Anda di halaman 1dari 9

TAFSIR QUR’AN SURAT AL-IMRAN AYAT 103 TENTANG

MEMECAHKAN PERPECAHAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN


SOSIAL POLITIK

Heru Gunawan Dan Chairini Umi Chaedharoh


Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga, Salatiga 2020

Abstrak
Zaman sekarang ini kekuatan ummat muslim semakin rapuh, banyak terjadi kasus
pertikaian dengan sesama muslim sendiri. Studi kasus: terjadi perpecahan di masyarakat antar
fans (pendukung) yang fanatik karena berbeda pilihan partai politik. Islam adalah agama
yang megajarkan ummatnya kepada keselamatan sejati, yaitu penuhanan diri seorang hamba
hanya kepada Allah Swt, sehingga mampu menghadapi kenyataan yang adanya sebab
kenyataan tersebut juga bagian dari ciptaan Allah Swt. Kenyataan selalu dihadapi dengan
berbagai persoalan dan permasalahan. Keputusan merupakan solusinya, namun di dalam
memutuskan keputusan untuk sebagai solusi dalam menjawab persoalan dan menghadapi
permasalahan, selalu ada perbedaan pemahaman. Perbedaan merupakan proses dalam menuju
keputusan yang berpahamkan kebersamaan. Pemahaman bersama merupakan pemahaman
yang sejati dalam menuju sebuah tujuan (hasil) dari kenyataan yang harus dihadapi. Pada ayat
Surah Ali-Imran Ayat 103, Allah telah menekankan agar orang-orang yang beriman bersatu
dalam melaksanakan agama Islam. Dalam hal ini Allah menegaskan dengan empat lafadz
penegasan agar muslimin bersatu.
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, persatuan dan kesatuan warga
negara adalah sebuah hal yang mutlak. Persatuan dan kesatuan ini sudah pasti
merupakan dorongan faktor kesetiaan akan janji yang sudah pernah dilakukan dan
tujuan yang ingin dicapai bersama, yaitu kemakmuran. Tanpa faktor pendorong ini,
sulit rasanya untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan apalagi di tengah banyaknya
pihak yang tidak menyadari akan bahaya pecah belahnya suatu bangsa dan negara.
Praktis sesuai dengan kondisi yang hampir sama karena adanya pemecah belah
persatuan ini, di tengah situasi yang tidak menentu, Allah SWT berfirman di dalam
Al-Qur’an Surat Ali Imran [3] ayat 103 mengisyaratkan agar senantiasa kaum
muslimin dan warga Madinah waktu itu untuk bersatu menghadapinya dengan tetap
berpedoman pada ikatan perjanjian yang pernah mereka lakukan (Piagam Madinah).
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara nation state, isyarat ini termasuk
bisa diterapkan ke semua warga negara (muwathin), dengan rujukan utama senantiasa
berpedoman pada ikatan perjanjian luhur bangsa (‘urwati al-wutsqa).
Banyak contoh dengan kata kunci “persatuan” yang menjadi salah satu sila
dalam Pancasila mampu menjadi spenyemangat dan motivasi dalam menyelesaikan
berbagai persoalan, misalnya dari masalah terbebasnya dari penjajahan sampai masa
kemerdekaan. Soekarno dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat mengatakan
masyarakat Indonesia tidak kunjung lebih baik dan selalu terjajah akibat rakyat tidak
bersatu. Alimin dalam buku yang sama juga mengatakan rakyat tidak kunjung lebih
baik nasibnya saat dijajah karena rakyatnya berjuang sendiri sendiri. Selain itu
munculnya organisasi Boedi Oetomo dan Sumpah Pemuda juga merupakan cerminan
persatuan anak bangsa sebagai embrio dari persatuan melawan penjajah.
B. PEMBAHASAN
A. Pengertian Perpecahan

Menurut KBBI, Perpecahan adalah keadaan atau perihal berpecah-pecah


dan sedangkan Memecahkan menurut KBBI adalah menjadikan pecah,
menyebabkan menjadi kepingan-kepingan dsb yang lebih kecil, menyebabkan
sesuatu atau sebagian dari pada sesuatu pecah.

