Anda di halaman 1dari 132

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEPATUHAN PENDERITA HIPERTENSI DALAM
PENGENDALIAN TEKANAN DARAH DI WILAYAH
PUSKESMAS TELAGASARI KABUPATEN KARAWANG
PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017

TESIS
RATIA
RADIANI
1506786850

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEPATUHAN PENDERITA HIPERTENSI DALAM
PENGENDALIAN TEKANAN DARAH DI WILAYAH
PUSKESMAS TELAGASARI KABUPATEN KARAWANG
PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

gelar MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

RATIA
RADIANI
1506786850

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Penderita Hipertensi dalam Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah
Puskesmas Telagasari Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat Tahun 2017”.
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magist
Tesis ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, semangat, dan dukungan dari berbagai p
Drs. Anwar Hassan, MPH, selaku pembimbing utama tesis atas bimbingan, bantuan, dan masukan ya
Dr. Besral, S. KM., M.Sc, selaku pembimbing pendamping tesis atas bimbingan, bantuan, dan masuk
Kesbangpol Kabupaten Karawang, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, yang telah mengijink
H. Asep Sepul Bahri, SKM, selaku Kepala Puskesmas Telagasari beserta seluruh jajarannya yang tel
Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan S
teman-teman Pusrengun SDM Kesehatan atas supportnya selama penulis

melaksanakan studi.
6. Suamiku tersayang yang selalu memberikan semangat, waktu dan tenaga
selama penelitian berjalan.
7. Orang tua, Kakak, Adik yang selalu memberikan bantuan, dukungan, do’a,
motivasi, dan kasih sayang sehingga masa perkuliahan dan tesis ini dapat
terselesaikan dengan baik.

vi

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8. Teman-teman S2 Promkes angkatan 2015, dan teman-teman tubel Kemenkes
tahun 2015 yang selalu saling membantu dan memberi semangat selama
menjalani masa perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

Saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua


pihak yang telah membantu. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan tesis ini, oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan di kemudian hari. Saya berharap semoga tesis ini dapat menambah
informasi bagi semua pihak dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 6 Juli 2017

Ratia Radiani

vii

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
ABSTRA

Nama : Ratia Radiani


Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tugas Akhir : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Penderita Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan
Darah Di Wilayah Puskesmas Telagasari Kabupaten
Karawang Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

Meningkatnya jumlah penderita hipertensi dan belum diketahui bagaimana


pengendalian hipertensi di wilayah Puskesmas Telagasari, dapat menimbulkan
permasalahan kesehatan yang sangat serius dan berdampak besar pada kualitas
hidup apabila tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang intensif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah di
wilayah Puskesmas Telagasari Kabupaten Karawang. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian
sebanyak 125 penderita hipertensi yang diambil dengan teknik consecutive
sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak (59,2%) responden memiliki tingkat
kepatuhan yang buruk. Ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan
informasi (p=0,001) dan pengetahuan (p=0,016) dengan kepatuhan penderita
hipertensi dalam pengendalian tekanan darah. Faktor yang paling dominan
berhubungan dengan kepatuhan adalah keterpaparan informasi. Penderita
hipertensi dengan keterpaparan informasi yang tinggi berpeluang untuk memiliki
tingkat kepatuhan yang baik sebesar 2,7 kali lebih besar dibandingkan penderita
hipertensi dengan keterpaparan informasi rendah setelah dikontrol dengan
variabel pengetahuan dan dukungan keluarga (95% CI; 1,13-6,26). Dari hasil
penelitian ini perlu peningkatan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan
kepatuhan dalam pengendalian tekanan darah serta perlu kerjasama dengan lintas
sektor lainnya termasuk swasta.

Kata kunci : Kepatuhan, penderita hipertensi, pengendalian tekanan darah

ix

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


ABSTRAC

Name : Ratia Radiani


Study Programme : Public Health
Title : Factors Associated With Adherence Hypertension
Patients in Control of Blood Pressure in Telagasari
Public Health Center Area Karawang District West
Java Province Year 2017

The increased number of patients with hypertension and the lack of information
to control hypertension in Telagasari Public Health Center can lead to serious
health problems and will give a big impacts on quality of life if there is no
serious concern and intensive treatment. The purpose of this research is to
analyze the factors related to the adherence of the patience with hypertension in
controling blood pressure in Telagasari Public Health Center. Quantitative
method and cross- sectional design were used to analyze the data. The writer
using consecutive sampling methods by interviewing 125 the respondents with
hypertension using questionaire. The results showed that (59.2%) respondents
x
were having poor adherence. There was a significant correlation between
exposure of information (p
= 0,001) and knowledge (p = 0,016) with adherence of hypertension patient in
blood pressure control. The most dominant factor associated with adherence is
the exposure of information. Hypertensive patients with high information
exposure has an opportunity to have a good adherence level of 2.7 times greater
than hypertensive patients with lower information exposure after controlling for
the variables of knowledge and family support (95% CI; 1,13-6,26). The result
of this research shows that it need to improve health promotion efforts in order
to improve adherence in controlling blood pressure and need good cooperation
with other cross-sector including private.

Keywords: Adherence, hypertension, blood pressure control

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


DAFTAR

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN......................................................................v
KATA PENGANTAR.................................................................................vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................viii
ABSTRAKix
ABSTRACTx
DAFTAR ISIxi
DAFTAR TABELxiv
DAFTAR GAMBARxv

BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang1
Rumusan Masalah7
Pertanyaan Penelitian8
Tujuan Penelitian8
Manfaat Penelitian9
Ruang Lingkup Penelitian9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Kepatuhan11
Definisi Kepatuhan…11
Dimensi Kepatuhan…12
Dampak Kepatuhan Terhadap Kontrol Tekanan Darah. 13
Strategi Dalam Meningkatkan Kepatuhan14
Tinjauan Tentang Perilaku15
Perilaku Kesehatan…15
Model Perilaku Kesehatan…16
Hipertensi20
Definisi Hipertensi20
Gejala Hipertensi21
Klasifikasi Hipertensi21
Faktor Risiko Hipertensi22
Tatalaksana Hipertensi25
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan…32
2.5 Kerangka Teori Penelitian….......................................................39

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN


HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep.........................................................................41
3.2 Definisi Operasional....................................................................42
3.3 Hipotesis.......................................................................................45

xi

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian.........................................................................46
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................46
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian...................................................46
4.3.1 Populasi...............................................................................46
4.3.2 Sampel.................................................................................47
4.3.3 Besar Sampel......................................................................47
4.3.4 Cara pengambilan dan pemilihan sampel...........................48
4.4 Teknik Pengumpulan data............................................................48
4.4.1 Sumber dan jenis data.........................................................48
4.4.2 Instrumen penelitian…........................................................49
4.4.3 Uji coba kuesioner penelitian…..........................................50
4.4.4 Cara pengumpulan data.......................................................52
4.5 Etika Penelitian…........................................................................52
4.6 Pengolahan data...........................................................................53
4.7 Analisis Data................................................................................54
4.7.1 Analisa Univariat................................................................54
4.7.2 Analisa Bivariat...................................................................54
4.7.3 Analisa Multivariat.............................................................54

BAB 5 HASIL PENELITIAN


5.1 Gambaran Daerah Penelitian…...................................................56
5.2 Gambaran Kepatuhan…...............................................................57
5.3 Gambaran Faktor Pemodifikasi...................................................59
5.4 Gambaran Faktor Kepercayaan Individu….................................61
5.5 Gambaran Faktor Isyarat Untuk Bertindak…..............................65
5.6 Hubungan Faktor Pemodifikasi dengan Kepatuhan…................68
5.7 Hubungan Faktor Kepercayaan Individu dengan Kepatuhan… 69
5.8 Hubungan Faktor Isyarat Untuk Bertindak dengan Kepatuhan. 69
5.9 Faktor Yang Paling Berhubungan dengan Kepatuhan….............70

BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian…............................................................73
6.2 Gambaran Tentang Kepatuhan Penderita Hipertensi...................73
6.3 Hubungan Faktor Pemodifikasi dengan Kepatuhan…................76
6.4 Hubungan Faktor Kepercayaan Individu dengan Kepatuhan......83
6.5 Hubungan Faktor Isyarat Untuk Bertindak dengan Kepatuhan 86

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan…..............................................................................90
7.2 Saran............................................................................................90

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Lima Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi...................2


Tabel 2.1 Konsep Utama dan Definisi dari Health Belief Model...................18
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003….........................22
Tabel 2.3 Pedoman Gizi Seimbang................................................................28
Tabel 2.4 Modifikasi Dietary Approaches To Stop Hypertension.................29
Tabel 2.5 Dampak Modifikasi Gaya Hidup…..............................................31
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel.............................................................48
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian…..........52
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Butir Pertanyaan Kepatuhan........57
Tabel 5.2 Deskripsi Nilai Kepatuhan….........................................................58
Tabel 5.3 Distribusi Responden Hipertensi Menurut Tingkat Kepatuhan.....58
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Variabel Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pendapatan, dan Lama Pengobatan............................59
Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Jawaban Yang Benar Dari
Pertanyaan Pengetahuan.................................................................60
Tabel 5.6 Deskripsi Nilai Pengetahuan…......................................................60
Tabel 5.7 Distribusi Responden Hipertensi Menurut Tingkat Pengetahuan 61
Table 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Keseriusan
Penyakit.........................................................................................61
Tabel 5.9 Deskripsi Nilai Persepsi Keseriusan Penyakit...............................62
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Persepsi Keseriusan Penyakit
Hipertensi.......................................................................................62
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaan Persepsi Manfaat
Kepatuhan…..................................................................................63
Tabel 5.12 Deskripsi Nilai Persepsi Manfaat Kepatuhan…............................63
Tabel 5.13 Distribusi Responden Menurut Persepsi Manfaat Kepatuhan…. . .63
Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Hambatan
Kepatuhan.......................................................................................64
Tabel 5.15 Deskripsi Nilai Persepsi Hambatan Kepatuhan.............................64

xiii

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Tabel 5.16 Distribusi Responden Menurut Persepsi Hambatan
Kepatuhan…...................................................................................65
Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Mendapat Dukungan
Keluarga........................................................................................65
Tabel 5.18 Deskripsi Nilai Dukungan Keluarga.............................................66
Tabel 5.19 Distribusi Responden Menurut Dukungan Keluarga....................66
Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan
Informasi........................................................................................66
Tabel 5.21 Distribusi Responden Menurut Keterpaparan Media Informasi....67
Tabel 5.22 Hasil Analisis Bivariat Faktor Pemodifikasi.................................68
Tabel 5.23 Hasil Analisis Bivariat Faktor Kepercayaan Individu…...............69
Tabel 5.24 Hasil Analisis Bivariat Faktor Isyarat Untuk Bertindak…...........69
Tabel 5.25 Hasil Seleksi Bivariat.....................................................................70
Tabel 5.26 Pemodelan Pertama Regresi Logistik Ganda.................................71
Tabel 5.27 Pemodelan Kedua Regresi Logistik Ganda....................................71
Tabel 5.28 Pemodelan Ketiga Regresi Logistik Ganda...................................71
Tabel 5.29 Model Terakhir Analisis Multivariat..............................................72

xiv

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Putaran Kepatuhan............................................................11


