Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukanekskresi dan

melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh.Selain mempunyai fungsi

eliminasi, system perkemihan juga mempunyaifungsi lainya, yaitu sebagai

berikut:

1. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan

mengeluarkansejumlah cairan kedalam urine dan melepaskan eritropoietin,

sertamelepaskan renin.

2. Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida,

danmengontrol kuantitas kehilangan ion-ion lainnya kedalam urine, sertamenjaga

batas ion kalsium dengan menyintesi kalsitrol.

3. Mengonstribusi stabilisasi PH darah dengan mengontrol jumlahkeluarnya

ion hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine.

4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresipengeluaran

nutrisi tersebut pada saat proses eliminasi produk sisa,terutama pada saat

pembuangan.

5. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama

kelaparan,deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan.

Aktivitas system perkemihan dilakukan secara hati-hati untukmenjaga komposisi

darah dalam batas yang bias diterima. Setiap adanyagangguan dari fisiologis
diatas akan memberikan dampak yangfatal.Sistem perkemihan terdiri atas ginjal,

ureter, kandung kemih, danuretra. Untuk menjaga fungsi ekskresi, system

perkemihan mempunyaidua ginjal, Organ ini memproduksi urine yang berisikan

air, ion-ion, dansenyawa-senyawa solute yang kecil. Urine meninggalkan kedua

ginjal danmelewati sepasang ureter menuju dan di tampung sementara pada

kandungkemih. Proses ekskresi urine dinamakan miksi, terjadi ketika

adanyakontraksi dari otot-otot kandung kemih menekan urine untuk

keluarmelewati uretra dan keluar dari tubuh (Arif Muttaqin dan Kumala Sari,

2011)

Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien adalah nyeri.Nyeri

merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifatindividual. Klien

merespons terhadap nyeri yang dialaminya denganberagam cara, misalnya

berteriak, meringis, dan lain lain. Oleh karenanyeri bersifat subjektif, maka

perawat mesti peka terhadap sensasi nyeriyang dialami klien. Penatalaksanaan

nyeri yang efektif tidak hanyamengurangi ketidaknyamanan fisik, tetapi juga

mengingkat mobilisasilebih awal dan membatu klien kembali bekerja lebih dini,

mengurangikunjungan klinik, memperpendek masa hospitalisasi, dan

mengurangibiaya perawatan kesehatan (Asmadi, 2008).

Dalam memberikan asuhan keperawatan guna mengatasi rasa nyeripada

pasien, perawat harus selalu berusaha untuk mengembangkan

strategipenatalaksanaan nyeri, sehingga lebih dari sekedar pemberian obat-

obatananalgesik. Dengan memahami konsep nyeri secara holistik,

diharapkanperawat mampu mengembangkan strategi-strategi yang dapat


mengtasinyeri yang dirasakan seorang pasien (Asmadi, 2008).Rasa nyaman

berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkanadalah suatu kebutuhan

individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidakmenyenagkan yang terkadang

dialami individu. Kebutuhan terbatas darirasa nyeri itu merupakan salah satu

kebutuhan dasar yang merupakantujuan diberikannya asuhan keperawatan pada

seorang pasien dirumahsakit (Sigit, 2010)

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami tentang sistem perkemihan.

2. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan sistem perkemihan (gagal ginjal akut).

3. Mengetahui dan memahami Anatomi Fisiologi sistem perkemihan

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan sistem perkemihan?

2. Bagaimana Anatomi fisiologi sistem perkemihan?

3. Bagaimana cara asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

perkemihan (gagal ginjal akut)?

D. Manfaat Penulisan

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak yang membacanya umumnya dan khususnya kepada mahasiswa


untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang Asuhan Keperawatan pada

pasien dengan gangguan Sistem Perkemihan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal

mengeluarkan sekret urime, urine mengeluarkan urine dari ginjal ke kandung

kemih, kandung kemih bekerja sebagai penampung urine dari kandung kemih.

1. Ginjal

Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis

cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan

homeostatik dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa,

ekskresi sisa metabolisme, sistem pengaturan hormonal dan metabolisme. Ginjal

terletak dalam rongga abdomen, retroperitonial primer kiri dan kanan kolumna

vertebralis, di kelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang peritoneum.

