Disusun oleh :
Silvina Ratri Arumhandini (A22020217)
KEPERAWATAN
ABSTRAK
Tujuan Penelitian: Praktik klinik keperawatan memiliki stresor tinggi yang dapat mempengaruhi harga diri mahasiswa.
Komunikasi terapeutik merupakan skill mendasar dan penting dalam mencegah kesalahan medis dan memberikan
pelayanan optimal terhadap pasien. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan skor harga diri dan skor
komunikasi terapeutik mahasiswa profesi di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan
Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada. Metode: Jenis penelitian ini adalah kuantitatif korelasional
dengan rancangan cross-sectional dengan subyek 60 mahasiswa profesi. Pengambilan data dilakukan selama 1 bulan.
Harga diri diukur dengan Kuesioner State Self-Esteem Scale dan komunikasi terapeutik dengan checklist observasi.
Hasil penelitian dianalisis dengan Uji Pearson. Hasil: Harga diri sebagian besar responen berada pada kategori rendah
atau kurang dari rata-rata (53,4%). Komunikasi terapeutik sebagian besar responden berada pada kategori kurang
(86,7%). Uji korelasi skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik menghasilkan r=0,057 dan p=0,664. Diskusi:
Sebagian responden memiliki harga diri rendah, hal ini disebabkan responden baru tiga minggu mengikuti pendidikan
profesi sehingga dalam proses adaptasi dan proses menumbuhkan harga diri. Skor komunikasi terapeutik yang kurang
pada sebagian besar responden disebabkan responden terfokus pada tindakan keperawatan untuk menghindari
kesalahan. Hasil korelasi skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik dalam penelitian ini tidak mendukung adanya
hubungan antara skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik. Hasil ini disebabkan komunikasi terapeutik tidak
hanya ditentukan oleh faktor internal, namun juga faktor eksternal serta perbedaan jenis tindakan keperawatan yang
memiliki kesulitan yang berbeda dan perbedaan ruang rawat inap. Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara harga diri
dan komunikasi terapeutik.
Kata Kunci: harga diri, komunikasi terapeutik, mahasiswa profesi keperawatan, pasien
LATAR BELAKANG
Praktik klinik adalah bagian penting dalam
Sementara itu studi lain juga menemukan bahwa
pendidikan keperawatan yang memiliki tujuan utama
stresor akademik yang tinggi berkaitan dengan harga
menghasilkan perawat dengan konsep diri yang sehat
diri rendah pada mahasiswa keperawatan (Pandey &
dan memiliki pelayanan berpusat pasien (Levett-
Chalise, 2015; Edwards et al., 2010).
Jones et al., 2015). Mahasiswa sarjana keperawatan di
Harga diri adalah penilaian individu tentang
Indonesia akan menempuh tahap akademik kemudian
nilai diri sendiri (Asmadi, 2008). Mahasiswa
tahap profesi ners melalui pembelajaran klinik.
keperawatan perlu memiliki harga diri sehat karena
Pembelajaran klinik terkenal dengan tingginya
harga diri menentukan gaya koping terhadap stresor
stresor dan dirasa sulit oleh mahasiswa
(Ni et al., 2009), memberikan perasaan berdaya untuk
keperawatan (Syahreni & Waluyanti, 2007).
menjalankan praktik klinik (Ahn & Choi, 2015), serta
Berdasarkan sebuah studi dilaporkan 51,9% dari 181
mempengaruhi kemampuan critical thinking dan
mahasiswa keperawatan di klinik memiliki tingkat
tingkat kecemasan (Suliman & Halabi, 2007).
stres di atas rata-rata (Shaban, Khater, & Akhu-
Sebuah penelitian melaporkan bahwa harga diri
Zaheya, 2012). Studi lain oleh Moridi, Khaledi, &
rendah dialami 52,3% mahasiswa keperawatan di
Valiee (2014), Liu et al. (2015), dan Reeve et al. (2013)
India (Chris et al., 2012). Sejumlah 21% dari 95
menunjukkan tingginya tingkat stres yang dialami oleh
mahasiswa keperawatan di Inggris mengalami harga
mahasiswa keperawatan di klinik.
diri rendah dan 5,3% harga diri sangat rendah
Stresor tinggi yang tidak diimbangi
(Edwards et al., 2010). Sementara itu 2,5% dari 40
sumberdaya yang cukup kuat beresiko menurunkan
mahasiswa keperawatan tahun pertama di Program
harga diri (Subagya, 2012). Harga diri individu dapat
Studi Ilmu Keperawatan FK UGM (PSIK FK UGM)
berubah karena stres berat (Berman, Snyder, & Kozier,
mengalami harga diri rendah (Fransiska, 2007).
2015). Sebuah studi menunjukkan 62% mahasiswa
Salah satu skill keperawatan yang mendasar dan
kedokteran dan farmasi mengalami harga diri rendah
harus dikuasai oleh mahasiswa adalah komunikasi
menghadapi stresor karena tingginya tuntutan belajar
terapeutik. Kemampuan ini penting untuk
(Paunescu et al., 2014).
pemenuhan kebutuhan
biopsikososial dan spiritual pasien (Kourkouta & Keenam puluh sampel dipilih dari 111 anggota
Papatanashiou, 2014). Komunikasi yang buruk antara populasi dengan purposive sampling. Kriteria inklusi
perawat dan pasien berkontribusi pada munculnya responden adalah mahasiswa profesi dari PSIK FK
frustrasi, kesalahan medis, dan memperbesar risiko UGM yang pada saat pengambilan data sedang
kematian pasien (Xie et al., 2012). menjalankan praktik klinik stase praktik
Komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien keperawatan dasar (PKD) di RSUP Dr. Sardjito dan
terjadi ketika perawat menggunakan teknik dan mahasiswa profesi yang tidak pernah menjadi
tahapan komunikasi secara efektif untuk sebuah responden untuk uji validitas dan reliabilitas
tujuan kesehatan (Levett-Jones & Bourgeois, 2015). kuesioner dalam penelitian ini. Pemilihan mahasiswa
Kemampuan ini adalah alat bagi perawat untuk PKD mempertimbangkan stase awal dalam rotasi
membangun trust dan memberikan pelayanan klinik keperawatan yang memerlukan proses
optimal kepada pasien (Schultz & Videbeck, 2009). adaptasi dengan lahan praktik.
Sebuah penelitian di Turki menunjukkan 76% Harga diri responden diukur dengan kuesioner
dari 249 mahasiswa keperawatan di klinik State Self-Esteem Scale (SSES). SSES adalah kuesioner
mengalami masalah komunikasi (Ö ztü rk, Çilingir, & harga diri situasional yang dikembangkan oleh
Şenel, 2013). Sebesar 66% masalah komunikasi ini Heatherton & Polivy (1991). Kuesioner ini terdiri
terjadi antara mahasiwa dengan pasien (Ö ztü rk, dari 20 item berbentuk pernyataan yang
Çilingir, & Şenel, 2013). Sampai saat ini, belum ada merefleksikan pikiran responden tentang dirinya
data mengenai skor harga diri dan komunikasi sendiri dengan lima pilihan respon. SSES memiliki
terapeutik mahasiswa profesi di PSIK FK UGM. tiga subskala yaitu subskala kinerja
Melihat dampak stresor di klinik bagi harga diri (performance), sosial (social), dan penampilan
mahasiswa dan pentingnya komunikasi terapeutik, (appearance). Skor maksimal yang bisa diperoleh
penelitian yang menghubungkan skor harga diri yaitu 100 dan skor minimalnya 20. Hasil skor total
dengan skor komunikasi terapeutik mahasiswa SSES digunakan sebagai sebuah kontinum. Semakin
profesi perlu dilakukan. tinggi skor total maka semakin tinggi harga diri.
