung

dalam menghadapi krisis pangan.

23
Menjelasakan penerapan strategi resiliensi oleh FAO

ditengah dinamika politik negara gagal. Serta

memaparkan faktor-faktor pemhambat maupun pendukung

usaha FAO dalam mengatasi krisis pangan, bagaimana cara

menghadapi faktor- faktor penghambat serta

memaksimalkan faktor-faktor pendukung agar

mendukung kinerja FAO meringankan krisis pangan di

Somalia.

Bab V Kesimpulan: Berisikan kesimpulan sebagai sebuah

hasil pembuktian atas hipotesa yang telah dibuat sebelumnya.

24

Anda mungkin juga menyukai