Gambar 2.2 Bagan Health Belief Model...........................................................16
Gambar 2.3 Bagan Komponen dan Hubungan Health Belief Model................20
Gambar 2.4 Bagan Tatalaksana Hipertensi Berdasarkan JNC-VII 2003...........27
Gambar 2.5 Kerangka Teori Penelitian….........................................................40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.........................................................41

xv

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah salah satu tantangan bagi
pembangunan kesehatan, baik dari segi manusia dan kerugian pada struktur sosio-
ekonomi negara yang mengalaminya. Sebagai penyebab utama kematian, PTM

bertanggung jawab atas 38 juta (68%) dari 56 juta kematian di dunia pada tahun
2012. Lebih dari 40% di antaranya (16 juta) adalah kematian dini di bawah usia
70 tahun. Hampir tiga perempat dari semua kematian (28 juta), dan mayoritas
kematian dini (82%) terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2014).
Hipertensi merupakan salah satu dari penyakit tidak menular. Penyakit
ini memberikan kontribusi untuk beban penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal
(WHO, 2013). Secara umum, prevalensi hipertensi lebih tinggi di negara-negara
berpenghasilan rendah dibandingkan dengan negara berpenghasilan menengah
dan tinggi (Danaei et al., 2011). Hipertensi dikatakan sebagai pembunuh diam-
diam atau the silent killer karena umumnya terjadi tanpa gejala. Sebagian besar
orang tidak merasakan apa pun, walau tekanan darahnya sudah jauh di atas
normal. Kondisi ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sampai akhirnya
penderita (yang tidak merasa menderita) jatuh ke dalam kondisi darurat, dan
bahkan menyebabkan komplikasi yang kemudian banyak berujung pada
kematian (Hartono, 2011).
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia/World Health
Organization
(WHO) tahun 2011, satu milyar orang di dunia menderita hipertensi, dua pertiga

menengah. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada
tahun 2025 nanti sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi
(Kemenkes, 2015). Secara global kematian akibat penyakit kardiovaskular yang
disebabkan karena komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta dari 17 juta kematian
per tahun. Hipertensi bertanggung jawab untuk 45% kematian karena penyakit
jantung, dan 51% kematian akibat stroke (WHO, 2013).

1
Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

Masalah hipertensi tidak hanya soal besarnya kasus serta tingginya


kematian dan kecacatan yang diakibatkan oleh komplikasi penyakit ini, namun
sistem kesehatan yang lemah, banyaknya jumlah penderita yang tidak
terdiagnosis, tidak diobati, dan kasus hipertensi yang tidak terkendali
menyebabkan angka hipertensi lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi.
Selain itu, penanganan hipertensi yang tidak tepat juga akan menimbulkan
masalah ekonomi dan sosial. Rumah tangga sering menghabiskan sebagian besar dari pendapatan m
Di Indonesia, hipertensi sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sangat serius. H
(Kemenkes, 2013).

Tabel 1.1
Lima Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi dalam Jumlah Absolut (jiwa)

No Provinsi Jumlah Penduduk* % Hipertensi Absolut Hipertensi

1 Bangka Belitung 1.380.762 30,9 426.655 jiwa

2 Kalimantan Selatan 3.913.908 30,8 1.205.483 jiwa

3 Kalimantan Timur 4.115.741 29,6 1.218.259 jiwa

4 Jawa Barat 46.300.543 29,4 13.612.359 jiwa

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

5 Gorontalo 1.134.498 29,4 33.542 jiwa

* berdasarkan estimasi penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2014


Sumber : (Kemenkes, 2014)

Banyak faktor risiko bagi meningkatnya kasus hipertensi. Faktor risiko


tersebut dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor
risiko yang dapat diubah atau dikontrol. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
adalah umur, jenis kelamin, keturunan (genetik) sedangkan faktor risiko yang
dapat diubah adalah kegemukan, merokok, kurang aktifitas fisik, konsumsi garam
berlebihan, konsumsi alkohol berlebih, psikososial dan stress (Kemenkes, 2015).
Namun demikian, para ahli umumnya bersepakat bahwa faktor risiko yang utama
gaya hidup (lifestyle) (Hartono, 2011).
Laporan Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High Pressur VII (JNC-VII), mengidentifikasi sejumlah faktor
penyebab hipertensi, meliputi: aktivitas fisik kurang, berat badan berlebih,
kelebihan asupan natrium, kurangnya asupan buah-buahan dan sayuran, dan
asupan alkohol yang berlebihan (Chobanian et al, 2003). Penelitian Geleijnse, J.
M., Kok, F. J., & Grobbee, D. E. (2004) pada populasi di Finlandia, Italia,
Belanda, Inggris dan Amerika melaporkan bahwa diet dan gaya hidup memiliki
dampak besar pada hipertensi di negara barat.
Hartono (2011) menggambarkan perilaku dan gaya hidup yang
berkontribusi tinggi terhadap prevalensi hipertensi di Indonesia antara lain
kurangnya konsumsi buah dan sayur, tingginya konsumsi garam, kurangnya
aktivitas fisik, kegemukan dan diperparah dengan kebiasaan buruk lain seperti
merokok, mengonsumsi alkohol, dan stress. Kondisi ini juga tergambar dari
laporan Riskesdas tahun 2013 dimana mayoritas masyarakat masa kini hidup
dengan gaya yang tidak sehat. Sebanyak 36,3% penduduk di atas usia 15 tahun
perokok, sekitar 93,5% penduduk di atas usia 10 tahun kurang mengonsumsi buah
dan sayur, selain itu, sebanyak 26,1% dan 4,6% penduduk kurang beraktivitas
fisik dan mengonsumsi alkohol (Kemenkes 2013).
Deteksi dini, pengobatan hipertensi dan faktor risiko lainnya, serta
kebijakan kesehatan masyarakat yang mengurangi paparan terhadap faktor
perilaku berisiko, telah memberikan kontribusi terhadap penurunan bertahap

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

dalam kematian karena penyakit jantung dan stroke di negara-negara


berpenghasilan tinggi selama tiga dekade terakhir. Terdapat hubungan yang
signifikan antara keuntungan kesehatan dan keuntungan ekonomi pada deteksi
dini, pengobatan yang memadai dan kontrol yang baik dari hipertensi. Mengobati
komplikasi hipertensi memerlukan intervensi mahal seperti operasi bypass
jantung, bedah arteri karotis dan dialisis, kondisi ini akan menguras anggaran baik
individu dan pemerintah (Chobanian, et al, 2003; WHO, 2013).

Penatalaksanaan hipertensi melibatkan modifikasi gaya hidup dan


penggunaan obat-obatan. Dalam uji klinis, terapi anti hipertensi telah dikaitkan
dengan penurunan kejadian stroke rata-rata 35% sampai 40% dan infark
miokard 20% sampai 25%. Selain itu, penerapan gaya hidup sehat oleh semua
orang sangat penting, dan telah terbukti untuk pencegahan tekanan darah tinggi
dan merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen pengelolaan hipertensi
(Chobanian et al, 2003; Brill, J. B. 2011; Hasandokht, 2015).
Pengendalian hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi
hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng, 2009).
Pengendalian hipertensi difokuskan pada pencegahan faktor risiko dan
pengendalian tekanan darah untuk mencegah komplikasi bagi pasien hipertensi
(Kemenkes, 2015). Penelitian Yokoyama (2014) melaporkan bahwa konsumsi
buah dan sayur dikaitkan dengan tekanan darah lebih rendah. Diet tersebut bisa
menjadi sarana non-farmakologis yang berguna untuk mengurangi tekanan
darah tinggi. Alparslan dan Akdemir (2010) melaporkan latihan relaksasi dan
latihan jalan secara rutin dapat menurunkan 10,96 mmHg tekanan darah sistolik
dan 7 mmHg tekanan darah diastolik. Hasandok (2015) juga melaporkan bahwa
modifikasi gaya hidup (kontrol berat badan, pengurangan konsumsi natrium
dan
Perlu kedisiplinan dan kepatuhan yang baik dari pasien dalam
pengendalian tekanan darah. Kepatuhan pengobatan pada penyakit kronik adalah
hal yang paling penting. WHO (2013) menyatakan kepatuhan yang baik
berhubungan dengan peningkatan kontrol tekanan darah dan penurunan
komplikasi hipertensi. Kepatuhan yang baik meningkatkan efektivitas intervensi
yang ditujukan untuk mempromosikan gaya hidup sehat, seperti modifikasi diet,