Komunikasi terapeutik responden diukur
METODE
dengan observasi terstruktur menggunakan checklist
Penelitian ini berjenis kuantitatif komunikasi terapeutik untuk setting klinik. Checklist
korelasional dengan rancangan cross- sectional. dikembangkan oleh peneliti dengan validitas tiga
Penelitian ini melibatkan 60 responden mahasiswa expert. Checklist ini memiliki 20 item berbentuk
profesi keperawatan dari PSIK FK UGM yang sedang langkah-langkah yang terbagi ke dalam empat tahap
melaksanakan praktik klinik. Seluruh responden komunikasi terapeutik yaitu tahap pre-interaksi,
menerima penjelasan dari asisten penelitian terkait orientasi, kerja, dan terminasi. Skor untuk setiap item
penelitian serta bersedia menjadi responden. Seluruh adalah 0 jika tidak dilakukan dan skor 1 bila
responden melaksanakan praktik klinik pada stase dilakukan. Semakin tinggi skor total maka semakin
praktik keperawatan dasar (PKD) pada periode 31 baik komunikasi terapeutik.
Oktober-31 Desember 2016 di RSUP Dr. Sardjito Uji validitas dan reliabilitas instrumen SSES,
Yogyakarta. rekruitmen enam puluh responden, rekruitmen lima
pengamat, dan pelaksanaan penelitian dilakukan
setelah mendapatkan
surat kelayakan etik (ethic committee approval) HASIL
dengan nomor KE/FK/917/ EC/2016. Hasil uji
validitas SSES terhadap 60 responden mahasiswa Karakteristik Responden
keperawatan di luar sampel dengan uji Product Responden dalam penelitian ini adalah 60
Moment Pearson menunjukkan satu item (nomor 8) mahasiswa profesi dari PSIK FK UGM di luar sampel
tidak valid. Item tersebut dimodifikasi untuk uji validitas dan reliabilitas. Distribusi frekuensi
pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan uji karakteristik responden ditunjukkan dalam Tabel 1.
Cronbach Alpha menghasilkan rxy=0,808 yang Tabel 1 menunjukkan jumlah responden berjenis
kelamin perempuan (91,7%) lebih banyak
menunjukkan instrumen ini reliable.
dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki
Adaptasi instrumen komunikasi terapeutik OSCE (8,3%) dengan selisih 50 orang. Usia responden
untuk setting klinik dilakukan dengan konsultasi bervariasi mulai dari 21 tahun hingga 24 tahun
dengan dua dosen keperawatan jiwa dari PSIK FK dengan usia responden terbanyak yaitu 22 tahun
UGM dan seorang perawat manajer di RSUP Dr. (63,3%). Berdasarkan Tabel 1, responden penelitian
Sardjito. Briefing dan uji interrater reliability antara ini paling banyak berasal dari Jawa Tengah (33,3%).
peneliti dan lima orang calon pengamat dilakukan Tabel 1 juga menunjukkan responden paling banyak
sebelum pengambilan data dengan melakukan beragama Islam (91,6%).
pengamatan bersama antara peneliti dan kelima Selama menjalankan praktik klinik pada stase
calon pengamat terhadap 10 video roleplay PKD, responden melakukan beragam tindakan
komunikasi terapeutik mahasiswa keperawatan keperawatan dasar. Jenis tindakan keperawatan
dengan langkah-langkah yang sesuai dengan yang dilakukan responden tergantung pada kondisi
keterampilan yang diamati dalam penelitian, medis pasien di setiap bangsal dan ruang praktiknya
kemudian hasil pengamatan diuji reliabilitasnya masing- masing. Jenis-jenis tindakan yang dilakukan
menggunakan uji Intraclass Correlation yang oleh responden saat observasi diuraikan di Tabel 2.
menghasilkan nilai koefisien reliabilitas cukup Berdasarkan Tabel 2, jenis tindakan keperawatan
(r=0,564). Rekruitmen dan pemberian informed yang paling banyak dilakukan oleh responden di
consent pada responden dilakukan oleh asisten lokasi praktik ketika diobservasi adalah mengukur
penelitian. tanda-tanda vital pasien (35%).
Penelitian dilakukan pada Bulan
November-Desember 2016. Observasi dilakukan Hasil Skor Harga Diri
satu kali pada setiap responden oleh seorang
Skor harga diri yang mungkin diperoleh
pengamat ketika responden melakukan asuhan
responden ada dalam rentang 20 sampai
keperawatan pada pasien. Tindakan
100. Skor harga diri responden (n=60)
keperawatan yang dilakukan beragam saat
menunjukkan rata-rata 72,4 dan standar deviasi
dilakukan observasi. Hasil penelitian kemudian
±9,19. Rata-rata skor harga diri responden
dianalisis menggunakan uji Pearson. Uji tersebut
cenderung tinggi karena lebih mendekati skor
dipilih untuk menentukan koefisien korelasi dalam
maksimal dibandingkan skor minimal yang bisa
penelitian ini karena distribusi data normal.
diperoleh. Distribusi frekuensi kategori skor harga
diri responden
ditunjukkan dalam Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, Hasil Uji Korelasi
responden yang mendapat skor harga diri rendah Distribusi skor harga diri dan komunikasi terapeutik
atau kurang dari rata-rata (53,4%) lebih banyak normal sehingga Uji Pearson dipilih untuk
dibandingkan responden yang mendapat skor harga menentukan koefisien korelasi dari skor harga diri
diri tinggi atau lebih dari rata-rata (46,6%) dengan dan skor komunikasi terapeutik. Hasil uji korelasi
selisih 4 orang. ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan
koefisien korelasi(r) antara skor harga diri dan skor
Hasil Skor Komunikasi Terapeutik komunikasi terapeutik yang didapat adalah 0,057
Skor komunikasi terapeutik yang mungkin yang menunjukkan hubungan positif sangat lemah,
didapatkan oleh responden dalam penelitian ini ada namun karena angka signifikansi yang didapat (p)
dalam rentang 0-20 (untuk pertemuan pertama) dan lebih besar dari 0,05, maka hubungan tersebut tidak
0-17 (untuk selain pertemuan pertama, karena bermakna secara statistik. Hasil analisis bivariat ini
jumlah item total dikurangi 3 item yang khusus menunjukkan tidak ada hubungan antara skor harga
dilakukan di pertemuan pertama). Skor diri dan skor komunikasi terapeutik responden.
komunikasi terapeutik responden (n=60)
menunjukkan rata-rata 10,93 dan standar deviasi DISKUSI
±1,8. Berdasarkan hasil penelitian, dengan rentang
Nilai batas lulus pada OSCE keterampilan skor harga diri yang mungkin didapat responden
komunikasi terapeutik di PSIK FK UGM adalah 75. yaitu 20-100, skor harga diri responden (n=60)
Dengan menggunakan nilai batas lulus 75, maka nilai ini menunjukkan rata-rata 72,4 dan standar deviasi
setara dengan skor 15 untuk kegiatan pada pertemuan ±9,19. Sebagian besar responden (53,4%) dalam
pertama dan skor 12,75 untuk kegiatan selain pada penelitian ini memiliki skor harga diri rendah atau
pertemuan pertama. Distribusi frekuensi kategori kurang dari rata-rata.
komunikasi terapeutik responden ditunjukkan dalam Sebagian besar responden memiliki harga diri
Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar rendah atau kurang dari rata- rata kemungkinan
responden (86,7%) memiliki skor komunikasi disebabkan penelitian ini dilakukan saat responden
terapeutik kurang. Berdasarkan hasil analisis data, baru saja mengikuti pendidikan profesi selama tiga
beberapa langkah komunikasi terapeutik yang paling minggu sehingga responden masih dalam proses
sedikit dilakukan oleh responden pada fase orientasi adaptasi dan menumbuhkan harga diri. Menurut
adalah menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk Kumaran & Carney (2014), dalam periode transisi
melakukan kegiatan (1,6%) dan menjelaskan tujuan mahasiswa keperawatan umumnya mengalami
kegiatan (16%). Langkah pada fase kerja yang paling kurangnya rasa percaya diri dan harga diri.
sedikit dilakukan adalah memberikan kesempatan Berdasarkan hasil penelitian, dengan rentang
pasien untuk bertanya (13,3%). Pada fase terminasi, skor komunikasi terapeutik yang mungkin yaitu 0-
langkah yang paling sedikit dilakukan adalah 20 untuk pertemuan pertama dan 0-17 untuk selain
memberikan reinforcement positif (6%), melakukan pertemuan pertama, skor komunikasi terapeutik
kontrak waktu (11,6%), dan merencanakan tindak responden menunjukkan rata-rata 10,93 dan
lanjut standar deviasi ±1,8. Berdasarkan hasil penelitian,
dengan pasien (13,3%).
sebagian besar responden (86,7%) mendapatkan menunjukkan hubungan dengan komunikasi
skor komunikasi terapeutik dalam kategori kurang. terapeutik.
