Anda di halaman 1dari 54

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS JURNAL KORELASIONAL

Disusun oleh :
Silvina Ratri Arumhandini (A22020217)

PROGRAM B16 S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
TAHUN AJARAN 2020/2021
HUBUNGAN HARGA DIRI DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK MAHASISWA PROFESI

KEPERAWATAN

Kristofora Erma Kurniawati 1, Totok Harjanto2,*


1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Jl.
Farmako Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Indonesia
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Jl. Farmako
Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Indonesia
*) E-mail: harjanto506@yahoo.com

Diterima:Agustus2017, diterbitkan: Desember 2017

ABSTRAK
Tujuan Penelitian: Praktik klinik keperawatan memiliki stresor tinggi yang dapat mempengaruhi harga diri mahasiswa.
Komunikasi terapeutik merupakan skill mendasar dan penting dalam mencegah kesalahan medis dan memberikan
pelayanan optimal terhadap pasien. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan skor harga diri dan skor
komunikasi terapeutik mahasiswa profesi di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan
Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada. Metode: Jenis penelitian ini adalah kuantitatif korelasional
dengan rancangan cross-sectional dengan subyek 60 mahasiswa profesi. Pengambilan data dilakukan selama 1 bulan.
Harga diri diukur dengan Kuesioner State Self-Esteem Scale dan komunikasi terapeutik dengan checklist observasi.
Hasil penelitian dianalisis dengan Uji Pearson. Hasil: Harga diri sebagian besar responen berada pada kategori rendah
atau kurang dari rata-rata (53,4%). Komunikasi terapeutik sebagian besar responden berada pada kategori kurang
(86,7%). Uji korelasi skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik menghasilkan r=0,057 dan p=0,664. Diskusi:
Sebagian responden memiliki harga diri rendah, hal ini disebabkan responden baru tiga minggu mengikuti pendidikan
profesi sehingga dalam proses adaptasi dan proses menumbuhkan harga diri. Skor komunikasi terapeutik yang kurang
pada sebagian besar responden disebabkan responden terfokus pada tindakan keperawatan untuk menghindari
kesalahan. Hasil korelasi skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik dalam penelitian ini tidak mendukung adanya
hubungan antara skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik. Hasil ini disebabkan komunikasi terapeutik tidak
hanya ditentukan oleh faktor internal, namun juga faktor eksternal serta perbedaan jenis tindakan keperawatan yang
memiliki kesulitan yang berbeda dan perbedaan ruang rawat inap. Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara harga diri
dan komunikasi terapeutik.

Kata Kunci: harga diri, komunikasi terapeutik, mahasiswa profesi keperawatan, pasien

CORRELATION BETWEEN SELF-ESTEEM AND THERAPEUTIC COMMUNICATION OF STUDENTS OF


PROFESSIONAL NURSING PROGRAM, FACULTY OF MEDICINE, UNIVERSITAS GADJAH MADA WITH
PATIENTS AT RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
ABSTRACT
Objective: Nursing clinical practice has high stressors that may affect student self-esteem. Therapeutic communication
is a basic and important skill in preventing medical errors and providing optimum services to patients. This research
aims to identify the correlation between self-esteem scores and therapeutic communication scores in students in
Nursing Professional Program, Faculty of Medicine, Public Health, and Nursing, Universitas Gadjah Mada. Methods:
This research is quantitative correlational using cross-sectional design with the subjects of 60 professional students.
Data were collected for 1 month. Self-esteem was measured by using State Self-Esteem Scale Questionnaire and
therapeutic
communication was measured using an observation checklist. The data were analyzed using Pearson Test. Results:
53.4% of respondents had low self-esteem or less than the average. 86.7% of respondents had poor therapeutic
communication. The score of correlational test of self-esteem and therapeutic communication score indicated r=0.057
and p=0.664. Discussion: Some respondents had low self-esteem because they had just been three weeks in
professional education so that they were in the process of adaptation and the process of developing self-esteem. Low
therapeutic communication scores on the majority of respondents were caused by respondents focus on nursing
procedures in order to avoid errors. The results of the correlation between self-esteem scores and therapeutic
communication scores in this research did not support the correlation between self-esteem scores and therapeutic
communication scores. This was because therapeutic communication is not only determined by internal factors, but
also external factors and differences in types of nursing actions which have different difficulties and different inpatient
rooms. Conclusion: There is no correlation between self- esteem and therapeutic communication.

Keywords: self-esteem, therapeutic communication, students of professional nursing program, patients

LATAR BELAKANG
Praktik klinik adalah bagian penting dalam
Sementara itu studi lain juga menemukan bahwa
pendidikan keperawatan yang memiliki tujuan utama
stresor akademik yang tinggi berkaitan dengan harga
menghasilkan perawat dengan konsep diri yang sehat
diri rendah pada mahasiswa keperawatan (Pandey &
dan memiliki pelayanan berpusat pasien (Levett-
Chalise, 2015; Edwards et al., 2010).
Jones et al., 2015). Mahasiswa sarjana keperawatan di
Harga diri adalah penilaian individu tentang
Indonesia akan menempuh tahap akademik kemudian
nilai diri sendiri (Asmadi, 2008). Mahasiswa
tahap profesi ners melalui pembelajaran klinik.
keperawatan perlu memiliki harga diri sehat karena
Pembelajaran klinik terkenal dengan tingginya
harga diri menentukan gaya koping terhadap stresor
stresor dan dirasa sulit oleh mahasiswa
(Ni et al., 2009), memberikan perasaan berdaya untuk
keperawatan (Syahreni & Waluyanti, 2007).
menjalankan praktik klinik (Ahn & Choi, 2015), serta
Berdasarkan sebuah studi dilaporkan 51,9% dari 181
mempengaruhi kemampuan critical thinking dan
mahasiswa keperawatan di klinik memiliki tingkat
tingkat kecemasan (Suliman & Halabi, 2007).
stres di atas rata-rata (Shaban, Khater, & Akhu-
Sebuah penelitian melaporkan bahwa harga diri
Zaheya, 2012). Studi lain oleh Moridi, Khaledi, &
rendah dialami 52,3% mahasiswa keperawatan di
Valiee (2014), Liu et al. (2015), dan Reeve et al. (2013)
India (Chris et al., 2012). Sejumlah 21% dari 95
menunjukkan tingginya tingkat stres yang dialami oleh
mahasiswa keperawatan di Inggris mengalami harga
mahasiswa keperawatan di klinik.
diri rendah dan 5,3% harga diri sangat rendah
Stresor tinggi yang tidak diimbangi
(Edwards et al., 2010). Sementara itu 2,5% dari 40
sumberdaya yang cukup kuat beresiko menurunkan
mahasiswa keperawatan tahun pertama di Program
harga diri (Subagya, 2012). Harga diri individu dapat
Studi Ilmu Keperawatan FK UGM (PSIK FK UGM)
berubah karena stres berat (Berman, Snyder, & Kozier,
mengalami harga diri rendah (Fransiska, 2007).
2015). Sebuah studi menunjukkan 62% mahasiswa
Salah satu skill keperawatan yang mendasar dan
kedokteran dan farmasi mengalami harga diri rendah
harus dikuasai oleh mahasiswa adalah komunikasi
menghadapi stresor karena tingginya tuntutan belajar
terapeutik. Kemampuan ini penting untuk
(Paunescu et al., 2014).
pemenuhan kebutuhan
biopsikososial dan spiritual pasien (Kourkouta & Keenam puluh sampel dipilih dari 111 anggota
Papatanashiou, 2014). Komunikasi yang buruk antara populasi dengan purposive sampling. Kriteria inklusi
perawat dan pasien berkontribusi pada munculnya responden adalah mahasiswa profesi dari PSIK FK
frustrasi, kesalahan medis, dan memperbesar risiko UGM yang pada saat pengambilan data sedang
kematian pasien (Xie et al., 2012). menjalankan praktik klinik stase praktik
Komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien keperawatan dasar (PKD) di RSUP Dr. Sardjito dan
terjadi ketika perawat menggunakan teknik dan mahasiswa profesi yang tidak pernah menjadi
tahapan komunikasi secara efektif untuk sebuah responden untuk uji validitas dan reliabilitas
tujuan kesehatan (Levett-Jones & Bourgeois, 2015). kuesioner dalam penelitian ini. Pemilihan mahasiswa
Kemampuan ini adalah alat bagi perawat untuk PKD mempertimbangkan stase awal dalam rotasi
membangun trust dan memberikan pelayanan klinik keperawatan yang memerlukan proses
optimal kepada pasien (Schultz & Videbeck, 2009). adaptasi dengan lahan praktik.
Sebuah penelitian di Turki menunjukkan 76% Harga diri responden diukur dengan kuesioner
dari 249 mahasiswa keperawatan di klinik State Self-Esteem Scale (SSES). SSES adalah kuesioner
mengalami masalah komunikasi (Ö ztü rk, Çilingir, & harga diri situasional yang dikembangkan oleh
Şenel, 2013). Sebesar 66% masalah komunikasi ini Heatherton & Polivy (1991). Kuesioner ini terdiri
terjadi antara mahasiwa dengan pasien (Ö ztü rk, dari 20 item berbentuk pernyataan yang
Çilingir, & Şenel, 2013). Sampai saat ini, belum ada merefleksikan pikiran responden tentang dirinya
data mengenai skor harga diri dan komunikasi sendiri dengan lima pilihan respon. SSES memiliki
terapeutik mahasiswa profesi di PSIK FK UGM. tiga subskala yaitu subskala kinerja
Melihat dampak stresor di klinik bagi harga diri (performance), sosial (social), dan penampilan
mahasiswa dan pentingnya komunikasi terapeutik, (appearance). Skor maksimal yang bisa diperoleh
penelitian yang menghubungkan skor harga diri yaitu 100 dan skor minimalnya 20. Hasil skor total
dengan skor komunikasi terapeutik mahasiswa SSES digunakan sebagai sebuah kontinum. Semakin
profesi perlu dilakukan. tinggi skor total maka semakin tinggi harga diri.
Komunikasi terapeutik responden diukur
METODE
dengan observasi terstruktur menggunakan checklist
Penelitian ini berjenis kuantitatif komunikasi terapeutik untuk setting klinik. Checklist
korelasional dengan rancangan cross- sectional. dikembangkan oleh peneliti dengan validitas tiga
Penelitian ini melibatkan 60 responden mahasiswa expert. Checklist ini memiliki 20 item berbentuk
profesi keperawatan dari PSIK FK UGM yang sedang langkah-langkah yang terbagi ke dalam empat tahap
melaksanakan praktik klinik. Seluruh responden komunikasi terapeutik yaitu tahap pre-interaksi,
menerima penjelasan dari asisten penelitian terkait orientasi, kerja, dan terminasi. Skor untuk setiap item
penelitian serta bersedia menjadi responden. Seluruh adalah 0 jika tidak dilakukan dan skor 1 bila
responden melaksanakan praktik klinik pada stase dilakukan. Semakin tinggi skor total maka semakin
praktik keperawatan dasar (PKD) pada periode 31 baik komunikasi terapeutik.
Oktober-31 Desember 2016 di RSUP Dr. Sardjito Uji validitas dan reliabilitas instrumen SSES,
Yogyakarta. rekruitmen enam puluh responden, rekruitmen lima
pengamat, dan pelaksanaan penelitian dilakukan
setelah mendapatkan
surat kelayakan etik (ethic committee approval) HASIL
dengan nomor KE/FK/917/ EC/2016. Hasil uji
validitas SSES terhadap 60 responden mahasiswa Karakteristik Responden
keperawatan di luar sampel dengan uji Product Responden dalam penelitian ini adalah 60
Moment Pearson menunjukkan satu item (nomor 8) mahasiswa profesi dari PSIK FK UGM di luar sampel
tidak valid. Item tersebut dimodifikasi untuk uji validitas dan reliabilitas. Distribusi frekuensi
pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan uji karakteristik responden ditunjukkan dalam Tabel 1.
Cronbach Alpha menghasilkan rxy=0,808 yang Tabel 1 menunjukkan jumlah responden berjenis
kelamin perempuan (91,7%) lebih banyak
menunjukkan instrumen ini reliable.
dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki
Adaptasi instrumen komunikasi terapeutik OSCE (8,3%) dengan selisih 50 orang. Usia responden
untuk setting klinik dilakukan dengan konsultasi bervariasi mulai dari 21 tahun hingga 24 tahun
dengan dua dosen keperawatan jiwa dari PSIK FK dengan usia responden terbanyak yaitu 22 tahun
UGM dan seorang perawat manajer di RSUP Dr. (63,3%). Berdasarkan Tabel 1, responden penelitian
Sardjito. Briefing dan uji interrater reliability antara ini paling banyak berasal dari Jawa Tengah (33,3%).
peneliti dan lima orang calon pengamat dilakukan Tabel 1 juga menunjukkan responden paling banyak
sebelum pengambilan data dengan melakukan beragama Islam (91,6%).
pengamatan bersama antara peneliti dan kelima Selama menjalankan praktik klinik pada stase
calon pengamat terhadap 10 video roleplay PKD, responden melakukan beragam tindakan
komunikasi terapeutik mahasiswa keperawatan keperawatan dasar. Jenis tindakan keperawatan
dengan langkah-langkah yang sesuai dengan yang dilakukan responden tergantung pada kondisi
keterampilan yang diamati dalam penelitian, medis pasien di setiap bangsal dan ruang praktiknya
kemudian hasil pengamatan diuji reliabilitasnya masing- masing. Jenis-jenis tindakan yang dilakukan
menggunakan uji Intraclass Correlation yang oleh responden saat observasi diuraikan di Tabel 2.
menghasilkan nilai koefisien reliabilitas cukup Berdasarkan Tabel 2, jenis tindakan keperawatan
(r=0,564). Rekruitmen dan pemberian informed yang paling banyak dilakukan oleh responden di
consent pada responden dilakukan oleh asisten lokasi praktik ketika diobservasi adalah mengukur
penelitian. tanda-tanda vital pasien (35%).
Penelitian dilakukan pada Bulan
November-Desember 2016. Observasi dilakukan Hasil Skor Harga Diri
satu kali pada setiap responden oleh seorang
Skor harga diri yang mungkin diperoleh
pengamat ketika responden melakukan asuhan
responden ada dalam rentang 20 sampai
keperawatan pada pasien. Tindakan
100. Skor harga diri responden (n=60)
keperawatan yang dilakukan beragam saat
menunjukkan rata-rata 72,4 dan standar deviasi
dilakukan observasi. Hasil penelitian kemudian
±9,19. Rata-rata skor harga diri responden
dianalisis menggunakan uji Pearson. Uji tersebut
cenderung tinggi karena lebih mendekati skor
dipilih untuk menentukan koefisien korelasi dalam
maksimal dibandingkan skor minimal yang bisa
penelitian ini karena distribusi data normal.
diperoleh. Distribusi frekuensi kategori skor harga
diri responden
ditunjukkan dalam Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, Hasil Uji Korelasi
responden yang mendapat skor harga diri rendah Distribusi skor harga diri dan komunikasi terapeutik
atau kurang dari rata-rata (53,4%) lebih banyak normal sehingga Uji Pearson dipilih untuk
dibandingkan responden yang mendapat skor harga menentukan koefisien korelasi dari skor harga diri
diri tinggi atau lebih dari rata-rata (46,6%) dengan dan skor komunikasi terapeutik. Hasil uji korelasi
selisih 4 orang. ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan
koefisien korelasi(r) antara skor harga diri dan skor
Hasil Skor Komunikasi Terapeutik komunikasi terapeutik yang didapat adalah 0,057
Skor komunikasi terapeutik yang mungkin yang menunjukkan hubungan positif sangat lemah,
didapatkan oleh responden dalam penelitian ini ada namun karena angka signifikansi yang didapat (p)
dalam rentang 0-20 (untuk pertemuan pertama) dan lebih besar dari 0,05, maka hubungan tersebut tidak
0-17 (untuk selain pertemuan pertama, karena bermakna secara statistik. Hasil analisis bivariat ini
jumlah item total dikurangi 3 item yang khusus menunjukkan tidak ada hubungan antara skor harga
dilakukan di pertemuan pertama). Skor diri dan skor komunikasi terapeutik responden.
komunikasi terapeutik responden (n=60)
menunjukkan rata-rata 10,93 dan standar deviasi DISKUSI
±1,8. Berdasarkan hasil penelitian, dengan rentang
Nilai batas lulus pada OSCE keterampilan skor harga diri yang mungkin didapat responden
komunikasi terapeutik di PSIK FK UGM adalah 75. yaitu 20-100, skor harga diri responden (n=60)
Dengan menggunakan nilai batas lulus 75, maka nilai ini menunjukkan rata-rata 72,4 dan standar deviasi
setara dengan skor 15 untuk kegiatan pada pertemuan ±9,19. Sebagian besar responden (53,4%) dalam
pertama dan skor 12,75 untuk kegiatan selain pada penelitian ini memiliki skor harga diri rendah atau
pertemuan pertama. Distribusi frekuensi kategori kurang dari rata-rata.
komunikasi terapeutik responden ditunjukkan dalam Sebagian besar responden memiliki harga diri
Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar rendah atau kurang dari rata- rata kemungkinan
responden (86,7%) memiliki skor komunikasi disebabkan penelitian ini dilakukan saat responden
terapeutik kurang. Berdasarkan hasil analisis data, baru saja mengikuti pendidikan profesi selama tiga
beberapa langkah komunikasi terapeutik yang paling minggu sehingga responden masih dalam proses
sedikit dilakukan oleh responden pada fase orientasi adaptasi dan menumbuhkan harga diri. Menurut
adalah menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk Kumaran & Carney (2014), dalam periode transisi
melakukan kegiatan (1,6%) dan menjelaskan tujuan mahasiswa keperawatan umumnya mengalami
kegiatan (16%). Langkah pada fase kerja yang paling kurangnya rasa percaya diri dan harga diri.
sedikit dilakukan adalah memberikan kesempatan Berdasarkan hasil penelitian, dengan rentang
pasien untuk bertanya (13,3%). Pada fase terminasi, skor komunikasi terapeutik yang mungkin yaitu 0-
langkah yang paling sedikit dilakukan adalah 20 untuk pertemuan pertama dan 0-17 untuk selain
memberikan reinforcement positif (6%), melakukan pertemuan pertama, skor komunikasi terapeutik
kontrak waktu (11,6%), dan merencanakan tindak responden menunjukkan rata-rata 10,93 dan
lanjut standar deviasi ±1,8. Berdasarkan hasil penelitian,
dengan pasien (13,3%).
sebagian besar responden (86,7%) mendapatkan menunjukkan hubungan dengan komunikasi
skor komunikasi terapeutik dalam kategori kurang. terapeutik.
Skor komunikasi terapeutik yang kurang pada Komunikasi terapeutik merupakan suatu
sebagian besar responden kemungkinan disebabkan performa kerja yang ditampilkan oleh responden di
responden lebih mengutamakan tindakan depan pasien. Hasil penelitian ini sesuai dengan
keperawatan untuk menghindari kesalahan saat penelitian Baumeister et al. (2003) yang menemukan
melakukan tindakan tersebut. Menurut Anoosheh et bahwa harga diri tidak berhubungan dengan
al. (2009), fokus yang tersita dan orientasi perawat performa kerja (kemampuan non-verbal) yang lebih
pada tugas keperawatan yang sedang dilakukan baik pada orang dewasa yang diteliti.
dapat menjadi barrier komunikasi perawat dengan Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak
pasien. Kourkouta & Papathanasiou (2014) mendukung teori Satir (1972) dalam Neukrug (2014)
menyebutkan bahwa distraksi dan perhatian bahwa harga diri berhubungan dengan komunikasi.
perawat yang terbagi menyebabkan Perbedaan ini kemungkinan muncul karena
komunikasi dengan pasien menjadi kurang efektif. komunikasi terapeutik merupakan jenis
Tugas keperawatan yang dilakukan saat komunikasi khusus yang berbeda dengan
observasi beragam jenis dan tingkat kesulitannya, komunikasi sosial dan tidak hanya ditentukan oleh
mulai dari mengukur tanda- tanda vital sampai faktor internal saja, tetapi juga oleh faktor eksternal
mengambil spesimen darah. Semakin sulit tugas lainnya. Faktor kualitas instrumen komunikasi
maka distraksi komunikasinya akan lebih besar. terapeutik dan kesalahan pengamat juga dapat
Selain itu perbedaan ruangan saat observasi akan menjadi faktor lain yang memunculkan perbedaan
menimbulkan jenis dan usia pasien yang beragam hasil penelitian ini.
yang juga menimbulkan keberagaman tantangan Penelitian ini memiliki sejumlah
berkomunikasi. keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam
Korelasi Pearson antara skor harga diri dan skor penelitian ini diantaranya tidak
komunikasi terapeutik responden menghasilkan nilai dimungkinkannya observasi secara single- blind
koefisien korelasi r=0,057 dan nilai signifikansi sehingga responden menyadari kehadiran
p=0,664 (p>0,05). Hasil korelasi skor harga diri dan pengamat, ini diantisipasi sedapat mungkin dengan
skor komunikasi terapeutik dalam penelitian ini merahasiakan aspek- aspek yang diamati dari
tidak mendukung adanya hubungan antara skor responden. Selain itu observasi dan jenis tindakan
harga diri dan skor komunikasi terapeutik. keperawatan kurang homogen, faktor human error
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil pada pengamat yang dapat mempengaruhi
penelitian Rahmawati (2006) tentang faktor- faktor keabsahan observasi, checklist yang hanya menilai
yang berhubungan dengan komunikasi terapeutik komunikasi verbal dan belum menilai komunikasi
mahasiswa profesi PSIK FK UGM. Faktor-faktor non-verbal, serta jumlah sampel yang sangat sedikit
internal mahasiswa yang diteliti oleh Rahmawati (60 orang).
(2006) yaitu pengetahuan, peran dan hubungan,
sosial budaya, jenis kelamin, emosi, dan SIMPULAN
lingkungan tidak
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan yaitu: 1) Sebagian besar responden
(53,4%) memiliki skor harga diri yang rendah; 2)
Sebagian besar responden
(86,7%) memiliki skor komunikasi terapeutik yang
kurang; 3) Tidak ada hubungan antara skor harga diri
Chris, E., Pais, M., Kumar, S. P., & Sisodia, V.
dan skor komunikasi terapeutik pada mahasiswa (2012). Perceived self-esteem amongst
profesi PSIK FK UGM. first-year nursing students: A cross-
Program studi lebih mempersiapkan sectional survey. 2012. International
mahasiswa untuk berkomunikasi dengan pasien
sejak awal melalui praktik keterampilan komunikasi
Journal of Health and Rehabilitation
terapeutik dengan melibatkan pasien atau pasien Sciences, 1(2): 74–80.
standar. Bagi rumah sakit pendidikan supaya lebih
Edwards, D., Burnard, P., Bennett, K., & Hebden, U.
menekankan pentingnya komunikasi terapeutik
(2010). A longitudinal study of stress and self-
selama praktik klinik atau selama melakukan
esteem in student nurses. Nurse Education
asuhan keperawatan. Penelitian selanjutnya perlu
Today, 30(1): 78–84.
mempertimbangkan keseragaman tindakan yang
dilakukan mahasiswa saat pengamatan. Selain itu Fransiska, L. (2007). Hubungan harga diri
perlu dikembangkan instrumen komunikasi dengan tingkat depresi pada mahasiswa
terapeutik berkualitas yang khusus untuk mahasiswa PSIK FK UGM Tingkat Pertama Tahun
keperawatan pada setting klinik demi mendapatkan
Ajaran 2005/2006 (Skripsi). Program Studi
hasil pengamatan yang lebih reliable.
Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah
DAFTAR PUSTAKA Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Ahn, Y., & Choi, J. (2015). Factors Affecting Korean
Nursing Student Empowerment in Clinical Heatherton, T. F. & Polivy, J. (1991).
Practice. Nurse Education Today, 35(12): 1301– Development and validation of a scale for
1306. measuring state self-esteem. Journal of
Anoosheh M. S., Zarkhah, S., Faghihzadeh, S., &
Personality and Social Psychology, 60(6):
Vaismorasi, M. (2009). Nurse- patient
communication barriers in Iranian nursing. 895-910.
International Nursing Review, 56(2): 243-249.
Kourkouta, L., & Papathanasiou, I. V. (2014).
Asmadi. (2008). Teknik prosedural Communication in nursing practice. Mater
keperawatan konsep dan aplikasi Sociomed, 26(1): 65–67.
kebutuhan dasar klien. Jakarta: Penerbit Kumaran, S. & Carney, M. (2014). Role transition
from student nurse to staff nurse: Facilitating
Salemba Medika.
the transition period. Nurse Education in
Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, Practice, 14(6): 605-
J. I., & Vohs, K. D. (2003). Does high self-esteem 611.
cause better performance, interpersonal Levett-Jones, T. & Bourgeois, S. (2015). The clinical
success, happiness, or healthier lifestyles?. placements: An essential guide for nursing
American Psychological Society, 4(1): 1-44. students. Sydney: Elsevier Mosby.
Levett-Jones, T., Pitt, V., Courtney-Pratt, H., Harbrow, G.,
Berman, A., Snyder, S. J., & Kozier, B. (2015).
& Rossiter, R. (2015). What are the primary
Kozier and Erb’s fundamentals of nursing. concerns of nursing students as they prepare
Melbourne: Pearson. for and contemplate their first clinical placement
experience?. Nurse Education in Practice,
15(2015): 304–309.
Liu, M., Gu, K., Wong, T. K. S., Luo M.
Z., & Chan M. Y. (2015). Perceived stress among
Macao nursing students
in the clinical learning environment. International Journal of Nursing Sciences, 2(2015): 128-
133.
Moridi, G., Khaledi, S., & Valiee, S. (2014). Clinical training stress-inducing factors from the students’
viewpoint: A questionnaire-based study. Nurse Education in Practice, 12(2014): 160-
163.
Neukrug, E. (2014). The world of the counselor: An introduction to the counseling profession. USA: Cengage
Learning.
Ni, C., Liu, X., Hua, Q., Lu, A., Wang, B., &
Yan, Y. (2009). Relationship between coping, self-esteem, individual factors and mental health among
Chinese nursing students: A matched case– control study. Nurse Education Today, 30(2010): 338–343.
Öztürk, H., Çilingir, T., & Şenel, P. (2013). Communication problems experienced by nursing students
in clinics. Procedia- Social and Behavioral Sciences, 93(2013): 2227–2232.
Pandey, A. R., & Chalise, H. N. (2015). Self- esteem and academic stress among nursing students.
Kathmandu University Medical Journal, 52(4): 298-302.
Paunescu, C., Pitigoi, G., Gagea, G., & Paunescu, M. (2014). Study on the self- evaluation of self-
esteem among young adults. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 117(2014): 705–709.
Rahmawati, A. (2006). Pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswa
psik fk ugm program a tahap profesi dengan klien di RS Sardjito Yogyakarta (skripsi). Program
Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Reeve, K. L., Shumaker, C. J., Yearwood, E. L., Crowell, N. A., & Riley, J. B. (2013). Perceived stress and social
support in undergraduate nursing students’ educational experiences. Nurse Education
Today, 33(4): 419-424.
Satir, V. (1972). Peoplemaking. Palo Alto: Science and Behavior Books.
Schultz, J. M. & Videbeck, S. L. (2009). Lippincott’s manual of psychiatric nursing care plans. USA:
Lippincott Williams & Wilkins.
Shaban, I. A., Khater, W. A., & Akhu-Zaheya,
L. M. (2012). Undergraduate nursing students’ stress sources and coping behaviors during their initial
period of clinical training: A Jordanian perspective. Nurse Education in Practice, 12(4): 204– 209.
Subagya, A. N. (2012). Hubungan harga diri dengan kualitas hidup wanita menopause di Dusun
Jogonalan Kidul Kasihan Bantul (Skripsi). Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Suliman, W. A. & Halabi, J. (2007). Critical thinking, self-esteem, and state anxiety of nursing students. Nurse
Education Today, 27(2007): 162–168.
Syahreni, E. & Waluyanti, F. T. (2007). P e n g a l a m a n m a h a s i s w a S1 keperawatan program regular dalam
pembelajaran klinik. Jurnal Keperawatan Indonesia, 2(11): 47–53.
Xie, J., Ding, S., Wang, C., & Liu, A. (2012).
An evaluation of nursing students’ communication ability during practical clinical training. Nurse
Education Today, 33(2013): 823–827.
FORM ANALISIS JURNAL KORELASI HUBUNGAN HARGA DIRI DAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK MAHASISWA PROFESI KEPERAWATAN
NO ITEM ANALISIS HASIL ANALISIS