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

peningkatan aktivitas fisik, perilaku tidak merokok dan pengurangan risiko


intervensi berbasis farmakologis. Hasil yang sama juga dilaporkan Mendis, Davis,
& Norrving (2015) bahwa kontrol hipertensi dan risiko kardiovaskular bergantung
pada individu yang patuh terhadap langkah-langkah untuk mengurangi faktor
risiko perilaku dan terapi obat seperti yang ditentukan.
Berdasarkan laporan WHO, tingkat kepatuhan terhadap pengobatan secara
global masih sangat rendah, yakni sekitar 48-50% di negara maju dan angka ini

lebih rendah lagi di negara-negara berkembang (WHO, 2003). Penelitian yang


dilakukan oleh Iyalomhe (2010) terhadap 108 responden hipertensi, melaporkan
hanya 33,3% yang patuh terhadap pengobatan dan modifikasi gaya hidup, Al-
Ramahi (2015) menilai kepatuhan pasien hipertensi di Palestina terhadap
pengobatan ditinjau dari berbagai variabel demografis dan psikososial
melaporkan, dari 450 responden hipertensi, hanya 16,9% yang memiliki tingkat
kepatuhan tinggi terhadap pengobatan hipertensi, 28,9% dengan kepatuhan
sedang dan 54,2% memiliki tingkat kepatuhan rendah. Selanjutnya dijelaskan
bahwa pendidikan pasien yang lebih baik dan komunikasi yang baik dengan
petugas kesehatan dapat meningkatkan beberapa faktor yang menurunkan
ketidakpatuhan seperti pelupa dan ketidakpuasan dengan pengobatan.
Penelitian lainnya terkait dengan kepatuhan dilaporkan oleh
Venkatachalam (2015) bahwa responden dengan aktivitas fisik teratur, tidak
merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol lebih patuh terhadap pengobatan
hipertensi dibandingkan dengan responden dengan gaya hidup merokok dan
konsumsi alkohol. Berdasarkan model keyakinan kesehatan, responden yang
merasa kerentanannya tinggi memiliki kepatuhan yang lebih baik dibandingkan
dengan responden yang kerentanannya rendah. Selanjutnya Anthony
(2012)
adalah fenomena umum yang mencerminkan pilihan sadar yang dibuat oleh
pasien berdasarkan pengetahuan dan persepsi mengenai kondisi kesehatan dan
pengobatannya.
Jawa Barat merupakan salah satu dari lima provinsi dengan prevalensi
hipertensi tertinggi. Pada tahun 2014 kasus hipertensi pada penduduk usia ≥15
tahun sebesar 1.266.583 kasus, atau sekitar 4 % dari total jumlah penduduk usia

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

≥15 tahun yaitu sebesar 331.336.840 jiwa. Sebanyak 612.135 kasus hipertensi
diderita oleh laki-laki dan 654.448 kasus diderita oleh perempuan. Kabupaten
Karawang tercatat sebagai salah satu Kabupaten dengan kasus hipertensi tertinggi.
Pada tahun 2014 jumlah kasus hipertensi pada penduduk usia ≥15 tahun sebesar
85.087 atau sekitar 5,6 % dari total jumlah penduduk usia ≥15 tahun yaitu sebesar
1.513.944 jiwa. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka Provinsi Jawa
Barat.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, Puskesmas


Telagasari merupakan salah satu satu sarana pelayanan kesehatan dengan kasus
hipertensi yang tinggi. Pada tahun 2015 tercatat 197 kasus baru dan pada tahun
2016 sebesar 364 kasus baru. Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan,
sehingga perlu penanganan yang komprehensif untuk mengontrol tekanan darah,
terdiri dari minum obat anti hipertensi yang teratur dan modifikasi gaya hidup.
Upaya terhadap pencegahan penyakit dan komplikasinya serta upaya
untuk memfasilitasi perubahan perilaku individu yang berisiko merupakan hal
yang sangat efektif, karena perilaku merupakan salah satu faktor penentu status
kesehatan seseorang (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). Memahami sikap dan
keyakinan yang dimiliki masyarakat dapat membantu tenaga kesehatan dalam
memberikan intervensi yang lebih efektif (Bosworth, 2002). Untuk mendapatkan
gambaran perilaku kesehatan masyarakat, maka perlu memahami dan
mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat tersebut.
Model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) adalah teori di bidang
kesehatan yang berhubungan dengan perilaku kesehatan. HBM dapat
menjelaskan perilaku pencegahan dan respon individu terhadap penyakit.
Menggalakkan perubahan perilaku dalam masyarakat dan
perorangan
media, serta kampanye pendidikan kesehatan yang terus menerus diarahkan pada
semua masyarakat. Untuk merumuskan prioritas dan merencanakan strategi
kesehatan tersebut, diperlukan perkiraan yang tepat dan yang bisa mencerminkan
keadaan, salah satunya diperlukan informasi terkait perilaku pengendalian tekanan
darah yang telah dilakukan masyarakat serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Memahami dengan baik gambaran hipertensi yang terjadi

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

pada masyarakat akan sangat membantu bagi perencanaan program intervensi.


Namun saat ini belum diketahui informasi tentang faktor-faktor apa saja yang
berkontribusi pada kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian
tekanan darah.

faktor kondisi penyakit,


1.2 Rumusan Masalah faktor terapi yang diberikan serta faktor individu/pasien
(WHO, Hipertensi
2003). Di wilayah kerja
merupakan Puskesmas
penyakit Telagasari
kroniks belum “multifaktorial”.
yang bersifat diketahui faktor-
faktor apainiyang
Penyakit berhubungan
menimbulkan dengan
berbagai kepatuhan
komplikasi penderita
apabila hipertensidengan
tidak tertangani dalam
pengendalian tekanan darah,
baik, seperti penyakit sehingga
jantung, diperlukanpenglihatan
stroke, gangguan penelitian yang dapat menggali
dan penyakit ginjal.
informasi tentangterus
Jika komplikasi faktor-faktor tersebut.
berlanjut dapat Informasi kematian.
menyebabkan ini sangat diperlukan untuk
Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu Provinsi dengan kasus hipertensi
tertinggi, pada tahun 2014 jumlah kasus hipertensi pada penduduk usia ≥15
tahun sebesar 1.266.583 kasus, atau sekitar 4% dari total jumlah penduduk usia
≥15 tahun. Kabupaten Karawang melaporkan kasus hipertensi pada penduduk
usia ≥15 tahun sebesar 85.087 atau sekitar 5,6% dari total jumlah penduduk usia
≥15 tahun, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka Provinsi Jawa
Barat. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang tahun 2015 mencatat
kasus baru hipertensi sebesar 13.160 kasus, sedangkan data tahun 2016 sampai
dengan bulan November tercatat sebesar 13.784 kasus. Puskesmas Telagasari
dilaporkan sebagai salah satu Puskesmas dengan kasus hipertensi yang tinggi,
pada tahun 2015 dilaporkan 197 kasus baru hipertensi dan pada tahun 2016
sebesar 364 kasus baru.
Pengendalian hipertensi terkait dengan perilaku dan gaya hidup serta
kepatuhan pasien untuk mengendalikan tekanan darahnya. Banyak faktor

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

merumuskan prioritas kegiatan dan merencanakan strategi promosi kesehatan bagi


perencana program.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan rumusan permasalahan, maka pertanyaan dalam penelitian ini
adalah faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kepatuhan penderita
hipertensi dalam pengendalian tekanan darah di wilayah kerja Puskesmas
Telagasari tahun 2017 ?.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengen
Tujuan khusus
Mengetahui gambaran kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah di wilaya
Mengetahui gambaran faktor pemodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama pe
pasien hipertensi di wilayah kerja Puskemas Telagasari tahun 2017.

c. Mengetahui hubungan faktor pemodifikasi (modifyng faktors) dengan


kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah di
wilayah kerja Puskemas Telagasari tahun 2017.
d. Mengetahui hubungan faktor kepercayaan individu (individual beliefs)
dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah di wilayah kerja Puskemas Telagasari tahun 2017.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


9

e. Mengetahui hubungan faktor isyarat untuk bertindak (cues to action)


dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah di wilayah kerja Puskemas Telagasari tahun 2017.
f. Mengetahui faktor paling dominan yang berhubungan dengan
kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah di
wilayah kerja Puskemas Telagasari tahun 2017.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Dinas
Kesehatan Kabupaten Karawang beserta seluruh puskesmas yang berada pada
wilayah kerjanya agar semakin baik dalam memahami perilaku pengendalian
tekanan darah pada penderita hipertensi, sehingga dapat menentukan arah
kebijakan untuk merancang strategi pencegahan dan pengendalian hipertensi.

1.5.2 Bagi Puskesmas


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
puskesmas sehingga dapat menyusun perencanaan dan intervensi yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.

1.5.4. Bagi Peneliti


Sebagai penerapan dan pengembangan ilmu yang telah didapat selama
mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
serta tambahan pengalaman, wawasan, serta pengetahuan peneliti mengenai
hipertensi dan perilaku pencegahan dan pengendalian tekanan darah pada pasien
hipertensi.

1.5.5 Bagi Masyarakat


Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan manfaat
dalam peningkatan kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Telagasari
Kabupaten Karawang.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan


dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendaliaan tekanan darah di
wilayah kerja Puskesmas Telagasari Kabupaten Karawang tahun 2017. Penelitian
dilakukan karena tingginya kasus hipertensi di Wilayah Puskesmas Telagasari
serta belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah. Responden penelitian ini
merupakan penderita hipertensi yang berobat dan tercatat di Puskesmas

Telagasari. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi


cross sectional. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April-Mei 2017.
Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan oleh peneliti dan enumerator.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepatuhan
2.1.1 Definisi Kepatuhan
Menurut WHO (2003), kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang
terkait minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan perubahan gaya hidup,
sesuai dengan arahan dan rekomendasi dari petugas kesehatan. Rekomendasi
dibuat bersama antara petugas kesehatan dan pasien dalam rangka meningkatkan
kesehatan pasien dengan memperhatikan pendapatan, perilaku/gaya hidup, nilai-
nilai dan budaya pasien. Kepatuhan menurut (Klein, Wustrack, & Schwartz, 2006)
adalah perilaku seseorang untuk minum obat atau melakukan terapi seperti yang
diarahkan baik jadwal yang tepat dan teknik yang tepat. Untuk mencapai
kepatuhan seseorang harus melalui tiga tahapan kepatuhan.

Percaya

Bertindak Tahu

Gambar 2.1 Skema Putaran Kepatuhan


Sumber: Klein, Wustrack, & Schwartz, (2006)

Berdasarkan skema di atas, tahap pertama dalam putaran kepatuhan yaitu


percaya. Seseorang harus percaya pada ketepatan dari diagnosa, kesesuaian terapi,
kemampuannya untuk melaksanakan terapi dan ketepatan serta kecenderungan
untuk mencapai keberhasilan (Ajzen,1991; Bandura,1989 dalam Klein, 2006).
Setelah orang memiliki beberapa dasar untuk percaya, maka mereka akan
mengembangkan suatu model mental/sikap dari kondisi dan efek dari terapi.
Tahap kedua adalah tahu atau mengetahui, sebuah model mental yang kuat yang
akan membantu seseorang untuk tahu apa yang harus dilakukan, kapan dan
bagaimana melakukannya. Instruksi yang jelas dan dikembangkan dengan baik

11
Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

membantu orang mengambil tindakan yang efektif. Pada gilirannya, pengetahuan


yang memadai tentang kapan dan bagaimana melakukan terapi akan membantu
seseorang membangun petunjuk penting dan pengingat untuk tetap patuh. Tahap
terakhir yaitu bertindak. Untuk dapat bertindak, seseorang harus mampu secara
fisik, kognitif, emosional, dan finansial (Klein, Wustrack, & Schwartz, 2006).

