BAB I Unt AULIA
BAB I Unt AULIA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pemikiran atau upaya
untuk menjamin pekerja dengan aman dan nyaman atau keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang
diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang No 1
Tahun 1970. Meskipun ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
telah diatur namun dalam hal ini di ditunjukkan dengan masih tingginya
angka kecelakaan kerja di Indonesia. Angka kecelakaan kerja dari data yang
dikeluarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan pada
tahun 2015, ada sebanyak 105.182 kasus kecelakaan kerja yang terjadi. Untuk
kasus kecelakaan serius yang mengakibatkan kematian, ada 2.375 kasus dari
total jumlah kecelakaan kerja. (BPJS, 2016).
Salah satu upaya untuk menciptakan kondisi yang aman saat bekerja
adalah dengan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3). Sistem Manajemen keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perlindungan tenaga
kerja, dengan pelaksanaan penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja akan dapat menghindarkan dari risiko kerugian moral
maupun material, kehilangan jam kerja, maupun keselamatan manusia dan
lingkungan sekitarnya yang diakibatkan oleh kecelakaan.
Rumah sakit sebagai lembaga pelayanan kesehatan bagi masyarakat
adalah tempat kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan dan
kesehatan sumber daya manusia, rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, dan lingkungan rumah sakit. Undang-Undang No 36 Tahun
2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa pengelola tempat kerja wajib
melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
1
2
orang atau lebih tenaga kerja di lingkungan yang mengandung potensi bahaya
yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran
dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) dimana SMK3 di tempat kerja sebagai satu
kesatuan yang terpadu.untuk dapat menerapkan SMK3 secara efektif,
perusahaan harus menyediakan sumber daya yang diperlukan meliputi
orang/personel, peralatan dan dana yang tidak sedikit jika dibandingkan
dengan biaya yang ditimbulkan dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk perusahaan yang
melibatkan banyak tenaga kerja dalam kegiatan medisnya. Sebagai
perusahaan, tentu saja salah satu hal yang harus diperhatikan adalah tentang
keselamatan dan kesehatan para pekerjanya. Untuk memberikan perlindungan
keselamatan dan kesehatan para pekerjanya, rumah sakit wajib menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pelaksanaan program Keselamatna dan Kesehatan Kerja di sutu
perusahaan dapat menunjang peningkatan produktivitas tenaga kerja itu
sendiri yang secara otomatis akan memberikan keuntungan. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi dapat juga mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Setiap jenis dan tempat pekerjaan memiliki risiko bahaya yang
berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi, proses kerja, material kerja,
maupun alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan. Salah satu
pekerjaan yang memiliki risiko bahaya tinggi adalah rumah sakit. Pada
umumnya masyarakat maupun pekerja di rumah sakit kurang menyadari
berbagai potensi bahaya yang ada. “penyakit akibat kerja di rumah sakit dapat
menyerang semua tenaga kerja, baik tenaga medis maupun nonmedis” (Anies,
2005).
4
Dari hasil survei awal yang dilakukan pada ketua komite K3 Rumah
Sakit Jiwa Tampan, menemukan banyak kekurangan dalam penerapan SMK3
di Rumah Sakit Jiwa Tampan. Saat ini Rumah Sakit Jiwa Tampan belum
menjalankan SMK3 dengan baik, dalam menjalankan tugasnya, anggota
organisasi K3 di Rumah Sakit Jiwa Tampan belum membuat suatu bentuk
laporan kerja. Standar operasional prosedur (SOP) mengenai K3 juga belum
terlaksana dengan baik sesuai dengan yang dimaksudkan dalam kegiatan
pendukung dalam prinsip SMK3. K3 Rumah Sakit Jiwa Tampan dibentuk
pada tahun 2015 saat akreditasi pertama Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau. Dari observasi awal yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa,
belum terlaksana dengan baik sesuai dengan yang dimaksudkan dalam
kegiatan pendukung dalam prinsip SMK3 karna pihak Rumah Sakit
menganggap bahwa K3 RS dapat dikatakan merupakan hal yang baru dan
masih dianggap belum begitu penting, karna hanya akan manambah
pengeluran dana saja dan menganggap K3 Rumah Sakit itu hanya formalitas
saja. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Analisis
Komitmen dan Kebijakan Dalam Penerapan SMK3 di Rumah Sakit Jiwa
Tampan Provinsi Riau Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada ketua komite K3
rumah sakit jiwa tampan Provinsi Riau, berhubungan dengan tidak
terlaksananya SMK3 RS. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian “Analisis Komitmen dan Kebijakan Dalam Penerapan SMK3 Di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2020”
C. Pertanyaan Penelitian
Terdapat beberapa pertanyaan yang menyangkut permasalahan yang
di bahas oleh penelitian antara lain :
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan Komitmen dan kebijakan Dalam Penerapan
SMK3 Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2020
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Menganalisis Penerapan Komitmen dan Kebijakan Di Rumah
Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2020
b. Untuk Menganalisis Program K3RS Di Rumah Sakit Jiwa Tampan
Provinsi Riau Tahun 2020
c. Untuk Menganalisis Organisasi K3RS Di Rumah Sakit Jiwa Tampan
Provinsi Riau Tahun 2020
d. Untuk Menganalisis Pendanaan, Sarana, dan Prasarana K3RS Di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2020
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau
Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam mengoptimalkan
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sehingga dapat melindungi tenaga kerja dari risiko dan bahaya yang ada
disekitar lingkungan kerja dengan baik
2. Bagi Sekolag Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Untuk memberikan gambaran tentang penerapan aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja khususnya untuk penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja dan sebagai bahan reverensi untuk
menambah materi perkuliahan.
8
3. Bagi Penulis
Sebagai bentuk aplikasi dari ilmu tentang Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja yang didapat selama berada diperkuliahan agar dapat
menerapkannya ketika berada didunia kerja.