1. Judul Hubungan Harga Diri Dan Komunikasi Terapeutik Mahasiswa


Profesi Keperawatan

2 Latar belakang Praktik klinik keperawatan memiliki stresor tinggi yang dapat
mempengaruhi harga diri mahasiswa. Komunikasi terapeutik
merupakan skill mendasar dan penting dalam mencegah
kesalahan medis dan memberikan pelayanan optimal terhadap
pasien.

3 Tujuan umum Mengetahui hubungan harga diri dan komunikasi terapeutik


mahasiswa profesi keperawatan

4 Tujuan khusus Mengetahui hubungan skor harga diri dan skor komunikasi
terapeutik mahasiswa profesi di Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat,
dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada.
5 Isi Tinjauan Pustaka Praktik klinik adalah bagian penting dalam pendidikan
keperawatan yang memiliki tujuan utama menghasilkan perawat
dengan konsep diri yang sehat dan memiliki pelayanan berpusat
pasien (Levett-Jones et al., 2015). Mahasiswa sarjana
keperawatan di Indonesia akan menempuh tahap akademik
kemudian tahap profesi ners melalui pembelajaran klinik.

Pembelajaran klinik terkenal dengan tingginya stresor dan dirasa


sulit oleh mahasiswa keperawatan (Syahreni & Waluyanti, 2007).
Berdasarkan sebuah studi dilaporkan 51,9% dari 181 mahasiswa
keperawatan di klinik memiliki tingkat stres di atas rata-rata
(Shaban, Khater, & Akhu- Zaheya, 2012). Studi lain oleh Moridi,
Khaledi, & Valiee (2014), Liu et al. (2015), dan Reeve et al. (2013)
menunjukkan tingginya tingkat stres yang dialami oleh
mahasiswa keperawatan di klinik.

Stresor tinggi yang tidak diimbangi sumberdaya yang cukup kuat


beresiko menurunkan harga diri (Subagya, 2012). Harga diri
individu dapat berubah karena stres berat (Berman, Snyder, &
Kozier, 2015). Sebuah studi menunjukkan 62% mahasiswa
kedokteran dan farmasi mengalami harga diri rendah
menghadapi stresor karena tingginya tuntutan belajar (Paunescu
et al., 2014).

Sementara itu studi lain juga menemukan bahwa stresor


akademik yang tinggi berkaitan dengan harga diri rendah pada
mahasiswa keperawatan (Pandey & Chalise, 2015; Edwards et
al., 2010).
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai diri sendiri
(Asmadi, 2008). Mahasiswa keperawatan perlu memiliki harga
diri sehat karena harga diri menentukan gaya koping terhadap
stresor (Ni et al., 2009), memberikan perasaan berdaya untuk
menjalankan praktik klinik (Ahn & Choi, 2015), serta
mempengaruhi kemampuan critical thinking dan tingkat
kecemasan (Suliman & Halabi, 2007).

Sebuah penelitian melaporkan bahwa harga diri rendah dialami


52,3% mahasiswa keperawatan di India (Chris et al., 2012).
Sejumlah 21% dari 95 mahasiswa keperawatan di Inggris
mengalami harga diri rendah dan 5,3% harga diri sangat rendah
(Edwards et al., 2010). Sementara itu 2,5% dari 40 mahasiswa
keperawatan tahun pertama di Program Studi Ilmu Keperawatan
FK UGM (PSIK FK UGM) mengalami harga diri rendah (Fransiska,
2007).

Salah satu skill keperawatan yang mendasar dan harus dikuasai


oleh mahasiswa adalah komunikasi terapeutik. Kemampuan ini
penting untuk pemenuhan kebutuhan biopsikososial dan
spiritual pasien (Kourkouta & Papatanashiou, 2014). Komunikasi
yang buruk antara perawat dan pasien berkontribusi pada
munculnya frustrasi, kesalahan medis, dan memperbesar risiko
kematian pasien (Xie et al., 2012).

Komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien terjadi ketika


perawat menggunakan teknik dan tahapan komunikasi secara
efektif untuk sebuah tujuan kesehatan (Levett-Jones &
Bourgeois, 2015). Kemampuan ini adalah alat bagi perawat
untuk membangun trust dan memberikan pelayanan optimal
kepada pasien (Schultz & Videbeck, 2009).

6 Hipotesis bila ada Tidak ada hipotesis

7 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan


rancangan cross-sectional

8 Populasi Mahasiswa profesi di Program Studi Ilmu Keperawatan,


Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan
Keperawatan, Universitas Gadjah Mada
9 Jumlah Sampel 60 Mahasiswa profesi di Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan,
Universitas Gadjah Mada

10 Cara menentukan sampel Keenam puluh sampel dipilih dari 111 anggota populasi dengan
purposive sampling.

11 Kriteria inklusi Laki-laki dan perempuan, Mahasiswa profesi di Program Studi


Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat,
dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, responden
melaksanakan praktik klinik pada stase praktik keperawatan
dasar (PKD) pada periode 31 Oktober-31 Desember 2016 di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta, mahasiswa profesi yang tidak pernah
menjadi responden untuk uji validitas dan reliabilitas kuesioner
dalam penelitian ini. Pemilihan mahasiswa PKD
mempertimbangkan stase awal dalam rotasi klinik keperawatan
yang memerlukan proses adaptasi dengan lahan praktik.
12 Kriteria eksklusi Mahasiswa profesi yang pernah menjadi responden untuk uji
validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini.