(syaifuddin, 2010)

2. Ureter

Ureter terdiri dari dua buah saluran, masing masing bersambung dari

ginjal ke kandung kemih, panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm,

mempunyai 3 jepitan di sepanjang jalan. Piala ginjal berhubungan dengan ureter,

menjadi kaku ketika melewati tepi pelvis dan ureter menembus kandung kemih.
Lapisan ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan

tengah (lapisan otot polos), lapisan sebelah dalam ( mukosa). (syaifuddin, 2010)

3. Kandung Kemih (Vesika Urinaria)

Vesika Urinaria terletak tepat di belakang os pubis. Bagian ini tempat menyimpan

urin, berdinding otot kuat, bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urin yang di

kandungvesika urinaria pada waktu kosong terletak di apeks vesika urinaria di

belakang tepi atas simfisis pubis. Permukaan posterior vesika urinaria berbentuk

segitiga, merupakan muara ureter dan sudut inferior membentuk uretra.

Lapisan otot vesika urinaria terdiri dari otot polos, tersusun dan saling berkaitan di

sebut M. Detrusor visika. Peredaran darah vesik urinaria berasal dari arteri

vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna.

Pembuluh limfe vesika urinaria mengalirkan cairan limfe ke dalam nodi limfatik

interna dan nodi limfatik iliaka eksterna.

4. Uretra

Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke

lubang luar, di lapisi oleh membran mukosa yang bersambung dengan membran

yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri terdiri atas serabut otot

melingkar, membentuk sfingter uretra. Panjang pada wanita sekitar 2,5-3,5 cm

sedangkan pada pria 17-22,5 cm.

B. Proses Perkemihan, Ciri Ciri, Komposisi Urine Normal

Mikturisi adalah peristiwa pembuangan urine, keinginan berkemih di sebabkan

oleh penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urin di dalamnya. Jumlah
urine yang di tampung kandung kemih dan menyebabkan miksi yaitu 170-230 ml.

Mikturisi merupakan gerakan yang dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat

pusat persarafan. Kandung kemih dikendalikan oleh saraf pelvis dan serabut saraf

simpatik dan pleksus hipogastrik.

Rata rata jumlah urine normal adalah 1-2 liter sehari, namun jumlah yang di

keluarkan berbeda setiap kalinya sesuai jumlah cairan yang masuk. Warna urine

yang normal adalah bening orange pucat tanpa endapan, berbau tajam, memiliki

reaksi sedikit asam dengan Ph rata rata 6, dan BJ berkisar antara 1010 – 1025.

Urine terutama terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Ureum merupakan hasil

akhir metabolisme protein dan berasal dari asam amino dalam hati yang mencapai

ginjal. Kandungan ureum normal dalam darah sekitar 30 – 100 cc, namun

tergantung dari jumlah protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan

ureum. Kreatinin adalah hasil buangan metabolisme protein dalam otot. Produk

metabolisme mencangkup benda benda purin, oksalat, fosfat, dan sulfat. Elektrolit

atau garam seperti natrium dan kalium klorida di ekskresikan untuk mengimbangi

jumlah yang masuk melalui mulut.

C. Asuhan Keperawatan Gangguan Ginjal (Gagal Ginjal Akut)

Gagal ginjal akut atau di kenal dengan Acute Renal Failure (ARF) adalah

sekumpulan gejalayang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak.

Hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan

sirkulasi renal dan disfungsi tubulus dan glomerulus yang di manifestasikan

anuria (urine kuring dari 50 ml/24 jam), oliguria (urine urang dari 400-500 ml/24
jam), peningkatan konsentrasi serum urea (azotermia) atau BUN, kreatin serum,

hiperkalemia, dan retensi sodium.

Penyebab prerenal (terjadi hipoperfusi ginjal) akibat kondisi yang menyebabkan

berkurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi glomerulus. keadaan

penipisan volume (hipovelemia seperti luka bakar dan perdarahan atau

kehilangan cairan melalui saluran pencernaan), vasodilatasi (sepsis atau anafilkis).