9
e. Terselenggaranya program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) secara optimal
dan menyeluruh
f. Peningatan mutu, citra dan produktivitas rumah sakit.
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai
banyak manfaat bagi industry antara lain :
a. Manfaat Langsung
Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja, menghindari kerugian
material dan jiwa akibat kecelakaan kerja dan menciptakan tempat kerja yang efisien
dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
b. Manfaat Tidak Langsung
Meningkatkan citra perusahaan, menciptakan hubungan yang harmonis bagi
karyawan dan perusahaan, perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik,
sehingga membuat umur alat semakin lama (Sucipto, 2014)
Oleh karena itu, pembangunan kesehatan adalah salah satu upaya komprehensif yang
harus dikelola secara sistematis dan berkelanjutan. Salah satu bentuk layanan kesehatan di
Indonesia adalah layanan kesehatan di rumah sakit yang merupakan salah satu ujung tombak
layanan kesehatan di Indonesia. Di Indonesia, Rumah Sakit sebagai bagian dari garis besar
sistem layanan kesehatan memberikan layanan kepada masyarakat dalam bentuk layanan
kesehatan termasuk layanan medis, layanan dukungan medis, rehabilitasi medis, dan layanan
keperawatan. Layanan ini dilakukan melalui gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat
inap (Herlambang, 2012)
Salah satu upaya program dan kegiatan pembangunan kesehatan adalah upaya
pengembangan sumber daya manusia kesehatan, khususnya sumber daya manusia di bidang
10
kesehatan preventif atau fokus pada upaya kesehatan preventif dan promotif. Upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) adalah salah satu program
pencegahan penyakit, yang menekankan upaya pencegahan secara keseluruhan, baik
kecelakaan dan insiden penyakit di tempat kerja, yang seperti diketahui bahwa upaya ini
memainkan peran utama dalam mencapai target sebagaimana dimaksud dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Yang dimaksud dengan tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, dapat dipindah atau permanen, di mana tenaga kerja dipekerjakan, atau di
mana tenaga kerja sering dimasukkan untuk tujuan bisnis dan di mana ada sumber atau
sumber bahaya baik di darat, di tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara di dalam
yurisdiksi Republik Indonesia (Menteri Tenaga Kerja, 1996).
1. Sebagai alat untuk mencapai status kesehatan tertinggi dari tenaga kerja, baik buruh,
petani, nelayan, pegawai negeri atau pekerja lepas.
2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan akibat
bekerja, menjaga dan meningkatkan kesehatan dan gizi tenaga kerja, merawat dan
meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja manusia, memberantas kelelahan
kerja dan melipatgandakan gairah dan kenikmatan kerja.
Definisi Keselamatan Kerja menurut (Suma'mur, 1985) adalah keselamatan yang
terkait dengan permesinan, pesawat terbang, peralatan kerja, bahan dan proses
11
pemrosesan, fondasi tempat kerja dan lingkungannya serta cara melakukan pekerjaan.
Sedangkan menurut Permenkes No 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit pasal 1, Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik bagi
manusia, maupun yang terkait dengan peralatan, benda kerja, tempat kerja dan
lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung.
Definisi Kesehatan Kerja adalah upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan
tingkat kesehatan fisik, kesehatan mental dan kesejahteraan sosial semua Pekerja
setinggi mungkin, mencegah masalah kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja,
melindungi Pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang membahayakan kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan Pekerja dalam lingkungan kerja disesuaikan dengan
kemampuan fisiologis dan psikologis (Kurniawidjaja, 2012). Menurut Permenkes No 66
tahun 2016 pasal 1, Keseha tan Kerja adalah upaya untuk meningkatkan dan
mempertahankan tingkat kesehatan tertinggi bagi pekerja di semua posisi, pencegahan
penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja, perlindungan pekerja dari
risiko akibat faktor-faktor yang merugikan kesehatan pekerja. Penempatan dan
pemeliharaan di lingkungan kerja yang menyesuaikan pekerjaan dengan manusia dan
manusia dengan posisi mereka.
Sehingga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kegiatan dalam
konteks pengendalian risiko yang terkait dengan kegiatan proses kerja untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia di dalamnya dan
lingkungan, melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di
tempat kerja yang optimal, efektif, efisien dan berkelanjutan (Permenkes No. 66 tahun
2016).
12
yang sudah menjadi tujuan. Hal ini juga sejalan dengan ungkapan yang disampaikan oleh
Strees dan Poter mereka memandang bahwa komitmen organisasi merupakan sikap
karyawan dalam mengidentifikasi dirinya terhadap organisasi dan tujuannya serta ingin
mempertahankan keanggotaannya untuk mencapai tujuan (Suseno dan Sugiyanto, 2010)
Menurut Frank Bird menyebutkan bahwa komitmen adalah niat atau tekad untuk
menjelaskan sesuatu yang menjadi daya dorong yang sangat kuat untuk mencapai tujuan
(Ramli S. , 2009). Tekad dan keinginan tersebut, akan tercermin dalam sikap dan
tindakan tentang K3. Tanpa komitmen dari semua unsur dalam organisasi, khususnya
para pemimpin, pelaksanaan K3 tidak akan berjalan dengan baik.