13 Cara pengumpulan data Peneliti an dilakukan pada Bulan November-Desember


2016. Observasi dilakukan satu kali pada setiap responden
oleh seorang pengamat ketika responden melakukan asuhan
keperawatan pada pasien. Tindakan keperawatan yang
dilakukan beragam saat dilakukan observasi. Hasil peneliti an
kemudian dianalisis menggunakan uji Pearson. Uji tersebut
dipilih untuk menentukan koefisien korelasi dalam penelitian ini
karena distribusi data normal.
Responden dalam penelitian ini adalah 60 mahasiswa profesi
dari PSIK FK UGM di luar sampel uji validitas dan reliabilitas.
14 Instrumen yang digunakan Harga diri diukur dengan Kuesioner State Self-Esteem Scale
dan komunikasi terapeutik dengan checklist observasi
15 Uji validitas & reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas instrumen SSES, rekruitmen enam
puluh responden, rekruitmen lima pengamat, dan pelaksanaan
penelitian dilakukan setelah mendapatkan surat kelayakan etik
(ethic committee approval) dengan nomor KE/FK/917/ EC/2016.
Hasil uji validitas SSES terhadap 60 responden mahasiswa
keperawatan di luar sampel dengan uji Product Moment Pearson
menunjukkan satu item (nomor 8) tidak valid. Item tersebut
dimodifikasi untuk pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan
uji Cronbach Alpha menghasilkan rxy=0,808 yang menunjukkan
instrumen ini reliable.

16 Uji analisis yang digunakan Hasil penelitian dianalisis dengan Uji Pearson

17 Hasil penelitian Harga diri sebagian besar responen berada pada kategori rendah
atau kurang dari rata-rata (53,4%). Komunikasi terapeutik
sebagian besar responden berada pada kategori kurang (86,7%).
Uji korelasi skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik
menghasilkan r=0,057 dan p=0,664.

18 Isi pembahasan Sebagian responden memiliki harga diri rendah, hal ini
disebabkan responden baru tiga minggu mengikuti pendidikan
profesi sehingga dalam proses adaptasi dan proses
menumbuhkan harga diri. Skor komunikasi terapeutik yang
kurang pada sebagian besar responden disebabkan
responden terfokus pada tindakan keperawatan untuk
menghindari kesalahan. Hasil korelasi skor harga diri dan skor
komunikasi terapeutik dalam penelitian ini tidak mendukung
adanya hubungan antara skor harga diri dan skor komunikasi
terapeutik. Hasil ini disebabkan komunikasi terapeutik tidak
hanya ditentukan oleh faktor internal, namun juga faktor
eksternal serta perbedaan jenis tindakan keperawatan yang
memiliki kesulitan yang berbeda dan perbedaan ruang rawat
inap.

19 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu:


1) Sebagian besar responden (53,4%) memiliki skor harga diri
yang rendah; 2) Sebagian besar responden (86,7%) memiliki skor
komunikasi terapeutik yang kurang; 3) Tidak ada hubungan
antara skor harga diri dan skor komunikasi terapeutik pada
mahasiswa profesi PSIK FK UGM.

20 Saran Program studi lebih mempersiapkan mahasiswa untuk


berkomunikasi dengan pasien sejak awal melalui praktik
keterampilan komunikasi terapeutik dengan melibatkan pasien
atau pasien standar. Bagi rumah sakit pendidikan supaya lebih
menekankan pentingnya komunikasi terapeutik selama
praktik klinik atau selama melakukan asuhan keperawatan.
Penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan
keseragaman tindakan yang dilakukan mahasiswa saat
pengamatan. Selain itu perlu dikembangkan instrumen
komunikasi terapeutik berkualitas yang khusus untuk mahasiswa
keperawatan pada setting klinik demi mendapatkan hasil
pengamatan yang lebih reliable.
Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien
di Ruang Asoka RSUD Dr. R. Koesma Tuban

Tiara Putri Ryandini1, Lukman Hakim2


1,2)
STIKES Nahdlatul Ulama Tuban,
Email: tiara.putriryandini16@gmail.com, 2lukman@stikesnu.com
1

ABSTRAK

Keadaan kurangnya tingkat kepuasan pasien terjadi karena tuntutan kebutuhan pasien semakin meningkat, namun
tidak diiringi dengan perbaikan tindakan perawat. Apabila pasien merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan
yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat
penting bagi pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sebagai mana yang dilakukan
RSUD dr. R. Koesma Tuban, perlu mendapatkan perhatian, khususnya dalam kualitas pelayanan agar sesuai dengan
kebutuhan dan harapan masyarakat. Penelitian ini memfokuskan pada mutu pelayanan keperawatan dan tingkat
kepuasan pasien di Ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien di Ruang asoka RSUD dr. R. Koesma
Tuban. Meotde: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional,
sedangkan analisis data yang digunakan adalah uji statistik korelasi Rank Spearman. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pasien di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban yang sesuai dengan kriteria inklusi
sebanyak 155, dengan besar sampel penelitian 112 responden dengan menggunakan teknik simple random
sampling. Hasil: Hasil penelitian didapatkan sebagian besar pasien merasa cukup puas dengan pelayanan
keperawatan yang cukup baik. Hasil Uji Korelasi Spearmen (rs) didapatkan, variabel mutu pelayanan keperawatan
(p <0,05) mempunyai hubungan terhadap tingkat kepuasan pasien dengan korelasi sedang (r = 0,476) dan arah
korelasi positif yang berarti semakin baik mutu pelayanan keperawatan maka semakin tinggi tingkat kepuasan
pasien. Kesimpulan: Hampir setengah dari total perawat di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban memiliki mutu
pelayanan keperawatan yang cukup baik; hampir setengah dari total pasien merasa cukup puas dengan pelayanan
keperawatan yang diperoleh; Ada hubungan mutu hubungan pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan
pasien di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban

Kata kunci : Mutu Pelayanan Keperawatan, Kualitas Pelayanan, Tingkat Kepuasan Pasien

ABSTRACT

The lack of patient satisfaction is due to the increasing demands of the patient's needs, but this is not accompanied
by improvements in nurses' actions. If the customer feels dissatisfied with a service provided, then that service can
be ascertained to be ineffective and inefficient. This is especially important for public services. Providing services to
the community as done by RSUD Dr. R. Koesma Tuban, needs to get attention, especially in the quality of services to
suit the needs and expectations of the community. This study focuses on the quality of nursing services and the level
of patient satisfaction in the Asoka Hospital Dr. R. Koesma Tuban. This study aims to determine the relationship
between the quality of nursing services with the level of patient satisfaction in the Asoka Hospital Dr.

R. Koesma Tuban. This study uses analytic survey research with cross sectional approach, while the data analysis
used is the Spearman Rank correlation test. The population used in this study were patients in the Asoka room of
RSUD dr. R. Koesma Tuban who fit the inclusion criteria as many as 155, with a large sample of 112 respondents
using a simple random sampling technique. The results showed that most patients were quite satisfied with the
quite good nursing services. Spearmen Correlation Test Results (rs) obtained, the variable quality of nursing
services (p

<0.05) has a relationship to the level of patient satisfaction with moderate correlation (r = 0.476) and the direction
of the positive correlation which means the better the quality of nursing services, the higher the level of satisfaction
patient.Almost half of the nurses at Asoka Room RSUD dr. R. Koesma Tuba have a good quality nursing service.
Almost half of the patient at Asoka Room RSUD dr. R. Koesma Tuban feel satisfy with nurse’s service; there is a
correlation between the quality of nurse service and the level of patient satisfaction at Asoka Room RSUD dr. R.
Koesma Tuban.

Keywords: Quality of Nursing Services, Level of Patient Satisfaction

*Korespondensi Author : Tiara Putri Ryandini, STIKES Nahdlatul Ulama Tuban,


tiaraputriryandini16@gmail.com, Telp. 081326634660
I. PENDAHULUAN tidaknya hanya pada kelengkapan fasilitas yang
Kepuasan dimulai dari penerimaan diunggulkan, selain sikap dan pelayanan
terhadap pasien dari pertama kali datang sampai kesehatan yang diberikan pada pasien juga
meninggalkan rumah sakit. Pasien dikatakan berpengaruh terhadap pelayanan.4 Bila
puas jika pelayanan yang diterima oleh pasien pelayanan kesehatan tersebut diabaikan maka
sesuai dengan harapan pasien atau melampaui rumah sakit akan kehilangan banyak pasien dan
harapan yang pasien inginkan dan jika pelayanan dijauhi oleh calon pasien, hal tersebut
yang diterima oleh pasien tidak sesuai harapan dikarenakan pasien merupakan hal yang paling
maka sebaliknya pasien tidak puas2. Keadaan berpengaruh dalam mengembangkan industri
kurangnya kepuasan pasien terjadi karena rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan
tuntutan kebutuhan pasien semakin meningkat, pertama pasien masuk ke rumah sakit.5 Tuntutan
namun tidak diiringi dengan perbaikan tindakan masyarakat atas pelayanan keperawatan yang
perawat.1 Oleh karena itu pelayanan rumah sakit semakin meningkat membuat perawat sebagai
seringkali mengalami permasalahan yang profesi mempunyai andil dan tanggung jawab
mencakup tentang ketidakpuasan masyarakat besar dalam memberikan pelayanan
terhadap pelayanan dirawat inap dan rawat jalan keperawatan yang berkualitas. Dalam tataran
yang dianggap kurang memadai atau pelayanan kesehatan di puskesmas dan di rumah
memuaskan. 2 sakit perawat menjadi kunci keberhasilan dalam
Responden pasien yang sedang menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
menjalani rawat inap disalah satu rumah sakit Perawat mempunyai konstribusi yang sangat
Amerika Serikat, sejumlah 150 pasien ditemukan besar dalam tataran tersebut.6
bahwa sekitar 65% memberikan persepsi negatif Pelayanan di ruang Asoka RSUD dr. R.
terhadap pelayanan perawat di rumah sakit dan Koesma Tuban sendiri sudah masuk dalam
35% pasien mengatakan puas dengan pelayanan kategori yang lumayan bagus akan tetapi dalam
perawat dan sisanya mengatakan tidak puas. pemberian tindakan keperawatan dirasa kurang
Berdasarkan data kepuasan pasien di rawat inap tepat hal itu dikarenakan waktu untuk tindakan
RSUD dr. R. Koesma Tuban pada tahun 2014 keperawatan terkadang tidak sesuai dengan
yaitu 79,64% dikategorikan B (baik) dan jadwal yang sudah ditentukan, hal itu sering
meningkat pada tahun 2015 mencapai 83,11% dikeluhkan oleh pasien maupun keluarga pasien
dikategorikan A (sangat baik) dan menurun pada bahkan dari pihak pasien sering menanyakan
tahun 2016 yaitu 79,47% dikategorikan B (baik). atau bahkan mengingatkan hal tersebut. Dari hal
Survei awal yang dilakukan oleh tersebut mengakibatkan nilai kepuasan dalam
peneliti di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma pemberian pelayanan keperawatan diruang
Tuban pada bulan Januari 2019, dengan cara Asoka RSUD dr. R. Koesma tuban dirasa kurang
observasi kepada 5 responden (100%) pasien.3 oleh pasien maupun keluarga pasien yang pernah
Didapatkan hasil 2 responden (40%) mengatakan dirawat di ruang tersebut.
tidak puas dengan pelayanan dan proses Kepuasan muncul dari kesan pertama
tindakan keperawatan yang di terima diruang masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan
Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban, dan 3 yang diberikan. Misalnya pelayanan yang cepat,
responden (60%) mengatakan puas. tanggap dan keramahan dalam memberikan
Pasien dalam mengevaluasi kepuasan pelayanan keperawatan. Pelayanan dalam hal ini
terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu adalah pelayanan keperawatan yang diterima
pada beberapa faktor, antara lain kualitas produk oleh pasien. Kebutuhan pasien terhadap
atau jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, pelayanan kesehatan yang semakin kompleks
karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, akan menuntut pelayanan kesehatan yang
komunikasi, suasana, dan desain visual. Rumah profesional dalam mengatasi masalah kesehatan.
sakit dinyatakan berhasil Pelayanan keperawatan memiliki
peranan yang penting dalam pelaksanaan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien di
pelayanan kesehatan di rumah sakit dimana Ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban
secara keseluruhan terutama rumah sakit. Jumlah
tenaga perawat merupakan tenaga paling banyak II. METODOLOGI
bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan
Penelitian ini menggunakan metode
lainnya, sehingga perannya menjadi penentu
penelitian Analitic Corelational untuk
dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit
menganalisis hubungan antar kedua variabel
maupun puskesmas. Selain itu, perawat lebih
dengan menggunakan pendekatan waktu Cross
banyak berinteraksi dengan pasien selama 24
Sectional dan teknik penelitian menggunakan
jam untuk melaksanakan layanan keperawatan.
metode Random Sampling. Populasi dalam
Keberhasilan pelayanan rumah sakit sangat
penelitian ini adalah pasien yang di rawat di
tergantung pada kinerja perawat rumah sakit
ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban sebanyak
dalam melaksanakan layanan keperawatan di
155 pasien. Dalam penelitian sampel yang
rumah sakit yang akan mempengaruhi kepuasan
digunakan sebanyak 112 responden pasien di
pasien. 6
ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban. Variabel
Setiap rumah sakit dituntut harus dan bebas dalam penelitian ini adalah mutu
mampu mewujudkan pelayanan yang efisien, pelayanan keperawatan sedangkan variabel
efektif dan bermutu secara paripurna serta terikatnya yaitu tingkat kepuasan pasien.
berorientasi kepada kepuasan pasien. Adapun Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
salah satu upaya yang dapat dilakukan demi adalah kuesioner yaitu kuesioner mutu pelayanan
memenangkan persaingan ini adalah dengan keperawatan dan kuesioner tingkat kepuasan
memberikan pelayanan yang berkualitas. pasien.
Perawat harus meningkatkan pelayanan kepada Penelitian ini menggunakan Analisa
pasien dengan menunjukkan rasa penerimaan bivariate dengan data yang berskala ordinal dan
yang baik terhadap pasien dan keluarga pasien ordinal, serta pengolahan data menggunakan Uji
dengan sikap selalu ramah, perawat dalam Spearmen Rank. Adapun ketentuan pengambilan
memberikan pelayanan keperawatan harus sabar keputusan apakah hipotesis diterima atau ditolak
bersedia memberi memberikan pertolongan dengan melihat signifikan. Bila p (<0,05) maka
kepada pasien, sikap perawat selalu jujur, tekun analisis menunjukkan hasil yang signifikan,
dalam tugas, sikap perawat harus mampu dengan penyataan lain H1 diterima, maka
melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan terdapat hubungan mutu pelayanan keperawatan
pasien, sikap perawat yang harus mampu dan tingkat kepuasan pasien di ruang asoka RSUD
melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dr. R. Koesma Tuban.
dan keluarga pasien. Selain itu perawat juga
dituntut untuk lebih baik lagi dalam
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
melaksanakan asuhan keperawatan yang
Berikut ini adalah Distribusi Responden
diberikan terhadap pasien, salah satunya adalah
berdasarkan Usia di Ruang Asoka RSUD dr. R
dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, Koesma Tuban pada bulan Maret- April Tahun
dalam tahapan ini terdiri dari 3 aspek yaitu tahap 2019.
persiapan, perncanaan,dan tahap terminasi, 3
tahap tersebut merupakan bagian yang Responden berdasarkan Usia di Ruang Asoka RSUD
mempunyai peranan penting dalam memberikan dr. R Koesma Tuban pada bulan Maret-April Tahun
nilai kepuasan bagi pasien maupun keluaga
2019
pasien yang berada di ruang Asoka RSUD dr. R.
Koesma Tuban. No. Usia (tahun) f %
Berdasarkan uraian tersebut diatas yang
melatar belakangi penulis melakukan penelitian
dengan judul Hubungan Mutu Pelayanan

PUSLITBANG Sinergis Asa Professional, Jember Hal. 87 dari 93


1. ≤ 20 2 1.8
2. 21-30 6 5.4
3. 31-40 17 15.2
4 41-50 33 29.5
5 ≥ 50 54 48,1

PUSLITBANG Sinergis Asa Professional, Jember Hal. 88 dari 93


pelayanan keperawatan yang cukup baik yaitu
Total 112 100% 69 responden (61,6%) pada tahap persiapan,
dan sebagian kecil menerapkan pelayanan
keperawatan yang kurang baik yaitu 16
responden (14,3%) pada tahap pelaksanaan.
Tabel 1 menjelaskan bahwa hampir setengahnya
responden berusia ≥ 50 tahun yaitu sejumlah 54
orang (48,1%) dan sebagian kecil responden
berumur ≤ 20 tahun yaitu sejumlah 2 orang
(1,8%).
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma

Tuban pada Bulan Maret-April Tahun 2019


No. Tingkat f %
Pendidikan
1. Tidak Sekolah 2 1,8
2. SD 52 46,4
3 SMP 33 29,5
4 SMA 24 21,4
5 D3/Sarjana 1 0,9
Total 112 100
%

Tabel 2 bahwa hampir setengahnya


pendidikan responden adalah SD yang berjumlah
52 orang (46,4%), dan sebagian kecil pendidikan
responden adalah D3/Sarjana yang berjumlah 1
orang (0,9%).

Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Mutu


Pelayanan Keperawatan di Ruang Asoka RSUD dr.

R. Koesma Tuban pada Bulan Maret-April Tahun

2019

Pelayanan
No. Keperawatan f %

1. Baik 27 24,1

2. Cukup 69 61,6

3 Kurang 16 14,3

Total 112 100%

Tabel 3 menjelaskan bahwa sebagian


besar perawat di ruang Asoka melakukan
pelayanan keperawatan yang cukup baik yaitu
69 (61,6%) sedangkan perawat dengan
pelayanan keperawatan yang baik yaitu 27
(24,1%), dan sebagian kecil perawat yang
melakukan pelayanan keperawatan yang kurang
baik yaitu 16 (14,3%).
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
bahwa sebagian besar perawat di ruang asoka
RSUD dr. R. Koesma Tuban menerapkan
Layanan keperawatan dapat diamati dari
praktik keperawatan yang dilakukan oleh
perawat saat melakukan tindakan keperawatan
pada pasien. Tindakan perawat hendaknya
dilakukan sesuai harapan pasien untuk mencapai
tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien.
3

Pelayanan kesehatan yang bermutu


sering dipersepsikan sebagai suatu layanan
kesehatan yang dibutuhkan dalam hal ini akan
ditentukan oleh profesi layanan kesehatan dan
sekaligus diinginkan baik oleh klien (individu)
ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya
beli masyarakat. Layanan kesehatan sebagaimana
juga mutu barang dan jasa bersifat multidimensi.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung
berjalannya suatu pelayanan dengan baik, yaitu
kesadaran para pejabat dan petugas yang
berkecimpung dalam pelayanan, aturan yang
menjadi landasan kerja pelayanan, organisasi
yang merupakan alat serta sistem yang
memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan
pelayanan, keterampilan petugas berhubungan
dengan bagaimana cara petugas mengikuti
standart pelayanan yang telah ditetapkan dalam
hal kepatuhan, ketepatan (accuracy), kebenaran
(reliability), dan konsistensi, dan sarana dalam
pelaksanaan tugas pelayanan.8
Proses keperawatan adalah proses yang
terdiri dari 5 tahap yang spesifik, yaitu
pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, implemetasi dan evaluasi. 8
Implementasi keperawatan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status keshatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang emnggambarkan kriteria hasil yang di
harapkan. 3 Secara operasional hal-hal yang perlu
diperhatikan perawat dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan adalah tahap
persiapan meliputi memahami rencana
keperawatan secara baik, menguasai
keterampilan teknis keperawatan, memahami
rasional ilmiah dari tindakan yang akan
dilakukan, mengetahui sumber daya yang
diperlukan, memahami kode etik dan aspek
hukum yang berlaku dalam pelayanan
keperawatan, memahami standar praktik klinik
keperawatan untuk mengukur keberhasilan,
tahap pelaksanaan meliputi
mengkomunikasikan atau menginformasikan
kepada klien tentang keputusan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat,
beri kesempatan kepada klien untuk
mengekspresikan perasaannya terhadap Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat
penjelasan yang telah diberikan oleh perawat, Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD dr. R.
menerapkan pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia dan Koesma Tuban pada Bulan Maret-April Tahun 2019
kemampuan teknis keperawatan dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan yang No. Kepuasan f %
Pasien
diberikan oleh perawat, hal-hal yang perlu
diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan 1. Tinggi 36 32,1
adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan 2. Sedang 64 57,1
komplikasi, rasa aman, privasi, kondisi klien, 3 Rendah 12 10,7
respon klien terhadap tindakan yang telah Total 112 100%
diberikan, dan pada tahap terminasi meliputi
terus memperhatikan respons klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah diberikan, Berdasarkan tabel 4 menjelaskan bahwa
tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan hampir setengahnya pasien yang di rawat di
yang telah diberikan, rapikan peralatan dan ruang Asoka tingkat kepuasannya sedang atau
lingkungan klien dan lakukan terminasi. pasien merasa cukup puas sejumlah 64 pasien
(57,1%), sedangkan untuk tingkat kepuasan
Berdasarkan hasil penelitian ini
tinggi atau pasien merasa sangat puas yaitu 36
pelayanan keperawatan di ruang asoka sudah
pasien (32,1%) dan sebagian kecil pasien yang
cukup baik pada tahap persiapan karena perawat
merasa tidak puas atau tingkat kepuasan rendah
terampil berhubungan dengan bagaimana cara
sejumlah 12 pasien (10,7%).
perawat mengikuti standart pelayanan yang telah
Berdasarkan tabel 4 menjelaskan bahwa
ditetapkan dalam hal kepatuhan, ketepatan,
sebagian besar pasien yang di rawat di ruang
kebenaran, dan konsistensi dalam melakukan
Asoka menilai tingkat kepuasan sedang atau
persiapan sebelum melakukan tindakan
pasien merasa cukup puas sejumlah 64
keperawatan kepada pasien, dan dengan melihat
responden (57,1%), dan kepuasan pasien tinggi
beberapa item yang terdapat pada kuesioner,
atau pasien merasa sangat puas 36 responden
yaitu sebagian besar responden menilai perawat
(32,1 dan sebagian kecil pasien yang merasa
dalam memberi pelayanan keperawatan yaitu
tidak puas atau tingkat kepuasan rendah
cukup baik yang mendapat nilai paling tinggi
sejumlah 12 pasien (10,7%).
yaitu pada tahap persiapan, pada tahap persiapan
Pasien dalam mengevaluasi kepuasan
ini perawat terlihat sudah siap mulai dari diri dan
terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu
alat yang diperlukan dalam hal ini beberapa
pada beberapa faktor yaitu kualitas produk atau
responden mengungkapkan bahwa perawat tidak
jasa yaitu pasien akan merasa puas bila hasil
terlihat bolak balik ke ruang perawat untuk
evaluasi mereka menunjukan bahwa produk atau
mengambil alat tetapi pada tahap pelaksanaan
jasa yang digunakan berkualitas, harga
mengalami penurunan yaitu berdasarkan
merupakan aspek penting, namun yang
ungkapan dari responden perawat tidak
terpenting dalam penentuan kualitas guna
memperhatikan keadaan pasien saat melakukan
mencapai kepuasan pasien elemen ini
tindakan keperawatan dalam hal ini pasien
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang di
merasa kurang nyaman begitu pula pada tahap
keluarkan, biasanya semakin mahal harga
terminasi responden mengungkapkan perawat
perawatan maka pasien mempunyai harapan
setelah melakukan tindakan keperawatan
yang lebih besar, emosional yaitu pasien yang
tidak memperhatikan
merasa bangga dan yakin bahwa orang lain
perkembangan klien. Dapat disimpulkan bahwa
kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini
pada tindakan pelayanan keperawatan pada
pasien memilih institusi pelayanan kesehatan
tahap persiapan perawat sudah cukup bagus
yang sudah mempunyai pandangan, cenderung
tetapi menurun pada tahap pelaksanaan dan
memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi,
terminasi.
kinerja yaitu wujud dari kinerja ini misalnya
kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan dalam
memberikan pelayanan yang relative cepat,
karakteristik produk meliputi meliputi
penampilan bangunan, kebersihan dan tipe kelas
kamar yang disediakan beserta kelengkapannya,
pelayanan yaitu pelayanan keramahan petugas
rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.
Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik
apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan
pasien. Kepuasan muncul dari kesan pertama memberikan layanan yang kurang baik. faktor
masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan lain yang menyebabkan tingkat kepuasan sedang
yang diberikan. Misalnya pelayanan yang cepat, adalah keadaan responden saat menjawab
tanggap dan keramahan dalam memberikan kuesioner.
pelayanan keperawatan, lokasi yaitu umumnya Kemungkinan responden kurang
semakin dekat lokasi dengan pusat perkotaan semangat dalam mengisi kuesioner sehingga
atau yang mudah dijangkau, mudahnya responden mengisi dengan asal-asalan. Hal ini
transportasi dan lingkungan yang baik akan selaras bahwa faktor emosional mempengaruhi
semakin menjadi pilihan bagi pasien, fasilitas tingkat kepuasan pasien.7 Berdasarkan dengan
turut menentukan kepuasan pasien, misalnya melihat beberapa item yang terdapat pada
fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, kuesioner bahwa responden menyatakan mereka
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan merasakan kepuasan tinggi pada faktor assurance
ruang kamar rawat inap, komunikasi yaitu tata dan responden merasakan tidak puas atau
cara informasi yang diberikan pihak penyedia kepuasan rendah pada faktor responsiveness hal
jasa dan keluhan dari pasien, suasana meliputi ini di ungkapkan oleh responden karena pada
keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang, saat pasien datang ke rumah sakit pasien
nyaman, sejuk dan indah akan sangat berharap tinggi terhadap pelayanan yang akan
mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses diterimanya dan pada kenyataannya tidak
penyembuhannya, desain visual meliputi sebanding dengan pelayanan keperawatan yang
dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan diterimanya dalam hal ini perawat kurang
yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut tanggap atau terlalu lama dalam memberikan
menentukan suatu kenyamanan. tindakan, sehingga harapan tinggi pasien
Kepuasan adalah perasaan senang berkurang pada faktor daya tanggap.
seseorang yang berasal dari perbandingan antara
kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk Tabel 5. Mutu Pelayanan Keperawatan Dengan
dengan harapannya. Kepuasan adalah perasaan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD
senang atau kecewa seseorang yang muncul dr. R. Koesma Tuban pada Bulan Maret-
setelah membandingkan antara persepsi April Tahun 2019
atau kesannya terhadap kinerja atau suatu
2
Pelayanan Kepuasan Pasien
Keperawata Tinggi Total
n Rendah Sedang

produk dan harapan-harapannya. Kualitas Kurang 7(43,7% 8(50%) 1(6,2%) 16


) (100%)
pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan Cukup 5(7,2%) 46(66,6% 18(26%) 69
ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal
dengan istilah “RATER” (responsiveness, Baik 0(0%) 10(37%) 17(62,9%) 27 (100%)
112
assurance, tangible, emphaty, dan reliability).1 Total 12 (10,7%) 64 (57,1%) 36(32,1%)

(100%)
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa
Hasil Uji korelasi Spearman Rank ρ = 0,000
diruang asoka kepuasan pasien dalam kategori
sedang karena kinerja dan pelayanan perawat Nilai r = 0,476
dalam memberikan tindakan keperawatan yang
relatif kurang tanggap atau cukup lama sehingga
pasien tidak cukup puas dengan kinerja Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa
pelayanan yang diberikan, dalam hal ini kepuasan pasien sedang dengan pelayanan
kepuasan pasien sangat pengaruhi oleh faktor keperawatan yang cukup yaitu sejumlah 46
pelayanan yang diberikan perawat. Kepuasan (66,6%), sedangkan kepuasan pasien tinggi
responden hanya berada kategori sedang dengan pelayanan keperawatan yang baik
mungkin dikarenakan juga dari pengalaman sejumlah 17 (62,9%) dan kepuasan pasien
responden yang pernah memanfaatkan RSUD dr. rendah dengan pelayanan keperawatan yang
R. Koesma Tuban dalam mengatasi masalah kurang sejumlah 7 (43,7%).
kesehatannya. Pengalaman tersebut dapat Berdasarkan tabel 5 Hal ini dibuktikan
mempengaruhi penilaian responden menjadi dengan analisa menggunakan program SPSS
biasa saja pada layanan yang baik maupun yang dengan uji korelasi spearman rank dan tingkat
kurang baik. dilihat dari segi karakteristik signifikansi (α) 0,05 didapatkan ρ = 0,00 dimana
layanan, kemungkinan perawat memberikan ρ < 0,05 maka disimpulkan H1 diterima, artinya
layanan yang sewajarnya, tidak memberikan
ada hubungan antara Pelayanan Keperawatan
layanan yang eksklusif maupun tidak
dengan Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD
dr. R. Koesma
Tuban. Selain itu didapatkan nilai korelasi Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat
spearman = 0,476 yang menunjukkan bahwa memperkuat teori yang dikemukakan bahwa
arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi pelayanan merupakan hal terpenting dari faktor-
yang sedang antara mutu Pelayanan faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien. 8
Keperawatan dengan tingkat Kepuasan Pasien di Pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
Ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban. Dengan keperawatan harus kompeten dan
kata lain semakin baik pelayanan keperawatan memperhatikan kebutuhan pasien dan
maka semakin tinggi kepuasan yang dirasakan menghargai pasien. Pelayanan yang memberikan
pasien, begitu pula sebaliknya. Sejalan dengan kesan baik akan meningkatkan kepuasan pasien.
terdapat hubungan korelasi positif sebesar 0,529 Hasil penelitian di Ruang Asoka RSUD dr.
antara kualitas pelayanan tenaga perawat dengan R. Koesma Tuban bahwa ada responden yang
tingkat kepuasan pasien diruang rawat inap menilai pelayanan keperawatan berada pada
badan RSUD dr. H. Soewondo Kendal.9 kategori kurang namun tingkat kepuasan tinggi
Kepuasan pelanggan (pasien) terjadi sejumlah 1 orang. Peneliti menganalisa penyebab
apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, responden menyatakan kepuasannya tinggi
atau harapannya dapat terpenuhi. Harapan dengan pelayanan yang kurang dikarenakan
tersebut dapat terpenuhi melalui jasa (pelayanan responden merasa lelah dan kurang bersemangat
kesehatan) yang diterima olehnya. Oleh karena dalam mengisi kuesioner sehingga responden
itu kepuasan pasien adalah selisih (gap) antara dalam mengisi kuesioner asal-asalan. Hal ini
layanan yang diterima oleh pasien dengan selaras bahwa faktor emosional mempengaruhi
harapan pasien pada layanan tersebut.4 tingkat kepuasan pasien. 7
Pasien dalam mengevaluasi kepuasan Disisi lain masih ada beberapa yang
terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu menilai layanan keperawatan pada kategori
pada beberapa faktor yaitu kualitas produk atau kurang baik memiliki tingkat kepuasan rendah.
jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, Layanan keperawatan yang diterima oleh pasien
karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, ternyata kurang dari harapan pasien, maka
komunikasi, suasana, desain visual.8 pasien tersebut merasa tidak puas karena merasa
Mengevaluasi jasa yang bersifat kecewa. Apabila pelayanan keperawatan yang
intangible, konsumen umumnya menggunakan diterima tidak sebanding atau lebih besar dari
beberapa atribut atau faktor kepuasan meliputi harapan pasien maka pasien merasa puas. Maka
bukti langsung (Tangible), keandalan dapat dikatakan bahwa pelayanan keperawatan
berhubungan dengan kepuasan yang dirasakan
(Reability), Daya tanggap (Responsiveness),
pasien. Semakin baik pelayanan keperawatan,
jaminan (Assurance), dan empati.2
maka kepuasan pasien semakin tinggi pula.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Demikian juga sebaliknya, semakin rendah
hipotesis pada penelitian ini diterima yaitu ada pelayanan keperawatan, maka kepuasan pasien
hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan semakin rendah pula.
tingkat kepuasan pasien. terdapat hasil penelitian Dari hasil penelitian pelayanan
tentang pelayanan keperawatan dengan tingkat keperawatan yang baik dari perawat merupakan
kepuasan yang mendukung hasil penelitian ini, salah satu sikap yang merupakan unsur yang
yaitu penelitian dengan judul “Hubungan Kualitas sangat penting dalam proses yang berlangsung
Pelayanan Tenaga Perawat dengan Tingkat sehingga menciptakan rasa nyaman dan aman
Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Badan dari pasien. Pasien yang diperlakukan dengan
RSUD dr. H. Soewondo Kendal”. 7 Hasil penelitian penuh kasih sayang, terutama adanya tindakan
tersebut juga menunjukkan bahwa ada hubungan keperawatan dengan baik akan menghasilkan
yang bermakna antara persepsi pasien terhadap kesembuhan luka yang lebih cepat, berkurangnya
mutu pelayanan dengan kepuasan pasien. rasa nyeri, berkurangnya
kecemasan dan mempercepat rawat inap di Sebaiknya pihak rumah sakit
rumah sakit yang berdampak pada kepuasan mempertahankan tahap persiapan dalam
pasien. tindakan keperawatan dan meningkatkan tahap
Tindakan keperawatan yang baik dari pelaksanaan dan tahap terminasi dalam
perawat dalam melakukan pelayanan pemberian pelayanan keperawatan dengan
keperawatan menjadi salah satu komponen yang memperhatikan atau mengkaji faktor penunjang
utama. Kepuasan pasien merupakan keluaran kepuasan pasien yaitu mempertahankan aspek
layanan kesehatan. Dengan demikian kepuasan assurance dan meningkatkan aspek tangible dan
pasien merupakan salah satu tujuan untuk responsiveness Selain itu meningkatkan
meningkatkan kualitas pelayanan. Dapat kolaborasi dan kepercayaan diri perawat,
dibuktikan bahwa pasien di Ruang Asoka RSUD pengembangan persahabatan dan kebersamaan
dr. R. Koesma Tuban pada bulan Maret- April di lingkungan kerja, meningkatkan dukungan dari
Tahun 2019 merasa puas terhadap mutu tim kerja dan hubungan kerjasama yang lebih
pelayanan keperawatan yang baik terhadap harmonis antara atasan dan bawahan serta
pasien dan keluarga pasien. sesama rekan kerja, pembayaran yang sesuai
dengan beban kerja dan tanggung jawab,
IV. SIMPULAN DAN SARAN memberikan pelatihan tingkat lanjut dan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan kesempatan pengembangan diri dimana setiap
dapat disimpulkan bahwa: perawat diberi kesempatan yang sama, begitu
1. Hampir setengahnya perawat di ruang pula memberi kesempatan yang sama untuk
Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban promosi karir guna meningkatkan pelayanan
memiliki mutu pelayanan keperawatan keperawatan dan meminimalisir keluhan
yang cukup baik, hal ini dibuktikan kepuasan pasien.
dengan banyaknya pasien maupun 3. Bagi Perawat
keluarga pasien yang mengutarakan hal Sebaiknya perawat mempertahankan atau
tersebut. meningkatkan pelayanan keperawatannya dalam
2. Hampir setengahnya pasien merasa rangka meminimalisir keluhan pasien serta
meningkatkan ketrampilan dan profesionalisme
cukup puas dengan pelayanan
kerjanya. Selain itu perawat diharapkan dapat
keperawatan yang diperoleh, hal itu
mengkomunikasikan keluhan- keluhan dengan
dibuktikan dengan sedikitnya keluhan
baik dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
pasien tentang mutu pelayanan Perawat juga dapat memberikan saran dan
keperawatan yng diterima dari perawat masukan kepada pihak pengelola rumah sakit
di ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma secara terbuka pada setiap agenda rapat rutin
Tuban. berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang
3. Ada hubungan mutu hubungan pelayanan dirasa kurang sesuai atau perlu dilakukan
keperawatan dengan tingkat kepuasan pembenahan.
pasien di ruang Asoka RSUD dr. R.
Koesma Tuban. V. UCAPAN TERIMA KASIH
SARAN 1. Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE
1. Bagi Peneliti Selanjutnya selaku ketua STIKES Nahdlatul Ulama
Peneliti selanjutnya sebaiknya mampu Tuban
mengembangkan penelitian lebih lanjut 2. Ummu Qonitun, S.SiT., M.Keb., MM., selaku
mengenai masing masing dari komponen ketua LPPM STIKES Nahdlatul Ulama
variabel kepuasan pasien yaitu reliability, Tuban
assurance, tangible, emphaty, responsiveness,
3. Seluruh dosen dan civitas akademika
dengan komponen variabel pelayanan
STIKES Nahdlatul Ulama Tuban
keperawatan meliputi tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap terminasi.
2. Bagi Instansi Rumah Sakit
REFERENSI
1. Ehsan MM, Ghafoor MM, Iqbal, HK. Impact of brand image, service quality and price on customer
satisfaction. International Journal of Business and Social Science. 2012; (3): 23.
2. Nursalam. Manajemen keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2015.
3. Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. Service Quality and Satisfaction, Edisi 4. Penerbit Andi: Yogyakarta;
2016.
4. S. Supriyanto dan Ernawati. Pemasaran industri jasa kesehatan. Penerbit CV Andi Offset: Yogyakarta; 2010.
5. Triwibowo. Manajemen pelayanan keperawatan di rumah sakit. TIM: Jakarta; 2013.
6. Asmuji. Manajemen keperawatan. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta; 2012.
7. Ertanto, W. Hubungan antara kualitas pelayanan tenaga perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruang
rawat inap badan rumah sakit umum dr.
H. Soewondo Kendal. 2002. Available from:http://eprints.undip.ac.id/6687/1/1395.pdf.

8. Moenir. Manajemen pelayanan umum di indonesia. PT. Bumi Aksara: Jakarta; 2002.
9. Simamora, R. Buku ajar manajemen keperawatan. EGC: Jakarta; 2015.
FORM ANALISIS JURNAL KORELASI HUBUNGAN MUTU
PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT
KEPUASAN PASIEN DI RUANG ASOKA RSUD DR. R.
KOESMA TUBAN

NO ITEM ANALISIS HASIL ANALISIS

Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat


1. Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD Dr. R. Koesma Tuban
Judul

2 Latar belakang Keadaan kurangnya tingkat kepuasan pasien terjadi karena


tuntutan kebutuhan pasien semakin meningkat, namun tidak
diiringi dengan perbaikan tindakan perawat. Apabila pasien
merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan,
maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan
tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan
publik. Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sebagai
mana yang dilakukan RSUD dr. R. Koesma Tuban, perlu
mendapatkan perhatian, khususnya dalam kualitas pelayanan
agar sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Penelitian ini memfokuskan pada mutu pelayanan
keperawatan dan tingkat kepuasan pasien di Ruang asoka
RSUD dr. R. Koesma Tuban.

3 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan mutu


pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien di
Ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban.

4 Tujuan khusus
1. Untuk Mengetahui Distribusi Responden berdasarkan
Usia di Ruang Asoka RSUD dr. R. KoesmaTuban pada
Bulan Maret-April Tahun 2019

2. Untuk Mengetahui Distribusi Responden berdasarkan


Tingkat Pendidikan di Ruang Asoka RSUD dr. R.
KoesmaTuban pada Bulan Maret-April Tahun 2019

3. Untuk Mengetahui Distribusi Responden berdasarkan


Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Asoka RSUD dr
R. Koesma Tuban pada Bulan Maret-April Tahun 2019

4. Untuk mengetahui Mutu Pelayanan Keperawatan


Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD
dr. R. Koesma Tuban pada Bulan Maret-April Tahun 2019

5. Untuk mengetahui Distribusi Responden berdasarkan


Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD dr.
R.Koesma Tuban pada Bulan Maret-April Tahun 2019

6. Untuk Mengetahui Mutu Pelayanan Keperawatan


Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD
dr. R. Koesma Tuban pada Bulan Maret-April Tahun 2019

5 Isi Tinjauan Pustaka Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap pasien dari
pertama kali datang sampai meninggalkan rumah sakit. Pasien
dikatakan puas jika pelayanan yang diterima oleh pasien sesuai
dengan harapan pasien atau melampaui harapan yang pasien
inginkan dan jika pelayanan yang diterima oleh pasien tidak
sesuai harapan maka sebaliknya pasien tidak puas2. Keadaan
kurangnya kepuasan pasien terjadi karena tuntutan kebutuhan
pasien semakin meningkat, namun tidak diiringi dengan
perbaikan tindakan perawat.1 Oleh karena itu pelayanan
rumah sakit seringkali mengalami permasalahan yang
mencakup tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap
pelayanan dirawat inap dan rawat jalan yang dianggap kurang
memadai atau memuaskan. 2

6 Hipotesis bila ada Apakah Ada Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Tenaga
Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap
Badan RSUD dr. H. Soewondo Kendal?

7 Desain penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian Analitic


Corelational untuk menganalisis hubungan antar kedua
variabel dengan menggunakan pendekatan waktu Cross
Sectional

8 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang di rawat di


ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban sebanyak 155
pasien.
9 Jumlah Sampel Dalam penelitian sampel yang digunakan sebanyak 112
responden pasien di ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban.

10 Cara menentukan sampel Teknik penelitian menggunakan metode Random Sampling.

11 Kriteria inklusi Pasien yang di rawat di ruang asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban
sebanyak 155 pasien. Pasien yang rawat inap pada Bulan
Maret-April Tahun 2019

12 Kriteria eksklusi Pasien yang tidak bersedia mengisi kuesioner, pasien yang
tidak bisa menulis ataupun membaca

13 Cara pengumpulan data Peneliti membagikan kuesioner pada pasien yang bersedia
menjadi responden yaitu 112 responden pasien di ruang
asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban dan peneliti mengolah data
menggunakan SPSS, kemudian penulis membuat kesimpulan
berdasarkan hipotesis awal dari data yang diperoleh.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah mutu pelayanan
keperawatan sedangkan variabel terikatnya yaitu tingkat
kepuasan pasien. Serta pengolahan data menggunakan Uji
Spearmen Rank. Adapun ketentuan pengambilan keputusan
apakah hipotesis diterima atau ditolak dengan melihat
signifikan. Bila p (<0,05) maka analisis menunjukkan hasil
yang signifikan, dengan penyataan lain H1 diterima, maka
terdapat hubungan mutu pelayanan keperawatan dan
tingkat kepuasan pasien di ruang asoka RSUD dr. R. Koesma
Tuban.
14 Instrumen yang digunakan Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yaitu kuesioner mutu pelayanan keperawatan dan
kuesioner tingkat kepuasan pasien.
15 Uji validitas & reliabilitas Tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas

16 Uji analisis yang digunakan Penelitian ini menggunakan Analisa bivariate dengan data yang
berskala ordinal dan ordinal, serta pengolahan data
menggunakan Uji Spearmen Rank. Adapun ketentuan
pengambilan keputusan apakah hipotesis diterima atau ditolak
dengan melihat signifikan. Bila p (<0,05) maka analisis
menunjukkan hasil yang signifikan, dengan penyataan lain H1
diterima, maka terdapat hubungan mutu pelayanan
keperawatan dan tingkat kepuasan pasien di ruang asoka RSUD
dr. R. Koesma Tuban.

17 Hasil penelitian Hasil penelitian didapatkan sebagian besar pasien merasa


cukup puas dengan pelayanan keperawatan yang cukup baik.
Hasil Uji Korelasi Spearmen (rs) didapatkan, variabel mutu
pelayanan keperawatan (p <0,05) mempunyai hubungan
terhadap tingkat kepuasan pasien dengan korelasi sedang (r =
0,476) dan arah korelasi positif yang berarti semakin baik mutu
pelayanan keperawatan maka semakin tinggi tingkat kepuasan
pasien.

18 Isi pembahasan Hampir setengahnya responden berusia ≥ 50 tahun yaitu


sejumlah 54 orang (48,1%) dan sebagian kecil responden
berumur ≤ 20 tahun yaitu sejumlah 2 orang (1,8%).

Hampir setengahnya pendidikan responden adalah SD yang


berjumlah 52 orang (46,4%), dan sebagian kecil pendidikan
responden adalah D3/Sarjana yang berjumlah 1 orang (0,9%).

Sebagian besar perawat di ruang Asoka melakukan pelayanan


keperawatan yang cukup baik yaitu 69 (61,6%) sedangkan
perawat dengan pelayanan keperawatan yang baik yaitu 27
(24,1%), dan sebagian kecil perawat yang melakukan pelayanan
keperawatan yang kurang baik yaitu 16 (14,3%).

Sebagian besar perawat di ruang asoka RSUD dr. R. Koesma


Tuban menerapkan pelayanan keperawatan yang cukup baik
yaitu 69 responden (61,6%) pada tahap persiapan, dan
sebagian kecil menerapkan pelayanan keperawatan yang
kurang baik yaitu 16 responden (14,3%) pada tahap
pelaksanaan. Layanan keperawatan dapat diamati dari praktik
keperawatan yang dilakukan oleh perawat saat melakukan
tindakan keperawatan pada pasien. Tindakan perawat
hendaknya dilakukan sesuai harapan pasien untuk mencapai
tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien. Pelayanan
kesehatan yang bermutu sering dipersepsikan sebagai suatu
layanan kesehatan yang dibutuhkan dalam hal ini akan
ditentukan oleh profesi layanan kesehatan dan sekaligus
diinginkan baik oleh klien (individu) ataupun masyarakat serta
terjangkau oleh daya beli masyarakat. Layanan kesehatan
sebagaimana juga mutu barang dan jasa bersifat multidimensi.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung berjalannya suatu
pelayanan dengan baik, yaitu kesadaran para pejabat dan
petugas yang berkecimpung dalam pelayanan, aturan yang
menjadi landasan kerja pelayanan, organisasi yang merupakan
alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme
kegiatan pelayanan, keterampilan petugas berhubungan
dengan bagaimana cara petugas mengikuti standart pelayanan
yang telah ditetapkan dalam hal kepatuhan, ketepatan
(accuracy), kebenaran (reliability), dan konsistensi, dan sarana
dalam pelaksanaan tugas pelayanan. Berdasarkan hasil
penelitian ini pelayanan keperawatan di ruang asoka sudah
cukup baik pada tahap persiapan karena perawat terampil
berhubungan dengan bagaimana cara perawat mengikuti
standart pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal
kepatuhan, ketepatan, kebenaran, dan konsistensi dalam
melakukan persiapan sebelum melakukan tindakan
keperawatan kepada pasien, dan dengan melihat beberapa
item yang terdapat pada kuesioner, yaitu sebagian besar
responden menilai perawat dalam memberi pelayanan
keperawatan yaitu cukup baik yang mendapat nilai paling tinggi
yaitu pada tahap persiapan, pada tahap persiapan ini perawat
terlihat sudah siap mulai dari diri dan alat yang diperlukan
dalam hal ini beberapa responden mengungkapkan bahwa
perawat tidak terlihat bolak balik ke ruang perawat untuk
mengambil alat tetapi pada tahap pelaksanaan mengalami
penurunan yaitu berdasarkan ungkapan dari responden
perawat tidak memperhatikan keadaan pasien saat melakukan
tindakan keperawatan dalam hal ini pasien merasa kurang
nyaman begitu pula pada tahap terminasi responden
mengungkapkan perawat setelah melakukan tindakan
keperawatan tidak memperhatikan perkembangan
klien. Dapat disimpulkan bahwa pada tindakan pelayanan
keperawatan pada tahap persiapan perawat sudah cukup
bagus tetapi menurun pada tahap pelaksanaan dan terminasi.

Hampir setengahnya pasien yang di rawat di ruang Asoka


tingkat kepuasannya sedang atau pasien merasa cukup puas
sejumlah 64 pasien (57,1%), sedangkan untuk tingkat kepuasan
tinggi atau pasien merasa sangat puas yaitu 36 pasien (32,1%)
dan sebagian kecil pasien yang merasa tidak puas atau tingkat
kepuasan rendah sejumlah 12 pasien (10,7%).Sebagian besar
pasien yang di rawat di ruang Asoka menilai tingkat kepuasan
sedang atau pasien merasa cukup puas sejumlah 64 responden
(57,1%), dan kepuasan pasien tinggi atau pasien merasa sangat
puas 36 responden (32,1 dan sebagian kecil pasien yang
merasa tidak puas atau tingkat kepuasan rendah sejumlah 12
pasien (10,7%).

Pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan


yang diterima mengacu pada beberapa faktor yaitu kualitas
produk atau jasa yaitu pasien akan merasa puas bila hasil
evaluasi mereka menunjukan bahwa produk atau jasa yang
digunakan berkualitas, harga merupakan aspek penting, namun
yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai
kepuasan pasien elemen ini mempengaruhi pasien dari segi
biaya yang di keluarkan, biasanya semakin mahal harga
perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar,
emosional yaitu pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa
orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien
memilih institusi pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai
pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih
tinggi, kinerja yaitu wujud dari kinerja ini misalnya kecepatan,
kemudahan, dan kenyamanan dalam memberikan pelayanan
yang relative cepat, karakteristik produk meliputi meliputi
penampilan bangunan, kebersihan dan tipe kelas kamar yang
disediakan beserta kelengkapannya, pelayanan yaitu pelayanan
keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.
Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam
memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan
pasien. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien
terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya
pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam
memberikan pelayanan keperawatan, lokasi yaitu umumnya
semakin dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yang mudah
dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik
akan semakin menjadi pilihan bagi pasien, fasilitas turut
menentukan kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik
sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang
nyaman dan ruang kamar rawat inap, komunikasi yaitu tata
cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan
dari pasien, suasana meliputi keamanan dan keakraban.
Suasana yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat
mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses
penyembuhannya, desain visual meliputi dekorasi ruangan,
bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan
dekorasi ikut menentukan suatu kenyamanan.

Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari


perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu
produk dengan harapannya. Kepuasan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara persepsi memberikan layanan yang kurang baik. faktor
lain yang menyebabkan tingkat kepuasan sedang adalah
keadaan responden saat menjawab kuesioner.

Kemungkinan responden kurang semangat dalam mengisi


kuesioner sehingga responden mengisi dengan asal-asalan. Hal
ini selaras bahwa faktor emosional mempengaruhi tingkat
kepuasan pasien. Berdasarkan dengan melihat beberapa item
yang terdapat pada kuesioner bahwa responden menyatakan
mereka merasakan kepuasan tinggi pada faktor assurance dan
responden merasakan tidak puas atau kepuasan rendah pada
faktor responsiveness hal ini di ungkapkan oleh responden
karena pada saat pasien datang ke rumah sakit pasien
berharap tinggi terhadap pelayanan yang akan diterimanya dan
pada kenyataannya tidak sebanding dengan pelayanan
keperawatan yang diterimanya dalam hal ini perawat kurang
tanggap atau terlalu lama dalam memberikan tindakan,
sehingga harapan tinggi pasien berkurang pada faktor daya
tanggap.

Kualitas pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan


ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah
“RATER” (responsiveness, assurance, tangible, emphaty, dan
reliability).Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa diruang asoka
kepuasan pasien dalam kategori sedang karena kinerja dan
pelayanan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan
yang relatif kurang tanggap atau cukup lama sehingga pasien
tidak cukup puas dengan kinerja pelayanan yang diberikan,
dalam hal ini kepuasan pasien sangat pengaruhi oleh faktor
pelayanan yang diberikan perawat. Kepuasan responden hanya
berada kategori sedang mungkin dikarenakan juga dari
pengalaman responden yang pernah memanfaatkan RSUD dr.
R. Koesma Tuban dalam mengatasi masalah kesehatannya.
Pengalaman tersebut dapat mempengaruhi penilaian
responden menjadi biasa saja pada layanan yang baik maupun
yang kurang baik. dilihat dari segi karakteristik layanan,
kemungkinan perawat memberikan layanan yang sewajarnya,
tidak memberikan layanan yang eksklusif maupun tidak.
Kepuasan pasien sedang dengan pelayanan keperawatan yang
cukup yaitu sejumlah 46 (66,6%), sedangkan kepuasan pasien
tinggi dengan pelayanan keperawatan yang baik sejumlah 17
(62,9%) dan kepuasan pasien rendah dengan pelayanan
keperawatan yang kurang sejumlah 7 (43,7%).

Hal ini dibuktikan dengan analisa menggunakan program SPSS


dengan uji korelasi spearman rank dan tingkat signifikansi (α)
0,05 didapatkan ρ = 0,00 dimana ρ < 0,05 maka disimpulkan H1
diterima, artinya ada hubungan antara Pelayanan Keperawatan
dengan Kepuasan Pasien di Ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma
Tuban. Selain itu didapatkan nilai korelasi spearman = 0,476
yang menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan
kekuatan korelasi yang sedang antara mutu Pelayanan
Keperawatan dengan tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Asoka
RSUD dr. R. Koesma Tuban. Dengan kata lain semakin baik
pelayanan keperawatan maka semakin tinggi kepuasan yang
dirasakan pasien, begitu pula sebaliknya. Sejalan dengan
terdapat hubungan korelasi positif sebesar 0,529 antara
kualitas pelayanan tenaga perawat dengan tingkat kepuasan
pasien diruang rawat inap badan RSUD dr. H. Soewondo
Kendal.9

Kepuasan pelanggan (pasien) terjadi apabila apa yang menjadi


kebutuhan, keinginan, atau harapannya dapat terpenuhi.
Harapan tersebut dapat terpenuhi melalui jasa (pelayanan
kesehatan) yang diterima olehnya. Oleh karena itu kepuasan
pasien adalah selisih (gap) antara layanan yang diterima oleh
pasien dengan harapan pasien pada layanan tersebut.4

Pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan


yang diterima mengacu pada beberapa faktor yaitu kualitas
produk atau jasa, harga, emosional, kinerja, estetika,
karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi,
suasana, desain visual.8

Mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen


umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor
kepuasan meliputi bukti langsung (Tangible), keandalan
(Reability), Daya tanggap (Responsiveness), jaminan
(Assurance), dan empati.2

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis pada penelitian


ini diterima yaitu ada hubungan mutu pelayanan keperawatan
dengan tingkat kepuasan pasien. terdapat hasil penelitian
tentang pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan yang
mendukung hasil penelitian ini, yaitu penelitian dengan judul
“Hubungan Kualitas Pelayanan Tenaga Perawat dengan Tingkat
Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Badan RSUD dr. H.
Soewondo Kendal”. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi pasien
terhadap mutu pelayanan dengan kepuasan pasien.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat memperkuat teori


yang dikemukakan bahwa pelayanan merupakan hal terpenting
dari faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien.8
Pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan harus
kompeten dan memperhatikan kebutuhan pasien dan
menghargai pasien. Pelayanan yang memberikan kesan baik
akan meningkatkan kepuasan pasien.

Hasil penelitian di Ruang Asoka RSUD dr. R. Koesma Tuban


bahwa ada responden yang menilai pelayanan keperawatan
berada pada kategori kurang namun tingkat kepuasan tinggi
sejumlah 1 orang. Peneliti menganalisa penyebab responden
menyatakan kepuasannya tinggi dengan pelayanan yang
kurang dikarenakan responden merasa lelah dan kurang
bersemangat dalam mengisi kuesioner sehingga responden
dalam mengisi kuesioner asal-asalan. Hal ini selaras bahwa
faktor emosional mempengaruhi tingkat kepuasan pasien.
7.Disisi lain masih ada beberapa yang menilai layanan
keperawatan pada kategori kurang baik memiliki tingkat
kepuasan rendah. Layanan keperawatan yang diterima oleh
pasien ternyata kurang dari harapan pasien, maka pasien
tersebut merasa tidak puas karena merasa kecewa. Apabila
pelayanan keperawatan yang diterima tidak sebanding atau
lebih besar dari harapan pasien maka pasien merasa puas.
Maka dapat dikatakan bahwa pelayanan keperawatan
berhubungan dengan kepuasan yang dirasakan pasien.
Semakin baik pelayanan keperawatan, maka kepuasan pasien
semakin tinggi pula. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah
pelayanan keperawatan, maka kepuasan pasien semakin
rendah pula.

Dari hasil penelitian pelayanan keperawatan yang baik dari


perawat merupakan salah satu sikap yang merupakan unsur
yang sangat penting dalam proses yang berlangsung sehingga
menciptakan rasa nyaman dan aman dari pasien. Pasien yang
diperlakukan dengan penuh kasih sayang, terutama adanya
tindakan keperawatan dengan baik akan menghasilkan
kesembuhan luka yang lebih cepat, berkurangnya rasa nyeri,
berkurangnya kecemasan dan mempercepat rawat inap di
rumah sakit yang berdampak pada kepuasan pasien.

Tindakan keperawatan yang baik dari perawat dalam


melakukan pelayanan keperawatan menjadi salah satu
komponen yang utama. Kepuasan pasien merupakan keluaran
layanan kesehatan. Dengan demikian kepuasan pasien
merupakan salah satu tujuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan. Dapat dibuktikan bahwa pasien di Ruang Asoka
RSUD dr. R. Koesma Tuban pada bulan Maret- April Tahun 2019
merasa puas terhadap mutu pelayanan keperawatan yang baik
terhadap pasien dan keluarga pasien.

19 Kesimpulan Hampir setengahnya perawat di ruang Asoka RSUD dr. R.


Koesma Tuban memiliki mutu pelayanan keperawatan yang
cukup baik, hal ini dibuktikan dengan banyaknya pasien
maupun keluarga pasien yang mengutarakan hal tersebut.

Hampir setengahnya pasien merasa cukup puas dengan


pelayanan keperawatan yang diperoleh, hal itu dibuktikan
dengan sedikitnya keluhan pasien tentang mutu pelayanan
keperawatan yng diterima dari perawat di ruang Asoka RSUD
dr. R. Koesma Tuban.

Ada hubungan mutu hubungan pelayanan keperawatan


dengan tingkat kepuasan pasien di ruang Asoka RSUD dr. R.
Koesma Tuban.
20 Saran
Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya sebaiknya mampu mengembangkan


penelitian lebih lanjut mengenai masing masing dari
komponen variabel kepuasan pasien yaitu reliability,
assurance, tangible, emphaty, responsiveness, dengan
komponen variabel pelayanan keperawatan meliputi tahap
persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap terminasi.

Bagi Instansi Rumah Sakit

Sebaiknya pihak rumah sakit mempertahankan tahap


persiapan dalam tindakan keperawatan dan meningkatkan
tahap pelaksanaan dan tahap terminasi dalam pemberian
pelayanan keperawatan dengan memperhatikan atau
mengkaji faktor penunjang kepuasan pasien yaitu
mempertahankan aspek assurance dan meningkatkan aspek
tangible dan responsiveness Selain itu meningkatkan
kolaborasi dan kepercayaan diri perawat, pengembangan
persahabatan dan kebersamaan di lingkungan kerja,
meningkatkan dukungan dari tim kerja dan hubungan
kerjasama yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan
serta sesama rekan kerja, pembayaran yang sesuai dengan
beban kerja dan tanggung jawab, memberikan pelatihan
tingkat lanjut dan kesempatan pengembangan diri dimana
setiap perawat diberi kesempatan yang sama, begitu pula
memberi kesempatan yang sama untuk promosi karir guna
meningkatkan pelayanan keperawatan dan meminimalisir
keluhan kepuasan pasien.

Bagi Perawat

Sebaiknya perawat mempertahankan atau meningkatkan


pelayanan keperawatannya dalam rangka meminimalisir
keluhan pasien serta meningkatkan ketrampilan dan
profesionalisme kerjanya. Selain itu perawat diharapkan dapat
mengkomunikasikan keluhan- keluhan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Perawat juga dapat
memberikan saran dan masukan kepada pihak pengelola
rumah sakit secara terbuka pada setiap agenda rapat rutin
berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dirasa kurang
sesuai atau perlu dilakukan pembenahan.
Hubungan Status Gizi Dengan Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Post
Apendektomi

Andi Siswandi1, Mardheni Wulandari2, Mizar Erianto3, Azahrah Mawaddah4* 1)Departemen


Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, andi_niiiii@yahoo.com 2)Departement
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, mardheniw@gmail.com
3)
Departement Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, mizar.erianto@gmail.com
4)
Fakultas Kedokteran,Universitas Malahayati, mawaddahazahrah@gmail.com

ABSTRAK
Apendisitis merupakan bagian dari kasus kegawatan yang sering terjadi pada area abdomen. Apendisitis adalah suatu
penyakit prototype yang berlangsung melalui peradangan akibat obstruksi dan iskemia dengan gejala utamanya
adalah nyeri yang mencerminkan dari keadaan penyakit. Apendisitis memerlukan tindakan bedah apendektomi untuk
mengurangi resiko perforasi. Tindakan bedah pendektomi merupakan salah satu jenis luka yaitu luka insisi. Waktu
penyembuhan luka dapat ditentukan dengan membedakan dari jenis luka akut ataupun kronis. Apendektomi yang tidak
mengalami infeksi pasca pembedahan termasuk kategori dari luka akut, secara fisiologis luka akut akan sembuh ± 0-
21 hari. Akan tetapi, jika pemberian gizi tidak terpenuhi dengan baik maka akan menghambat proses penyembuhan
luka. Faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka salah satunya adalah status gizi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan proses penyembuhan luka pada pasien post apendektomi di
RSUD.Dr.H. Abdoel muluk Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan penlitian analitik observasi dengan
pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Data dianalisis
menggunakan uji Chi-square. Dari uji Chi-quare didapatkan hubungan status gizi dengan proses penyembuhan luka
yang bermakna (p<0.05) yaitu diperoleh nilai p=0.004,dan diperoleh nilai (OR=10.5) dapat dikatakan bahwa status
gizi cukup 10.5 kali lebih besar mengalami penyembuhan luka baik jika dibandingkan dengan status gizi kurang.
Terdapat hubungan antara status gizi dengan proses penyembuhan luka pada pasien post apendektomi.

Kata kunci : Status Gizi, Penyembuhan Luka, Post Apendektomi

ABSTRACT
Appendicitis is part of the emergency cases that often occur in the abdominal area. Appendicitis is a prototype disease
that takes place through inflammation due to obstruction and ischemia with the main symptoms which is pain that
reflects the state of the disease. Appendicitis requires surgical appendectomy to reduce the risk of perforation.
Apendectomy surgery is one type of wound that is an incision wound. The time of wound healing can be determined by
the distinguishing between types of acute or chronic wounds. Appendectomy that does not have a post-surgical
infection is categorized as an acute wound, physiologically the acute wound will heal ± 0-21 days. However, if the
provision of nutrition is not fulfilled properly it will be almost the wound healing process. One factor that can
influence the wound healing process is nutritional status. This study aim to determine the correlation of nutritional
status with the wound healing process of post-appendectomy patients in RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek, Bandar
Lampung. This study used observational analytic with cross sectional approach. The sampling technique used was
accidental sampling. The data were analyzed by using Chi-square test. From the Chi-square test found a relationship
of nutritional status with a significant wound healing process (p <0.05) which is obtained p = 0.004, and the value
obtained (OR = 10.5) can be said that adequate nutritional status is 10.5 times more likely to experience good wound
healing when compared to undernourished nutritional status. There is a correlation between nutritional status and
wound healing process in post-appendectomy patients.

Keywords: Nutritional Status, Wound Healing,Post Appendectomy

*Korespondensi Author: Azahrah Mawaddah Noviska, Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati,


mawaddahazahrah@gmail.com, 081213215822

I. PENDAHULUAN prototype yang berlangsung melalui peradangan


Apendisitis merupakan bagian dari kasus akibat obstruksi dan iskemia dengan gejala
kegawatan yang sering terjadi pada area utamanya adalah nyeri yang mencerminkan dari
abdomen. Apendisitis adalah suatu penyakit keadaan penyakit.1
Angka kejadian apendisitis cukup tinggi operasi.5 Didalam pasca pembedahan,
di dunia. Berdasarkan World Health penanganan yang kurang baik rentan akan
Organisation tahun 2010, angka mortalitas terjadi infeksi. Penanganan yang baik didalam
akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana melakukan manajemen luka akan mengurangi
populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan resiko komplikasi, dan apabila terjadi infeksi
perempuan. Angka mortalitas appendicitis maka akan menyebabkan masa perawatan yang
sekitar 12.000 jiwa pada lakilaki dan sekitar lebih lama, sehingga biaya perawatan di rumah
10.000 jiwa pada perempuan. Di Amerika
sakit menjadi lebih tinggi.6
Serikat terdapat 70.000 kasus appendicitis setiap
Luka adalah terputusnya kontinuitas
tahnnya. Kejadian appendicitis di Amerika
struktur anatomi jaringan tubuh yang bervariasi
memiliki insiden 12 kasus per 10.000 anak
mulai dari yang paling sederhana seperti lapisan
pertahunya antara kelahiran sampai umur 4
epitel dari kulit, sampai lapisan yang lebih
tahun. Kejadian appendicitis meningkat 25 kasus
dalam seperti jaringan subkutis, lemak dan otot
per 10.000 anak pertahunnya antara umur 10-17
bahkan tulang beserta struktur lainnya seperti
tahun di Amerika Serikat. Insidensi apendisitis
tendon, pembuluh darah dan syaraf, sebagai
di Indonesia pun masih menjadi penyokong
akibat dari trauma atau ruda paksa atau trauma
terbesar untuk pasien operasi setiap tahunnya,
dari luar.7 Waktu penyembuhan luka dapat
sebesar 596.132 orang dengan presentase 3,36%
ditentukan dengan membedakan dari jenis luka
dilaporkan menderita apendisitis pada tahun
akut ataupun kronis. Apendektomi yang tidak
2009, dan meningkat menjadi 621.435 dengan
mengalami infeksi pasca pembedahan termasuk
presentase 3,53% di tahun 2010. 2 Apendisitis
kategori dari luka akut, secara fisiologis luka
dapat ditemukan pada semua umur. Pada anak
akut akan sembuh ± 0-21 hari. Akan tetapi, jika
kurang dari satu tahun kasusnya sangat jarang
pemberian nutrisi tidak terpenuhi dengan baik
dilaporkan dan paling sering terjadi pada usia
maka akan menghambat proses penyembuhan
antara 10 sampai 20 tahun.Kejadian apendisitis
luka.8
pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding.
Faktor yang dapat mempengaruhi proses
Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun
penyembuhan luka salah satunya adalah status
dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat
gizi. Penilaian luka didasarkan pada
apendisitis.Insiden apendisitis di Bandar
pemeriksaan klinis pada pasien dan dinilai pada
Lampung terbilang cukup tinggi. Berdasarkan
fase inflamasi dan fase proliferasi. Pada fase
data yang diperoleh didapatkan bahwa pasien
inflamasi terjadi kemerahan, suhu terasa hangat
apendisitis tercatat sebanyak 495 orang. Pasien
disekitar luka, rasa nyeri,dan pembengkakan.
tersebut terdiri dari pasien rawat jalan sebanyak
Pada fase proliferasi luka mulai merapat,
306 orang dan yang di rawat inap sebanyak 189
tegangan pada luka mulai berkurang, oedema
orang pada tahun 2010.3
berkurang, warna kemerahan pada luka
Apendisitis memiliki potensi untuk
berkurang, suhu teraba normal di sekitar
terjadinya komplikasi parah jika tidak segera
luka,nyeri pada luka berkurang dan luka terasa
diobati, seperti perforasi atau sepsis dan bahkan
gatal. Luka dikatakan sembuh ttertunda bila
dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini
terdapat eksudat dan tanda-tanda infeksi,
perlu dilakukan tindakan pembedahan sebagai
terdapat diskointuinitas jaringan,luka berbau,
terapi apendisitis, yang disebut juga
4
luka basah, dan jahitan yang masih terbuka.5
apendektomi. Tindakan bedah apendektomi
Menurut Rusjiyanto yang tarkait dengan
merupakan salah satu contoh dari jenis luka
proses penyembuhan luka pasca operasi, salah
yaitu luka insisi dimana luka insisi merupakan
satunya adalah penelitian tentang “Pengaruh
hilang, rusak, atau terputusnya kontuinuitas
Pemberian Suplemen Seng (Zn) Dan Vitamin C
sebagian jaringan tubuh yang diakibatkan
Terhadap Kecepatan Penyembuhan Luka Pasca
potongan bersih menggunakan benda tajam yang
Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah
biasa dibuat oleh ahli bedah untuk prosedur
Kabupaten Sukoharjo” dari data yang diperoleh
lebih dari 50% pasien bedah yang dirawat lebih Bandar Lampung”. Permasalahan dalam
dari seminggu menderita anemia, mal nutrisi penelitian ini adalah Apakah ada hubungan
ataupun defisiensi vitamin. Perbaikan status gizi antara status gizi dengan proses penyembuhan
pada pasien dengan kasus pembedahan luka pada pasien post apendektomi di RSUD.
sangatlah penting untuk mempercepat proses Dr. H. Abdoel muluk Bandar Lampung. Tujuan
penyembuhan luka operasi dan penyakit penelitian ini adalah Mengetahui hubungan
dasarnya sendiri. Salah satu faktor penyebab status gizi dengan proses penyembuhan luka
adanya permasalahan tersebut diantaranya pada pasien post apendektomi di RSUD. Dr. H.
karena pasien-pasien bedah di rumah sakit Abdoel muluk Bandar Lampung.
merupakan pasien yang rentan mal nutrisi, oleh
karena itu pemberian nutrisi yang tepat pada II. METODE
pasien rawat inap di rumah sakit akan Jenis penelitian adalah penelitian dalam
meningkatkan outcome klinik menuju bentuk analitik observasi yaitu penelitian yang
9
kesembuhan. didasarkan pada pengamatan sekelompok
Berdasarkan penelitian tentang “faktor- tertentu dalam jangka waktu tertentu. Rancangan
faktor yang berhubungan dengan penyembuhan dalam penelitian ini adalah dengan
luka post operasi laparotomi di ruang rawat inap menggunakan rancangan cross sectional.
RSUD Tugurejo Semarang” yang dilakukan Penelitian ini di lakukan di RSUD Dr. Abdul
oleh Nurwahyuningati, dari hasil analisis Moeloek Bandar Lampung pada bulan Januari -
menunjukan adanya hubungan antara status gizi Februari 2020. Sampel yang dipakai dalam
dengan penyembuhan luka dimana pada seorang penelitian ini diambil berdasarkan kriteria
dengan status gizi kurang dan mengalami luka inklusi dan eklusi yaitu, kriteria inklusinya
adalah pasien yang di diagnosis apendisitis akut
sembuh lama sebanyak 78,6% lebih besar
dan akan dilakukan open apendiktomi, pasien
dibandingkan dengan status gizi baik dan
yang bersedia menjadi responden dan kriteria
mengalami luka sembuh lama.10 eklusinya adalah pasien yang melakukan post
Pada beberapa penelitian yang terkait apendektomi perlaparotomi, pasien dengan
dengan proses penyembuhan luka pasca operasi, komplikasi, pasien post open apendektomi
salah satunya adalah Penelitian tentang dengan penyakit penyerta seperti, diabetes
“Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi melitus, gangguan pembekuan darah.
proses penyembuhan luka post apendektomi di Cara pengambilan sampel pada
RSUD Prof. Dr. Aloei saboe Kota Gorontalo” penelitian ini menggunakan Teknik accidental
yang dilakukan oleh Yusuf, dari hasil analisis sampling. Metode pengumpulan data yang
menunjukan adanya hubungan bermakna antara digunakan dalam penelitian ini adalah
status nutrisi dengan proses penyembuhan luka pengumpulan data primer, yang artinya data
post operasi apendektomi dimana orang dengan diperoleh secara langsung pada saat penelitian
nutrisi kurang yang mengalami luka tidak dengan lembar observasi untuk variabel
sembuh sebanyak 88.2% lebih besar dependen proses penyembuhan luka post
dibandingkan orang yang mengalami luka apendiktomi, yaitu dengan cara peneliti yang
sembuh dengan nutrisi kurang sebanyak 14.3% mengobservasi proses penyembuhan luka yang
artinya pasien dengan nutrisi yang kurang dimulai pada hari ke 3 post operasi apendiktomi
mempunyai kemungkinan untuk mengalami luka di RSUD Dr. H. Abdoel Muluk lembar
tidak sembuh dibandingkan pasien dengan observasi yang dibuat sendiri oleh peneliti
nutrisi yang baik.11 berdasarkan kriteria penyembuhan luka menurut
Dari berbagai uraian di atas, maka Smeltzer dan Bare. Dan data sekunder diperoleh
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dari rekam medis untuk melihat IMT.
tentang “Hubungan Status Gizi Dengan Proses Terdapat 3 tahapan dalam proses
Penyembuhan Luka Pada Pasien Post pelaksana, yaitu 1).Tahap pertama: peneliti
Apendektomi di RSUD. Dr. H. Abdoel muluk terlebih dahulu melihat data pasien untuk
menghitung IMT, 2).Tahap kedua: peneliti pasien berusia <30 tahun berjumlah 20 orang
mengisi lembar observasi luka pada saat pasien (666.7)>30 tahun berjumlah 10 orang (33.3%).
ganti perban hari ke-3, 3).Tahap ketiga: Peneliti
melakukan analisis data univariat Analisis yang Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Pasien
bersifat univariat untuk melihat distribusi Post Apendektomi di RSUD Dr. H. Abdul
frekuensi dari seluruh faktor yang terdapat Moeloek Bandar Lampung
dalam variabel masing-masing, baik variabel Persentase
Usia Frekuensi
bebas maupun variabel terikat, untuk (%)
mendapatkan gambaran jawaban responden dan <30 tahun 20 66.7
menjelaskan karakteristik masing-masing
>30 tahun 10 33.3
variabel dan analisis bivariat digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel independent Jumlah 30 100
dengan variabel dependen. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan uji bivariat yaitu Uji Chi- Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Square. Pasien Post Apendektomi di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis
Frekuensi Persentase(%)
Responden dalam penelitian ini adalah Kelamin
pasien post operasi apendektomi di RSUD Dr. Laki-Laki 19 63.3
H. Abdul Moeloek Bandar Lampung sejak Perempuan 11 36.7
Januari sampai Februari 2020. Responden yang Jumlah 30 100
dipakai dalam penelitian ini berjumlah 18 orang
Tabel 2. Memperlihatkan distribusi
diambil berdasarkan teknik accidental sampling.
frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 1 menunjukan distribusi frekuensi
pada pasien post apendektomi dengan kasus
usia pada pasien post apendektomi di RSUD Dr.
terbanyak pada pasien laki-laki berjumlah 19
H.Abdul Moeloek Bandar Lampung berjumlah
orang (63.3%) dan terendah pada pasien
30 pasien (100%) dengan kasus terbanyak pada
perempuan berjumlah 11 orang (36.7%).

Tabel 3. Hubungan Status Gizi dengan Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Post Apendektomi di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
Penyembuhan Luka PR
P-
Status Total (95%
Kurang baik Baik valu
Gizi CI)
e
N % N % N %
Gizi 9 75 3 25 12 100 10.5
kurang 0,004 (1.889
Gizi -
4 22.2 14 77.8 18 100
Lebih 58.359)
Total 13 43.3 17 56.7 30 100

Tabel 3 diketahui bahwa dari hasil Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai
penelitian didapatkan dari 12 responden dengan p value = 0..004 (PR=10.5) dan (95% CI=
status gizi kurang ada sebanyak 9 responden 1.889-58.359), maka dapat disimpulkan bahwa
(75%) yang mengalami penyembuhan luka ada hubungan bermakna antara status gizi
kurang baik, sedangkan dari 18 responden dengan proses penyembuhan luka pada pasien
dengan status gizi lebih ada sebanyak 14 post operasi apendektomi (Ha diterima dan H0
responden (77.8%) yang mengalami ditolak). Dari nilai PR dengan pendekatan odds
penyembuhan luka baik. ratio (PR=Prevalensi Ratio) dapat dikatakan
bahwa status gizi lebih berisiko 10.5 kali lebih diperoleh dari protein hewani dan protein nabati.
besar mengalami penyembuhan luka baik jika Protein hewani merupakan protein sempurna
dibandingkan dengan status gizi kurang. yaitu protein yang mengandung asam amino
Dari hasil analisis menunjukan bahwa esensial lengkap. Sedangkan protein nabati
terdapat hubungan status gizi dengan proses merupakan jenis protein tidak sempurna karena
penyembuhan luka. Dari perhitungan yang tidak mengandung asam amino esensial atau
terlampir, didapatkan nilai p-value sebesar 0.004 kandungan asam amino esensialnya sangat
yang artinya p-value <0.05 maka H0 ditolak dan rendah sehingga dinilai tidak dapat menjamin
Ha diterima yang berarti terdapat hubungan berbagai keperluan pertumbuhan dan
antar kedua variabel. Hal tersebut sesuai dengan mempertahankan kehidupan berbagai jaringan
teori yang menyebutkan, apabila status gizi pada tubuh. Protein hewani antara lain terdapat
pasien baik makan penyembuhan luka juga akan pada telur, daging, ikan, udang, susu, dan keju.
baik. Sedangkan protein nabati banyak terkandung
Diketahui bahwa hasil analisis dalam tahu, tempe, kacang-kacangan, jagung
hubungan antara status gizi dengan proses dan lain-lain.13 Status gizi orang dewasa dapat
penyembuhan luka pada pasien post ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
apendektomi diperoleh dari 12 responden atau Body Mass Index (BMI), khususnya yang
dengan status gizi kurang ada sebanyak 9 berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
responden (75%) yang mengalami penyembuhan berat badan. Masalah kekurangan dan kelebihan
luka kurang baik, sedangkan dari 18 responden gizi pada dewasa (di atas 18 tahun) merupakan
dengan status gizi lebih ada sebanyak 14 masa penting, karena selain mempunyai resiko
responden (77.8%) yang mengalami penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi
penyembuhan luka baik. Dari hasil analisis produktifitas kerjanya. IMT dipercayai dapat
diperoleh nilai PR dengan pendekatan odds ratio menjadi indikator atau menggambarkan kadar
(PR=Prevalensi Ratio) memiliki kecenderungan adipositas dalam tubuh seseorang. Lemak
berisiko 10.5 kali lebih besar status gizi lebih memiliki peran penting dalam struktur dan
mengalami penyembuhan luka baik jika fungsi membran sel. Peran asam lemak dalam
dibandingkan dengan status gizi kurang. penyembuhan luka masiih belum begitu
Status gizi merupakan salah satu faktor dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak
yang berpengaruh langsung terhadap keadaan berperan untuk sintesis sel tubuh. Kekurangan
kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka
konsumsi makanan yang tidak sesuai dengan akan tetapi pasien yang gemuk atau kelebihan
kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun lemak dalam tubuh/jaringan dapat meningkatkan
kualitasnya. Apabila zat gizi yang dibutuhkan resiko infeksi pada luka karena suplai darah
tidak cukup akan mempengaruhi proses
jaringan adiposa tidak adekuat.10
penyembuhan luka, menaikkan kepekaan
Secara fisiologis pada pasien post
terhadap infeksi, menyumbang peningkatan
operasi terjadi peningkatan ekspenditur untuk
insiden komplikasi dan akan mengakibatkan
energi dan perbaikan, meningkatnya kebutuhan
perawatan yang lebih lama. Status gizi kurang,
untuk homeostasis, pemulihan. Hasil positif
terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
pembedahan sangat tergantung pada mekanisme
atau lebih zat-zat gizi esensial secara terus
imun yang adekuat dan penyembuhan luka.
menerus dalam waktu yang lama. Kekurangan
Keduanya bergantung dari peningkatan sintesis
gizi terutama protein sangat berpengaruh
protein baru, yang secara signifikan membatasi
terhadap proses penyembuhan luka. Protein
keseimbangan nitrogen dan keseimbangan
diperlukan untuk penyembuhan luka dan untuk
energi. Semi-starvasi akan terjadi dalam
membangun kembali berbagai jaringan tubuh
beberapa hari bukan beberapa minggu, jika
yang mengalami perubahan setelah menjalani
intake tidak memenuhi kebutuhan, khususnya
tindakan pembedahan. Sumber protein dapat
protein dan energi.12
Malnutrisi dapat mempengaruhi yang dapat menentukan faktor-faktor yang
beberapa area dari proses penyembuhan. mempengaruhi proses penyembuhan luka post
Kekurangan protein menurunkan sintesa dari operasi apendektomi yang belum dapat diteliti
kolagendan leukosit. Ketika luka terinfeksi, pada kesempatan kali ini.
respon inflamasi berlangsung lama dan
penyembuhan luka terlambat. Pada orang-orang V. UCAPAN TERIMAKASIH
yang gemuk penyembuhan luka lambat karena Peneliti mengucapkan terima kasih
suplai darah jaringan adipose tidak adekuat dan kepada semua pihak yang berperan dalam
jaringan lemak lebih sulit menyatu, dan lama pelaksanaan penelitian ini, terutama kepada
untuk sembuh.11 Jaringan lemak kekurangan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek yang telah
persediaan darah yang adekuat untuk menahan mendukung pelaksanaan penelitian.
infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan
elemen-elemen seluler untuk penyembuhan. REFERENSI
Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak 1. Zamzahar, Zarni, Eliza Anas. Pengaruh Teknik
segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Relaksasi Nafas Dalam dan Masase Terhadap
maka proses penyembuhan luka juga akan Penurunan Skala Nyeri Pasien Pasca
terhambat.9 Apendiktomi di Ruang Bedah RSUD Dr. M.
Hal ini sesuai dengan teori Dilla yang Zein Painan. NERS Jurnal Keperawatan.
2012;8(2):138-146.
menyatakan bahwa salah satu faktor yang
2. Depkes,RI. Pedoman praktis memantau status
mempengaruhi penyembuhan luka adalah
gizi orang dewasa. Jakarta Depkes RI. 2011;1-
malnutrisi dan obesitas.14 Juga sesuai dengan 10.
hasil penelitian Nurwahyuningati yang 3. Ceresoli M, Zucchi A, Allievi N, et al. Acute
menunjukan adanya hubungan yang signifikan appendicitis: Epidemiology, treatment and
antara status gizi dengan penyembuhan luka, outcomes- analysis of 16544 consecutive
dimana pada status gizi kurang sebanyak 78,6% cases. World J Gastrointest Surg. 2016;8(10):
yang mengalami penyembuhan luka lama 693–699. https://doi:10.4240/wjgs.v8.i10.
dibandingkan dengan yang berstatus gizi lebih.15 4. Akbar MF, Mutmainah N . Evaluasi
Penggunaan Antibiotik Profilaksis Operasi
Apendisitis Pada Pasien Dewasa Di RSUD Dr.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Moewardi Tahun 2017 (Skripsi).
Gambaran Distribusi Responden Pada
Surakarta:Universitas Muhamadiyah Surakarta
Pasien Post Apendektomi di RSUD. Dr. H. ;2017.
Abdul Moeloek Bandar Lampung. Diketahui 5. Sugiartanti MF, Oesman D,Elfiah U. Pengaruh
dari seluruh sampel, banyak ditemukan pada Kadar Albumin Serum terhadap Penyembuhan
pasien post apendektomi usia <30 tahun Luka pada Pasien Pascaoperasi Laparotomi dan
sebanyak 20 sampel (66.7%). Dan pada jenis Lumbotomi di RSD dr. Soebandi Jember. Jurnal
Kelamin banyak ditemukan pada pasien post Pustaka Kesehatan. 2018;6(3):383-386.
apendektomi jenis kelamin laki-laki sebanyak 6. Puspitasari HA,Basirun, Sumarsih T. Faktor-
19 sampel (63.3%). Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi Penyembuhan Luka
Post Operasi Sectio Caesarea (SC).Jurnal Ilmiah
ada hubungan antara status gizi dengan proses
Kesehatan Keperawatan.2011; 7(1).
penyembuhan luka pada pasien post
7. Primadina N, Basori A, Perdanakusuma DS.
apendektomi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek
Proses Penyembuhan Luka Ditinjau Dari Aspek
Bandar Lampung, Status gizi lebih 10.5 kali Mekanisme Seluler Dan Molekuler. Qanun
lebih besar mengalami penyembuhan luka baik Medika-Medical Journal Faculty of Medicine
jika dibandingkan dengan status gizi kurang. Muhammadiyah Surabaya. 2019;3(1):31-43.
Saran untuk peneliti selanjutnya 8. Hasibuan MTD. Hubungan Status Nutrisi
diperlukan penelitian multicenter dalam jumlah dengan Waktu Penyembuhan Luka pada Pasien
populasi yang lebih luas dengan tempat Post Apendiktomi di Rumah Sakit Kota
penelitian yang berbeda dan penelitian primer Medan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda.
2018;4(1):427-430.
9. Rusjianto. Pengaruh Pemberian Suplemen Seng
(Zn) Dan Vitamin C Terhadap Kecepatan
Penyembuhan Luka Pasca Bedah di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Kedokteran Indonesia. 2009;1(1).
10. Nurwahyuninati D, Aini F, Siswanto Y. Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penyembuhan Luka Post Operasi Laparotomi di
Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang
(Skripsi). Semarang:STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran;2016.
11. Yusuf NA. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Post
Appendectomy Di Rsud Prof. Dr. Aloei Saboe
Kota Gorontalo (Skripsi). Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo;2014.
12. Elisa. Hubungan Antara Status Gizi Terhadap
Proses Penyembuhan Luka Post Section Caesar
Di Ruang Dewi Kunti RSUD Kota Semarang.
Jurnal Keperawatan Maternitas. 2014;1(2):20-
26.
13. Said S, Taslim NA, Bahar B. Gizi dan
Penyembuhan Luka. Jakarta: EGC;2013.
14. Elnovriza D, Bachtiar H, Yenrina. Faktor-faktor
Yang Berrhubungan dengan Tingkat Asupan
Zat Gizi Mahasiswa Universitas Andalas yang
berdomisili di Asrama Mahasiswa
(Skripsi).Padang: Universitas Andalas;2010.
15. Hartiningtyaswati S. Hubungan Perilaku
Pantang Makan dengan Lama Penyembuhan
Luka Perineum pada Ibu Nifas di Kecamatan
Srengat Kabupaten Blitar (Skripsi). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret;2010.
FORM ANALISIS JURNAL KORELASI HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN
PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST APENDEKTOMI

NO ITEM ANALISIS HASIL ANALISIS

Judul Hubungan Status Gizi Dengan Proses Penyembuhan


1.
Luka Pada Pasien Post Apendektomi

2 Latar belakang Apendisitis merupakan bagian dari kasus kegawatan


yang sering terjadi pada area abdomen. Apendisitis
adalah suatu penyakit prototype yang berlangsung
melalui peradangan akibat obstruksi dan iskemia
dengan gejala utamanya adalah nyeri yang
mencerminkan dari keadaan penyakit. Apendisitis
memerlukan tindakan bedah apendektomi untuk
mengurangi resiko perforasi. Tindakan bedah
pendektomi merupakan salah satu jenis luka yaitu luka
insisi. Waktu penyembuhan luka dapat ditentukan
dengan membedakan dari jenis luka akut ataupun
kronis. Apendektomi yang tidak mengalami infeksi
pasca pembedahan termasuk kategori dari luka akut,
secara fisiologis luka akut akan sembuh ± 0-21 hari.
Akan tetapi, jika pemberian gizi tidak terpenuhi dengan
baik maka akan menghambat proses penyembuhan
luka. Faktor yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka salah satunya adalah status gizi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
status gizi dengan proses penyembuhan luka pada
pasien post apendektomi di RSUD.Dr.H. Abdoel muluk
Bandar Lampung

3 Tujuan umum Untuk mengetahui Hubungan Status Gizi Dengan


Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Post
Apendektomi

4 Tujuan khusus 1. Mengetahui data berdasarkan umur


menunjukkan pasien post apendektomi di RSUD
Dr. H.Abdul Moeloek Bandar Lampung

2. Mengetahui data berdasarkan jenis kelamin pada


pasien post apendektomi di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung

3. Mengetahui data Hubungan Status Gizi dengan


Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Post
Apendektomi di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung

5 Isi Tinjauan Pustaka Apendisitis merupakan bagian dari kasus kegawatan


yang sering terjadi pada area abdomen. Apendisitis
adalah suatu penyakit prototype yang berlangsung
melalui peradangan akibat obstruksi dan iskemia
dengan gejala utamanya adalah nyeri yang
mencerminkan dari keadaan penyakit

1.Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia.