Gangguan fungsi jantung (infark miokardium, CHF, atau syok kardiogenik), dan

terapi diuretik. Hal ini biasanya di tandai dengan penurunan turgor kulit, mukosa

membran kering, penurunan berat badan, hipotensi, oliguri, atau anuria. Penyebab

intrasenal kerusakan aktual jaringan ginjal akibat trauma jaringan glomerulus atau

tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan dengan iskemia intrarenal, toksin,

proses imunologi, sistemik, dan vaskular. Pemakaian obat anti inflamasi

nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia karena terganggu prostaglandin

yang melindungi cairan darah renal. NSAID menyebabkan iskemik ginjal. Cedera

akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan

mioglobin (protein yang di lepaskan dari otot ketika cedera sehingga terjadi toksik

renal, iskemik atau keduanya). Cedera akibat benturan dan infeksi serta agen

nefrotoksik menyebabkan nekronis tubulus akut ( ATN ). Selain itu, reaksi

transfusi menyebabkan gagl intrarenal diman hemoglobin di lepaskan melalui

mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di

tubulus ginjal. Hal ini biasanya di tandai dengan demam, kemerahan pada kulit,

dan edema. Penyebab prostenal terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine

melalui saluran kemih (sumbatan bagian distal ginjal). Tekanan di tubulus


meningkat sehingga laju filtrasi glomerulus meningkat. Hal ini biasanya di tandai

dengan adanya kesulitan dalam mengosongan kandung kemih dan perubahan

aliran kemih.

Faktor penyebab oliguri dan gagal ginjal akut (patogenesis) biasanya kondisi

menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal yaitu

hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan CHF, sumbatan ginjal atau

saluran kemih akibat tumor, bekuan darah, atu batu ginjal, sumbatan vena atau

arteri bilateral ginjal.

Berdasarkan hasil penelitian klinis, tahapan gagal ginjal akut adalah :

1. Serangan mulai ketika ginjal mengalami trauma dalam waktu beberapa

jam sampai beberapa hari.

2. Fase oliguri-anuri (volume urine kurang dari 400-500 ml/24 jam) di tandai

dengan peningkatan konsentrasi elemen yang biasanya di keluarkan oleh ginjal

(urea, kreatinin, asam ureum, kation intraseluler, potasium, dan magnesium).

Terdapat penurunan fungsi ginjal dengan peningkatan retensi nitrogen. Kadang

kadang pasien mengeluarkan lebih dari 2-3 liter urine per hari dan di sebut

nonoligurik atau high-output renal failure.

3. Fase diuretikdi mulai ketika dalam waktu 24 jam volume urine yang

keluar mencapai 500 ml dan berakhir ketika BUN serta serum kreatinin tidak

bertambah lagi.

4. Fase penyembuhan biasanya dalam beberapa bulan (3 bulan sampai 1

tahun).Kadang kadang terjadi jaringan parut, tetapi kehilangan fungsi tidak selalu

berkaitan dengan gejala klinis.


Manifestasi klinis :

1. Pasien tampak sangat menderita dan letargi di sertai mual persisten,

muntah, dan diare.

2. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi, dan napas mungkin

berbau urine (feto uremik).

3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).

4. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,

BJ sedikit rendah, yaitu 1.010) (Brunner & Suddarth,2001).

5. Peningkatan BUN (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)

tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein.

Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.

6. Hiperkalemia akibat penurunan laju filtrasi glomerulus serta katabolisme

protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh.

Hiperkalemia menyebabkan disritmi jantung. Sumber kalium mencangkup

katabolisme jaringan normal, seperti asupan diet, darah di saluran pencernaan atau

transfusi darah dan sumber lain (infus intravena, penisislin, kalim, dan pertukaran

ekstraseluler sebagai respons terhadap asidosis metabolik).

Evaluasi Diagnosis :

1. Urinalis-proteinuria, hematuria, dan berwarna buram.

2. Peningkatan serum kreatinin dan BUN.

3. Pemeriksaan kimia urine untuk membedakan berbagai bentuk gagal ginjal

akut.
4. USG untuk memeperkirakan ukuran ginjal dan memungkinkan perbaikan

sumbatan uropati.

Pengelolaan :

1. Pencegahan :

a. Identifikasi pasien yang beresiko terkena penyakit ginjal.

b. Pastikan kecukupan cairan sebelum, selama, dan sesudah prosedur oprasi.

c. Hindari terpapar berbagai nefrotoksin. Ingat bahwa kebanyakan obat

diekskresi melalui ginjal.

d. Di larang menggunakan analgesik dalam jangka panjang karena dapat

menyebabkan nefritis intestinal dan nekrosis papilari.

e. Cegah dan obati syok dengan transfusi serta penggantian cairan. Cegah

hipotensi dalam jangka panjang.