Berdasarkan Permenaker RI No. Per-05/MEN/1996 dalam komitmen dan
kebijakan terbagi menjadi beberapa tahap lagi seperti Kepemimpinan dan Komitmen
pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja dengan menyediakan sumbe daya yang memadai. Pengusaha dan
pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwujudkan dalam menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan, menyediakan anggaran,
tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, menetapkan personel yang mempunyai tanggung
jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan
kesehatan kerja, perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi,
melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Menurut (Robbins, 2007) Komitmen adalah sebagai suatu keadaan dimana
seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Sedangkan Mathis dan Jackson dalam
Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajad dimana
karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal
atau tidak akan meninggalkan organisasinya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012, komitmen diwujudkan
dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah di mengerti serta diketahui oleh
seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan
13
menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk
terlaksnanaya program K3 di Rumah Sakit. Kebijakan K3 dirumah sakit diwujudkan
dalam bentuk wadah K3 Rumah Sakit dalam struktur Rumah Sakit.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyatan tertulis yang
ditanda tangani oleh pengusaha atau pengurus yang memuat seluruh visi dan tujuan dari
perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, serta
kerangka da program yang mencangkup kegiatan perusahaan secara menyeluruhyang
bersifat umum atau operasional (Ramli S. , 2009).
14
a. Dengan memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi, seperti
penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratkan K3 lainnya.
b. Memasukkan K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan pertemuan lainnya.
c. Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya
mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
d. Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti pertemuan
keselamatan, kampanye keselamatan dan kesehatan kerja, petemuan audit K3.
e. Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan untuk
terlaksananya K3 dalam organisasi.
f. Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai bagian
integral dalam setiap kebijakan organisasi.
Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga
kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja,
pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam
rangka peningkatan kinerja K3. Kebijakan K3 harus tertulis dan formal karena:
15
f. Menetapkan bagaimana cara mengatur pelayanan kesehatan kerja.
g. Menetapkan tindakan-tindakan yang diambil untuk surveilans kesehatan tenaga kerja
dan lingkungan kerja.
h. Kebijakan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan misi dan visi organisasi
sebagai suatu dokumen yang mencerminkan nilai-nilai keselamatan dan kesehatan
kerja perusahaan.
i. Kebijakan tersebut juga harus menegaskan tugas dan tanggungjawab pimpinan
departemen atau tim K3 sebagai penggerak utama didalam proses menterjemahkan
tujuan-tujuan kebijakan K3.
j. Dicetak ke dalam bahasa atau media yang mudah dimengerti oleh tenaga kerja. Bila
kemampuan baca rendah, ddapat digunakan bentuk komunikasi non verbal.
k. Dokumen ini harus diedarkan sehingga setiap tenaga kerja mempunyai kesempatan
mengenalnya.
l. Kebijakan ini sebaiknya dipajang di tempat kerja sebagai pengingat untuk semua
orang.
m. Kebijakan ini juga dikirimkan ke semua kantor manajemen agar para manajer ingat
akan kewajiban mereka terhadap aspek-aspek penting pelaksanaan perusahaan.
Menurut Ramli (2013) suatu kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
yang baik disyaratkan memenuhi kriteria berikut:
a. Kebijakan K3 adalah perwujudan dari visi dan misi suatu organisasi, sehingga harus
disesuaikan dengan sifat dan skala organisasi. Kebijakan K3 tentu berbeda antara
suatu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung sifat dan skala risiko K3 yang
dihadapi, serta strategi bisnis organisasi.
b. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan
Dalam kebijakan K3 harus tersirat adanya komitmen untuk peningkatan
berkelanjutan. Aspek K3 tidak statis, karena berkembang sejalan dengan teknologi,
operasi dan proses produksi. Karena itu, kinerja K3 harus terus menerus ditingkatkan
selama organisasi beroperasi. Komitmen untuk peningkatan berkelanjutan akan
memberikan dorongan bagi semua unsur dalam organisasi untuk terus-menerus
meningkatkan K3 dalam organisasi.
16
c. Termasuk adanya komitmen untuk sekurangnya memenuhi perundangan K3 yang
berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi. Hal ini berarti bahwa
manajemen akan mendukung pemenuhan semua persyaratan dan norma K3, baik
yang disyaratkan dalam perundangan maupun petunjuk praktis atau standar yang
berlaku bagi aktivitasnya.
d. Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara
Kebijakan K3 harus didokumentasikan artinya bukan hanya dalam bentuk ungkapan
lisan atau persyaratan manajemen, tetapi dibuat tertulis sehingga dapat diketahui dan
dibaca oleh semua pihak berkepentingan. Disamping itu kebijakan tersebut harus
diimplementasikan, bukan sekedar pajangan atau bagian dari manual K3. Salah satu
bentuk implementasinya adalah dengan menggunakan kebijakan K3 sebagai acuan
dalam setiap kebijakan organisasi, pengembangan strategi bisnis dan rencana kerja
organisasi.
Kebijakan K3 juga harus dipelihara, artinya selalu disempurnakan sesuai
perkembangan, tuntutan, dan kemajuan organisasi.
e. Dikomunikasikan
Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja dengan maksud agar pekerja memahami
maksud dan tujuan kebijakan K3, kewajiban serta peran semua pihak dalam K3.
Komunikasi kebijakan K3 dapat dilakukan melalui berbagai cara atau media,
misalnya ditempatkan di lokasi-lokasi kerja, dimasukkan dalam buku saku K3,
website organisasi atau bahan pembinaan dan pelatihan.
f. Tersedia bagi pihak lain yang terkait
Kebijakan K3 juga harus diketahui oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis atau
aktivitas organisasi seperti konsumen, pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis,
pemodal, atau masyrakat sekitar. Dengan mengetahui kebijakan K3 tersebut, mereka
dapat mengantisipasi, mendukung atau mengapresiasi K3 organisasi. Kebijakan K3
harus dapat diakses misalnya melalui situs organisasi.
g. Ditinjau ulang secara berkala
Ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan bahwa masih relevan dan sesuai bagi
organisasi. Kebijakan K3 bersifat dinamis dan harus selalu disesuaikan dengan
17
kondisi baik internal maupun eksternal organisasi. Karena itu harus ditinjau secara
berkala apakah masih relevan dengan kondisi organisasi.