Skor komunikasi terapeutik yang kurang pada Komunikasi terapeutik merupakan suatu
sebagian besar responden kemungkinan disebabkan performa kerja yang ditampilkan oleh responden di
responden lebih mengutamakan tindakan depan pasien. Hasil penelitian ini sesuai dengan
keperawatan untuk menghindari kesalahan saat penelitian Baumeister et al. (2003) yang menemukan
melakukan tindakan tersebut. Menurut Anoosheh et bahwa harga diri tidak berhubungan dengan
al. (2009), fokus yang tersita dan orientasi perawat performa kerja (kemampuan non-verbal) yang lebih
pada tugas keperawatan yang sedang dilakukan baik pada orang dewasa yang diteliti.
dapat menjadi barrier komunikasi perawat dengan Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak
pasien. Kourkouta & Papathanasiou (2014) mendukung teori Satir (1972) dalam Neukrug (2014)
menyebutkan bahwa distraksi dan perhatian bahwa harga diri berhubungan dengan komunikasi.
perawat yang terbagi menyebabkan Perbedaan ini kemungkinan muncul karena
komunikasi dengan pasien menjadi kurang efektif. komunikasi terapeutik merupakan jenis
Tugas keperawatan yang dilakukan saat komunikasi khusus yang berbeda dengan
observasi beragam jenis dan tingkat kesulitannya, komunikasi sosial dan tidak hanya ditentukan oleh
mulai dari mengukur tanda- tanda vital sampai faktor internal saja, tetapi juga oleh faktor eksternal
mengambil spesimen darah. Semakin sulit tugas lainnya. Faktor kualitas instrumen komunikasi
maka distraksi komunikasinya akan lebih besar. terapeutik dan kesalahan pengamat juga dapat
Selain itu perbedaan ruangan saat observasi akan menjadi faktor lain yang memunculkan perbedaan
menimbulkan jenis dan usia pasien yang beragam hasil penelitian ini.
yang juga menimbulkan keberagaman tantangan Penelitian ini memiliki sejumlah
berkomunikasi. keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam
Korelasi Pearson antara skor harga diri dan skor penelitian ini diantaranya tidak
komunikasi terapeutik responden menghasilkan nilai dimungkinkannya observasi secara single- blind
koefisien korelasi r=0,057 dan nilai signifikansi sehingga responden menyadari kehadiran
p=0,664 (p>0,05). Hasil korelasi skor harga diri dan pengamat, ini diantisipasi sedapat mungkin dengan
skor komunikasi terapeutik dalam penelitian ini merahasiakan aspek- aspek yang diamati dari
tidak mendukung adanya hubungan antara skor responden. Selain itu observasi dan jenis tindakan
harga diri dan skor komunikasi terapeutik. keperawatan kurang homogen, faktor human error
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil pada pengamat yang dapat mempengaruhi
penelitian Rahmawati (2006) tentang faktor- faktor keabsahan observasi, checklist yang hanya menilai
yang berhubungan dengan komunikasi terapeutik komunikasi verbal dan belum menilai komunikasi
mahasiswa profesi PSIK FK UGM. Faktor-faktor non-verbal, serta jumlah sampel yang sangat sedikit
internal mahasiswa yang diteliti oleh Rahmawati (60 orang).
(2006) yaitu pengetahuan, peran dan hubungan,
sosial budaya, jenis kelamin, emosi, dan SIMPULAN
lingkungan tidak
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan yaitu: 1) Sebagian besar responden
(53,4%) memiliki skor harga diri yang rendah; 2)
Sebagian besar responden
(86,7%) memiliki skor komunikasi terapeutik yang
kurang; 3) Tidak ada hubungan antara skor harga diri
Chris, E., Pais, M., Kumar, S. P., & Sisodia, V.
dan skor komunikasi terapeutik pada mahasiswa (2012). Perceived self-esteem amongst
profesi PSIK FK UGM. first-year nursing students: A cross-
Program studi lebih mempersiapkan sectional survey. 2012. International
mahasiswa untuk berkomunikasi dengan pasien
sejak awal melalui praktik keterampilan komunikasi
Journal of Health and Rehabilitation
terapeutik dengan melibatkan pasien atau pasien Sciences, 1(2): 74–80.
standar. Bagi rumah sakit pendidikan supaya lebih
Edwards, D., Burnard, P., Bennett, K., & Hebden, U.
menekankan pentingnya komunikasi terapeutik
(2010). A longitudinal study of stress and self-
selama praktik klinik atau selama melakukan
esteem in student nurses. Nurse Education
asuhan keperawatan. Penelitian selanjutnya perlu
Today, 30(1): 78–84.
mempertimbangkan keseragaman tindakan yang
dilakukan mahasiswa saat pengamatan. Selain itu Fransiska, L. (2007). Hubungan harga diri
perlu dikembangkan instrumen komunikasi dengan tingkat depresi pada mahasiswa
terapeutik berkualitas yang khusus untuk mahasiswa PSIK FK UGM Tingkat Pertama Tahun
keperawatan pada setting klinik demi mendapatkan
Ajaran 2005/2006 (Skripsi). Program Studi
hasil pengamatan yang lebih reliable.
Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah
DAFTAR PUSTAKA Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Ahn, Y., & Choi, J. (2015). Factors Affecting Korean
Nursing Student Empowerment in Clinical Heatherton, T. F. & Polivy, J. (1991).
Practice. Nurse Education Today, 35(12): 1301– Development and validation of a scale for
1306. measuring state self-esteem. Journal of
Anoosheh M. S., Zarkhah, S., Faghihzadeh, S., &
Personality and Social Psychology, 60(6):
Vaismorasi, M. (2009). Nurse- patient
communication barriers in Iranian nursing. 895-910.
International Nursing Review, 56(2): 243-249.
Kourkouta, L., & Papathanasiou, I. V. (2014).
Asmadi. (2008). Teknik prosedural Communication in nursing practice. Mater
keperawatan konsep dan aplikasi Sociomed, 26(1): 65–67.
kebutuhan dasar klien. Jakarta: Penerbit Kumaran, S. & Carney, M. (2014). Role transition
from student nurse to staff nurse: Facilitating
Salemba Medika.
the transition period. Nurse Education in
Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, Practice, 14(6): 605-
J. I., & Vohs, K. D. (2003). Does high self-esteem 611.
cause better performance, interpersonal Levett-Jones, T. & Bourgeois, S. (2015). The clinical
success, happiness, or healthier lifestyles?. placements: An essential guide for nursing
American Psychological Society, 4(1): 1-44. students. Sydney: Elsevier Mosby.
Levett-Jones, T., Pitt, V., Courtney-Pratt, H., Harbrow, G.,
Berman, A., Snyder, S. J., & Kozier, B. (2015).
& Rossiter, R. (2015). What are the primary
Kozier and Erb’s fundamentals of nursing. concerns of nursing students as they prepare
Melbourne: Pearson. for and contemplate their first clinical placement
experience?. Nurse Education in Practice,
15(2015): 304–309.
Liu, M., Gu, K., Wong, T. K. S., Luo M.
Z., & Chan M. Y. (2015). Perceived stress among
Macao nursing students
in the clinical learning environment. International Journal of Nursing Sciences, 2(2015): 128-
133.
