Anda di halaman 1dari 24

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

(GAGAL GINJAL AKUT)

KARYA TULIS ILMIAH INI DISUSUN SEBAGAI TUGAS MATA

KULIAH BAHASA INDONESIA DENGAN DOSEN PEMBIMBING

DARMANTO, SS, MM, MPH

Disusun oleh :

MELINDA DWI AYU FITRIYA HANDAYANI

S19 C

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdullillahirobbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

ALLAH SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN (GAGAL GINJAL AKUT)”. Penulis

menyadari bahwa banyak pihak yang terkait dan terlibat dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini, maka pada kesempatan ini, dengan segala kerendahandan

ketulusan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak

yang telah membantu dan memberikan dorongan yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Atas bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terimakasih, semoga

mendapatkan ridho dan balasan dari ALLAH SWT dan semoga karya sederhana

ini dapat bermanfaat.

Wassalamualaikum wr.wb

Surakarta,.........................................

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan

melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Selain mempunyai

fungsi eliminasi, system perkemihan juga mempunyai fungsi lainya, yaitu

sebagai berikut:

1. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah

cairan kedalam urine dan melepaskan eritropoietin, serta melepaskan renin.

2. Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan

mengontrol kuantitas kehilangan ion-ion lainnya kedalam urine, serta

menjaga batas ion kalsium dengan menyintesi kalsitrol.

3. Mengonstribusi stabilisasi PH darah dengan mengontrol jumlah keluarnya ion

hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine.

4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran

nutrisi tersebut pada saat proses eliminasi produk sisa, terutama pada saat

pembuangan.

5. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan,

deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan.

Aktivitas system perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga

komposisi darah dalam batas yang bias diterima. Setiap adanya gangguan dari

fisiologis diatas akan memberikan dampak yang fatal.Sistem perkemihan terdiri


atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Untuk menjaga fungsi ekskresi,

system perkemihan mempunyai dua ginjal, Organ ini memproduksi urine yang

berisikan air, ion-ion, dan senyawa-senyawa solute yang kecil. Urine

meninggalkan kedua ginjal dan melewati sepasang ureter menuju dan di

tampung sementara pada kandung kemih. Proses ekskresi urine dinamakan

miksi, terjadi ketika adanya kontraksi dari otot-otot kandung kemih menekan

urine untuk keluar melewati uretra dan keluar dari tubuh (Arif Muttaqin dan

Kumala Sari, 2011)

Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien adalah nyeri. Nyeri

merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Klien

merespons terhadap nyeri yang dialaminya dengan beragam cara, misalnya

berteriak, meringis, dan lain lain. Oleh karena nyeri bersifat subjektif, maka

perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami klien. Penatalaksanaan

nyeri yang efektif tidak hanya mengurangi ketidaknyamanan fisik, tetapi juga

mengingkat mobilisasi lebih awal dan membatu klien kembali bekerja lebih dini,

mengurangi kunjungan klinik, memperpendek masa hospitalisasi, dan

mengurangi biaya perawatan kesehatan (Asmadi, 2008).

Dalam memberikan asuhan keperawatan guna mengatasi rasa nyeri pada

pasien, perawat harus selalu berusaha untuk mengembangkan strategi

penatalaksanaan nyeri, sehingga lebih dari sekedar pemberian obat-obatan

analgesik. Dengan memahami konsep nyeri secara holistik, diharapkan perawat

mampu mengembangkan strategi-strategi yang dapat mengtasi nyeri yang

dirasakan seorang pasien (Asmadi, 2008). Rasa nyaman berupa terbebas dari
rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri

merupakan perasaan yang tidak menyenagkan yang terkadang dialami individu.

Kebutuhan terbatas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar

yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seorang pasien

dirumah sakit (Sigit, 2010)

B. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui dan memahami tentang sistem perkemihan.

2. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

dangguan sistem perkemihan (gagal ginjal akut)

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud dengan sistem perkemihan?

2. Bagaimana Anatomi fisiologi sistem perkemihan?

3. Bagaimana cara asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

perkemihan (gagal ginjal akut)?