Banyak organisasi yang memiliki kebijakan K3 yang indah dan tertulis rapi dalam
bingkai kaca. Namun kebijakan ini sering kali hanya berupa slogan kosong yang tidak
tercermin dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu faktor penyebab
antara lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang baik.
Pengembangan kebijakan K3 harus mempertimbangkan faktor berikut:
18
memiliki sistem manajemen K3, termasuk adanya kebijakan K3 yang dapat
mendukung objektif K3 mereka.
f. Peningkatan berkelanjutan
Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk peningkatan berkelanjutan.
Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau beroperasi.
Karena itu, upaya K3 harus terus-menerus ditingkatkan. Kebijakan K3 harus
mempertimbangkan hal tersebut.
g. Ketersediaan sumber daya
Kebijakan K3 sering tidak dapat direalisir karena sumber daya organisasi tidak
mendukung. Sebaliknya kebijakan K3 sering dibuat tanpa mempertimbangkan
kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia, sehingga tidak mampu
direalisir.
h. Peran pekerja
Adanya peran pekerja dalam pengembangan dan penyusunan kebijakan, sehingga
akan memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan
K3 dapat dilakuka misalnya melaui komite K3, P2K3, atau perwakilan pekerja
lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut bertanggung jawab untuk
merealisirnya.
i. Partisipasi semua pihak
Kebijakan K3 tidak akan berrhasil jika tidak didukung oleh semua pihak dalam
organisasi. Banyak terjadi kebijakan K3 yang telah ditandatangani oleh manajemen
puncak hanya dianggap sebagai dokumen belaka, tidak memiliki arti dalam kegiatan
sehari-hari. Karena itu diperlukan peran semua pihak termasuk pihak terkait dengan
bisnis organisasi seperti kontraktor, atau pihak eksternal lainnya.
Berdasarkan masukan yang diterima dan dihimpun dari semua pihak, disusun
kebijakan. Kebijakan ini harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi
atau unit kegiatan. Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak,
misalnya dalam bentuk brosur, intranet, buletin, dan pedoman K3. Kebijakan K3 harus
mudah dimengerti, dipahami dan didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua
pihak terkait dalam organisasi.
19
Adapun komitmen Rumah sakit dalam melaksanakan K3RS diwujudkan dalam
bentuk (Permenkes No 66 tahun 2016) :
20
efektif dan berkelanjutan, rumah sakit membentuk atau menunjuk unit kerja
fungsional yang memiliki tanggung jawab untuk mengatur K3RS. Unit kerja
fungsional dapat dalam bentuk komite yang terpisah atau terintegrasi dengan komite
lain, dan atau instalasi K3RS. Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional
disesuaikan dengan tingkat risiko keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga rumah
sakit dapat memiliki komite atau instalasi K3RS, atau memiliki keduanya.
Sistem K3 hanya dapat dikelola secara efektif jika ada tanggungjawab yang
rinci, terindentifikasi dan ditugaskan kepada orang yang mewakili manajemen
dengan jabatan supervisor. Tanggung jawab tersebut ditugaskan kepada setiap
jabatan harus sesuai dengan kewenangan jabatannya. Karyawan juga memiliki
tanggungjawab dalam pengelolaan tempat kerja yang aman dan sehat. Hal ini harus
termuat dalam uraian tugas.
1) Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3RS
a) Tugas unit pelaksana K3 di rumah sakit diantaranya:
(1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
(2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
prosedur.
(3) Membuat program K3RS
b) Fungsi unit pelaksanaan K3RS:
(1) Mengumpulkan dan mengelola seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
(2) Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
(3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
(4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
(5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
(6) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
21
(7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses.
(8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian pertalatan baru,
pembangunan gedung dan proses.
2) Struktur organisasi K3 di Rumah Sakit
Posisi organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan
merupakan kerja rangkap Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No 432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit. Organisasi yang terstruktur dan
bertanggung jawab kepada direktur RS, bentuk organisasi K3 di RS merupakan
organisasi structural yang terintegrasi kedalam komite yang ada di RS dan
disesuaikan dengan kondisi/kelas masing-masing RS, misalnya komite
Medis/Nosokomial.
Unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung
ke Direktur RS. Nama organisasi adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu
oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS.
Keanggotaan :
a) Organisasi/unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas
dan jajaran direksi RS.
b) Organisasi/unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua,
Sekretaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS dipimpin oleh
ketua.
c) Pelaksanan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta
anggota.
d) Organisasi/unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen
tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung
direktur RS.
e) Sedang sekretaris organisasi unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga
professional K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3.
Jika rumah sakit memiliki komite atau instalasi K3RS, maka mekanisme kerja
dan tugas fungsi sebagai berikut :
22
1) Komite K3RS
a) Ketua komite bertanggungjawab kepada pimpinan tertinggi rumah sakit
b) Anggota terdiri dari semua jajaran direksi dan/atau kepala/perwakilan
setiap unit kerja, (Instalasi/Bagian/Staf Medik Fungsional).
c) Sekretaris merupakan petugas kesehatan yang ditunjuk oleh pimpinan
untuk bertanggung jawab dan melaksanakan tugas secara purna waktu
dalam mengelola K3RS, mulai dari persiapan sampai koordinasi dengan
anggota komite.
2) Instalasi K3RS
a) Kepala Instalasi K3RS bertanggungjwab kepada direktur teknis.
b) Instalasi minimal melaksanakan 3 fungsi yang terdiri dari :
(1) Kesehatan kerja meliputi upaya promotif, preventif, dan kuratif serta
rehabilitative.
(2) Keselamatan kerja meliputi upaya pencegahan, pemeliharaan,
penanggulangan dan pengendalian.