2.1.2 Dimensi Kepatuhan


tentang penyakit dan pengobatan, dan disfungsi keluarga.
Kepatuhan adalah fenomena multidimensi yang ditentukan oleh interaksi
2.1.2.2 Faktor
dari lima Sistem
faktor, Kesehatan
kelima dimensi tersebut adalah faktor sosial ekonomi, faktor
sistem WHO menjelaskan
kesehatan, faktor bahwa
kondisiada beberapa
penyakit, hambatan
faktor terapidalam
yang sistem pelayanan
diberikan serta
kesehatan dan(WHO,
faktor pasien tim kesehatan
2003). dalam meningkatkan kepatuhan antara lain,
kurangnya kesadaran
Menurut dan
Klein, pengetahuan
Wustrack, tentang (2006)
& Schwartz, kepatuhan, sistem distribusi
menyatakan bahwa ada obat
4
yang buruk,
(empat) kurangnya
faktor pengetahuan
kritis yang membentukdan pelatihan
seseorang bagi
untuk penyedia
berhasil layanan
dalam menjalani
kepatuhan yaitu karakteristik individu, kondisi, terapi dan jaringan sosial. Setiap
individu memiliki motivasi berbeda, kondisi yang bervariasi terhadap
bagaimana status kesehatan mempengaruhi atau mempunyai dampak pada
kehidupan seseorang, terapi membutuhkan tuntutan serta komitmen yang
berbeda, dan kekuatan serta luasnya jaringan sosial yang dimiliki seseorang,
meliputi tenaga professional kesehatan dan sistem pendukung lainnya.

2.1.2.1 Faktor Sosial Ekonomi


Beberapa faktor dilaporkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepatuhan yaitu status sosial ekonomi yang rendah, kemiskinan, buta huruf,
rendahnya tingkat pendidikan, pengangguran, kurangnya dukungan sosial,
kondisi hidup yang tidak stabil, jarak jauh dari pusat pengobatan, tingginya
biaya transportasi, biaya pengobatan tinggi, perubahan situasi lingkungan,
keyakinan

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

kesehatan pada pengelolaan penyakit kronis, kurangnya insentif dan umpan balik
pada kinerja, konsultasi singkat, kapasitas sistem yang lemah untuk mendidik
pasien dan memberikan tindak lanjut, ketidakmampuan untuk membangun
dukungan masyarakat dan kapasitas pengelolaan diri, kurangnya pengetahuan
tentang kepatuhan dan intervensi yang efektif untuk meningkatkan itu.

2.1.2.3 Faktor Kondisi Penyakit


Beberapa faktor penentu yang berhubungan dengan kepatuhan berkaitan
dengan tingkat keparahan gejala, tingkat kecacatan (fisik, psikologis, sosial), laju
perkembangan dan tingkat keparahan penyakit, dan ketersediaan pengobatan.

2.1.2.4 Faktor Terapi yang Diberikan


Ada banyak faktor yang terkait dengan terapi yang mempengaruhi
kepatuhan. Faktor yang paling penting adalah yang berkaitan dengan
kompleksitas regimen obat, durasi pengobatan, kegagalan pengobatan
sebelumnya, perubahan yang sering dalam pengobatan, efek samping, dan
ketersediaan dukungan medis.

2.1.2.5 Faktor Pasien


Faktor yang berhubungan dengan pasien mewakili sumber daya,
pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi dan harapan pasien. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan pasien yang mempengaruhi kepatuhan adalah: lupa; stres
psikososial; kecemasan tentang kemungkinan efek samping; motivasi rendah;
pengetahuan memadai dan keterampilan dalam mengelola gejala penyakit dan
pengobatan; kurangnya kebutuhan yang dirasakan sendiri untuk pengobatan;
kurangnya efek pengobatan yang dirasakan; keyakinan negatif tentang
kemanjuran pengobatan; kesalahpahaman; kurangnya persepsi risiko kesehatan
yang berhubungan dengan penyakit.

2.1.3 Dampak Kepatuhan Terhadap Kontrol Tekanan Darah


Kepatuhan yang baik telah dikaitkan dengan peningkatan kontrol tekanan
darah dan mengurangi komplikasi hipertensi. Sebuah penelitian, intervensi
pendidikan kesehatan untuk pasien hipertensi diperkenalkan secara acak dalam
rancangan kohort kepada 400 pasien rawat jalan selama periode 5 tahun.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

Intervensi tersebut menghasilkan peningkatan kepatuhan, yang dikaitkan dengan


kontrol tekanan darah yang lebih baik dan penurunan yang signifikan pada tingkat
kematian terkait hipertensi (Morisky et al dalam WHO, 2003). Dalam studi lain,
penderita hipertensi yang mengikuti pengobatan yang diresepkan 1,71 kali lebih
mungkin untuk mencapai kontrol hipertensi yang memadai dibandingkan dengan
mereka yang tidak patuh (Bhandari, S., Sarma, P. S., & Thankappan, K. R. 2015).

2.1.4 Strategi dalam Meningkatkan Kepatuhan


Kepatuhan terhadap rekomendasi pengobatan memiliki dampak besar pada
kesehatan dan biaya perawatan untuk pasien dengan hipertensi. Kepatuhan
terhadap pengobatan jangka panjang membutuhkan perubahan perilaku, yang
melibatkan belajar, mengadopsi dan mempertahankan perilaku. Strategi seperti
memberikan hadiah, pengingat dan dukungan keluarga untuk memperkuat
perilaku baru telah terbukti meningkatkan kepatuhan dalam penyakit kronis.
Intervensi terkait perilaku cenderung menjadi kunci untuk meningkatkan
kepatuhan terhadap obat antihipertensi.
Tenaga Kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang bagaimana
memberi nasihat kepada pasien dengan cara yang konstruktif dan tidak
menghakimi dengan tujuan utama membantu pasien untuk mematuhi pengobatan.
Penyedia layanan kesehatan juga harus dilatih untuk membuat pilihan yang
rasional tentang obat. Selain hal tersebut, pasien perlu memahami pentingnya
menjaga kontrol tekanan darah dan menggunakan obat-obatan mereka secara
rasional (WHO, 2003).
Strategi lainnya untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan
hipertensi adalah:
1. Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan
kepatuhan pasien
2. Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan
pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan
3. Pasien diberitahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih
harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya
mengikuti rencana tersebut.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

2.2 Tinjauan Tentang Perilaku


2.2.1 Perilaku Kesehatan
Dalam arti luas, perilaku kesehatan mengacu pada tindakan individu,
kelompok, dan organisasi, serta faktor penentu, yang saling berkorelasi, dan
konsekuensi, termasuk perubahan sosial, pengembangan dan pelaksanaan
kebijakan, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan kualitas hidup
(Parkerson, 1993) dalam Glanz, Rimer, & Viswanath, (2008).

Gochman (1982, 1997) dalam Glanz, Rimer, & Viswanath, (2008)


mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai atribut-atribut pribadi seperti
keyakinan, harapan, motif, nilai-nilai, persepsi, dan unsur-unsur kognitif
lainnya; karakteristik kepribadian, termasuk ciri-ciri afektif dan emosional; dan
pola perilaku terbuka, tindakan, dan kebiasaan yang berhubungan dengan
pemeliharaan kesehatan, restorasi kesehatan, dan peningkatan kesehatan.
Definisi Gochman konsisten dengan definisi kategori spesifik perilaku kesehatan
yang diusulkan oleh Kasl dan Cobb (1966a, 1966b). Kasl dan Cobb menentukan
tiga kategori perilaku kesehatan:
1. Perilaku Pencegahan (Preventive health behavior): setiap kegiatan yang
dilakukan oleh seorang individu yang percaya dirinya (sendiri) untuk
menjadi sehat, untuk tujuan mencegah atau mendeteksi penyakit dalam
keadaan tanpa gejala.
2. Perilaku Sakit (Illness behavior): setiap kegiatan yang dilakukan oleh
seorang individu yang merasakan dirinya sakit, untuk menentukan
keadaan kesehatan, dan untuk menemukan obat yang cocok (kasl dan
Cobb, 1966a).
3. Perilaku Peran Sakit (Sick-role behavior): setiap kegiatan yang
dilakukan
mendapatkan yang baik, termasuk menerima perawatan dari tenaga
kesehatan, umumnya melibatkan berbagai macam perilaku bergantung,
dan biasa mengarah ke beberapa derajat pembebasan tanggung jawab
seseorang (kasl dan Cobb, 1966b).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

2.2.2 Model Perilaku Kesehatan


HBM merupakan konsep untuk menjelaskan faktor yang berhubungan
dengan keputusan individu berkaitan dengan kesehatannya. Konsep ini awalnya
dirumuskan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (Rosenstock, 1974).
Dikembangkan pada tahun 1950 oleh psikolog sosial untuk menjelaskan
kegagalan orang untuk berpartisipasi dalam program mencegah dan mendeteksi
penyakit. Karakteristik awal model menjelaskan bagaimana seseorang mengambil
tindakan untuk menghindari penyakit, individu perlu percaya (1) bahwa ia secara
pribadi rentan terhadap penyakit tersebut, (2) penyakit yang terjadi akan memiliki
keparahan pada beberapa komponen hidupnya, dan (3) mengambil tindakan
tertentu sebenarnya akan menguntungkan dengan mengurangi kerentanan untuk
kondisi atau, jika penyakit terjadi, maka akan mengurangi beratnya, dan bahwa
hal itu tidak akan memerlukan hambatan penting (Rosenstock, 1974). Selanjutnya
model ini diperluas untuk mempelajari perilaku orang dalam menanggapi
penyakit, khususnya kepatuhan terhadap regimen medis (Becker, 1974).