B. Data Literatur
1. Surah Al-Imran Ayat 103
‫ص ُموا بِ َحب ِْل هَّللا ِ َج ِميعًا َواَل تَفَ َّرقُوا ۚ َو ْاذ ُكرُوا نِ ْع َمتَ هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُك ْنتُ ْم َأ ْعدَا ًء فََألَّفَ بَ ْينَ قُلُوبِ ُك ْم‬ ِ َ‫َوا ْعت‬
َ ِ‫ار فََأ ْنقَ َذ ُك ْم ِم ْنهَا ۗ َك ٰ َذل‬
‫ك يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ْم آيَاتِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ َّ‫فََأصْ بَحْ تُ ْم بِنِ ْع َمتِ ِه ِإ ْخ َوانًا َو ُك ْنتُ ْم َعلَ ٰى َشفَا حُ ْف َر ٍة ِمنَ الن‬
َ‫تَ ْهتَ ُدون‬
Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka
Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
2. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber
dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika kaum Aus dan Kharaj duduk-duduk,
berceritalah mereka tentang permusuhannya di jaman jahiliyah, sehingga
bangkitlah amarah kedua kaum tersebut. Masing-masing bangkit
memegang senjatanya, saling berhadapan. Maka turunlah ayat tersebut
(Ali-Imraan: 103) yang melerai mereka.
Diriwayatkan oleh Ibu Ishaq dan Abusy Syaikh, yang bersumber dari
Zaid bin Aslam bahwa seorang Yahudi yang bernama Syas bin Qais lewat
di hadapan kaum Aus dan Khajraj yang sedang bercakap-cakap dengan
riang gembira. Ia merasa benci dengan keintiman mereka, padahal asalnya
bermusuhan. Ia menyuruh seorang anak mudah anak buahnya untuk ikut
serta bercakap-cakap dengan mereka. Mulailah kaum Aus dan Kharaj
berselisih dan menyombongkan kegagahan masing-masing, sehingga
tampillah Aus bin Qaizhi dari golongan Aus dan Jabbar bin Shakhr dari
golongan Khajraj saling mencaci sehingga menimbulkan amarah kedua
belah pihak. Berloncatanlah kedua kelompok itu untuk berperang. Hal ini
sampaikan kepada Rasulullah saw. sehingga beliau segera datang dan
memberi nasehat serta mendamaikan mereka. Mereka pun tunduk dan taat.
3. Penjelasan Ayat
Pada ayat Surah Ali-Imran Ayat 103, Allah telah menekankan agar
orang-orang yang beriman bersatu dalam melaksanakan agama Islam.
Dalam hal ini Allah menegaskan dengan empat lafadz penegasan agar
muslimin bersatu.
ِ ‫(ا ْعت‬berpegang teguhlah kamu), berupa fi’il amer
1) Lafadz ‫ ُموْ ا‬ƒƒƒ‫َص‬
dengan dhomir jamak.
Berpegang teguh artinya memegang erat-erat, melaksanakan
prinsip yang tidak berubah dari jaman nenek moyang yakni
melaksanakan syari’at Al-Islam dengan tidak berpecah belah,
hendaknya bersatu dalam agama Islam sebagai agama tauhid.
2) lafadz   ِ ‫( بِ َحب ِْل هّٰللا‬dengan tali agama Allah).
Maksudnya Ialah Tali agama Allah yakni Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi. (orang-orang yang beriman hendaknya melaksanakan isi
kandungan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi secara serempak dan tidak keluar
darinya. Beraqidah, berakhlak, beramal dengan kaidah tuntutan Al-Quran
dan Sunnah.)
3)  lafadz   ‫(ج ِم ْيعًا‬berjama’ah).
َ Lafadz jami’an adalah ismul hal yang
menerangkan tentang keadaan.
Jami’an atau jama’ah adalah wujud bersatunya kaum Muslimin
dengan adanya seorang Imaam yang memimpin dan adanya
makmum yang dipimpin dengan standar minimal dan maksimal
satu Imaam dan dua orang makmum atau lebih.
4) lafadz ‫( َّواَل تَفَ َّرقُوْ ا‬dan janganlah kamu berpecah belah).
Ini adalah fiil nahi atau larangan yang di tujukan kepada orang
banyak kepada semua orang-orang yang beriman. Merujuk pada
dkomir ayat ini adalah untuk orang-orang yang beriman.
C. Tafsir Mufassir dan Keterkaitannya dengan Sosial Politik Indonesia
a) Tafsir Jalalain
“Dan berpeganglah kamu” merapatlah kamu “kepada tali Allah”
maksudnya agama Allah “semuanya dan janganlah kamu bercerai-
berai” sesudah masuk islam. “dan ingatlah akan nikmat Allah”, yakni
karunianya “kepadamu” wahai orang-orang Aus dan Khazraj, “ketika
kamu dahulu” sebelum masuk Islam “bermusuh-musuhan lalu Allah
mempersatukan” menghimpun “hatimu” dengan Islam, “kemudian
kamu beralih” kamu berubah “berkat nikmat-Nya itu menjadi saudara”
di dalam agama dan kesetiaan.
“Dan kamu dahulu berada di tepi” di ujung “jurang Neraka” tidak
ada jarak di antara kamu dan tersungkur ke dalam Neraka itu selain
kamu mati sebagai orang kafir, “lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya” dengan iman. “Demikianlah sebagaimana Allah
menerangkan hal-hal tersebut “Allah menerangkan ayat-ayatnya
kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”
Dalam Tafsir Al-Qur‟an Ayat ini mengandung anjuran Allah
kepada hamba-hambanya, agar mereka menegakkan agama Allah dan
berpegang teguh kepada tali Allah yang telah Dia hantarkan kepada
mereka. Dan Dia menjadikan tali itu yaitu agama dan kitabnya sebagai
sebab antara mereka dengannya, serta bersatu dengan berpedoman
pada agama dan kitabnya dan tidak saling bercerai berai, dan agar
mereka selalu konsisten atas hal itu hingga mereka meninggal.
Lalu Allah menyebutkan kondisi mereka yang dahulu sebelum
adanya nikmat tersebut, yaitu bahwasanya mereka dahulu saling
bermusuhan dan bercerai berai. Kemudian Allah menyatukan mereka
dengan agama ini dan merekatkan hati-hati mereka, serta menjadikan
mereka sebagai saudara. Padahal mereka dahulu berada dipinggir
jurang api neraka, lalu Allah menyelamatkan mereka dari
kesengsaraan, dan memberikan jalan kebahagiaan bagi mereka.
“Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk” untuk berpegang teguh kepada tali agamanya.1