(3) Lingkungan kerja meliputi pengenalan bahaya, penilaian risiko, dan
pengendalian risiko di tempat kerja.
3) Tugas Instalasi atau Komite K3RS :
a) Mengembangkan kebijakan, prosedur, regulasi internal K3RS, pedoman,
petunjuk teknis, petunjuk pelaksana dan Standar Prosedur Operasional
(SOP) K3RS untuk mengendalikan risiko.
b) Menyusun program K3RS.
c) Menyusun rekomendasi untuk bahan pertimbangan pimpinan rumah sakit
yang berkaitan dengan K3RS.
d) Memantau pelaksanaan K3RS.
e) Mengolah data dan informasi yang berhubungan dengan K3RS.
f) Memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru mengenai kebijakan,
prosedur, regulasi internal K3RS, pedoman, petunjuk teknis, petunjuk
pelaksanaan dan (SOP) K3RS yang telah ditetapkan.
g) Mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya di sebarluaskan di
seluruh unit kerja rumah sakit.
23
h) Membantu kepala atau direktur rumah sakit dalam penyelenggaraan SMK3
rumah sakit, promosi K3RS, pelatihan dan penelitian K3RS di rumah sakit.
i) Pengawasan pelaksanaan program K3RS.
j) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan
gedung dan proses.
k) Koordinasi dengan wakil unit-unit kerja rumah sakit yang menjadi anggota
organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3RS.
l) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindak korektif.
m) Melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan K3RS secara teratur kepada
pimpinan rumah sakit sesuai dengan ketentuan yang ada di rumah sakit.
n) Menjadi investigator dalam kejadian PAK dan KAK, yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika rumah sakit memiliki komite dan instalasi K3RS, maka mekanisme kerja
dan tugas fungsi sebagai berikut :
1) Komite :
a) Ketua komite bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi RS
b) Komite memiliki beberapa sub komite sesuai dengan kebutuhan program
K3RS.
c) Tugas komite adalah memberikan rekomendasi mengenai kebijakan K3RS
atau masalah K3RS kepada pimpinan rumah sakit dan menilai pelaksanaan
K3RS.
2) Instalasi
a) Kepala instalasi bertanggungjawab kepada Direktur Teknis
b) Instalasi minimal melaksanakan 3 fungsi yang terdiri dari :
(1) Kesehatan kerja meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif serta
rehabilitative.
(2) Keselamatan kerja meliputi upaya pencegahan, pemeliharaan,
penanggulangan dan pengendalian.
(3) Lingkungan kerja meliputi pengenalan bahaya, penilaian risiko, dan
pengendalian risiko di tempat kerja.
3) Tugas Instalasi :
24
a) Mengembangkan kebijakan, prosedur, regulasi internal K3RS, pedoman,
petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan SPO K3RS untuk
mengendalikan risiko.
b) Menyusun program K3RS.
c) Menyusun rekomendasi untuk bahan pertimbangan pimpinan rumah sakit
yang berkaitan dengan K3RS.
d) Memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru mengenai kebijakan,
prosedur, regulasi internal K3RS, pedoman, petunjuk teknis, petunjuk
pelaksanaan dan SPO K3RS yang telah ditetapkan.
e) Mengelola data dan informasi yang berhubugnan dengan K3RS.
f) Mengadakan pertemuan secara teratur dan hasil di sebarluaskan diseluruh
unit kerja rumah sakit.
g) Membantu pimpinan rumah sakit dalam penyelenggaraan SMK3 rumah
sakit, promosi K3RS, pelatihan dan penelitian K3RS di rumah sakit.
h) Monitoring pelaksanaan program K3RS.
i) Koordinasi dengan wakil unit-unit kerja RS yang menjadi anggota
organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3RS.
j) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan
gedung dan proses.
k) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
l) Melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan K3RS secara teratur kepada
pimpinan rumah sakit sesuai dengan ketentuan yang ada di rumah sakit.
m) Peran sebagai investigator dalam kejadian PAK dan KAK, yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
c. Dukungan Pendanaan, Sarana dan Prasarana
Dalam menerapkan K3RS, diperlukan alokasi anggaran yang memadai dan
infrastruktur lainnya diperlukan. Hal ini merupakan bagian dari komitmen
kepemimpinan rumah sakit. Mengalokasikan anggaran untuk program K3RS tidak
boleh dianggap sebagai biaya pengeluaran saja, tetapi anggaran K3RS harus
dipandang sebagai aset atau investasi di mana upaya K3RS menekankan pada
25
pencegahan terjadinya berbagai masalah besar keselamatan dan kesehatan yang jika
terjadi, akan menghasilkan kerugian yang sangat besar.
Pengelolaan sarana dan prasarana Fasyankes dari aspek keselamatan dan
kesehatan kerja bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan
memastikan kekuatan sarana dan prasarana atau sistem utilitas dan meminimalisasi
risiko yang mungkin terjadi. Aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada sarana
dan prasarana mencakup pengawasan dan pemeliharaan pada komponen-komponen
sarana gedung, prasarana jaringan dan sistem (PERMENKES RI No 52 Tahun
2018).
i. Pengelolaan Sarana dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Memastikan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan sesuai dengan peraturan yang berlaku
2. Memastikan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Persyaratan Penempatan APAR:
i. Jarak tempuh penempatan APAR dari setiap tempat atau titik dalam
bangunan harus tidak lebih dari 25 m.
ii. Mudah terlihat, termasuk instruksi pengoperasiannya dan tanda
identifikasinya.
iii. Mudah dicapai (tidak terhalang oleh peralatan atau material-
material).
iv. APAR diletakkan di atau dekat koridor atau lorong yang menuju
exit.
v. APAR diletakkan dekat dengan area yang berpotensi bahaya
kebakaran, akan tetapi tidak terlalu dekat karena bisa rusak oleh
sambaran api
vi. Tempatkan APAR sesuai dengan karakteristik tempat.
vii. Hindari tempat yang menyebabkan korosif.
viii. Jika di luar ruangan, APAR terlindungi dari kerusakan.