Modifying factors
Individual Likehood of action
perception Demographic variabels (age, sex,
race, ethnicity, etc)
Perceived preventive
benefits minus
of
Sociopsychological variabels perceived action
(persoality, social class, peer
and reference group pressure,
barriersto
etc)
preventive action
Structural variables (knowledge
about the disease, prior
contac with the disease, etc)

Perceived

susceptibility

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1
Likehood of taking
Perceived Threat of recommended
desease “X” preventive health
action
Cues to action
Mass media campaigns
Advise from others
Reminder postcard from physician or dentist.
Illnes of family member or friend
Newspaper or megazine article
Gambar 2.2 Bagan Health Belief Model
Sumber : Rosenstock, I. M. 1974. Historical origins of the health belief model. Healt Education
monographs, 2, 328-335

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

Model konsep HBM menurut Rosenstok (1974) pada bagan tersebut


dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) adalah persepsi
individu tentang kemungkinan terkena suatu penyakit. Seseorang akan
bertindak untuk mencegah penyakit jika ia merasakan bahwa ia sangat
mungkin terkena penyakit tersebut. Kerentanan yang dirasakan setiap
individu berbeda tergantung persepsi tentang risiko yang dihadapi individu

pada suatu kondisi tertentu atau sakit.


2. Keparahan atau ancaman yang dirasakan (perceived seriousness) adalah
pandangan individu tentang bahaya penyakit yang dideritanya.
Pandangan ini mendorong seseorang untuk mencari pengobatan atas
penyakit yang dideritanya. Keseriusan ini ditambah dengan akibat dari
suatu komplikasi penyakit misalnya, tingginya kematian akibat penyakit,
penurunan fungsi fisik dan mental, kecacatan dan dampaknya terhadap
kehidupan sosial.
3. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits), individu akan
mempertimbangkan apakah alternatif itu memang bermanfaat
mengurangi ancaman penyakit. Persepsi tentang manfaat yang dirasakan
juga berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya sehingga tindakan
ini mungkin dilaksanakan. Persepsi ini dipengaruhi oleh norma dan
tekanan dari kelompoknya
4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers) merupakan persepsi
terhadap aspek negatif yang menghalangi individu untuk melakukan
tindakan kesehatan, misalnya biaya mahal, bahaya, rasa sakit dan
pengalaman tidak menyenangkan.
5. Isyarat untuk bertindak (cues to action) merupakan faktor pencetus
ini dapat bersifat internal dan eksternal. Isyarat internal yaitu berasal dari
dalam diri individu, misalnya gejala penyakit yang dirasakan. Isyarat
eksternal yaitu berasal dari interaksi interpersonal, misalnya media massa,
pesan, nasehat, anjuran atau konsultasi dengan petugas kesehatan.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


1

6. Variabel lainnya
Variabel demografi, sosial-psikologis, dan variabel struktural terbukti
berperan dalam mempengaruhi persepsi individu dan manfaat yang
dirasakan dari tindakan pencegahan.

Glanz, Rimer & Viswanath (2008) menjelaskan HBM berisi beberapa konsep
utama yang memprediksi mengapa orang akan mengambil tindakan untuk
mencegah, atau untuk mengendalikan kondisi penyakit; yang terdiri dari
komponen kerentanan yang dirasakan, persepsi tentang keseriusan, manfaat dan
hambatan, isyarat untuk bertindak, dan yang paling baru yaitu self-efficacy. Orang
cenderung akan mengambil tindakan yang mereka percaya akan mengurangi
risiko apabila individu menganggap diri mereka rentan terhadap suatu kondisi
penyakit, dan percaya kondisi penyakit akan memiliki konsekuensi serius,
kemudian percaya tindakan yang tersedia bagi mereka akan bermanfaat dalam
mengurangi kerentanan mereka terhadap keparahan kondisi penyakit, dan mereka
juga percaya manfaat yang diharapkan dari tindakan yang diambil lebih besar
daripada hambatan.

Tabel 2.1 Konsep Utama dan Definisi dari Health Belief Model

Konsep Definisi Aplikasi

Kerentanan yang Keyakinan tentang kemungkinan - Tentukan populasi


dirasakan (Perceived mengalami risiko atau beresiko, tingkat resiko
susceptibility) mendapatkan suatu kondisi atau - Identifikasi risiko
penyakit berdasarkan
karakteristik atau
perilaku seseorang
- Membuat kerentanan
yang dirasakan lebih
konsisten dengan risiko
individu yang
sebenarnya

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

Keparahan atau Keyakinan tentang seberapa Tentukan dampak dari risiko


ancaman yang serius kondisi dan gejala yang dan kondisi/keadaan
dirasakan (Perceived dirasakan.
severity)

Manfaat yang Kepercayaan pada keberhasilan Tentukan tindakan yang akan


dirasakan (Perceived tindakan yang disarankan untuk dilakukan: bagaimana, di
benefits) mengurangi risiko atau keseriusan mana, kapan; menjelaskan
dari dampak penyakit efek positif yang diharapkan

Hambatan yang Keyakinan tentang aspek negative Mengidentifikasi dan


dirasakan (Perceived yang menghalangi tindakan mengurangi hambatan yang
barriers) dirasakan melalui keyakinan,
koreksi kesalahan informasi,
insentif, bantuan.

Isyarat untuk Strategi untuk mengaktifkan Menyediakan informasi,


bertindak (Cues to "kesiapan" meningkatkan kesadaran,
action) menggunakan sistem
pengingat yang tepat.

Self-efficacy Kepercayaan pada kemampuan - Memberikan pelatihan


seseorang untuk mengambil dan bimbingan dalam
tindakan melakukan tindakan
yang disarankan
- Menetapkan
sasaran/tujuan
- Memberikan penguatan
lisan
- Menunjukkan perilaku
yang diinginkan
- mengurangi kecemasan

Sumber : Glanz, Rimer, & Viswanath, (2008)

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

Berdasarkan konsep Health Belief Model yang dijelaskan oleh Glanz, Rimer, &
Viswanath, berikut digambarkan bagan hubungan antara masing-masing faktor.
Komponen dan hubungan antar faktor dijelaskan seperti bagan di bawah ini.
Modifying faktors Individual beliefs

Acti Perceived susceptibility


to and severity of Perceived threat
disease

Age of disease Gender Ethnicity Personality Socioeconomics Knowledge


Perceived benefits
Individual behavior

Perceived
barriersCues to
action
Perceived self-efficacy

Gambar 2.3 Bagan Komponen dan Hubungan Health Belief Model


Sumber: Glanz, Rimer, & Viswanath, (2008)

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan, faktor pemodifikasi mencakup pengetahuan dan variabel
hambatan, dan self-efficacy. Faktor pemodifikasi mempengaruhi kepercayaan
individu, begitu juga isyarat untuk bertindak.

2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau juga dikenal dengan sebutan tekanan darah tinggi,
merupakan suatu kondisi dimana tekanan tinggi pada pembuluh darah secara terus

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

menerus. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik, diastolik atau


kedua-duanya. Semakin tinggi tekanan pada pembuluh darah, maka kerja jantung
untuk memompa darah akan semakin meningkat. Jika dibiarkan tidak terkontrol,
maka akan menyebabkan komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak dan
ginjal serta kesehatan secara menyeluruh. Hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan darah sistolik sama dengan atau di atas 140 mm Hg dan / atau tekanan
darah diastolik sama dengan atau di atas 90 mm Hg (WHO, 2013).
Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika melewati dinding arteri. Tekanan darah dicatat dalam
(Chobanian et al, 2003).

2.3.2 Gejala Hipertensi


Kebanyakan penderita hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali. Sebagian orang menganggap b
Hipertensi adalah tanda peringatan yang serius bahwa perubahan gaya
hidup yang signifikan diperlukan. Kondisi ini bisa menjadi silent killer dan

penting bagi semua orang untuk mengetahui tekanan darah mereka (WHO, 2013).
Perlu ditekankan pada pasien dan masyarakat bahwa hipertensi jangan dilihat dan
dirasakan dari gejalanya, tetapi lakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala
walaupun belum pernah mengalami tekanan darah tinggi (Aziza, 2007).

2.3.3 Klasifikasi Hipertensi

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :


1. Hipertensi essensial atau primer
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (90%). Biasanya terjadi pada
kelompok umur 50-60 tahun, dan sepertiga dari mereka mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik. Biasanya 70-80 persen terjadi pada
seseorang dengan riwayat keluarga menderita hipertensi. Jika hipertensi
terjadi pada kedua orang tua, risiko terkena hipertensi meningkat sebesar
250 persen. Korelasi tekanan darah lebih kuat antara orang dengan anak dibandingkan antara suami-i
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang penyebabnya dapat ditentukan (10%). Biasanya terjadi karena kelainan pembuluh da
Untuk menegakkan diagnosis hipertensi dilakukan pengukuran tekanan darah miniml 2 kali dengan j
Tabel 2.2 Klasifikasi H

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal 120 dan <80

Pre-hipertensi 120-139 atau 80-90

Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥160 atau ≥100

Sumber : JNC 7 tahun 2003 (Chobanian et al, 2003)

2.3.4 Faktor Risiko Hipertensi


Berdasarkan pedoman pengendalian hipertensi Kementerian Kesehatan
2015, faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan tidak dapat
diubah, antara lain : umur, jenis kelamin dan genetik.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Penelitian yang
dilakukan oleh Rahajeng dan Tuminah (2009) melaporkan risiko
hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia.
Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali
dibandingkan usia 18-24 tahun dan kelompok usia >75 tahun berisiko

11,53 kali.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria
mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak megalami
peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan,
karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung
meningktakan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat bahkan setelah usia
65 tahun, akibat faktor hormonal maka pada perempuan kejadian
hipertensi lebih tinggi dari Pria. Menurut Riskesdas 2013, prevalensi
hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.
c. Keturunan
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
juga menigkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer
(essensial). Situmorang (2015) melaporkan adanya hubungan antara
hipertensi dengan faktor keturunan dengan p : 0,000.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita
hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, konsumsi garam
berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol, dyslipidemia dan stress.
a. Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter (Kemenkes, 2015). Berat badan dan Indeks Masa Tubuh (IMT)

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah


sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Studi yang dilakukan oleh
Basu dan Millet (2013) di 6 negara berpenghasilan menengah (China,
Ghana, India, Meksiko, Rusia, dan Afrika Selatan) melaporkan
Obesitas berkorelasi signifikan untuk hipertensi (rasio odds, 3,7; 95%
confidence interval, 2,1-6,8 dibandingkan berat badan normal).