Moridi, G., Khaledi, S., & Valiee, S. (2014). Clinical training stress-inducing factors from the students’
viewpoint: A questionnaire-based study. Nurse Education in Practice, 12(2014): 160-
163.
Neukrug, E. (2014). The world of the counselor: An introduction to the counseling profession. USA: Cengage
Learning.
Ni, C., Liu, X., Hua, Q., Lu, A., Wang, B., &
Yan, Y. (2009). Relationship between coping, self-esteem, individual factors and mental health among
Chinese nursing students: A matched case– control study. Nurse Education Today, 30(2010): 338–343.
Öztürk, H., Çilingir, T., & Şenel, P. (2013). Communication problems experienced by nursing students
in clinics. Procedia- Social and Behavioral Sciences, 93(2013): 2227–2232.
Pandey, A. R., & Chalise, H. N. (2015). Self- esteem and academic stress among nursing students.
Kathmandu University Medical Journal, 52(4): 298-302.
Paunescu, C., Pitigoi, G., Gagea, G., & Paunescu, M. (2014). Study on the self- evaluation of self-
esteem among young adults. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 117(2014): 705–709.
Rahmawati, A. (2006). Pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswa
psik fk ugm program a tahap profesi dengan klien di RS Sardjito Yogyakarta (skripsi). Program
Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Reeve, K. L., Shumaker, C. J., Yearwood, E. L., Crowell, N. A., & Riley, J. B. (2013). Perceived stress and social
support in undergraduate nursing students’ educational experiences. Nurse Education
Today, 33(4): 419-424.
Satir, V. (1972). Peoplemaking. Palo Alto: Science and Behavior Books.
Schultz, J. M. & Videbeck, S. L. (2009). Lippincott’s manual of psychiatric nursing care plans. USA:
Lippincott Williams & Wilkins.
Shaban, I. A., Khater, W. A., & Akhu-Zaheya,
L. M. (2012). Undergraduate nursing students’ stress sources and coping behaviors during their initial
period of clinical training: A Jordanian perspective. Nurse Education in Practice, 12(4): 204– 209.
Subagya, A. N. (2012). Hubungan harga diri dengan kualitas hidup wanita menopause di Dusun
Jogonalan Kidul Kasihan Bantul (Skripsi). Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Suliman, W. A. & Halabi, J. (2007). Critical thinking, self-esteem, and state anxiety of nursing students. Nurse
Education Today, 27(2007): 162–168.
Syahreni, E. & Waluyanti, F. T. (2007). P e n g a l a m a n m a h a s i s w a S1 keperawatan program regular dalam
pembelajaran klinik. Jurnal Keperawatan Indonesia, 2(11): 47–53.
Xie, J., Ding, S., Wang, C., & Liu, A. (2012).
An evaluation of nursing students’ communication ability during practical clinical training. Nurse
Education Today, 33(2013): 823–827.
FORM ANALISIS JURNAL KORELASI HUBUNGAN HARGA DIRI DAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK MAHASISWA PROFESI KEPERAWATAN
NO ITEM ANALISIS HASIL ANALISIS
2 Latar belakang Praktik klinik keperawatan memiliki stresor tinggi yang dapat
mempengaruhi harga diri mahasiswa. Komunikasi terapeutik
merupakan skill mendasar dan penting dalam mencegah
kesalahan medis dan memberikan pelayanan optimal terhadap
pasien.
4 Tujuan khusus Mengetahui hubungan skor harga diri dan skor komunikasi
terapeutik mahasiswa profesi di Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat,
dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada.
5 Isi Tinjauan Pustaka Praktik klinik adalah bagian penting dalam pendidikan
keperawatan yang memiliki tujuan utama menghasilkan perawat
dengan konsep diri yang sehat dan memiliki pelayanan berpusat
pasien (Levett-Jones et al., 2015). Mahasiswa sarjana
keperawatan di Indonesia akan menempuh tahap akademik
kemudian tahap profesi ners melalui pembelajaran klinik.
10 Cara menentukan sampel Keenam puluh sampel dipilih dari 111 anggota populasi dengan
purposive sampling.
16 Uji analisis yang digunakan Hasil penelitian dianalisis dengan Uji Pearson
17 Hasil penelitian Harga diri sebagian besar responen berada pada kategori rendah
atau kurang dari rata-rata (53,4%). Komunikasi terapeutik
sebagian besar responden berada pada kategori kurang (86,7%).
Uji korelasi skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik
menghasilkan r=0,057 dan p=0,664.
18 Isi pembahasan Sebagian responden memiliki harga diri rendah, hal ini
disebabkan responden baru tiga minggu mengikuti pendidikan
profesi sehingga dalam proses adaptasi dan proses
menumbuhkan harga diri. Skor komunikasi terapeutik yang
kurang pada sebagian besar responden disebabkan
responden terfokus pada tindakan keperawatan untuk
menghindari kesalahan. Hasil korelasi skor harga diri dan skor
komunikasi terapeutik dalam penelitian ini tidak mendukung
adanya hubungan antara skor harga diri dan skor komunikasi
terapeutik. Hasil ini disebabkan komunikasi terapeutik tidak
hanya ditentukan oleh faktor internal, namun juga faktor
eksternal serta perbedaan jenis tindakan keperawatan yang
memiliki kesulitan yang berbeda dan perbedaan ruang rawat
inap.
ABSTRAK
Keadaan kurangnya tingkat kepuasan pasien terjadi karena tuntutan kebutuhan pasien semakin meningkat, namun
tidak diiringi dengan perbaikan tindakan perawat. Apabila pasien merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan
yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat
penting bagi pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sebagai mana yang dilakukan
RSUD dr. R. Koesma Tuban, perlu mendapatkan perhatian, khususnya dalam kualitas pelayanan agar sesuai dengan
kebutuhan dan harapan masyarakat. Penelitian ini memfokuskan pada mutu pelayanan keperawatan dan tingkat
kepuasan pasien di Ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien di Ruang asoka RSUD dr. R. Koesma
Tuban. Meotde: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional,
sedangkan analisis data yang digunakan adalah uji statistik korelasi Rank Spearman. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pasien di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban yang sesuai dengan kriteria inklusi
sebanyak 155, dengan besar sampel penelitian 112 responden dengan menggunakan teknik simple random
sampling. Hasil: Hasil penelitian didapatkan sebagian besar pasien merasa cukup puas dengan pelayanan
keperawatan yang cukup baik. Hasil Uji Korelasi Spearmen (rs) didapatkan, variabel mutu pelayanan keperawatan
(p <0,05) mempunyai hubungan terhadap tingkat kepuasan pasien dengan korelasi sedang (r = 0,476) dan arah
korelasi positif yang berarti semakin baik mutu pelayanan keperawatan maka semakin tinggi tingkat kepuasan
pasien. Kesimpulan: Hampir setengah dari total perawat di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban memiliki mutu
pelayanan keperawatan yang cukup baik; hampir setengah dari total pasien merasa cukup puas dengan pelayanan
keperawatan yang diperoleh; Ada hubungan mutu hubungan pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan
pasien di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban
Kata kunci : Mutu Pelayanan Keperawatan, Kualitas Pelayanan, Tingkat Kepuasan Pasien
ABSTRACT
The lack of patient satisfaction is due to the increasing demands of the patient's needs, but this is not accompanied
by improvements in nurses' actions. If the customer feels dissatisfied with a service provided, then that service can
be ascertained to be ineffective and inefficient. This is especially important for public services. Providing services to
the community as done by RSUD Dr. R. Koesma Tuban, needs to get attention, especially in the quality of services to
suit the needs and expectations of the community. This study focuses on the quality of nursing services and the level
of patient satisfaction in the Asoka Hospital Dr. R. Koesma Tuban. This study aims to determine the relationship
between the quality of nursing services with the level of patient satisfaction in the Asoka Hospital Dr.