1
Al Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad. (2015). Tafsir Jalalain, Surabaya: PT. eLBA Fitrah Mandiri
Sejahtera. hal. 264
b) Tafsir Al-Mishbah
Surah Ali-Imran Ayat 103 ialah Ayat yang mengandung pesan
yang ditujukan kepada kaum muslimin secara kolektif bersama-sama,
sebagaimana terbaca dalam kata jami‟an/semua dan firmanNya: wa la
tafarraqu/janganlah bercerai berai.
Pesan dimaksud adalah berpegang teguhlah, yakni upayakan sekuat
tenaga untuk mengaitkan diri satu dengan yang lain dengan tuntunan
Allah sambil menegakkan disiplin semua tanpa kecuali. Sehingga,
kalau ada yang lupa di ingatkan, atau ada yang tergelincir, bantulah
bangkit agar semua dapat bergantung kepada tali agama Allah. Jika
lengah atau ada salah seorang yang menyimpang, keseimbangan akan
kacau dan disiplin akan rusak. Karena itu bersatu padulah, dan
janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah nikmat Allah kepadamu.
Bandingkan keadaan kamu sejak datangnya Islam dengan ketika kamu
dahulu pada masa jahiliah bermusuh-musuhan, yang ditandai oleh
peperangan yang berlanjut sekian lama generasi demi generasi maka
Allah mempersatukan hati kamu pada satu jalan dan arah yang sama,
lalu menjadilah kamu, karena nikmat Allah, yaitu dengan agama Islam,
orang-orang yang bersaudara; sehingga kini tidak ada lagi bekas luka
di hati kamu masing-masing. Penyebutan nikmat ini merupakan
argumentasi keharusan memelihara persatuan dan kesatuan
argumentasi yang berdasarkan pengalaman mereka. Mereka yang
dipersatukan hatinya oleh Allah itu merasa dirinya sama dengan yang
lain. Yang ringan sama mereka jinjing dan yang berat mereka pikul
bersama. Sakit saudaranya sama-sama mereka rasakan dan
kegembiraannya pun mereka nikmati bersama.2

2
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di. (2016). Tafsir Alqur‟an, Jakarta: Darul Haq. hal. 472-473
c) Tafsir Al Muyassar