26
ix. Dalam area khusus, apabila bahan yang disimpan mudah terbakar
di dalam ruangan yang kecil atau tempat tertutup, tempatkan APAR
di luar ruangan.
x. Kapasitas APAR minimal 2 kg dengan ketentuan sekurang-
kurangnya 1 (satu) buah APAR untuk ruangan tertutup dengan luas
tidak lebih dari 25m2 dan minimal 2 (dua) buah APAR kimia untuk
luas tempat parkir tidak melebihi 270 m2.
xi. Setiap SDM Fasyankes mampu menggunakan APAR sesuai
standar prosedur operasional yang tersedia di tabung APAR dan
melakukan pemantauan kondisi dan masa pakai secara berkala
minimal 2 kali dalam setahun.
xii. Pemasangan APAR ditentukan sebagai berikut, dipasang pada
dinding atau dalam lemari kaca disertai palu pemecah dan dapat
dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan, dipasang
sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada
ketinggian maksimum 120 cm dari permukaan lantai, kecuali untuk
jenis CO2 dan bubuk kimia kering (dry powder) penempatannya
minimum 15 cm dari permukaan lantai, tidak diperbolehkan
dipasang di dalam ruangan yang mempunyai temperatur lebih dari
490C dan di bawah 40C.
b. Tangga Darurat
Setiap bangunan Fasyankes yang memiliki 2 (dua) lantai atau lebih,
harus memiliki tangga darurat. dengan ketentuan:
i. Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu
darurat, diutamakan tahan api, dengan arah pembukaan ke arah
tangga dan dapat menutup secara otomatis. Pintu harus dilengkapi
petunjuk “KELUAR” atau “EXIT” dengan warna terang dan
terlihat pada saat gelap.
ii. Tangga darurat dan bordes harus memiliki lebar minimal 1,20 m
dan tidak boleh menyempit ke arah bawah.
27
iii. Tangga darurat harus dilengkapi pegangan tangan yang kuat
setinggi 1,10 m dan mempunyai lebar injakan anak tangga minimal
28 cm dan tinggi maksimal anak tangga 15-17 cm.
iv. Ketentuan lebih lanjut tentang tangga darurat mengikuti ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam standar yang dipersyaratkan.
c. Pintu Darurat
Beberapa ketentuan yang perlu dipenuhi untuk pintu darurat, antara
lain sebagai berikut:
i. Setiap bangunan atau gedung yang bertingkat lebih dari 2 (dua)
lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.
ii. Lebar pintu darurat minimal 100 cm, membuka ke arah tangga
penyelamatan, kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar
(halaman).
iii. Pintu darurat diutamakan harus tahan terhadap api.
iv. Ketentuan lebih lanjut tentang pintu darurat mengikuti ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam standar yang dipersyaratkan.
d. Peringatan Bahaya/Sistem Alarm Pada Gedung
Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana
penyelamatan berupa sistem alarm, yang dimaksudkan untuk
memberikan peringatan dini berkaitan dengan bahaya kebakaran,
gempa dan lainlain. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan sistem
instalasi lift, pressure fan untuk tangga darurat. Persyaratan peringatan
bahaya atau sistem alarm memiliki detektor panas asap dan nyala api
(heat detector). Penempatan dan pemasangan detektor tersebut mengacu
pada peraturan yang berlaku.
e. Proteksi Kebakaran
Proteksi terhadap kebakaran gedung Fasyankes sesuai dengan
peraturan perundangan undangan dan minimal tersedia APAR.
3. Memastikan memantau berfungsinya prasarana yang meliputi instalasi
listrik, sistem pencahayaan dan sistem grounding (sistem pembumian), dan
APAR.
28
4. Memastikan penghawaan/kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara tersedia
dengan baik, melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi
buatan. Dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Jumlah bukaan ventilasi alami tidak kurang dari 15% terhadap luas
lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi. Khusus ventilasi dapur
minimal 20% dari luas dapur (asap harus keluar dengan sempurna atau
dengan ada exhaust fan atau peralatan lain). Sedangkan sistem ventilasi
mekanis diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi syarat tidak
memadai.
b. Penghawaan/ventilasi dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga)
elemen dasar, yaitu jumlah udara luar berkualitas baik yang masuk
dalam ruang pada waktu tertentu, arah umum aliran udara dalam
gedung seharusnya dari area bersih ke area terkontaminasi dan
dipastikan terjadi pertukaran antara udara didalam ruang dengan udara
dari luar. Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik, atau
campuran perlu memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur
bangunan, lokasi/letak bangunan terhadap bangunan lain, cuaca, biaya
dan kualitas udara luar.
5. Memastikan pencahayaan memenuhi persyaratan yang berlaku. Tingkat
pencahayaan rata-rata yang direkomendasikan ruangan administrasi kantor,
ruangan Kepala Fasyankes, ruangan rapat, ruangan pendaftaran dan rekam
medic sebesar 200 Lux, Ruang tunggu sebesar 200 Lux, Tangga dan
ekskalator sebesar 150 Lux, Kamar mandi,toilet sebesar 200 Lux (Ketentuan
berlaku pada masingmasing toilet dalam kondisi tertutup), Ruangan
perawatan medis 500 Lux, dan Gudang/ruang penyimpanan sebesar 100 Lux
(Jika ruangan digunakan bekerja terus menerus maka tingkat pencahayaan
minimal 200 lux).
6. Memastikan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan yang berlaku,
meliputi ketersediaan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
tempat penampungan sementara kotoran dan sampah, serta penyaluran air
29
hujan. Memastikan juga tersedianya perlengkapan keselamatan dan
kesehatan kerja seperti APD untuk pekerjaan sanitasi.