Berdasarkan World Health Organisation tahun 2010,
angka mortalitas akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa,
di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Angka mortalitas appendicitis sekitar
12.000 jiwa pada lakilaki dan sekitar 10.000 jiwa pada
perempuan. Di Amerika Serikat terdapat 70.000 kasus
appendicitis setiap tahnnya. Kejadian appendicitis di
Amerika memiliki insiden 12 kasus per 10.000 anak
pertahunya antara kelahiran sampai umur 4 tahun.
Kejadian appendicitis meningkat 25 kasus per 10.000
anak pertahunnya antara umur 10-17 tahun di Amerika
Serikat. Insidensi apendisitis di Indonesia pun masih
menjadi penyokong terbesar untuk pasien operasi
setiap tahunnya, sebesar 596.132 orang dengan
presentase 3,36% dilaporkan menderita apendisitis
pada tahun 2009, dan meningkat menjadi 621.435
dengan presentase 3,53% di tahun 2010.

2. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur.


Pada anak kurang dari satu tahun kasusnya sangat
jarang dilaporkan dan paling sering terjadi pada usia
antara 10 sampai 20 tahun.Kejadian apendisitis pada
lelaki dan perempuan umumnya sebanding. Pasien
dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan
sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.Insiden
apendisitis di Bandar Lampung terbilang cukup tinggi.
Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan bahwa
pasien apendisitis tercatat sebanyak 495 orang. Pasien
tersebut terdiri dari pasien rawat jalan sebanyak 306
orang dan yang di rawat inap sebanyak 189 orang pada
tahun 2010.

3.Apendisitis memiliki potensi untuk terjadinya


komplikasi parah jika tidak segera diobati, seperti
perforasi atau sepsis dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan
pembedahan sebagai terapi apendisitis, yang disebut
juga apendektomi.

4 Tindakan bedah apendektomi merupakan salah satu


contoh dari jenis luka yaitu luka insisi dimana luka insisi
merupakan hilang, rusak, atau terputusnya
kontuinuitas sebagian jaringan tubuh yang diakibatkan
potongan bersih menggunakan benda tajam yang biasa
dibuat oleh ahli bedah untuk prosedur operasi.

5.Didalam pasca pembedahan, penanganan yang


kurang baik rentan akan terjadi infeksi. Penanganan
yang baik didalam melakukan manajemen luka akan
mengurangi resiko komplikasi, dan apabila terjadi
infeksi maka akan menyebabkan masa perawatan yang
lebih lama, sehingga biaya perawatan di rumah sakit
menjadi lebih tinggi.

6. Luka adalah terputusnya kontinuitas struktur


anatomi jaringan tubuh yang bervariasi mulai dari yang
paling sederhana seperti lapisan epitel dari kulit,
sampai lapisan yang lebih dalam seperti jaringan
subkutis, lemak dan otot bahkan tulang beserta
struktur lainnya seperti tendon, pembuluh darah dan
syaraf, sebagai akibat dari trauma atau ruda paksa atau
trauma dari luar.

7. Waktu penyembuhan luka dapat ditentukan dengan


membedakan dari jenis luka akut ataupun kronis.
Apendektomi yang tidak mengalami infeksi pasca
pembedahan termasuk kategori dari luka akut, secara
fisiologis luka akut akan sembuh ± 0-21 hari. Akan
tetapi, jika pemberian nutrisi tidak terpenuhi dengan
baik maka akan menghambat proses penyembuhan
luka.

8.Faktor yang dapat mempengaruhi proses


penyembuhan luka salah satunya adalah status gizi.
Penilaian luka didasarkan pada pemeriksaan klinis pada
pasien dan dinilai pada fase inflamasi dan fase
proliferasi. Pada fase inflamasi terjadi kemerahan, suhu
terasa hangat disekitar luka, rasa nyeri,dan
pembengkakan. Pada fase proliferasi luka mulai
merapat, tegangan pada luka mulai berkurang, oedema
berkurang, warna kemerahan pada luka berkurang,
suhu teraba normal di sekitar luka,nyeri pada luka
berkurang dan luka terasa gatal. Luka dikatakan
sembuh ttertunda bila terdapat eksudat dan tanda-
tanda infeksi, terdapat diskointuinitas jaringan,luka
berbau, luka basah, dan jahitan yang masih terbuka.5.
Menurut Rusjiyanto yang tarkait dengan proses
penyembuhan luka pasca operasi, salah satunya adalah
penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Suplemen
Seng (Zn) Dan Vitamin C Terhadap Kecepatan
Penyembuhan Luka Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Sukoharjo” dari data yang diperoleh
lebih dari 50% pasien bedah yang dirawat lebih dari
seminggu menderita anemia, mal nutrisi ataupun
defisiensi vitamin. Perbaikan status gizi pada pasien
dengan kasus pembedahan sangatlah penting untuk
mempercepat proses penyembuhan luka operasi dan
penyakit dasarnya sendiri. Salah satu faktor penyebab
adanya permasalahan tersebut diantaranya karena
pasien-pasien bedah di rumah sakit merupakan pasien
yang rentan mal nutrisi, oleh karena itu pemberian
nutrisi yang tepat pada pasien rawat inap di rumah
sakit akan meningkatkan outcome klinik menuju
kesembuhan.

6 Hipotesis bila ada Apakah Ada Hubungan antara Status Gizi dengan
Proses Penyembuhan Luka pada Pasien Post
Apendektomi?

7 Desain penelitian Penelitian ini merupakan penlitian korelasi analitik,


observasi dengan pendekatan cross sectional.

8 Populasi Responden dalam penelitian ini adalah pasien post


operasi apendektomi di RSUD Dr.H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung sejak Januari sampai
Februari 2020.
9 Jumlah Sampel Sampel yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah 18
orang pada pasien post apendektomi di RSUD.Dr.H.
Abdoel Muluk Bandar Lampung diambil berdasarkan
teknik accidental sampling.

10 Cara menentukan sampel Teknik sampling yang digunakan adalah accidental


sampling.

11 Kriteria inklusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien post
operasi apendiktomi di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung sejak Januari sampai Februari 2020,
pasien yang di diagnosis apendisitis akut dan akan
dilakukan open apendiktomi, pasien yang bersedia
menjadi responden

12 Kriteria eksklusi Pasien post operasi yang tidak bersedia mengisi


kuesioner, pasien yang melakukan post apendektomi
perlaparotomi, pasien dengan komplikasi, pasien post
open apendektomi dengan penyakit penyerta seperti,
diabetes melitus, gangguan pembekuan darah.

13 Cara pengumpulan data Terdapat 3 tahapan dalam proses pelaksana, yaitu


1).Tahap pertama: peneliti terlebih dahulu melihat data
pasien untuk menghitung IMT, 2).Tahap kedua: peneliti
mengisi lembar observasi luka pada saat pasien ganti
perban hari ke-3,
3).Tahap ketiga: Peneliti melakukan analisis data
univariat Analisis yang bersifat univariat untuk melihat
distribusi frekuensi dari seluruh faktor yang terdapat
dalam variabel masing-masing, baik variabel bebas
maupun variabel terikat, untuk mendapatkan
gambaran jawaban responden dan menjelaskan
karakteristik masing-masing variabel dan analisis
bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel independent dengan variabel dependen. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan uji bivariat yaitu Uji
Chi- Square.

14 Instrumen yang digunakan Instrumen yang digunakan adalah kuesioner

15 Uji validitas & reliabilitas Tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas di penelitian
ini

16 Uji analisis yang digunakan Data dianalisis menggunakan uji Chi-square. Dari uji
Chi-quare didapatkan hubungan status gizi dengan
proses penyembuhan luka yang bermakna (p<0.05)
yaitu diperoleh nilai p=0.004,dan diperoleh nilai
(OR=10.5) dapat dikatakan bahwa status gizi cukup 10.5
kali lebih besar mengalami penyembuhan luka baik jika
dibandingkan dengan status gizi kurang. Terdapat
hubungan antara status gizi dengan proses
penyembuhan luka pada pasien post apendektomi.

17 Hasil penelitian
1. Data berdasarkan umur menunjukkan pasien
post apendektomi di RSUD Dr. H.Abdul Moeloek
Bandar Lampung berjumlah 30 pasien (100%)
dengan kasus terbanyak pada pasien berusia <30
tahun berjumlah 20 orang (666.7)>30 tahun
berjumlah 10 orang (33.3%).

2. Data berdasarkan jenis kelamin pada pasien post


apendektomi dengan kasus terbanyak pada
pasien laki-laki berjumlah 19 orang (63.3%) dan
terendah pada pasien perempuan berjumlah 11
orang (36.7%).

3. Data Hubungan Status Gizi dengan Proses


Penyembuhan Luka Pada Pasien Post
Apendektomi di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung menunjukkan hasil penelitian
yaitu dari 12 responden dengan status gizi
kurang ada sebanyak 9 responden (75%) yang
mengalami penyembuhan luka kurang baik,
sedangkan dari 18 responden dengan status gizi
lebih ada sebanyak 14 responden (77.8%) yang
mengalami penyembuhan luka baik.

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p value =


0..004 (PR=10.5) dan (95% CI=1.889-58.359),
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
bermakna antara status gizi dengan proses
penyembuhan luka pada pasien post operasi
apendektomi (Ha diterima dan H0 ditolak). Dari
nilai PR dengan pendekatan odds ratio
(PR=Prevalensi Ratio) dapat dikatakan bahwa
status gizi lebih berisiko 10.5 kali lebih besar
mengalami penyembuhan luka baik jika
dibandingkan dengan status gizi kurang.

Dari hasil analisis menunjukan bahwa terdapat


hubungan status gizi dengan proses
penyembuhan luka. Dari perhitungan yang
terlampir, didapatkan nilai p-value sebesar 0.004
yang artinya p-value <0.05 maka H0 ditolak dan
Ha diterima yang berarti terdapat hubungan
antar kedua variabel. Hal tersebut sesuai dengan
teori yang menyebutkan, apabila status gizi
pasien baik makan penyembuhan luka juga akan
baik.
18 Isi pembahasan Diketahui bahwa hasil analisis hubungan antara status
gizi dengan proses penyembuhan luka pada pasien post
apendektomi diperoleh dari 12 responden dengan
status gizi kurang ada sebanyak 9 responden (75%)
yang mengalami penyembuhan luka kurang baik,
sedangkan dari 18 responden dengan status gizi lebih
ada sebanyak 14 responden (77.8%) yang mengalami
penyembuhan luka baik. Dari hasil analisis diperoleh
nilai PR dengan pendekatan odds ratio (PR=Prevalensi
Ratio) memiliki kecenderungan berisiko 10.5 kali lebih
besar status gizi lebih mengalami penyembuhan luka
baik jika dibandingkan dengan status gizi kurang.

Status gizi merupakan salah satu faktor yang


berpengaruh langsung terhadap keadaan kesehatan
seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh baik
kuantitas maupun kualitasnya. Apabila zat gizi yang
dibutuhkan tidak cukup akan mempengaruhi proses
penyembuhan luka, menaikkan kepekaan terhadap
infeksi, menyumbang peningkatan insiden komplikasi
dan akan mengakibatkan perawatan yang lebih lama.
Status gizi kurang, terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial secara
terus menerus dalam waktu yang lama. Kekurangan gizi
terutama protein sangat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan luka. Protein diperlukan untuk
penyembuhan luka dan untuk membangun kembali
berbagai jaringan tubuh yang mengalami perubahan
setelah menjalani tindakan pembedahan. Sumber
protein dapat diperoleh dari protein hewani dan
protein nabati. Protein hewani merupakan protein
sempurna yaitu protein yang mengandung asam amino
esensial lengkap. Sedangkan protein nabati merupakan
jenis protein tidak sempurna karena tidak mengandung
asam amino esensial atau kandungan asam amino
esensialnya sangat rendah sehingga dinilai tidak dapat
menjamin berbagai keperluan pertumbuhan dan
mempertahankan kehidupan berbagai jaringan pada
tubuh. Protein hewani antara lain terdapat pada telur,
daging, ikan, udang, susu, dan keju. Sedangkan protein
nabati banyak terkandung dalam tahu, tempe, kacang-
kacangan, jagung dan lain-lain.13 Status gizi orang
dewasa dapat ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI), khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada
dewasa (di atas 18 tahun) merupakan masa penting,
karena selain mempunyai resiko penyakit tertentu, juga
dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya. IMT
dipercayai dapat menjadi indikator atau
menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh
seseorang. Lemak memiliki peran penting dalam
struktur dan fungsi membran sel. Peran asam lemak
dalam penyembuhan luka masiih belum begitu
dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan
untuk sintesis sel tubuh. Kekurangan lemak tubuh
dapat menunda penyembuhan luka akan tetapi pasien
yang gemuk atau kelebihan lemak dalam
tubuh/jaringan dapat meningkatkan resiko infeksi pada
luka karena suplai darah jaringan adiposa tidak
adekuat. Secara fisiologis pada pasien post operasi
terjadi peningkatan ekspenditur untuk energi dan
perbaikan, meningkatnya kebutuhan untuk
homeostasis, pemulihan. Hasil positif pembedahan
sangat tergantung pada mekanisme imun yang adekuat
dan penyembuhan luka. Keduanya bergantung dari
peningkatan sintesis protein baru, yang secara
signifikan membatasi keseimbangan nitrogen dan
keseimbangan energi. Semi-starvasi akan terjadi dalam
beberapa hari bukan beberapa minggu, jika intake tidak
memenuhi kebutuhan, khususnya protein dan
energi.12. Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa
area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein
menurunkan sintesa dari kolagendan leukosit. Ketika
luka terinfeksi, respon inflamasi berlangsung lama dan
penyembuhan luka terlambat. Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena suplai darah
jaringan adipose tidak adekuat dan jaringan lemak lebih
sulit menyatu, dan lama untuk sembuh.11 Jaringan
lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat
untuk menahan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi
dan elemen-elemen seluler untuk penyembuhan.
Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan maka proses
penyembuhan luka juga akan terhambat.9. Hal ini
sesuai dengan teori Dilla yang menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
adalah malnutrisi dan obesitas.14 Juga sesuai dengan
hasil penelitian Nurwahyuningati yang menunjukan
adanya hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan penyembuhan luka, dimana pada status gizi
kurang sebanyak 78,6% yang mengalami penyembuhan
luka lama dibandingkan dengan yang berstatus gizi
lebih.15

19 Kesimpulan Gambaran Distribusi Responden Pada Pasien Post


Apendektomi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung. Diketahui dari seluruh sampel, banyak
ditemukan pada pasien post apendektomi usia <30
tahun sebanyak 20 sampel (66.7%). Dan pada jenis
Kelamin banyak ditemukan pada pasien post
apendektomi jenis kelamin laki-laki sebanyak 19
sampel (63.3%). Dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara status gizi dengan proses
penyembuhan luka pada pasien post apendektomi di
RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, Status
gizi lebih 10.5 kali lebih besar mengalami penyembuhan
luka baik jika dibandingkan dengan status gizi kurang.

20 Saran
Saran untuk peneliti selanjutnya diperlukan penelitian
multicenter dalam jumlah populasi yang lebih luas
dengan tempat penelitian yang berbeda dan penelitian
primer yang dapat menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan luka post operasi
apendektomi yang belum dapat diteliti pada
kesempatan kali ini.

Anda mungkin juga menyukai