f. Monitor pengeluaran urine dan tekanan vena pusat perjam pada pasien

kritis untuk mendeteksi kejadian gagal ginjal.

g. Jadwalkan studi diagnosis, sesuai kebutuhan dehidrasi sehingga ada waktu

istirahat, khususnya bagi merekan dengan tingkat usia tertentu yang mengalami

ketidakadeuatan fungsi ginjal.

h. Berikan perhatian khusus selama proses irigasi luka, luka bakar, dan

sebagainya.hindari infeksi : memberikan perawatn netikulus pada pasien yang

mendapatkan pemasangan tetap dan infus.

i. Lakukan intervensi pencegahan untuk memastikan bahwa setiap orang

menerima transfusi darah yang benar guna mencegah reaksi transfusi yang dapat

menjadi peposisi gagal ginjal.


2. Dialisis untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius seperti

hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dapat dilakukan pada pasien dengan kadar

kalsium tinggi dan meningkat (dialisis peritoneum dan hemofiltrasi segera).

Penanganan hiperkalemia di lakukan dengan menjaga keseimbangan cairan dan

elektrolit. Karena hiperkalemia mengancam jiwa, perlu di lakukan pemantauan

hiperkalamia dengan pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium >5,5

mEq/L; SOI 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah

dan sangat tinggi), dan perubahan klinis. Berikan ion pengganti resin (natrium

polistiren sulfonat/ kayeksalate) oral atau melalui retensi enema. Kayeksalate

mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran pencernaan. Sorbitol sering di

berikan persmaan kayeksalate untuk menginduksi efek tipe diare (menginduksi

cairan di saluran pencernaan).

3. Pertahankan keseimbangan cairan yang di sesuaikan dengan berat badan

harian, pengukuran tekanan vena pusat, konsentrasi urine dan serum, cairan yang

hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien. Asupan dan pengeluaran oral, urine

parenteral, drainase lambung, feses, drainasi luka, dan respirasi di hitung dan di

gunakan sebagai dasar terapi pengganti cairan. Untuk mendeteksi kelebihan cairan

di lakukan pengamatan terhadap dispnoe, takikardia, distensi vena leher,

pemeriksaan paru (auskultasi di temukan suara paru krekels basah) akibat edema

paru karena pemberian cairan parental yang berlebihan.

4. Perhatikan nutrisi dengan membatasi pemberian protein hingga selamafase

oliguri untuk menurunkan pecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir

toksik. Tinggi kalori karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas.
Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk, dan kopi).

Pemberian kalium adalah sebanyak 2 g/hari, dan periksa kemungkinan

diperlukannya nutrisi parenta.

5. Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat. Jika asidosis berat terjadi,

gas darah arteri harus dipantau, intervensi ventilasi harus di lakukan jika terjadi

masalah pernapasan, dan pasien perlu di terapi dengan natrium bikarbonat atau

dialisis.

6. Pantau selama fase pemulihan. Fase oliguri GGA berlangsung selama 10-

20 hari dan di ikuti fase diuretik, di mana saluran urine meningkat (natrium dan

kalium) dan cairan.

Koreksi dan Dukungan :

1. Koreksi setiap penyebab gagal ginjal akut untuk meningkatkan perfusi

jaringan ginjal dengan cara memaksimalkan curah jantung (cardiac output)

melalui penyembuhan pembedahan pada sumbatan.

2. Amati penyebab yang mendukung kelebihan atau kekurangan cairan.

3. Koreksi dan kontrol keseimbangan biokimia pengobatan hiperkalamia.

4. Catat dan amati tekanan darah.

5. Tentukan hemodialisis, hemodialisis peritoneum, terapi penggantian ginjal

bagi pasien dengan azotinia progresif, dan komplikasi lain yang mengancam

kehidupan.

Pengkajian Keperawatan :

1. Kaji riwayat penyakitjantung, malignansi, sepsis, atau penyakit yang di

derita sebelumnya.
2. Kaji adanya paparan dengan obat yang berpotensi meracuni ginjal

(antibiotik, nonsteroidal, anti inflamasi, NSAID’s, zat kontras, dan benda cair

lainnya).

3. Lakukan pemeriksaan fisik secara terus menerus seperti turgor kulit, pucat,

perubahan irama jantung (nadi), dan edema.