Rahajeng dan Tuminah (2009) melaporkan besarnya risiko hipertensi


pada kelompok obesitas meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15 kali, dan
normal 1,44 kali dibandingkan mereka yang kurus. Obesitas
abdominal juga mempunyai risiko hipertensi secara bermakna (OR
1,40).
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbonmonoksida yang
dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut menyebabkan
proses arterosklerosis dan tekanan darah tinggi (Kemenkes, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh (Setyanda, Sulastri, & Lestari, 2015)
melaporkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan
hipertensi (p=0,003) yaitu dipengaruhi oleh lama merokok (p=0,017)
dan jenis rokok (p=0,017). Ada hubungan Kebiasaan merokok
dengan kejadian hipertensi (Situmorang, 2015).
c. Kurang aktifitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat menurunkan efisiensi kerja jantung,
menurunkan kemampuan tubuh termasuk kemampuan seksual dan
kebugaran jasmani. Penelitian yang dilakukan oleh Andria, K.
tingkat olahraga yang kurang sebesar 45,79%. Pengujian dengan uji
Chie-square menunjukkan perilaku olahraga mempunyai hubungan
bermakna dengan terjadinya hipertensi pada lansia, diperoleh p =
0,000.
d. Konsumsi garam berlebih

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik


cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah (Kemenkes, 2015). Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah
rerata yang rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar

7-8 gram tekanan darah rerata lebih tinggi.


e. Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan,
namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam peningkatan tekanan darah.
Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2015) menyatakan ada
hubungan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dengan kejadian
hipertensi. Konsumsi alkohol mempunyai hubungan dengan kejadian
hipertensi (p=0,002) (Paat, Ratag, Kepel, & Manado, 2014).
f. Psikososial dan stress
Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar anak ginjal
melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stress
berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian
sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala
yang muncul dapat berupa hipertensi atau maag. Penelitian yang
dilakukan oleh South et al di Puskesmas Kolongan
Kecamatan
hubungan signifikan antara stres dengan hipertensi (p=0,002, p<0.05)
(South et al, 2014).

2.3.5 Tata Laksana Hipertensi


National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) di Amerika
Serikat telah merekomendasikan kombinasi strategis pencegahan primer

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

hipertensi. Kombinasi strategi tersebut diantaranya penurunan berat badan,


pengurangan makan tinggi garam, penurunan kosumsi alkohol,
suplementasi/penambahan kalium, modifikasi pola makan dan peningkatan
aktivitas fisik. Kombinasi yang secara umum disebut sebagai
modifikasi/perubahan pola hidup tersebut juga mempunyai pengaruh positif
terhadap faktor risiko kardiovaskular seperti obesitas dan diabetes mellitus. Selain
itu, terdapat juga rekomendasi usaha pencegahan sekunder hipertensi termasuk

deteksi dini, terapi dan mengontrol hipertensi (Aziza, 2007).


Tatalaksana yang banyak dianut hingga saat ini adalah sesuai dengan
rekomendasi JNC-VII 2003.
1. Pada saat sesesorang ditegakkan diagnosisnya menderita hiperteni
derajat satu, maka yang pertama dilakukan adalah mencari faktor risiko
apa yang ada. Kemudian dilakukanlah upaya untuk menurunkan faktor
risiko yang ada dengan modifikasi gaya hidup, sehingga dapat dicapai
tekanan darah yang diharapkan. Bila dalam satu bulan tidak tercapai
tekanan darah normal, maka terapi obat diberikan. Bila hipertensi derajat
dua maka intervensi obat diberikan bersamaan dengan modifikasi gaya
hidup.
2. Terapi pilihan adalah pertama golongan thiazide, kedua ACEI
(angiotensin converting enzyme inhibitor), selanjutnya CCB (calcium
channel blockers).
3. Bila terapi tunggal tidak berhasil maka dikombinasikan dengan obat
golongan lain.
4. Bila tekanan darah normal tidak tercapai baik melalui modifikasi gaya
hidup dan terapi kombinasi, maka pasien perlu rujukan spesialistik.
5. Bila tekanan darah masih tidak terkendali dan atau sudah melibatkan
perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
6. Bila penatalaksanaan sudah selesai dan pasien hanya melanjutkan
terapinya maka pasien harus dikembalikan ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Secara sistematis, di bawah ini digambarkan prosedur tatalaksana pengelolaan
hipertensi.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

MODIFIKASI POLA HIDUP

Target TD belum tercapai: (<140/90 mmHg bagi pasien DM/penyakit ginjal kronis

OBAT PILIHAN AWAL

Tanpa Indikasi Khusus Dengan Indikasi Khusus

Derajat 1 Derajat 2 Obat untuk indikasi khusus (TDS 140-159/


(TDS 140-159/TDD 90-99 mmHg) (TDS >160/TDD ≥100 mmHg) kebutuhan
rikan diuretic tipe Thiazide, pertimbangkan : ACEI, ARB, BB, CCB atau kombinasi
Berikan: kombinasi 2 obat (Tipe
Thiazide + ACEI, ARB, BB, CCB

TARGET TEKANAN DARAH BELUM TERCAPAI

Optimalkan dosis/tambahkan obat sampai target TD tercapai.


Pertimbagkan konsul ke spesialis/Rumah Sakit

Gambar 2.4 BaganTatalaksana Hipertensi Berdasarkan JNC-VII 2003

2.3.5.1 Modifikasi Gaya Hidup


Pola hidup sehat yang dianjurkan untuk mencegah dan mengontrol
hipertensi adalah:
1. Makan gizi seimbang
Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Prinsip diet yang dinjurkan adalah gizi seimbang: membatasi
gula, garam, cukup buah, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, makanan

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2

rendah lemak jenuh, menggantinya dengan unggas dan ikan yang


bermiyak. Konsumsi ikan teratur sebagai bagian makanan pengurang berat
badan memperbesar pengurangan tekanan darah pada pasien hipertensi
yang gemuk dan memiliki manfaat pada profil lipid. Pasien hipertensi
disarankan untuk makan buah-buahan dan sayuran lebih banyak, makan
ikan dan mengurangi makan berlemak (Aziza, 2007).

Tabel 2.3 Pedoman Gizi Seimbang

Garam (natrium klorida) Lemak


- Batasi garam <5 gram (1 - Batasi daging berlemak,
sendok teh) per hari lemak susu dan minyak
- Kurangi garam saat goreng (<2 sendok makan
memasak per hari)
- Membatasi makanan olahan - Ganti minyak sawit/minyak
dan cepat saji kelapa dengan zaitun,
kedelai, jagung, lobak
Buah-buahan dan sayuran - Ganti daging lainnya
- 5 porsi (400-500 gram) buah- dengan ayam (tanpa kulit)
buahan dan sayuran per hari
Ikan
(1 porsi setara dengan 1
buah jeruk, apel, manga, - Makan ikan sedikitnya tiga
pisang atau 3 sendok makan kali per minggu
sayur yang sudah dimasaki) - Utamakan ikan berminyak
seperti tuna, makarel,
salmon

Sumber : Kemenkes, (2015)

Yokoyama (2014) melaporkan bahwa konsumsi buah dan sayur dikaitkan


dengan tekanan darah lebih rendah. Ada hubungan antara pola makan
dengan keberhasilan penurunan tekanan darah (p=0,028 ; OR=2,667 ;
95%CI=1,099–6,468 dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki pola
makan buruk berisiko sebesar 3 kali untuk tidak mengalami penurunan
tekanan darah (Prabaningrum, 2014).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

Untuk lebih detail, dianjurkan menggunakan modifikasi Dietary


Approaches To Stop Hypertension (DASH) sesuai tabel 2.3.

Tabel 2.4 Modifikasi Dietary Approaches To Stop Hypertension


(DASH)
Bahan Makanan Porsi Harian Ukuran Rumah Tangga

Biji-bijian/serelia utuh 7-8 penukar 1 iris/lembar roti

½ gelas sereal kering

½ gelas nasi, pasta, atau sereal dan


serat

Sayuran 4-5 penukar 1 gelas sayuran berdaun (mentah)

½ gelas sayuran matang

¾ gelas jus sayuran

Buah dan jus 4-5 penukar 1 potong sedang buah segar

¼ gelas buah kering

½ mangkuk buah segar/ buah


frozen/buah kaleng

¾ gelas jus buah

Susu tanpa/rendah lemak 2-3 penukar 1 gelas susu, 1 gelas yogurt atau 1
dan produk olahannya potong keju (±45g)

Daging tanpa lemak, ≤ 2 penukar 2 potong daging matang, ungags, atau


ungags dan ikan ikan, 1 butir putih telur*

Kacang-kacang, biji- ½-1 penukar ½ gelas kacang-kacangan


bijian dan polong-
2 sendok makan selai kacang

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

polongan 3 ½ gelas kedelai atau kacang


polong matang

Lemak dan minyak 2-3 penukar 1 sendok teh margarin

1 sendok teh minyak sayur

1 sendok makan mayonnaise rendah


lemak/salad dressing

Sweets dan gula 5 penukar/minggu 1 sendok makan gula pasir

1 sendok makan jelly atau selai

½ gelas sorbet, gelatin

Garam 1 penukar 1 sendok teh kecil

*batasi asupan kuning telur tidak lebih dari 4 butir per minggu (daftar asupan makanan di atas berdasarkan 2

2. Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal


Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak dilaporkan. Melakukan penurunan ber
perempuan (Kemenkes, 2015).

3. Melakukan olahraga teratur


Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-40 menit (sejauh 3 km) lima
sistolik 4 mmHg dan tekanan darah diastolik 2,5 mmHg. Olahraga yang

teratur dapat meningkatkan produksi nitrit oksida oleh sel-sel endotel


pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah sehingg dapat menurunkan tekanan darah. Berbagai cara
relaksasi seperti meditasi, yoga atau hypnosis dapat mengontrol sistem
syaraf, sehingga menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik dengan
intensitas sedang yang melibatkan gerakan ritmis anggota tubuh bagian

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

bawah selama 50-60 menit, 3 atau 4 kali per minggu, mengurangi tekanan
darah dan tampaknya lebih efektif daripada olahraga berat (Cléroux,
Feldman, & Petrella, 1999).
4. Berhenti merokok
Untuk menghindari tingginya risiko kardiovaskkuler, pasien harus berhenti
merokok (Chobanian et al, 2003). Merokok dikaitkan dengan efek pressor,
dengan peningkatan tekanan darah sekitar 10/7 mmHg pada pasien

hipertensi 15 menit setelah merokok dua batang, efek itu semakin kuat
jika minum kopi.
5. Mengurangi konsumsi alkohol
Pengurangan konsumsi alkohol dari lebih dari 2 minuman per hari
mengurangi tekanan darah bagi orang hipertensi dan orang normotensive
(Campbell, Ashley, Carruthers, Lacourcière, & McKay, 1999). Dalam
memberikan edukasi kepada pasien tentang alkohol hendaknya
dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. Pantang alkohol harus dipertahankan (jangan mulai minum alkohol)
b. Jangan menganjurkan untuk mulai mengonsumsi alkohol demi
alasan kesehatan
c. Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per hari
dan perempuan 1 unit per hari, jangan lebih dari 5 hari minum per
minggu
d. Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur
(10% alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol.
e. Sarankan pasien untuk tidak mengonsumsi alkohol bila ada risiko
tambahan antara lain:
 Mengemudi atau mengoperasikan mesin
 Minum obat yang berinteraksi dengan alkohol
 Menderita ganggunan medis yang dapat diperburuk oleh
alkohol
 Kesulitan dalam mengendalikan kebiasaan minum.

Tabel 2.5 Dampak Modifikasi Gaya Hidup Terhadap Penurunan Tekanan Darah

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

Modifikasi Rekomendasi Penurunan TD (mmHg)

Berat badan Pertahankan IMT 18,5-22,9 kg/m2 5-20 mmHg/penurunan 10 kg

Diet Sehat Konsumsu sayur dan buah cukup, hindari 8-14 mmHg
lemak

Batasi Garam Konsumsi garam <1 sendok the 2-8 mmHg

Aktifitas Fisik Olahraga teratur : jalan kaki 30-45 menit (3 4-9 mmHg
km)/hari-5 kali per-minggu

Batasi alkohol Laki-laki : 2 unit minumam/hari 2-4 mmHg

Perempuan : 1 unit minumam/hari

Sumber : Kemenkes, (2015)

2.3.5.2 Terapi Obat


Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa
kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya dititrasi. Obat
berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama
perjalanan terapi. Pemilihan atau kombinasi obat anti-hipertensi yang cocok
bergantung pada keparahan hipertensi dan respon penderita terhadap obat.
Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi perlu diingat, yaitu :
a. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan
penyebabnya.
b. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya
komplikasi.
c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
antihipertensi.
d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

e. Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat antihipertensi di


Puskesmas dapat diberikan disaat control dengan catatan obat yang
diberikan untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru
f. Untuk penderita hipertensi yang baru didiagnosis (kunjungan pertama)
maka diperlukan control ulang disarankan 4 kali dalam sebulan atau
seminggu sekali, apabila tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik
>100 mmHg sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan
kedua (dalam dua minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol
g. Pada kasus hipertensi emergensi atau urgensi tekanan darah tidak dapat dikontrol stelah pemberian
Pasien dan keluarga hendaknya selalu dinasehati untuk:
Minum obat teratur seperti yang disarankan meskipun tidak ada gejala
Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji, makanan k
Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin secara teratur
Tekanan darah yang diperiksa harus dicatat sehingga dapat dimonitor

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi dalam Pengendalia


Usia
Kelompok responden dengan tekanan darah terkendali paling banyak ditemukan pada kelompok umu
pengobatan cenderung mengalami peningkatan ketika jumlah obat yang

dikonsumsi bertambah, menunjukkan bahwa ketidakpatuhan dan kurangnya


pengendalian terhadap tekanan darah menjadi masalah besar bagi orang tua.
Rendahnya kontrol terhadap tekanan darah kemungkinan karena penggunaan
beberapa obat sebagai akibat dari peningkatan morbiditas penyakit, termasuk
tingkat keparahan penyakit (Bosworth, H. B., & Oddone, E. Z. 2002).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

Beberapa penelitian menunjukkan, kepatuhan secara signifikan


dipengaruhi oleh usia, pasien yang lebih tua lebih mungkin untuk menjadi patuh
dibandingkan pasien yang lebih muda (OR 5.9, P;0.001) (Ross, S., Walker, A., &
MacLeod, M. J. 2004). Penelitian Al-Ramahi, R. (2015) melaporkan beberapa
variabel yang berkontribusi terhadap kepatuhan yang buruk salah satunya adalah
usia yang lebih muda. Senada dengan penelitian Robinson, T. (2012) menyatakan
perilaku pengelolaan hipertensi antara partisipan berusia kurang dari 50 tahun

secara signifikan kurang dari peserta antara usia 51 dan 70 tahun, dan
peserta yang lebih tua dari 70 tahun.

2.4.2 Jenis Kelamin


Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang dilaporkan
berhubungan dengan tingkat kepatuhan (WHO, 2003). Berdasarkan penelitian,
jenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan durasi
singkat penyakit secara signifikan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
terapi hipertensi baik farmakologis dan non-farmakologis (Jankowska-Polańska,
Blicharska, Uchmanowicz, & Morisky, 2016). Penelitian lainnya Ross, S.,
Walker, A., & MacLeod, M. J. (2004) melaporkan jenis kelamin secara
signifikan mempengaruhi kepatuhan, wanita lebih patuh daripada laki-laki (OR
0,6, P;0.015).

2.4.3 Pendidikan
Dalam pembentukan perilaku manusia, pendidikan merupakan faktor
yang sangat penting. Pendidikan dalam arti formal adalah proses penyampaian
bahan atau materi pendidikan kepada sasaran pendidikan agar tercapai
perubahan perilaku. Green & Kreuter (2005) menjelaskan kemampuan juga
dikaitkan dengan
kemampuan terhadap tindakan tertentu.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dilaporkan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan. Tingkat pendidikan yang rendah
beresiko terhadap ketidakpatuhan (WHO, 2003). Hasil ini serupa dengan
penelitian Fonju, (2015) melaporkan tingkat pendidikan yang rendah diidentifikasi
sebagai faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pengobatan pada orang

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

dewasa hipertensi di wilayah North West, Kamerun. Penelitian lainnya juga


melaporkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi secara signifikan
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi farmakologis dan non-
farmakologis (Jankowska-Polańska, Blicharska, Uchmanowicz, & Morisky,
2016).

2.4.4. Penghasilan
Meskipun status sosial ekonomi tidak secara konsisten ditemukan sebagai
faktor utama dari kepatuhan, di negara-negara berkembang status sosial ekonomi
rendah menempatkan pasien dalam posisi harus memilih antara beberapa
kebutuhan prioritas (WHO, 2003). Orang dengan pendapatan yang lebih tinggi
cenderung untuk mendapatkan perawatan kesehatan secara lebih teratur
dibandingkan dengan pendapatan rendah. Status sosial ekonomi rendah dan
kurangnya akses ke layanan kesehatan dan obat-obatan juga meningkatkan
kerentanan terhadap berkembangnya penyakit kardiovaskular akibat hipertensi
yang tidak terkontrol (WHO, 2013).
Status sosial ekonomi telah dikaitkan dengan status kesehatan dan perilaku
kesehatan, orang-orang dengan kemampuan ekonomi kurang secara konsisten
mengalami morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi (Berkman dan Kawachi,
2000) dalam (Glanz, 2008). Penelitian Armstrong, K. A. (2010) melaporkan orang
dewasa dengan pendapatan rendah 5,8 kali lebih mungkin tidak patuh (OR: 5,828,
95%, interval kepercayaan: 1,014-33,493, p: 0,0482). Selanjutnya Bosworth, H.
B., & Oddone, E. Z. (2002) menyatakan kesenjangan status sosial ekonomi terkait
dengan kepatuhan terhadap pengobatan dan pengendalian tekanan darah hal ini
seringkali didasarkan pada hambatan keuangan, logistik, dan budaya. Meskipun
tidak spesifik, kesenjangan ini lebih sering atau memiliki dampak yang lebih besar
di masyarakat miskin dan minoritas.

2.4.5 Lama Pengobatan


Durasi/lamanya pengobatan dilaporkan sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi kepatuhan. Penelitian Kurnia (2016) melaporkan ada hubungan
lamanya responden menderita hipertensi terhadap kepatuhan dengan nilai p =
0,034. Selanjutnya (Jankowska-Polańska, Blicharska, Uchmanowicz, & Morisky,

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

2016) menyatakan durasi penyakit yang singkat secara signifikan meningkatkan


kepatuhan pasien terhadap terapi hipertensi farmakologis dan non-farmakologis
yang ditentukan.

2.4.6 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu dari faktor individu yang
mempengaruhi kepatuhan. Green & Kreuters (2005) mengkategorikan
pengetahuan sebagai faktor predisposisi dalam perubahan perilaku, dikarenakan
pengetahuan merupakan hasil pembelajaran kognitif kumulatif dari paparan objek,
pengalaman, kesadaran, dan menghasilkan pengenalan pengetahuan. Peningkatan
pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi hubungan
positif diantara perubahan di beberapa variabel telah ditemukan di beberapa
penelitian kesehatan.
Kebutuhan akan pengetahuan tertentu bagi seseorang untuk berperilaku
seperti yang diharapkan dapat diidentifikasi melalui logika sederhana. Sebelum
seseorang bersikap dengan sukarela, mereka harus mengetahui mengapa mereka
harus bersikap, sikap apa yang dibutuhkan, kapan, bagaimana dan dimana. Faktor
yang sama mempengaruhi perilaku kesehatan dimana orang yang sehat atau
berisiko mencari untuk meningkatkan kesehatan mereka juga pengaruh perilaku
kesehatan para professional atau organisasi. Pengaruh pengetahuan terhadap
keputusan yang berkuasa. Tetapi strategi lain dan pertimbangan politik juga
mempengaruhi implementasi dari keputusan yang akan digambarkan bagaimana
hasil dari langkah sebelumnya dari proses perencanaan untuk menghasilkan
implementasi dari rencana akhir (Green & Kreuters 2005).
Penolakan pasien dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan hipertensi
adalah fenomena umum yang mencerminkan pilihan sadar yang dilakukan oleh
pasien berdasarkan pengetahuan dan persepsi mengenai kondisi medis dan
pengobatannya. Orang dengan hipertensi cenderung melihat hipertensi bukan
sebagai penyakit tetapi sebagai faktor risiko untuk penyakit jantung atau stroke.
Mereka tidak melihatnya sebagai proses degeneratif yang terus menerus
menyebabkan kerusakan terhadap sistem pembuluh darah, melainkan sebagai
proses di mana kita dapat menjadi sakit atau tidak menjadi sakit (Anthony, 2012).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

Penelitian yang dilakukan Dalyoko (2010) melaporkan ada hubungan


pengetahuan (p=0,016) dengan upaya pengendalian hipertensi di Posyandu Lansia
Wilayah Kerja Puskesmas Mojosongo Boyolali. Pengetahuan dan kesadaran
pasien tentang hipertensi merupakan faktor penting dalam mencapai kontrol
tekanan darah (Alexander et al, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Wulansari,
J., Ichsan, B., & Usdiana, D (2013) membuktikan ada hubungan antara
pengetahuan tentang hipertensi dengan pengendalian tekanan darah, responden

dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang hipertensi umumnya tekanan


darahnya terkendali, sedangkan responden yang mempunyai tingkat
pengetahuan tidak baik mengenai hipertensi umumnya tekanan darahnya tidak
terkendali. Pengetahuan dan sikap pasien bisa mempengaruhi kepatuhan,
pengendalian tekanan darah, morbiditas dan mortalitas pasien (Busari et al,
2010). Kepatuhan dan kontrol tekanan darah pasien dengan hipertensi rendah,
salah satu faktor yang terkait dengan tingkat kepatuhan adalah kurangnya
pengetahuan (Saputri, Z. G., Akrom, A., & Darmawan, E. 2016).