7. Memastikan penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi
kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan seperti zero timbal, asbes, merkuri dan lain-
lain. Persyaratan komponen bangunan dan material Fasyankes mengikuti
peraturan yang berlaku. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam
ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan sesuai
peraturan yang berlaku.
8. Memastikan kelengkapan sarana pada bangunan gedung untuk kepentingan
umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang
ganti, ruangan bayi, ruang ASI, toilet, tempat parkir.
9. Memastikan kondisi kualitas bangunan pada Fasyankes seperti atap, langit-
langit, dinding, lantai, jendela, dan lainlan.
10. Memastikan ketersediaan toilet cukup dan higienis disesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
ii. Pengelolaan Prasarana dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Memastikan kemudahan aksesibilitas. Kemudahan hubungan ruangan ke,
dari, dan di dalam bangunan gedung sesuai ketentuan yang beralaku
2. Memastikan ketersediaan dan penggunaan APAR sesuai dengan peraturan
dan ketentuan yang berlaku.
3. Memastikan kelengkapan prasarana pada bangunan gedung untuk
kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup seperti tempat
sampah, fasilitas komunikasi dan informasi. Bangunan gedung yang
bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang satu
dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan, keamanan,
keselamatan dan kesehatan pengguna. Persyaratan tangga sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
30
4. Memastikan tersedianya air bersih, air minum dan air kegunaan khusus
(ruang tindakan dan laboratorium) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Memastikan kualitas udara dalam ruang sesuai dengan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6. Memastikan kondisi kualitas tanah tidak berpotensi sebagai media penularan
penyakit antara lain tanah bekas tempat pembuangan akhir sampah, tidak
terletak di daerah banjir, tidak berada di bantaran sungai/aliran
sungai/longsor dan bekas lokasi pertambangan.
7. Memastikan penerapan prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
pangan di Fasyankes.
8. Memastikan prasarana untuk mencegah perkembang biakan vektor penyakit,
mengamati dan memeriksa adanya tanda-tanda kehidupan vektor dan
binatang pembawa penyakit, antara lain tempat berkembangbiaknya jentik,
kecoa, nyamuk dan jejak tikus, serta kucing.
a. Sarana dan bangunan di lingkungan kerja Fasyankes harus memenuhi
syarat kesehatan lingkungan serta persyaratan dalam pencegahan
terjadinya kecelakaan.
b. Sarana dan prasarana K3 laboratorium umum bagi Fasyankes yang
melakukan pemeriksaan spesimen antara lain: Jas laboratorium sesuai
standar, Sarung tangan, Masker, Alas kaki/sepatu tertutup Sepatu anti
slip harus dipakai di laboratorium, sedangkan sepatu dengan jempol
terbuka dan sandal tidak disarankan untuk dipakai oleh SDM Fasyankes
laboratorium yang bekerja dengan melibatkan berbagai bahan kimia
yang berbahaya. SDM Fasyankes yang membersihkan tumpahan bahan
kimia perlu memakai alas kaki yang resisten atau kedap bahan kimia.
Khusus untuk laboratorium, alas kaki harus dirancang dengan bahan
yang tepat agar bisa sebagai pelindung yang baik bila diperlukan,
wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air
mengalir, Lemari asam (fume hood) dilengkapi dengan exhaust
ventilation system, pipetting aid, rubber bulb, Kontainer khusus untuk
31
insenerasi jarum, lanset, pemancur air (emergency shower) Kabinet
keamanan biologis kelas I, II, atau III (tergantung dari jenis
mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa di laboratorium.
Penyediaan eye wash/shower dan body wash diperuntukkan yang
menggunakan bahan kimia atau bahan biologi dengan biosafety level 2
atau lebih.
c. Sarana dan prasarana dalam penyimpanan vaksin menggunakan sistem
rantai dingin (cold chain) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Perencanaan
Perencanaan Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif dengan tujuan
yang jelas dan terukur. Perencanaan mencakup tujuan, target, dan indikator kinerja yang
diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian serta hasil dari melakukan tinjauan awal keselamatan dan kesehatan kerja.
32
3. Pengorganisasian Pelaksanaan K3RS
Pengorganisasian Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung pada manajemen. Pola
pembagian tanggung jawab diberikan petugas satuan pelaksana. Tugas pokok unit
pelaksana K3 rumah sakit, antara lain memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada
direktur RS mengenai masalah– masalah yang berkaitan dengan K3, merumuskan
kebijakan, peraturan, pedoman dan prosedur, serta membuat program kesehatan dan
keselamatan kerja rumah sakit.
33
b. Tenaga dokter spesialis okupasi atau dokter kesehatan kerja atau dokter umum
yang terlatih kesehatan kerja dan diagnosis penyakit akibat kerja.
c. Tenaga kesehatan masyarakat S1 jurusan/peminatan keselamatan dan kesehatan
kerja atau tenaga kesehatan lain yang terlatih K3RS atau jabatan fungsional
pembimbing kesehatan kerja.
d. Tenaga S1 bidang lainnya yang terlatih keselamatan dan kesehatan kerja
konstruksi, keselamatan dan kesehatan kerja radiasi, dan keselamatan dan
kesehatan kerja kelistrikan, dan lain-lain.
e. Tenaga DIII/DIV jurusan/peminatan keselamatan dan kesehatan kerja atau tenaga
kesehatan lain yang terlatih K3RS atau jabatan fungsional pembimbing kesehatan
kerja.