Dan berpegang teguhlah kalian semua kepada kitab suci Tuhan kalian
dan petunjuk Nabi kalian, dan jangan melakukan hal-hal yang menyerat
kalian kepada perpecahan. Dan ingatlah anugerah besar dari Allah yang
tercurah pada kalian, tatkala kalian di masa dahulu wahai kaum mukminin,
sebelum Islam, saling bermusuhan. Kemudian Allah menyatukan hati
kalian di atas cinta kepadaNya dan cinta kepada Rasulnya, dan meletakkan
pada hati kalian rasa saling mencintai kepada sesama kalian, sehingga
kalian dengan karunia Allah menjadi orang-orang bersaudara yang saling
mencintai. Padahal dahulu kalian sudah berada di tepi jurang Neraka
Jahannam, lalu Allah memberi kalian hidayah kepada Islam dan
menyelamtkan kalian dari Neraka. Dan sebagaimana Allah sudah
menjelaskan kepada kalian simbol-simbol iman yang benar, demikian pula
Dia telah menjelaskan kepada kalian segala yang mendatangkan
kemaslahatan bagi kalian, agar kalian mendapatkan hidayah menuju jalan
yang lurus dan menapakinya, sehingga kalian pun tidak tersesat darinya.3

d) Tafsir Al Wasith
Allah SWT mempersiapkan umat untuk berhimpun dan bersatu,
maka Allah memerintahkan semuanya untuk berhimpun dan bersatu,
maka Allah memerintahkan semuanya untuk bertakwa kepada-Nya.
Setelah menyatukan akidah dan amal, Allah menyuruh berpegang
teguh dengan kitab Allah dan janjiNya dan mengikuti sunnah
NabiNya, itulah tali Allah. Perjanjian dan kesepakatan disebut sebagai
tali. Tali Allah yang Dia perintahkan untuk mengikutinya adalah Al-
Qur’an.
Dulu bangsa Arab saling bermusuh-musuhan. Setelah Islam
datang, Islam mencabut kedengkian dari hati mereka dan
membersihkan mereka dari permusuhan. Dengan nikmat Allah SWT
mereka menjadi bersaudara saling mencintai, mengasihi, dan
mengutamakan saudara mereka daripada diri mereka sendiri meskipun
mereka sendiri membutuhkan. Dulunya mereka hampir terjerumus ke
dalam neraka karena kesyirikan dan ajaran paganisme mereka, lalu
3
Hikmat Basyir, dkk,. (2016). Tafsir Muyassar, Jakarta: Darul Haq. hal. 186-187
Allah SWT menyelamatkan mereka dengan Islam dan Tauhid dengan
keimanan dan ketaatan. Dengan penjelasan, pengarahan dan peringatan
ini, Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada umat manusia, agar
mereka mendapat hidayah menuju jalan yang lurus, atau agar dengan
sikap istiqomah dan lurus mereka bisa mengharapkan hidayah.4

4
Wahbah Az-Zuhaili. (2002). Tafsir Al Wasith, Jakarta: Gema Insani
D. KESIMPULAN
Al-qur’an merupakan petunjuk untuk umat Islam dalam mengarungi kehidupan,
tidak satupun luput dalam cakupan Al-Qur’an, termasuk salah satunya ajaran tentang
pentingnya persatuan seperti dalam surah AL Imran: 103. Makna persatuan yang
terkandung dalam surah tersebut seperti dalam tafsir Al-Ibnu Kasir, Al-Misbah, dan Al-
Qurtubi, menyiratkan kesamaan pandangan bahwa umat manusia diperintahkan untuk
bersatu padu dan dilarang bercerai berai, apabila bercerai berai segeralah kembali ke tali
(agama) Allah.

Alhasil, menurut Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, persatuan dan


kesatuan merupakan sebab bagi tercapainya maksud. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, persatuan dan kesatuan menemukan urgensinya yaitu tercapainya banyak
tujuan pembangunan dan pembangunan masyarakat. Lawan dari bersatu adalah bercerai
berai. Sudah pasti dalam hal ini, ketercerai-beraian masyarakat merupakan sebab bagi
terhambatnya pembangunan oleh negara bahkan sebagaimana disampaikan oleh Ibnu
Hayyan, keterbelahan masyarakat merupakan sebab hancurnya negara dan dengan
mudahnya musuh masyarakat menguasai suatu negara.

E. DAFTAR PUSTAKA
Al Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad. (2015). Tafsir Jalalain, Surabaya: PT.
eLBA Fitrah Mandiri Sejahtera.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di. (2016). Tafsir Alqur‟an, Jakarta: Darul
Haq.
Hikmat Basyir, dkk,. (2016). Tafsir Muyassar, Jakarta: Darul Haq.
Wahbah Az-Zuhaili. (2002). Tafsir Al Wasith, Jakarta: Gema Insani

Anda mungkin juga menyukai