4. Monitor volume urine.

Diagnosis Keperawatan :

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan nilai filtrasi

glomerulus dan retensi sodium, di tandai dengan :

a. DS : penambahan berat badan dalam waktu yang singkat dan asupan lebih

banyak daripada pengeluaran.

b. DO : perubahan TD, perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan vena

pusat, edema anasarka, distensi vena jugular, perubahan pola napas, dispnoe,

bunyi napas abnormal (reles), kongesti pulmonal, penurunan Hb, penurunan

hemotrokit, peningkatan elektrolit, perubahan gravitasi yan spesifik, bunyi

jantung S3, refleks hepatojugular (+), dan oerubahan status mental.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan sistem imun dan pertahanan

tubuh, di tandai dengan :

a. DS : melaporkan demam.

b. DO : demam, kenaikan suhu tubuh, lab abnormal, dan tanda vital

abnormal.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan katabolik, anoreksia, malnutrisi yang berhubungan dengan gagal ginjal, di

tandai dengan :

a. DS : melaporkan mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.

b. DO : BB 20% kurang dari BB ideal, konjungtiva dan membran pucat, serta

tidak mampu mencerna makanan.

4. Resiko trauma berhubungan dengan perdarahan gastroinestinal, di tandai

dengan :

a. DS : melaporkan muntah dan BAB berdarah dan kotoran (feses) berwarna

hitam.

b. DO : melena (+), hematemesis (+), abnormal Hb, dan lemah.

5. Gangguan ingatan berhubungan dengan efek toksin pada susunan saraf

pusat, di tandai dengan :

a. DS : melaporkan lupa.

b. DO : tidak mampu mengingat informasi, tidak mampu mengingat

peristiwa baru, tidak mampu belajar atau menguasai ketrampilan, tidak mampu

melakukan kegiatan sesuai jadwal, tidak mampu mengenal intervensi yang akan di

laksanakan, tidak mampu melakukan keterampilan baru, dan lupa.

Intervens Keperawatan :

1. Diagnosis Keperawatan 1

Tujuan : terpenuhinya kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit.

a. Monitor tanda dan gejala hipovolemia karena kemampuan regulasi ginjal

tidak adekuat.
b. Monitor mengeluarkan dan BJ urine, ukur, dan catat asupan serta

pengeluaran urine, ukur, dan catat asupan serta pengeluaran urine, pengisapan

cairan lambung, feses, drainase luka, dan penguapan (melalui keringat, kulit, dan

pernapasam).

c. Monitir serum dan konsentrasi elektrolit urine.

d. Ukur berat badan pasien setiap hari untuk menentukan indeks

keseimbangan cairan, perkiraan kehilangan BB 2,5-0,5 kg setiap hari.

e. Nilai asupan cairan untuk menghindari kelebihan volume cairan dan

dehidrasi.

1) Pembatasan cairan tidak selalu merupakan indikasi sampai fungsi renal

sangat menurun.

2) Berikan cairan hanya cukup untuk mengganti kehilangan selama fase

oliguri-anurik (biasanya 400-500 ml/24 jam).

3) Kebutuhan cairan seharusnya didistribusi setiap hari.

4) Hindari pembatasan cairan dalam waktu yang lama.

f. Ukur tekanan darah dalam waktu yang berbeda setiap hari.

g. Auskultasi permukaan paru untuk mengetahui buni reles.

h. Inspeksi vena leher (pembesaran).

i. Inspeksi endema ekstremitas, abdomen, dan bola mata.

j. Evaluasi tanda dan gejala hiperkapnia dan monitor nilai potasium (jika

nilai 5,5 mg/L, segera lapor dokter lalu amati perubahan ECG).

k. Berikan sodium bikarbonat atau glukosa dan insulin untuk mengganti

potasium ke dalam sel.


l. Berikan kation pengganti resin (sodium polystirene sulfonate [kayekselate]

untuk koreksi kelebihan potasium dalam waktu lama.

m. Amati kardiak aritmia dan gagal jantung kongestif (congestive heart

failure-CHF) akibat hiperkalemia, ketidakseimbangan elektrolit, atau kelebihan

cairan. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi cardiac arrest.

n. Anjurkan kepada pasien mengenai pentingnya mengikuti pengobatan diet

dan hindari konsumsi tinggi potasium.

o. Lakukan transfusi darah selama dialisis untuk membuang potasium.

p. Monitor normalitas keseimbangan asam basa dan monitor gas darah arteri

(AGD).

q. Berikan sodium bikarbonat untuk mengatasi gejala asidosis (defisit

bikarbonat).

