Dosen Pendamping :
Ns. Martha K. Silalahi, M.Kep
Ns. Seven Sitorus, M.Kep., Sp. KMB
Ilah Muhafilah, S.Kp., M.Kes
Di Susun oleh :
Lailatul Mufidah (1032191025)
` Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik.
Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015)
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian
utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang
masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup
tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).
II. Etiologi
Virus dengue merupakan penyebab dari penyakit DHF. Virus dengue merupakan
virus kelompok B atau arthropode-bornevirus. Virus dengue menular melalui suntikan
nyamuk Aedes Aegepty atau nyamuk Aedes Albopictus yang terinfeksi oleh virus saat
menghisap darah seseorang yang sehat. Penularan penyakit DHF bisa terjadi pada
manusia kemanusia atau manusia kehewan ataupun sebaliknya. Manusia yang sedang
sakit DHF kemungkinan bisa menularkan kemanusia lainnya yang sehat, tergantung dari
sistem imunitas dari masing-masing individu untuk melawan virus tersebut. Dalam waktu
3 sampai 14 hari setelah virus masuk kedalam tubuh, tubuh akan memberikan tanda dan
gejala sebagai perlawanan alami dari dalam. Gejala umum yang dialami penderita peyakit
DHF yakni demam disertai menggigil, pusing, pegal-pegal (Handayani, 2019).
V. Komplikasi
Menuruut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal
b. Efusi pleura
c. Hepatomegali
d. Gagal jantung
VI. Pengkajian
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pengkajian merupakan tahap yang penting sebelum
melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan data-data
tentang pasien sebelum menentukan rencana asuhan keperawatan yang akan diberikan.
Pengkajian dilakukan dengan beberapa teknik yakni: Wawancara: pengkajian yang
dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan pada pasien atau keluarga pasien.
Pengukuran: meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan yang dilakukan dari kepala sampai kaki dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi untuk melihat adanya kelainan atau tidak.
1. Kaji riwayat keperawatan
a) Identitas
Semua orang dapat terserang DHF baik dewasa maupun anak-anak.
Umunya anak-anak dapat terserang DHF karena kemampuan tubuh untuk
melawan virus masih belum kuat.
b) Keluhan Utama
Pada saat pengkajian pertama pada klien dengan DHF sering kali keluhan
utama yang didapatkan adalah panas atau demam.
c) Riwayat penyakit sekarang
Data yang didapat dari klien atau keluarga klien tentang perjalanan
penyakit dari keluhan saat sakit hingga dilakukan asuhan keperawatan.
Biasanya klien mengeluh demam yang disertai menggil, mual, muntah,
pusing, lemas, pegal-pegal pada saat dibawa ke rumah sakit. Selain itu
terdapat tanda-tanda perdarahan seperti ptekie, gusi berdarah, diare yang
bercampur darah, epitaksis.
d) Riwayat penyakit dahulu
Pada klien DHF tidak ditemukan hubungan dengan riwayat penyakit
dahulu. Hal ini dikarenakan DHF disebabkan oleh virus dengue dengan
masa inkubasi kurang lebih 15 hari. Serangan ke dua bisa terjadi pada
pasien yang pernah mengalami DHF sebelumnya. Namun hal tersebut
jarang terjadi karena pada pasien yang pernah mengalami serangan sudah
mempunyai sistem imun pada virus tersebut.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit DHF merupakan penyakit yang diakibatkan nyamuk terinfeksi
virus dengue. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang terserang
penyakit DHF kemungkinan keluarga lainnya dapat tetular karena gigitan
nyamuk.
2. Pengkajian pola dan fungsi kesehatan
a) Nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan klien
mengalami mual, muntah setelah makan.
b) Aktifitas: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas dikarenakan klien
mengalami kelemahan, nyeri tulang dan sendi, pegal-pegal dan pusing.
c) Istirahat tidur: demam, pusing, nyeri, dan pegal-pegal berakibat
terganggunya istirahat dan tidur.
d) Eliminasi: pada klien DHF didapatkan klien memngalami diare, hluaran
urin menurun, BAB keras.
e) Personal hygine: klien biasanya merasakan pegal dan perasan seperti
tersayat pada kulit karena demam sehingga pasien memerlukan bantuan
orang lain dalam memenuhi perawatan diri.
3. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pada derajat I II dan III biasanya klien dalam keadaan composmentis
sedangkan pada derajat IV klien mengalami penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan didapatkan hasil demam naik turun serta menggigil,
penurunan tekanan darah, frekuensi nadi cepat dan teraba lemah.
b) Kulit
Kulit tampak kemerahan merupakan respon fisiologis dan demam tinggi,
pada kulit tampak terdapat bintik merah (petekhie), hematom, ekmosis
(memar).
c) Kepala
Pada klien dengan DHF biasanya terdapat tanda pada ubun-ubun cekung.
d) Wajah
Wajah tampak kemerahan, kemungkinan tampak bintik-bintik merah atau
ptekie.
e) Mulut
Terdapat perdarahan pada gusi, mukosa tampak kering, lidah tampak
kotor.
f) Leher
Tidak tampak pembesaran JPV.
g) Dada
Pada pemeriksaan dada biasanya ditemui pernapasan dangkal, pada
perkusi dapat ditemukan bunyi napas cepat dan sering berat, redup karena
efusi pleura. Pada pemeriksaan jantung ditemui suara abnormal, suara
jantung S1 S2 tunggal, dapat terjadi anemia karena kekurangan cairan,
sianosis pada organ tepi.
h) Abdomen
Nyeri tekan pada perut, saat dilakukan pemeriksaan dengan palpasi
terdapat pembesaran hati dan limfe.
i) Anus dan genetalia
Pada pemeriksaan anus dan genetalia terkadang dapat ditemukannya
gangguan karena diare atau konstipasi, misalnya kemerahan, lesi pada
kulit sekiatar anus.
j) Ekstermitas atas dan bawah
Pada umumnya pada pemeriksaan fisik penderita DHF ditemukan
ekstermitas dingin, lembab, terkadang disertai sianosis yang menunjukkan
terjadinya renjatan.
VII. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma
1. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga.
2. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi
3. Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,
SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder,
dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut
menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan
berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label
antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi
sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat
dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier
merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi
dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque
adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat
terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI).
Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) di dapatkan efusi pleura.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan penyakit infeksi Demam
Berdarah Dengue tergantung pada data yang ditemukan, diagnosa keperawatan yang
muncul antara lain:
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
b. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah
perifer.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.
d. Potensial terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan permeabilitas
kapiler, muntah dan demam.
f. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan tubuh.
Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering mungkin
• penyakit/ trauma 2. Monitor warna dan suhu kulit
• peningkatan metabolisme Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
• aktivitas yang berlebih …. Jam diharapkan suhu tubuh klien kembali normal
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
• dehidrasi dengan kriteria hasil :
5. Monitor WBC, Hb, dan Hct 6. Monitor
a. Suhu tubuh dalam batas normal dengan
intake dan output
DO/DS: kreiteria hasil:
7. Berikan anti piretik:
• kenaikan suhu tubuh diatas rentang b. Suhu 36 – 37C
c. Nadi dan RR dalam rentang normal 8. Kelola
normal
d. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada Antibiotik:………………………..
• serangan atau konvulsi (kejang)
• kulit kemerahan pusing, merasa nyaman 9. Selimuti pasien
• pertambahan RR 10. Berikan cairan intravena
• takikardi 11. Kompres pasien pada lipat paha dan
• Kulit teraba panas/ hangat aksila
12. Tingkatkan sirkulasi udara
13. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
14. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
16. Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
DS:
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, a. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
psikologis),
DO: kerusakan jaringan b. pain control, komprehensif termasuk lokasi,
c. comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama dan faktor presipitasi
… x …. pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria 2. Observasi reaksi nonverbal dari
Posisi untuk menahan nyeri hasil: ketidaknyamanan
Tingkah laku berhati-hati a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
Gangguan tidur (mata sayu, tampak nyeri, mampu menggunakan tehnik dan menemukan dukungan
capek, sulit atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat
menyeringai) mencari bantuan) mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Terfokus pada diri sendiri b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan pencahayaan dan kebisingan
Fokus menyempit (penurunan menggunakan manajemen nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
persepsi waktu, kerusakan proses c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berpikir, penurunan interaksi frekuensi dan tanda nyeri) menentukan intervensi
dengan orang dan lingkungan) d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
Tingkah laku distraksi, contoh : berkurang napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
jalan-jalan, menemui orang lain hangat/ dingin
e. Tanda vital dalam rentang normal
dan/atau aktivitas, aktivitas
f. Tidak mengalami gangguan tidur 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
berulang-ulang)
9. Tingkatkan istirahat
• Respon autonom (seperti 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
diaphoresis, perubahan tekanan penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
darah, perubahan nafas, nadi dan berkurang dan antisipasi
dilatasi pupil) ketidaknyamanan dari prosedur
• Perubahan autonomic dalam tonus 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
otot (mungkin dalam pemberian analgesik pertama kali
rentang dari lemah ke kaku)
• Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
• Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
X. Evaluasi
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2011). Evaluasi keperawatan ada
dua macam yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawaatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan
istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data
hasil pemeriksaan dan observasi), analisis data (perbandingan data
dengan teori), dan perencanaan.
2. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan
respon klien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir layanan
DAFTAR PUSTAKA