D. MAMFAAT PENULISAN

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak yang membacanya umumnya dan khususnya kepada mahasiswa

untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang Asuhan Keperawatan pada

pasien dengan gangguan Sistem Perkemihan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. NATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

Sistem perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal

mengeluarkan sekret urime, urine mengeluarkan urine dari ginjal ke kandung

kemih, kandung kemih bekerja sebagai penampung urine dari kandung kemih.

1. Ginjal

Tubuh manusia mempunyai sepasang ginjal, yang terdapat di punggung

kiri dan kanan, tepat di bawah tulang rusuk. Masing masing memiliki ukuran

sebesar kepalan tangan. Fungsi utama ginjal adalah untuk mengatur jumlah

air dan garam dalam darah, menyaring zat limbah atu sisa metabolisme tubuh,

serta membuat hormon yang membantu mengendalikan tekanan darah. Faktor

yang memengaruhi sekresi adalah filtrat glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan

sekresi tubulus.

2. Ureter

Ureter merupakan saluran retroperitoneum yang menghubungkan ginjal

dengan kandung kemih. Pada awalnya, ureter berjalan melalui fasia gerota

dan kemudian menyilang muskulus psoas dan pembuluh darah iliaka

komunis. Ureter berjalan sepanjang sisi posterior pelvis, di bawah vas

deverent. , dan memasuki basis vesika pada trigonum. Pasokan darah ureter

berasal dari pembuluh darah renalis, gonad, aorta, iliaka komunis, dan iliaka
interna. Susunan saraf otonom pada dinding ureter memberikan aktivitas

peristaltik, di mana kontraksi berirama berasal dari pemacu proksimal yang

mengendalikan transpor halus dan efisien bagi urine dari pelvis renalis ke

kandung kemih.

3. Kandung Kemih

Kandung kemih ( vesika urinaria-VU ) berfungsi sebagai penampung

urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi. Kandung kemih

terletak di dalam panggul besar, di depan isi lainnya, dan di belakang simpisis

pubis. Pada bayi letaknya lebih tinggi. Bagian terbawah adalah basis

sedangkan bagian atas adalah fundus. Puncaknya mengarah ke depan bawah

dan ada di belakang simpisis.

Dinding kandung kemih terdiri atas lapisan serus sebelah luar, lapisan

berotot, lapisan submokasa, dan lapisan mukosa dari epitelium transisional.

Tiga saluran bersambung dengan kandung kemih. Dua ureter bermuara secara

oblik di sebelah basis, letak oblik menghindarkan urine mengalir kembali ke

dalam ureter. Uretra keluar dari kandung kemih sebelah depan. Daerah

segitiga anatara dua lubang ureter dan uretra di sebut segitiga kandung kemih

( trigonum vesica urinarius ). Pada wanita, kandung kemih terletak di antara

simpisis pubis, utrus, dan vagina. Dari uterus, kandung kemih di pisahkan

oleh lipatan paritoneu ruang uterovesikal atau ruang Douglas.

4. Uretra

Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke

lubang luar, di lapisi oleh membran mukosa yang bersambung dengan


membran yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri terdiri atas

serabut otot melingkar, membentuk sfingter uretra. Panjang pada wanita

sekitar 2,5-3,5 cm sedangkan pada pria 17-22,5 cm.

B. PROSES PERKEMIHAN, CIRI CIRI, KOMPOSISI URINE NORMAL

Mikturisi adalah peristiwa pembuangan urine, keinginan berkemih di

sebabkan oleh penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urin di

dalamnya. Jumlah urine yang di tampung kandung kemih dan menyebabkan

miksi yaitu 170-230 ml. Mikturisi merupakan gerakan yang dapat dikendalikan

dan ditahan oleh pusat pusat persarafan. Kandung kemih dikendalikan oleh saraf

pelvis dan serabut saraf simpatik dan pleksus hipogastrik.

Rata rata jumlah urine normal adalah 1-2 liter sehari, namun jumlah yang di

keluarkan berbeda setiap kalinya sesuai jumlah cairan yang masuk. Warna urine

yang normal adalah bening orange pucat tanpa endapan, berbau tajam, memiliki

reaksi sedikit asam dengan Ph rata rata 6, dan BJ berkisar antara 1010 – 1025.

Urine terutama terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Ureum merupakan

hasil akhir metabolisme protein dan berasal dari asam amino dalam hati yang

mencapai ginjal. Kandungan ureum normal dalam darah sekitar 30 – 100 cc,

namun tergantung dari jumlah protein yang di makan dan fungsi hati dalam

pembentukan ureum. Kreatinin adalah hasil buangan metabolisme protein dalam

otot. Produk metabolisme mencangkup benda benda purin, oksalat, fosfat, dan

sulfat. Elektrolit atau garam seperti natrium dan kalium klorida di ekskresikan

untuk mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut.


C. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN GINJAL (GAGAL GINJAL

AKUT)

Gagal ginjal akut atau di kenal dengan Acute Renal Failure (ARF)

adalah sekumpulan gejalayang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak.

Hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan

sirkulasi renal dan disfungsi tubulus dan glomerulus yang di manifestasikan

anuria (urine kuring dari 50 ml/24 jam), oliguria (urine urang dari 400-500 ml/24

jam), peningkatan konsentrasi serum urea (azotermia) atau BUN, kreatin serum,

hiperkalemia, dan retensi sodium.

Penyebab prerenal (terjadi hipoperfusi ginjal) akibat kondisi yang

menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi

glomerulus. keadaan penipisan volume (hipovelemia seperti luka bakar dan

perdarahan atau kehilangan cairan melalui saluran pencernaan), vasodilatasi

(sepsis atau anafilkis). Gangguan fungsi jantung (infark miokardium, CHF, atau

syok kardiogenik), dan terapi diuretik. Hal ini biasanya di tandai dengan

penurunan turgor kulit, mukosa membran kering, penurunan berat badan,

hipotensi, oliguri, atau anuria. Penyebab intrasenal kerusakan aktual jaringan

ginjal akibat trauma jaringan glomerulus atau tubulus ginjal. Keadaan yang

berhubungan dengan iskemia intrarenal, toksin, proses imunologi, sistemik, dan

vaskular. Pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada

pasien lansia karena terganggu prostaglandin yang melindungi cairan darah

renal. NSAID menyebabkan iskemik ginjal. Cedera akibat terbakar dan benturan

menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang di lepaskan


dari otot ketika cedera sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya).

Cedera akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotoksik menyebabkan

nekronis tubulus akut ( ATN ). Selain itu, reaksi transfusi menyebabkan gagl

intrarenal diman hemoglobin di lepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati

membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal. Hal ini biasanya di

tandai dengan demam, kemerahan pada kulit, dan edema. Penyebab prostenal

terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine melalui saluran kemih

(sumbatan bagian distal ginjal). Tekanan di tubulus meningkat sehingga laju

filtrasi glomerulus meningkat. Hal ini biasanya di tandai dengan adanya

kesulitan dalam mengosongan kandung kemih dan perubahan aliran kemih.

Faktor penyebab oliguri dan gagal ginjal akut (patogenesis) biasanya

kondisi menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi

ginjal yaitu hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan CHF,

sumbatan ginjal atau saluran kemih akibat tumor, bekuan darah, atu batu ginjal,

sumbatan vena atau arteri bilateral ginjal.

Berdasarkan hasil penelitian klinis, tahapan gagal ginjal akut adalah :

1. Serangan mulai ketika ginjal mengalami trauma dalam waktu beberapa jam

sampai beberapa hari.

2. Fase oliguri-anuri (volume urine kurang dari 400-500 ml/24 jam) di tandai

dengan peningkatan konsentrasi elemen yang biasanya di keluarkan oleh

ginjal (urea, kreatinin, asam ureum, kation intraseluler, potasium, dan

magnesium). Terdapat penurunan fungsi ginjal dengan peningkatan retensi


nitrogen. Kadang kadang pasien mengeluarkan lebih dari 2-3 liter urine per

hari dan di sebut nonoligurik atau high-output renal failure.

3. Fase diuretikdi mulai ketika dalam waktu 24 jam volume urine yang keluar

mencapai 500 ml dan berakhir ketika BUN serta serum kreatinin tidak

bertambah lagi.

4. Fase penyembuhan biasanya dalam beberapa bulan (3 bulan sampai 1

tahun). Kadang kadang terjadi jaringan parut, tetapi kehilangan fungsi tidak

selalu berkaitan dengan gejala klinis.

Manifestasi klinis

1. Pasien tampak sangat menderita dan letargi di sertai mual persisten, muntah,

dan diare.

2. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi, dan napas mungkin

berbau urine (feto uremik).

3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).

4. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,

BJ sedikit rendah, yaitu 1.010) (Brunner & Suddarth,2001).

5. Peningkatan BUN (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)

tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan

protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.

6. Hiperkalemia akibat penurunan laju filtrasi glomerulus serta katabolisme

protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh.

Hiperkalemia menyebabkan disritmi jantung. Sumber kalium mencangkup

katabolisme jaringan normal, seperti asupan diet, darah di saluran


pencernaan atau transfusi darah dan sumber lain (infus intravena, penisislin,

kalim, dan pertukaran ekstraseluler sebagai respons terhadap asidosis

metabolik).

Evaluasi Diagnosis :

1. Urinalis-proteinuria, hematuria, dan berwarna buram.

2. Peningkatan serum kreatinin dan BUN.

3. Pemeriksaan kimia urine untuk membedakan berbagai bentuk gagal ginjal

akut.

4. USG untuk memeperkirakan ukuran ginjal dan memungkinkan perbaikan

sumbatan uropati.

Pengelolaan :

1. Pencegahan :

a. Identifikasi pasien yang beresiko terkena penyakit ginjal.

b. Pastikan kecukupan cairan sebelum, selama, dan sesudah prosedur

oprasi.

c. Hindari terpapar berbagai nefrotoksin. Ingat bahwa kebanyakan obat

diekskresi melalui ginjal.

d. Di larang menggunakan analgesik dalam jangka panjang karena dapat

menyebabkan nefritis intestinal dan nekrosis papilari.

e. Cegah dan obati syok dengan transfusi serta penggantian cairan. Cegah

hipotensi dalam jangka panjang.

f. Monitor pengeluaran urine dan tekanan vena pusat perjam pada pasien

kritis untuk mendeteksi kejadian gagal ginjal.


g. Jadwalkan studi diagnosis, sesuai kebutuhan dehidrasi sehingga ada

waktu istirahat, khususnya bagi merekan dengan tingkat usia tertentu

yang mengalami ketidakadeuatan fungsi ginjal.

h. Berikan perhatian khusus selama proses irigasi luka, luka bakar, dan

sebagainya.hindari infeksi : memberikan perawatn netikulus pada pasien

yang mendapatkan pemasangan tetap dan infus.

i. Lakukan intervensi pencegahan untuk memastikan bahwa setiap orang

menerima transfusi darah yang benar guna mencegah reaksi transfusi

yang dapat menjadi peposisi gagal ginjal.

2. Dialisis untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius seperti

hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dapat dilakukan pada pasien dengan

kadar kalsium tinggi dan meningkat (dialisis peritoneum dan hemofiltrasi

segera).

Penanganan hiperkalemia di lakukan dengan menjaga keseimbangan

cairan dan elektrolit. Karena hiperkalemia mengancam jiwa, perlu di

lakukan pemantauan hiperkalamia dengan pemeriksaan kadar elektrolit

serum (nilai kalium >5,5 mEq/L; SOI 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi

puncak gelombang T rendah dan sangat tinggi), dan perubahan klinis.

Berikan ion pengganti resin (natrium polistiren sulfonat/ kayeksalate) oral

atau melalui retensi enema. Kayeksalate mengubah ion kalium menjadi

natrium di saluran pencernaan. Sorbitol sering di berikan persmaan

kayeksalate untuk menginduksi efek tipe diare (menginduksi cairan di

saluran pencernaan).
3. Pertahankan keseimbangan cairan yang di sesuaikan dengan berat badan

harian, pengukuran tekanan vena pusat, konsentrasi urine dan serum, cairan

yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien. Asupan dan

pengeluaran oral, urine parenteral, drainase lambung, feses, drainasi luka,

dan respirasi di hitung dan di gunakan sebagai dasar terapi pengganti cairan.

Untuk mendeteksi kelebihan cairan di lakukan pengamatan terhadap

dispnoe, takikardia, distensi vena leher, pemeriksaan paru (auskultasi di

temukan suara paru krekels basah) akibat edema paru karena pemberian

cairan parental yang berlebihan.

4. Perhatikan nutrisi dengan membatasi pemberian protein hingga selamafase

oliguri untuk menurunkan pecahan protein dan mencegah akumulasi produk

akhir toksik. Tinggi kalori karena karbohidrat memiliki efek terhadap

protein yang luas. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat

(pisang, jeruk, dan kopi). Pemberian kalium adalah sebanyak 2 g/hari, dan

periksa kemungkinan diperlukannya nutrisi parenta.

5. Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat. Jika asidosis berat terjadi,

gas darah arteri harus dipantau, intervensi ventilasi harus di lakukan jika

terjadi masalah pernapasan, dan pasien perlu di terapi dengan natrium

bikarbonat atau dialisis.

6. Pantau selama fase pemulihan. Fase oliguri GGA berlangsung selama 10-20

hari dan di ikuti fase diuretik, di mana saluran urine meningkat (natrium dan

kalium) dan cairan.


Koreksi dan Dukungan

1. Koreksi setiap penyebab gagal ginjal akut untuk meningkatkan perfusi

jaringan ginjal dengan cara memaksimalkan curah jantung (cardiac output)

melalui penyembuhan pembedahan pada sumbatan.

2. Amati penyebab yang mendukung kelebihan atau kekurangan cairan.

3. Koreksi dan kontrol keseimbangan biokimia pengobatan hiperkalamia.

4. Catat dan amati tekanan darah.

5. Tentukan hemodialisis, hemodialisis peritoneum, terapi penggantian ginjal

bagi pasien dengan azotinia progresif, dan komplikasi lain yang mengancam

kehidupan.

Pengkajian Keperawatan

1. Kaji riwayat penyakitjantung, malignansi, sepsis, atau penyakit yang di

derita sebelumnya.

2. Kaji adanya paparan dengan obat yang berpotensi meracuni ginjal

(antibiotik, nonsteroidal, anti inflamasi, NSAID’s, zat kontras, dan benda

cair lainnya).

3. Lakukan pemeriksaan fisik secara terus menerus seperti turgor kulit, pucat,

perubahan irama jantung (nadi), dan edema.

4. Monitor volume urine.

Diagnosis Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan nilai filtrasi

glomerulus dan retensi sodium, di tandai dengan :


a. DS : penambahan berat badan dalam waktu yang singkat dan asupan lebih

banyak daripada pengeluaran.

b. DO : perubahan TD, perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan vena

pusat, edema anasarka, distensi vena jugular, perubahan pola napas,

dispnoe, bunyi napas abnormal (reles), kongesti pulmonal, penurunan Hb,

penurunan hemotrokit, peningkatan elektrolit, perubahan gravitasi yan

spesifik, bunyi jantung S3, refleks hepatojugular (+), dan oerubahan status

mental.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan sistem imun dan

pertahanan tubuh, di tandai dengan :

a. DS : melaporkan demam.

b. DO : demam, kenaikan suhu tubuh, lab abnormal, dan tanda vital

abnormal.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan katabolik, anoreksia, malnutrisi yang berhubungan dengan gagal ginjal,

di tandai dengan :

a. DS : melaporkan mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.

b. DO : BB 20% kurang dari BB ideal, konjungtiva dan membran pucat,

serta tidak mampu mencerna makanan.

4. Resiko trauma berhubungan dengan perdarahan gastroinestinal, di tandai

dengan :

a. DS : melaporkan muntah dan BAB berdarah dan kotoran (feses)

berwarna hitam.
b. DO : melena (+), hematemesis (+), abnormal Hb, dan lemah.

5. Gangguan ingatan berhubungan dengan efek toksin pada susunan saraf

pusat, di tandai dengan :

a. DS : melaporkan lupa.

b. DO : tidak mampu mengingat informasi, tidak mampu mengingat

peristiwa baru, tidak mampu belajar atau menguasai ketrampilan, tidak mampu

melakukan kegiatan sesuai jadwal, tidak mampu mengenal intervensi yang akan

di laksanakan, tidak mampu melakukan keterampilan baru, dan lupa.

Intervens Keperawatan

1. Diagnosis Keperawatan 1

Tujuan : terpenuhinya kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit.

a. Monitor tanda dan gejala hipovolemia karena kemampuan regulasi ginjal

tidak adekuat.

b. Monitor mengeluarkan dan BJ urine, ukur, dan catat asupan serta

pengeluaran urine, ukur, dan catat asupan serta pengeluaran urine, pengisapan

cairan lambung, feses, drainase luka, dan penguapan (melalui keringat, kulit, dan

pernapasam).

c. Monitir serum dan konsentrasi elektrolit urine.

d. Ukur berat badan pasien setiap hari untuk menentukan indeks

keseimbangan cairan, perkiraan kehilangan BB 2,5-0,5 kg setiap hari.

e. Nilai asupan cairan untuk menghindari kelebihan volume cairan dn

dehidrasi.
1. Pembatasan cairan tidak selalu merupakan indikasi sampai fungsi renal

sangat menurun.

2. Berikan cairan hanya cukup untuk mengganti kehilangan selama fase

oliguri-anurik (biasanya 400-500 ml/24 jam).

3. Kebutuhan cairan seharusnya didistribusi setiap hari.

4. Hindari pembatasan cairan dalam waktu yang lama.

f. Ukur tekanan darah dalam waktu yang berbeda setiap hari.

g. Auskultasi permukaan paru untuk mengetahui buni reles.

h. Inspeksi vena leher (pembesaran).

i. Inspeksi endema ekstremitas, abdomen, dan bola mata.

j. Evaluasi tanda dan gejala hiperkapnia dan monitor nilai potasium (jika

nilai 5,5 mg/L, segera lapor dokter lalu amati perubahan ECG).

k. Berikan sodium bikarbonat atau glukosa dan insulin untuk mengganti

potasium ke dalam sel.

l. Berikan kation pengganti resin (sodium polystirene sulfonate

[kayekselate] untuk koreksi kelebihan potasium dalam waktu lama.

m. Amati kardiak aritmia dan gagal jantung kongestif (congestive heart

failure-CHF) akibat hiperkalemia, ketidakseimbangan elektrolit, atau kelebihan

cairan. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi cardiac arrest.

n. Anjurkan kepada pasien mengenai pentingnya mengikuti pengobatan diet

dan hindari konsumsi tinggi potasium.

o. Lakukan transfusi darah selama dialisis untuk membuang potasium.


p. Monitor normalitas keseimbangan asam basa dan monitor gas darah

arteri (AGD).

q. Berikan sodium bikarbonat untuk mengatasi gejala asidosis (defisit

bikarbonat).

2. Diagnosis Keperawatan 2

Tujuan : pencegahan infeksi.

a. Monitor semua tanda infeksi. Perlu di catat bahwa pasien gagal ginjal

tidak selalu menunjukkan demam dan leukositosis.

b. Angkat kateter urine segera mungkin, monitor infeksi saluran kemih.

c. Gunakan perawatan higiene pulmonari secara intensif terhadap edema

paru dan infeksi.

d. Lakukan perawatan pada luka dan kulit.

e. Jika ingin memberikan antibiotik, sebaiknya berikan sesuai dosis derajat

kerusakan ginjal.