R. Koesma Tuban. This study uses analytic survey research with cross sectional approach, while the data analysis
used is the Spearman Rank correlation test. The population used in this study were patients in the Asoka room of
RSUD dr. R. Koesma Tuban who fit the inclusion criteria as many as 155, with a large sample of 112 respondents
using a simple random sampling technique. The results showed that most patients were quite satisfied with the
quite good nursing services. Spearmen Correlation Test Results (rs) obtained, the variable quality of nursing
services (p
<0.05) has a relationship to the level of patient satisfaction with moderate correlation (r = 0.476) and the direction
of the positive correlation which means the better the quality of nursing services, the higher the level of satisfaction
patient.Almost half of the nurses at Asoka Room RSUD dr. R. Koesma Tuba have a good quality nursing service.
Almost half of the patient at Asoka Room RSUD dr. R. Koesma Tuban feel satisfy with nurse’s service; there is a
correlation between the quality of nurse service and the level of patient satisfaction at Asoka Room RSUD dr. R.
Koesma Tuban.
2019
Pelayanan
No. Keperawatan f %
1. Baik 27 24,1
2. Cukup 69 61,6
3 Kurang 16 14,3
(100%)
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa
Hasil Uji korelasi Spearman Rank ρ = 0,000
diruang asoka kepuasan pasien dalam kategori
sedang karena kinerja dan pelayanan perawat Nilai r = 0,476
dalam memberikan tindakan keperawatan yang
relatif kurang tanggap atau cukup lama sehingga
pasien tidak cukup puas dengan kinerja Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa
pelayanan yang diberikan, dalam hal ini kepuasan pasien sedang dengan pelayanan
kepuasan pasien sangat pengaruhi oleh faktor keperawatan yang cukup yaitu sejumlah 46
pelayanan yang diberikan perawat. Kepuasan (66,6%), sedangkan kepuasan pasien tinggi
responden hanya berada kategori sedang dengan pelayanan keperawatan yang baik
mungkin dikarenakan juga dari pengalaman sejumlah 17 (62,9%) dan kepuasan pasien
responden yang pernah memanfaatkan RSUD dr. rendah dengan pelayanan keperawatan yang
R. Koesma Tuban dalam mengatasi masalah kurang sejumlah 7 (43,7%).
kesehatannya. Pengalaman tersebut dapat Berdasarkan tabel 5 Hal ini dibuktikan
mempengaruhi penilaian responden menjadi dengan analisa menggunakan program SPSS
biasa saja pada layanan yang baik maupun yang dengan uji korelasi spearman rank dan tingkat
kurang baik. dilihat dari segi karakteristik signifikansi (α) 0,05 didapatkan ρ = 0,00 dimana
layanan, kemungkinan perawat memberikan ρ < 0,05 maka disimpulkan H1 diterima, artinya
layanan yang sewajarnya, tidak memberikan
ada hubungan antara Pelayanan Keperawatan
layanan yang eksklusif maupun tidak
dengan Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD
dr. R. Koesma
Tuban. Selain itu didapatkan nilai korelasi Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat
spearman = 0,476 yang menunjukkan bahwa memperkuat teori yang dikemukakan bahwa
arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi pelayanan merupakan hal terpenting dari faktor-
yang sedang antara mutu Pelayanan faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien. 8
Keperawatan dengan tingkat Kepuasan Pasien di Pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
Ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban. Dengan keperawatan harus kompeten dan
kata lain semakin baik pelayanan keperawatan memperhatikan kebutuhan pasien dan
maka semakin tinggi kepuasan yang dirasakan menghargai pasien. Pelayanan yang memberikan
pasien, begitu pula sebaliknya. Sejalan dengan kesan baik akan meningkatkan kepuasan pasien.
terdapat hubungan korelasi positif sebesar 0,529 Hasil penelitian di Ruang Asoka RSUD dr.
antara kualitas pelayanan tenaga perawat dengan R. Koesma Tuban bahwa ada responden yang
tingkat kepuasan pasien diruang rawat inap menilai pelayanan keperawatan berada pada
badan RSUD dr. H. Soewondo Kendal.9 kategori kurang namun tingkat kepuasan tinggi
Kepuasan pelanggan (pasien) terjadi sejumlah 1 orang. Peneliti menganalisa penyebab
apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, responden menyatakan kepuasannya tinggi
atau harapannya dapat terpenuhi. Harapan dengan pelayanan yang kurang dikarenakan
tersebut dapat terpenuhi melalui jasa (pelayanan responden merasa lelah dan kurang bersemangat
kesehatan) yang diterima olehnya. Oleh karena dalam mengisi kuesioner sehingga responden
itu kepuasan pasien adalah selisih (gap) antara dalam mengisi kuesioner asal-asalan. Hal ini
layanan yang diterima oleh pasien dengan selaras bahwa faktor emosional mempengaruhi
harapan pasien pada layanan tersebut.4 tingkat kepuasan pasien. 7
Pasien dalam mengevaluasi kepuasan Disisi lain masih ada beberapa yang
terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu menilai layanan keperawatan pada kategori
pada beberapa faktor yaitu kualitas produk atau kurang baik memiliki tingkat kepuasan rendah.
jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, Layanan keperawatan yang diterima oleh pasien
karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, ternyata kurang dari harapan pasien, maka
komunikasi, suasana, desain visual.8 pasien tersebut merasa tidak puas karena merasa
Mengevaluasi jasa yang bersifat kecewa. Apabila pelayanan keperawatan yang
intangible, konsumen umumnya menggunakan diterima tidak sebanding atau lebih besar dari
beberapa atribut atau faktor kepuasan meliputi harapan pasien maka pasien merasa puas. Maka
bukti langsung (Tangible), keandalan dapat dikatakan bahwa pelayanan keperawatan
berhubungan dengan kepuasan yang dirasakan
(Reability), Daya tanggap (Responsiveness),
pasien. Semakin baik pelayanan keperawatan,
jaminan (Assurance), dan empati.2
maka kepuasan pasien semakin tinggi pula.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Demikian juga sebaliknya, semakin rendah
hipotesis pada penelitian ini diterima yaitu ada pelayanan keperawatan, maka kepuasan pasien
hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan semakin rendah pula.
tingkat kepuasan pasien. terdapat hasil penelitian Dari hasil penelitian pelayanan
tentang pelayanan keperawatan dengan tingkat keperawatan yang baik dari perawat merupakan
kepuasan yang mendukung hasil penelitian ini, salah satu sikap yang merupakan unsur yang
yaitu penelitian dengan judul “Hubungan Kualitas sangat penting dalam proses yang berlangsung
Pelayanan Tenaga Perawat dengan Tingkat sehingga menciptakan rasa nyaman dan aman
Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Badan dari pasien. Pasien yang diperlakukan dengan
RSUD dr. H. Soewondo Kendal”. 7 Hasil penelitian penuh kasih sayang, terutama adanya tindakan
tersebut juga menunjukkan bahwa ada hubungan keperawatan dengan baik akan menghasilkan
yang bermakna antara persepsi pasien terhadap kesembuhan luka yang lebih cepat, berkurangnya
mutu pelayanan dengan kepuasan pasien. rasa nyeri, berkurangnya
kecemasan dan mempercepat rawat inap di Sebaiknya pihak rumah sakit
rumah sakit yang berdampak pada kepuasan mempertahankan tahap persiapan dalam
pasien. tindakan keperawatan dan meningkatkan tahap
Tindakan keperawatan yang baik dari pelaksanaan dan tahap terminasi dalam
perawat dalam melakukan pelayanan pemberian pelayanan keperawatan dengan
keperawatan menjadi salah satu komponen yang memperhatikan atau mengkaji faktor penunjang
utama. Kepuasan pasien merupakan keluaran kepuasan pasien yaitu mempertahankan aspek
layanan kesehatan. Dengan demikian kepuasan assurance dan meningkatkan aspek tangible dan
pasien merupakan salah satu tujuan untuk responsiveness Selain itu meningkatkan
meningkatkan kualitas pelayanan. Dapat kolaborasi dan kepercayaan diri perawat,
dibuktikan bahwa pasien di Ruang Asoka RSUD pengembangan persahabatan dan kebersamaan
dr. R. Koesma Tuban pada bulan Maret- April di lingkungan kerja, meningkatkan dukungan dari
Tahun 2019 merasa puas terhadap mutu tim kerja dan hubungan kerjasama yang lebih
pelayanan keperawatan yang baik terhadap harmonis antara atasan dan bawahan serta
pasien dan keluarga pasien. sesama rekan kerja, pembayaran yang sesuai
dengan beban kerja dan tanggung jawab,
IV. SIMPULAN DAN SARAN memberikan pelatihan tingkat lanjut dan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan kesempatan pengembangan diri dimana setiap
dapat disimpulkan bahwa: perawat diberi kesempatan yang sama, begitu
1. Hampir setengahnya perawat di ruang pula memberi kesempatan yang sama untuk
Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban promosi karir guna meningkatkan pelayanan
memiliki mutu pelayanan keperawatan keperawatan dan meminimalisir keluhan
yang cukup baik, hal ini dibuktikan kepuasan pasien.