2. Diagnosis Keperawatan 2

Tujuan : pencegahan infeksi.

a. Monitor semua tanda infeksi. Perlu di catat bahwa pasien gagal ginjal

tidak selalu menunjukkan demam dan leukositosis.

b. Angkat kateter urine segera mungkin, monitor infeksi saluran kemih.

c. Gunakan perawatan higiene pulmonari secara intensif terhadap edema

paru dan infeksi.

d. Lakukan perawatan pada luka dan kulit.

e. Jika ingin memberikan antibiotik, sebaiknya berikan sesuai dosis derajat

kerusakan ginjal.

3. Diagnosis Keperawatan 3
Tujuan : tercukupinya kebutuhan nutrisi.

a. Bekerja sama dengan ahli gizi untuk mengatur asupan protein sesuai

kerusakan fungsi ginjal sebab metabolik yang diakumulasi di dalam darah

biasanya berasal dari katabolisme, sehingga protein harus tinggi nilai biologi dan

kaya asam amino esensial (makanan kering, telur, daging ) agar pasien tidak

mengalami katabolisme jaringan bagi asam amino esensial.

b. Diet rendah protein harus di gabungkan dengan asam amino esensial dan

vitamin. Pasien dengan kerusakan ginjal membutuhkan pembatasan protein.

c. Protein akan di tingkatkan jika pasien mengikuti progam dialisis untuk

memungkinkan penurunan asam amino selama dialisis.

d. Berikan makanan tinggi karbohidratsebab karbohidrat memiliki fungsi

memecah tepung dan berikan kalori tambahan lainnya.

e. Ukur berat badan tiap hari.

f. Monitor BUN, kreatinin, elektrolit, serum albumin total protein, dan

transferin.

g. Ingat bahwa makanan dan cairan mengandung banyak sodium, potasium,

dan fosfat (perlu di batasi).

h. Siapkan hiperalimentasi ketika nutrisi yang adekuat tidak di berikan

melalui saluran pencernaan makanan.

4. Diagnosis Keperawatan 4

Tujuan : pencegahan perdarahan gastroinstestinal.

a. Periksa semua feses dan muntahan untuk melihat adanya perdarahan.


b. Berikan H2 reseptor antagonis seperti cimetidine (tagamet), rantidine

(zantac), atau antasida seperti pencegahan ulcer stres lambung. Jika H2 reseptor

antagonisdi gunakan, perawatan harus dilakukan untuk menilai dosis bagi derajat

kerusakan gijal.

c. Siapkan endoskopi ketika terjadi perdarahan gastrointestinal.

5. Diagnosis Keperawatan 5

Tujuan : penanganan fungsi sistem saraf.

a. Komunikasikan dengan pasien.

b. Atur hal yang dapat di prediksi secara teratur dan jaga perubahan secara

minimal.

c. Amati dan laporkan perubahan status mental, somnolen, letargi,

kelemahan, iritabilitas, disoreantasi, kekacauan, dan penurunan tingkat kesadaran

secara mendadak.

d. Koreksi gangguan konigtif.

e. Gunakan intervensi keperawatan penurunan tingkat kesadaran dengan

memasang pagar tempat tidur, pernapasan, pengisapan, dan persiapkan peralatan

di samping pasien.

f. Bantu pasien berbalik dan bergerak, karena letargi dan penurunan tingkat

kesadaran mencegah aktivitas.

g. Gunakan musik untuk relaksasi.

h. Siapkan dialisis untuk mencegah komplikasi sistem saraf.

Evaluasi
1. Tekanan darah stabil, tidak edema, dan pernapasan normal.

2. Tidak ada tanda infeksi.

3. Asupan makanan cukup.

4. Merasa nyaman dan dapat tidur.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang

menyebabkan oliguri dan gagal ginjal akut yaitu hipovelemia, hipotensi,

penurunan curah jantung dan CHF, sumbatan ginjal atu saluran kemih akibat

tumor, bekuan darah, atau batu ginjal.


B. SARAN

Selalu jaga sistem perkemihan kita, karena siste, perkemihan tersebut sangatlah

penting untuk membuang zat limbah serta cairan berlebih melalui urin.

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2006) Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Perkemihan Gagal Ginjal Akut, Jakarta. Medika Salemba

Syaifuddin, (2010) Anatomi fisologi, Jakarta. Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai