Anda di halaman 1dari 125

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENERAPAN PELAYANAN PRIMA OLEH PERAWAT DI RUANG


RAWAT INAP RUMAH SAKIT X KOTA PADANG TAHUN 2016

TESIS

Oleh:

ELVA NATTIA DESTI

1321312045

Pembimbing I: Prof. Dr. Almahdy, A, Apt

Pembimbing II: Ns. Mira Susanti, M. Kep

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2016
ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENERAPAN PELAYANAN PRIMA OLEH PERAWAT DI RUANG
RAWAT INAP RUMAH SAKIT X KOTA PADANG TAHUN 2016

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Keperawatan

Oleh:

ELVA NATTIA DESTI


1321312045

Pembimbing I: Prof. Dr. Almahdy, A, Apt

Pembimbing II: Ns. Mira Susanti, M. Kep

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2016
Tests inn diojukan olek

BP
AnniisisFekior- Falitor yaag Berhubungandengan

Penetapan Petayanan Prime oleh Pecawat di


kuang Rawat bnaq humahRakit X

Teleb beibasil dix di hadajno Dewan Pen$aji ‹tae ditariaia sebaJ

No Nezos Keteraogan Tends dengan

I Dr. YMashl Arif. M. Kep

5 N.u6ummu.M Kzp Al1§gota Penguji

4 Ptofi Dr. Hehni Arifin,, Apt nnggois Pcng«jl

f Hj. LiiFebrianti, S.kp, M. Kep gem Penguji

Ditcui di “ ra dnng
J klul
Tcdzs AzI•trri•f'4k1sv- I'aAJnr yxJ g IIc zh ul\uH,goI\ dg'jI§'xl›

BP I J2 l3 I 2fid 3

lJn ¥'orziIas Andalas dai 0ilM'tItaMn ldc pszb uazpgal OF Julj ?ul3

her›
PERNYATAAN ORISINILITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Elva Nattia Desti

BP 1321312045

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya tulis dengan judul “Analisis

Faktor– Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Pelayanan Prima Oleh

Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X” adalah hasil karya saya sendiri dan

bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain kecuali kutipan yang

sumbernya dicantumkan, jika dikemudian hari pernyataan yang saya buat ini

ternyata tidak benar, maka status kelulusan dan gelar yang saya peroleh menjadi

batal dengan sendirinya.

Padang, Juni 2017


Yang membuat pernyataan

Elva Nattia Desti


PASCASARJANA
KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

Tesis, Juni 2017


Elva NattiaDesti

Analisis Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Pelayanan


Prima oleh Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Kota Padang

xiii+ 93hal + 13 tabel + 11lampiran + 2 skema

ABSTRAK

Penerapan pelayanan prima yang kurang baik dapat berakibat pada penurunan
kepuasan dan loyalitas pasien terhadap rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan penerapan pelayanan prima
oleh perawat di ruang rawat inap. Desain penelitian deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 57 perawat dengan proportional
random sampling. Hasil penelitian univariat menunjukkan bahwa penerapan
pelayanan prima oleh perawat baik (54,4%), supervisi kategori baik (56,1 %),
imbalan sesuai (64,9 %), desain pekerjaan baik (54,4 %), motivasi tinggi (61,4
%). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
berhubungan dengan penerapan pelayanan prima yaitu faktor supervisi (p= 0,006),
imbalan (p= 0,015), desain pekerjaan (p= 0,013), dan motivasi (p= 0,000). Hasil
analisa multivariate diketahui motivasi adalah variabel yang paling berhubungan
dengan penerapan pelayanan prima (p= 0,000). Kesimpulan penelitian ini adalah
terdapat hubungan antara supervisi, imbalan, desain pekerjaan, dan motivasi
terhadap penerapan pelayanan prima oleh perawat di ruang rawat inap Rumah
Sakit X. Disarankan kepada rumah sakit untuk meningkatkan kepuasan perawat
selaku customer internal, seperti pemberian penghargaan kepada perawat yang
memberikan pelayanan prima melalui program pemilihan perawat dengan layanan
terprima pada masing- masing unit layanan tiap bulannya.

Kata Kunci :pelayanan prima, supervisi, imbalan, desain pekerjaan,


motivasi

Daftar Pustaka : 60 (1997-2015)


NURSING POST GRADUATE PROGRAM
SPECIALY IN LEADERSHIP AND MANAGEMENT NURSING
FAKULTY OF NURSING ANDALAS UNIVERSITY

Thesis, Juni 2017


Elva NattiaDesti

Analysis Of Factors Related To Implementation Of Excellent Service By


Nurse In The Inpatient Ward

xiii + 93pages + 13 table + 11appendixes + 2 scheme

Excellent service that has not been optimally provided by the nurse can causes the
decrease of service quality and also patient satisfaction and loyalty to the hospital.
This research aims to determine the factors associated with the application of
excellent service by nurses in the inpatient ward. This research design
isDescriptive Analytic with cross sectional approach. There are 57 nurses selected
as sample by proportional random sampling. The results of univariate research
showed that the application of excellent service by good nurses (54,4%), good
supervision (56,1%), suitable reward (64,9%), good job design (54,4%), high
motivation (61,4%). The result of bivariate analysis showed that there are several
factors related to the application of excellent service, namely supervision factor
(p=0,006), reward (p= 0,015), job design (p= 0,013), and motivation (p= 0,000).
The result of multivariate showed that motivation was the most related variable to
the application of excellent service (p= 0,000). This research is concluded that
there is correlation between supervision, reward, job design, and motivation
toward the application of excellent service by nurse in the inpatient ward of
Hospital X. Suggested to hospital should increase the satisfaction of nurses as
internal consumen so that they are motivated to provide excellent service.

Key Word : Excellent service, supervision, reward, job design, motivation


Reference : 60 (1997 – 2015)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul "Analisis
Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Pelayanan Prima Oleh
Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X”. Penelitian ini dapat diselesaikan
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankan
peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M. Kes selaku Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas
2. Ibu Dr. Yulastri Arif, M. Kep selaku Ketua Program Studi Magister
Keperawatan Universitas Andalas
3. Direktur Rumah Sakit X
4. Bapak Prof. Dr. Almahdy A, Apt. selaku Dosen Pembimbing I
5. Ibu Mira Susanti, S.Kep, M.Kep selaku Dosen Pembimbing II
6. Seluruh staf dan dosen pengajar Program Magister Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas.
7. Suami yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan selama penelitian
8. Ayahanda dan Ibunda beserta adik- adik yang peneliti sayangi
9. Rekan- rekan Program Studi Magister Keperawatan Angkatan 2013 yang telah
bersedia untuk berbagi pengalaman, dukungan dan bantuan dalam penelitian
ini.

Akhir kata, peneliti berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan. Aamiin.
Padang, Juli 2017

Peneliti
DAFTAR ISI

Panitia Sidang Tesis....................................................................................................iii


Halaman Pengesahan.................................................................................................iv
Lembar Pengesahan...................................................................................................v
Pernyataan Orisinilitas..............................................................................................vi
Abstrak........................................................................................................................vii
Kata Pengantar...........................................................................................................ix
Daftar Isi......................................................................................................................x
DaftarTabel.................................................................................................................xii
Daftar Skema..............................................................................................................xiii
Daftar Lampiran.........................................................................................................xiv
Daftar Riwayat Hidup................................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................10
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Pelayanan Keperawatan..............................................................13


2.2 Pelayanan Prima........................................................................................18
2.3 Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan
Pelayanan Prima........................................................................................29
2.4 Kerangka Teori..........................................................................................40

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFENISI


OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep.......................................................................................41
3.2 Hipotesis....................................................................................................42
3.3 Defenisi Operasional.................................................................................43

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian.......................................................................................45
4.2 Populasi Dan Sampel.................................................................................45
4.3 Tempat Penelitian......................................................................................47
4.4 Waktu Penelitian........................................................................................47
4.5 Etika Penelitian..........................................................................................47
4.6 Alat Pengumpulan Data.............................................................................48
4.7 Prosedur Pengumpulan Data......................................................................50
4.8 Uji Validitas Dan Reliabilitas....................................................................51
4.9 Pengolahan dan Analisa Data....................................................................52

BAB V HASIL PENELITIAN...................................................................................56

BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Penelitian..............................................................................66
6.2 Implikasi Penelitian...................................................................................87
6.3 Keterbatasan Penelitian.............................................................................89

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan................................................................................................90
7.2 Saran..........................................................................................................91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 43


Tabel 4.1 Jumlah Sampel Penelitian di Rumah Sakit X Tahun 2016 ........... 46
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penerapan Pelayanan Prima di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit X tahun 2016... ..................................... 56
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit X Tahun 2016....................................................................... 57
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Imbalan di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit X Tahun 2016....................................................................... 57
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Desain Pekerjaan di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit X Tahun 2016 . ........................................................ 58
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Motivasi di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit X Tahun 2016....................................................................... 58
Tabel 5.6 Hubungan Supervisi dengan Penerapan Pelayanan Prima di
Ruang Rawat Inap Rumah sakit X. ............................................... 59
Tabel 5.7 Hubungan Imbalan dengan Penerapan Pelayanan Prima di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X................................................ 60
Tabel 5.8 Hubungan Desain Pekerjaan dengan Penerapan Pelayanan
Prima di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X. ................................ 61
Tabel 5.9 Hubungan Motivasi dengan Penerapan Pelayanan Prima di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X................................................ 62
Tabel 5.10 Hasil Seleksi Bivariat. ................................................................... 63
Tabel 5.11 Analisis Model Awal Multivariat Regresi Logistik. ..................... 64
Tabel 5.12 Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap ke dua.... ..... 64
Tabel 5.13 Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap ke dua. ........ 64
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori .............................................................................. 40


Skema 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 41
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi


Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 4 Kuesioner A : Karakteristik Responden
Lampiran 5 Kuesioner B : Faktor Penerapan Pelayanan
Prima Lampiran 6 Kuesioner C : Pelayanan Prima
Lampiran 7 Master tabel
Lampiran 8 Hasil Penelitian
Lampiran 9 Surat Izin Uji Validitas Rumah Sakit Ibnu
Sina Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Universitas Andalas
Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Rumah Sakit X
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Elva Nattia Desti

Tempat/ tanggal lahir : Bukittinggi/ 20 Desember 1987

Alamat : Jalan Kalumbuk RT II/ RW IV

Riwayat Pendidikan :

1. TK Aisiyah 2 Duri Riau : Lulus tahun 1994

2. SDN 003 Talang Mandi Duri Riau : Lulus tahun 2000

3. SMPN 2 Mandau Duri Riau : Lulus tahun 2003

4. SMAN 2 Mandau Duri Riau : Lulus tahun 2006

5. PSIK UNRI : Lulus tahun 2011

Riwayat Pekerjaan:

1. Semen Padang Hospital tahun 2012- sekarang


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sumber pemberi jasa pelayanan kesehatan. Saat ini

permintaan akan pelayanan kesehatan semakin meningkat seiring dengan

adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan

oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) sejak tanggal 1

Januari 2014 yang lalu, maka setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah berhak mendapatkan pelayanan kesehatan

sesuai dengan kebutuhannya (Peraturan Mentri Kesehatan No. 28, 2014).

Peningkatan permintaan masyarakat akan pelayanan kesehatan menjadi salah

satu penyebab pihak- pihak swasta melirik rumah sakit sebagai lahan bisnis.

Hal ini terlihat dari banyaknya pendirian rumah sakit swasta di Indonesia pada

tahun 2013 yaitu sebanyak 724 rumah sakit (Kementrian Kesehatan Indonesia,

2014). Banyaknya pilihan rumah sakit, menyebabkan pasien dapat dengan

leluasa memilih rumah sakit yang diinginkan sehingga persaingan antar rumah

sakitpun semakin tinggi. Untuk menghadapi persaingan antar rumah sakit,

maka pihak manajemen perlu memperhatikan kualitas mutu pelayanan yang

diberikan kepada pasien.

Mutu pelayanan keperawatan merupakan komponen penting dalam sistem

pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien (Direktorat Bina

Pelayanan Keperawatan, 2008). Kepuasan pasien merupakan salah satu


indikator mutu pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan di rumah sakit dikatakan

kurang, jika banyaknya pasien merasa tidak puas akan pelayanan yang

diberikan. Ketidakpuasan pasien harus segera diatasi, jika tidak maka dapat

berakibat kepada penurunan jumlah kunjungan rumah sakit. Pelanggan

merupakan nafas kehidupan atau aset dari setiap organisasi, jika jasa suatu

organisasi tidak disukai pelanggan maka organisasi itu akan mati. Begitu juga

halnya dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pasien akan mencari

rumah sakit lain yang memberikan pelayanan sesuai dengan harapannya

(Anjaryani, 2009 dalam Sitorus dan Panjaitan, 2011).

Kepuasan pasien dapat dicapai dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan

yang diberikan, baik buruknya kualitas pelayanan yang diberikan tergantung

kepada kemampuan penyedia jasa, dalam hal ini adalah sumber daya manusia

di rumah sakit. Sebanyak 70 % kualitas pelayanan dipengaruhi oleh sumber

daya manusia yang dimiliki. Perawat merupakan salah satu profesi yang

menjadi sumber daya manusia di rumah sakit yang berperan besar dalam

menentukan baik buruknya mutu pelayanan di rumah sakit (Daryanto dan

Setyobudi, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Otani et al (2010) terhadap 14.432 pasien

didapatkan bahwa secara keseluruhan variabel pelayanan yang diberikan oleh

perawat merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pencapaian

kepuasan pasien dibandingkan dengan variabel pelayanan staf, proses admisi,

pelayanan dokter, dan ruangan. Perawat adalah suatu profesi yang

mengkhususkan pada upaya penanganan dan perawatan pasien. Fungsi

perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan dan pendidikan


kesehatan kepada pasien baik dalam keadaan sakit maupun sehat dengan

tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal. Perawat harus bisa

melayani pasien dengan baik, menghargai dan bersikap caring kepada pasien

(Perry, 2008, Triwibowo, 2013).

Perawat menghabiskan waktunya 24 jam bersama pasien, mulai dari

pemberian asuhan keperawatan dasar seperti kebersihan dan ambulasi sampai

dengan asuhan keperawatan yang berkolaborasi dengan tenaga medis lainnya.

Tingginya intensitas interaksi antara perawat dengan pasien menyebabkan

pelayanan keperawatan ini menjadi indikator dari bermutu atau tidaknya

pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit khususnya di ruang rawat inap

(Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan, 2008).

Perawat merupakan salah satu penggerak mutu dan kualitas layanan di rumah

sakit yang diwujudkan melalui pelayanan prima (Perry, 2008). Pelayanan

prima sangat penting dilaksanakan dalam memberikan pelayanan keperawatan

kepada pasien karena selain berkonstribusi dalam meningkatkan kualitas

layanan, pelayanan prima juga dapat meningkatkan kepuasan pasien dan

mendorong pasien untuk datang kembali berobat di rumah sakit tersebut.

Perusahan jasa terbesar seperti Disneyworld juga menggunakan pelayanan

prima dalam memenangkan hati pelanggannya sehingga membuat mereka

tetap bersaing di pasaran sampai saat ini (Aziz dan Wahidin, 2010).

Pelayanan prima menurut Daryanto dan Setyobudy (2014) merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk memberi nilai tambah agar dapat memenuhi

atau dapat melampaui harapan pelanggan. Pelayanan prima dalam konteks


pelayanan rumah sakit merupakan pelayanan yang diberikan kepada pasien

yang berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat

meningkatkan loyalitasnya kepada rumah sakit.

Pelayanan prima memiliki 4 karakteristik, yaitu: mudah dan cepat,

keterbukaan, perhatian kepada kebutuhan, dan keakraban. Jika keempat

karakteristik itu diaplikasikan dalam pemberian pelayanan kepada pasien

maka akan menekan terjadinya keluhan, karena pasien merasa puas dengan

pelayanan yang diberikan (Daryanto & Setyobudi, 2014).

Pemberian pelayanan prima juga harus didukung dengan pribadi yang prima

yang dimiliki oleh masing- masing karyawan. Seseorang dikatakan memiliki

pribadi prima jika tampil ramah, tampil sopan dan penuh hormat, tampil

yakin, tampil rapi, tampil ceria, senang memaafkan, senang bergaul, senang

belajar dari orang lain, senang pada kewajaran dan senang menyenangkan

orang lain (Daryanto & Setyobudy, 2014).

Brata (2003, dalam Nadzaria, 2014) mengatakan keberhasilan dalam

mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima tidak terlepas dari

kemampuan pemberi layanan dalam pemilihan konsep pendekatan yang

dikenal dengan konsep A 6, yaitu mengembangkan pelayanan prima dengan

menyelaraskan faktor-faktor sikap (Attitude), perhatian (Attention), tindakan

(Action), kemampuan (Ability), penampilan (Appearance), dan tanggung

jawab (Accountability).
Gibson (1997, dalam Kurniadi 2013) menyatakan bahwa penerapan pelayanan

prima dapat dipengaruhi oleh 3 kelompok variabel yaitu variabel individu

yang terdiri dari: kemampuan dan keterampilan, latar belakang individu,

tingkat sosial, pengalaman, umur, etnis, jenis kelamin, variabel organisasi

terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan,

supervisi, dan control sedangkan variabel terakhir adalah variabel psikologis

meliputi: persepsi, sikap, belajar, kepribadian, dan motivasi.

McSherry et al (2012) menyatakan bahwa pelayanan prima tidak dapat

terlaksana jika tidak adanya dukungan dan kerja sama dari pihak manajemen.

Untuk itu dukungan dari pihak manajemen dalam bentuk pelaksanaan

supervisi sangat diperlukan demi terlaksananya pelayanan prima oleh perawat

pelaksana. Supervisi merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara

langsung dan berkala oleh atasan terhadap penerapan pelayanan prima yang

dilakukan perawat pelaksana dan jika ditemukan masalah pada saat penerapan

pelayanan prima kepada pasien maka atasan akan segera memberikan bantuan

yang bersifat langsung guna mengatasi permasalahan tersebut (Suarli dan

Bahtiar, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Langingi, Kandou, dan Umboh (2015)

memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara supervisi kepala ruangan

dengan kinerja perawat pelaksana. Hal ini dikarenakan selama kepala ruangan

melaksanakan supervisi kepada perawat pelaksana, kepala ruangan selalu

menuntun serta membimbing perawat yang melaksanakan asuhan

keperawatan.
Motivasi merupakan karakteristik psikologis manusia yang berpengaruh

terhadap tingkat komitmen seseorang (Suarli & Bahtiar, 2010). Semakin baik

motivasi yang dimiliki seorang perawat maka semakin baik pula pelayanan

prima yang diberikannya kepada pasien. Buheli (2012) menyatakan bahwa

motivasi berkaitan erat dengan dorongan yang kuat untuk melakukan setiap

pekerjaan dengan hasil yang optimal. Faktor- faktor seperti kepuasan terhadap

gaji dan insentif yang diterima, kedudukan dan kondisi lingkungan kerja yang

kondusif akan mendorong tenaga perawat untuk bekerja lebih baik sehingga

kinerjanya lebih baik pula. Berbeda halnya dengan perawat yang tidak

memiliki motivasi tinggi maka ia tidak memiliki hasrat untuk berkerja

semaksimal mungkin serta bersikap apatis terhadap tugasnya yang

mengakibatkan kinerjanya kurang baik.

Teori dua faktor merupakan teori motivasi yang dikemukakan oleh Frederick

Herzberg yang menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi

motivasi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yaitu faktor pemuas kerja

yang disebut juga dengan faktor motivator dan faktor ketidakpuasan kerja

yang disebut juga dengan faktor hygienis. Faktor motivator berasal dari

kondisi intrinsik pekerjaan yaitu prestasi, promosi dan kenaikan pangkat,

pengakuan, pekerjaan itu sendiri, penghargaan, tanggung jawab, keberhasilan

dalam bekerja, dan kemungkinan berkembang. Faktor hygienis berasal dari

kondisi ekstrinsik pekerjaan yang terdiri dari gaji, kondisi kerja, jaminan

pekerjaan, prosedur perusahaan, kebijakan perusahaan, kualitas supervisi,

hubungan dengan supervisor, hubungan dengan rekan sejawat, hubungan

dengan bawahan, serta status.


Imbalan ektrinsik dan intrinsik dapat digunakan untuk memotivasi prestasi

kerja perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan prima kepada pasien

(Gibson, 1997). Pernyataan yang berbeda diungkapkan oleh Dharmawansyah

(2013) yang menyatakan bahwa variabel kompensasi tidak memiliki hubungan

yang signifikan dengan kinerja perawat. Penelitian tersebut memberikan

gambaran bahwa puas tidaknya perawat terhadap imbalan yang diberikan

rumah sakit tidak mempengaruhi kualitas pelayanan prima yang akan

diberikan perawat kepada pasien.

Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit swasta tipe C di kota

Padang yang sedang melakukan persiapan untuk akreditasi Rumah sakit versi

2012. Rumah Sakit X memiliki kapasitas 138 tempat tidur dengan BOR 42,87

%. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak SDM Rumah Sakit X

mengatakan bahwa kepuasan pasien merupakan hal yang paling utama dalam

pelayanan. Untuk mendukung tercapainya kepuasan pasien maka pihak SDM

telah melakukan pelatihan dan role play pelayanan prima tiap bulannya. Setiap

karyawan yang ada di Rumah Sakit X diwajibkan untuk mengikuti pelatihan

dan role play pelayanan prima. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Hadjam (2001) diketahui bahwa kualitas pelayanan prima yang diberikan oleh

perawat setelah mendapatkan pelatihan lebih tinggi dari pada kualitas yang

diberikan perawat sebelum mendapatkan pelatihan.

Rumah Sakit X senantiasa melakukan usaha-usaha untuk membudayakan

pelayanan prima, selain memberikan pelatihan kepada karyawan, SDM juga

membekali setiap karyawan dengan pin yang dapat memotivasi perawat untuk
memberikan pelayanan yang optimal. Namun demikian dalam aplikasinya

masih saja ada kendala, hal ini terlihat dari masih adanya keluhan pasien

terhadap pelayanan yang diberikan.

Data yang diperoleh dari bagian mutu rumah sakit pada bulan Juli tahun 2015

menyatakan bahwa indikator tercapainya pelayanan prima dari segi respon

perawat di Rumah Sakit X dikatakan tercapai jika respon perawat dibawah 3

menit sebanyak 90 %, namun dari rekaman nurse call pada bulan Juni 2015

didapatkan waktu respon perawat yang kurang dari 3 menit sebanyak 79,4 %,

sedangkan respon perawat di atas 3 menit sebanyak 20,6 %. Kuisioner

kepuasan pasien rawat inap pada bulan Juni tahun 2015 ditemukan sabanyak

25,6 % kuisioner menyatakan tidak puas tehadap pelayanan dan fasilitas

yang diberikan oleh Rumah Sakit X dan 12 % dari kuisioner tersebut

mengeluhkan tentang keramahan perawat.

Rumah Sakit X memiliki perawat yang hampir 80 % berada pada usia dewasa

awal dengan masa kerja kurang dari 3 tahun. Pelaksanaan supervisi di Rumah

Sakit X belum maksimal, hal ini terlihat dari tidak adanya jadwal supervisi

dan laporan pelaksanaan supervisi dari kepala ruangan.Wawancara yang

dilakukan dengan bagian SDM Rumah Sakit X menyatakan bahwa selain

menerima gaji bulanan, karyawan juga menerima pembagian jasa usaha

tahunan (sekali dalam setahun). Selain itu, untuk meningkatkan kualitas

layanan, SDM memiliki program pemberian reward berupa uang kepada

perawat atau bidan yang memberikan pelayanan prima setiap bulannya.


Namun program tersebut saat ini belum berjalan rutin terkait terbatasnya

tenaga SDM yang melakukan pemantauan di lapangan.

Perawat di Rumah Sakit X telah dibekali uraian tugas oleh SDM sebelum

memberikan pelayanan kepada pasien. Dari 5 orang perawat yang peneliti

wawancarai mengatakan telah mengetahui uraian tugasnya masing- masing,

namun uraian tugas dalam bentuk tertulis hanya disimpan oleh SDM dan

rekapannya tidak diserahkan kepada masing- masing perawat sehingga ada

kemungkinan tidak seluruh uraian tugas yang dapat diingat oleh perawat.

Dalam menjalankan asuhan keperawatan, perawat juga telah dibekali dengan

standar prosedur operasional (SPO) yang dibuat sejak tahun 2013 dan belum

pernah direvisi.

Mengingat begitu pentingnya pelayanan prima bagi kemajuan rumah sakit,

maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Pelayanan Prima di

Rumah Sakit X” .

1.2 Perumusan Masalah

Kualitas pelayanan merupakan bagian penting yang perlu diperhatikan oleh

penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti rumah sakit (Muninjaya, 2004).

Penurunan kualitas pelayanan akan berdampak kepada penurunan kepuasan

dan loyalitas pasien di rumah sakit yang pada akhirnya akan mengurangi

jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit tersebut. Salah satu


carameningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan pemberian pelayanan

prima yang berfokus kepada pasien.

Pelayanan yang berfokus kepada pasien dapat menekan keluhan terhadap

rumah sakit tersebut. Perawat adalah orang yang 24 jam senantiasa berada

bersama Pasien sehingga dalam memberikan pelayanan perawat dituntut untuk

memberikan pelayanan prima. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak

perawat yang belum memberikan pelayanan sesuai dengan aspek- aspek

pelayanan prima. Belum maksimalnya pemberian pelayanan prima di suatu

rumah sakit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan hal tersebut,

maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Faktor- faktor apa sajakah

yang berhubungan dengan penerapan pelayanan prima di Rumah Sakit X.

1.3 Tujuan
Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang

berhubungan dengan penerapan pelayanan prima di ruang rawat inap

Rumah Sakit X.

1.3.2 Tujuan Khusus

a Diketahui distribusi frekuensi penerapan pelayanan prima di ruang

rawat inap Rumah Sakit X

b Diketahui distribusi frekuensi supervisi di ruang rawat inap Rumah

Sakit X
c Diketahui distribusi frekuensi imbalan di ruang rawat inap Rumah

Sakit X

d Diketahui distribusi frekuensi desain pekerjaan di ruang rawat inap

Rumah Sakit X

e Diketahui distribusi frekuensi motivasi di ruang rawat inap Rumah

Sakit X

f Diketahui hubungan supervisi dengan penerapan pelayanan prima di

ruang rawat inap Rumah Sakit X

g Diketahui hubungan imbalan dengan penerapan pelayanan prima di

ruang rawat inap Rumah Sakit X

h Diketahui hubungan desain pekerjaan dengan penerapan pelayanan

prima di ruang rawat inap Rumah Sakit X

i Diketahui hubungan motivasi dengan penerapan pelayanan prima di

ruang rawat inap Rumah Sakit X

j Diketahui faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan

penerapan pelayanan prima di ruang rawat inap Rumah Sakit X.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi rumah

sakit dalam meningkatkan penerapan pelayanan prima. Dengan

diketahuinya faktor- faktor yang dapat mempengaruhi penerapan

pelayanan prima maka diharapkan pihak manajemen dapat


meminimalisir faktor- faktor tersebut, sehingga pelayanan prima

dapat dilaksanakan dengan maksimal dan kepuasan pasien terpenuhi.

1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pedoman oleh perawat dalam

memberikan asuhan pelayanan prima kepada pasien sehingga dapat

meningkatkan kepuasan pasien dan mencegah terjadinya keluhan.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi penelitian

berikutnya tentang upaya manajemen dalam menerapkan pelayanan

prima sehingga dapat memenuhi kepuasan pasien.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Pelayanan Keperawatan

2.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Keperawatan

Kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang

memberikan perasaan nyaman terlindungi pada diri setiap pasien

(melalui lima dimensi mutu) yang sedang menjalani proses

penyembuhan di mana sikap ini merupakan kompensasi sebagai

pemberi pelayanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada

diri pasien (Pramono, 2008, dalam Triwibowo 2013).

Kualitas pelayanan keperawatan yang baik bukan dilihat dari persepsi

penyedia jasa dalam hal ini adalah perawat melainkan berdasarkan

persepsi pasien. Oleh sebab itu rumah sakit harus betul- betul

memperhatikan persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan

keperawatan yang disediakan (Haryono, 2006).

2.1.2 Manfaat Peningkatan Kualitas pelayanan Keperawatan

Nursalam (2011) memaparkan manfaat peningkatan kualitas pelayanan

keperawatan yaitu:

a. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien dan konsumen

b. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi

c. Mempertahankan eksistensi institusi

d. Meningkatkan kepuasan kerja

e. Meningkatkan kepercayaan konsumen atau pelanggan


f. Menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar

2.1.3 Dimensi Kualitas Pelayanan

a Reliability ( Kehandalan)

Pelayanan yang handal memiliki pengertian bahwa dalam memberikan

pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam

pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan, dan profesionalisme

kerja yang tinggi, sehingga aktifitas kerja yang dihasilkan memiliki

bentuk pelayanan yang memuaskan (Parasuraman, 2001, dalam

Nursalam, 2013) Keterampilan dan kemampuan petugas yang kurang

akan menyebabkan pasien kecewa dengan layanan yang diberikan.

b Responssiveness (Daya tanggap)

Pasien menginginkan perawat yang cepat tanggap dalam menghadapi

keluhan pasien. Kualitas daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan

dalam memberikan penjelasan sehingga pasien merasa puas dengan

penjelasan yang diberikan. Menurut Nursalam (2014) pelayanan daya

tanggap dikatakan berhasil jika perawat suatu rumah sakit mampu

memberikan penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina,

mengarahkan dan membujuk.

c Assurance (Jaminan)

Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan

yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan

oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang


yang menerima pelayanan merasa puas akan pelayanan yang diterima

dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan akan

tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan

kelancaran (Parasuraman, 2001, dalam Nursalam, 2013). Berdasarkan

penjelasan di atas maka untuk mewujudkan kepuasan pasien, maka

diharapkan dalam memberikan pelayanan perawat mampu

menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman bagi pasien dengan cara

menunjukkan kinerja yang baik.

d Empathy (Empati)

Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas jika setiap pihak

yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati

terhadap pengembangan kualitas pelayanan. Empati merupakan suatu

sikap seseorang yang mampu memahami orang yang dilayani dengan

penuh perhatian, keseriusan, pengertian, dan adanya keterlibatan dalam

berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani (Nursalam,

2013).

e Tangibles (Bukti Fisik)

Bukti fisik merupakan bentuk aktualisasi nyata secara fisik oleh pegawai

sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan

membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan

pelayanan sehingga puas akan pelayanan yang diberikan (Parasuraman,

2001, dalam Nursalam, 2013). Dalam memberikan asuhan keperawatan

yang menginginkan pelayanan keperawatan adalah pasien, adapun


bentuk pelayanan bukti fisik dalam pelayanan keperawatan dapat berupa

sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang

digunakan serta penampilan yang rapi dan bersih dari perawat.

2.1.4 Penyebab Kegagalan dalam Memberikan Pelayanan Keperawatan

Fandy dan Diana (2001, dalam Triwibowo, 2013) menjelaskan lima

penyebab kegagalan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang

berkualitas:

a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi

manajemen.

Manajemen pelayanan kesehatan belum dapat mengidentifikasi dan

memahami harapan pasien secara tepat. Manajemen mungkin

beranggapan bahwa pasien menginginkan makanan yang lebih baik,

padahal sebenarnya yang diinginkan pasien adalah daya tanggap

perawat (Parasuman, Zeithaml, dan Berry:1985, dalam Kotler:

1997).

b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas

jasa.

Manajemen mengetahui apa yang diharapkan oleh pasien, tetapi

manajemen tidak mengaplikasikannya sehingga tidak dapat

mewujudkan harapan pelanggan, misalnya manajemen meminta

perawat untuk memberikan pelayanan yang cepat tetapi tidak

memberikan standar waktunya secara kuantitatif (Parasuman,

Zeithaml, dan Berry:1985, dalam Kotler: 1997).


c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian

jasa.

Standar pelayanan dan cara penyampaian jasa sudah tersusun dengan

baik, tetapi muncul kesenjangan karena staf pelaksanan pelayanan di

garis depan seperti perawat, bidan, dan dokter umum belum

mendapat pelatihan khusus tentang teknik penyampaian jasa

pelayanan tersebut, sehingga jasa yang disampaikan kepada pasien

tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan (Nursalam, 2014).

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi

eksternal.

Harapan pasien dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh Humas

dan iklan Rumah sakit. Misalnya: di brosur Rumah sakit

diperlihatkan fasilitas kamar yang mewah, namun kenyataannya

kamar tersebut tidak terawat (Parasuman, Zeithaml, dan Berry:1985,

dalam Kotler: 1997).

e. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang

diharapkan.

Hal ini terjadi jika pasien memiliki persepsi yang keliru tentang

kualitas jasa, di mana dokter menunjukkan kepeduliannya kepada

pasien dengan sering mengunjunginya, tetapi pasien beranggapan

bahwa kehadiran dokter yang sering menandakan ada sesuatu yang

tidak beres (Parasuman, Zeithaml, dan Berry:1985, dalam Kotler:

1997).
2.2 Pelayanan Prima

2.2.1 Definisi Pelayanan Prima

Pelayanan merupakan suatu perbuatan, proses dan pertunjukan yang

diberikan oleh kelompok atau seseorang kepada kelompok lain atau orang

lain (Gremler, Bitner, dan Zeithaml, 2009). Pelayanan prima merupakan

upaya meningkatkan pelayanan yang berkualitas, efesien, dan efektif

serta berfokus pada kebutuhan dan keinginan pelanggan baik internal

maupun eksternal (Keliat, 2003, dalam Sitorus, 2011).

Definisi pelayanan prima juga dikemukakan oleh Daryanto dan Setyobudi

(2014) yang menyatakan bahwa pelayanan prima merupakan pelayanan

terbaik yang diberikan perusahaan untuk memenuhi harapan dan

kebutuhan pelanggan, baik pelanggan di dalam perusahaan maupun di

luar perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut dapat kita simpulkan

bahwa pelayanan prima merupakan pelayanan terbaik yang diupayakan

secara maksimal sehingga dapat memenuhi harapan pelanggan atau

bahkan dapat melampaui harapan pelanggan.

Definisi pelayanan prima di rumah sakit lebih difokuskan kepada usaha-

usaha yang dilakukan rumah sakit untuk memenuhi harapan dan kepuasan

pasien sehingga pasien loyal terhadap rumah sakit (Ali, 2012). Proses

pelayanan prima di rumah sakit tidak hanya diberikan pada saat pasien

bertemu langsung dengan petugas pelayanan seperti perawat maupun

dokter, tetapi peroses pelayanan prima seharusnya sudah dimulai jauh

sebelum dan sesudah proses tatap muka dengan perawat dan dokter

terjadi.
Pelayanan prima dapat dimulai pada saat pasien datang dari pintu gerbang

rumah sakit sampai pasien pulang kembali melalui pintu gerbang rumah

sakit. Semua karyawan rumah sakit yang terlibat dalam alur kedatangan

pasien tersebut harus memberikan pelayanan yang maksimal sehingga

pasien tidak merasa terabaikan atau tidak dihiraukan (Ali, 2012).

2.2.2 Tujuan Pelayanan Prima

Adapun tujuan pelayanan prima menurut Daryanto dan Setyobudi (2014)

adalah untuk:

a Memberikan pelayanan yang bermutu tinggi kepada pelanggan.

b Menimbulkan keputusan dari pihak pelanggan agar segera membeli

barang atau jasa yang ditawarkan saat itu juga. Rumah sakit akan

mendapatkan loyalitas pelanggan atau pasien yang terus menerus

secara berkesinambungan jika pelayanan yang dirasakan prima.

Loyalitas pasien sangat penting bagi rumah sakit, rumah sakit tidak

perlu menghabiskan uang untuk melakukan promosi atau pemasaran,

karena pasien akan menyebarluaskan hal- hal yang baik terkait

pelayanan yang dirasakannya di rumah sakit tersebut (Hadjam, 2001)

c Menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap barang atau jasa

yang ditawarkan.

d Menghindari terjadinya tuntutan- tuntutan yang tidak perlu

dikemudian hari terhadap produsen. Melalui pelayanan prima

sebelum melakukan tindakan kepada pasien, perawat dituntut untuk

memberikan penjelasan kepada pasien berserta risiko yang akan


dihadapi bahkan meminta persetujuan terlebih dahulu dari pasien atau

keluarga untuk melakukan tindakan (Pongajow, Robot, Hamel, 2015).

Adanya persetujuan dari pasien atau keluarga maka akan menutup

kemungkinan tuntutan kepada perawat di kemudian harinya.

e Menciptakan kepercayaan dan kepuasan kepada pelanggan.

f Menjaga agar pelanggan merasa diperhatikan dalam segala

kebutuhannya.

2.2.3 Konsep Pelayanan Prima

Keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima

tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya.

Daryanto dan Setyobudi (2014) memaparkan ada 3 konsep pelayanan

prima yaitu: Sikap (Attitude), Perhatian (Attention), Tindakan (Action).

Sama halnya dengan Daryanto dan Setyobudi, Barata (2003, dalam

Nadzaria, 2014 ) juga berpendapat untuk mengembangkan pelayanan

prima pemberi pelayanan harus mampu meyelaraskan faktor- faktor sikap

(Attitude), perhatian (Attention), tindakan (Action), kemampuan (Ability),

penampilan (Appearance), dan tanggung Jawab (Accountability).

a. Sikap (Attitude)

Sikap (attitude) adalah perilaku atau perangai yang harus ditonjolkan

ketika menghadapi pelanggan, yang meliputi penampilan yang sopan

dan serasi, berpikir positif, sehat dan logis, serta bersikap menghargai

(Nadzaria, 2014).
Kesopanan dan keramahan dari perawat merupakan hal yang

diharapkan oleh pasien. Senyum ramah yang diberikan perawat dapat

berpengaruh positif bagi kesembuhan pasien. Hal ini terjadi karena

ada perpindahan energi positif dari perawat kepada pasien. Penelitian

yang dilakukan oleh Hatfield, Cacioppo, dan Rapson (2001, dalam

Robbins dan Judge, 2012) menemukan adanya hubungan antara emosi

karyawan dengan pelanggan atau disebut juga dengan penularan

emosi antara karyawan dengan pelanggan.

Mekanisme penularan emosi terjadi ketika seseorang yang memiliki

emosi- emosi positif lalu tertawa dan tersenyum pada orang lain,

maka orang yang menerima senyum dari seseorang tersebut juga akan

mengikuti perilakunya. Saat perawat berkata sopan dan ramah kepada

pasien, maka pasien juga akan merasa nyaman berada di dekat

perawat. Begitu pula sebaliknya saat emosi dan suasana hati perawat

negatif yang ditunjukkan dengan kemarahan dan wajah yang tidak

bersahabat maka akan berdampak negatif pula kepada pasien

sehingga pasien tidak puas dengan pelayanan yang diberikan perawat

(Tesi, & Huang, 2002, dalam Robbins dan Judge, 2012).

b. Perhatian (Attention)

Perhatian (attention) adalah kepedulian penuh kepada pelanggan, baik

yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan

pelanggan maupun pemahaman atas saran dan kritiknya, yang

meliputi mendengarkan dan memahami secara sungguh- sungguh


kebutuhan para pelanggan, mengamati dan menghargai perilaku para

pelanggan, dan mencurahkan perhatian penuh kepada

pelanggan.Perhatian yang diberikan perawat kepada pasien akan

membuat pasien merasa aman walaupun dalam keadaan sakit.

c. Tindakan (Action)

Tindakan (action) adalah berbagai kegiatan nyata yang harus

dilakukan dalam memberikan layanan kepada pelanggan, yang

meliputi pencatatan setiap pesanan para pelanggan, mencatat

kebutuhan para pelanggan, menegaskan kembali kebutuhan para

pelanggan, mewujudkan kebutuhan para pelanggan, dan menyatakan

terima kasih dengan harapan pelanggan mau kembali. Dalam

pelayanan keperawatan, tindakan yang diberikan harus berdasarkan

ilmu pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta penampilan dan

sikap yang sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang

diembankan kepada perawat tersebut. Perawat yang terampil dalam

memberikan tindakan keperawatan, dapat memberikan rasa aman dan

nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan (Nasution, 2010).

d. Kemampuan (Ability)

Kemampuan (ability) merupakan kapasitas individu untuk

mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 2001).

Sedangkan menurut Nadzaria (2014) kemampuan adalah pengetahuan

dan keterampilan tertentu yang dimiliki oleh seorang individu.


Kemampuan individu terdiri dari 2 jenis yaitu kemampuan intelektual

dan kemampuan fisik.

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk

melakukan kegiatan mental. Ada tujuh dimensi yang membentuk

kemampuan intelektual yaitu: kecerdasan numerik (kemampuan untuk

berhitung dengan cepat dan tepat), pemahaman verbal (kemampuan

memahami apa yang dibaca atau didengar serta hubungan kata satu

dengan yang lain, kecepatan perseptual (kemampuan mengenali suatu

urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah

itu), penalaran deduktif (kemampuan menggunakan logika dan menilai

implikasi dari suatu argument), visualisasi ruang (kemampuan

membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya

posisinya dalam ruangan diubah), terakhir adalah ingatan (kemampuan

mengenang kembali pengalaman masa lalu) (Robbins, 2001).

Kemampuan fisik merupakan kemampuan yang diperlukan dalam

melakukan tugas- tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan,

dan keterampilan (Robbins, 2001). Setiap individu memiliki

kemampuan yang berbeda- beda, namun jika setiap karyawan yang

diberikan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya akan menghasilkan

kinerja yang baik. Jika kinerja perawat baik maka penerapan pelayanan

primapun akan tercapai dengan baik.


Kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan prima dapat

ditingkatkan melalui pelatihan pelayanan prima. Menurut Hadjam

(2001) terdapat perbedaan kualitas pelayanan prima yang signifikan

pada perawat antara sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan

pelayanan prima. Seluruh keterampilan yang diberikan saat pelatihan

membuat perawat mampu menjalin hubungan emosional dengan

pasien yang memerlukan kehangatan, ketulusan, dan empati, serta

penerimaan secara positif tanpa syarat.

Menurut Hadjam (2001), melalui materi pengenalan diri yang

diberikan saat pelatihan membuat perawat dapat mengetahui kelebihan

dan kelemahannya, sehingga mereka berusaha untuk mengoptimalkan

kelebihannya dan mengatasi kelemahannya. Materi empati yang

diberikan mampu meningkatkan keterampilan perawat untuk

memahami dan merasakan apa yang dirasakan pasien sehingga

perawat berusaha menolong dan memberikan pelayanan pada pasien

dengan sebaik- baiknya. Keterampilan komunikasi terapeutik yang

diberikan saat pelatihan membuat perawat mampu berhubungan

dengan pasien secara hangat dan tulus.

e. Penampilan (Appearance)

Penampilan (appearance) adalah penampilan seseorang baik yang

bersifat fisik maupun non fisik, yang mampu merefleksikan

kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain.Penampilan seseorang


merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama

komunikasi interpersonal. Menurut Nasution (2010), bentuk fisik, cara

berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadiaan, status sosial,

pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang

memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan

profesional yang positif. Penampilan fisik perawat dapat

mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan

keperawatan yang diterima, karena tiap pasien mempunyai citra

bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun

penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat

tetapi akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya

terhadap pasien jika perawat tidak memenuhi citra pasien (Nasution,

2010)

f. Tanggung Jawab (Accountability)

Tanggung jawab (accountability) adalah suatu sikap kepedulian untuk

menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan

pelanggan (Nadzaria, 2014). Tanggung jawab memiliki peranan dalam

etika keperawatan. Menurut Yosep (2008), tanggung jawab adalah

kesediaan seseorang untuk menghadapi resiko yang terjadi akibat

perbuatan sebelumnya, memberikan kompensasi atau informasi

terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam melaksanakan tugas.

ANA (1985, dalam Potter, & Perry, 2005) menyatakan bahwa

tanggung jawab perawat mengacu pada pelaksanaan tugas yang


dikaitkan dengan peran tertentu perawat. Tugas perawat secara umum

adalah memenuhi kebutuhan dasar pasiennya mulai dari mengenal

kondisinya, melakukan overan, memberikan perawatan selama jam

dinas, melakukan pendokumentasian,menjaga keselamatan pasien, dan

mempersiapkan persiapan pulang pasien.

Tanggung jawab perawat dalam pemberian medikasi dimulai dari

mengidentifikasi kebutuhan pasien terhadap obat- obatan, memberikan

obat dengan menerapkan prosedur pemberian obat yang benar, dan

mengevaluasi respon pasien terhadap terapi yang diberikan serta

melakukan dokumentasi terhadap tindakan yang telah diberikan

kepada pasien.

Perawat yang bertindak secara bertanggung jawab akan meningkatkan

rasa percaya pasien dan profesi lain kepadanya. Pasien dan profesi lain

yakin bahwa perawat yang memiliki tanggung jawab akan

memberikan tindakan sesuai dengan panduan etik profesi dan standar

prosedur operasional yang berlaku di rumah sakit tersebut (ANA,

1985, dalam Potter, & Perry, 2005)

2.2.4 Dimensi Pelayanan Prima

Garpes (1997, dalam Daryanto & Setyobudy, 2014) menyatakan ada

beberapa dimensi pelayanan prima yang harus diperhatikan, yaitu:


a Ketepatan waktu pelayanan; hal- hal yang diperhatikan disini terkait

dengan waktu tunggu dan waktu proses. Pola dan sistem pelayanan

yang diberikan kepada pasien harus didesain sesederhana mungkin

tanpa mengurangi kualitas pelayanan sehingga dapat diterapkan

dengan mudah. Kemudahan dalam pemberian pelayanan juga tidak

terlepas dari bantuan alat canggih akurasi pelayanan, berkaitan

dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan pelayanan.

b Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.

c Tanggung jawab; berkaitan dengan penerimaan pesanan dan

penanganan keluhan dari pelanggan eksternal. Pasien akan merasa

senang jika perawat mengutamakan kebutuhannya. Pelayanan dan

asuhan keperawatan yang bermutu dipengaruhi oleh kemampuan

perawat merespon keluhan dan masalah pasien serta upaya memenuhi

kebutuhan pasien (Sitorus dan Panjaitan, 2011).

Pada karakteristik ini dibutuhkan keterampilan perawat dalam

menyimak dan merasakan apa yang diinginkan pasien, sehingga

perawat dapat mewujudkan harapan pasien (Daryanto dan Setyobudi,

2014). Perawat harus bersikap terbuka dan tulus dalam pemberian

pelayanan kepada pasien sehingga pasien merasa diperhatikan oleh

perawat, selain itu pada karakteristik ini perawat juga harus menepati

janji, konsisten dan penuh komitmen sehingga tidak membuat pasien

kecewa dengan pelayanan yang telah dijanjikan (Daryanto dan

Setyobudi, 2014).
d Kelengkapan, berkaitan dengan lingkup pelayanan dan ketersediaan

sarana pendukung.

e Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan

pola- pola baru dalam pelayanan. Perbaikan yang berkelanjutan sangat

diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Jika perusahaan tidak

mampu meningkatkan kualitas layanan maka pelanggan akan mudah

berpaling mencari pelayanan yang lebih baik.

f Pelayanan pribadi berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan

permintaan- permintaan khusus dan lain-lain.

g Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan yang berkaitan dengan

lokasi, ruang dan tempat pelayanan, ketersediaan informasi dan

petunjuk- petunjuk lain.

h Fasilitas pendukung lainnya seperti fasilitas AC dan kebersihan ruang

tunggu.

Selain memperhatikan dimensi pelayanan prima, untuk mewujudkan

pelayanan prima seorang karyawan juga harus memiliki pribadi prima

yang dapat dilihat dari indikator- indikator: tampil ramah, tampil sopan

dan penuh hormat, tampil yakin, tampil rapi, tampil ceria, tampil senang

memaafkan, senang bergaul, senang belajar dari orang lain, senang pada

kewajaran, dan senang menyenangkan orang lain (Daryanto dan

Setyobudy, 2014).
2.3 Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Pelayanan Prima

2.3.1 Karakteristik Perawat

Setiap perawat memiliki karakteristik tertentu, yang akan dibawanya

saat bekerja. Karakteristik antara perawat yang satu akan berbeda

dengan karakteristik perawat yang lainnya.

1) Umur

Umur berkaitan dengan kedewasaan atau kematangan seseorang.

Kedewasaan disini merupakan kedewasaan teknis dalam

melakukan tugas- tugas ataupun kedewasaan secara psikologis

(Kurniadi, 2013). Hurlock (1978, dalam Saam & Wahyuni, 2013)

membagi masa dewasa menjadi tiga tingkatan, yaitu: dewasa awal

yang dimulai dari usia 21 sampai 40 tahun, dewasa tengah yang

dimulai dari usia 41- 60 tahun dan dewasa akhir yang dimulai dari

usia 61 tahun. Davis dan Newstrom (2004, dalam Kurniadi, 2013)

menyatakan bahwa karyawan yang lebih tua lebih berpengalaman

menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya. Sedangkan

karyawan usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal

tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapan dengan realita

kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat

menyebabkan mereka tidak puas. Umur akan mempengaruhi

kondisi fisik seseorang, semangat, beban dan tanggung jawab baik

dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan sehari- hari.


2) Jenis Kelamin

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi (2006, dalam Kurniadi,

2013) menyatakan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dan

kinerja perawat pelaksana. Berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Cohen dan Kirchmeyer (1995, dalam Pangabean

(2004) yang dikutip oleh Kurniadi (2013) ditemukan adanya

hubungan antara jenis kelamin dengan komitmen. Laki- laki lebih

komitmen daripada wanita, hal ini disebabkan karena wanita lebih

mengutamakan keluarga daripada pekerjaan.

3) Tingkat Pendidikan

Pengetahuan dapat dikembangkan melalui proses pendidikan,

dimana semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar untuk

memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan (Siagian, 2001,

dalam Kurniadi, 2013). Jenis pendidikan seseorang berpengaruh

dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.

Latar belakang pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku

seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Tenaga karyawan yang

berpendidikan tinggi memiliki motivasi kerja lebih baik karena

telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas

dibandingkan dengan karyawan yang berpendidikan rendah

(Andriani, Sahar, dan Huriani, 2012).


4) Masa Kerja

Masa kerja merupakan lamanya perawat bekerja dimulai sejak

perawat resmi diangkat sebagai karyawan disuatu rumah sakit.

Menurut Sinaga (2001, dalam Kurniadi (2013), bahwa kepuasan

kerja relatif tinggi pada waktu permulaan kerja, menurun secara

berangsur-angsur selama 5 - 8 tahun, dan selanjutnya kepuasan

akan meningkat dan mencapai puncaknya setelah bekerja selama

20 tahun. Maka, semakin lama seseorang bekerja akan semakin

terampil dan berpengalaman menghadapi masalah dalam

pekerjaannya. Masa kerja merupakan salah satu predisposisi

terhadap perilaku seseorang.

2.3.2 Supervisi

Secara umum pengertian supervisi adalah melakukan pengamatan secara

langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan

bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan

bantuan yang bersifat langsung untuk mengatasinya. Supervisi

merupakan kegiatan yang merencanakan, mengarahkan, mengobservasi,

mendorong, memperbaiki, mempercayai, dan mengevaluasi secara

berkesinambungan dan menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan

keterbatasan yang dimiliki anggota (Triwibowo, 2013).

Simamora (2012) mendefinisikan supervisi sebagai suatu aktivitas

pengawasan yang biasa dilakukan untuk memastikan bahwa suatu proses

pekerjaan dilakukan sesuai dengan seharusnya. Supervisi yang dilakukan

oleh pimpinan memberikan konstribusi sebesar 87,5 % terhadap


peningkatan kinerja perawat, semakin baik supervisi terhadap perawat

maka semakin baik pula kinerjanya, begitu pula sebaliknya.

Keberhasilan supervisi dipengaruhi oleh faktor frekuensi dan kualiatas

supervisi yang dilakukan oleh atasan (Buheli, 2010).

Supervisi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu tidak langsung dan

langsung. Supervisi secara tidak langsung dilakukan melalui laporan

tertulis maupun lisan. Tanpa melihat kejadian di lapangan sehingga

memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Supervisi secara langsung

merupakan pengamatan yang dilakukan langsung kepada bawahan

dengan cara melihat tindakan yang sedang berlangsung. Supervisor

diharapkan terlibat langsung dalam kegiatan sehingga pembimbingan,

pengarahan, dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah

(Sitorus dan Panjaitan, 2011).

Pemberian bimbingan dan pengarahan yang efektif adalah pengarahan

yang diberikan lengkap, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang

tepat, dijelaskan dengan jelas dan tidak terlalu cepat, diberikan dengan

arahan yang logis, menghindari pemberian arahan yang banyak pada satu

saat, memastikan bahwa arahan yang diberikan dipahami dan

dilaksanakan atau memerlukan tindak lanjut (Sitorus dan Panjaitan,

2011).

Supervisi yang dilakukan dengan baik akan berdampak pada

peningkatan efektivitas kerja, hal ini berhubungan dengan peningkatan

pengetahuan serta keterampilan bawahan dan keharmonisan hubungan


kerja antara atasan dan bawahan. Selain meningkatkan efektivitas kerja,

supervisi yang dilaksanakan dengan baik juga dapat meningkatkan

efisiensi kerja sehingga kesalahan yang dilakukan bawahan akan

berkurang dan pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang

sia- sia dapat dicegah (Triwibowo, 2013).

Supervisi dalam keperawatan dapat dilaksanakan oleh kepala ruangan,

pengawas keperawatan dan kepala bidang keperawatan. Menurut

Triwibowo (2013) seorang supervisor dalam menjalankan tugasnya

harus memiliki kemampuan dalam:

a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga staf dan

pelaksana keperawatan dapat memahami apa yang disampaikan.

b. Memberikan saran, nasehat, dan bantuan kepada staf dan pelaksana

keperawatan.

c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada

staf dan pelaksana keperawatan.

d. Memahami proses kelompok (dinamika kelompok).

e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan

pelaksana keperawatan.

f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.

g. Mengadakan pengawasan sehingga asuhan keperawatan yang

diberikan lebih baik.


2.3.3 Imbalan

Gibson (1997) membagi imbalan menjadi dua kategori, yaitu imbalan

intrinsik dan imbalan ekstrinsik.

a. Imbalan Intrinsik

Merupakan imbalan yang dinilai oleh karyawan sendiri meliputi

perasaan kompetensi pribadi, perasaan pencapaian pribadi, tanggung

jawab dan otonomi pribadi, perasaan pertumbuhan dan

pengembangan diri status dan kepentingan kerja.

b. Imbalan Ekstrinsik

Sebagian besar dikendalikan dan dibagikan secara langsung oleh

orang lain untuk mempengaruhi prilaku dan kinerja anggotanya,

meliputi: gaji, tunjangan karyawan, pujian, pengakuan formal,

promosi, hubungan sosial, lingkungan kerja, dan pembayaran intensif.

Seorang perawat yang memiliki gaji yang tinggi akan memiliki

kepuasan kerja yang tinggi pula. Kepuasan kerja yang tinggi dapat

mendorong perawat untuk memberikan pelayanan yang prima kepada

pasien.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan rumah sakit dalam meningkatkan

kinerja perawat yaitu dengan pemberian penghargaan baik dalam bentuk

barang maupun gaji tambahan. Pemberian penghargaan ini merupakan

salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas dan kinerja perawat dalam

memenuhi kebutuhan perawat. Dengan adanya penghargaan ini maka

perawat akan bekerja sesuai dengan harapan rumah sakit, karena

kebutuhannya telah terpenuhi (Mandangi, Umboh, dan Rattu, 2015)


Pemberian pendapatan atau gaji yang sesuai kebutuhan adalah hal yang

penting karena pendapatan merupakan pengakuan dan penghargaan

manajemen terhadap karyawan. Pendapatan yang proporsional akan

memotivasi dan memuaskan karyawan serta sebaliknya pendapatan yang

tidak proporsional akan menimbulkan keluhan, penurunan prestasi,

kepuasan kerja dan menurunnya moral pekerja (Nugroho, 2004).

2.3.4 Desain Pekerjaan

Desain pekerjaan menguraikan cakupan, kedalaman, dan tujuan dari

setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan

pekerjaan lainnya. Tujuan pekerjaan dilaksanakan melalui analisa kerja,

para manajer menguraikan pekerjaan sesuai dengan aktivitas yang

dituntut agar membuahkan hasil. Desain pekerjaan adalah rincian tugas

dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang

mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, di mana tugas

dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan (Gibson, 1997).

Menurut Sunarto dan Sahedhy (2003, dalam Fidiyah dkk, 2015), desain

pekerjaan adalah proses penetuan tugas- tugas yang akan dilaksanakan,

metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas- tugas dan bagaimana

pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam

organisasi. Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa desain

pekerjaan adalah detail mengenai tugas yang diberikan yaitu bagaimana

tugas dikerjakan dan apa saja hasil yang diharapakan pada saat pekerjaan

tersebut selesai dilaksanakan.


Desain pekerjaan dikatakan efektif jika pihak manajemen berhasil

memadukan pekerjaan dengan tujuan organisasi, memaksimalkan

motivasi karyawan, mencapai standar kinerja dan mencocokkan keahlian

dan kemampuan karyawan dengan persyaratan pekerjaan. Karyawan

yang memahami desain pekerjaan dengan baik akan mendukung

tercapainya tugas yang produktif, efektif, dan efisien serta kepuasan

kerja karyawan pun akan meningkat (Sunyoto, 2015). Peningkatan

kepuasan kerja perawat dan tercapainya tugas yang produktif, efektif,

dan efisien dapat mendukung terlaksananya pelayanan prima di sebuah

rumah sakit.

2.3.5 Motivasi

Motivasi merupakan proses prilaku aktivitas seseorang untuk

menunjukkan pergerakan, kegembiraan dan harapan (Sitorus& Panjaitan,

2011). Menurut Daryanto dan Setyobudi (2014), motivasi merupakan

kesatuan daya, tenaga, dan kekuatan pada diri seseorang untuk

mendorong, merangsang, atau membangkitkan tenaga bagi terjadinya

tingkah laku. Triwibowo (2013) mengartikan motivasi sebagai kekuatan,

dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis

yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai

prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Ada banyak

teori yang membahas mengenai motivasi, diantaranya:

a. Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia


Menurut maslow, manusia bekerja karena adanya dorongan dari

motivasi yang mereka miliki. Manusia memiliki lima jenjang

kebutuhan yaitu:

1) Fisiologis: rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan

perumahan), seks, tidur, dan istirahat.

2) Rasa aman: menghindari bahaya dan bebas dari rasa takut dan

terancam.

3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, rasa diterima baik,

dan persahabatan

4) Penghargaan: menerima keberhasilan diri, martabat, perhatian

5) Aktualisasi diri: keinginan mengembangkan diri

Teori maslow menyebutkan bahwa kebutuhan individu akan bergerak

naik, jika suatu kebutuhan telah tercapai, maka kebutuhan yang lebih

tinggi akan menjadi kebutuhan baru yang harus dicapai. Kebutuhan

fisik dan keamanan akan dipenuhi oleh secara eksternal (upah,

kontrak kerja, dan masa kerja) sedangkan kebutuhan sosial,

penghargaan dan aktualisasi diri akan dipenuhi oleh individu itu

sendiri.

b. Teori Darvis dan Newstrom (1996, dalam Daryanto dan Setyobudi,

2013) membagi motivasi menjadi empat pola, yaitu: motivasi

berprestasi: merupakan dorongan untuk mengatasi tantangan,

dorongan untuk maju, dan berkembang. Motivasi berafiliasi:

merupakan dorongan untuk berhubungan dengan orang lain secara

efektif. Motivasi berkompetensi: merupakan dorongan untuk mencapai


hasil kerja dengan kualitas tinggi. Motivasi kekuasaan: merupakan

dorongan untuk mempengaruhi orang lain dan situasi.

Keempat pola motivasi tersebut menggerakkan dan mendorong

seseorang untuk melakukan suatu aktivitas, baik secara simultan

maupun secara terpisah. Motivasi memiliki peranan penting bagi

keberhasilan suatu tujuan, melalui motivasi pelayanan prima akan

mudah diterapkan. Perawat yang menganggap pekerjaannya penting

dan berharga akan memiliki motivasi untuk memberikan pelayanan

yang maksimal kepada pasien.

c. Teori Karakteristik Pekerjaan

Teori ini dikemukakan oleh Hackman dan Oldham, mereka mengatakan

bahwa ada tiga kondisi psikologis yang berespon terhadap tugas

tersebut yaitu:

1) Ketika menjalankan tugas ini, pekerja merasakan bahwa tugas itu

sangat berarti, berharga dan berguna.

2) Pekerja merasa bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaan itu.

3) Pekerja mengetahui manfaat dari pekerjaan itu.

d. Teori Dua Faktor

Teori ini dikemukakan oleh Frederick Harzberg. Teori motivasi dua

faktor berdasarkan atas pembagian hirarki Maslow menjadi kebutuhan

atas dan bawah. Menurut Harzberg hanya kondisi pemenuhan tingkat

atas yang akan meningkatkan motivasi kerja, sedangkan pemenuhan

tingkat bawah melalui kerja adalah cara utama untuk mempertahankan


karyawan agar tetap berada pada organisasi tersebut bukan untuk

mempengaruhi motivasi kerjanya. Kondisi kerja yang memungkinkan

orang memenuhi kebutuhan tingkat atas dinamakan faktor motivator

dan untuk memenuhi kebutuhan tingkat bawah dinamakan faktor

hygiene. Faktor motivasi akan mempengaruhi kepuasan kerja dan akan

berdampak pada peningkatan motivasi kerja yang tinggi sedangkan

faktor hygiene hanya mempengaruhi rasa ketidakpuasan terhadap

pekerjaan. Untuk meningkatkan motivasi, manajer harus

menghilangkan ketidakpuasan dan memberikan peluang untuk

pencapaian prestasi, peningkatan, dan tanggung jawab (Sitorus dan

Panjaitan, 2011). Adapun pembagian dari kedua faktor tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Faktor pemuas kerja (Faktor Motivator)

Berasal dari kondisi intrinsik pekerjaan yaitu prestasi, promosi dan

kenaikan pangkat, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, penghargaan,

tanggung jawab, keberhasilan dalam bekerja, dan kemungkinan

berkembang. Menurut Gibson (1997, dalam Noermijati, 2008)

kondisi intrinsik akan membentuk tingkat motivasi dan kepuasan

kerja yang tinggi, namun jika kondisi ini tidak ada, kondisi tersebut

tidak memunculkan ketidakpuasan.

2) Faktor ketidakpuasan kerja (Faktor Hygienis)

Berasal dari kondisi ekstrinsik pekerjaan yang terdiri dari gaji,

kondisi kerja, jaminan pekerjaan, prosedur perusahaan, kebijakan


perusahaan, kualitas supervisi, hubungan dengan supervisor,

hubungan dengan rekan sejawat, hubungan dengan bawahan serta

status. Menurut Gibson (1997, dalam Noermijati, 2008) jika

kondisi ekstrinsik ini tidak ada maka akan menyebabkan

ketidakpuasan para pegawai, namun hal hal tersebut tidak

membentuk motivasi yang kuat.

2.4 Kerangka Teori

Skema 2. 1
Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi perilaku dan kinerja perawat dalam penerapan pelayanan prima :
Variabel Individu
Kemampuan dan Keterampilan
Latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman)
Demografis (umur dan etnis)
Variabel Organisasi aSumber daya
bKepemimpinan cImbalan
Struktur Perilaku Individu (Apa yang dikerjakan)
Desain pekerjaan fSupervisi Kinerja
gKontrol
3Variabel psikologis aSikap (Hasil yang diharapkan)
bKepribadian cBelajar
Motivasi
Persepsi

(Gibson, Ivancevich, &Donally, 1987, dalam Kurniadi 2013)


BAB 3

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep- konsep yang

ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep ini menjelaskan hubungan atau

keterkaitan antara variabel – variabel dalam penelitian.

Variabel penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel Independent dan

variabel Dependent. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah faktor

supervisi, imbalan, desain pekerjaan, dan motivasi. Variabel dependent dalam

penelitian ini adalah penerapan pelayanan prima. Kerangka konsep dalam

penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut ini:

Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent

1. Supervisi
2. Imbalan Penerapan
3. Desain pekerjaan Pelayanan
4. Motivasi Prima
3.2 Hipotesis

Dari kerangka konsep penelitian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut :

3.2.1 Ada hubungan antara supervisi dengan penerapan pelayanan prima di

Rumah Sakit X

3.2.2 Ada hubungan antara imbalan dengan penerapan pelayanan prima di

Rumah Sakit X

3.2.3 Ada hubungan antara desain pekerjaan dengan penerapan pelayanan

prima di Rumah Sakit X

3.2.4 Ada hubungan antara motivasi dengan penerapan pelayanan prima di

Rumah Sakit X
3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

NO Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel
Dependent
1 Pelayanan Prima Kegiatan yang Kuesioner, 1 Baik jika Ordinal
dilakukan perawat diukur dengan ≥ nilai
sesuai atau bahkan menggunakan mean
melebihi harapan skala likert: 2 Kurang
pelanggan baik jika
Pernyataan <nilai
positif: mean
4 = Selalu
3 = Sering
2 = Kadang-
kadang
1 = Tidak
pernah

Pernyataan
negatif:
4 = Tidak pernah
3 = Kadang-
kadang
2 = Sering
1 = Selalu

Variabel
Independent
2 Supervisi Persepsi perawat Kuesioner, 1. Baik, jika Ordinal
terhadap diukur dengan nilai ≥ nilai
pengawasan dan menggunakan mean
bimbingan yang skala likert: 2. Kurang
dilakukan oleh baik, jika
manajemen Pernyataan nilai <nilai
terhadap penerapan positif: mean
pelayanan prima 4 = Selalu
3 = Sering
2 = Kadang-
kadang
1 = Tidak
pernah

Pernyataan
negatif:
4 = Tidak pernah
3 = Kadang-
kadang
2 = Sering
1 = Selalu

3 Imbalan Persepsi perawat Kuesioner, 1. Sesuai, jika Ordinal


terhadap imbalan diukur dengan nilai ≥ nilai
yang didapatkan menggunakan mean
oleh perawat setelah skala likert 2. Tidak
melakukan
Pernyataan Sesuai, jika
pekerjaan meliputi
positif: nilai < nilai
gaji, jasa medis dan
4 = Sangat setuju mean
tunjangan
3 = Setuju
2 = Tidak setuju
1 = Sangat tidak
setuju

Pernyataan
negatif:
4 = Sangat tidak
setuju
3 = Tidak Setuju
2 = Setuju
1 = Sangat
setuju

4 Desain Pekerjaan Persepsi perawat Kuesioner, 1. Baik, jika Ordinal


terhadap rincian diukur dengan nilai ≥ nilai
uraian pelaksanaan menggunakan mean
tugas yang skala likert 2. Kurang
diberikan oleh baik, jika
manajemen Pernyataan nilai < nilai
positif: mean
4 = Sangat setuju
3 = Setuju
2 = Tidak setuju
1 = Sangat tidak
setuju

Pernyataan
negatif:
4 = Sangat tidak
setuju
3 = Tidak Setuju
2 = Setuju
1 = Sangat setuju

5 Motivasi Persepsi perawat Kuesioner, 1. Tinggi, jika Ordinal


terhadap suatu diukur dengan nilai ≥ nilai
keinginan yang menggunakan mean
mendorong perawat skala likert 2. Rendah,
untuk melakukan jika nilai
pekerjaan Pernyataan <nilai mean
positif:
4 = Sangat setuju
3 = Setuju
2 = Tidak setuju
1 = Sangat tidak
setuju

Pernyataan
negatif:
4 = Sangat tidak
setuju
3 = Tidak Setuju
2 = Setuju
1 = Sangat setuju
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional, di mana pada variabel dependent dan variabel independent

dilakukan pengukuran sekaligus dalam waktu bersamaan (Hidayat, 2007).

4.2 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan sekelompok subjek dengan karakteristik tertentu

(Sastroasmoro & Ismael, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit X yang berjumlah 66

orang. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2007). Sampel pada

penelitian ini berjumlah 57 orang yang didapat dengan menggunakan rumus :

N
n=
1 + N (d2)

66
n=
1 + 66 (0,052)

n= 57 orang

Keterangan:
n : Jumlah sampel
N: Jumlah populasi
d : Tingkat kesalahan yang dipilih (0,05)
Sampel dalam penelitian ini diambil dari setiap ruangan dengan menggunakan

Proportional Random Sampling. Teknik Proportional Random Sampling yaitu

suatu teknik pengambilan sampel secara acak dengan jumlah yang

proporsional untuk setiap sub populasi sesuai dengan ukuran populasinya.

Adapun rumus pengambilan sampel menurut Prasetyo & Jannah (2005) pada

setiap ruang rawat inap adalah:

Populasi
Sampel = X Total Sampel
Total
Populasi

Penyebaran sampel dan gambaran populasi berdasarkan strata yang telah

ditetapkan untuk sampel yang tertera pada tabel dibawah ini. Penetapan

responden yang akan dijadikan obyek penelitian dilakukan dengan cara

pengundian.

Tabel 4.1
Jumlah Sampel Penelitian di Rumah Sakit X Tahun 2016

No Rawat Inap Populasi Sampel

1 Ruang A 8 8/66 x 57 = 8
2 Ruang B 13 13/66 x 57 = 11
3 Ruang C 13 13/66 x 57 = 11
4 Ruang D 12 12/66 x 57 = 10
5 Ruang E 12 12/66 x 57 = 10
6 Ruang F 8 8/66 x 57 = 7
TOTAL 66 57
Adapun kriteria sampel sebagai berikut:

4.2.1 Kriteria Inklusi:

a. Bersedia menjadi responden yang dibuktikan dengan surat kesediaan

menjadi responden.

b. Perawat pelaksana yang dinas di ruang rawat inap.

4.2.2 Kriteria Eksklusi :

a. Perawat yang cuti melahirkan

Saat penelitian dilakukan terdapat 4 orang yang cuti melahirkan.

Sehingga dari 66 orang perawat, hanya sebanyak 62 orang yang dapat

diundi untuk dijadikan responden.

b. Perawat yang pindah

4.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap rumah sakit X, yaitu: rawat inap

A, rawat inap B, rawat inap C, rawat D, rawat inap E, dan ruang rawat inap F .

4.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2015– Juni 2017, sedangkan

pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 6 Mei – 9 Juni 2016.

4. 5 Etika Penelitian

4.5.1 Informed Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan


lembar persetujuan untuk menjadi responden. Adapun tujuan informed

consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya. Responden yang bersedia harus menandatangani

lembar persetujuan. Responden yang tidak bersedia, maka peneliti

menghormati hak responden (Hidayat, 2007).

4.5.2 Anonimity

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan responden penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (Hidayat, 2007).

4.5.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah- masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007).

4.6 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini terdiri dari

tiga jenis kuesioner yaitu: kuesioner karakteristik perawat (kuesioner A),

kuesioner faktor- faktor yang berhubungan dengan penerapan pelayanan prima

(kuesioner B) dan kuesioner penerapan pelayanan prima (kuesioner C).


Karakteristik perawat diproleh melalui kuesioner dalam bentuk pertanyaan

terbuka sebanyak 5 pertanyaan meliputi umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, masa kerja dan nama ruangan. Alat pengumpulan data yang

peneliti gunakan untuk mengukur gambaran faktor- faktor yang berhubungan

dengan penerapan pelayanan prima adalah kuesioner dalam bentuk skala

likert. Untuk variabel supervisi menggunakan pilihan: selalu (SL), sering

(SR), kadang- kadang (KK), dan tidak pernah (TP). Untuk pernyataan positif,

jawaban selalu diberi nilai 4, jawaban sering diberi nilai 3, jawaban kadang-

kadang diberi nilai 2, dan tidak pernah diberi nilai 1. Untuk pernyataan

negatif, jawaban selalu diberi nilai 1, jawaban sering diberi nilai 2, jawaban

kadang- kadang diberi nilai 3 dan jawaban tidak pernah diberi nilai 4.

Variabel imbalan, desain pekerjaan, dan motivasi menggunakan pilihan:

sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Untuk pernyataan positif, jawaban sangat setuju diberi nilai 4, jawaban setuju

diberi nilai 3, jawaban tidak setuju diberi nilai 2, dan sangat tidak setuju diberi

nilai 1. Untuk pernyataan negatif, jawaban sangat setuju diberi nilai 1,

jawaban setuju diberi nilai 2, jawaban tidak setuju diberi nilai 3 dan jawaban

sangat tidak setuju diberi nilai 4.

Penerapan pelayanan prima diukur dengan menggunakan pernyataan selalu

(SL), sering (SR), kadang- kadang (KK), tidak pernah (TP). Untuk pernyataan

positif, jawaban selalu diberi nilai 4, jawaban sering diberi nilai 3, jawaban

kadang- kadang diberi nilai 2, dan tidak pernah diberi nilai 1. Untuk

pernyataan negatif, jawaban selalu diberi nilai 1, jawaban sering diberi nilai 2,
jawaban kadang- kadang diberi nilai 3 dan jawaban tidak pernah diberi nilai

4.

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

Tahap persiapan dimulai dengan mengajukan surat permohonan izin dan surat

pengantar penelitian dari Program Magister Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas. Setelah mendapatkan surat pengantar

penelitian, maka peneliti menghubungi kepala bidang keperawatan untuk

meminta izin melakukan penelitian dirumah sakit X. Penelitian dilakukan

setelah uji validitas dan uji reabilitas pada alat pengumpulan data. Peneliti

melakukan koordinasi dengan kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan

Rumah Sakit X selama menyebarkan kuesioner kepada perawat pelaksana di

ruang rawat inap Rumah Sakit X.

4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji coba instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang

akurat dan objektif (Hastono, 2007). Uji instrumen mencakup pengkajian

pemahaman responden terhadap isi kalimat, mengukur reliabilitas dan

validitas kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 orang perawat di

Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang pada tanggal 19 April – 26 April 2016.

Pertimbangan pemilihan lokasi uji instrumen di RSI Ibnu Sina Padang, karena

merupakan Rumah Sakit tipe C, dan memiliki karakteristik yang hampir sama

dengan rumah sakit X.


4.8.1 Uji Validitas

Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar

adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan uji reliabilitas data.

Untuk mengetahui validitas suatu instrumen dalam hal ini kuesioner

dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar masing – masing

variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan

valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor

totalnya. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson

Product Moment, serta mengukur masing-masing item pertanyaan dengan

membandingkan r hitung dengan r tabel. Nilai r tabel pada tingkat

kemaknaan 5%. Apabila r hitung > r tabel (0,361) maka item pernyataan

tersebut valid dan sebaliknya bila r hitung <r tabel (0,361) maka

pernyataan tersebut tidak valid.

Hasil uji validitas untuk kuesioner B (faktor yang berhubungan dengan

penerapan pelayanan prima) terhadap 38 pertanyaan, didapatkan 35

pertanyaan valid (r hasil >0,361), sedangkan 3 pertanyaan tidak valid (r

hasil < 0,361). Pertanyaan yang tidak valid ini selanjutnya dihilangkan.

Hasil uji validitas kuesioner C (penerapan pelayanan prima) sebanyak 30

pertanyaan dinyatakan valid (r hasil > 0,361).

4.8.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indek yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Analisa uji reliabiitas

dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja, lalu
dibandingkan hasilnya dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi

antar jawaban pertanyaan. Program pengolahan data yang ada dikomputer

memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik

Alpha Cronbach’s, item yang sudah valid secara bersama-sama diukur

reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan Alpha

Cronbach’s dengan r tabel. Apabila Alpha Cronbach’s > r tabel maka

instrumen tersebut reliabel. Namun jika Alpha Cronbach’s < r tabel maka

instrumen tersebut tidak reliabel. Jika hasil tidak reliabel karena bahasa

atau susunan kalimat maka diperbaiki, tetapi jika isi konsep tidak reliabel

maka pertanyaan tersebut dibuang (Hastono, 2007). Berdasarkan hasil

penelitian ini seluruh pertanyaan reliabel.

4.9 Pengolahan dan Analisa Data

4.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan sebelum analisa, data diolah terlebih dahulu

untuk mengubah data menjadi informasi. Informasi yang diperoleh

digunakan untuk proses pengambilan keputusan (Hidayat, 2007).

Langkah- langkah pengolahan data menurut Hastono (2007) terdiri dari:

a. Editing

Proses editing merupakan kegiatan pengecekan ulang kelengkapan

pengisian kuesioner oleh responden. Setelah lembar kuesioner diisi dan

diserahkan kepada peneliti maka peneliti mengecek kembali kelengkapan

pengisian kuesioner tersebut. Dari 57 kuesioner yang terkumpul terdapat


7 kuesioner yang tidak lengkap maka peneliti meminta responden untuk

melengkapi.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori sehingga akan memudahkan peneliti saat

memasukkan data.

c. Processing

Pengolahan data dilakukan dengan cara memasukkan data dari kuesioner

ke program komputer, sehingga data yang terkumpul dapat dianalisa.

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan ulang data yang telah dimasukkan ke

dalam program komputer dengan tujuan untuk melihat kesalahan yang

terjadi selama pengolahan data.

4.9.2 Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk melihat gambaran setiap variabel yang

diteliti. Bentuk penyajian data menggunakan tabel distribusi frekuensi

dan persentase. Dari data yang terkumpul dilakukan analisis.


b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara

variabel dependent dan independent (Hastono, 2007). Pada penelitian ini

uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Squre. Nilai p ≤ 0,05 maka

dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara variabel

dependent dan independent. Nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak

ada hubungan yang signifikan antara variabel dependent dan independent.

c. Analisa Multivariat

Analisis multivariat merupakan teknik analisis peluasan atau

pengembangan dari analisis bivariat. Analisis bivariat hanya melihat

hubungan antar dua variabel, sedangkan analisis multivariat dapat

digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel (lebih dari satu

variabel) independent dengan satu atau beberapa variabel dependent

(biasanya satu variabel dependent).

Hasil analisis multivariat juga dapat memberikan gambaran kepada

peneliti terkait variabel independent yang paling berpengaruh terhadap

variabel dependent, variabel lain yang mempengaruhi hubungan antara

variabel independent dan dependent, serta bentuk hubungan antara

variabel independent dengan dependent apakah berhubungan langsung

atau tidak.

Prosedur pengujian tergantung kepada jenis data yang akan diuji, jika

data pada variabel dependent numerik maka analisis multivariat yang

digunakan adalah analisis regresi linier dan jika datanya kategorik analisis
multivariat yang digunakan adalah analisis regresi logistik ganda

(Hastono, 2007). Pada penelitian ini, jenis data variabel dependent adalah

kategorik, sehingga uji analisis yang digunakan adalah analisis regresi

logistik ganda.
BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini membahas hasil penelitian tentang analisis faktor- faktor yang

berhubungan dengan penerapan pelayanan prima oleh 57 orang perawat di ruang

rawat inap Rumah Sakit X di kota Padang. Adapun hasil penelitian yang diperoleh

adalah sebagai berikut:

5.1 Distribusi Frekuensi Penerapan Pelayanan Prima

Penerapan pelayanan prima oleh perawat di ruang rawat inap dapat dilihat

pada tabel 5.1:

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Penerapan Pelayanan Prima
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Tahun 2016 (n= 57)

Variabel Kategori f %

Kurang Baik 26 45,6


Pelayanan Prima
Baik 31 54,4

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui distribusi frekuensi penerapan

pelayanan prima di ruang rawat inap Rumah Sakit X pada tahun 2016, dari 57

responden sebanyak 31 orang (54,4 %) menerapkan pelayanan prima dengan

baik saat melayani pasien.

5.2 Distribusi Frekuensi Supervisi

Persepsi perawat terhadap supervisi yang dilakukan oleh pimpinan dapat

dilihat pada tabel 5.2 sebagai berikut:


Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X
Tahun 2016 (n= 57)

Variabel Kategori f %
Kurang Baik 25 43,9
Supervis
i Baik 32 56,1

Tabel 5.2 menjelaskan mengenai distribusi frekuensi supervisi di ruang rawat

inap Rumah Sakit X, berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa

sebagian besar perawat pelaksana menilai supervisi yang dilakukan oleh

manajemen di ruang rawat inap Rumah Sakit X dengan kategori baik yaitu

sebanyak 56,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa supervisi yang dilaksanakan di

ruang rawat inap Rumah Sakit X sudah baik.

5.3 Distribusi Frekuensi Imbalan

Persepsi perawat terhadap imbalan yang diterima dapat dilihat pada tabel 5.3

sebagai berikut:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Imbalan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X
Tahun 2016 (n= 57)

Variabel Kategori f %
Tidak Sesuai 20 35,1
Imbalan
Sesuai 37 64,9

Tabel 5.3 di atas menunjukkan distribusi frekuensi imbalan di ruang rawat

inap Rumah sakit X tahun 2016. Dari 57 responden, sebanyak 37 responden

(64,9 %) menyatakan imbalan yang diberikan manajemen rumah sakit sudah

sesuai.
5.4 Distribusi Frekuensi Desain pekerjaan

Persepsi perawat terhadap desain pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.4

sebagai berikut:

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Desain Pekerjaan di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit X Tahun 2016 (n= 57)

Variabel Kategori f %
Kurang Baik 26 45,6
Desain Pekerjaan
Baik 31 54,4

Berdasarkan tabel 5. 4 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh responden

menyatakan desain pekerjaan di ruang rawat inap Rumah Sakit X baik yaitu

sebanyak 31 responden (54, 4 %).

5.5 Distribusi Frekuensi Motivasi

Motivasi perawat di ruang rawat inap dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai

berikut:

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Motivasi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X
Tahun 2016 (n= 57)

Variabel Kategori f %
Rendah 22 38,6
Motivas
i Tinggi 35 61,4

Tabel 5.5 menjelaskan distribusi frekuensi motivasi di ruang rawat inap

Rumah Sakit X dengan responden sebesar 57 orang, berdasarkan tabel

tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 35 responden (61,4 %) memiliki

motivasi yang tinggi.


5.6 Hubungan Supervisi dengan Penerapan Pelayanan Prima

Hubungan supervisi dengan penerapan pelayanan prima di ruang rawat inap

rumah sakit X dapat dilihat pada tabel 5.6 sebagai berikut:

Tabel 5.6
Hubungan Supervisi dengan Penerapan Pelayanan Prima di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit X Tahun 2016 (n = 57)
Pelayanan Prima
Total
Supervis OR
Kurang Baik p value
i
baik n(95 % CI)
% n % n %
Kurang 17 68,0 8 32,0 25 100
Baik
5,4 0,006
1,7- 16,9
Baik 9 28,1 23 71,9 32 100

Jumlah 26 45,6 31 54,4 57 100

Tabel 5.6 menyajikan hasil analisis hubungan supervisi dengan penerapan

pelayanan prima di ruang rawat inap Rumah Sakit X, dapat diketahui bahwa

dari 31 responden yang melaksanakan pelayanan prima dengan baik,

proporsinya lebih besar dari responden yang mempersepsikan supervisi yang

dilaksanakan atasannya baik (71,9 %) dibandingkan dengan yang

mempersepsikan supervisi yang dilaksanakan atasannya kurang baik (32 %).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,006 (< 0,05) sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara supervisi dengan penerapan

pelayanan prima. Hasil analisis juga menunjukkan nilai odds ratio (OR)

sebesar 5,4 yang artinya perawat yang mempersepsikan supervisi yang

dilakukan manajemen baik memiliki peluang 5,4 kali untuk menerapkan


pelayanan prima dengan baik dibandingkan perawat yang mempersepsikan

supervisi yang dilakukan manajemen kurang baik.

5.7 Hubungan Imbalan dengan Penerapan Pelayanan Prima

Hubungan imbalan dengan penerapan pelayanan prima di ruang rawat inap

Rumah Sakit X dapat dilihat pada tabel 5.7 sebagai berikut:

Tabel 5.7
Hubungan Imbalan dengan Penerapan Pelayanan Prima di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit X Tahun 2016 (n= 57)
Pelayanan Prima
Total
Imbalan Kurang Baik OR p
baik n (95 % CI) value
% n % n %
Tidak 14 70,0 6 30,0 20 100
Sesuai
4,9 0,015
1,49- 15,79
Sesuai 12 32,4 25 67,6 37 100

Jumlah 26 45,6 31 54,4 57 100

Tabel 5.7 menyajikan hasil analisis hubungan imbalan dengan penerapan

pelayanan prima di ruang rawat inap Rumah Sakit X, dapat diketahui bahwa

dari 31 responden yang melaksanakan pelayanan prima dengan baik,

proporsinya lebih besar dari responden yang menyatakan bahwa imbalan yang

diterima sesuai (67,6 %) dibandingkan dengan responden yang menyatakan

imbalan tidak sesuai (30 %).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,015 (< 0,05) sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara imbalan dengan penerapan pelayanan prima.


Nilai Odds ratio pada hasil uji analisis menunjukkan OR = 4,9 yang artinya

perawat yang menyatakan imbalan yang diterima sesuai memiliki peluang 4,9

kali untuk menerapkan pelayanan prima dengan baik dibandingkan dengan

perawat yang menyatakan imbalan yang diterima tidak sesuai.

5.8 Hubungan Desain Pekerjaan dengan Penerapan Pelayanan Prima

Hubungan desain pekerjaan dengan penerapan pelayanan prima di ruang rawat

inap Rumah Sakit X dapat dilihat pada tabel 5.8 sebagai berikut:

Tabel 5.8
Hubungan Desain Pekerjaan dengan Penerapan Pelayanan Prima di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Tahun 2016 (n= 57)

Desain
Pelayanan Prima
Total
pekerjaan
Kurang Baik OR p
baik n(95 % CI) value
% n % n %
Kurang 17 65,4 9 34,6 26 100
Baik
4,6 0,013
1,5- 14,15
Baik 9 29,0 22 71,0 31 100

Jumlah 26 45,6 31 54,4 57 100

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui hubungan desain pekerjaan dengan

penerapan pelayanan prima di ruang rawat rawat inap Rumah Sakit X, dari 31

responden yang melaksanakan pelayanan prima dengan baik, proporsinya

lebih besar dari responden yang menyatakan desain pekerjaan baik (71 %)

dibandingkan yang menyatakan desain pekerjaan kurang baik (34,6 %).


Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0,013 (< 0,05) sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara desain pekerjaan dengan penerapan

pelayanan prima. Nilai Odds ratio (OR) pada hasil analisis adalah sebesar 4, 6

yang berarti perawat yang mempersepsikan desain pekerjaan baik memiliki

peluang sebesar 4,6 kali memberikan pelayanan prima dibandingkan perawat

yang mempersepsikan desain pekerjaan kurang baik.

5.9 Hubungan Motivasi dengan Penerapan Pelayanan Prima

Hubungan motivasi dengan penerapan pelayanan prima di ruang rawat inap

Rumah Sakit X dapat dilihat pada tabel 5.9 sebagai berikut:

Tabel 5.9
Hubungan Motivasi dengan Penerapan Pelayanan Prima di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit X Tahun 2016 (n = 57)
Pelayanan Prima
Total
OR
Motivasi Kurang Baik p value
baik (95 % CI)
n % n % n %
Rendah 18 81,8 4 18,2 22 100
15,2 0,000
Tinggi 8 22,9 27 77,1 35 100 3,97- 58,01

Jumlah 26 45,6 31 54,4 57 100

Tabel 5.9 menyajikan hasil analisis hubungan motivasi dengan penerapan

pelayanan prima di ruang rawat inap Rumah Sakit X, dapat diketahui bahwa

dari 31 responden yang melaksanakan pelayanan prima dengan baik,

proporsinya lebih besar dari responden yang memiliki motivasi yang tinggi

(77,1 %) dibandingkan responden yang memiliki motivasi rendah (18,2 %).


Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (< 0,05) sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara motivasi dengan penerapan pelayanan

prima. Nilai Odds ratio pada hasil uji analisis menunjukkan OR = 15,2 yang

artinya perawat memiliki motivasi tinggi memiliki peluang 15,2 kali untuk

menerapkan pelayanan prima dengan baik dibandingkan dengan perawat yang

memiliki motivasi yang rendah.

5.10 Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Penerapan


Pelayanan Prima

5.10.1 Seleksi Bivariat

Masing- masing variabel independen (supervisi, imbalan, desain

pekerjaan, motivasi) dilakukan analisis bivariat dengan variabel

dependen (pelayanan prima) maka didapatkan hasil:

Tabel 5.10
Hasil Seleksi Bivariat

Variabel p value
Supervisi
.004
Imbalan
.115
Desain pekerjaan
.007
Motivasi
.000

Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis bivariat menunjukan bahwa semua

variabel menghasilkan nilai p < 0,25, sehingga seluruh variabel akan

dimasukkan ke dalam pemodelan multivariat.


5.10.2 Pemodelan Multivariat

Setelah dilakukan seleksi bivariat maka selanjutnya dilakukan analisis

multivariat dengan tahapan sebagai berikut:

Tabel 5.11
Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap Pertama (n= 57)

Variabel B p value
Supervisi 1,557 0,038
Imbalan 1,266 0,164
Desain pekerjaan -0,504 0,609
Motivasi 2,329 0,004

Pada tabel 5.11 dapat terlihat bahwa dari keempat variabel yang

memiliki nilai p > 0,05 adalah variabel desain pekerjaan sehingga pada

tahap ke dua variabel desain pekerjaan dikeluarkan dari pemodelan

dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.12
Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap ke dua (n= 57)

Variabel B p value
Supervisi 1.427 .041
Imbalan .993 .179
Motivasi 2.180 .003

Pada tabel 5.12 dapat terlihat bahwa dari ke tiga variabel, variabel yang

memiliki nilai p > 0,05 adalah variabel imbalan, sehingga variabel

imbalan dikeluarkan dari pemodelan dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.13
Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap Akhir (n= 57)

Variabel B p value OR
Supervisi 1.376 .043 3.960
Motivasi 2.526 .000 12.499
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa dari keseluruhan proses

analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari 4 variabel

independent yang diduga berpengaruh pada penerapan pelayanan prima

hanya 2 yang secara signifikan yaitu variabel supervisi (nilai p 0,043)

dan variabel motivasi (nilai p 0,000).

Untuk menetapkan variabel yang paling berpengaruh dalam penerapan

pelayanan prima dapat dilihat dari nilai Odds Rasio (OR) yang terbesar.

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai OR terbesar adalah pada

variabel motivasi dengan OR 12,5. Dapat disimpulkan bahwa faktor

motivasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

penerapan pelayanan prima di ruang rawat inap Rumah Sakit X.


BA B VI

PEMBAHASA

6.1 Pembahasan Penelitian

6.1.1 Penerapan Pelayanan Prima

Pelayanan prima yang diberikan rumah sakit kepada pasien dipengaruhi

oleh kinerja dan proses pelayanan yang diberikan oleh karyawan rumah

sakit tersebut (Aziz, Y.A dan Wahidin, K, 2010). Perawat merupakan

jumlah karyawan terbanyak dan yang paling sering berinteraksi dengan

pasien.

Hasil analisa univariat didapatkan bahwa lebih dari separuh perawat di

ruang rawat inap Rumah Sakit X (54,4 %) memberikan pelayanan

prima dengan baik. Keberhasilan dalam mengembangkan dan

melaksanakan pelayanan prima tidak terlepas dari kemampuan perawat

dalam menyelaraskan faktor- faktor sikap (attitude), perhatian

(attention), tindakan (action), kemampuan (ability), penampilan

(appearance), dan tanggung jawab (accountability) (Barata, 2003,

dalam Nadzaria, 2014).

Perawat di Rumah Sakit X mampu menyelaraskan antara faktor sikap,

perhatian, tindakan, kemampuan, penampilan, dan tanggung jawab. Hal

ini terlihat dari 97 % perawat di Rumah Sakit X bersikap tidak pernah

memandang status sosial pasien pada saat akan memberikan tindakan

kepada pasien sehingga seluruh pasien mendapatkan perlakukan yang

sama dalam menerima pelayanan yang diberikan oleh perawat. Selain


itu, sebanyak 92,1 % perawat juga memiliki perhatian yang baik kepada

pasien dengan menyapa dan menanyakan kondisi pasien, 92 % perawat

menjaga keamanan status pasien, dan 94 % perawat senantiasa berhati-

hati saat melakukan tindakan kepada pasien.

Faktor penampilan dan tanggung jawab juga mempengaruhi kualitas

pelayanan prima yang diberikan oleh perawat di ruang rawat inap

Rumah Sakit X. Sebanyak 80 % perawat senantiasa memperhatikan

penampilan fisik dan 97 % menjaga kebersihan kukunya. Selain itu

perawat juga memiliki tanggung jawab tinggi yang dapat dilihat dari 57

orang perawat, 92 % di antaranya melakukan pendokumentasian segera

setelah melakukan tindakan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pongajow, Robot, dan Hamel, (2015) yang menyatakan bahwa lebih

dari separuh perawat di Rumah Sakit Umum Bethesda Gmim Tomohon

telah melaksanakan pelayanan prima dengan baik. Namun pada

penelitian ini pelaksanaan pelayanan prima dirincikan menjadi tiga

kategori penilaian penerapan pelayanan prima oleh perawat, yaitu

prilaku perawat saat akan bertemu pasien (71,7 % kategori baik), saat

akan memulai tindakan (53,3 % kategori baik), dan setelah melakukan

tindakan ( 70 % kategori baik).

Hasil penelitian ini secara umum baik, namun dilihat dari standar

akreditasi yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit X, penerapan

pelayanan prima masih jauh dari standar, adapun standar penerapan


pelayanan prima yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit X adalah

sebesar 85 %. Penerapan pelayanan prima yang kurang baik oleh

perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X sebesar 45,6 %. Faktor

penampilan di Rumah Sakit X merupakan faktor yang penerapannya

paling rendah dibandingkan dengan lima faktor pelayanan prima

lainnya yaitu sebesar 78,75 %, diikuti oleh faktor perhatian (81,2 %),

faktor sikap (82,5 %), tanggung jawab (83,3 %), tindakan (83,5 %), dan

kemampuan (86,8 %).

Penerapan pelayanan prima yang masih kurang ini jika tidak

ditindaklanjuti maka dapat berakibat kepada penurunan kualitas mutu

pelayanan rumah sakit yang nantinya akan berdampak pada penurunan

kepuasan dan loyalitas pasien. Berkurangnya loyalitas pasien terhadap

rumah sakit secara langsung juga berakibat pada berkurangnya jumlah

kunjungan pasien ke rumah sakit tersebut (Anjarni, 2009, dalam Sitorus

dan Panjaitan, 2011).

Berdasarkan hasil kuesioner faktor penampilan, sebanyak 32 % perawat

berjalan terburu- buru saat menemui pasiennya dan sebanyak 30 %

perawat kurang memiliki rasa percaya diri. Penampilan seseorang

merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi

interpersonal. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat

menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik

perawat dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau

asuhan keperawatan yang diterima, karena setiap pasien mempunyai

citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun


penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat

tetapi akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya pasien

jika perawat tidak memenuhi citra pasien (Nasution, 2010).

Menurut analisa peneliti, perawat yang memiliki percaya diri yang

rendah akan menurunkan kepercayaan pasien terhadap tindakan yang

akan dilakukan perawat kepadanya. Hal ini akan berdampak kepada

ketidakkooperatifan pasien saat dilakukan tindakan sehingga perawat

akan kesulitan melakukan intervensi keperawatan kepada pasien.

Mengingat pentingnya penampilan dalam meningkatkan kepercayaan

pasien kepada perawat, maka disarankan kepada Rumah Sakit X

melakukan pelatihan untuk meningkatkan penampilan perawat seperti

kelas kepribadian atau kelas kecantikan.

Dilihat dari faktor sikap, penjelasan yang diberikan perawat kepada

pasien terkait tindakan- tindakan yang akan dilakukan masih kurang,

hanya sebanyak 63 % perawat yang memberikan penjelasan kepada

pasien. Undang- Undang Keperawatan (2014) pasal 37 point a

menjelaskan bahwa dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat

berkewajiban memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas,

dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada pasien

atau keluarga sesuai dengan batas kewenangannya.

Penjelasan yang kurang saat melakukan tindakan kepada pasien dapat

mengurangi kualitas layanan yang diberikan oleh perawat, karena

pasien menginginkan perawat yang memiliki daya tanggap. Menurut


Nursalam (2014): Pelayanan daya tanggap dikatakan berhasil jika

perawat di suatu rumah sakit mampu memberikan penjelasan dengan

bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan, dan membujuk.

Selain kurang dalam memberikan penjelasan kepada pasien, perawat di

Rumah Sakit X juga kurang memiliki empati terhadap kondisi pasien,

sebanyak 31 % perawat membiarkan pasiennya terlihat sedih dengan

kondisinya. Pelayanan akan berjalan lancar dan berkualitas jika perawat

mampu memiliki rasa empati terhadap pasien yang dilayani dengan

dengan penuh perhatian, keseriusan, pengertian, dan adanya

keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi oleh

pasiennya. Perhatian yang diberikan oleh perawat kepada pasien akan

membuat pasien merasa aman walaupun dalam keadaan sakit

(Nursalam, 2013, Brata, 2003, dalam Nadzaria, 2014).

Sebanyak 37 % perawat tidak mencatat permintaaan pasien di buku

saku yang dimilikinya. Hal ini dapat berakibat lupanya perawat untuk

memenuhi kebutuhan pasien dan pada akhirnya akan menimbulkan

ketidakpuasan kepada pasien. Seorang perawat yang bertanggung jawab

memiliki sikap kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan

kerugian atau ketidaknyamanan pasien (Nadzaria, 2014).

Salah satu contoh bentuk tanggung jawab perawat adalah dalam bentuk

pemenuhan permintaan pasien, hal ini akan meningkatkan rasa percaya

pasien dan profesi lain kepadanya. Pasien dan profesi lain meyakini

bahwa perawat yang memiliki tanggung jawab akan memberikan


tindakan sesuai dengan panduan etik profesi dan standar profesional

yang berlaku di rumah sakit tersebut (ANA, 1985, dalam Potter dan

Perry, 2005).

Sebanyak 37 % perawat menemui pasien kelolaannya hanya 2 kali yaitu

saat masuk dan pulang saja (37 %). Potter dan Perry (2005) membagi

proses keperawatan menjadi 5 langkah yaitu pengkajian, penegakan

diagnosa keperawatan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Setiap

langkah proses keperawatan penting untuk pemecahan masalah yang

akurat dan dengan erat saling berhubungan satu sama lain. Berdasarkan

proses keperawatan tersebut dapat diketahui bahwa minimal perawat ke

ruang pasien sebanyak 3 kali yaitu pada saat pengkajian, implementasi,

dan evaluasi.

Menurut analisa peneliti, semakin sering perawat menemui pasien

kelolaannya maka semakin dekat hubungan perawat dengan pasien,

sehingga perawat mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan

lengkap. Data pengkajian yang lengkap akan membantu perawat

merumuskan diagnosa keperawatan secara akurat, selain itu intervensi

yang diberikanpun sesuai dengan masalah keperawatan yang dirasakan

pasien. Hal ini dapat meningkatkan kepuasan pasien kepada perawat.

Penerapan pelayanan prima dapat ditingkatkan melalui pelatihan

pelayanan prima. Menurut Hadjam (2001) terdapat perbedaan kualitas

pelayanan prima yang signifikan pada perawat antara sebelum dan

sesudah mendapatkan pelatihan pelayanan prima. Seluruh keterampilan


yang diberikan saat pelatihan membuat perawat mampu menjalin

hubungan emosional dengan pasien yang memerlukan kehangatan,

ketulusan, dan empati, serta penerimaan secara positif tanpa syarat.

Materi pengenalan diri yang diberikan saat pelatihan membuat perawat

dapat mengetahui kelebihan dan kelemahannya, sehingga mereka

berusaha untuk mengoptimalkan kelebihannya dan mengatasi

kelemahannya. Materi empati yang diberikan mampu meningkatkan

keterampilan perawat untuk memahami dan merasakan apa yang

dirasakan pasien sehingga perawat berusaha menolong dan memberikan

pelayanan pada pasien dengan sebaik- baiknya. Keterampilan

komunikasi terapeutik yang diberikan saat pelatihan membuat perawat

mampu berhubungan dengan pasien secara hangat dan tulus (Hadjam,

2001).

6.1.2 Penerapan Supervisi

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh perawat di ruang rawat

inap Rumah Sakit X (56,1 %) mempersepsikan supervisi yang

dilakukan oleh atasannya baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner

di mana sebanyak 85 % perawat menyatakan bahwa supervisor

memiliki kemampuan dalam memberikan rencana tindak lanjut dari

kegiatan supervisi yang telah dilaksanakan, adapun tujuan dari rencana

tindak lanjut pasca supervisi ini adalah untuk meningkatkan kualitas

layanan yang belum sesuai (Nursalam, 2011).


Selain memiliki kemampuan dalam memberikan rencana tindak lanjut,

supervisor juga mampu memberikan pengarahan dengan tidak tergesa-

gesa (83,77 %). Pengarahan yang efektif adalah pengarahan yang

diberikan lengkap, mudah dipahami, menggunakan kata- kata yang

tepat, dijelaskan dengan jelas dan tidak terlalu cepat, diberikan dengan

arahan yang logis, menghindari pemberian arahan yang banyak pada

satu saat, memastikan bahwa arahan yang diberikan dipahami dan

dilaksanakan atau memerlukan tindakan lanjut (Sitorus & Panjaitan,

2011).

Supervisor di ruang rawat inap Rumah Sakit X juga memiliki kemauan

dalam mendengarkan keluhan dan kesulitan perawat dalam menerapkan

pelayanan keperawatan yang prima serta senantiasa memberikan

kesempatan kepada perawat untuk mengikuti pelatihan pelayanan

prima. Supervisi yang dilakukan dengan baik akan berdampak pada

peningkatan efektivitas kerja, hal ini berhubungan dengan peningkatan

pengetahuan serta keterampilan bawahan dan keharmonisan hubungan

kerja antara atasan dan bawahan. Selain meningkatkan efektivitas kerja

supervisi yang dilaksanakan dengan baik juga dapat meningkatkan

efisiensi kerja sehingga kesalahan yang dilakukan bawahan akan

berkurang dan pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sumber daya)

yang sia- sia akan berkurang (Tribowo, 2013).

Kurang baiknya persepsi perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X

terhadap supervisi yang dilakukan supervisor dapat dilihat dari

kuesioner yaitu sebanyak 36.4 % perawat mengatakan bahwa


supervisor belum rutin dalam membuat jadwal supervisi. Keberhasilan

pelaksanaan supervisi dipengaruhi oleh faktor frekuensi dan kualitas

supervisi yang dilakukan oleh atasan (Buheli, 2010).

Nursalam (2011) mengungkapkan bahwa salah satu prinsip supervisi

adalah proses kerjasama yang demokratis antara supervisor dan perawat

pelaksana. Menurut analisa peneliti, kerja sama yang demokratis antara

supervisor dan perawat pelaksana akan dapat terwujud jika adanya

jadwal pelaksanaan supervisi yang rutin setiap bulannya. Hal ini akan

mempengaruhi kesiapan perawat yang disupervisi, dengan adanya

jadwal supervisi maka perawat pelaksana dapat mempersiapkan dirinya

untuk disupervisi oleh supervisor nantinya. Kesiapan perawat untuk

disupervisi juga mempengaruhi keoperatifan perawat selama supervisi

dan kesiapan untuk menerima bimbingan dan arahan yang diberikan

oleh supervisor.

Sebanyak 32 % perawat mengatakan bahwa supervisor kurang memiliki

kemampuan dalam memberikan pelayanan prima. Seorang supervisor

dalam menjalankan tugasnya harus memiliki kemampuan dalam

memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga staf dan

pelaksana keperawatan dapat memahami apa yang disampaikan,

memberikan saran, nasehat, dan bantuan kepada staf dan pelaksana

keperawatan, memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat

kerja kepada staf dan pelaksana keperawatan, memahami proses

kelompok (dinamika kelompok), memberikan latihan dan bimbingan

yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan, melakukan


penilaian terhadap penampilan kinerja perawat dan mampu

mengadakan pengawasan sehingga asuhan keperawatan yang diberikan

lebih baik.

Selain belum rutinnya supervisor dalam membuat jadwal supervisi dan

kurangnya kemampuan supervisor dalam memberikan pelayaan prima

kepada pasien, sebanyak 39,9 % perawat menyatakan bahwa

pengawasan yang dilakukan oleh supervisor belum maksimal dan 32 %

perawat menyatakan bahwa pendokumentasian hasil supervisi yang

dilakukan oleh supervisor belum sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Menurut analisa peneliti, pendokumentasian hasil supervisi yang tepat

sangat penting dilakukan untuk mengetahui keberhasilan supervisi yang

telah dilakukan. Dengan adanya pendokumentasian yang tepat, maka

supervisor dapat mengevaluasi keefektifan supervisi yang dilakukan

dengan cara membandingkan hasil supervisi sebelumnya dengan hasil

supervisi yang dilaksanakan saat ini. Berdasarkan data tersebut

diharapkan kepada Rumah Sakit X untuk meningkatkan lagi monitoring

dan evaluasi dari bidang keperawatan terhadap pelaksanaan supervisi

sehingga dapat memaksimalkan pengawasan dan pendokumentasian

hasil supervisi oleh supervisor.

Hasil wawancara peneliti dengan pihak manajemen, mengatakan

bahwa standar prosedur operasional (SPO) pelaksanaan supervisi sudah

ada namun belum disosialisasikan kepada seluruh supervisor, sehingga

cara pelaksanaan supervisi yang dilakukan antara supervisor yang satu


dengan yang lainnya belum sama. Diharapkan ke depannya SPO yang

sudah ada dapat disosialisasikan, sehingga terdapat keseragaman

pelaksanaan supervisi di ruang rawat inap Rumah Sakit X.

Pelatihan supervisi bagi supervisor juga dapat dilaksanakan untuk

meningkatakan kemampuan supervisor dalam melakukan supervisi.

Menurut bagian diklat Rumah Sakit X pelatihan supervisi untuk

supervisor belum pernah dilaksanakan. Penelitian yang dilakukan oleh

Mua (2011) menyatakan bahwa ada peningkatan yang signifikan pada

supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana

sesudah mendapat pelatihan dan dibimbing supervisi klinik (p value =

0,000, α = 0.05). Peningkatan supervisi klinik kepala ruangan didukung

dengan pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang meningkat

setelah pelatihan.

6.1.3 Imbalan

Hasil analisis univariat dari 37 perawat (64,9 %) menyatakan bahwa

imbalan yang diberikan manajemen rumah sakit sudah sesuai, adapun

imbalan yang diterima perawat berupa gaji yang diberikan tepat waktu

setiap bulannya, selain itu pimpinan memberikan penghargaan kepada

perawat yang memberikan pelayanan prima kepada pasien.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan rumah sakit dalam

meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan pemberian penghargaan

baik dalam bentuk barang maupun gaji tambahan. Pemberian

penghargaan ini merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan


kualitas dan kinerja perawat dalam memenuhi kebutuhan perawat.

Dengan adanya penghargaan ini maka perawat akan bekerja sesuai

dengan harapan rumah sakit, karena kebutuhannya telah terpenuhi

(Mandangi, Umboh, dan Rattu, 2015).

Hasil penelitian menyatakan bahwa sebanyak 35,1 % mempersepsikan

imbalan yang diberikan tidak sesuai, menurut 45 % perawat selain

menerima gaji bulanan, perawat tidak menerima pembayaran terhadap

pelayanan berkualitas yang telah diberikan kepada pasien.

Sebanyak 44 % menyatakan bahwa sistem pembagian intensif yang ada

saat ini belum sesuai dengan profesi. Diharapkan kedepannya Rumah

Sakit X dapat merencanakan pembayaran tambahan terhadap pelayanan

berkualitas yang diberikan kepada pasien.

6.1.4 Desain Pekerjaan

Analisa Univariat diketahui bahwa lebih dari separuh responden (54,4

%) menyatakan desain pekerjaan di ruang rawat inap Rumah Sakit X

baik, hal ini dapat dilihat dari ketersediaannya fasilitas yang memadai,

perawat mengetahui manfaat pelayanan prima yang diberikan kepada

pasien, serta pihak manajemen telah menyediakan SPO penerapan

pelayanan prima, namun sebanyak 35 % perawat menyatakan bahwa

SPO pelayanan prima belum disosialisasikan secara optimal kepada

seluruh perawat. Selain itu, lebih dari separuh perawat (65 %)

menyatakan bahwa SPO tindakan keperawatan yang ada saat ini perlu

direvisi mengingat SPO telah lebih dari 3 tahun.


SPO yang disusun dan dilaksanakan dengan baik akan menuntun

perawat untuk memberikan pelayanan prima kepada pasien. SPO

merupakan standar kegiatan yang harus dilakukan secara berurutan

untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan apabila ditaati akan

berdampak pada kelancaran koordinasi, tidak terjadi tumpang tindih

atau duplikasi, terbinanya hubungan kerja yang serasi, kejelasan

wewenang dan tanggung jawab setiap pegawai. SPO yang baik adalah

SPO yang memiliki kriteria efektif dan efisien, sistematis, konsisten,

sebagai standar kerja, mudah dipahami, lengkap, tertulis dan terbuka

untuk berubah atau fleksibel (Wibowo, 2010, dalam Nugraheni, dkk,

2013).

Rumah Sakit X menggunakan metode penugasan modular dalam

menjalankan tugasnya, sebanyak 74% perawat mengatakan bahwa

pembagian tugas yang ada saat ini memudahkan perawat untuk

memberikan pelayanan prima karena melalui metode ini masing-

masing perawat telah mengetahui uraian tugasnya. Sunyoto (2015)

mengungkapkan bahwa desain pekerjaan dikatakan efektif jika pihak

manajemen berhasil memadukan pekerjaan dengan tujuan organisasi,

memaksimalkan motivasi karyawan, mencapai standar kinerja dan

mencocokkan keahlian dan kemampuan karyawan dengan persyaratan

pekerjaan.

Uraian tugas masing- masing perawat telah disosialisasikan oleh SDM

pada saat awal masuk Rumah Sakit X, menurut peneliti hal ini berperan
penting terhadap kesiapan karyawan dalam bekerja, karena sebelum

memulai bekerja mereka telah mengetahui dan memahami uraian tugas

kerja mereka sehingga nantinya saat mereka mulai bekerja mereka

tinggal menjalankan tugas sesuai dengan uraian yang ada. Karyawan

yang memahami desain pekerjaan dengan baik akan mendukung

tercapainya tugas yang produktif, efektif, dan efisien serta kepuasan

kerja karyawan pun akan meningkat (Sunyoto, 2015).

6.1.5 Motivasi

Hasil analisa univariat menyatakan bahwa sebanyak 35 responden

(61,4%) memiliki motivasi yang tinggi sedangkan sebanyak 22

responden (38,6 %) memiliki motivasi yang rendah. Tingginya motivasi

perawat di Rumah Sakit X dapat terlihat dari banyaknya perawat (86 %)

yang bekerja secara optimal dalam memberikan pelayanan prima

kepada pasien, 93 % perawat merasa senang saat pasien puas dengan

pelayanan yang diberikannya, dan 82,02 % perawat berusaha

memperbaiki sikap dalam memberikan pelayanan demi terwujudnya

pelayanan prima. Selain itu 86 % perawat menyadari bahwa pelayanan

prima sangat penting dalam meningkatkan pendapatan rumah sakit dan

kesejahteraan karyawan rumah sakit.

Rendahnya motivasi perawat dapat dilihat dari belum optimalnya

perhatian yang diberikan pihak manajemen terhadap pencapaian hasil

kerja. Diharapkan ke depannya rumah sakit dapat memberikan

perhatian kepada perawat yang telah memberikan pelayanan prima,


seperti pemberian penghargaan kepada perawat yang memberikan

pelayanan prima melalui.

6.1.6 Hubungan Supervisi dengan Penerapan Pelayanan Prima di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit X

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

supervisi dengan penerapan pelayanan prima (p value = 0,006).

Pelayanan prima yang diberikan oleh sebuah rumah sakit kepada pasien

dipengaruhi oleh kinerja dan proses pelayanan yang diberikan oleh

karyawan rumah sakit tersebut (Aziz, Y.A dan Wahidin, K, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Buheli (2010) di RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango menyatakan

bahwa supervisi memberikan konstribusi 87,5 % terhadap kinerja

perawat. Semakin baik pelaksanaan supervisi terhadap perawat maka

semakin baik pula kinerjanya. Supervisi yang baik juga dipengaruhi

oleh frekuensi dan kualitas supervisi yang dilaksanakan.

Penelitian Langingi, dkk (2015) di instalasi rawat inap C RSUP Prof.

Dr. R.D Kandou Manado juga mengatakan bahwa terdapat hubungan

antara supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana. Hal

ini disebabkan karena kepala ruangan selalu menuntun dan

membimbing perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan. Selain

itu kepala ruangan senantiasa memberikan motivasi, pujian, dan

kesempatan bagi perawat pelaksana dalam mengemukakan pendapatnya

demi kemajuan instalasi dan tercapainya kinerja perawat.


Menurut analisa peneliti, supervisi atasan berbanding lurus dengan

pelayanan prima yang dilaksanakan oleh perawat. Perawat yang

mendapatkan supervisi yang baik dari atasannya akan melaksanakan

pelayanan prima dengan baik begitu pula sebaliknya. Keterlibatan

supervisor langsung ke pelayanan memberikan kesempatan kepada

supervisor untuk menyaksikan langsung pelayanan yang diberikan oleh

perawat, selain itu supervisor juga dapat mengetahui apakah pelayanan

yang diberikan sesuai dengan standar prosedur yang ada. Jika tidak

sesuai maka supervisor dapat memperbaiki langsung ketidaksesuaian

tersebut melalui masukan dan bimbingan kepada perawat yang

disampaikan setelah supervisi dilaksanakan. Dengan adanya supervisi

ini maka dapat membantu perawat dalam memberikan pelayanan prima

kepada pasien sesuai dengan standar prosedur yang berlaku.

6.1.7 Hubungan Imbalan dengan Penerapan Pelayanan Prima di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit X

Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p = 0,015 (< 0,05) sehingga dapat

diketahui bahwa ada hubungan antara imbalan dengan penerapan

pelayanan prima. Semakin sesuai imbalan yang diterima maka semakin

baik pula penerapan pelayanan prima oleh perawat. Menurut analisis

peneliti imbalan yang sesuai dapat memberikan kepuasan kepada

perawat sehingga dapat meningkatkan loyalitas perawat kepada rumah

sakit tempat mereka bekerja. Jika perawat telah loyal terhadap rumah

sakit, maka mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk


memberikan pelayanan terbaik bagi pasien yang datang ke rumah sakit

tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitrianasari (2013) menyatakan bahwa

kompensasi memiliki pengaruh secara langsung terhadap kinerja

karyawan. Kompensasi yang terkait dengan kesesuaian imbalan

finansial dan imbalan nonfinansial akan menjadi pendorong semakin

tingginya kinerja perawat. Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Dharmawansyah (2013) di mana

variabel kompensasi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan

kinerja perawat.

Pemberian pendapatan atau gaji yang sesuai kebutuhan adalah hal yang

penting karena pendapatan merupakan pengakuan dan penghargaan

manajemen terhadap karyawan. Pendapatan yang proporsional akan

memotivasi dan memuaskan karyawan serta sebaliknya pendapatan

yang tidak proporsional akan menimbulkan keluhan, penurunan

prestasi, kepuasan kerja dan menurunnya moral pekerja (Nugroho,

2004).

6.1.8 Hubungan Desain Pekerjaan dengan Penerapan Pelayanan Prima

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X

Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara desain

pekerjaan dengan penerapan pelayanan prima (p= 0,013). Semakin baik

desain pekerjaan yang ada maka semakin baik pula penerapan

pelayanan prima oleh perawat.


Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fidiah,

dkk (2015) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan

antara desain pekerjaan dengan kinerja karyawan PT. Nyonya Meneer

Semarang. Penelitian lain yang dilakukan Nugraheni, dkk (2013) di

Pasaraya Sriratu Pemuda Semarang mengungkapkan bahwa SPO

mempengaruhi kinerja pramuniaga dengan nilai t hitung (13,280) > t

tabel (1,9990). Semakin baik SPO yang ada maka semakin baik pula

kinerja karyawan. SPO berperan dalam memberikan acuan terkait

dengan kegiatan- kegiatan yang dijalankan dalam organisasi agar

berjalan efekif, sehingga membantu organisasi untuk mencapai

tujuannya, baik yang bersifat jangka pendek atau jangka panjang.

Menurut peneliti, desain pekerjaan merupakan rincian uraian

pelaksanaan tugas yang diberikan oleh manajemen. Perawat di Rumah

Sakit X telah mengetahui rincian uraian pelaksanaan tugas saat awal

masuk rumah sakit sehingga pada saat bekerja, mereka sudah siap

menjalankan tugasnya. Kesiapan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien berpengaruh terhadap pelayanan prima

yang diterima oleh pasien.

Metode penugasan modular yang diterapkan oleh Rumah Sakit X juga

memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penerapan pelayanan prima.

Melalui metode penugasan modular, pelayanan yang diberikan kepada

pasien bersifat kontinuitas dan komprehensif. Selain itu dengan adanya


metode ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan tanggung

gugat masing- masing perawat (Nursalam, 2011). Dari hasil penelitian

dapat dilihat bahwa sebanyak 81 % perawat langsung melakukan

pengkajian dan pemeriksaan fisik ulang kepada pasien yang baru

masuk. 87 % perawat memberikan pengobatan tepat waktu, 86 %

perawat melakukan observasi perkembangan pasien setelah dilakukan

tindakan dan 92 % segera melakukan pendokumentasian tindakan

setelah melakukan tindakan.

6.1.9 Hubungan Motivasi dengan Penerapan Pelayanan Prima di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit X

Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p = 0,000 (< 0,05) di mana ada

hubungan antara motivasi dengan penerapan pelayanan prima. Semakin

tinggi motivasi perawat, maka semakin baik pula pelayanan prima yang

diberikan oleh perawat tersebut. Penelitian ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Buheli (2010) mengemukan bahwa motivasi

merupakan faktor yang paling kuat pengaruhnya terhadap kinerja

perawat. Tenaga perawat yang mempunyai motivasi tinggi akan

terdorong untuk lebih giat lagi melaksanakan tugasnya sebaliknya

perawat yang tidak memiliki motivasi yang tinggi tidak akan memiliki

hasrat untuk bekerja semaksimal mungkin serta bersikap apatis terhadap

tugasnya yang mengakibatkan kinerjanya kurang baik.


Penelitian lain yang dilakukan oleh Mandangi, Umboh, dan Rattu

(2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

motivasi perawat dengan kinerja perawat dalam menerapkan asuhan

keperawatan di Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon.

Semakin meningkatnya motivasi perawat secara individu maka semakin

meningkat pula kinerja individu, kelompok maupun rumah sakit

tersebut.

Berdasarkan hasil analisis multivariat, variabel motivasi merupakan

variabel yang paling dominan mempengaruhi pelayanan prima. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Langingi, Kandou, dan

Umboh (2015) di Instalasi rawat inap C RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado yang menyatakan bahwa motivasi kerja merupakan variabel

independen yang paling berhubungan dengan kinerja perawat

pelaksana. Seseorang akan termotivasi untuk bekerja dengan giat dan

berprestasi karena adanya kesempatan yang diberikan oleh pimpinan

sehingga dia akan lebih memacu diri untuk bekerja dan meraih prestasi.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mandangi, Umboh, dan Rattu (2015), di mana variabel penghargaan

merupakan variabel yang paling berperan terhadap kinerja perawat

dibandingkan dengan variabel motivasi dan supervisi.

Motivasi memiliki peranan yang utama dalam mewujudkan pelayanan

prima, semakin tinggi motivasi yang dimiliki seseorang maka semakin

baik pula kinerjanya. Sebanyak 93 % perawat di Rumah Sakit X merasa

senang saat pasien puas dengan pelayanan yang diberikannya, menurut


analisa peneliti kepuasan yang dicapai oleh pasien dirasakan perawat

sebagai suatu keberhasilan dalam bekerja, sehingga hal inilah yang

mendorong perawat untuk senantiasa memberikan pelayanan prima

kepada pasien.

Keberhasilan dalam bekerja merupakan salah satu faktor pemuas kerja

(motivator). Menurut teori dua faktor yang dikemukakan oleh Frederick

Harzberg (Sitorus dan Panjaitan, 2011) menyatakan bahwa untuk

meningkatkan motivasi, manajer harus memberikan peluang untuk

pencapaian prestasi, peningkatan dan tanggung jawab serta

menghilangkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan terhadap pekerjaan

berasal dari ketiadaan faktor ekstrinsik, adapun faktor ekstrinsik

tersebut adalah gaji, kondisi kerja, jaminan pekerjaan, prosedur

perusahaan, kebijakan perusahaan, kualitas supervisi, hubungan dengan

supervisor, hubungan dengan rekan sejawat, hubungan dengan bawahan

serta status.

Rumah Sakit X telah berupaya dalam menghilangkan ketidakpuasan

perawat dalam berkerja, hal ini dapat terlihat dari hasil kuesioner yang

menyatakan bahwa sebanyak 88 % perawat menyatakan bahwa gaji

yang mereka terima tepat waktu. Selain gaji, hubungan dengan rekan

kerja yang baik juga dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat, di

mana sebanyak 87 % perawat mengatakan senang berada di Rumah

Sakit karena memiliki rekan kerja yang baik. Dengan terpenuhinya

kepuasan perawat maka secara tidak langsung dapat meningkatkan

kinerja perawat dalam memberikan pelayanan prima kepada pasien.


Mengingat begitu besarnya pengaruh motivasi terhadap penerapan

pelayanan prima maka diharapkan ke depannya Rumah Sakit X dapat

meningkatkan kepuasan perawat selaku customer internal, seperti

pemberian penghargaan kepada perawat yang memberikan pelayanan

prima melalui program pemilihan perawat dengan layanan terprima

pada masing- masing unit layanan tiap bulannya. Selain itu, Rumah

Sakit X juga dapat melakukan pemilihan unit dengan kinerja yang baik

dan diumumkan pada acara- acara internal yang dilaksanakan di Rumah

Sakit sehingga mereka termotivasi untuk memberikan pelayanan prima

kepada customer eksternal yaitu pasien.

6.2 Implikasi Penelitian

6.2.1 Implikasi Terhadap Rumah Sakit

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak rumah

sakit untuk meningkatkan kualitas mutu pelayanan melalui pemberian

pelayanan prima kepada pasien dengan terlebih dahulu mengetahui

faktor- faktor yang berhubungan dengan penerapan pelayanan prima

oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X, khususnya faktor

supervisi, imbalan, desain pekerjaan, dan faktor motivasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor motivasi adalah faktor yang

paling dominan dalam mempengaruhi pelayanan prima. Diharapkan

dengan diketahuinya faktor ini maka rumah sakit dapat memperhatikan

dan mengaplikasikan faktor- faktor tersebut sehingga dapat mendorong

perawat dalam meningkatkan kualitas layanan berupa pemberian


pelayanan prima kepada pasien. Pelayanan prima yang diberikan oleh

rumah sakit diharapkan nantinya dapat meningkatkan mutu rumah sakit

sehingga terwujudlah kepuasan dan loyalitas pasien untuk datang

kembali ke rumah sakit tersebut dan pada akhirnya angka kunjungan

rumah sakit juga meningkat.

6.2.2 Implikasi Terhadap Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan

keterampilan belajar peserta didik dalam memberikan pelayanan prima

kepada pasien terutama keterampilan dalam bersikap, memberikan

perhatian, bertindak, mengasah kemampuan, memperbaiki penampilan,

dan meningkatkan tanggung jawab kepada pasien sehingga ke depannya

saat peserta didik menyelesaikan pendidikannya dan terjun langsung ke

lapangan dapat mengaplikasikan keterampilan tersebut.

6.2.3 Implikasi Terhadap Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti

selanjutnya untuk mengkaji upaya- upaya yang dapat dilakukan oleh

manajemen dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan dalam bentuk pelayanan prima yang diberikan oleh

perawat pelaksana sehingga dapat memenuhi bahkan melebihi harapan

dan kepuasan pasien.


6.3 Keterbatasan Penelitian

6.3.1 Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang

peneliti kembangkan sendiri berdasarkan teori yang ada yang kemudian

dilakukan uji validitas dan reabilitas pada proses uji coba didapatkan

beberapa pertanyaan yang tidak valid dan sudah dihilangkan.

6.3.2 Kuesioner yang peneliti gunakan kurang tajam dalam mengkaji data

yang dibutuhkan karena keterbatasan teori yang didapat.

6.3.3 Dalam mengisi kuesioner masih ada responden yang takut mengisinya

sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi

sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan hasil yang bias.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Penerapan pelayanan prima oleh perawat di ruang rawat inap

Rumah Sakit X sudah baik.

7.1.2 Persepsi perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X terhadap

supervisi yang dilaksanakan oleh atasan sudah baik.

7.1.3 Imbalan yang diterima oleh perawat di ruang rawat inap Rumah

Sakit X sudah sesuai.

7.1.4 Desain pekerjaan yang ada di Rumah Sakit X sudah baik.

7.1.5 Perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X memiliki motivasi

yang tinggi dalam menerapkan pelayanan prima kepada pasien.

7.1.6 Adanya hubungan antara pelaksanaan supervisi yang dilakukan

oleh atasan dengan penerapan pelayanan prima oleh perawat di

ruang rawat inap Rumah Sakit X. Semakin baik supervisi yang

dilakukan oleh atasan maka semakin baik pula penerapan

pelayanan prima.

7.1.7 Adanya hubungan antara imbalan dengan penerapan pelayanan

prima oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X. Semakin

sesuai imbalan yang diterima maka semakin baik pula penerapan

pelayanan prima.

7.1.8 Adanya hubungan antara desain pekerjaan dengan penerapan

pelayanan prima oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X.


Semakin baik desain pekerjaan maka semakin baik pula penerapan

pelayanan prima.

7.1.9 Adanya hubungan antara motivasi dengan penerapan pelayanan

prima oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit X. Semakin

tinggi motivasi yang dimiliki oleh perawat maka semakin baik pula

penerapan pelayanan prima.

7.1.10 Motivasi merupakan faktor yang paling dominan berhubungan

dengan penerapan pelayanan prima oleh perawat di ruang rawat

inap Rumah Sakit X.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Rumah Sakit

Penerapan pelayanan prima oleh perawat di ruang rawat inap

Rumah Sakit X dipengaruhi oleh faktor supervisi, imbalan, desain

pekerjaan dan motivasi. Disarankan kepada Rumah Sakit X untuk:

a. Meningkatkan lagi pelaksanaan supervisi dengan cara

melaksanakan sosialisasi SPO supervisi serta mengadakan

pelatihan supervisi bagi seluruh kepala ruangan.

b. Meningkatkan lagi monitoring dan evaluasi dari bidang

keperawatan terhadap pelaksanaan supervisi oleh kepala

ruangan.

c. Senantiasa mensosialisasikan desain pekerjaan kepada

karyawan- karyawan yang baru masuk.


d. Melakukan uji petik uraian tugas oleh kepala ruangan kepada

perawat setiap paginya.

e. Senantiasa meningkatkan kepuasan perawat selaku customer

internal, seperti pemberian penghargaan kepada perawat yang

memberikan pelayanan prima melalui program pemilihan

perawat dengan layanan terprima pada masing- masing unit

layanan tiap bulannya. Selain itu, Rumah Sakit X juga dapat

melakukan pemilihan unit dengan kinerja yang baik dan

diumumkan pada acara- acara internal yang dilaksanakan di

Rumah Sakit sehingga mereka termotivasi untuk memberikan

pelayanan prima kepada customer eksternal yaitu pasien.

f. Memberikan pelatihan untuk meningkatkan penampilan

perawat seperti pelaksanaan kelas kepribadian atau kelas

kecantikan.

7.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Disarankan kepada seluruh perawat untuk meningkatkan

kompetensinya dalam memberikan pelayanan kepada pasien

melalui pelatihan- pelatihan yang ada terutama pelatihan pelayanan

prima serta senantiasa bekerja sesuai dengan standar prosedur

operasional yang berlaku.


7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk peneliti

selanjutnya. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan mengukur

variabel lain yang belum diteliti. Disarankan kepada peneliti

selanjutnya untuk memasukkan metode observasi dalam

pengumpulan data sehingga data yang terkumpul dapat menunjang

data yang diperoleh dari hasil kuesioner, selain itu juga diperlukan

suatu metode yang dapat menjamin bahwa kuesioner tersebut diisi

sesuai dengan sebenarnya.

a
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. (2012). Bentuk Pelayanan Prima yang Mungkin Diminati Masyarakat di


Sebuah Rumah Sakit Umum. Diperoleh pada tanggal 11 Juli 2015 dari
http://bkpp.acehprov.go.id.

Andriani, Sahar, Huriani. (2012). Hubungan Budaya Organisasi dan Karakteristik


Perawat dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD
dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2012. Tesis pasca sarjana
keperawatan UNAND

Aziz, Y.A dan Wahidin, K. (2010). Copceptualising The Service Excellence and
Its Antecedents: The Development Of The Structural Equation Model.
Journal Of Tourism, Hospitality and Culinary Arts.

Buheli. K. (2012). Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Penerapan


Proses keperawatan di RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango.

Dharmawansyah, H. B. (2013). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan


Kinerja Perawat dalam Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Unit
Rawat Inap RSU Anutapura Palu Tahun 2013. FKM UNHAS.

Daryanto & Setyobudi, I. ( 2014). Konsumen dan Pelayanan Prima. Jakarta: Gava
Media.

Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. (2008). Pedoman Indikator Mutu


Pelayanan Keperawatan Klinik Di Sarana Kesehatan.

Fidiya, F., Lubis, N., & Dewi, R. S. (2015). Pengaruh Desain Pekerjaan dan
Budaya Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pemasaran Melalui Kepuasan
Kerja Karyawan PT. Nyonya Meener Semarang.
Fitrianasari, dkk. (2013). Pengaruh Kompensasi dan Kepuasan Kerja Terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja Karyawan. Jurnal
Profit Volume 7 No. I

Gibson. J. (1997). Organisasi, Prilaku, Stuktur, Proses. Jakarta: Binarupa Aksara

Gremler, Bitner, & Zeithaml. (2009). Service Marketing: Integrating Customer


Focus Across The Firm. New York: McGraw- Hill.

Hadjam, N. R. (2001). Efektifitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya Meningkatkan


Pelayanan Di Rumah Sakit. Jurnal Psikologi 2001, NO. 2, 105 – 115 ISSN
: 0215 – 888.

Haryono, T. (2006). Telaah persepsi kualitas Pelayanan Jasa Serta


Penerapannya Di Sektor Publik dalam Memasuki Era Reformasi. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Manajemen Pemasaran pada
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Hastono, P.S.( 2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta: FKM UI.

Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.


Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kotler, P. (1997). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo.

Kurniadi, A. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya : Teori, Konsep


dan Aplikasi. Jakarta : FKUI.

Langingi, A. R. C., Kandou, G. D, dan Umboh, J.M.L. (2015). Hubungan Faktor


Internal dan Eksternal dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi
Rawat Inap C RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Tesis Universitas
Sam Ratulangi Manado.
Mandangi,F.M., Umboh, J. M. L., Rattu, J. A. M. (2015). Analisis Faktor- Faktor
yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat dalam Menerapkan Asuhan
Keperawatan di Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon. Jurnal e-
Biomedik (e- Bm), Volume 3, Nomor 3.

McSherry, R., et al. (2012). The Pivotal Role Of Nurse Manager, Leaders, and
Educator in Enabling Excellence in Nursing Care. Journal of Nursing
Management, 20, 7-19.

Mua, E. L. (2011). Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan


Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Woodward Palu. Tesis UI.

Muninjaya, A.G. (2004). Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.

Nadzaria, Y. (2014). Prinsip Pelayanan Prima: Pengertian Pelayanan Prima dan


Dasar- Dasar Pelayanan Prima. Diperoleh pada tanggal 25 September
2015 dari http://yessy-nadzaria-fib13.web.unair.ac.id/artikel_detail-94777

Nasution. (2010). Analisa Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Keperawatan


Prima di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Tesis USU

Noermijati. (2008). Kajian Terhadap Teori Dmua Faktor Herzberg, Pengaruhnya


Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Spritual Manajer Operasional
Pada Perusahaan Kecil Rokok SKT di Kota dan Kabupaten Malang.
National Conference On Management Research 2008. ISBN: 979- 442-8.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka


Cipta.

Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Novijan, J. (2014). BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan
Kesehatan. Diperoleh tanggal 10 Maret 2015 dari
www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_BPJS.

Nugraheni. (2013). Pengaruh Standar Operasional Prosedur dan Pengawasan


Terhadap Kinerja Pramuniaga Pasaraya Sriratu Pemuda Semarang.

Nugroho, M. K. (2004). Analisis Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan


Kinerja Perawat Pegawai Daerah di Puskesmas Kabupaten Kudus. Tesis
Universitas Diponegoro.

Nur, Q. M., Noor. N.B., & Irwandi. (2013). Hubungan Motivasi dan Supervisi
Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Patient Safety di
Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2013.

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional edisi 4. Jakarta: Salamba Medika.

Otani, et al. (2010). How Patient Reaction to Hospital Care Atributes Affect the
Evaluation of Overall Quality of Care, Willingness to Recomended, and
Willingness to Return. Journal of Healthcare Management. 55(1), 25-38.

Peraturan Mentri Kesehatan. (2014). Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan


Kesehatan Nasional.

Perry, B. (2008). Role Modeling Excellence in Clinical Nursing Practice. Nurse


Education In Practice, 9, 36- 44.

Pongajow, L.A.C, Robot, & F.J, Hamel, R.S. (2015). Gambaran Motivasi Kerja
dan Pelayanan Prima Perawat di Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM
Tomohon. Ejournal Keperawatan (e- KP) Volume 3 Nomor 3 Agustus
2015.

Potter, & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC.

Prasetyo, B & Jannah, L.M. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan
Aplikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Roatib, Suhartini, Supriyadi. (2007). Hubungan antara Karakteristik Perawat


dengan Motivasi Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Komunikasi
Terapeutik Pada Fase Kerja di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang. Diperoleh pada tanggal 20 September 2015 dari
http://ejournal.undip.ac.id

Robbins, S. P. (2001). Prilaku Organisasi. Jakarta: Pearson Education Asia.

Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2012). Prilaku Organisasi. Jakarta: Salemba
Empat.

Saam, Z & Wahyuni, S. (2013). Psikologi Keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. (2011) Dasar – Dasar Metodologi Penelitian


Klinis (Ed. 3). Jakarta : Sagung Seto.

Setyobudi. (2014). Konsumen dan Pelayanan Prima. Yogyakarta: Gava Media.

Simamora, Raymond.( 2012). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sitorus & Panjaitan. (2011). Manajemen Keperawatan: Manajemen Keperawatan


di Ruang Rawat. Jakarta: Sagung Seto.

Sopiah. (2008). Prilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Suarli & Bahtiar, Y. (2010). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.


Jakarta: Erlangga.
Sunyoto, Danang. (2015). Manajemen dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: CAPS.

Supriatin, E. (2009). Hubungan Faktor Individu dan Faktor Organisasi dengan


Perilaku Caring Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Bandung.
Tesis Ilmu Keperawatan UI

Thoha, M. (2012). Prilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:


Rajawali Pers.

Triwibowo, C. (2013). Manajemen Pelayanan di Rumah Sakit. Jakarta: TIM

Undang- Undang RI. (2014). Nomor 38 Tentang Keperawatan.

Yosep, I. (2008). Tanggung Jawab (Responsibility) dan Tanggung Gugat


(Accountability) Perawat dalam sudut Pandang Etik.

Zaim H, Bayyurt N & Zaim S. (2010). Service Quality And Determinants Of


Customer Satisfaction In Hospitals: Turkish Experience. International
Business & Economics Research Journal – May 2010 Volume 9, Number
5.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasisw a Program Studi

Magister Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Nama : Elva Nattia Desti


NIM : 1321312045
Akan menga dakan penelitian dengan judul “Analisis Faktor- Faktor yang

Berhubungan dengan Penerapan Pelayanan Prima di Ruang Rawat Inap”.

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan

Bapak/Ibu/Saudara/i sebagai responden, kerahasiaan semua informasi

yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk penelitian.

Penelitian ini juga tidak akan mempengaruhi penilaian ki erja


n Bapak/ Ibu/
Saudara/ i. Jika Bapak/ Ibu/ Saudara/ i tidak bersedia menjadi responden,

maka tidak ada ancaman bagi keluarga atau siapapun. Jika telah menjadi

responden dan terjadi hal-hal yang memungkinkan Bapak/ Ibu/ Saudara/ i

untuk mengundurkan diri, maka Bapak/ Ibu/ Saudara/ i diperbolehkan

untuk mengundurkan diri dan tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.

Apabila Bapak/ Ibu/ Saudara/ i menyetujui, saya mohon kesediaannya

untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang saya sertakan pada surat ini. Atas perhatian dan kesediaan

Bapak/ Ibu/ Saudara/ i sebagai responden saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Elva Nattia Desti


LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, setelah membaca dan mendengar

keterangan dari saudari Elva Nattia Desti, mahasiswa Program Studi Magister

Keperawatan Fa kultas keperawatan Universitas Andalas yang melaksanakan

penelitian tentang “Analisis Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan

Penerapan Pelayanan Prima di Ruang Rawat Inap”, maka saya bersedia

menjadi respon den dan berjanji untuk memberikan informasi dengan

sesungguhnya yang saya ketahui tanpa ada tekanan dari piha kmanapun. Saya

memahami bah wa data yang dihasilkan merupakan rahasia dan hanya

digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan

serta tidak merugikan saya. Demikianlah surat pernyataan ini saya buat

y
dengan sebenarn a.

Padan g, 2016

Responden,

( )
KUESIONER

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PENERAPAN PELAYANAN PRIMA DI RUANG RAWAT INAP

Kode Responden:
(Diisi oleh peneliti)

KUSIONER A

Petunjuk pengisian :
a. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara mengisi titik-titik yang

tersedia

b. Berikan tanda check list (√) pada kotak yang tersedia

1. Umur...................................................Tahun

2. Jenis Kelamin Laki- laki Perempuan


:

3. Tingkat Pendidikan : DIII Keperawatan

S1 Keperawatan
Ners
4. Masa Kerja...........................................Tahun

5. Nama Ruangan :
KUESIONER B

Petunjuk Pengisian:

a Berilah tanda (√) pada pilihan pernyataan yang menurut pendapat Saudara
sesuai dengan pengalaman yang saudara alami selama menjadi perawat.
b Tiap pernyataan hanya memiliki satu jawaban
c Bacalah pernyataan dengan baik sebelum memberikan jawaban

SUPERVISI
Pilihan jawaban sesuai dengan keterangan berikut:
TP : Tidak Pernah
KK : Kadang- Kadang
SR : Sering

SL : Selalu
NO PERNYATAAN TP KK SR SL
1 Supervisor membuat jadwal pelaksanaan
supervisi
2 Supervisi yang dilakukan oleh supervisor
menambah pengetahuan saya tentang
penerapan pelayanan prima
3 Supervisor memiliki kemampuan dalam
memberikan pelayanan prima kepada pasien
4 Supervisor memberikan bimbingan dan
pengarahan terhadap tindakan keperawatan
yang baru saya lakukan
5 Supervisor memberikan pengarahan dengan
tergesa- gesa
6 Supervisor mengawasi saya saat menerapkan
pelayanan prima kepada pasien
7 Supervisor mencarikan solusi jika saya
menemukan masalah
NO PERNYATAAN TP KK SR SL

8 Supervisor tidak mau mendengarkan keluhan


dan kesulitan saya dalam menerapkan
pelayanan keperawatan yang prima
9 Supervisor merahasiakan hasil penilaian yang
dilakukannya terhadap saya
10 Supervisor tidak memberikan rencana tindak
lanjut dari supervisi yang telah dilaksanakan
11 Supervisor membatasi kesempatan saya untuk
mengikuti pelatihan pelayanan prima
12 Supervisor mendokumentasikan hasil
supervisi dengan tepat dan sesuai dengan
kenyataan yang ditemukan
IMBALAN
Pilihan jawaban sesuai dengan keterangan berikut:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju

SS : Sangat Setuju

NO PERNYATAAN STS TS S SS

13 Pimpinan memberikan penghargaan terhadap


pelayanan prima yang saya berikan
14 Jasa medis yang saya terima sesuai dengan
tindakan yang saya lakukan
15 Gaji yang saya terima tidak sesuai dengan
beban kerja
16 Selain menerima gaji bulanan, saya juga
menerima pembayaran atas pelayanan
berkualitas yang saya berikan
17 Gaji diberikan tepat waktu
18 Sistem pembagian insentif sesuai dengan
profesi
DISAIN PEKERJAAN

Pilihan jawaban sesuai dengan keterangan berikut:


STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju

SS : Sangat Setuju

NO PERNYATAAN STS TS S SS
19 Saya didukung oleh fasilitas yang memadai
dalam melakukan pekerjaan

20 Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan


tingkat pendidikan saya

21 SPO penerapan pelayanan prima belum


disosialisasikan dengan jelas kepada saya

22 Saya mengetahui manfaat pelayanan prima


yang saya berikan kepada pasien

23 Beban kerja yang diberikan pimpinan tidak


sesuai dengan kemampuan saya

24 Pembagian tugas yang ada di bagian


keperawatan memudahkan saya dalam
memberikan pelayanan prima kepada pasien

25 Pihak manajemen menyediakan buku


petunjuk/pedoman (SPO) pelaksanaan tugas
keperawatan di tempat kerja saya

26 SPO yang ada saat ini masih perlu


diperbaiki untuk mendukung
pelaksana asuhan keperawatan
MOTIVASI

Pilihan jawaban sesuai dengan keterangan berikut:


STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju

SS : Sangat Setuju

NO PERNYATAAN STS TS S SS
27 Saya bekerja secara optimal dalam
memberikan pelayanan prima kepada pasien
28 Hasil kerja yang saya capai mendapat
perhatian yang baik dari pihak manajemen
29 Saya merasa senang saat pasien puas dengan
pelayanan yang saya berikan
30 Saya akan mulai memberikan pelayanan prima
jika sudah ditegur oleh supervisor
31 Keberhasilan rumah sakit dalam menerapkan
pelayanan prima turut dirasakan sebagai
keberhasilan saya juga
32 Pelayanan prima yang saya berikan akan
berkurang seiring banyaknya jumlah pasien
yang saya rawat saat itu
33 Saya berusaha memperbaiki sikap dalam
memberikan pelayanan demi terwujudnya
pelayanan prima
34 Rekan kerja yang baik membuat saya senang
untuk berada di rumah sakit

35 Menurut saya pelayanan prima kurang penting


dalam meningkatkan pendapatan rumah sakit
dan kesejahteraan karyawan rumah sakit
KUESIONER C

Petunjuk Pengisian:

a Berilah tanda (√) pada pilihan pernyataan yang menurut pendapat Saudara
sesuai dengan pengalaman yang Saudara lakukan selama menjadi perawat.
b Tiap pernyataan hanya memiliki satu jawaban
c Bacalah pernyataan dengan baik sebelum memberikan jawaban
d Pilihan jawaban sesuai dengan keterangan berikut:
TP : Tidak Pernah, jika pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai
dengan pendapat atau kondisi yang dialami
KK : Kadang- kadang, jika pernyataan tersebut kadang- kadang sesuai
dengan pendapat atau kondisi yang dialami
SR : Sering jika pernyataan tersebut sering sesuai dengan pendapat atau
kondisi yang dialami
SL : Selalu, jika pernyataan tersebut selalu sesuai dengan pendapat atau
kondisi yang dialami

NO PERNYATAAN TP KK SR SL
1 Saya senantiasa mendahulukan kepentingan
pasien
2 Saya adalah perawat yang jarang berbicara
dengan pasien
3 Keluhan- keluhan pasien membuat saya
tidak maksimal dalam memberikan
pelayanan
4 Saat memanggil pasien saya hanya
memanggilnya dengan sebutan Bapak atau
Ibu tanpa menyebutkan namanya
5 Saya tidak menjelaskan tindakan yang
akan saya lakukan kepada pasien

6 Saya akan mengucapkan salam saat


bertemu pasien
NO PERNYATAAN TP KK SR SL

7 Dalam memberikan pelayanan saya akan


memandang status sosial pasien
8 Saya jarang memberikan perhatian kepada
pasien (seperti menyapa dan menanyakan
kondisinya)
9 Saya tidak akan membiarkan pasien terlihat
sedih dengan kondisinya
10 Saya memperhatikan mata pasien saat
sedang berbicara dengannya
11 Saya akan menghentikan pekerjaan yang
sedang saya lakukan saat pasien berbicara
dengan saya
12 Saya mencatat setiap permintaan pasien di
buku saku yang saya miliki
13 Setelah melakukan pendokumentasian
maka saya akan menyimpan status pasien
dengan aman
14 Saya senantiasa berhati- hati saat
memberikan tindakan kepada pasien
15 Saya mengkonfirmasi ulang kepada pasien
tentang permintaannya
16 Saya mengikuti pelatihan- pelatihan yang
diadakan oleh diklat keperawatan
17 Saya tahu cara memasang infus pasien

18 Saya adalah perawat yang mengetahui


waktu yang tepat untuk
memanggil dokter
19 Berdasarkan hasil pengkajian yang saya
lakukan, saya mampu menegakkan
diagnosa keperawatan pasien
NO PERNYATAAN TP KK SR SL

20 Dari diagnosa keperawatan yang muncul


saya kesulitan merencanakan tindakan
keperawatan yang akan saya lakukan
21 Saat menemui pasien saya berjalan terburu-
buru

22 Saya adalah perawat yang memiliki rasa


percaya diri yang tinggi
23 Saya adalah perawat yang tidak
mengutamakan penampilan fisik karena
menurut saya itu bukanlah hal penting
24 Saya memiliki kuku yang panjang

25 Saya akan langsung melakukan pengkajian


dan pemeriksaan fisik ulang saat pasien
masuk ke ruangan
26 Saya memberikan perawatan dan
pengobatan pada pasien dengan tepat waktu
27 Saya menemui pasien yang menjadi
tanggung jawab saya sebanyak 2x yaitu
pada waktu overan pasien ( Saat awal shift
dan akhir shift)
28 Saya akan memberikan injeksi kepada
pasien pada saat pasien sedang tidur
29 Saya melakukan observasi perkembangan
pasien setelah dilakukan tindakan
30 Saya akan segera mendokumentasikan
setiap tindakan yang telah saya lakukan
KISI – KISI KUESIONER B

Nomor Soal
No Variabel Jumlah
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

1 Supervisi 1, 2, 3, 4, 6, 7, 12 5, 8, 9, 10, 11 12

2 Imbalan 13, 14, 16, 17, 18 15 6

3 Desain Pekerjaan 19, 20, 22, 24, 25 21, 23, 26 8

27, 28, 29, 31, 33,


4 Motivasi 30, 32, 35 9
34

TOTAL 35

KISI – KISI KUESIONER C

Nomor Soal
No Variabel Jumlah
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Sikap (Attitude)
1 1, 6 2, 3, 4, 5, 7 7
(Pertanyaan 1- 7)
Perhatian (Attention)
2 9, 10, 11 8 4
(Pertanyaan 8- 11)
Tindakan (Action)
3 12, 13, 14, 15 - 4
(Pertanyaan 12- 15)
Kemampuan (Ability)
4 16, 17, 18, 19 20 5
(Pertanyaan 16- 20)
Penampilan
5 (Appearance) 22 21, 23, 24 4
(Pertanyaan 21- 24)
Tanggung Jawab
6 (Accountability) 25, 26, 29, 30 27, 28 6
(Pertanyaan 25- 30)
TOTAL 30

Anda mungkin juga menyukai