dengan banyaknya pasien maupun 3. Bagi Perawat
keluarga pasien yang mengutarakan hal Sebaiknya perawat mempertahankan atau
tersebut. meningkatkan pelayanan keperawatannya dalam
2. Hampir setengahnya pasien merasa rangka meminimalisir keluhan pasien serta
meningkatkan ketrampilan dan profesionalisme
cukup puas dengan pelayanan
kerjanya. Selain itu perawat diharapkan dapat
keperawatan yang diperoleh, hal itu
mengkomunikasikan keluhan- keluhan dengan
dibuktikan dengan sedikitnya keluhan
baik dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
pasien tentang mutu pelayanan Perawat juga dapat memberikan saran dan
keperawatan yng diterima dari perawat masukan kepada pihak pengelola rumah sakit
di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma secara terbuka pada setiap agenda rapat rutin
Tuban. berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang
3. Ada hubungan mutu hubungan pelayanan dirasa kurang sesuai atau perlu dilakukan
keperawatan dengan tingkat kepuasan pembenahan.
pasien di ruang Asoka RSUD dr. R.
Koesma Tuban. V. UCAPAN TERIMA KASIH
SARAN 1. Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE
1. Bagi Peneliti Selanjutnya selaku ketua STIKES Nahdlatul Ulama
Peneliti selanjutnya sebaiknya mampu Tuban
mengembangkan penelitian lebih lanjut 2. Ummu Qonitun, S.SiT., M.Keb., MM., selaku
mengenai masing masing dari komponen ketua LPPM STIKES Nahdlatul Ulama
variabel kepuasan pasien yaitu reliability, Tuban
assurance, tangible, emphaty, responsiveness,
3. Seluruh dosen dan civitas akademika
dengan komponen variabel pelayanan
STIKES Nahdlatul Ulama Tuban
keperawatan meliputi tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap terminasi.
2. Bagi Instansi Rumah Sakit
REFERENSI
1. Ehsan MM, Ghafoor MM, Iqbal, HK. Impact of brand image, service quality and price on customer
satisfaction. International Journal of Business and Social Science. 2012; (3): 23.
2. Nursalam. Manajemen keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2015.
3. Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. Service Quality and Satisfaction, Edisi 4. Penerbit Andi: Yogyakarta;
2016.
4. S. Supriyanto dan Ernawati. Pemasaran industri jasa kesehatan. Penerbit CV Andi Offset: Yogyakarta; 2010.
5. Triwibowo. Manajemen pelayanan keperawatan di rumah sakit. TIM: Jakarta; 2013.
6. Asmuji. Manajemen keperawatan. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta; 2012.
7. Ertanto, W. Hubungan antara kualitas pelayanan tenaga perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruang
rawat inap badan rumah sakit umum dr.
H. Soewondo Kendal. 2002. Available from:http://eprints.undip.ac.id/6687/1/1395.pdf.
8. Moenir. Manajemen pelayanan umum di indonesia. PT. Bumi Aksara: Jakarta; 2002.
9. Simamora, R. Buku ajar manajemen keperawatan. EGC: Jakarta; 2015.
FORM ANALISIS JURNAL KORELASI HUBUNGAN MUTU
PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT
KEPUASAN PASIEN DI RUANG ASOKA RSUD DR. R.
KOESMA TUBAN
4 Tujuan khusus
1. Untuk Mengetahui Distribusi Responden berdasarkan
Usia di Ruang Asoka RSUD dr. R. KoesmaTuban pada
Bulan Maret-April Tahun 2019
5 Isi Tinjauan Pustaka Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap pasien dari
pertama kali datang sampai meninggalkan rumah sakit. Pasien
dikatakan puas jika pelayanan yang diterima oleh pasien sesuai
dengan harapan pasien atau melampaui harapan yang pasien
inginkan dan jika pelayanan yang diterima oleh pasien tidak
sesuai harapan maka sebaliknya pasien tidak puas2. Keadaan
kurangnya kepuasan pasien terjadi karena tuntutan kebutuhan
pasien semakin meningkat, namun tidak diiringi dengan
perbaikan tindakan perawat.1 Oleh karena itu pelayanan
rumah sakit seringkali mengalami permasalahan yang
mencakup tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap
pelayanan dirawat inap dan rawat jalan yang dianggap kurang
memadai atau memuaskan. 2
6 Hipotesis bila ada Apakah Ada Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Tenaga
Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap
Badan RSUD dr. H. Soewondo Kendal?
11 Kriteria inklusi Pasien yang di rawat di ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban
sebanyak 155 pasien. Pasien yang rawat inap pada Bulan
Maret-April Tahun 2019
12 Kriteria eksklusi Pasien yang tidak bersedia mengisi kuesioner, pasien yang
tidak bisa menulis ataupun membaca
13 Cara pengumpulan data Peneliti membagikan kuesioner pada pasien yang bersedia
menjadi responden yaitu 112 responden pasien di ruang
asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban dan peneliti mengolah data
menggunakan SPSS, kemudian penulis membuat kesimpulan
berdasarkan hipotesis awal dari data yang diperoleh.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah mutu pelayanan
keperawatan sedangkan variabel terikatnya yaitu tingkat
kepuasan pasien. Serta pengolahan data menggunakan Uji
Spearmen Rank. Adapun ketentuan pengambilan keputusan
apakah hipotesis diterima atau ditolak dengan melihat
signifikan. Bila p (<0,05) maka analisis menunjukkan hasil
yang signifikan, dengan penyataan lain H1 diterima, maka
terdapat hubungan mutu pelayanan keperawatan dan
tingkat kepuasan pasien di ruang asoka RSUD dr. R. Koesma
Tuban.
14 Instrumen yang digunakan Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yaitu kuesioner mutu pelayanan keperawatan dan
kuesioner tingkat kepuasan pasien.
15 Uji validitas & reliabilitas Tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas
16 Uji analisis yang digunakan Penelitian ini menggunakan Analisa bivariate dengan data yang
berskala ordinal dan ordinal, serta pengolahan data
menggunakan Uji Spearmen Rank. Adapun ketentuan
pengambilan keputusan apakah hipotesis diterima atau ditolak
dengan melihat signifikan. Bila p (<0,05) maka analisis
menunjukkan hasil yang signifikan, dengan penyataan lain H1
diterima, maka terdapat hubungan mutu pelayanan
keperawatan dan tingkat kepuasan pasien di ruang asoka RSUD
dr. R. Koesma Tuban.
Bagi Perawat
ABSTRAK
Apendisitis merupakan bagian dari kasus kegawatan yang sering terjadi pada area abdomen. Apendisitis adalah suatu
penyakit prototype yang berlangsung melalui peradangan akibat obstruksi dan iskemia dengan gejala utamanya
adalah nyeri yang mencerminkan dari keadaan penyakit. Apendisitis memerlukan tindakan bedah apendektomi untuk
mengurangi resiko perforasi. Tindakan bedah pendektomi merupakan salah satu jenis luka yaitu luka insisi. Waktu
penyembuhan luka dapat ditentukan dengan membedakan dari jenis luka akut ataupun kronis. Apendektomi yang tidak
mengalami infeksi pasca pembedahan termasuk kategori dari luka akut, secara fisiologis luka akut akan sembuh ± 0-
21 hari. Akan tetapi, jika pemberian gizi tidak terpenuhi dengan baik maka akan menghambat proses penyembuhan
luka. Faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka salah satunya adalah status gizi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan proses penyembuhan luka pada pasien post apendektomi di
RSUD.Dr.H. Abdoel muluk Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan penlitian analitik observasi dengan
pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Data dianalisis
menggunakan uji Chi-square. Dari uji Chi-quare didapatkan hubungan status gizi dengan proses penyembuhan luka
yang bermakna (p<0.05) yaitu diperoleh nilai p=0.004,dan diperoleh nilai (OR=10.5) dapat dikatakan bahwa status
gizi cukup 10.5 kali lebih besar mengalami penyembuhan luka baik jika dibandingkan dengan status gizi kurang.
Terdapat hubungan antara status gizi dengan proses penyembuhan luka pada pasien post apendektomi.
ABSTRACT
Appendicitis is part of the emergency cases that often occur in the abdominal area. Appendicitis is a prototype disease
that takes place through inflammation due to obstruction and ischemia with the main symptoms which is pain that
reflects the state of the disease. Appendicitis requires surgical appendectomy to reduce the risk of perforation.
Apendectomy surgery is one type of wound that is an incision wound. The time of wound healing can be determined by
the distinguishing between types of acute or chronic wounds. Appendectomy that does not have a post-surgical
infection is categorized as an acute wound, physiologically the acute wound will heal ± 0-21 days. However, if the
provision of nutrition is not fulfilled properly it will be almost the wound healing process. One factor that can
influence the wound healing process is nutritional status. This study aim to determine the correlation of nutritional
status with the wound healing process of post-appendectomy patients in RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek, Bandar
Lampung. This study used observational analytic with cross sectional approach. The sampling technique used was
accidental sampling. The data were analyzed by using Chi-square test. From the Chi-square test found a relationship
of nutritional status with a significant wound healing process (p <0.05) which is obtained p = 0.004, and the value
obtained (OR = 10.5) can be said that adequate nutritional status is 10.5 times more likely to experience good wound
healing when compared to undernourished nutritional status. There is a correlation between nutritional status and
wound healing process in post-appendectomy patients.
Tabel 3. Hubungan Status Gizi dengan Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Post Apendektomi di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
Penyembuhan Luka PR
P-
Status Total (95%
Kurang baik Baik valu
Gizi CI)
e
N % N % N %
Gizi 9 75 3 25 12 100 10.5
kurang 0,004 (1.889
Gizi -
4 22.2 14 77.8 18 100
Lebih 58.359)
Total 13 43.3 17 56.7 30 100
Tabel 3 diketahui bahwa dari hasil Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai
penelitian didapatkan dari 12 responden dengan p value = 0..004 (PR=10.5) dan (95% CI=
status gizi kurang ada sebanyak 9 responden 1.889-58.359), maka dapat disimpulkan bahwa
(75%) yang mengalami penyembuhan luka ada hubungan bermakna antara status gizi
kurang baik, sedangkan dari 18 responden dengan proses penyembuhan luka pada pasien
dengan status gizi lebih ada sebanyak 14 post operasi apendektomi (Ha diterima dan H0
responden (77.8%) yang mengalami ditolak). Dari nilai PR dengan pendekatan odds
penyembuhan luka baik. ratio (PR=Prevalensi Ratio) dapat dikatakan
bahwa status gizi lebih berisiko 10.5 kali lebih diperoleh dari protein hewani dan protein nabati.
besar mengalami penyembuhan luka baik jika Protein hewani merupakan protein sempurna
dibandingkan dengan status gizi kurang. yaitu protein yang mengandung asam amino
Dari hasil analisis menunjukan bahwa esensial lengkap. Sedangkan protein nabati
terdapat hubungan status gizi dengan proses merupakan jenis protein tidak sempurna karena
penyembuhan luka. Dari perhitungan yang tidak mengandung asam amino esensial atau
terlampir, didapatkan nilai p-value sebesar 0.004 kandungan asam amino esensialnya sangat
yang artinya p-value <0.05 maka H0 ditolak dan rendah sehingga dinilai tidak dapat menjamin
Ha diterima yang berarti terdapat hubungan berbagai keperluan pertumbuhan dan
antar kedua variabel. Hal tersebut sesuai dengan mempertahankan kehidupan berbagai jaringan
teori yang menyebutkan, apabila status gizi pada tubuh. Protein hewani antara lain terdapat
pasien baik makan penyembuhan luka juga akan pada telur, daging, ikan, udang, susu, dan keju.
baik. Sedangkan protein nabati banyak terkandung
Diketahui bahwa hasil analisis dalam tahu, tempe, kacang-kacangan, jagung
hubungan antara status gizi dengan proses dan lain-lain.13 Status gizi orang dewasa dapat
penyembuhan luka pada pasien post ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
apendektomi diperoleh dari 12 responden atau Body Mass Index (BMI), khususnya yang
dengan status gizi kurang ada sebanyak 9 berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
responden (75%) yang mengalami penyembuhan berat badan. Masalah kekurangan dan kelebihan
luka kurang baik, sedangkan dari 18 responden gizi pada dewasa (di atas 18 tahun) merupakan
dengan status gizi lebih ada sebanyak 14 masa penting, karena selain mempunyai resiko
responden (77.8%) yang mengalami penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi
penyembuhan luka baik. Dari hasil analisis produktifitas kerjanya. IMT dipercayai dapat
diperoleh nilai PR dengan pendekatan odds ratio menjadi indikator atau menggambarkan kadar
(PR=Prevalensi Ratio) memiliki kecenderungan adipositas dalam tubuh seseorang. Lemak
berisiko 10.5 kali lebih besar status gizi lebih memiliki peran penting dalam struktur dan
mengalami penyembuhan luka baik jika fungsi membran sel. Peran asam lemak dalam
dibandingkan dengan status gizi kurang. penyembuhan luka masiih belum begitu
Status gizi merupakan salah satu faktor dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak
yang berpengaruh langsung terhadap keadaan berperan untuk sintesis sel tubuh. Kekurangan
kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka
konsumsi makanan yang tidak sesuai dengan akan tetapi pasien yang gemuk atau kelebihan
kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun lemak dalam tubuh/jaringan dapat meningkatkan
kualitasnya. Apabila zat gizi yang dibutuhkan resiko infeksi pada luka karena suplai darah
tidak cukup akan mempengaruhi proses
jaringan adiposa tidak adekuat.10
penyembuhan luka, menaikkan kepekaan
Secara fisiologis pada pasien post
terhadap infeksi, menyumbang peningkatan
operasi terjadi peningkatan ekspenditur untuk
insiden komplikasi dan akan mengakibatkan
energi dan perbaikan, meningkatnya kebutuhan
perawatan yang lebih lama. Status gizi kurang,
untuk homeostasis, pemulihan. Hasil positif
terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
pembedahan sangat tergantung pada mekanisme
atau lebih zat-zat gizi esensial secara terus
imun yang adekuat dan penyembuhan luka.
menerus dalam waktu yang lama. Kekurangan
Keduanya bergantung dari peningkatan sintesis
gizi terutama protein sangat berpengaruh
protein baru, yang secara signifikan membatasi
terhadap proses penyembuhan luka. Protein
keseimbangan nitrogen dan keseimbangan
diperlukan untuk penyembuhan luka dan untuk
energi. Semi-starvasi akan terjadi dalam
membangun kembali berbagai jaringan tubuh
beberapa hari bukan beberapa minggu, jika
yang mengalami perubahan setelah menjalani
intake tidak memenuhi kebutuhan, khususnya
tindakan pembedahan. Sumber protein dapat
protein dan energi.12
Malnutrisi dapat mempengaruhi yang dapat menentukan faktor-faktor yang
beberapa area dari proses penyembuhan. mempengaruhi proses penyembuhan luka post
Kekurangan protein menurunkan sintesa dari operasi apendektomi yang belum dapat diteliti
kolagendan leukosit. Ketika luka terinfeksi, pada kesempatan kali ini.