3. Diagnosis Keperawatan 3

Tujuan : tercukupinya kebutuhan nutrisi.

a. Bekerja sama dengan ahli gizi untuk mengatur asupan protein sesuai

kerusakan fungsi ginjal sebab metabolik yang diakumulasi di dalam darah

biasanya berasal dari katabolisme, sehingga protein harus tinggi nilai biologi dan

kaya asam amino esensial (makanan kering, telur, daging ) agar pasien tidak

mengalami katabolisme jaringan bagi asam amino esensial.

b. Diet rendah protein harus di gabungkan dengan asam amino esensial dan

vitamin. Pasien dengan kerusakan ginjal membutuhkan pembatasan protein.


c. Protein akan di tingkatkan jika pasien mengikuti progam dialisis untuk

memungkinkan penurunan asam amino selama dialisis.

d. Berikan makanan tinggi karbohidratsebab karbohidrat memiliki fungsi

memecah tepung dan berikan kalori tambahan lainnya.

e. Ukur berat badan tiap hari.

f. Monitor BUN, kreatinin, elektrolit, serum albumin total protein, dan

transferin.

g. Ingat bahwa makanan dan cairan mengandung banyak sodium, potasium,

dan fosfat (perlu di batasi).

h. Siapkan hiperalimentasi ketika nutrisi yang adekuat tidak di berikan

melalui saluran pencernaan makanan.

4. Diagnosis Keperawatan 4

Tujuan : pencegahan perdarahan gastroinstestinal.

a. Periksa semua feses dan muntahan untuk melihat adanya perdarahan.

b. Berikan H2 reseptor antagonis seperti cimetidine (tagamet), rantidine

(zantac), atau antasida seperti pencegahan ulcer stres lambung. Jika H 2 reseptor

antagonisdi gunakan, perawatan harus dilakukan untuk menilai dosis bagi

derajat kerusakan gijal.

c. Siapkan endoskopi ketika terjadi perdarahan gastrointestinal.

5. Diagnosis Keperawatan 5

Tujuan : penanganan fungsi sistem saraf.

a. Komunikasikan dengan pasien.


b. Atur hal yang dapat di prediksi secara teratur dan jaga perubahan secara

minimal.

c. Amati dan laporkan perubahan status mental, somnolen, letargi,

kelemahan, iritabilitas, disoreantasi, kekacauan, dan penurunan tingkat

kesadaran secara mendadak.

d. Koreksi gangguan konigtif.

e. Gunakan intervensi keperawatan penurunan tingkat kesadaran dengan

memasang pagar tempat tidur, pernapasan, pengisapan, dan persiapkan peralatan

di samping pasien.

f. Bantu pasien berbalik dan bergerak, karena letargi dan penurunan tingkat

kesadaran mencegah aktivitas.

g. Gunakan musik untuk relaksasi.

h. Siapkan dialisis untuk mencegah komplikasi sistem saraf.

Evaluasi

1. Tekanan darah stabil, tidak edema, dan pernapasan normal.

2. Tidak ada tanda infeksi.

3. Asupan makanan cukup.

4. Merasa nyaman dan dapat tidur.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang

menyebabkan oliguri dan gagal ginjal akut yaitu hipovelemia, hipotensi,

penurunan curah jantung dan CHF, sumbatan ginjal atu saluran kemih akibat

tumor, bekuan darah, atau batu ginjal.

B. SARAN

Selalu jaga sistem perkemihan kita, karena siste, perkemihan tersebut sangatlah

penting untuk membuang zat limbah serta cairan berlebih melalui urin.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2006).Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Perkemihan Gagal Ginjal Akut, Jakarta. Medika Salemba

https://www.aladokter.com

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


B.     TUJUAN PENULISAN

C.     RUMUSAN MASALAH

D.    MANFAAT PENULISAN

BAB II PEMBAHASAN

A.    SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

B.     FALSAFAH KEPERAWATAN

C.     PARADIGMA KEPERAWATAN

D.    KONSEP KEPERAWATAN

BAB III PENUTUP

A.    KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai