Anda di halaman 1dari 134

HUBUNGAN ANTARA SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN

LOW BACK PAIN PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT


EKA HOSPITAL PEKANBARU

SKRIPSI

NURHAYATI
18311036

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2019
SAMPUL DALAM

HUBUNGAN ANTARA SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN


LOW BACK PAIN PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT
EKA HOSPITAL PEKANBARU

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh


gelar Sarjana Keperawatan

NURHAYATI
18311036

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2019

i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada Peneliti sehingga dapat menyelesaikan Peneliian dengan
judul “Hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back pain pada perawat
di Rumah Sakit Eka Hospital pekanbaru”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada yang
terhormat:
1. Ns. Sri Yanti, M.Kep, Sp.Kep. MB selaku ketua Program Studi Ilmu
keperawatan Stikes Payung Negeri Pekanbaru.
2. Ns. Eka Malfasari, M.Kep, Sp.Kep. J selaku pembimbing yang telah memberi
masukan, bimbingan serta dukungan bagi peneliti.
3. Ns. Rina Herniyanti, M.Kep. selaku Koordinator skripsi yang telah
memberikan persetujuan untuk penelitian.
4. Dr. Ns. Ezalina, S.Kep, M.Kes. selaku penguji yang telah memeberikan
masukan-masukan yang bersifat positif.
5. Veni Dayu Putri, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan arahan menjadi
yang lebih baik.
6. Dr. Martin selaku direktur Rumah Sakit Eka Hospital yang telah memberikan
kesempatan dan kerjasama yang baik sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan lancar.
7. Mangina Rumintar, S. Kep, M. Kes selaku direktur Human Resource
Development (HRD) yang telah memberikan kesempatan dan kerjasama yang
baik sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan lancar.
8. Ns. Agnes Fera, S. Kep selaku Manager Keperawatan dan Mimi AR selaku
Staff diklat yang telah memberikan kesempatan dan kerjasama yang baik
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan lancar.

v
9. Sestriyeni AMK selaku koordinataor rawat jalan yang telah memberikan
kesempatan dan kerjasama yang baik sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan lancar.
10. Ibunda Boniyem, Suami tercinta Hariyanto, dan anak yang tersayang Aqila
Aulia yang setia memberi dukungan, semangat, dan kasih sayang serta do’a
yang tulus bagi peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
tepat waktu.
11. Tim Neuro dan Neuro surgery Center yang telah membantu mencari sumber,
saran, dan masukan sehingga peneliti dapat menyelesaikan peneliian ini
dengan tepat waktu.
12. Rekan-rekan seperjuangan angkatan I program B Eka Hospital pekanbaru
tahun 2019 yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat Peneliti harapkan.Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi dunia keperawatan.

Pekanbaru, Februari 2020

Nurhayati

vi
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU
Skripsi, Februari 2020
Nurhayati

Hubungan Antara Sikap Kerja Dengan Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Di
Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru.

xiv + 95 Halaman + 22 Table + 7 Lampiran

ABSTRAK
Perawat merupakan tenaga kesehatan sebagai pemberi asuhan keperawatan yang
mempunyai pekerjaan yang kompleks dalam melakukan aktivitas tindakan
keperawatan seperti mendorong, mengangkat, membantu dan memindahkan
pasien dari satu tempat ketempat yang lain dan berhubungan dengan body
mekanik. Jika aktivitas ini dilakukan dengan posisi/sikap kerja yang tidak sesuai
dengan prinsip ergonomi yaitu kesesuaian sikap tubuh pada saat bekerja dengan
jenis pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang
lama dapat menimbulkan keluhan Low Back Pain. Keluhan Low Back Pain ini
jika diabaikan dapat mengganggu aktivitas yang membuat kinerja tidak efektif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara sikap kerja
dengan keluhan Low Back Pain pada perawat di Rumah Sakit Eka Hospital
pekanbaru. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan design deskriptif korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden 30 orang yang diambil
dengan tekhnik startified random sampling, instrumen penelitian berupa lembar
observasi Low Back Pain dengan test laseque dan form REBA untuk sikap kerja.
Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh perawat yang mengalami
keluhan Low Back Pain yaitu (63,3%). Terdapat hubungan yang bermakna antara
sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain pada perawat dengan nilai p value
0,007 (nilaip < 0,05). Diharapkan keluhan Low Back Pain ini dapat diatasi dengan
mengadakan sosialisasi tentang sikap kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dilakukan dan pemeriksaan test laseque sederhana pada saat pemeriksaan
kesehatan berkala/tahun (Mediacl Chek Up) untuk mengantisipasi keluhan Low
Back Pain yang berkelanjutan yang dapat berdampak pada produktifitas kinerja
perawat.
Kata kunci : Sikap kerja, perawat, keluhan Low Back Pain.
Daftar Pustaka : 45 (2009-2019)

vii
NURSING S1 STUDY PROGRAM
STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU
Research, February 2020

Nurhayati

The Relationship Between Work Attitude And Low Back Pain Complaints On
Nurses At Eka Hospital Pekanbaru.

xiv + 95 Pages + 22 Table + 7 Attachments

ABSTRACT
Nurses are health workers as nursing care providers who have complex jobs in
carrying out nursing actions such as pushing, lifting, helping and moving patients
from one place to another and in contact with a mechanical body. If this activity is
carried out with a position / work attitude that is not in accordance with the
principle of ergonomics, that is the conformity of the posture when working with
the type of work that is carried out continuously for a long period of time, it can
cause complaints of Low Back Pain. These Low Back Pain complaints, if ignored,
can interfere with activities that make performance ineffective. The purpose of
this study was to determine the relationship between work attitudes and
complaints of Low Back Pain in nurses at Eka Hospital Pekanbaru Hospital. This
type of research is quantitative with descriptive correlation design with cross
sectional approach. The number of respondents 30 people taken with the
technique of startified random sampling, research instruments in the form of
observation sheet Low Back Pain with laseque test and REBA form for work
attitude. The results showed that more than half of nurses who experienced Low
Back Pain complaints were (63.3%). There is a significant relationship between
work attitudes and complaints of Low Back Pain in nurses with a p value of 0.007
(p value <0.05). It is hoped that this Low Back Pain complaint can be overcome
by holding socialization about work attitudes that are appropriate to the type of
work performed and a simple laseque test during periodic health checks / years
(Mediacl Check Up) to anticipate ongoing Low Back Pain complaints that can
have an impact on nurse performance productivity.

Keywords : Work attitude, nurses, Low Back Pain complaints.


Bibliography : 45 (2009-2019)

viii
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ................................ iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABLE ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
A. Tinjauan teoritis ................................................................................... 8
B. Penelitian terkait................................................................................... 55
C. Konseptual............................................................................................ 56
D. Hipotesis ............................................................................................... 56
BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 57
A. Jenis dan desain penelitian ................................................................... 57
B. Lokasi dan waktu penelitian................................................................. 57
C. Populasi dan sample ............................................................................. 58
D. Instrumen Penelitian............................................................................. 61
E. Defenisi Operasional ............................................................................ 69
F. Etika Penelitian .................................................................................... 70
G. Prosedur pengumpulan data ................................................................. 71
H. Analisa data .......................................................................................... 73
BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 76
BAB V. PEMBAHASAN ................................................................................ 81
BAB VI. PENUTUP ........................................................................................ 93
A. Kesimpulan .......................................................................................... 93
B. Saran..................................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 57


Tabel 3.2 Jadwal Sample dan Populasi ............................................................ 58
Tabel 3.3 Penilaian Skor Badan ....................................................................... 62
Tabel 3.4 Penilaian Skor untuk Posisi Leher ................................................... 62
Tabel 3.5 Penilaian Skor untuk posisi kaki ...................................................... 63
Tabel 3.6 Penilaian Skor untuk Lengan Bawah ............................................... 63
Tabel 3.7 Penilaian Skor untuk posisi Pergelangan Tangan ............................ 64
Tabel 3.8 Skor Awal untuk Group A ............................................................... 65
Tabel 3.9 Skor Awal untuk Group B ............................................................... 66
Tabel 3.10 Skor Awal untuk Group A dan Group B........................................ 67
Tabel 3.11 Skor Awal untuk aktivitas otot....................................................... 67
Tabel 3.12 Skor Awal akhir REBA.................................................................. 68
Tabel 3.13 Dumi Table Chi-Square ................................................................. 75
Tabel 3.14 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 76
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia ............................................ 76
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan jenis Kelamin ............................. 77
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Status .......................................... 77
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi berdasarkan Masa Kerja ................................ 77
Table 4.5 Distribusi Frekuensi berdasarkan IMT ............................................. 78
Tabel 4.6 Gambaran Sikap Kerja Perawat ....................................................... 78
Tabel 4.7 Gambaran Keluhan Low Back Pain ................................................. 78
Tabel 4.8 Hubungan anatar Sikap Kerja dengan Keluhan Low Back Pain...... 79

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Refleks Patella .............................................................................. 19


Gambar 2.2 Tes SLR Laseque ......................................................................... 21
Gambar 2.3 Tes Patrick/FABER ..................................................................... 21
Gambar 2.4 Tulang Punggung Bawah ............................................................. 24
Gambar 2.5 Perjalanan Nyeri ........................................................................... 25
Gambar 2. 6 Sikap Kerja Duduk ..................................................................... 32
Gambar 2.7 Posisi Membungkuk ..................................................................... 33
Gambar 2.8 Membawa Beban .......................................................................... 34
Gambar 2.9 Sikap Kerja Berdiri ...................................................................... 35
Gambar 2.10 Bagian Belakang (4 posisi) ........................................................ 43
Gambar 2.11 Bagian Lengan (3 posisi)............................................................ 44
Gambar 2.12 Kaki (7 posisi) ........................................................................... 44
Gambar 2.13 Penilaian posisi Badan ............................................................... 47
Gambar 2.14 Penilaian Skor posisi Leher ........................................................ 48
Gambar 2.15 Penilaian Skor posisi Kaki ......................................................... 48
Gambar 2.16 Penilaian Skor posisi Lengan ..................................................... 49
Gambar 2.17 Penilaian Skor posisi Pergelangan tangan .................................. 50

xi
DAFTAR SKEMA

Skema 1 Kerangka Konseptual .............................. Error! Bookmark not defined.

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Responden


Lampiran 2 Persetujuan diIkutsertakan Dalam Penelitian
Lampiran 3 Formulir Observasi
Lampiran 4 Tabulasi Hasil penelitian
Lampiran 5 Tabulasi Hasil SPSS
Lampiran 6 Lembar Konsultasi
Lampiran 7 Surat-surat Penelitian

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profesi Perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah
rumah sakit. Selain memberikan asuhan keperawatan, perawat juga
mempunyai aktivitas yang bervariasi atau kompleks seperti melakukan
medikasi, mengangkat, memindahkan pasien serta membantu pasien dalam
melakukan mobilisasi. untuk memenuhi setiap kebutuhan dasar pasien.
Seluruh kegiatan atau aktivitas perawat yang bervariasi ini jika dilakukan
dengan posisi mobilisasi yang tidak tepat dapat mengakibatkan terjadinya
keluhan Low Back Pain pada perawat (Sumangando et al., 2017).
Low Back Pain didefenisikan sebagai nyeri lokal, nyeri radikular bahkan
kadang nyeri yang dirasakan bisa campuran keduanya pada daerah punggung
bawah yaitu diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah pada daerah
lumbal atau lumbosacral yang disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai
dan kaki (Kusumastuti et al.,2016). Low Back Pain merupakan keluhan
muskuloskeletal yang paling umum di seluruh dunia, yang disebabkan oleh
aktivitas tubuh yang kurang baik.diperkirakan hingga 84 persen dari semua
orang pernah mengalami Low Back Pain pada suatu waktu dalam hidup
mereka (Fallis, 2013).
Menurut WHO (2018) perawat berisiko tinggi terjadi keluhan Low Back
Pain. Berdasarkan studi penelitian yang dilakukan di Bangladesh bahwa
perawat berisiko tinggi terkena Low Back Pain dengan total sebanyak 72,9%
dari 229 orang perawat mengalami Low Back Pain, di Slovenia sebanyak
85,9% dari 1744 perawat mengalami Low Back Paindan di RSUP
Prof.Dr.R.D. Kandou Manado terdapat sebanyak 86% dari 43 responden
mengalami Low Back Pain bawah (Nggohele & Karundeng, 2019).
Angka prevalensi Low Back Pain di Indonesia bervariasi antara 7,6%
sampai 37% Pada usia 45-60 tahun dengan jenis kelamin yang berbeda

1
2

(Amila & Sembiring 2015). Menurut studi Penelitian di Rumah Sakit Umum
Daerah Selasih Pangkalan Kerinci. Terdapat 10 responden diketahui bahwa 6
perawat mengaku mengalami keluhan low backpain dan 4 responden tidak
mengalami keluhan low back pain (Ningsih, 2017).
Masalah Low Back Pain ini akan meningkat secara signifikan di masa
depan. Pada tahun 2010, ada sekitar 40,3 juta orang Amerika, usia 65 tahun
atau lebih, terhitung 13% dari total populasi. Pada tahun 2030, diproyeksikan
bahwa sekitar 20% dari populasi akan berusia 65 tahun atau lebih. Low Back
Painmenghasilkan biaya sosial yang lebih besar daripada kanker, penyakit
jantung koroner, dan AIDS( Gatchel 2017). Menurut pnelitian Klein (1984)
perawat adalah salah satu pekerja angkat beban yang mengklaim asuransi
kesehatan 10 x lebih tinggi (Ningsih, 2017).
Salah satu faktor risiko Low Back Pain pada perawat adalah Sikap
kerja/posisi tubuh tidak ergonomi seperti saat mengangkat/memindahkan
pasien dari brankar ke brankar atau ke kursi roda, mendorong/menarik pasien,
memandikan pasien,merapihkan/mengatur tempat tidur dan posisi
membungkuk saat membuka kunci pengaman pada kursi roda (Amila &
Sembiring, 2015).
Perawat mempunyai pekerjaan yang berhubungan langsung dengan
pasien. Pada saat melakukan tindakan keperawatan, jarang sekali
memperhatikan antara kesesuaian sikap kerja atau faktor ergonomi dengan
posisilingkungan kerja seperti pengaturan posisi tempat tidur yang tinggi dan
pengaturan posisi peralatan yang dibawa dengan baik, seperti pada saat
memasang infus, merawat luka, dan pengambilan sampel darah (Ketut et al.,
2018).
Menurut penelitian Hignett tahun 2013 Univercity of British Columbia
Canada. Bahwa aktivitas perawat berisiko terjadi peningkatan gangguan
tulang belakang, terutama dalam hal angkat-angkut atau mobilisasi pasien.
risiko Low Back painpada perawat1,2 – 2,5 kali lebih tinggi dibanding
populasi umum. Di Inggris 43.1% perawat yang terkena Low Back Pain. Dan
pada Rumah Sakit RNH sebanyak 87% dengan total perawat 1.033 yang
3

terkena Low Back pain karena Sikap/Postur kerja seperti membungkuk,


mendorong, atau memutar dan terdapat hubungan antara posisi membungkuk
dengan tingkat risiko Low Back pain(p= 0,025) serta 14 memiliki risiko lebih
sering terjadi keluhan LBP dibandingkan dengan postur kerja tidak
membungkuk (Kurniawidjaja et al., 2013).
Ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan manusia
dan pekerjaan mereka, yang mewujudkan prinsip-prinsip anatomi, fisiologis,
dan mekanis yang mempengaruhi penggunaan energi manusia secara efisien.
Teknik pengangkatan yang aman, postur yang tepat, posisi tempat duduk
yang tepat, dan peralatan adaptif hanya beberapa dari sekian banyak contoh
ergonomi di tempat kerja (Fallis, 2013). Tuntutan ergonomis berupaya
mendefenisikan pekerjaan dengan komponen biomekanisnya , misalnya: berat
dan frekuensi maksimal mengangkat, mendorong, menarik, dan membawa;
durasi duduk, berdiri, dan berjalan; masalah postur tubuh termasuk memutar,
menekuk, memanjat, jongkok, bertlutut, dan faktor-faktor tugas kerja yang
lain (Sianturi, 2019).
Sikap tubuh yang tidak ergonomis dalam melakukan suatu pekerjaan
sering menyebabkan ketidaknyamanan dan akhirnya menimbulkan keluhan
Low Back Pain. Kejadian Low Back Pain meningkat pada setiap tahunnya.
Ada 90% kasus Low Back Pain disebabkan kesalahan posisi tubuh dalam
bekerja (Umboh et al., 2017).Salah satu pekerjaan yang sering dilakukan oleh
perawat dengan posisi tubuh yang salah dan menimbulkan keluhan Low back
Pain adalah memindahkan pasien, sesuai dengan penelitian survey awal yang
dilakukan oleh Sumangando et al.,( 2017). Bahwa ada 2 orang perawat
pelaksana yang menderita Low back pain akibat memindahkan pasien
menggunakan brancar dari ruang Cendana ke ICU. Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Wardhani, 2018). Terdapat 35 perawat
(42,6%) pernah mengalami keluhan Low back Pain selama bekerja. Keluhan
ini dirasakan pada umumnya setelah melakukan tindakan memindahkan,
mendorong, dan mengangkat pasien. berdasarkan skor akhir penilaian dengan
menggunkaan metode REBA didapatkan tingkat resiko sangat tinggi pada
4

saat aktivitas mengangkat dan memindahkan pasien (Kurniawidjaja et al.,


2013).
Saat ini pengetahuan ergonomi mempengaruhi sikap kerja saat
melakukan tindakan keperawatan. Indonesia merupakan negara berkembang,
dimana pengetahaun perawat tentang prinsip ergonomi di tempat kerja masih
kurang. penelitian dari 8 perawat di Rumah Sakit dr. H. Koesnadi Bondowoso
menunjukkan bahwa 7 perawat belum pernah mendapatkan pelatihan
ergonomi di tempat kerja dan 5 perawat pernah mengalami Low Back Pain
setelah bekerja (Sutomo & Heru, 2017).
Aktivitas kerja di rumah sakit berpotensi mengalami penyakit akibat
kerja, salah satu nya adalah Low Back Pain, penyakit ini merupakan akibat
utama terjadinya kecacatan, sehingga mempengaruhi produktivitas kinerja
dan kesejahteraan perawat (Umboh et al., 2017). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kursiah Warti Ningsih (2017) pada perawat rawat inap RSUP
Selasih Pangkalan kerinci menunjukkan adanya hubungan antara sikap kerja
dengan keluhan Low Back pain pada perawat.Penelitian yang sama juga
dilakukan oleh Fathoni (2012) pada perawat RSUD Purbalingga
menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan low back
pain.
Hasil wawancara singkat yang dilakukan oleh peneliti melibatkan13
orang perawat. Ada 3 orang perawat yang menyatakan tidak ada keluhan Low
Back Pain setelah melakukan aktivitas tindakan keperawatan, ada 10 orang
perawat yang menyatakan bahwa ada keluhan Low Back Pain setelah
melukan aktivitas tindakan keperawatan seperti: mendorong pasien,
memindahkan pasien, memandikan pasien, memasang infus serta membantu
mobilisasi pasien dan ada 1 orang perawat diantaranya yang menyatakan
mendapat surat sakit dari dokter akibat keluhan Low Back Painsehingga harus
meninggalkan pekerjaan karena rasa tidak nyaman yang dirasakan pada
daerah punggung bawah yang mengganggu aktivitas. Berdasarkan kejadian
diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian hubungan antara sikap
5

kerja dengan keluhan Low Back Painpada perawat di rumah sakit Eka
Hospital pekanbaru.

B. Rumusan Masalah
Keluhan Low back pain sering terjadi pada dunia kerja, salah satunya
pada bidang kesehatan terutama perawat. Perawat mempunyai risiko tinggi
terjadi Low back pain. Dimana salah satu faktor risiko Low back pain adalah
fostur/sikap kerja tidak ergonomi. Perawat mempunyai aktivitas yang
kompleks dan bervariasi, seperti: mengangkat pasien, memandikan pasien,
mendorong pasien, memindahkan pasien, memasang infus, merawat luka,
membantu mobilisasi pasien, serta aktivitas yang berhubungandengan pasien.
Jika aktivitas tersebut dilakukan dengan sikap kerja yang tidak tepat atau
tidak baik secara terus-menerus, maka dapat menimbulkan keluhan Low back
painpada perawat. Pada saat melakukan aktivitas tindakan keperawatan
prinsip-prinsip ergonomi jarang sekali di perhatikan dan disesuaikan dengan
keadaan lingkungan kerja. Ada 90% kasus Low back pain disebabkan oleh
kesalahan posisi tubuh dalam bekerja
Angka kejadian Low back pain pada perawat terjadi peningkatan pada
setiap tahunnya. Low back pain merupakan salah satu penyakit yang
disebabkan akibat kerja yang bisa membuat terjadinya kecacatan sehingga
mempengaruhi produktivitas kinerja dan kesejahteraan perawat. Dimana
perawat harus meninggalkan pekerjaan setelah mendapat surat sakit dari
dokter karena keluhan Low back painyang dirasakan sangat tidak nyaman
dan mengganggu aktivitas pada saat melakukan tindakan keperawatan dan
terjadi pemindahan unit kerja akibat kinerja kurang efektif.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan antara
sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain pada perawat di Rumah Sakit Eka
Hospital pekanbaru tahun 2019.
6

C. Tujuan Penelitian

1. TujuanUmum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap kerja dengan
keluhanLow Back Pain pada perawat di Rumah Sakit Eka Hospital
pekanbaru tahun 2019.
2. Tujuan Khusus.

a. Mengetahui gambaran Sikap kerja perawat di Rumah Sakit Eka


Hospital.
b. Mengetahui gambaran Keluhan Low Back Pain pada perawat di
Rumah Sakit Eka Hospital.
c. Mengetahui hubungan antara Sikap kerja dengan keluhan Low Back
Pain pada perawat di Rumah Sakit Eka Hospital.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi rumah sakit
a. Dapat memberikan informasi kepada pihak rumah sakit mengenai
hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain dan
risiko terjadinya Low Back Pain pada perawat di Rumah Sakit Eka
Hospital Pekanbaru.
2. Bagi institusi
Hasil dari penelitian ini dapat menambah keragaman penelitian di
Perpustakaan Stikes Payung Negeri sehingga dapat menjadi landasan dan
bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi teman-teman perawat
a. Mendapatkan informasi mengenai keluhan Low Back Pain yang bisa
berisiko terjadinya Low Back Pain dan dapat melakukan tindakan
pencegahan nya serta tidak menganggap sepele kejadian Low Back
Pain. Karena Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
b. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang sikap kerja yang baik.
7

c. Saling mengingatkan satu sama lain antara perawat bahwa sikap kerja
yang tidak benar dapat menimbulkan keluhan Low Back Pain, bahkan
jika diabaikan dapat membuat kinerja tidak efektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teoritis
1. Low Back Pain
a. Pengertian
Low Back Pain adalah nyeri dan rasa tidak nyaman yang
terlokalisasi dibawah batas bawah kosta dan diatas lipatan gluteal
inferior dengan atau tanpa nyeri tungkai bawah. Low Back Pain
didefenisikan sebagai nyeri spinal lumbalis atau nyeri spinal sakralis
atau keduanya ( Das, 2019).
Low Back Pain merupakan keluhan Muskuloskeletal Disoders
(MSDs) yang paling banyak ditemukan dan dapat terjadi kepada
siapa saja, tidak memandang usia, jenis kelamin, status, profesi dan
tingkat pendidikan (Setyawan, et al., 2019).
Nyeri punggung berasal dari otot yang tidak berbahaya. Masalah
otot ini berhubungan dengan aktivitas kita sehari-hari seperti duduk
berjam-jam sehari, jarang berolah raga, mengangkat barang berat,
dan postur yang sering membungkuk (Toni, 2016).
b. Klasifikasi Low Back Pain
Low Back Pain dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi.
1) Low Back Painakut: Nyeri punggung bawah yang menetap
selama kurang dari 6 minggu.
2) Low Back Painsub-akut: Nyeri punggung bawah yang
berlangsung selama 6-12 minggu.
3) Low Back Pain kronik: Nyeri punggung bawah yang
berlangsung selama 12 minggu atau lebih.

8
9

c. Faktor resiko keluhan Low Back PainMenurut Masyudi (2018).


1) Faktor individu
a) Umur
Keluhan otot sekeletal biasanya dirasakan antara usia
25-65 tahun. Serangan pertama nyeri pinggang biasanya
pada usia 35 tahun. tingkat keluhan dan kejadian akan terus
bertambah dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi
karena pada umur tersebut, kekuatan dan ketahanan otot
mulai menurun, sehingga resiko terjadi keluhan otot
meningkat (Riningrum, 2016).
Klasifikasi usia:
1. Balita: 0-5 tahun
2. Anak0anak: 6-11 tahun
3. Remaja awal: 12-16 tahun
4. Remaja akhir: 17-25 tahun
5. Dewasa awal: 26-35 tahun
6. Dewasa akhir: 36-45 tahun
7. Lansia awal: 46-55 tahun
8. Lansia akhir: 56-65 tahun
9. Manula > 65 tahun (Amin & Juniati, 2017).
b) Jenis kelamin
Jenis kelamin wanita lebih berisiko terjadi keluhan low
back pain dibandingkan pada jenis kelamin laki-laki. Pada
jenis kelamin wanita dipengaruhi olehperan hormon
estrogen seperti pengunaan kontrasepsi, kehamilan, dan
menopause. Pada saat kehamilan dan penggunaan
kontrasepsi terjadi peningkatan hormon relaxin yang
menyebabkan kelemahan pada sendi dan ligamen didaerah
pinggang. Pada saat proses menopause kepadatan tulang
berkurang karena hormon estrogen menurun dan bisa
10

kemungkinan terjadi keluhan Low Back Pain (Rasyidah, et


al., 2018).
c) Masa kerja
Masa kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja
seseorang yang dilakukan dalam kurun waktu yang lama.
Apabila aktivitas tersebut dilakukan secara terus-menerus
maka akan membebani otot sekeletal tubuh, sehingga
semakin tinggi risiko terjadi keluhan Low Back Pain
(Setyawan et al., 2019).
d) Kebiasaan merokok
Merokok bukanlah penyebab langsung dari nyeri
pinggang. Rokok mengandung nikotin yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan pada aliran darah
kejaringan, serta terjadi penurunan kandungan mineral pada
tulang yang dapat menjadi penyebab nyeri akibat kerusakan
atau keretakan pada tulang (Andini, 2015).
e) Kebiasaan olahraga
Olahraga secara tidak langsung menguatkan otot
penyangga tulang belakang yang membuat tulang belakang
jadi lebih elstis. Olahraga yang baik untuk tulang adalah
jalan cepat, joging, dan renang. Hal ini adalah olahraga
yang mempunyai gerakan rutin. (Toni, 2016).
f) Indeks masa tubuh
Untuk mengetahui nilai IMT, ada rumus cara
menghitung IMT:
Berat Badan (kg)
IMT=
Tinggi Bdan (m) x Tinggi Badan (m)
11

Batas ambang IMT di indonesia dimodifikasi


berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman klinis.
Kategori IMT
Sangat Kurus Kekurangan Berat < 17,0
Badan tingkat berat
Kurus Kekurangan Berat 17 - < 18,5
Badan tingkat
ringan
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan Berat >25,0 – 27,0
(Overweight) Badan tingkat
ringan
Obese Kelebihan Berat >27,5
Badan tingkat berat
(Ramadani, 2014).
Berat badan yang meningkat atau obesitas dapat
mengakibatkan tekanan terhadap bantalan tulang belakang
dan otot juga meningkat, karena otot tulang belakang perlu
bekerja keras lagi sehingga menjadi lelah dan nyeri (Toni,
2016).
2) Faktor pekerjaan
a) Beban angkut
Pekerja yang banyak mengangkat beban berat, dengan
gerakan yang sama dan berulang dapat menimbulkan
keluhan pada otot dan kerusakan pada sendi, ligamen dan
tendon, dimana kerusakan tersebut mengakibatkan keluhan
pada punggung (Agustina et al., 2014)
b) Durasi
Pekerjaan yang banyak duduk juga berpotensi
menimbulkan nyeri punggung bawah, terutama yang
terbiasa duduk dengan postur/posisi yang tidak benar atau
duduk sepanjang hari /berjam-jam pada kursi yang tidak
menyenangkan. Otot yang lemah akan tertarik dan mudah
cedera (Toni, 2016).
12

c) Postur kerja/sikap kerja


Postur kerja/sikap kerja merupakan kesesuaian antara
sikap tubuh pada saat melakukan pekerjaan. Sikap kerja
yang tidak ergonomis didefenisikan sebagai sikap tubuh
yang tidak netral pada saat melakukan gerakan yang
melebihi posisi tubuh yang sewajarnya sehingga terjadi
kontraksi atau keluhan pada otot (Setyawan et al., 2019)
d) Pengulangan/frekuensi
Aktivitas mengakat beban yang terlalu sering dan
berulang-ulang dapat memperberat kerja otot akibat
terjadinya gerakan yang statis dan dapat membuat saraf dan
sendi pada tubuh menjadi lemah yang mengakibatkan
timbulnya nyeri (Agustina et al., 2014).
d. Gejala Klinis Low Back pain
Gejala yang timbul tergantung penyebab, bisa bermanifestasi
berupa:
1) Nyeri tumpul, rasa seperti terbakar atau nyeri tejam.
2) Dirasakan pada satu titik atau meluas kedaerah sekitarnya.
3) Datangnya bertahap atau tiba-tiba.
4) Disertai spasme pada otot atau kekakuan.
5) Menimbulkan juga gejala-gejala pada tungkai berupa rasa nyeri,
baal atau seperti terbakar yang bisa menjalar sampai kebawah
lutut (Basjiruddin et al., 2009).
e. Etiologi Low Back Painmenurut Wheeler, et al., (2013) yaitu Low
Back Pain nonspesifik, Low Back Pain sistemik serius (Red flaqs
dan Low Back Pain Spesifik.
1) Low Back Pain nonspesifik
Sebagian besar pasien yang dirawat di perawatan primer (>
85 persen) akan mengalami nyeri punggung bawah yang tidak
spesifik, yang berarti bahwa pasien memiliki nyeri punggung
tanpa adanya kondisi khusus yang mendasarinya yang dapat
13

diidentifikasi secara andal. Banyak dari pasien ini mungkin


mengalami nyeri muskuloskeletal. Sebagian besar pasien dengan
nyeri punggung yang tidak spesifik membaik dalam beberapa
minggu.
Nyeri punggung bawah atas dasar perubahan mekanik yang
sering di jumpai:
a) Akut, misalnya akibat keharusan mempertahankan tubuh
dalam posisi tertentu jangka waktu lama, akibat regangan
tendon/ligamen oleh gerakan tubuh mendadak.
b) Kronis, misalnya akibat kesalahan sikap tubuh (Posture)
(Basjirudin, et al., 2009).
2) Low Back Pain sistemik serius (red flags)
Red Flags untuk nyeri punggung bawah antara lain:
a) Trauma: riwayat trauma mayor, bahkan trauma minor pada
pasien lansia dan pasien dalam pengobatan steroid jangka
panjang diperhitungkan sebagai red flags karena mereka
rentan megalami fraktur.
b) Tumor: riwayat kecurigaan keganasan seperti penurunan
berat badan drastis, kakeksia, dan nyeri punggung pada
pasien yang sudah didiagnosis kanker.
c) Infeksi: riawayat kecurigaan infeksi seperti demam,
penurunan berat badan, imunosupresi.
d) Defisit neurologis, termasuk gangguan kandung kemih dan
kekuatan motorik 3/5 atau kurang.
Pasien yang mengalami gejala dan tanda mana pun yang
disebutkan di atas memerlukan pemeriksaan radiologi segera
dan memungkinkan intervensi bedah dalam 8 jam atau paling
sedikit sebelum 24 jam.
14

3) Low Back Pain spesifik:


a) Fraktur kompresi vertebra
Fraktur sering kali terjadi karena jatuh dari ketinggian
atau kecelakaan lalu lintas. Jika tulang belakang yang patah
ini stabil, masalah ini bisa ditangani tanpa operasi. Namun
jkatidak stabil atau ada saraf terjepit atau lumpuh, operasi
perlu dilakukan segera. Setelah penanganan dengan operasi
atau tanpa operasi, pasien perlu menjalani rehabilitasi
tulang belakang untuk menguatkan otot yang cedera.
b) Radikulopathy
Bantalan tulang belakang terdiri dari jelly (nucleus
purposus) yang berada ditengah dan dibungkus oleh lapisan
tebal yang bernama annulus fibrosus. HNP (Herniated
Nucleus Pulposus) terjadi jika ada robekan di annulus
fibrosus sehingga jelly keluar dan menjepit saraf. HNP
terjadi secara tiba-tiba. Penyebab utamanya adalah
mengangkat barang berat dengan posisi membungkuk.
Dalam postur ini, tekanan dalam bantalan tulang belakang
sangat hebat hingga meyebabkan jelly keluar.
Penangangan operasi diperlukan jika:
(1) Nyeri yang menjalar kekaki sangat parah
(2) Kekuatan otot kaki tiba-tiba melemah
(3) Pasien tidak bisa mengontrol buang air kecil atau air
besar.
c) Stenosis tulang belakang.
Spinal stenosis adalah penyempitan rongga saraf yang
terjadi akibat proses degeneratif. Dalam proses ini, bantalan
tulang belakang menipis dan bulging sehingga terjadi
pengapuran dan membesar di sendi facet serta ligamen
menebal. Semua ini menyebebabkan rongga saraf
15

menyempit dan saraf terjepit menyebabkan pasien


mengalami nyeri punggung.
f. Pemeriksaan Low back pain
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, jika perlu akan dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang sesuai dengan temuan klinis, seperti X rays.
1) Anamnesis
a) Keluhan Utama: nyeri diantara sudut iga terbawah dan lipat
bokong bawah.
b) Onset: akut, kronik, insidious, kronis-progresif.
c) Kualitas: sifat nyeri (tumpul, seperti tertusuk, terbakar).
d) Kuantitas: pengaruh nyeri terhadap ADL, frekuensi, durasi,
e) intensitas/derajat nyeri.
f) Kronologis: riwayat penyakit sekarang.
g) Faktor Memperberat: saat batuk, mengejan, membungkuk,
aktivitas.
h) Faktor Memperingan: istirahat.
i) Gejala penyerta: kesemutan, rasa baal, gangguan berkemih,
gangguanBAB, disfungsi seksual.
j) Riwayat penyakit dahulu: keluhan serupa sebelumnya,
riwayat trauma.
k) Riwayat penyakit keluarga: riwayat keganasan dalam
keluarga.
l) Riwayat sosial ekonomi: pekerjaan yang berhubungan
dengan keluhan utama (Kusumastuti et al., 2016).
2) Pemeriksaan Penunjang
a) X rays
Dilakukan untuk melihat tulang dan struktur tulang,
seperti adanya fraktur, osteoatritisatau untuk melihat
alogment tulang.
16

b) Magvetic Resonance Imaging (MRI)


Dengan MRI gambaran jaringan lunak seperti ligament,
tendon, dan pembuluh darah bisa lebih terlihat. Biasanya
dilaukan pada kecurigaan pada infeksi, tumor, inflamasi
atau proses penekanan pada sarafnya. Biasanya tidak
dilakukan pada fase akut. Kecuali ditemukan tanda-tanda
“red flags”. Baru dilakukan bila nyeri menetap lebih dari 3-
6 minggu atau akan dilakukan konsultasi bedah.
c) Comuted Tomography (CT) Scan
Untuk melihat struktur spinalis yang tidak terlihat
dengan X rays. Biasanya dilakukan untuk kecurigaan
herniasi diskus, tumor atau stenosis spinal.
d) Tes darah
Hitung jumlah lekosit untuk kecurigaan infeksi atau
inflamasi. Laju endap darah juga untuk kecurigaan inflamsi
atau infeksi seperti arthritis atau pada kasus yang jarang
seperti tumor (Basjirudin et al., 2009).
3) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi Punggung dan Ekstremitas bawah.
Carilah tanda asimetris atau deformitas: lesi kulit,
kelemahan otot, hipertrofi otot, fasikulasi otot, gait, postur,
dan range of motion. Kelemahan otot dapat menjadi tanda
penyakit motor neuron. Gait dapat merupakan antalgic gait
(gait nyeri), steppage gait (karena foot drop) atau kelainan
gait karena punggung kalu akibat spasme muskulus
paraspinal. Postur penyebab regangan kronis Pada
ligamentum yang berbeda.
b) Palpasi
Palpasi punggung: nyeri tekan pada lokal sering
dijumpai pada sendi apophyseal, cedera ligamen dan sering
prolaps diskus akut.
17

c) Gerakan
Gerakan (Fleksi, ekstensi, fleksi latera, juga diperiksa
sendi sakroiliaka). Pada cedera legamen cendrung
maksimal, tetapi pada prolaps diskus gerakan terbatas oleh
karena nyeri.
Range Of Motion vertebra lumbal normalnya adalah
ekstensi 15◦, fleksi 40◦, miring ke lateral 30◦, dan rotasi
lateral 40◦ ke setiap sisi.
d) Intensitas
Intensitas nyeri dapat dinilai dengan menggunakan
skala nyeri standar visual analogue scale (VAS) atau
numerical scale (NRS). Meskipun tidak dapat membantu
dalam menegakkan diagnosis klinis, skala ini dapat
menolong dalam memimlih analgesik atau terapi invasif.
(1) VAS
Skala nyeri VAS adalah skala kontinu yang
biasanya memiliki panjang 10 cm (100 mm), ditandai
oleh 2 deskriptor verbal, satu untuk setiap ekstrem
gejala. Untuk intensitas nyeri skala umumnya ditandai
dengan “tidak nyeri” (skor 0) dan nyeri yang paling
berat yang bisa dibayangkan atau terburuk yang masih
dapat terbayangkan “(skor 100)”.
(2) NRS
NRS adalah versi numerik tersegmentasi dari VAS
dan responden dapat memilih angka (bilangan bulat 0-
10) yang paling tepat menggambarkan intensitas
nyerinya. Ada 11 poin skala numerik (NRS11) dngan 0
menunjukkan satu kutub ekstrem (misalnya “tidak
nyeri”) dan 10 menunjukkan kutub ekstrem lainnya
(misalnya “nyeri paling berat yang bisa dibayangkan
dan nyeri terburuk yang masih dapat terbayangkan.
18

4) Pemeriksaan Motorik
Peningkatan tonus otot dapat disebabkan oleh spasme
kelompok otot tertentu. Mungkin ditemukan Truneal dystonia
dan stiff person syndrome. Pemeriksaan ekstremitas bawah
harus dilakukan jika pasien mengeluhkan nyeri ekstremitas
bersamaan dengan nyeri punggung. Kita harus dapat
memperkirakan area yang mangalami disfungsi neural.
a) Kekuatan
Table 2.1
Kekuatan Otot
Tingkat 0 Paralisis total
Tingkat 1 Kontraksi hanya sebatas kedutan
Tingkat 2 Kekuatan hanya muncul jika gaya grafitasi
ditiadakan dengan pengaturan postur yang sesuai
Tingkat 3 Tungkai dapat dipertahankan melawan gaya
gravitasi, tetapi tidak dapat melawan resistensi dari
pemeriksa
Tingkat 4 Tungkai dapat dipertahankan melawan gravitasi dan
bebrapa resistensi tetapi tidak normal (sering
digunakan perkiraan persentase atau tingkat 4+, 4
atau 4-).
Tingkat 5 Kekuatan normal.

5) Pemeriksaan Sitem Sensorik.


a. Nyeri
b. Suhu
c. Sensibilitas taktil: termasuk sentuhan lembut dan tekanan,
serta lokalisasi, dan diskriminasi taktil.
d. Getaran: tempatkan garpu tala pada tulang malleolus, jika
da defisit, pindahkan keatas kaput atau ke SIAS.
e. Sensor Posisi: Kesadaran akan pergerakan pasif. Tes
dengan pergerakan ibu jari.
f. Stereognosis: Pengenalan ukuran, bentuk, berat dan wujud
objek.
19

6) Tes Provokasi
a) Refleks Dalam
(1) Sentakan lutut (Knee jerk) (L2, 3, 4). Muskulus
kuadriceps femoris berkontraksi jika tendon patella
ditekuk secara cepat. Dengan pasien dalam posisi
supinasi, letakkan tangan anda dibawah lutut dalam
posisi fleksi sedikit, kurang dari 90◦. Ketuk tendon
patella dipertengahan antara origo dan insersinya.
Carilah kontraksi muskulus kuarisep femoris sentakkan
lutut dapat lebih mudah dimunculkan jika pasien dalam
posisi duduk dengan kaki bebas dipinggir tempat tidur.
(2) Sentakkan pergelangan kaki (ankle jerk) (SI, 2): sedikit
dorsofleksikan pergelangan kaki sehingga tendon
achilles teregang dan dengan tangan anda yang lain,
ketuk tendon di bagian posterior atau ujung tumit.
Kontraksi otot betis akan tampak.
Gambar 2.1.
Refleks Patella

b) Refleks Superfisial
(1) Refleks kremaster (LI, 2). Gosok kulit bagian dalam
paha atas, Testis akan bergerak ke atas.
(2) Reflekss plantar (L5, SI). Stimulasi bagian terluar tumit
kaki dengan menggoreskan kunci atau tongkat dengan
kuat sepanjang bagian terluar tumit hingga jari
20

kelingking. Respon fleksi plantar menunjukkan hasil


normal.
(3) Refleks anal (S3, 4). Gores denga lembut kulit di kedua
sisi anus, kontraksi cepat spinker anus harusnya segera
muncul.
(4) Refleks bulbokavernosus (S3, 4). Cubitan pada bagian
dorsal glans penis menyebabkan kontraksi
bulbokavernosus.
c) Tes Khusus
(1) Tes Straight Leg Raising (SLR) Lasegue
Dasar tes SLR Lasegue adalah keyakinan bahwa
peregangan trunkus-trunkus nervus lumbosakral yang
membentuk nervus skiatikus tidak menyebabkan nyeri
pada orang sehat, tetapi menimbulkan nyeri apabila
mengalami inflamasi, iritasi lumbal, atau terjepit.
Cara pemerikssannya adalah pasien dibaringkan
pada posisi spinasi ditempat tidur pemeriksaan. Kaki
yang tidak nyeri difleksikan 45◦ pada lutut, dan kaki
yang nyeri diletakkan lurus di tempat tidur
pemeriksaan, dengan pergelangan kaki yang nyeri
berada pada psosisi fleksi 90◦. Pemeriksa dengan
perlahan menaikkan kaki yang nyeri ke atas sambil
tetap mempertahankan lutut dalam posisi ekstensi
penuh. Hasil tes poitif, jika pasien mengeluhkan nyeri
pada ekstremitas yang sakit (Das, 2019).
Pemeriksaan laseque juga sering dilakukan pada
kasus curiga radikulopati lumbal. Jika nyeri radikular
muncul ketika sudut kaki dibawah 60◦ dapat
disimpulkan kemungkinan besar terdapat tanda
radikulopati (Kusumastuti et al., 2016).
21

Gambar 2.2
Tes SLR Lasegue

(2) Tes Patrick/FABER


FABER adalah akronim yang dapat membantu
pemeriksa untuk memeriksa keterbatasan karena
nyerisaat fleksi, abduksi, dan rotasi eksternal. Untuk
melakukan tes patrick /FABER. Pasien diposisikan
pada posisi supinasi serta lutut dan panggul difleksikan
hingga 90◦. Pemeriksa kemudian menyuruh pasien
untuk meletakkan kakinya yang sakit pada lutut yang
berlawanan. Paha pasien kemudian secara perlahan
diabduksikan dan dirotasi-eksternalkan ke arah meja
pemeriksa. Nyeri akan muncul di area gluteal dekat
SIPS( Das, 2019).
Gambar 2.3
Tes Patrick/FABER

g. Anatomi dan Fisiologi Pinggang bawah


Vertebra merupakan bangunan yang kompleks yang dapat
dibagi dalam dua bagian, di bagian ventral terdiri dari atas korpus
22

vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh diskus intervertebra dan
ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal.
Bagian dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing
arkus vertebra dengan lamina dan pedikel yang di ikat satu sama lain
oleh berbagai ligamen diantaranya ligamen interspinal, ligamen
intertransversa dan ligamen flavum. Pada prosesus spinous dan
tranversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi
kolum vertebra.
Seluruh bagunan kolum vertebra dan sekitarnya mendapat
inervasi dari cabang-cabang saraf spinal yang sebagian besar keluar
dari ruangan kanalis vertebra melalui foramen intervertebra dan
sebagian dari ramus meningeal yang menginervasidurameter.
Padatnya inervasi sensibel berturut-turut terdapat mulai pada
periosteum, kemudian ligamen, fasia dan tendon, kemudian otot-otot
dan yang terakhir tulang yang mempunyai inervasi sensibel yang
sedikit.
Diskus invertebra memegang peranan penting dalam struktur
tulang belakang yang bertindak sebagai penyangga beban dan
peredam kejut. Diskus dibentuk oleh anulus fibrosus yang
merupakan anyaman serat-serat fibroelastik demikian rupa hingga
terbentuk struktur cincin berhubungan dengan endplate vertebra,
sehingga terbentuklah rongga antar vertebra. Rongga ini berisi
nekleus pulposus, suatu bahan terdiri atas mukopolisakarida kental,
yang mempunyai kemampuan kuat untuk mengikat air dan memang
80% arteri nukleus terdiri atas air.
Jaringan peka nyeri di daerah lumbo-sakral adalah:
1) Kulit, jaringan subkutan termasuk lemak
2) Kapsul sendi facet dan sendi sakroiliaka
3) Ligamentum longitudinalis anterior dan posterior, ligamentum
interspinosus, ligamentum flavum dan ligamentum sakroiliaka.
23

4) Periosteum vertebra dan fasia, tendon, aponeurosis korpus


vertebra
5) Lapisan luar anulus fibrosus
6) Durameter bagain anterior, dan jaringan epidural fibroadiposa,
terutama durameter yang melapisi radiks
7) Dinding pembuluh darah sendi spinal. Sendi sakroiliaka dan
vertebra
8) Dinding arteri pada otot lumbosakral.

Sistem Persarafan
Setelah menebus kantong durameter radiks anterior dan posterior
bersatu membentuk nervus spinalis di foramen intervertebralis,
mengisi 35%-50% ruang foramen bagian atas. Nervus spinalis
bercabang dua yaitu ramus ventralis dan dorsalis.
Ramus Ventralis memberi cabang:
1) Cabang otot, mempersarafi m. Psoas, m. Kuadratus dan m.
Intertransversari
2) Cabang skelet, mempersarafi ligamentum longitudinalis
anterior, anulus fibrosus bagian posterolateral dan periosteum.
3) N. Sinuvertebralis, saraf ini bergabung dengan cabang saraf
simpatis dari ramus komunikan grisea dan kembali melalui
foramen intervertebralis mempersarafi ligamentum
longitudinalis posterior, lapoisan luar anulus fibrosus bagian
posterior, durameter anterior dan yang melapisi radiks,
periosteum bagian posterior dan pembuluh darah korpus
vertebra serta epidural.
Ramus dorsalis bercabang
1) Cabang lateralis mempersarafi m. Iliokostalis lumborum
2) Cabang intermedialis mempersarafi m. Longisimus
24

3) Cabang mediallis mempersarafi m. Multifidus, m. Interspinalis,


m. Interspinosus, juga sendi facet diatas dan dibawahnya,
ligamentum favum, fasia dan kulit (Basjirudin et al., 2009).
Gambar 2.4
Tulang punggung bawah

h. Perjalanan nyeri Low back pain


Low back pain tidak harus terbatas di area lumbal dan sakral,
nyeri dapat dijalarkan kearea lain, yang paling sering adalah
akstremitas bawah. Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada
tubuh yang diinervasi oleh saraf lain; bukan saraf yang menginervasi
sumber nyeri yang sebenarnya. Nyeri sendi zigapofisial lumbal
bagian atas dapat menjalar kepanggul, pinggul, lateral paha;
sedangkan nyeri dari sendi zigapofisial Jarang menjalar kebawah
lutut. Demikian juga nyeri dari sakroiliaka dapat menjalar ke area
lumbalbawah, abdomen, ekstremitas bawah dan jarang ke kaki.
Pasien-pasien dengan penyakit diskus degeneratif (bukan prolapsus
diskus) mengalami nyeri punggung aksial yang dapat menjalar
25

kepaha bagian anterior (diskus L3-4), paha bagian lateral (L4-5), dan
paha bagian posterior (L5-SI). Nyeri radikular yang disebabkan oleh
iritasi radiks saraf herniasi diskus menyebabkan nyeri menyebar ke
sepanjang jalur yang mengikuti peta dermatom (segmen kulit yang
dipersarafi oleh satu radiks saraf tertentu). Aturan yang sama berlaku
pada nyeri herpes zoster. Nyeri yangdisebabkkan oleh neuropati
akibat saraf yang terjepit mengikuti distribusi saraf yang terkena.
Sebagai contoh, pada meralgia parestetika, nyeritimbul di sepanjang
distribusi nervus kutaneus femoris lateralis (aspek anterilateral paha)
(Das, 2019).
Gambar 2.5
Perjalanan Nyeri

i. Pengobatan
Pengobatan nyeri punggung bawah sangat tergantung dari
penyebab nyeri punggung bawah itu sendiri. Setiap kasus harus
ditangani secara individual untuk mengetahui latar belakang dari
keluhannya sehingga dapat dikelola dengan tepat.
1) Low Back Pain Akut (Kurang dari 6 minggu)
Low Back Pain Akut biasanya lebih mudah membaik,
adakalanya belum mendapat pengobatan, keluhuan sudah
hilang, namun kadangperlu diberikan obat-obat seperti
asetaminopen, aspirin atau ibuprofen.

2) Low Back Pain Sub akut (6-12 minggu).


26

Pengobatan nonfarmakologis dan farmakologis", intervensi


jangka pendek sepert panas superfsial, pijatan, terapi olahraga
(sering dengan terapi fsik), manipulasi tulang belakang, atau
akupunktur.
Analgesia jangka panjang
a. NSAID (Hati-hati pada orang tua), Asetaminofen topikal,
perelaksasi otot.
b. Gabapentin
c. Amitriptilyne dan Duloxetine.
3) Low Back Pain Kronis (lebih dari 12 minggu).
Ada 2 macam pengobatan yaitu terpai bedah dan non bedah.
Pada sebagian besar nyeri pinggang kronik, tidak memerlukan
terapi bedah, biasany aaterapi bedah baru dipertimbangkan
setelah terapi non bedah dianggap gagal, atau pada kasus yang
disebabkan oleh tumor.
a) Terapi Non Bedah.
(1) Kompres panas atau dingin
(2) Exercise
(a) Fleksi dan Extensi
(b) Peregangan
(c) Aerobik
(3) Medikamentosa
(a) Analgetik
(b) NSAID
(c) Muscle relaxant
(d) Antidepresan
(4) Korset
(5) Modifikasi gaya hidup/postur.
(6) Injeksi
(a) Blok radiks
(b) Facet joint
27

(c) Triger point


(7) Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
(8) Acupunture dan Acupressure
b) Terapi Bedah
Diindikasikan padakeadaan-keadaan:
1) Herniasi diskus
2) Stenosis Spinal
3) Fraktur vertebra
4) Degenerative disc disease (Basjirudin et al., 2009).
2. Sikap kerja ergonomi
a. Pengertian Sikap
Sikap adalah Kecendrungan sesorang merespon sesuatu
dilingkungan secara evaluatif, setiap orang akan menyikapi sesuatu,
misalnya orang, peristiwa atau pekerjaan dengan cara tertentu dan
dapat memiliki perbedan dengan orang lain (Simamora, 2018).
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara konsisten, baik positif maupun negatif terhadap suatu objek.
Dalam pandangan ini, respon yang diberikan individu diperoleh dari
proses belajar terhadap berbagai atribut berkaitan dengan objek
(Dewi & Wawan, 2010).
b. Sifat Sikap
1) Sikap positif kecendrungan tindakan adalah
mendekati,menyenangi, mengharapkan onyek tertentu.
2) Sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Dewi
& Wawan, 2010).
c. Ciri-ciri Sikap.
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan
obyeknya.Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif
biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
28

2) Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan


sikap dapat berubah pada orang-orang bilaterdapat keadaan-
keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap
pada orang lain.
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai
hubungan tertentu terhadap suatu obyek dengan kata lain, sikap
itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan
dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan
jelas.
4) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-
kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan (Dewi & Wawan,
2010).
d. Pengukuran sikap
Menurut Notoatmojo (2003) Pengkuran sikap dapat dilakukan
secara langsung atau tidak langsung.
1) Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/
pernyataan responden terhadap suatu obyek.
2) Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden
melalui kuesioner.
e. Teknik pengukuran sikap
1) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)
Metode ini mencoba menempatkan, sikap seseorang pada
rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga sangat
fafovabel terhadap suatu obyek sikap. Caranya dengan
memberikan orang tersebut sejumlah aitem sikap yang telah
ditentuka derajat favorabilitasnya. Tahap yang paling kritis
dalam menyusun alat ini seleksi awal terhadap pernyataan sikap
29

dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajat


favorabilitas dari masing-masing pernyataan. Derajat (ukuran)
favorabilitas ini di sebut nilai skala.
Untuk penghitungan nilai skala dan memilih pernyataan
sikap, pembuat skala perlu membuat sampel pertanyaan sikap
sekitar lebih 100 buah atau lebih. Pernyataan- pernyataan ini
kemudian diberikan kepada bebrapa oang penilai (judges).
Penilai ini bertugas untuk menuntukan derajat favorabilitas
masing-masing pernyataan. Favorabilitas penilai itu
diekspresikanmelalui titk skala rating yang memiliki rentang 1-
11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 sangat setuju,
tugas penilai ini bukan untuk menyampaikan setuju tidak nya
mereka terhadap pernyataan itu. Median atau rerata perbedaan
penilaian terhadap aitem ini kemudian dijadikan sebagai nilai
skala masing-masing aitem. Pembuat skala kemudian menyusun
aitem mulai dari aitem yang memiliki nilai skala terendah
hingga tertinggi. Dari aitem-aitem tersebut, pembuat skala
kemudian memilih aitem untuk membuat kuesioner skala sikap
yang sesungguhnya. Dalam penelitian skala yang telah dibuat ini
kemudian diberikan pada responden. Responden diminta untuk
menunjuk seberapa besar persetujuan atau ketidaksetujuannya
pada masing-masing aitem sikap tersebut
2) Skala Likert (Method of summateds ratings)
Metode ini sebagai metode alternatif yang lebih sederhana
dibandingkan dengan skala thurstone yang terdiri dari 11 poin
disederhanakan menjadi dua kelompok yaitu pvorable dan
unfavorable. Sedangkan aitem yang netral tidak disertakan.
Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likkert
menggunakan teknik konstruksi tset yang lain. Masing-masing
responden diminta malakukan agreement atau disegreement-nya
untuk masing-masing aiten dalam skala yang terdiri dari 5 point
30

(sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak


setuju, tidak setuju.) semua aitem yang favorabel kemudian
diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat tidak setuju
sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 1.
Sebaliknya, untuk item yang unfavorabel nilai skala sangat
setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju
nilainya 5. Seperti halnya skala Thurstone, skala likkert disusun
dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equel-interval
scale)
3) Unobstrusive Measure
Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang
dapat mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang
berhubungan sikapnya dalam pernyataan
4) Multidimesional Scaling
Teknik ini memberikan deskripsi sesorang lebih kaya bila
dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat
unidimensional namun demikian, pengukuran ini kadangkala
menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktur
dimensinal kurang valid terutama apabila diterapkan pada orang
lain, lain isu, dan lain skala aitem.
5) Pengukuran Involuntary Behavior (pengukuran terselubung)
a) Pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan atau
dapat dilakukan oleh responden
b) Dalam banyak situasi, akurassi pengukuran sikap
dipengaruhi oleh kerelaan responden
c) Pendekatan ini mrupakan pendekatan observasi terhadap
reaksi-reaks Fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan
oleh individu yang bersangkutan.
d) Observer dapat menginterpretasikan sikap individu mulai
dari fasial reaction, voice tones. Body gesture, keringat,
31

dilatasi pupil mata, detak jantung, dan beberapa aspek


fisiologis lainnya (Dewi & Wawan, 2010).
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap
1) Keadaan objek yang di ukur
2) Situasi pengukuran
3) Alat ukur yang digunakan
4) Penyelenggaraan pengukuran
5) Pembacaan atau penilaian hasil pengukuran
g. Pengertian sikap kerja
Sikap kerja merupakan segala sesuatu kegiatan atau tindakan
yang akan dilakukan oleh pekerja dengan hasil yang sesuai harapan
bagi pekerja (Rasyidah et al., 2018).
Sikap kerja adalah sikap dalam melakukan pekerjaan yang
disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan (Anies, 2014).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait Sikap tubuh
dalam melakukan pekerjaan antara lain:
1) Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau
sikap berdiri secara bergantian.
2) Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan,
seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan
agar beban statik diperkecil. Sikap tubuh yang tidak alami
Merupakan sikap kerja yang diakibatkan oleh pergerakan pada
bagian anggota tubuh yang mengalami posisi alamiah seperti
pada saat mengangkat tangan pusat grtavitasi tubuh yang
semakin tinggi dan menjauhi anggota tubuh yang lain sehingga
dapat menimbulkan keluhan otot skeletal.
3) Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
membebani, tatapi dapat memberikan relaksasi pada otot-otot
yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan
penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya sirkulasi darah dan sensibilitas pada
32

paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu


aktivitas (Anies, 2014).
h. Macam-macam sikap kerja antara lain: Sikap kerja Duduk, Berdiri,
Membawa beban, Mengangkat beban, Membungkuk (Miftahudin,
2016).
1) Sikap Kerja Duduk
Pada saat duduk terjadi peninggkatan tekanan pada tulang
belakang , dari pada saat posisi berdiri ataupun posisi berbaring.
jika tekanan pada posisi orang yang berdiri dianggap 100 %,
maka pada posisi orang yang duduk dengan tegak dapat
menyebabkan tekanan tersebut sebesar 140 %. Dan pada saat
duduk dengan posisi badan membungkuk ke depan tekanan ini
menjadi semakin lebih besar yaitu 190 % (Zatadin, 2018).
Melakukan pekerjaan dengan sikap duduk yang terlalu lama
dapat mengakibatkan otot rangka (skeletal) pada tulang
belakang mudah lelah dan nyeri. Keluhan ini bisa dihindari jika
subyek duduk tegak pada permukaan horizontal, mata langsung
melihat ke depan. Bahu dalam sikap santai, dengan lengan atas
menggantung vertical da duduk dengan posisi badan
membungkuk ke depann lengan bawah horizontal (Septiasih,
2011).
Gambar 2.6
Sikap Kerja Duduk

2) Sikap Kerja Membungkuk


33

Terdapat 3 jenis sikap kerja membungkuk dalam nilai


normal RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
a) Tipe 1 membungkuk dengan sudut 00 – 200.
b) Tipe 2 membungkuk dengan sudut 200 – 600.
c) Tipe 3 membungkuk dengan sudut lebih dari 600.
Sikap kerja membungkuk merupakan Posisi yang tidak
sesuai dalam menjaga kestabilan tubuh pada saat bekerja.
Sikap kerja membungkuk jila dilakukan secara berulang dalam
waktu yang cukup lama, maka dapat mengakibatkan pekerja
mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah
(low back pain).
Posisi membungkuk membuat tulang punggung bergerak
kebagian depan sisi tubuh sehingga terjadi penekanan pada otot
daerah bagian perut dan bagian depan bagian lumbar pada sisi
invertebratal disk yang mengalamai penekanan. Sebaliknya
terjadi peregangan atau pelenturan Pada bagian ligament sisi
belakang dari invertebratal disk. Sehingga menimbulkan nyeri
pada punggung bawah (Miftahudin, 2016).
Gambar 2.7
Posisi membungkuk

3) Sikap Kerja Membawa Beban


Membawa beban memerlukan daya tahan otot. Daya tahan
otot merupakan kemampuan untuk melakukan pekerjaan secara
terus- menerus yang berhubungan dengan lama waktu otot
mengerahkan tenaga dalam hal gerakan statis dan dinamis. Bila
otot mengerahkan tenaga maksimal, otot hanya mampu bertahan
bebrapa menit, bila otot mengerahkan tenaga hanya 15-20 %
dan tenaga maksimalnya maka otot mampu bertahan dalam
34

waktu yang lebih lama. Semakin kuat pengerahan otot, makin


banyak serabut otot yang berkontraksi, makin banyak
penyumbatan pembuluh darah yang mensuplai darah yang
mengandung oksigen, sehingga semakin cepat otot mengalami
kelelahan.
Gambar 2.8
Membawa Beban

4) Sikap Kerja Pengangkatan Beban


Pengangkatan beban dan tekanan yang berlebihan dapat
menyebabkan slipped disks sehingga ligament pada sisi
belakang lumbar rusak dan menekan syaraf tulang belakang
yang dapat menyebabkan kesakitan otot perut dengan bantuan
dari otot ligamen yang menyusur sepanjang tulang belakang
dapat menopang tulang punggung.
Tulang belakang bekerja sebagai pengungkit, pada saat
membawa sebuah beban, maka kekuatan energy spine dituntut
lebih besar dari beban tersebut, semakin jauh beban dan bodi,
maka akan semakin besar kekuatan energi spine yang
dibutuhkan dan berisiko cedra columna vertebralis dalam bentuk
back pain maupun yang lebih berat seperti hernia nusleus
purposus (HNP).
Cara mencegah terjadinya sakit punggung:
a) Menggunakan lata bantu (Forklift, crane/hoist)
b) Mangurangi berat beban
c) Menjaga kekuatan otot terutama pada otot perut
d) Belajat teknik mengangkat yang benar.
35

5) Sikap kerja berdiri


Pada sikap kerja berdiri terjadi pembebanan pada otot statis
seperti berdiri dengan posisi trunk tertekuk dalam meraih benda
yang terlalu jauh dan keterbatasan pada ruang kaki.
a) The leg muscles; Otot gastrocnemius dan soleus merupakan
otot-otot yang aktif ketika ketika sesorang gastrocnemius
meningkat.
b) The abdominal Muscles: terdapat hanya sedikit aktat
sesorang abdominal sivitas otot berdiri dan saat duduk. Otot
perut (Abdominal Muscles) dapat mencegah ekstensi pada
trunk, yang disebabkan oleh beban yang ditempatkan tinggi
di bagian belakang dn ketika berjalan ditempat yang terjal.
c) Kegiatan dipaha belakang (Hamsting) sedikit dalam posisi
berdiri tetapi meningkatkan ketika badan condong kedepan,
memegang benda berat atau menarik sesuatu.
d) The Adductors and abductors of the hip: ketika sesorang
berdiri dengan dua kaki, otot ini meberika stabilitas lateral,
mencegah traslasi panggul dibidang frontal. Ketika
seseorang berdiri dengan satu kaki, panggul cendrrung
miring kearah sisi yang tidak disangga, dan the hp
abductors menjaga the pelvis level( Indrawati, et al., 2016).
Gambar 2.9
Sikap Kerja Berdiri

i. Contoh Sikap kerja


36

Salah satu contoh sikap kerja perawat dalam melakukan


aktivitas tindakan keperawatan adalah memindahkan pasien. Teknik
pemindahan pada pasien termasuk dalam transport pasien, seperti
pemindahan pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik
menggunakan alat transport seperti ambulance, dan branker yang
berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.
Jenis-jenis pemindahan pasien antara lain:
1) Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat
membutuhkan bantuan klien. Pada pemindahan klien ke brankar
menggunakan penarik atau kain yang ditarik untuk
memindahkan klien dari tempat tidur ke branker. Brankar dan
tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga klien dapat
dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan
kain pengangkat. Pemindahan pada klien membutuhkan tiga
orang pengangkat.
2) Pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi
Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien
sebelum pemindahan. Kursi ditempatkan dekat dengan tempat
tidur dengan punggung kursi sejajar dengan bagian kepala
tempat tidur. Emindahan yang aman adalah prioritas pertama,
ketika memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda
perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang tepat.
3) Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
(Suarningsih, 2017).
Pekerjaan yang berhubungan dengan memindahkan pasien dari
brankar transportasi ke tempat tidur ataupun sebaliknya dari
tempat tidur ke brankar antara lain yaitu pada saat menerima
pasien baru ambulans atau dari Unit Gawat Darurat, mengantar
atau menerima pasien dari ruang operasi, menerima pasien
masuk keruang rawat inap, mengantarkan pasien untuk
37

pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan lainnya dan menerima


kembali pasien, mengirim pasien untuk rujukan ke rumah sakit
lain (Kurniawidjaja et al., 2013).
Proses transfer pasien merupakan pergerakan simultan yang
banyak membebani tulang belakang, otot, dan juga ligamen yang
menunjang tulang belakang. Postur janggal dan beban membuat otot,
tulang dan ligamen pada vertebra berkontraksi maksimal sehingga
bila dilakukan terus menerus dalam durasi yang lama dan sering
maka dapat menimbulkan kelelahan pada otot akibat menumpuknya
sisa metabolisme berupa asam laktat, yang diikuti kelemahan
ligamen dan selanjutnya terjadi keluhan low back pain (Maysaroh,
2016). Dan terdapat hubungan yang bermakna antara kegiatan
transfer pasien dengan tingkat risiko Low Back Pain (p=0,011)
(Kurniawidjaja et al., 2013).
Pada saat mengangkat dan memindahkan pasien disarankan agar
dapat menggunakan tempat tidur dan brankar pasien yang
ketinggiannya dapat disesuaikan dengan postut/sikap kerja karena
sikap kerja tidak alamiah dapat menyebabkan posisi bagian-bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, penggunaan lengan atas dan lengan bawah yang
menggantung, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat,
serta posisi leher menekuk kedepan. Semakin jauh posisi bagian
tubuh dari pusat grafitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko
terjadinya keluhan low back pain (Maysaroh, 2016).
j. Pengertian Ergonomi
Ergonomi dikenal dalam bahasa yunani dari kata ergos dan
nomos yang memiliki arti “kerja” dan “aturan atau kaidah”. Dari dua
kata tersebut secara pengertian bebas sesuai dengan perkembangan
nya, yakni suatu aturan atau kaidah yang ditaati dalam linggkungan
kerja ( Kuswana, 2014).
38

Menurut International Labour Organisation (ILO


)mendefenisikan ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia
sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama
antara pekerjaan dan manusia secara optimal dengan tujuan agar
bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Anies, 2014).
Ergonomi yaitu Ilmu yang mempelajari tentang prilaku manusia
dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka ( Faida, 2019).
Salah satu spesialisasi ergonomi adalah ergonomi fisik.
Ergonomi fisik berkaitan dengan anatomi manusia seperti
antropometri dan aktivitas fisik.
1) Antropometri
Prisip antropometri menjadi pertimbangan utama dalam
melakukan ukuran-ukuran kerja, misalnya:
a) Pada pekerjaan tangan yang dilakukan dengan berdiri,
tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm dibawah tinggi siku. Postur
kerja berdiri memerlukan tenaga yang lebih besar dibanding
dengan posisi kerja duduk, karena pada saat berdiri kaki
merupakan tumpuan tubuh.
b) Apabila pekerjaan sambil berdiri dengan pekerjaan diatas
meja dan jika dataran tinggi siku disebut 0, hendaknya
dataran kerja yang memerlukan ketelitian harus 0+ (5-10)
cm, sementara untuk pekerjaan berat seperti mengangkat
barang berat yang memerlukan kerja otot-otot punggung
adalah 0- (10-20) cm.
2) Aktivitas fisik
Topik-topik yang relevan dalam aktivitas fisik antara lain:
a) Postur kerja
Merupakan susunan dari bagian-bagian tubuh yang
lain. Seperti persendian, ligamen, tendon dan otot. Apabila
postur tubuh digunakan dengan benar akan terjadi
39

keseimbangan. Seperti posisi duduk, berdiri dan berbaring


dengan benar (Risnanto, 2014).
Postur kerja yang tidak baik dapat meyebabkan
terjadinya keluhan Low Back Painseperti duduk berjam-
jam, jarang berolah raga, mengangkat barang berat,
danpostur yang sering membungkuk. Dalam keadaan ini
otot akan tertarik dan otot kurang elastis sehingga otot
mudah cedera (Toni, 2016).
b) Pemindahan material
Bila seorang tenaga kerja mengangkat barang dengan
sikap tubuh membungkuk, keadaan ini akan meyebabkan
tekanan yang besar pasa ruas-ruas tulang belakang bagian
pinggang, dan cara mengangkat yang salah dengan
pembebanan yang tiba-tiba dapat menyebabkan robeknya
bagian luar lempeng (Diskus intervertebralis). Keadaan ini
akan mengakibatkan bagian dalam dari lempeng menonjol
keluar serta menekan saraf-saraf yang ada disekitarnya,
merupakan penyebab dari keluhan Low Back Pain dan
kelumpuhan (Anies, 2014).
c) Gerakan berulang-ulang
Pengulangan dan melakukan jenis kegiatan yang sama
dari suatu pekerjaan dengan menggunakan otot atau anggota
tubuh berulang kali mengakibatkan cedera akibat kerja
(Kuswana, 2014).
d) MSD
Gangguan Musculoskeletal Disordersadalah cedera
pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, dan
cakram tulang belakang. MSD terjadi pada peristiwa akut
(perjalanan atau jatuh). Sinyal adanya MSD adalah sakit,
kegelisahan, kesemutan, mati rasa, rasa terbakar,
40

pembengkakan, kakakuan, kram, rentang gerak pendek, dan


perubahan keseimbangan tubuh (Kuswana, 2014).
e) Keselamatan dan kesehatan kerja.
Keselamatan kerja adalah usaha menjaga kondisi kerja
agar tetap aman yang mencakup bahan alat kerja, proses
pengolahan tempat kerja dan lingkungannya serta cara
melakukan pekerjaan.
Kesehatan kerja merupakan salah satu aspek dari
perlindungan kerja dan erat kaitannya dengan peningkatan
produksi dan produktivitas. tingkat keselamatan kerja yang
tinggi dapat mengurangi biaya untuk melakukan perawatan
dan pengobatan akibat kecelakaan kerja.
Tujuan utama kesehatan dan keselamatan kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif (Hari,
2018).
k. Tujuan ergonomi
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan
meniadakan beban kerja tambahan (fisk dan mental), mencegah
penyakit akibat kerja dan meningkatkan kepuasan kerja.
2) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir secara tepat dan
meningkatkan jaminan sosial selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah produktif.
3) Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai macam
aspek seperti: aspek ekonomi, aspek teknis, antropologis, dan
budaya setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta
kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi ( Faida, 2019).
l. Manfaat Ergonomi
1) Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.
2) Menurunnya kecelakaan kerja.
3) Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang.
41

4) Stress akibat kerja berkurang.


5) Produktivitas membaik.
6) Alur kerja bertambah baik.
7) Rasa aman karena bebas dari gangguan kerja.
8) Kepuasan kerja meningkat ( Faida, 2019).
m. Pentingnya Ergonomi
1) Penghematan biaya
Mengurangi biaya kompensasi pekerja karena lingkungan yang
sehat dan aman. Sehingga risiko cedera dan kecelakaan kerja
dapat diminimalkan.
2) Sikap kerja
Kepedulian perusahaan terhadap pekerja yang ditujukan dengan
penerapan ergonomi. Membuat para pekerja merasa dihargai
dan dihormati, sehingga dapat membnagkitkan semagat mereka.
3) Produktivitas dan kualitas
Lingkungan kerja yang aman, sehat dan dibarengi dengan
peningkatan semangat kerja karyawan akan meningkatkan
produktivitas pekerja dan menghasilkan produk-produk
berkualitas dan meningkatkan pelayanan mutu.
4) Keuntungan.
Berkurangnya biaya kompensasi kerja akibat cedera kerja atau
kecelakaan, produk-produk berkualitas tinggi, dan layanan yang
lebih baik dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
5) ROI (Return On Invesment).
Ergonomi: Penghematan biaya + semangat kerja karyawan +
produktivitas dan mutu tinggi + laba= laba atas investasi(Faida,
2019).
n. Penilaian tingkat resiko ergonomi
Jenis-jenis metode pengukuran ergonomic antara lain RULA,
BRIEFT, OWAS, EASY, REBA (Anggraeni, 2015).
42

1) Rupid Uper Limb assessment (RULA)


RULA adalah suatu cara yang digunakan untuk melihat
postur dan pergerakkan yang menghubungkan dengan suatu
pekerjaan. Seperti dalam posisi duduk atau berdiri tanpa
berpindah tempat. RULA memberikan kemudahan dalam
menghitung sebuah rating dari beban kerja otot dalam bekerja,
dimana setiap orang mempunyai risiko pada bagian leher dan
beban kerja pada anggota tubuh bagian atas (Anggraeni, 2015).
2) Basselin Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEFT)
Adalah sauatu alat yang digunakan untuk skrining awal
dengan menggunakan sistem rating untuk mengidentifikasi
bahaya ergonomi pada pekerja. Ada 4 faktor resiko ergonomi
pada BRIEFT antara lain:
a) Postur, sikap anggota tubuh yang janggal pada saat
melakukan pekerjaan.
b) Gaya, beban, yaag harus ditanggung oleh anggota tubuh
saat melakukan postur janggal dan melampaui batas
kemampuan tubuh.
c) Lama, lama waktu yang digunakan saat melakukan
pekerjaan dengan postur kerja yang janggal.
d) Frekuensi, jumlah postur janggal yang berulang dalam suatu
waktu.
Semakin banyak skor yang di dapat dalam suatu pekerjaan,
maka semakin berisiko pekerjaan tersebut dan perlu
penaggulangan segera, skor maksimal yang didapat dalam
survey ini adalah 4 skor (Anggraeni, 2015).
3) Ovako Working Analysis system (OWAS)
Metode OWAS digunakan untuk menilai dan menganalisis
pembebanan postur tubuh pada saat melakukan bekerja.
43

Prosedur aplikasi metode OWAS antara lain:


a) Pembagian atau pengamatan di bagi beberapa fase atau
tahapan.
b) Menentukan total waktu pengamatan
c) Menentukan panjang interval waktu
d) Pengamatan pekerja atau fase, posisi yang berbeda yang
dilakukan pekerja
e) Pemberian kode dalam posisi dan pembebanan.
f) Menghitung untuk setiap kode posisi
g) Menghitung persentase repetitive atau frekuensi relative
dari masing-masing posisi punggung.
h) Penentuan hasil identifikasi pekerjaan pada psoisi kritis.
i) Penentuan tindakan perbaikan
j) Melakukan review.
Aplikasi metode OWAS berdasarkan hasil pengamatan dari
berbagai posisi yang diambil pada pekerja saat melakukan
pekerjaannya, dan digunakan untuk mengidentifikasi sampai
dengan 252 posisi yang berbeda. bagian kombinasi postur tubuh
antara lain:
a) Bagian belakang (4 posisi)
Gambar 2.10
Bagian belakang (4 posisi)

Pergerakan:
(1) Lurus tegak (< 20): posisi 1
(2) Bungkuk kedepan (>20): posisi 2
(3) Miring kesamping (>20): posisi 3
(4) Bungkuk kedepan dan miring kesamping (>20): posisi 4
b) Bagian lengan (3 posisi)
44

Gambar 2.11
Bagian lengan(3 posisi).

Pergerakan:
(1) Kedua tangan dibawah bahu : posisi 1
(2) Satu tangan pada atau di atas bahu : posisi 2
(3) Kedua tangan pada atau di atas bahu ; posisi 3
c) Kaki (7 posisi)
Gambar 2.12
Kaki (7 posisi)

(1) Posisi 1: Duduk


(2) Posisi 2: Berdiri dengan kedua kaki lurus dengan sudut
lutut > 1500.
(3) Posisi 3: Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki lurus
dan sudut kaki nya > 1500.
(4) Posisi 4: Berdiri atau jongkok dengan kedua lutut <
1500.
(5) Posisi 5: Berdiri atau jaongkok dengan satu lutut <
1500.
(6) Posisi 6: Berlutu pada satu atau dua lutut bearda di
lantai
(7) Posisi 7: Berjalan atau bergerak.
45

d) Pembebanan ( 3 interval)
Ukuran beban:
(1) <10 kg (0-9,99 kg) : posisi 1.
(2) <20 kg (10 kg-19,99 kg) : posisi 2
(3) >20 kg (20 kg-᷈ ) : posisi 2᷈
Hasil analisa sikap kerja OWAS terdiri dari 4 level skala
sikap kerja yang berbahaya bagi para pekerja yaitu:
Kategori resiko dan tindakan perbaikan OWAS.
Table 2.2
Kategori risiko dan tindakan perbaikan OWAS.
Kategori risiko Efek pada sistem Tindakan perbaikan
Muskuloskleletal
Skor 1 Potensi normal tanpa efek yang Tidak diperlukan
(Normal dapat mengganggu sistem perbaikan.
Posture) muskuloskeletal (Risiko rendah).
Skor 2 Poissi yang berpotensi Tindakan perbaikan
(Slightly menyebabkan kerusakan pada mungkin
harmful) sistem muskuloskeletal (Risiko diperlukan
sedang).
Skor 3 Posisi dengan efek berbahaya Tindakan korektif
(Distincly pada sistem musculoskeletal diperlukan segera.
Harmful) (Risiko tinggi).
Skor 4 Posisi dengan efek sangat Tindakan korektif
(Extremely berbahaya pada sistem diperlukan sesegera
Harmful) musculoskeletal (Risiko sangat mungkin.
tinggi).
4) Ergonomic Assesment Survey metode (EASY)
EASY adalah suatu cara yang digunakan untuk menilai
besarnya tingkat risiko ergonomi terhadap kegiatan kerja.
Metode ini terdiri atas 3 jenis survei yang masing-masing
memiliki skor berbeda. skor tersebut yaitu: BRIEF (4 skor),
Employee survei (1 skor) dan medical survei (2 skor).
Hasil akhir dari EASY metode berupa rating yang diperoleh
dari penjumlahan skor yang didapatkan dari ketiga suvei
tersebut maksimal (7 skor). Rating tersebut akan menunjukkan
prioritas pengendalian yang perlu dilakukan. Semakin besar
skornya, maka pengendaliannya pun semakin besar. Berikut
merupakan penilaian skor untuk EASY:
46

a) Employee Servuy
Berujuan untuk mengetahu keluhan nyeri pada pekerja yang
dialami pada saat melakukan pekerjaan. Dalam survei ini
dapat diketahui pada tahapan kegiatan, dimana yang paling
berat (berisiko)untuk dikerjakan dikaitkan dengan keluhan
yang selama ini muncul pada pekerja. Survei ini dapat
dilakukan dengan menyebarkan quesioner atau wawncara
dengan pekerja.
b) Medical survey
Didapatkan dari hasil Medical Record kartu sakit, dan data
kunjungan pada poliklinik perusahaan atau pelayanan
kesehatan lainnya. Hasil dari Medical surveyberupa data
yang berisi hasil Foto rontgen, riwayat kesehatan tenaga
kerja, dan hasil medical record tahunan (Anggraeni, 2015).
5) Rapid Entire Body Assessment (REBA).
REBA didefenisikan sebagai metode untuk menilai faktor
risiko ergonomi pada seluruh tubuh pada saat bekerja. REBA
digunakan untuk menilai jenis sikap kerja yang dilakukan ketika
bekerja dengan mengumpulkan data mengenai postur, beban
atau tenaga saat melakukan aktivitas, pergerakan dan
pengulangannya. Penilaian REBA meliputi semua bagian tubuh
yaitu leher, punggung, kaki, bahu, siku, dan pergelangan tangan.
Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh
kedalam dua kategori, kategori A dan B. Kategori A terdiri dari
tubuh, leher dan kaki, sedangkan kategori B terdiri dari lengan
atas dan bawah serta pergelangan untuk gerakan ke kiri dan
kanan. Setiap kategori memiliki skala penilaian postur tubuh
lengkap dengan catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam desain perbaikan.
a) Penilaian Anggota Tubuh Bagian Badan, Leher dan Kaki
(Group A)
47

Metode REBA ini dimulai dengan melakukan penilaian


dan pemberian skor individu untuk group A (badan, leher
dan kaki).
(1) Penilaian Skor Pada Badan (Trunk)
Anggota tubuh pertama yang dievaluasi adalah
badan. Hal ini akan dapat menentukan pekerja
melakukan pekerjaan dengan posisi badan tegak atau
tidak, kemudian menentukan besar kecilnya sudut
fleksi atau ekstensi dari badan yang diamati. Ilustrasi
posisi badan saat melakukan pekerjaan dan besarnya
sudut yang dihasilkan
Gambar 2.13
Penilaian posisi badan

Langkah selanjutnya adalah memberikan skor


berdasarkan posisi badan dan besarnya sudut yang
dihasilkan.
Tabel 2.3
Penilaian skor posisi badan
Skor Posisi
1 Posisi badan tegak lurus
2 Posisi badab fleksi antara 00-200dan ekstensi
antara 00-200.
3 Posisi badab fleksi antara 200-600dan ekstensi
kurang dari 00-200.
4 Posisi badan fleksi lebih dari 600.
1 Poisisi badan membungkuk.
1 Posisi badan memuntir.
48

(2) Penilaian Skor Pada Leher


Setelah selesai menilai bagian badan, maka langkah
kedua adalah menilai posisi leher. Metode REBA
mempertimbangkan kemungkinan dua posisi leher, yaitu
posisi leher menekuk fleksi antara 00-200dan yang kedua
posisi leher menekuk fleksi atau ekstensi >200.
Gambar 2. 14
Penilaian skor posisi leher

Penilaian skor untuk posisi leher berdasarkan sudut


fleksi dan ekstensi yang dihasilkan.
Tabel 2.4
Penilaian Skor untuk Posisi Leher
Skor Posisi Lehar
1 Posisi leher menunduk dengan sudut 00-200
2 Posisi leher menunduk dengan sudut lebih dari
200 atau pada posisi ekstensi
1 Posisi leher berputar
1 Posisi leher bengkok

(3) Penilaian Skor Pada Kaki


Skor pada grup A selanjutnya adalah mengevaluasi
posisi kaki. Skor pada kaki meningkat jika salah satu
atau kedua lutut fleksi atau ditekuk.
Gambar 2. 15
Penilaian skor posisi Kaki
49

Penilaian skor untuk posisi kaki berdasarkan sudut


fleksi atau menekuk yang dihasilkan.
Tabel 2.5
Penilaian Skor untuk Posisi Kaki
Skor Posisi
1 Posisi kaki lurus
2 Posisi salah satu kaki menekuk
1 Posisi kakimenekuk dengan sudut 300 - 600
2 Jika kaki menekuk dengan sudut lebih dari 60 0

b) Penilaian Anggota Tubuh Bagian Atas (Group B)


Setelah selesai melakukan penilaian terhadap anggota
tubuh pada Group A, maka selanjutnya harus menilai
anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah dan
pergelangan tangan).
(1) Penilaian Skor Pada Lengan
Untuk menentukan skor yang dilakukan pada
lengan atas, maka harus diukur sudut antara lengan dan
badan. Skor yang diperoleh akan sangat tergantung
pada besar kecilnya sudut yang terbentuk antara lengan
dan badan. Posisi lengan yang dianggap berbeda, untuk
pedoman saat pengukuran.
Gambar 2.16
Penilaian Skor Posisi Lengan

Setelah dilakukan penilaian terhadap sudut pada


lengan bawah, maka skor postur pada lengan bawah
langsung dapat dihitung.
50

Tabel 2.6
Penilaian Skor untuk Posisi Lengan Bawah
Skor Posisi
1 Posisi lengan bawah fleksi antara 600
2 Posisi lengan bawah fleksi kurang dari 60 0 atau
lebih dari 1000

(2) Penilaian Skor Pada Pergelangan Tangan


Terakhir dari pengukuran pada grup B adalah
menilai posisi pergelangan tangan. Posisi yang perlu
dipertimbangkan dalam pengukuran ini adalah
pergelangan tangan fleksi atau ekstensi
Gambar 2.17
Penilaian Skor Posisi Pergelangan Lengan

Setelah mempelajari sudut yang terbentuk pada


pergelangan tangan, maka selanjutnya pemberian skor
Tabel 2.7
Penilaian Skor untuk Posisi Pergelangan Tangan
Skor Posisi
1 Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi
antara 00 - 150
2 Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi
lebih dari 150
1 Posisi tangan bengkok melebihi garis tengah
atau berputar

c) Skor REBA
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
mengaplikasikan metode REBA:
51

(1) Menentukan periode waktu observasi dengan


mempertimbangkan posisi tubuh pekerja dan tentukan
siklus waktu kerja jika memungkinkan.
(2) Analisa secara detail pekerjaan dengan durasi yang
berlebihan.
(3) Catat posisi tubuh pekerja selama bekerja dengan video
atau foto dengan memasukkan waktu rill bila
memungkinkan.
(4) Identifikasi posisi pekerjaan yang dianggap paling penting
dan berbahaya.
(5) Membagi segmen tubuh menjadi dua group yaitu group A
meliputi badan, leher dan kaki sedangkan group B
meliputi lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan.
(6) Lihat tabel A untuk mendapatkan nilai awal group A
untuk skor individu terhadap badan, leher dan kaki.
(7) Rating group B diambil dari rating lengan atas, lengan
bawah dan pergelangan tangan pada tabel B.
(8) Modifikasi skor dari group A tergantung pada beban yang
dilakukan, disebut “Skor A”.
(9) Koreksi skor pada group B berdasarkan pada jenis
pegangan kontainer yang disebut “Skor B”.
(10) Dari “Skor A” dan “Skor B” ditransfer ke dalam Tabel C
yang akan memberikan skor baru disebut “Skor C”.
(11) Modifikasi “Skor C” tergantung jenis aktivitas otot yang
dikerahkan untuk mendapatkan skor akhir REBA.
(12) Periksa tingkat aksi, risiko dan urgensi tindakan perbaikan
yang harus dilakukan berdasarkan nilai akhir perhitungan.
(13) Skor individu yang diperoleh dari posisi badan, leher dan
kaki (group A), akan memberikan skor pertama
berdasarkan Tabel A.
52

Tabel 2.8
Skor Awal untuk Grup A
Punggung Leher
kaki 1 2 3
1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2 1 2 3 4 1 1 2 3 4 4 5 6
3 2 3 4 5 3 3 4 5 6 6 6 7
4 2 4 5 6 4 4 5 6 7 7 7 8
5 4 6 7 8 6 7 7 8 9 9 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5 kg 5 kg- 10 kg >10 kg Penambahan
beban secara
tiba-tiba atau
secara c

Selanjutnya, skor awal untuk grup B berasal dari skor


posisi lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan.Untuk
lebih jelasnya perhatikan tabel penilaian skor awal untuk
grup B dibawah.
Tabel 2.9
Skor Awal untuk Grup B
Lengan Bawah
Lengan Atas 1 2 3
Pergelangan 1 2 3 1 2 3
T
1 1 2 3 1 2 3
2 a 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 b 4 5 5 5 6 7
5 e 6 7 7 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
l Coupling
1-Good 2-Fair 3- Poor 4-
Unacceptable
C dan tepat
Pegangan pas Pegangan tangan Pegangan tangan Dipaksakan,
ditengah, genggaman bisa diterima tapi tidak bisaditerima genggaman yang
kuat tidak walaupun tidak aman,
d ideal/coupling memungkinkan tanpa pegangan
lebih sesuai coupling tidak
i digunakan oleh sesuai digunakan
bagian lain dari oleh bagian lain
tubuh dari tubuh
53

bawah ini menunjukkan nilai untuk “Skor C” yang


didasarkan pada hasil perhitungan dari skor A dan B.
Keduanya dihitung untuk kemudian akan didapatkan hasil
untuk tabel C. Dengan kombinasi perhitungan antara skor A
dan skor B akan didapatkan skor C
Tabel 2.10
Skor C terhadap Skor A dan Skor B

Score A
Score 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
B 1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 10 10 11 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 8 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Score
+1 = Jika 1 atau +1= Jika pengulangan +1= Jika gerakan
lebih bagian gerakan dalam menyebabkan
tubuh statis, rentang waktu perubahan atau
ditahan lebih dari singkat, diulang lebih pergeseran postur
1 menit dari 4 kali permenit yang cepat dari posisi
(tidak termasuk awal
berjalan)

Final Skor dari metode REBA ini adalah merupakan


hasil penambahan antara skor Tabel C dengan peningkatan
jenis aktivitas otot. Nilai dari tabel C, kemudian di
tambahkan dengan nilai aktivitas untuk mendapatkan hasil
akhir nilai REBA. Pengkategorisasian nilai aktivitas adalah
apabila satu atau lebih bagian tubuh bekerja statis lebih dari
1 menit, maka ditambahkan 1, apabila ada pengulangan
lebih dari 4 kali dalam 1 menit maka ditambah nilai 1,
54

apabila pekerjaan megakibatkan perubahan postur secara


ekstrem pada tubuh maka diberikan nilai tambahan 1.
Tabel 2.11
Penilaian Skor untuk Jenis Aktivitas Otot
Score Activitas
1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang
untuk lebih dari 1 menit
1 Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari 4 kali
permenit (tidak termasuk berjalan)
1 Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atau postur tubuh
tidak stabil selama kerja

Nilai 1 menunjukkan risiko yang dapat diabaikan, sedangkan


nilai 15 yang menyatakan bahwa posisi tersebut berisiko tinggi dan
harus segera diambil tindakan secepatnya.
Table 2.12
Score Akhir REBA
Skor Akhir Tingkat Aksi Tingkat Risiko Tindakan
1 0 Sangat Rendah Tidak ada tindakan yang
diperlukan
2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan
4-7 2 Sedang Perlu tindakan
8-10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera
11-15 4 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan sesegera
mungkin

(Riningrum, 2016).
55

B. Penelitian Terkait
1. Hasil penelitian terkait yang dilakukan oleh Kursiah Warti Ningsih
(2017) yaitu Keluhan low back pain pada perawat rawat inap RSUD
selasih Pangkalan kerinci dengan menggunakan Jenis penelitian
kuantitatif dengan desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan
antara sikap kerja dengan keluhan Low Back pain pada perawat dengan
nilai kemaknaan P value = 0,001 berarti nilai P < 0,005 (Ningsih, 2017).
2. Hasil penelitian terkait yang dilakukan oleh Rasyidah et al., (2018) yaitu
Masa Kerja, Sikap Kerja Dan Jenis Kelamin Dengan Keluhan Nyeri Low
Back Pain di Poliklinik Saraf di Rumah Sakit Royal Prima Jambi dengan
menggunakan Jenis penelitian desain cross sectional teknik accidental
Sampling, menunjukkan adanya hubungan antara sikap kerja dengan
keluhan Low Back pain di Poliklinik Saraf di Rumah Sakit Royal Prima
Jambi dengan nilai P-Value < 0,05 (Rasyidah, 2018).
3. Hasil penelitian terkait yang dilakukan oleh Saiful Azis Setyawan et al.,
(2019) yaitu Hubungan sikap kerja terhadap keluhan Low Back Pain pada
buruh angkut ikan (manol) di Pelabuhan Muncar Banyuwangi. Desain
Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan Cross
Sectional dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling.
Pengumpulan data menggunakan wawancara dengan Metode Rapid
Entire Body Assessment (REBA) dan Nordic Body Map (NBM)
digunakan untuk mengetahui sikap kerja dan tingkat keluhan Low Back
Pain. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain (p value 0,042)
(Setyawan et al., 2019).
56

C. Konseptual
Skema 1
Kerangka Konseptual

Variabel Independen Variabel Dependen

Sikap Kerja Keluhan Low Back Pain

D. Hipotesis
Hipotesa adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar
variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil
penelitian. Pernyataan hipotesis mengarahkan peneliti untuk menentukan
desain penelitian, tehnik pemilihan sampel, pengumpulan dan metode analisis
data (Dharma, 2011).
Ha : Ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain
pada perawat Eka Hospital Pekanbaru tahun 2019.
H0 : Tidak ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan
Low Back Pain pada perawat Eka Hospital Pekanbaru tahun 2019.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan desain penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
adalah deskriptif koleratif . pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah corssectioanal yaitu desain yang digunakan dalam penelitian dimana
variabel independen dan variabel dependen diukur secara bersamaan
(Dharma, 2011).Variabel pada penelitian ini adalah variabel bebas
(independent) Sikap kerja dan variabel terikat (dependent) keluhan Low Back
pain. Dalam penelitian ini desain yang digunakan bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain pada perawat
rumah sakit Eka Hospital pekanbaru.

B. Lokasi dan waktu penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Eka Hospital pekanbaru
khususnya pada perawat. Karena perawat mempunyai aktivitas yang
kompleks dan memerlukan perhatian. Aktifitas yang dilakukan sangat
bervariasi mulai dari mengangkat, mendorong, memindahkan, memandikan,
membantu mobilisasi. Semua aktivitas ini mempunyai risiko tinggi untuk
terjadi nya keluhan Low Back Pain Sedangkan waktu penelitian dapat dilihat
pada tabel 3.1
Tabel 3. 1
Jadwal penelitian
Bulan ke
No Uraian Kegiatan
Agus Sept Okto Nop Des jan Peb
1 Pengajuan Judul
2 Pembuatan Proposal
3 Ujian Proposal
4 Penelitian
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisa Data
7 Ujian Hasil
8 Perbaikan Skripsi

57
58

C. Populasi dan sampel


1. Populasi
Populasi adalah Unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan
(digeneralisir). Idealnya penelitian dilakukan pada populasi, karena dapat
melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil penelitian
akan diterapkan (Dharma, 2011) . Pada penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh jumlah perawat di rumah sakit Eka hospital yaitu
sebanyak 304 orang perawat kecuali rawat jalan dan medical check-up
karena tidak ada kegiatan memindahkan pasien dari tempat tidur ke
tempat tidur, jadi total populasi yang akan diteliti adalah 249 orang
perawat.
2. Sample Penelitian
Sampel adalah sekelompok individu yang merupakan bagian dari
populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau
melakukan pengamatan/pengukuran pada unit ini. Menurut, Dharma
(2011) pengambilan sampel dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
n = Z12a/2p (1-p)
d2
n = (1,96)20,98. (1-0,98)
(0,05)2
n = 3,4816. 0,98. (1-0,98)
0,0025
n = 3,411968. 0,98. 0,02
0,0025
n = 0,06823936
0,0025
n = 27
Jumlah sample penelitian ini ditambah dengan 10% dari total sample
penelitian, yaitu dari 27 orang perawat digenapkan menjadi 30 orang
perawat.
Keterangan :
Z1-α/2 : standar normal deviasi untuk α (1,960)
P : prediksi proporsi berdasarkan literatur (0,98)
d : deviasi dari prediksi proporsi atau presisi absolute (0,05).
59

3. Sampling
Teknik pengambilan sampling responden yang dilkaukan peneliti
dengan cara Probability Sampling yaitu pengambilan sampel secara
acak/random, yang merupakan pengambilan sampel yang memberikan
kesempatan/peluang yang sama kepada setiap individu dalam populasi
tersebut untuk menjadi sampel penelitian dengan menggunakan metode
Startified random sampling. Yaitu peneliti mempertimbangkan
startifikasi atau strata yang terdapat dalam populasi sehingga setiap strata
terwakili dalam penentuan sample (Dharma, 2011). Pada teknik sampling
Stratified Random Sampling ini peneliti mengambil sampel secara acak
dari setiap ruangan, yaitu dari Departemen Perawatan khusus, kamar
Operasi, Rawat inap, Unit Gawat Darurat, One Day Surgery, dan
Hemodialisa hingga jumlah responden terpenuhi.
Adapun estimasi jumlah pembagian sample untuk masing-masing
ruangan sebagai berikut:
Jumlah sample setiap strata = Σstrata dalam populasi x Σsample
Σtotal anggota populasi
(Dharma, 2011).

Tabel 3. 2
Jumlah sample responden dalam penelitian
No Unit ΣPerawat ΣResponden
1 Intensive Care 36 36 x 30 = 4
Unit 249
2 Kamar Operasi 36 36 x 30 = 4
249
3 Hemodialisa 21 21 x 30 = 3
249
4 Rawat Inap 105 105 x 30 = 13
249
5 Perina 15 15 x 30 = 2
249
6 Unit Gawat 25 25 x 30 = 3
Darurat 249
7 One day 11 11 x 27 = 1
Surgery 249

Total 249 30 orang perawat


60

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang


perawat di Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru. Dalam penelitian ini
kriteria dalam pengambilan sampel sebagai berikut:
a. KriteriaInklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria yang harus dimiliki oleh individu
dalam populasi untuk dapat dijadikan sampel dalam penelitian
(Dharma, 2011).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Perawat yang memindahkan pasien dari tempat tidur ketempat
tidur
2) Perawat yang terpilih menjadi responden dalam penelitian
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria yang tidak boleh ada atau tidak
boleh dimiliki oleh sampel yang akan digunakan untuk penelitian.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Perawat yang sedang hamil.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena (Dharma, 2011).
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi untuk Variabel sikap kerja
Obsevasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan
langsung terhadap aktivitas responden atau partisipian yang terencana,
dilakukan secara sistematis dan aktif. (Dharma, 2011). Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan Form REBA (Rapid Entire Body Assessment)
sebagai acuan untuk menilai sikap kerja, dengan menggunakan skala
Likkert.
REBA didefenisikan sebagai metode untuk menilai faktor risiko
ergonomi pada seluruh tubuh pada saat bekerja. REBA digunakan untuk
menilai jenis sikap kerja yang dilakukan ketika bekerja dengan
mengumpulkan data mengenai postur, beban atau tenaga saat melakukan
61

aktivitas, pergerakan dan pengulangannya. Penilaian REBA meliputi


semua bagian tubuh yaitu leher, punggung, kaki, bahu, siku, dan
pergelangan tangan.
Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam
dua kategori, kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan
kaki, sedangkan kategori B terdiri dari lengan atas dan bawah serta
pergelangan untuk gerakan ke kiri dan kanan. Setiap kategori memiliki
skala penilaian postur tubuh lengkap dengan catatan tambahan yang
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam desain perbaikan.
a) Penilaian anggota tubuh bagian Badan, Leher dan Kaki (Group A)
Form metode REBA ini dimulai dengan melakukan penilaian dan
pemberian skor individu untuk group A (badan, leher dan kaki).
(1) Penilaian Skor Pada Badan (Trunk)
Anggota tubuh pertama yang dievaluasi adalah badan. Hal
ini akan dapat menentukan pekerja melakukan pekerjaan dengan
posisi badan tegak atau tidak, kemudian menentukan besar
kecilnya sudut fleksi atau ekstensi dari badan yang diamati.
Ilustrasi posisi badan saat melakukan pekerjaan dan besarnya
sudut yang dihasilkan.
Tabel 3. 3
Penilaian Skor Badan
Skor Posisi
1 Posisi badan tegak lurus
2 Posisi badab fleksi antara 00-200 dan ekstensi antara 00-
200.
3 Posisi badab fleksi antara 200-600 dan ekstensi kurang
dari 00-200.
4 Posisi badan fleksi lebih dari 600.
1 Poisisi badan membungkuk.
1 Posisi badan memuntir.

(2) Penilaian Skor Pada Leher


Setelah selesai menilai bagian badan, maka langkah kedua
adalah menilai posisi leher. Metode REBA mempertimbangkan
kemungkinan dua posisi leher, yaitu posisi leher menekuk fleksi
62

antara 00-200dan yang kedua posisi leher menekuk fleksi atau


ekstensi >200.. Penilaian skor untuk posisi leher berdasarkan
sudut fleksi dan ekstensi yang dihasilkan.
Tabel 3. 4
Penilaian Skor untuk Posisi Leher
Skor Posisi Lehar
1 Posisi leher menunduk dengan sudut 00-200
2 Posisi leher menunduk dengan sudut lebih dari 200 atau
pada posisi ekstensi
1 Posisi leher berputar
1 Posisi leher bengkok

(3) Penilaian Skor Pada Kaki


Skor pada grup A selanjutnya adalah mengevaluasi posisi
kaki. Skor pada kaki meningkat jika salah satu atau kedua lutut
fleksi atau ditekuk, Penilaian skor untuk posisi kaki berdasarkan
sudut fleksi atau menekuk yang dihasilkan.

Tabel 3. 5
Penilaian Skor untuk Posisi Kaki
Skor Posisi
1 Posisi kaki lurus
2 Posisi salah satu kaki menekuk
1 Posisi kakimenekuk dengan sudut 300 - 600
2 Jika kaki menekuk dengan sudut lebih dari 60 0

b) Penilaian anggota tubuh bagian Atas (Group B)


Setelah selesai melakukan penilaian terhadap anggota tubuh
pada Group A, maka selanjutnya harus menilai anggota tubuh bagian
atas (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan).
(1) Penilaian Skor Pada Lengan
Untuk menentukan skor yang dilakukan pada lengan atas,
maka harus diukur sudut antara lengan dan badan. Skor yang
diperoleh akan sangat tergantung pada besar kecilnya sudut
yang terbentuk antara lengan dan badan. Posisi lengan yang
dianggap berbeda, untuk pedoman saat pengukuran.Setelah
63

dilakukan penilaian terhadap sudut pada lengan bawah, maka


skor postur pada lengan bawah langsung dapat dihitung.
Tabel 3. 6
Penilaian Skor untuk Posisi Lengan Bawah.
Skor Posisi
1 Posisi lengan bawah fleksi antara 600
2 Posisi lengan bawah fleksi kurang dari 600 atau
lebih dari 1000

(2) Penilaian Skor Pada Pergelangan Tangan


Terakhir dari pengukuran pada grup B adalah menilai posisi
pergelangan tangan. Posisi yang perlu dipertimbangkan dalam
pengukuran ini adalah pergelangan tangan fleksi atau ekstensi.
Setelah mempelajari sudut yang terbentuk pada pergelangan
tangan, maka selanjutnya pemberian skor.

Tabel 3. 7
Penilaian Skor untuk Posisi Pergelangan Tangan
Skor Posisi
1 Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi antara 0 0
- 150
2 Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi lebih
dari 150
1 Posisi tangan bengkok melebihi garis tengah atau
berputar

c) Skor REBA
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mengisi kuesioner
metode REBA:
(1) Menentukan periode waktu observasi dengan mempertimbangkan
posisi tubuh pekerja dan tentukan siklus waktu kerja jika
memungkinkan.
(2) Analisa secara detail pekerjaan dengan durasi yang berlebihan Isi
Form REBA sesuai dengan petunjuk pengisian.
(3) Catat posisi tubuh pekerja selama bekerja dengan video atau foto
dengan memasukkan waktu rill bila memungkinkan.
64

(4) Identifikasi posisi pekerjaan yang dianggap paling penting dan


berbahaya.
(5) Membagi segmen tubuh menjadi dua group yaitu group A meliputi
badan, leher dan kaki sedangkan group B meliputi lengan, lengan
bawah, dan pergelangan tangan).
(6) Lihat tabel A untuk mendapatkan nilai awal group A untuk skor
individu terhadap badan, leher dan kaki.
(7) Rating group B diambil dari rating lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan pada tabel B.
(8) Modifikasi skor dari group A tergantung pada beban yang
dilakukan, disebut “Skor A”.
(9) Koreksi skor pada group B berdasarkan pada jenis pegangan
kontainer yang disebut “Skor B”.
(10) Dari “Skor A” dan “Skor B” ditransfer ke dalam Tabel C yang
akan memberikan skor baru disebut “Skor C”.
(11) Modifikasi “Skor C” tergantung jenis aktivitas otot yang
dikerahkan untuk mendapatkan skor akhir REBA.
(12) Periksa tingkat aksi, risiko dan urgensi tindakan perbaikan yang
harus dilakukan berdasarkan nilai akhir perhitungan.
(13) Skor individu yang diperoleh dari posisi badan, leher dan kaki
(group A), akan memberikan skor pertama berdasarkan Tabel A.
Tabel 3. 8
Skor awal untuk Group A
Punggung Leher
kaki 1 2 3
1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2 1 2 3 4 1 1 2 3 4 4 5 6
3 2 3 4 5 3 3 4 5 6 6 6 7
4 2 4 5 6 4 4 5 6 7 7 7 8
5 4 6 7 8 6 7 7 8 9 9 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5 kg 5 kg- 10 kg >10 kg Penambahan
beban secara
tiba-tiba atau
secara cepat
65

Selanjutnya, skor awal untuk grup B berasal dari skor posisi


lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan.Untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel penilaian skor awal untuk grup B dibawah.

Tabel 3. 9
Skor awal untuk Group B
Lengan Bawah
Lengan Atas 1 2 3
Pergelangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 3 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 7 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Coupling
1-Good 2-Fair 3- Poor 4-
Unacceptable
Pegangan pas dan tepat Pegangan tangan Pegangan tangan Dipaksakan,
ditengah, genggaman bisa diterima tapi tidak bisa genggaman yang
kuat tidak diterima tidak aman,
ideal/coupling walaupun tanpa pegangan
lebih sesuai memungkinkan coupling tidak
digunakan oleh sesuai digunakan
bagian lain dari oleh bagian lain
tubuh dari tubuh

Tabel C di bawah ini menunjukkan nilai untuk “Skor C” yang


didasarkan pada hasil perhitungan dari skor A dan B. Keduanya
dihitung untuk kemudian akan didapatkan hasil untuk tabel C.
Dengan kombinasi perhitungan antara skor A dan skor B akan
didapatkan skor C
66

Tabel 3. 10
Skor C terhadap Skor A dan Skor B
Score A
Score 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
B 1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 10 10 11 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 8 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Score
+1 = Jika 1 atau +1= Jika pengulangan +1= Jika gerakan
lebih bagian tubuh gerakan dalam rentang menyebabkan
statis, ditahan lebih waktu singkat, diulang perubahan atau
dari 1 menit lebih dari 4 kali pergeseran postur yang
permenit (tidak cepat dari posisi awal
termasuk berjalan)

Final Skor dari metode REBA ini adalah merupakan hasil


penambahan antara skor Tabel C dengan peningkatan jenis aktivitas
otot.
Tabel 3. 11
Penilaian skor untuk aktivitas otot
Score Activitas
1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang
untuk lebih dari 1 menit
1 Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari 4 kali
permenit (tidak termasuk berjalan)
1 Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atau postur tubuh
tidak stabil selama kerja
67

Tabel 3. 12
Penilaian Score akhir REBA
Skor Akhir Tingkat Aksi Tingkat Risiko Tindakan
1 0 Sangat Rendah Tidak ada tindakan yang
diperlukan
2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan
4-7 2 Sedang Perlu tindakan
8-10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera
11-15 4 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan sesegera
mungkin

2. Observasi secara langsung dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk


keluhan Low back Pain.
Tes Straight Leg Raising (SLR) Lasegue
Dasar tes SLR Lasegue adalah keyakinan bahwa peregangan trunkus-
trunkus nervus lumbosakral yang membentuk nervus skiatikus tidak
menyebabkan nyeri pada orang sehat, tetapi menimbulkan nyeri apabila
mengalami inflamasi, iritasi lumbal, atau terjepit. Pemeriksaan Low Back
Pain didampingi oleh dokter umum jaga yang ada diruangan tersebut.
Cara pemerikssannya adalah pasien dibaringkan pada posisi spinasi
ditempat tidur pemeriksaan. Kaki yang tidak nyeri difleksikan 45◦ pada
lutut, dan kaki yang nyeri diletakkan lurus di tempat tidur pemeriksaan,
dengan pergelangan kaki yang nyeri berada pada psosisi fleksi 90◦.
Pemeriksa dengan perlahan menaikkan kaki yang nyeri ke atas sambil
tetap mempertahankan lutut dalam posisi ekstensi penuh. Hasil tes poitif,
jika pasien mengeluhkan nyeri pada ekstremitas yang sakit ( Das, 2019).
Pemeriksaan laseque juga sering dilakukan pada kasus curiga
radikulopati lumbal. Jika nyeri radikular muncul ketika sudut kaki dibawah
60◦ dapat disimpulkan kemungkinan besar terdapat tanda radikulopati
(Kusumastuti et al., 2016)
E. Defenisi operasional
No Variabel Defenisi Cara ukur Alat ukur Alat Ukur Hasil ukur
Penelitian operasional
1 Sikap kerja sikap dalam Melakukan -Form Ordinal 0: Sangat rendah (Tidak ada tindakan yang diperlukan)
melakukan observasi REBA. 1: Rendah (Mungkin diperlukan tindakan).
pekerjaan yang langsung -Kamera. 2: Sedang (Perlu tindakan
disesuaikan -Busur 3: Tinggi (Diperlukan tindakan segera).
dengan jenis 4: Sangat Tinggi (Diperlukan tindakan sesegera
pekerjaan yang mungkin) (REBA).
dilakukan yaitu
Pemindahan
pasien dari satu
tempat ke
tempat yang
lain.
2 Keluhan Nyeri dan rasa Melakukan Tes Nominal LBP:
Low back tidak nyaman observasi Straight Hasil tes positif, apabila responden mengeluhkan
Pain yang langsung Leg Raising nyeri pada ekstremitas yang sakit saat
terlokalisasi dengan Laseque pergelangan kaki berada pada posisi fleksi 90◦.
dibawah batas melakukan
bawah kosta pemeriksaa Tidak LBP:
dan diatas n fisik Hasil tes negatif, apabila responden tidak mengeluhkan
lipatan gluteal nyeri pada ekstremitas yang sakit saat pergelangan
inferior dengan kaki berada pada posisi fleksi 90◦.
atau tanpa
nyeri tungkai
bawah

68
69

Mendefenisikan variabel secara operasional bertujuan untuk membuat


variabel menjadi lebih konkrit dan dapat diukur. Dalam mendefenisikan suatu
variabel, peneliti menjelaskan tentang apa yang harus diukur, bagaimana
mengukurnya, apa saja kriteria pengukurannya. Meskipun dalam penelitian
terlihat ada beberapa variabel yang sama namun akan terlihat berbeda sesuai
dengan perspektif peneliti setelah dijelaskan secara operasional (Dharma,
2011).Variabel- variabel yang akan diteliti yaitu:
1. Variabel independen yaitu Sikap kerja
2. Variabel dependen yaitu keluhan Low Back pain

F. Etika penelitian
Prinsip dalam etik penelitian keperawatan menurut Dharma, ( 2011).
1. Menghormati harkat dan martanbat manusia (respect for human dignity).
Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan
ikut atau menolak penelitian (autonomy). Prinsip ini tertuang dalam
pelaksanaa informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi
sebagi objek penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap
dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian.
informed consent diberikan kepada seluruh perawat yang besedia untuk
menjadi responden dalam penelitian ini.Sampel juga bebas menolak
untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini dan peneliti tidak akan
memaksa untuk tetap menghormati hak dari responden.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and
confidentiality).
Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi
untuk mendapatkan kerahasiaan informasi. Kerahasiaan informasi yang
telah dikumpulkan dari perawat yang menjadi responden dalam
penelitian ini dijaga oleh peneliti. Data yang akan disajikan atau
dilaporkan hanya dalam bentuk kelompok yang berhubungan dengan
penelitian ini.
70

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)


Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa
penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati, dan dilakukan
secara profesional.Hasil penelitian yang dilakukan pada responden
disampaikan secara jujur dalam bentuk data dan tidak dimanipulasi data.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits).
Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus
mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek
penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan
(beneficiency). Responden akan lebih memahami setelah dilakukan
penelitian.

G. Prosedur Pengumpulan Data


1. Persiapan
a. Untuk pengumpulan data penulis meminta surat izin pengumpulan
data dari STIKes Payung negeri kemudian diberikan kebagian Diklat
Eka Hospital menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.
b. Memberikan informed concent sebagai bukti dari persetujuan
responden.
2. Pelaksanaan
1. Penilaian pada Sikap kerja dengan melakukan observasi secara
langsung berdasarkan form REBA.
1) Melakukan penelitian dengan mengambil video pada perawat
saat memindahkan pasien.
2) Mengumpulkan video yang telah diambil saat proses penelitian.
3) Memberikan garis-garis untuk mendapatkan sudut postur
janggal sesuai dengan ketentuan metode penilaian REBA
4) Melakukan penilaian terhadap aktivitas kerja sesuai dengan
metode penilaian REBA.
71

5) Menetukan tingkat risiko dengan menggunakan Kuesioner


berdasarkan skor akhir REBA.
6) Menetukan rekomendasi tindakan yang diambil menurut metode
REBA dengan melihat action level berdasarkan tingkat risiko
yang ada.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat instrumen yaitu:
1) Kamera, digunakan untuk mengambil video aktivitas perawat
yang akan dinilai.
2) Format penilaian REBA, digunakan untuk menilai risiko postur
janggal dan besar nya tingkat risiko yang terjadi.
3) Busur penggaris, digunakan untuk mengukur besarnya derajat
postur janggal sesuai dengan format REBA, sehingga dapat
ditentukan nilai dari masing-masing postur janggal tersebut.
2. Penilaian/pemeriksaan keluhan Low Back Pain.
1) Pemeriksaan Fisik.
Dasar tes SLR Lasegue adalah keyakinan bahwa
peregangan trunkus-trunkus nervus lumbosakral yang
membentuk nervus skiatikus tidak menyebabkan nyeri pada
orang sehat, tetapi menimbulkan nyeri apabila mengalami
inflamasi, iritasi lumbal, atau terjepit.
Cara pemerikssannya adalah
a) Pasien dibaringkan pada posisi spinasi ditempat tidur
pemeriksaan.
b) Kaki yang tidak nyeri difleksikan 45◦ pada lutut, dan kaki
yang nyeri diletakkan lurus di tempat tidur pemeriksaan,
c) Pergelangan kaki yang nyeri berada pada posisi fleksi 90◦.
d) Pemeriksa dengan perlahan menaikkan kaki yang nyeri ke
atas sambil tetap mempertahankan lutut dalam posisi
ekstensi penuh.
e) Hasil tes poitif, jika pasien mengeluhkan nyeri pada
ekstremitas yang sakit.
72

f) Pemeriksaan laseque juga sering dilakukan pada kasus


curiga radikulopati lumbal. Jika nyeri radikular muncul
ketika sudut kaki dibawah 60◦ dapat disimpulkan
kemungkinan besar terdapat tanda radikulopati.
Gambar 3.1
Pemeriksaan Test laseque

g) Dokumentasikan hasil pemeriksaan atau pengkajian


kedalam lembar observasi.
h) Lakukan pemeriksaan pengukuran barat badan dan tinggi
badan untuk mengetahui faktor risiko keluhan Low Back
Pain yang lain seperti IMT (Indeks Masa Tubuh).

H. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, selanjutnya dilakukanpengolahan data


dengan langkah-langkahsebagai berikut :
1. Pengolahan data
a) Pengeditan
Langkah ini digunakan untuk memeriksa kembali data yang
diperoleh mencangkup kelengkapan atau kesempurnaan data,
kekeliruan perhitungan, data subyek yang tidak sesuai atau tidak
lengkap.
b) Pengkodean
Data yang diperoleh diberikan kode tertentu untuk mempermudah
pembacaan data.
73

c) Memasukkan data
Memasukkan data hasil pengukuran agar dapat dianalisis dengan
cara manual atau melalui pengolahan computer. Program yang
digunakan untuk entry data adalah SPSS.
d) Pembersihan (Cleanning)
Pembersihan data atau mengecek kembali data hasil pengukuran
yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak dalam
memasukkan data.
2. Penyajian data
Setelah data tersebut diolah, maka hasil pengolahan dapat disajikan
dalam bentuk table, angka, dan grafik agar mudah dibaca dan dimengerti.
Data diolah dan dianalisis dengan teknik-teknik tertentu. Dalam
penelitian ini, uji analisa yang dipakai dalam penelitian ini adalah
analisis univariat dan uji analisis bivariat.
a) Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran
karakteristik responden yang terdiri dari sikap kerja dan sudah
berapa lama bekerja.
b) Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variable diduga atau
berkorelasi. Data yang didapat dari kedua variable merupakan data
dengan menggunakan uji statistic yaitu chi-square dengan tingkat
kemaknaan 95% (α ≤ 0,05) yang berarti jika p < 0,05 berarti ada
hubungan yang signifikan antara 2 variabel. Sedangkan apabila p >
0,05 maka tidak ada hubungan signifikan antara 2 variabel (Hastono,
2016).
74

Tabel 3.13
Uji Chi Square dengan mengguakan table 5 x 2.
Sikap Kerja Keluhan Low Back Pain
LBP Tidak LBP N
Sangat rendah a b a+b
Rendah c d c+d
Sedang e F e+f
Tinggi g h g+h
Sangat tinggi i j i+j
N a+c+e+g+ b+d+f+h+j a+b+c+d+
i e+f+g+ h+
i+ j

Keterangan:
1. Sel a: Sikap kerja risiko sangat rendah LBP
2. Sel b: Sikap kerja risiko sangat rendah tidak LBP
3. Sel c: Sikap kerja risiko rendah LBP
4. Sel d: Sikap kerja risiko rendah tidak LBP
5. Sel e: Sikap kerja risiko sedang LBP
6. Sel f: Sikap kerja risiko sedang tidak LBP
7. Sel g: Sikap kerja risiko tinggi LBP
8. Sel h: Sikap kerja risiko tinggi tidak LBP
9. Sel i: Sikap kerja risiko sangat tinggi LBP
10. Sel j: Sikap kerja risik sngat tinggi tidak LBP
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Eka Hospital


Pekanbaru pada tanggal 08 Nopember s/d 30 Nopember 2019 diruangan Intensive
Care Unit, Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Perina, One Day Surgery, dan
Rawat Inap didapatkan jumlah sample responden sebanyak 30 orang perawat.
Pada penelitian ini peneliti tidak mendapatkan sample dari ruangan Hemodialisa
sebanyak 3 orang perawat, karena pada saat penelitian tidak terdapat kriteria
inklusi yang bisa dijadikan sample responden dalam penelitian, tetapi sample
responden tetap 30 orang perawat, sample responden diganti dari unit lain
penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian
yang diperoleh berupa karakteristik data demografi dan karakteristik responden,
hubungan sikap kerja dengan keluhan Low Back pain pada perawat di Rumah
Sakit Eka Hospital. Hasil penelitian yang diperoleh dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
A. Analisa Univariat
Analisa Univariat untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik umum responden yang terdiri dari sikap kerja dan keluhan
Low Back pain. Data penelitian yang diperoleh akan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.1
Distribusi karakteristik usia responden
No Usia Frekuensi %
1 Remaja akhir (17-25 tahun) 3 10
2 Dewasa awal (26-35 tahun) 22 73,3
3 Dewasa akhir (36-45 tahun) 5 16,7
Total 30 100
Sumber: Analisis data primer, 2019.
Tabel 4.1 memperlihatkan frekuensi dan persentase responden
bersadasrkan karakteristik usia. Mayoritas responden berada pada usia
rentang dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 22 orang responden (73,3%).

75
76

Tabel 4.2
Distribusi karakteristik Jenis kelamin responden
No Jenis Kelamin Frekuensi %
1 Laki-laki 8 26,7
2 Wanita 22 73,3
Total 30 100
Sumber: Analisis data primer, 2019.

Pada table 4.2 memperlihatkan frekuensi dan persentase responden


berdasarkan karakteristik jenis kaelamin. Mayoritas responden lebih
banyak wanita dari pada laki-laki dengan jumlah 22 orang responden
(73,3%).

Tabel 4.3
Distribusi karakteristik Status responden
No Status Frekuensi %
1 Belum Menikah 6 20
2 Menikah 24 80
Total 30 100
Sumber: Analisis data primer, 2019.

Berdasarkan table 4.3 memperlihatkan frekuensi dan persentase


responden berdasarkan karakteristik status responden. Mayoritas
responden berstatus menikah yaitu 24 orang responden (80%).

Tabel 4.4
Distribusi karakteristik Masa kerja responden
No Masa Kerja Frekuensi %
1 < 5 tahun 11 36,7
2 >5 tahun 19 63,3
Total 30 100
Sumber: Analisis data primer, 2019.

Berdasarkan table 4.4 menjelaskan bahwa frekuensi dan persentase


responden berdasarkan karakteristik masa kerja responden. Mayoritas
masa kerja responden >5 tahun yaitu 19 orang responden (63,3%).
77

Tabel 4.5
Distribusi karakteristik IMT responden
No IMT Frekuensi %
1 Kurus (17 - <18,5) 1 3,3
2 Normal (18,5 - 25,0) 15 50
3 Gemuk/Overweight (>25 - 27) 7 23,3
4 Obese (>27,5) 7 23,3
Total 30 100
Sumber: Analisis data primer, 2019.

Pada table 4.5 memperlihatkan frekuensi dan persentase responden


berdasarkan karakteristik IMT. Mayoritas status gizi responden dengan
IMT yang normal (18,5 – 25,0) sebanyak 15 orang responden (50%).

Table 4.6
Gambaran sikap kerja perawat
No Sikap Kerja Frekuensi %
1 Sedang 16 53,3 %
2 Tinggi 9 30 %
3 Sangat Tinggi 5 16,7 %
Total 30 100 %
Sumber: Analisis data primer, 2019.

Berdasarkan table 4.6 dapat dilihat frekuensi dan persentase responden


berdasarkan karakteristik sikap kerja dengan total 30 responden. Dengan
pembagian sikap kerja perawat di Rumah Sakit Eka Hospital mayoritas
memiliki sikap kerja dengan tingkat risiko sedang sebanyak 16 responden
(53,3%).

Table 4.7
Gambaran keluhan Low Back Pain pada perawat
No Keluhan LBP Frekuensi %
1 LBP 19 63,3 %
2 Tidak LBP 11 36,7 %
Total 30 100 %
Sumber: Analisis data primer, 2019.

Berdasarkan table 4.7 dapat diketahui bahwa hasil test laseque yang
dilakukan pada perawat di Rumah Sakit Eka Hospital, mayoritas
responden merasakan nyeri pada daerah pinggang dan kaki pada saat kaki
diangkat mencapai sudut 900 berarti hasil test laseque positif yaitu
mengalami Low Back Pain sebanyak 30 orang responden (63,3%).
78

B. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat pada penelitian ini untuk mengetahui hubungan
variabel sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain pada perawat di
Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru, yang mana pada penelitian ini
menggunakan uji statistik Chi-square. Hasil uji Chi-square hubungan
variabel sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain pada perawat di
Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut

Table 4.8
Hubungan sikap kerja dengan keluhan Low back pain pada perawat di
Rumah Sakit eka Hospital pekanbaru
No Sikap Keluhan Low Back Pain Total P Value
Kerja LBP Tidak LBP
Total % Total % Total %

1 Sedang 6 37,5 10 62,5 16 100 0,007

2 Tinggi 8 88,9 1 11,1 9 100

3 Sngat 5 100 0 0 5 100


Tinggi
Total 19 63,3 11 36,7 30 100
Sumber: Analisis data primer, 2019.

Berdasarkan table 4.8 memperlihatkan responden yang mempunyai


sikap kerja dengan tingkat risiko sedang mengalami keluhan Low Back
Pain sebanyak 6 orang responden (37,5%) dan 10 orang responden
(62,5%) yang tidak mengalami keluhan Low Back Pain. Pada responden
yang mempunyai sikap kerja dengan tingkat risiko tinggi yang mengalami
keluhan Low Back pain sebanyak 8 orang responden (88,9%) dan 1 orang
responden (11,1%) yang tidak mengalami keluhan Low Back Pain.
Sedangkan pada responden yang mempunyai sikap kerja dengan tingkat
risiko sangat tinggi, semua responden mengalami keluhan Low Back pain
yaitu sebanyak 5 orang responden (100%). Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat risiko sikap kerja, maka semakin tinggi tingkat
risiko terjadinya keluhan Low Back Pain pada perawat.
79

Hasil uji statistik menunjukkan p value = 0,007 < α= 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap kerja
dengan keluhan Low Back Pain pada perawat di Rumah Sakit Eka
Hospital Pekanbaru.
BAB V
PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini peneliti akan menguraikan sistematika dari hasil
analisa data univariat yang terdiri dari sikap kerja dan keluhan Low Back pain.
Selain itu penulis juga akan membahas analisa bivariat dengan menganalisa
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu mengenai
hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back pain pada perawat di
Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru, dimana penelitian ini telah dilakukan pada
tanggal 08 Nopember s/d 30 Nopember 2019. Kemudian peneliti akan
membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang sudah ada serta
membandingkan dengan penelitian terkait sebelumnya sebagai hasil akhir.

A. Pembahasan hasil analisa univariat


1. Karakteristik responden berdasarkan usia
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas
perawat berada pada usia rentang dewasa awal (73,3%). Amin & Juniati
(2017) mengkategorikan usia dewasa awal yaitu antara 26 s/d 35 tahun.
Peneliti mengungkapkan bahwa ternyata ada perawat yang mengalami
keluhan Low Bcak Pain pada usia remaja akhir 15,8% dan dewasa akhir
10,5%, tetapi lebih banyak dialami pada usia dewasa awal yaitu 73,7%,
Pada saat penelitian responden didominasi pada umur dewasa awal.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta, menyatakan bahwa usia yang rentan terhadap
keluhan Low Back Pain adalah usia 23-30 tahun 37,8% dan usia 31-38
tahun 24,4% (Muhammadiyah, 2016). Begitu juga penelitian yang
dilkukan oleh Fathoni et al., (2012) bahwa mayoritas responden berusia
26-30 tahun 43,75%. Keluhan nyeri punggung bawah sering dirasakan
antara rentan umur 20-40 tahun karena faktor degeneratif dan beban statik
(Fathoni, et al., 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sumangando (2017) bahwa umur responden mayoritas berusia 24-32

80
81

tahun 87,5%, dan usia yang rentan terjadi resiko keluhan Low Back pain
yaitu umur 30-50 tahun, karena discus invertebra mengalami degenerasi
yang menyebabkan cairan pada discus berkurang sehingggang segmen
pada spinal kehilangan stabilitasnya dan kemempuan menahan tekanan
juga menurun yang dapat menjadi pencetus timbulnya nyeri pada
punggung bawah. Keluhan otot sekeletal biasanya dirasakan antara usia
25-65 tahun. Serangan pertama nyeri pinggang biasanya pada usia 35
tahun. tingkat keluhan dan kejadian akan terus bertambah dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur tersebut, kekuatan
dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga resiko terjadi keluhan otot
meningkat (Riningrum, 2016).
Menurut asumsi peneliti bahwa usia responden yang sering mengalami
keluhan Low Back Pain yaitu pada usia 26 s/d 35 tahun, dimana pada usia
tersebut merupakan usia produktif, dan mempunyai semangat yang tinggi
saat melakukan aktivitas dalam bekerja dan secara tidak sadar tanpa
memperhatikan sikap tubuh yang ergonomi dalam bekerja, sikap tubuh
yang salah saat melakukan aktivitas keperawatan terutama memindahkan
pasien dapat membuat cedera pada otot sehingga mencetuskan terjadinya
keluhan Low Back Pain. Keluhan ini tidak hanya terjadi pada usia 26 s/d
35 tahun saja tetapi ada juga usia < 26 tahun dan > 35 tahun. Usia bukan
merupakan faktor penentu tinggi atau rendahnya produktifitas dalam
bekerja, tetapi lebih disebabkan oleh faktor lingkungan kerja diruangan
yang didominasi oleh perawat yang masih muda dan mereka yang lebih
kompetitif (Imran, 2014).
2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan


bahwa mayoritas jenis kelamin perawat adalah jenis kelamin wanita
(73,3%). Selain itu jenis kelamin wanita juga lebih banyak yang
mengalami keluhan Low Back Pain 63,2% dari pada jenis kelamin laki-
laki 36,8%. Jenis kelamin wanita 5,83 kali lebih berisiko mengalami
82

keluhan Low Back Pain dari pada jenis laki-laki. Pada saat penelitian
jumlah responden lebih didominasi oleh jenis kelamin wanita pada setiap
ruangan yang diobservasi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani


(2018) yaitu tentang hubungan mekanika tubuh dengan kejadian lowback
pain pada perawat ruang icu dan hcu rumah sakit awal bros batam, yang
menyatakan bahwa sebagian besar responden adalah jenis kelamin wanita
74,2% (Utari, 2018). Didukung oleh penelitian Fathoni “hubungan sikap
dan posisi kerja dengan low back pain pada perawat rsud purbalingga yang
menyatakan bahwa jumlah responden mayoritas adalah wanita 56,25%,
dimana jumlah perawat di rumah sakit tersebut lebih banyak perawat
wanita dari pada laki-laki (Fathoni, et al., 2012). Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sumangando, et al., (2017) mayoritas jenis kelamin
responden adalah wanita 85% Sehingga beban kerja lebih diberatkan pada
perawat wanita dibanding perawat laki-laki. Secara fisiologi otot wanita
mempunyai kekuatan lebih rendah dari pada kekuatan otot laki-laki
sehingga perawat wanita lebih mudah terjadinya keluhan Low back Pain
(Sumangando, et al., 2017).

Menurut Rusnawati, (2012) kuantitas perawat wanita lebih banyak


dari pada laki-laki, karena masyarakat beranggapan bahwa perawat adalah
pekerjaan wanita dimana sebagian besar pekerjaan perawat adalah
merawat dan melayani, serta pekerjaan perawat lebih pantas untuk wanita.
Hal ini didukukng oleh penelitian Imran, (2014) dimana perawat wanita
diruangan lebih banyak dari pada perawat laki-laki. dikarenakan perawat
wanita lebih mematuhi aturan atau wewenang dari pada perawat laki-laki.

Peneliti berasumsi bahwa, perawat dengan jenis kelamin wanita lebih


berisiko terjadi keluhan Low Back Pain dari pada perawat jenis kelamin
laki-laki. Dimana pada setiap ruangan yang diobservasi lebih didominasi
oleh perawat wanita, sehingga beban kerja yang dilakukan lebih berat, dan
83

dapat membuat cedera pada otot, selain itu perawat wanita dipengaruhi
oleh peran hormon estrogen seperti menstruasi, kehamilan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasyidah, et al., (2018). Bahwa
jenis kelamin wanita lebih berisiko terjadi keluhan low back pain
dibandingkan pada jenis kelamin laki-laki. Pada jenis kelamin wanita
dipengaruhi oleh peran hormon estrogen seperti pengunaan kontrasepsi,
kehamilan, dan menopause. Pada saat kehamilan dan penggunaan
kontrasepsi terjadi peningkatan hormon relaxin yang menyebabkan
kelemahan pada sendi dan ligamen didaerah pinggang. Pada saat proses
menopause kepadatan tulang berkurang karena hormon estrogen menurun
dan bisa kemungkinan terjadi keluhan Low Back Pain.

3. Karakteristik responden berdasarkan status


Peneliti mengungkapkan bahwa perawat berstatus menikah 3,57 kali
lebih berisiko mengalami keluhan Low back Pain dibanding dengan
perawat yang belum menikah. Pada perawat belum menikah 26,3% yang
mengalami keluhan Low Back pain sedangkan pada perawat yang sudah
menikah 73,7% yang mengalami keluhan Low Back pain. Hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas responden berstatus
menikah (80%).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumangando, et al.,


(2017) mayoritas status responden adalah sudah menikah 52,5% perawat
yang sudah menikah lebih bersiko terkena keluhan Low Back Pain
dibanding perawat yang belum menikah karena perawat yang sudah
menikah mempunyai beban kerja tidak hanya dirumah sakit saja tetapi
juga harus mengerjakan pekerjaan rumah dirumah mereka sendiri. Beban
kerja ini bisa menyebeabkan kelelahan pada otot dan mencetuskan
timbulnya keluhan Low Back Pain (Sumangando, et al., 2017).
84

Menurut asumsi peneliti bahwa perawat yang sudah menikah lebih


berisiko terjadi keluhan Low Back pain dari pada perawat yang belum
menikah, karena perawat yang sudah menikah mempunyai beban kerja dan
tanggung jawab yang besar, beban kerja yang dilakukan tidak hanya untuk
rumah sakit tetapi untuk keluarga mereka juga seperti memenuhi tanggang
jawab dalam pekerjaan rumah dan mengurus anak. Perawat yang sudah
menikah mempunyai motivasi dan tanggung jawab yang tinggi dalam
meningkatkan produktifitas dalam pekerjaannya, karena pekerjaan mereka
merupakan sesuatu yang sangat berarti sebagai tumpuan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka (Imran, (2014).

4. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Mayoritas


masa kerja responden >5 tahun yaitu 19 orang responden (63,3%). Dan
terdapat 57,9% diantara nya yang mengalami keluhan Low Back Pain.
Selain itu peneliti juga mengungkapkan bahwa masa kerja responden >5
tahun 1,93 kali lebih berisiko mengalami keluhan Low Back Pain
dibandingkan dengan masa kerja responden < 5 tahun.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada perawat rawat inap di


Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, bahwa mayoritas masa
kerja perawat > 5 tahun 75,6% mempunyai resiko tinggi mengalami
keluhan Low back Pain pada perawat (Muhammadiyah, 2016).
Menurut asumsi peneliti masa kerja >5 tahun merupakan masa kerja
yang cukup lama, dimana perawat mempunyai aktivitas yang banyak,
seperti memasang infus, mendorong pasien pakai kursi roda atau bed,
memindahkan pasien serta aktivitas lainnya yang berhubungan dengan
pasien dan tindakan keperawatan, jika aktivitas yang bervariasi ini
dikerjakan secara terus menerus dengan sikap kerja yang tidak sesuai
dengan prinsip ergonomi maka dapat menyebabkan kelelahan pada otot
yang menjadi faktor pencetus terjadinya keluhan Low Back Pain.
85

Selain itu masa kerja juga dapat berdampak pada keluhan


muskuloskletal, dimana masa kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja
seseorang yang dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Apabila aktivitas
tersebut dilakukan secara terus-menerus maka akan membebani otot
sekeletal tubuh, sehingga semakin tinggi risiko terjadi keluhan Low Back
Pain (Setyawan et al., 2019). Masa kerja perawat berkaitan dengan
motivasi seorang perawat dalam melaksanakan pekerjaanya, terutama bagi
perawat yang baru, mereka mempunyai motivasi yang tinggi sebagai
wujud keberadaan mereka dilingkungan kerja serta mempunyai peluang
kesempatan yang besar untuk mengembangkan ilmu atau karirnya dimasa
yang akan datang (Imran, 2014).

5. Karakteristik responden berdasarkan IMT


Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas
IMT perawat dalam batas normal (18,5 – 25,0) yaitu 50%. Pada IMT
kategori kurus (17,0 - < 18,5) terdapat 5,3% perawat yang mengalami
keluhan Low Back Pain, pada IMT kategori normal (18,5 – 25,0 ) terdapat
47,4% perawat yang mengalami keluhan Low Back Pain, dan pada IMT
kategori gemuk (>25,0 – 27,0) terdapat 26,3% perawat yang mengalami
keluhan Low Back Pain, serta pada IMT kategori obese (>27,5) terdapat
21,1% perawat yang mengalami keluhan Low Back Pain.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2012)
dapat disimpulkan bahwa mayoritas IMT responden 18,5 s/d 24,99
(100%). Menurut penelitian Ningsih (2017) bahwa mayoritas IMT perawat
< 25,0 (63,3%), dengan IMT tersebut ada juga perawat yang mengalami
keluhan Low Back Pain 31,6%.
Menurut asumsi peneliti bahwa IMT yang berlebihan dapat menjadi
faktor pencetus terjadi keluhan Low Back Pain. Dimana IMT berlebih
memiliki berat badan yang tidak proporsional dengan tubuh sehingga
beban pada tulang belakang bertambah yang membuat otot-otot menjadi
86

tegang dan berkonteraksi sehingga dapat menimbulkan keluhan Low Back


Pain pada perawat.
Ramadani, (2014) menhgklasifikasikan IMT normal berkisar antara
18,5 s/d 25,0. IMT sangat dipengaruhi oleh Berat badan dan tinggi badan,
dimana berat badan yang meningkat atau obesitas dapat mengakibatkan
tekanan terhadap bantalan tulang belakang dan otot juga meningkat,
karena otot tulang belakang perlu bekerja keras lagi sehingga menjadi
lelah dan nyeri (Toni, 2016).

6. Gambaran karakteristik responden berdasarkan sikap kerja pada perawat


Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas
perawat mempunyai sikap kerja dengan tingkat risiko sedang sebanyak 16
orang responden (53,3%) dari total 30 orang responden. Perawat yang
mengalami keluhan Low Back Pain pada sikap kerja dengan risiko sedang
31,6%, ada juga perawat yang mengali keluhan Low Back Pain pada sikap
kerja dengan risiko sangat tinggi 26,3%, dan perawat yang paling bnayak
mengalami keluha Low Back Pain yaitu pada sikap kerja dengan risiko
tinggi 42,1%.
Hal ini sejalan dengan penelitian di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta, mayoritas sikap kerja mempunyai tingkat
risiko sedang 68,9%, didukung penelitian yang dilakukan oleh Wardhani
(2018), bahwa penilaian sikap yang berdasarkan REBA terdapat sikap
kerja risiko sedang 32,3% perawat yang mengalami keluhan Low Back
Pain dan sikap kerja risiko tinggi 67,7% perawat yang mengalami keluhan
Low Back Pain. Semakin tinggi tingkat risiko sikap kerja, maka akan
semakin tinggi potensi terjadinya keluhan Low Back Pain pada perawat
(Wardhani, 2018).
Menurut asumsi peneliti sikap kerja yang dilakukan dengan cara yang
tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dapat menyebabkan
masalah pada otot, dan bisa menyebabkan timbulnya keluhan Low Back
Pain. Kondisi ini sesuai dengan teori yang dijabarkan oleh Rasyidah et al.,
87

(2018) yang mengatakan bahwa Sikap kerja merupakan segala sesuatu


kegiatan atau tindakan yang akan dilakukan oleh pekerja dengan hasil
yang sesuai harapan bagi pekerja. Sikap tubuh yang tidak ergonomis
dalam melakukan suatu pekerjaan sering menyebabkan ketidaknyamanan
dan akhirnya menimbulkan keluhan Low Back Pain.

7. Gambaran karakteristik responden berdasarkan keluhan Low Back Pain

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas


perawat yang mengalami keluhan Low Back Pain yaitu sebanyak 19 orang
responden (63,3%) dari total 30 orang responden. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sumangando, et al., (2017) bahwa
mayoritas perawat mengalami keluhan Low back Pain 70%.
Fathoni et al (2012) beranggapan bahwa mayoritas perawat tidak
mengalami keluhan Low Back Pain 81,25% dan perawat yang mengalami
keluhan Low Back Pain hanya 18,75% (Fathoni, et al., 2012). Sejalan
dengan penelitian yang dilkukan oleh Ningsih (2017) yang menyatakan
bahwa mayoritas perawat yang tidak mengalami keluhan Low Back Pain
56,7% (Ningsih, 2017).
Perawat berisiko tinggi terjadi keluhan Low Back Pain. Salah satu
pekerjaan yang sering dilakukan oleh perawat dengan posisi tubuh yang
salah dan menimbulkan keluhan Low back Pain adalah memindahkan
pasien (Sumangando et al.,2017). Pekerja yang banyak mengangkat beban
berat, dengan gerakan yang sama dan berulang dapat menimbulkan
keluhan pada otot dan kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon, dimana
kerusakan tersebut mengakibatkan keluhan pada punggung (Agustina et
al., 2014)
Peneliti berasumsi bahwa keluhan Low Back Pain sering kali
disebabkan oleh body mekanik yang salah, karena pada saat melakukan
aktivitas tindakan keperawatan dibutuhkan kesesuaian antara sikap/ posisi
tubuh dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Postur janggal dan beban
88

membuat otot, tulang dan ligamen pada vertebra berkontraksi maksimal


sehingga bila dilakukan terus menerus dalam durasi yang lama dan sering
maka dapat menimbulkan kelelahan pada otot akibat menumpuknya sisa
metabolisme berupa asam laktat, yang diikuti kelemahan ligamen dan
selanjutnya terjadi keluhan low back pain (Maysaroh, 2016).

B. Pembahasan hasil analisa bivariat

Table 4.3 menggambarkan bawha hubungan sikap kerja dengan keluhan


Low Back Pain yaitu pada responden yang mempunyai sikap kerja yang
berisiko mengalami keluhan Low Back Pain lebih banyak yaitu 8 orang
responden (88,9%) pada tingkat risiko tinggi dan 5 orang responden (100%)
dengan tingkat risiko sangat tinggi,. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi tingkat risiko maka semakin tinggi perawat berisiko terhadap keluhan
Low Back Pain. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ada hubungann
yang signifikan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain pada
perawat di Rumah Sakit Eka Hospital pekanbaru. Dapat juga terlihat dari uji
Chi-square tehadap hasil penelitian yang telah dilakukan dengan
memperlihatkan nilai Pearson Chi-square pada kolom Asymp. Sig dengan p
value 0,007 lebih kecil dari nilai p value 0,05 (H0 ditolak dan Ha diterima).

Hasil penelitian yang dilakukan berbanding terbalik dengan penelitian


yang dilakukan oleh Fathoni, et al., (2012) dengan judul hubungan sikap dan
posisi kerja dengan low back pain pada perawat RSUD Purbalingga,
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap kerja
dengan keluhan Low back Pain pada perawat dengan nilai P-value > 0,05.
Dimana keluhan Low Back Pain terjadi bukan hanya dari sikap/posisi kerja.
Tetapi hasil penelitian sejelan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih
(2017) yang membahas tentang Keluhan low back pain pada perawat rawat
inap RSUD selasih pangkalan kerinci pada penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back pain pada perawat
dengan nilai kemaknaan P = 0,001 berarti nilai P < 0,005. Dan didukung oleh
89

penelitian Rasyidah et al., (2018) yaitu Masa Kerja, Sikap Kerja dan Jenis
Kelamin dengan keluhan nyeri Low Back Pain di Poliklinik Saraf di Rumah
Sakit Royal Prima Jambi, dalam penelitian ini terdapat bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back pain di
Poliklinik Saraf di Rumah Sakit Royal Prima Jambi dengan nilai P-Value <
0,05. Kondisi ini bila tidak segera diatasi dan mendapat perhatian secara
penuh, maka dapat merugikan dari berbagai pihak, baik bagi perawat atau dari
organisasi Rumah Sakit tempat perawat itu bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat responden yang tidak mengalami
keluhan Low Back Pain dengan tingkat risiko sikap kerja tinggi (11,1%)
karena pada saat observasi, responden melakukan aktivitas keperawatan
dengan sikap/posisi kerja yang statis dalam waktu yang cepat sehingga tidak
terjadi kesalahan postur seperti posisi kepala atau punggung yang terlalu
membungkuk yang menyebabkan spasme/ketegangan pada otot yang dapat
menimbulkan keluhan Low Back Pain. Sikap kerja yang statis dalam jangka
waktu yang lama saat melakukan pekerjaan terutama dalam posisi sikap kerja
cendrung dalam posisi membungkuk dapat meneimbulkan keluhan pada
sistem musculoskletal seperti Low Back pain (Fathoni et al., 2012).
Menurut asumsi peneliti bahwa sikap kerja yang dapat menimbulkan
keluhan Low Back Pain tidak hanya dilihat dari tingkat risiko dari sikap kerja
itu sendiri, tetapi dapat diperhatikan dari sikap kerja yang tidak sesuai dengan
jenis pekerjaan yang dilakukan, sehingga dapat menimbulkan keluhan pada
musculoskletal (muscle spasm) terutama pada daerah punggung dan
pinggang.
Menurut teori Toni (2016), Nyeri punggung berasal dari otot yang tidak
berbahaya. Masalah otot ini berhubungan dengan aktivitas kita sehari-hari
seperti duduk berjam-jam sehari, jarang berolah raga, mengangkat barang
berat, dan postur yang sering membungkuk dan diperkuat dengan teori
Masyudi (2018) dimana salah satu penyebab terjadinya keluhan Low Back
Pain adalah postur/sikap kerja. Postur /sikap kerja merupakan kesesuaian
antara sikap tubuh pada saat melakukan pekerjaan. Sikap kerja yang tidak
90

ergonomis didefenisikan sebagai sikap tubuh yang tidak netral pada saat
melakukan gerakan yang melebihi posisi tubuh yang sewajarnya sehingga
terjadi kontraksi atau keluhan pada otot (Setyawan et al., 2019).
Kurniawidjaja (2013) mendukung hal ini dalam penelitiannya tentang
Pengendalian Risiko Ergonomi Kasus Low Back Pain pada Perawat di Rumah
Sakit, menerangkan bahwa perawat mempunyai risiko tinggi terhadap
terjadinya keluhan Low Back Pain. Hal ini terjadi karena perawat mempunyai
aktivitas yang bervariasi atau kompleks seperti melakukan medikasi,
mengangkat, memindahkan pasien serta membantu pasien dalam melakukan
mobilisasi. untuk memenuhi setiap kebutuhan dasar pasien. Seluruh kegiatan
atau aktivitas perawat yang bervariasi ini jika dilakukan dengan posisi
mobilisasi yang tidak tepat dapat mengakibatkan terjadinya keluhan Low
Back Pain pada perawat (Sumangando et al., 2017).

C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat
keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Keterbatasan tersebut diantaranya adalah
1. Peneliti tidak mendapat sample responden dari ruangan haemodialisa
yaitu sebnayak 3 orang responden, karena pada saat penelitian berjalan
tidak ada kegiatan responden yang memindahkan pasien dari satu tempat
tidur ketempat tidur yang lain, karena proses transfer pasien diruang
haemodialisa kebanyakan dari kursi roda ketempat tidur. Tetapi hal ini
diatasi dengan mengganti sample dari ruangan lain yaitu dari Kamar
Operasi, Intensive care Unit dan rawat inap, sehingga sample responden
tetap yaitu sebanyak 30 orang responden.
2. Pada saat penelitian berlangsung, ada perawat yang menolak menjadi
responden dikarenakan mempunyai riwayat Hamstring (cedera otot paha)
dan terdiagnosa Radikulopati Lumbal, responden takut pada saat
dilakukan pemeriksaan neurologi test Laseque dapat menimbulkan nyeri
dan mengganggu pekerjaanya, ada juga perawat yang menolak menjadi
91

responden karena kesibukan perawat yang kompleks. Tetapi hal ini diatasi
dengan mencari responden yang lain.
3. Pada saat melakukan observasi secara langsung, peneliti dalam keadaan
sedang bekerja, sehingga pada saat ada aktivitas perawat memindahkan
pasien dari satu tempat tidur ketempat tidur yang lain, peneliti sering
ketinggalan untuk melakukkan pendokumentasian bahkan kadang lupa
menekan tombol video untuk merekam. Tetapi hal ini diatasi dengan
mengambil cuti dan datang dihari libur untuk melakukan penelitian.
4. Peneliti hanya mengobservasi gambaran sikap kerja responden yang
berisiko terhadap keluhan Low Back Pain tanpa memperhataikan Faktor
lain penyebab terjadinya keluhan Low Back Pain.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan
mengenai “Hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain
pada perawat” adalah sebagai berikut:
1. Gambaran sikap kerja responden menunjukkan mayoritas responden
mempunyai sikap kerja dengan tingkat risiko sedang sebanyak 16
orang responden (53,3%) dari total 30 orang responden. Perawat yang
mengalami keluhan Low Back Pain pada sikap kerja dengan risiko
sedang 31,6%, risiko sangat tinggi 26,3%, dan paling bnayak perawat
yang mengalami keluhan Low Back Pain pada sikap kerja dengan
risiko tinggi 42,1%.
2. Gambaran perawat yang mengalami keluhan Low Back Pain yaitu
sebanyak 19 orang responden (63,3%) dan 11 orang responden
(36,7%) tidak mengalami keluhan Low Back Pain.
3. Berdasarkan tabulasi silang antara sikap kerja dengan keluhan Low
Back Pain menunjukkan bahwa responden yang mempunyai sikap
kerja tingkat risiko tinggi sebanyak 8 responden (88,9%) yang
mengalami keluhan Low Back Pain, sedangkan pada sikap kerja
tingkat risiko sangat tinggi semua responden mengalami keluhan Low
Back Pain yaitu 5 responden (100%). Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat risiko sikap kerja maka semakin tinggi risiko
perawat yang mengalami keluhan Low Back Pain. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa ada hubungann yang signifikan antara sikap
kerja dengan keluhan Low Back Pain pada perawat di Rumah Sakit
Eka Hospital Pekanbaru. Dapat juga terlihat dari uji Chi-square
tehadap hasil penelitian yang telah dilakukan dengan memperlihatkan
nilai Pearson Chi-square pada kolom Asymp. Sig dengan p value 0,007
lebih kecil dari nilai p value 0,05 (H0 ditolak dan Ha diterima).

92
93

B. Saran
1. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan kepada tempat penelitian, pada saat melakukakan
kegiatan pemeriksaan kesehatan secara rutin medical chek-up
pertahun, agar bisa menambahkan pemeriksaan fisik neurologi
sederhana seperti test laseque untuk mengantisipasi kejadian Low
Back Pain dan untuk mengetahui risiko terjadinya keluhan Low Back
Pain yang berkelanjutan dan sebagai bahan pertimbnagan untuk
pemeriksaan lebih lanjut terkait keluhan tersebut antara lain
pemeriksan penunjang seperti MRI.
Diharapkan kepada team K3 pada tempat penelitian untuk
melakukan sosialisasi terkait sikap kerja yang ergonomi yang baik
kepada seluruh karyawan rumah sakit guna unutuk menghindari
terjadinya kecelakaan kerja akibat keluhan Low back pain serta dapat
menurunkan angka kejadian Low Back Pain.
2. Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan kepada bidang ilmu keperawatan senantiasa bisa
mengembangkan keilmuannya terkait faktor-faktor penyebab dan
pencetus terjadinya keluhan Low Back Pain serta digunakan untuk
mengembangkan wawasan mahasiswa keperawatan khususnya dalam
bidang ergonomi (body mecanical).
3. Bagi Responden
Diharapkan kepada teman-teman pada saat melakukan aktivitas
tindakan keperawatan untuk memperhatikan sikap dan posisi tubuh
pada saat bekerja untuk mencegah timbulnya keluhan pada otot yang
dapat mengakibatkan timbulnya keluhan Low Back Pain.
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk mengurangi dan
bahkan menghilangkan keluhan Low Back Pain. Sesama perawat
harus saling mengingatkan bahwa sikap kerja yang benar dapat
menghindari terjadinya keluhan Low Back Pain.
94

4. Bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat dijadikan data sebagai data dan
informasi untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait
gambaran keluhan Low back Pain antara perawat, dokter, apoteker
serta penunjang dan pelayanan medis lainnya.
Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian tentang Low Back Pain di sebuah perusahaan
yang pekerjaannya memerlukan sikap atau posisi tubuh yang tepat
saat melakukan pekerjaan seperti karyawan yang sering mengangkat
beban berat dengan sikap atau posisi yang tidak sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Calon Responden
Di tempat

Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nurhayati
NIM : 18311036
Dengan ini menyatakn bahwa saya akam melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan antara sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain pada perawat Eka
Hospital Pekanbaru”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang
merugikan responden, kerahasian semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika rekan sejawat tidak
bersedia menjadi responden maka tidak akan ada paksaan atau ancaman apapun
bagi rekan sejawat.
Apabila rekan sejawat bersedia menjadi responden dengan ini saya mohon
kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab lembar
identitas responden serta menjawab pertanyaan yang saya sertakan dalam surat
ini. Atas perhatain rekan sejawat sebagai responden saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Nurhayati
PERSETUJUAN DIIKUTSERTAKAN DALAM PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah mendapatkan penjelasan


dan sepenuhnya memahami penjelasan yang diberikan oleh peneliti
Mahasiswa Stikes Payung Negeri Pekanbaru:

Inisial :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Lama Bekerja :
Bersedia diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian
“Hubungan sikap Kerja dengan Keluhan Low Back Pain pada Perawat di
Eka Hospital Pekanbaru serta bersedia mengikuti rangkaian kegiatan
penelitian seperti:
1. Observasi Sikap kerja memindahkan pasien dari satu tempat ketempat
yang lain.
2. Pemeriksaan fisik neurologi untuk keluhan Low Back Pain dengan
melakukan Test Laseque.
Demikianlah surat keterangan ini saya buat untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Responden,

……………………………
LEMBAR OBSERVASI KELUHAN LOW BACK PAIN
No Inisial Jenis Umur Hasil tes Keterangan
responden
kelamin
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

23
24
25
26
27
28
29
30
LEMBAR OBSERVASI SIKAP KERJA REBA

Inisial Pekerja :
Usia :
Jenis kelamin :
Masa Kerja :
Berat Badan/Tinggi Badan :
Grup A
Postur Gambar Postur Pekerja
Badan
Skor 1 = Lurus
Skor 2 = Ekstensi/Fleksi >
200 .
Skor 3 =200-600 Fleksi
Skor 4 =fleksi> 600 fleksi
Skor +1 Jika
miring/memutar
Leher
Skor 1 = Fleksi/Ekstensi <
200
Skor 2 = Fleksi/Ekstensi >
200
Skor +1 = Memutar/Miring.
Kaki
Skor 1 = Kaki tertopang,
bobot tersebar merata jalan
atau duduk
Skor 2 = Kaki tidak
tertopang/Postur tidak
stabil
Skor +1 = Jika lutut antara
300-600flexion
Skor +2 = Jika lutut >
600flexion tidak ketika
duduk.
Beban
Skor 0 = <5 kg.
Skor 1 = 5-10 kg.
Skor 2 = >10 kg.
Skor +1 = Ada pembebanan
secara tiba-tiba.
Grup B
Postur Gambar Postur Pekerja
Postur lengan atas
Skor 1 = 0-
200flekxi/Ekstensi.
Skor 2 = > 200 ekstensi/200-
450 fleksi
Skor 3 = 450-900 fleksi
Skor 4 fleksi= > 900 fleksi
Skor +1 = lengan adducted
atau rotated.
Skor +1 = Bahu ditinggikan.
Skor +1 = Bersandar bobot
lengan ditopang sesuai
gravitasi.
Postur lengaan bawah
Skor 1 = 600-1000
Fleksi/Ekstensi
Skor 2 =< 200 Fleksi atau >
1000 Ekstensi

Postur pergelangan tangan


Skor 1 = 00-150 Fleksi atau
Ekstensi
Skor 2 = > 150 Fleksi atau
Ekstensi
Skor +1 = Jika tangan
memutar kekanan/kiri.

Pegengan
Skor 1 = Pegangan Pas
Skor 2 = Pegangan dapat
diterima tidak ideal.
Skor 3 = Pegangan tangan
tidak bisa diterima walau
mungkin.
Skor 4 = Dipaksakan
pegangan yang tidak aman.
Total Akhir REBA:
1. Karakteristik responden berdasarkan umur
Statistics

Umur
N Valid 30
Missing 0
Mean 4,0667
Median 4,0000
Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid REMAJA AKHIR 3 10,0 10,0 10,0
DEWASA AWAL 22 73,3 73,3 83,3
DEWASA AKHIR 5 16,7 16,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Statistics

Jenis_Kelamin
N Valid 30
Missing 0

Jenis_Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 8 26,7 26,7 26,7
wanita 22 73,3 73,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

3. Karakteristik responden berdasarkan status


Statistics

Status
N Valid 30
Missing 0

Status

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BELUM MENIKAH 6 20,0 20,0 20,0
MENIKAH 24 80,0 80,0 100,0
Total 30 100,0 100,0
4. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja
Statistics
Masa_Kerja
N Valid 30
Missing 0
Mean 1,6333
Median 2,0000

Masa_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 5 tahun 11 36,7 36,7 36,7
> 5 tahun 19 63,3 63,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

5. Karakteristik responden berdasarkan IMT

Statistics

IMT
N Valid 30
Missing 0
Mean 2,6667
Median 2,0000

IMT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid KURUS 1 3,3 3,3 3,3
NORMAL 15 50,0 50,0 53,3
GEMUK (OVERWEIGHT) 7 23,3 23,3 76,7
OBESE 7 23,3 23,3 100,0
Total 30 100,0 100,0
6. Gambaran sikap kerja
Statistics

V.Sikap_Kerja
N Valid 30
Missing 0

V.Sikap_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SEDANG 16 53,3 53,3 53,3
TINGGI 9 30,0 30,0 83,3
SANGAT TINGGI 5 16,7 16,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

7. Gambaran keluhan Low Back Pain


Statistics

V.Kel.LBP
N Valid 30
Missing 0

V.Kel.LBP

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid LBP 19 63,3 63,3 63,3
TIDAK LBP 11 36,7 36,7 100,0
Total 30 100,0 100,0
8. Hubungan Sikap kerja dengan keluhan Low Back Pain
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
V.Sikap_Kerja * V.Kel.LBP 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%

V.Sikap_Kerja * V.Kel.LBP Crosstabulation

V.Kel.LBP Total
LBP TIDAK LBP LBP
V.Sikap_Kerja SEDANG Count 6 10 16
Expected Count 10,1 5,9 16,0
% within V.Sikap_Kerja 37,5% 62,5% 100,0%
% of Total 20,0% 33,3% 53,3%
TINGGI Count 8 1 9
Expected Count 5,7 3,3 9,0
% within V.Sikap_Kerja 88,9% 11,1% 100,0%
% of Total 26,7% 3,3% 30,0%
SANGAT TINGGI Count 5 0 5
Expected Count 3,2 1,8 5,0
% within V.Sikap_Kerja 100,0% ,0% 100,0%
% of Total 16,7% ,0% 16,7%
Total Count 19 11 30
Expected Count 19,0 11,0 30,0
% within V.Sikap_Kerja 63,3% 36,7% 100,0%
% of Total 63,3% 36,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided) Monte Carlo Sig. (2-sided)

Sig. 95% Confidence Interval Sig. 95% Confidence Interval


Lower Upper
Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Bound Bound
Pearson Chi-Square 10,024(a) 2 ,007 ,000(b) ,000 ,095
Likelihood Ratio 11,980 2 ,003 ,000(b) ,000 ,095
Fisher's Exact Test 9,328 ,000(b) ,000 ,095
N of Valid Cases 30
a 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,83.
b Based on 30 sampled tables with starting seed 2000000.
Risk Estimate

Value
Odds Ratio for
V.Sikap_Kerja (SEDANG / (a)
TINGGI)
a Risk Estimate statistics cannot be computed.
They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Data demografi dengan keluhan Low Back Pain
Umur * V.Kel.LBP Crosstabulation

V.Kel.LBP Total
LBP TIDAK LBP LBP
Umur REMAJA AKHIR Count 3 0 3
% within Umur 100,0% ,0% 100,0%
% within V.Kel.LBP 15,8% ,0% 10,0%
DEWASA AWAL Count 14 8 22
% within Umur 63,6% 36,4% 100,0%
% within V.Kel.LBP 73,7% 72,7% 73,3%
DEWASA AKHIR Count 2 3 5
% within Umur 40,0% 60,0% 100,0%
% within V.Kel.LBP 10,5% 27,3% 16,7%
Total Count 19 11 30
% within Umur 63,3% 36,7% 100,0%
% within V.Kel.LBP 100,0% 100,0% 100,0%

Jenis_Kelamin * V.Kel.LBP Crosstabulation

V.Kel.LBP Total
LBP TIDAK LBP LBP
Jenis_Ke laki-laki Count 7 1 8
lamin % within Jenis_Kelamin 87,5% 12,5% 100,0%
% within V.Kel.LBP 36,8% 9,1% 26,7%
wanita Count 12 10 22
% within Jenis_Kelamin 54,5% 45,5% 100,0%
% within V.Kel.LBP 63,2% 90,9% 73,3%
Total Count 19 11 30
% within Jenis_Kelamin 63,3% 36,7% 100,0%
% within V.Kel.LBP 100,0% 100,0% 100,0%

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
Jenis_Kelamin 5,833 ,610 55,740
(laki-laki / wanita)
For cohort
V.Kel.LBP = LBP 1,604 1,010 2,548
For cohort
V.Kel.LBP = ,275 ,042 1,820
TIDAK LBP
N of Valid Cases 30
Status * V.Kel.LBP Crosstabulation

V.Kel.LBP Total
LBP TIDAK LBP LBP
Status BELUM MENIKAH Count 5 1 6
% within Status 83,3% 16,7% 100,0%
% within V.Kel.LBP 26,3% 9,1% 20,0%
MENIKAH Count 14 10 24
% within Status 58,3% 41,7% 100,0%
% within V.Kel.LBP 73,7% 90,9% 80,0%
Total Count 19 11 30
% within Status 63,3% 36,7% 100,0%
% within V.Kel.LBP 100,0% 100,0% 100,0%

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Status
(BELUM MENIKAH / 3,571 ,360 35,454
MENIKAH)
For cohort V.Kel.LBP =
LBP 1,429 ,873 2,337
For cohort V.Kel.LBP =
TIDAK LBP ,400 ,063 2,546
N of Valid Cases 30

Masa_Kerja * V.Kel.LBP Crosstabulation

V.Kel.LBP Total
LBP TIDAK LBP LBP
Masa_Kerja < 5 tahun Count 8 3 11
% within Masa_Kerja 72,7% 27,3% 100,0%
% within V.Kel.LBP 42,1% 27,3% 36,7%
> 5 tahun Count 11 8 19
% within Masa_Kerja 57,9% 42,1% 100,0%
% within V.Kel.LBP 57,9% 72,7% 63,3%
Total Count 19 11 30
% within Masa_Kerja 63,3% 36,7% 100,0%
% within V.Kel.LBP 100,0% 100,0% 100,0%
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
Masa_Kerja (< 5 1,939 ,388 9,696
tahun / > 5 tahun)
For cohort
V.Kel.LBP = LBP 1,256 ,741 2,128
For cohort
V.Kel.LBP = ,648 ,216 1,945
TIDAK LBP
N of Valid Cases 30

IMT * V.Kel.LBP Crosstabulation

V.Kel.LBP Total
LBP TIDAK LBP LBP
IMT KURUS Count 1 0 1
% within IMT 100,0% ,0% 100,0%
% within V.Kel.LBP 5,3% ,0% 3,3%
NORMAL Count 9 6 15
% within IMT 60,0% 40,0% 100,0%
% within V.Kel.LBP 47,4% 54,5% 50,0%
GEMUK (OVERWEIGHT) Count 5 2 7
% within IMT 71,4% 28,6% 100,0%
% within V.Kel.LBP 26,3% 18,2% 23,3%
OBESE Count 4 3 7
% within IMT 57,1% 42,9% 100,0%
% within V.Kel.LBP 21,1% 27,3% 23,3%
Total Count 19 11 30
% within IMT 63,3% 36,7% 100,0%
% within V.Kel.LBP 100,0% 100,0% 100,0%

Anda mungkin juga menyukai