Langkah–langkah penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja yaitu :
a. Tahap persiapan
1) Menyatakan komitmen harus dimulai dari manajemen puncak rumah sakit yaitu
direktur utama. Komitmen tidak hanya berupa pernyataan kata – kata, tetapi juga
harus dilaksanakan dengan tindakan nyata sehingga dapat diketahui, dipelajari
dan dilaksanakan oleh semua karyawan rumah sakit.
2) Menetapkan cara penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di RS
3) Rumah sakit harus mengorganisasikan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
(K3) rumah sakit dengan pemberdayaan sumber daya manusia yang memenuhi
persyaratan.
4) Pembentukan organisasi / unit pelaksana
5) Membentuk kelompok kerja penerapan K3 Anggota kelompok terdiri dari
seseorang yang mewakili dari setiap unit kerja. Peran, tanggung jawab, dan tugas
anggota kelompok perlu diterapkan. Kualifikasi dan jumlah anggota kelompok
kerja perlu disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit.
6) Menetapkan sumber daya yang diperlukan Sumber daya yang diperlukan
meliputi tenaga K3, sarana, waktu dan dana
b. Tahap Pelaksanaan
1) Penyuluhan K3 ke semua petugas RS
34
2) Pelatihan dan Pendidikan tentang K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan rumah
sakit atau unit tertentu
3) Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku
35
3) Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan kerja
4) Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS
5) Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran
6) Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan Rumah Sakit
7) Penyusunan pedoman pengelolaan faktor risiko dan pengelolaan limbah Rumah
Sakit
8) Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana
9) Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi
10) Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah Sakit
11) Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
12) Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit kerja Rumah Sakit.
e. Pemantauan dan Evaluasi Kesehatan Lingkungan Tempat Kerja
1) Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang dianggap
berisiko dan berbahaya area/tempat kerja yang belum melaksanakan program
K3RS, area/tempat kerja yang sudah melaksanakan dan mendokumnetasikan
pelaksanaan program K3RS.
2) Evaluasi lingkungan tempat kerja ( walk through dan observasi, wawancara
ADM rumah sakit, survey dan kuesioner, checklist dan evaluasi lingkungan
tempat kerja secara rinci ).
f. Pelayanan Kesehatan Kerja
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan
berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM rumah sakit
2) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM rumah sakit
yang menderita sakit
3) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
SDM rumah sakit
4) Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM rumah sakit yang
bekerja pada area / tempat kerja yang berisiko dan berbahaya
5) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
36
g. Pengembangan Program Pemeliharaan Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas
1) Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat,cair dan
gas
2) Pengelolaan limbah medis dan non medis
h. Pengelolaan Jasa,Bahan Beracun berbahaya dan Barang Berbahaya
1) Inventaris jasa,bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
2) Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanan dan penanggulangan
bila terjadi kontaminasi dengan acuan Lembar Data Keselamatan Bahan
(MSDS-Material Safety Data Sheet) atau Lembar Data Pengaman (LDP); lembar
informasi dari pabrik tentang sifat khusus (fisik/kimia) dari bahan, cara
penyimpanan, risiko pajanan dan cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi.
i. Pengembangan Manajemen Tanggap Darurat
1) Menyusun rencana tanggap darurat (survey bahaya, membentuk tim tanggap
darurat, menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan dll)
2) Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana
3) Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat
4) Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko dan berbahaya serta membuat
denahnya (laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, genset, kamar
isolasi penyakit menular dll)
5) Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat/bencana
6) Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan dan
pengendalian bencana pada tempat-tempat yang berisiko tersebut
7) Membuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi apabila terjadi
bencana
8) Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas di tempat- tempat yang
berisiko (masker, apron, kaca mata, sarung tangan dll)
9) Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit
10) Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap darurat Rumah
Sakit
11) Evaluasi sistem tanggap darurat
j. Pengumpulan, Pengolahan, Dokumentasi Data dan Pelaporan Kegiatan K3
37
1) Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan kecelakaan
kerja, PAK, kebakaran dan bencana (termasuk format pencatatan dan pelaporan
yang sesuai dengan kebutuhan)
2) Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya alur pelaporan
kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP pelaporan, penanganan dan tindak
lanjut kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka
k. Review Program Tahunan
1) Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrumen self assessment
akreditasi Rumah Sakit
2) Umpan balik SDM Rumah Sakitmelalui wawancara langsung, observasi
singkat, survey tertulis dan kuesioner, dan evaluasi ulang
3) Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan
kecelakaan akibat kerja
38
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja
Pimpinan yang ditunjuk harus melaksanakan tinjauan ulang SMK3 secara berkala
untuk menjamin kesesuaian dan keefektifitasan yang berkesinambungan dalam
pencapaian kebijakan dan tinjauan K3. Ruang lingkup tinjauan ulang SMK3 harus dapat
mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk
dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Tinjauan ulang SMK3 harus meliputi perbahan peraturan perundangan, tuntutan
dari pihak yang terkait dan pasar, perubahan produk dan kegiatan perusahaan perubahan
struktur organisasi perusahaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
epidemiologi, pengalaman yang didapat dari insiden K3, Pelaporan dan umpan balik
khususnya dari tenaga kerja.
C. Kerangka Teori
Penetapan Kebijakan Dan
Tujuan Dari Program K3RS
Komitmen
Dan Penetapan Organisasi K3RS
Kebijakan
Penetapan Dukungan
Pendanaan, Sara, Dan
Prasarana
Perencanaan
Pemantauan
Dan
Evaluasi
Peninjauan
dan 39
Peningkatan
Kinerja
Sumber : Permenkes 66 tahun 2016
Gambar 2.1
Kerangka Teori
D. Kerangka Berfikir
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir
E. Penelitian Sejenis
Tabel 2.1
Penelitian Sejenis
40
Sakit Jiwa Tampan Rumah Sakit Umum Kesehatan Kerja K3
Pekanbaru Tahun Daerah Mukomuko Pada Rs Prima
2020 Tahun 2017 Medika Pemalang
41