respon inflamasi berlangsung lama dan
penyembuhan luka terlambat. Pada orang-orang V. UCAPAN TERIMAKASIH
yang gemuk penyembuhan luka lambat karena Peneliti mengucapkan terima kasih
suplai darah jaringan adipose tidak adekuat dan kepada semua pihak yang berperan dalam
jaringan lemak lebih sulit menyatu, dan lama pelaksanaan penelitian ini, terutama kepada
untuk sembuh.11 Jaringan lemak kekurangan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek yang telah
persediaan darah yang adekuat untuk menahan mendukung pelaksanaan penelitian.
infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan
elemen-elemen seluler untuk penyembuhan. REFERENSI
Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak 1. Zamzahar, Zarni, Eliza Anas. Pengaruh Teknik
segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Relaksasi Nafas Dalam dan Masase Terhadap
maka proses penyembuhan luka juga akan Penurunan Skala Nyeri Pasien Pasca
terhambat.9 Apendiktomi di Ruang Bedah RSUD Dr. M.
Hal ini sesuai dengan teori Dilla yang Zein Painan. NERS Jurnal Keperawatan.
2012;8(2):138-146.
menyatakan bahwa salah satu faktor yang
2. Depkes,RI. Pedoman praktis memantau status
mempengaruhi penyembuhan luka adalah
gizi orang dewasa. Jakarta Depkes RI. 2011;1-
malnutrisi dan obesitas.14 Juga sesuai dengan 10.
hasil penelitian Nurwahyuningati yang 3. Ceresoli M, Zucchi A, Allievi N, et al. Acute
menunjukan adanya hubungan yang signifikan appendicitis: Epidemiology, treatment and
antara status gizi dengan penyembuhan luka, outcomes- analysis of 16544 consecutive
dimana pada status gizi kurang sebanyak 78,6% cases. World J Gastrointest Surg. 2016;8(10):
yang mengalami penyembuhan luka lama 693–699. https://doi:10.4240/wjgs.v8.i10.
dibandingkan dengan yang berstatus gizi lebih.15 4. Akbar MF, Mutmainah N . Evaluasi
Penggunaan Antibiotik Profilaksis Operasi
Apendisitis Pada Pasien Dewasa Di RSUD Dr.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Moewardi Tahun 2017 (Skripsi).
Gambaran Distribusi Responden Pada
Surakarta:Universitas Muhamadiyah Surakarta
Pasien Post Apendektomi di RSUD. Dr. H. ;2017.
Abdul Moeloek Bandar Lampung. Diketahui 5. Sugiartanti MF, Oesman D,Elfiah U. Pengaruh
dari seluruh sampel, banyak ditemukan pada Kadar Albumin Serum terhadap Penyembuhan
pasien post apendektomi usia <30 tahun Luka pada Pasien Pascaoperasi Laparotomi dan
sebanyak 20 sampel (66.7%). Dan pada jenis Lumbotomi di RSD dr. Soebandi Jember. Jurnal
Kelamin banyak ditemukan pada pasien post Pustaka Kesehatan. 2018;6(3):383-386.
apendektomi jenis kelamin laki-laki sebanyak 6. Puspitasari HA,Basirun, Sumarsih T. Faktor-
19 sampel (63.3%). Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi Penyembuhan Luka
Post Operasi Sectio Caesarea (SC).Jurnal Ilmiah
ada hubungan antara status gizi dengan proses
Kesehatan Keperawatan.2011; 7(1).
penyembuhan luka pada pasien post
7. Primadina N, Basori A, Perdanakusuma DS.
apendektomi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek
Proses Penyembuhan Luka Ditinjau Dari Aspek
Bandar Lampung, Status gizi lebih 10.5 kali Mekanisme Seluler Dan Molekuler. Qanun
lebih besar mengalami penyembuhan luka baik Medika-Medical Journal Faculty of Medicine
jika dibandingkan dengan status gizi kurang. Muhammadiyah Surabaya. 2019;3(1):31-43.
Saran untuk peneliti selanjutnya 8. Hasibuan MTD. Hubungan Status Nutrisi
diperlukan penelitian multicenter dalam jumlah dengan Waktu Penyembuhan Luka pada Pasien
populasi yang lebih luas dengan tempat Post Apendiktomi di Rumah Sakit Kota
penelitian yang berbeda dan penelitian primer Medan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda.
2018;4(1):427-430.
9. Rusjianto. Pengaruh Pemberian Suplemen Seng
(Zn) Dan Vitamin C Terhadap Kecepatan
Penyembuhan Luka Pasca Bedah di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Kedokteran Indonesia. 2009;1(1).
10. Nurwahyuninati D, Aini F, Siswanto Y. Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penyembuhan Luka Post Operasi Laparotomi di
Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang
(Skripsi). Semarang:STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran;2016.
11. Yusuf NA. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Post
Appendectomy Di Rsud Prof. Dr. Aloei Saboe
Kota Gorontalo (Skripsi). Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo;2014.
12. Elisa. Hubungan Antara Status Gizi Terhadap
Proses Penyembuhan Luka Post Section Caesar
Di Ruang Dewi Kunti RSUD Kota Semarang.
Jurnal Keperawatan Maternitas. 2014;1(2):20-
26.
13. Said S, Taslim NA, Bahar B. Gizi dan
Penyembuhan Luka. Jakarta: EGC;2013.
14. Elnovriza D, Bachtiar H, Yenrina. Faktor-faktor
Yang Berrhubungan dengan Tingkat Asupan
Zat Gizi Mahasiswa Universitas Andalas yang
berdomisili di Asrama Mahasiswa
(Skripsi).Padang: Universitas Andalas;2010.
15. Hartiningtyaswati S. Hubungan Perilaku
Pantang Makan dengan Lama Penyembuhan
Luka Perineum pada Ibu Nifas di Kecamatan
Srengat Kabupaten Blitar (Skripsi). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret;2010.
FORM ANALISIS JURNAL KORELASI HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN
PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST APENDEKTOMI
6 Hipotesis bila ada Apakah Ada Hubungan antara Status Gizi dengan
Proses Penyembuhan Luka pada Pasien Post
Apendektomi?
11 Kriteria inklusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien post
operasi apendiktomi di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung sejak Januari sampai Februari 2020,
pasien yang di diagnosis apendisitis akut dan akan
dilakukan open apendiktomi, pasien yang bersedia
menjadi responden
15 Uji validitas & reliabilitas Tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas di penelitian
ini
16 Uji analisis yang digunakan Data dianalisis menggunakan uji Chi-square. Dari uji
Chi-quare didapatkan hubungan status gizi dengan
proses penyembuhan luka yang bermakna (p<0.05)
yaitu diperoleh nilai p=0.004,dan diperoleh nilai
(OR=10.5) dapat dikatakan bahwa status gizi cukup 10.5
kali lebih besar mengalami penyembuhan luka baik jika
dibandingkan dengan status gizi kurang. Terdapat
hubungan antara status gizi dengan proses
penyembuhan luka pada pasien post apendektomi.
17 Hasil penelitian
1. Data berdasarkan umur menunjukkan pasien
post apendektomi di RSUD Dr. H.Abdul Moeloek
Bandar Lampung berjumlah 30 pasien (100%)
dengan kasus terbanyak pada pasien berusia <30
tahun berjumlah 20 orang (666.7)>30 tahun
berjumlah 10 orang (33.3%).
20 Saran
Saran untuk peneliti selanjutnya diperlukan penelitian
multicenter dalam jumlah populasi yang lebih luas
dengan tempat penelitian yang berbeda dan penelitian
primer yang dapat menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan luka post operasi
apendektomi yang belum dapat diteliti pada
kesempatan kali ini.