2.4.7 Persepsi terhadap Keseriusan Penyakit


Persepsi terhadap keseriusan penyakit didefinisikan sebagai keyakinan
tentang seberapa serius kondisi dan gejala yang dirasakan (Glanz, Rimer, &
Viswanath, 2008). Meskipun tidak ada gejala yang jelas dari tekanan darah
tinggi, namun memahami bagaimana persepsi orang terhadap hipertensi
diperlukan, karena tanpa ini pengobatan mungkin tidak tepat disesuaikan dengan
kebutuhan dan sistem kepercayaan mereka. Konsep dari persepsi melibatkan
pengaturan diri, ketika seseorang dirangsang oleh ancaman kesehatan, ia akan
mencari cara yang tepat untuk mengatasinya (Leelacharas, Kerdonfag,
Chontichachalalauk, & Sanongdej, 2015).
Ketika individu menganggap diri mereka rentan terhadap suatu penyakit,
dan mereka percaya kondisi tersebut memiliki konsekuensi serius, dan mereka
juga percaya bahwa suatu tindakan yang tersedia bagi mereka akan bermanfaat
dalam mengurangi kerentanan mereka terhadap keparahan dari penyakit tersebut,
dan mereka percaya manfaat yang diharapkan dari mengambil tindakan lebih
besar daripada hambatan (atau biaya), maka mereka cenderung untuk mengambil
tindakan yang mereka percaya akan mengurangi risiko mereka (Glanz, Rimer, &

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


3

Viswanath, 2008). Tiga puluh lima persen dari penderita hipertensi tidak
menganggap tekanan darah tinggi sebagai masalah kesehatan yang serius dan
lebih dari 35% percaya bahwa tekanan darah tinggi tidak dapat dihindari
(Oliveria, Chen, McCarthy, Davis, & Hill, 2005).
Penelitian Devkota et al., (2016) melaporkan lebih dari tiga perempat (98
dari 118) responden hipertensi menyadari hipertensi merupakan kondisi kesehatan
yang parah. Demikian pula, 79,6% (94 dari 118) peserta sepakat bahwa hipertensi

bisa menyebabkan komplikasi di masa depan jika tidak ditangani. Mayoritas


responden (72 dari 118) percaya bahwa hipertensi adalah kondisi kronis,
sedangkan hampir semua (107 dari 118) berpikir hipertensi dapat dikelola
dengan modifikasi gaya hidup. Namun, persepsi peserta tentang keparahan,
komplikasi, kronisitas, dan pengelolaan hipertensi tidak terkait dengan
pengobatannya. Peserta yang tahu tingkat tekanan darahnya normal lebih
mungkin untuk mengambil pengobatan antihipertensi dibandingkan mereka
yang tidak tahu tentang hal itu. Lebih dari seperlima dari peserta (25 dari 118)
tidak melakukan pengobatan, alasan di balik menghindari pengobatan adalah
persepsi bahwa setelah melakukan pengobatan maka pengobatan harus
dilakukan terus seumur hidup.

2.4.8 Persepsi Manfaat


Komitmen untuk merencanakan suatu tindakan adalah strategi tertentu
untuk mendapatkan, melaksanakan atau penguatan terhadap perilaku. Ada
beberapa faktor yang berhubungan dengan komitmen untuk merencanakan suatu
tindakan salah satunya yaitu Perceived benefits of action ( persepsi manfaat
yang dirasakan dari tindakan) (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). Keyakinan
terhadap manfaat yang dirasakan meningkatkan kemungkinan seorang individu
dirasakan (Becker,perilaku
terlibat dalam 1974). kesehatan tertentu dan mengurangi kemungkinan

2.4.9 Persepsi Hambatan


Persepsi terhadap hambatan merupakan persepsi terhadap aspek negative
yang menghalangi individu untuk melakukan tindakan, misalnya biaya mahal,
bahaya, rasa sakit dan pengalaman tidak menyenangkan. Penelitian yang
dilakukan Suhadi (2011) melaporkan ada hubungan yang signifikan antara biaya

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

pengobatan hipertensi dengan kepatuhan dalam perawatan hipertensi. Kelompok


lansia dengan persepsi bahwa pengobatan murah memiliki kepatuhan sebesar 27
kali dibandingkan dengan lansia dengan persepsi perawatan hipertensi mahal.
Penelitian lainnya oleh Kamran, A., Ahari, S. S., Biria, M., Malpour, A., &
Heydari, H. (2014) melaporkan hal yang sama bahwa responden dengan persepsi
hambatan tinggi memiliki tingkat kepatuhan lebih rendah.

2.4.10 Dukungan Keluarga


Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penentuan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh seorang
penderita, karena seseorang yang sedang sakit tentunya membutuhkan perhatian
dari keluarga. Perhatian dari keluarga dapat berupa kasih sayang, maupun
dukungan terhadap kepatuhan pengobatan. Dukungan sosial keluarga adalah
proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-
beda dalam berbagai tahap siklus kehidupan (Friedman, 2010).
Dukungan sosial merupakan faktor yang signifikan berhubungan dengan
kepatuhan. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara dukungan
emosional, dukungan penghargaan, informasi, dan instrumental dengan perilaku
lansia dalam pengendalian hipertensi dengan nila (p <0,05) (Herlinah, L., Wiarsih,
W., & Rekawati, E. 2013).
Terdapat hubungan dukungan sosial terhadap self care management (p;
0,025, α; 0,05) dengan nilai OR 2, 179 artinya individu yang mendapat dukungan
sosial yang baik memiliki peluang 2 kali untuk melakukan self care management
yang baik dibanding individu yang memiliki dukungan sosial yang kurang
(Prasetyo, A. S., Sitorus, R., & Gayatri, D. 2012). Penelitian lainnya Dalyoko
(2010) melaporkan ada hubungan antara sikap (p=0,000), pengawasan dari pihak
keluarga (p=0,003), dan pengetahuan (p=0,016) dengan upaya pengendalian
hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Mojosongo Boyolali.

2.4.11 Keterpaparan Informasi


Banyaknya informasi yang diperoleh tentang pengelolaan hipertensi,
frekuensi menerima pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan dan informasi
yang diperoleh dari media elektronik dan cetak berpengaruh kepada kemauan

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

untuk melakukan perawatan hipertensi. Penderita yang pernah menerima


pendidikan kesehatan tentang perawatan hipertensi yang baik memiliki peluang
dapat meningkatkan kepatuhannya dalam perawatan hipertensi sebesar 0,096 kali
dibandingkan dengan yang kurang mendapatkan pendidikan kesehatan dalam
perawatan hipertensi (Kurnia, 2016). Penelitian lainnya melaporkan paparan
terhadap media informasi berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan
terhadap diet dan pola makan seperti (Bonaccio et al, 2011).

2.5 Kerangka Teori Penelitian


Kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan Health Belief Model
(Rosenstock, 1974; Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008) dan teori tentang
hipertensi. Berdasarkan kepada teori health belief model, seseorang akan patuh
untuk mengendalikan tekanan darah yaitu melaksanakan semua petunjuk yang
diberikan oleh petugas kesehatan apabila terdapat komponen kepercayaan
individu yang terdiri dari: merasa rentan terhadap risiko terkena penyakit
hipertensi atau komplikasi dari hipertensi yang tidak terkontrol seperti serangan
jantung, gagal ginjal, atau stroke (persepsi kerentanan); berpendapat bahwa
hipertensi merupakan penyakit yang serius dapat menyebabkan morbiditas,
kecacatan atau kematian (persepsi keseriusan penyakit); merasa yakin bahwa
manfaat pengobatan dan perubahan gaya hidup lebih besar daripada hambatan
untuk melakukannya (persepsi hambatan); merasa bahwa perubahan gaya hidup,
minum obat dan melakukan pemeriksaan yang rutin dan teratur adalah perilaku
yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan (persepsi manfaat).
Keseluruhan komponen kepercayaan individu dipengaruhi oleh faktor
pemodifikasi yang meliputi umur, jenis kelamin, suku, status
pernikahan,
pengetahuan serta adanya isyarat untuk bertindak yang meliputi dukungan dari
keluarga, iklan media massa atau pendidikan kesehatan yang efektif diarahkan
pada kelompok sasaran seperti dari program radio, dan saran dari saudara, teman
dan penyedia layanan kesehatan.

Modifying factors Individual beliefs Action

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

 Umur Persepsi terhadap


 Jenis Kelamin kerentanan dan
keparahan penyakit Kepatuhan dalam
 Suku hipertensi pengendalian tekanan
 Status - Faktor resiko utama darah
penyakit stroke, gagal - Terapi non
pernikahan jantung, dan gagal
ginjal, farmakologis (makan
 Pendidikan
- Meningkatkan gizi seimbang, olahraga
 Penghasilan morbiditas, disabilitas
dan morthalitas teratur, berhenti
 Lama menderita
merokok, tidak
hipertensi dan Persepsi terhadap manfaat
pengobatan - Dampak terapi farmakologis dan nonkonsumsi alkohol)
farmakologis
- Terapi farmakologis
 Pengetahuan
(konsumsi obat
antihipertensi)
Persepsi terhadap hambatan
Biaya
Jarak Isyarat untuk bertindak
Sikap petugas - Dukungan keluarga
- Dukungan lingkungan
- Pendidikan kesehatan
- Media masa cetak dan
Self-efficacy
elektronik
Terapi farmakologis dan
non farmakologis

Gambar 2.5 Kerangka Teori Penelitian


Sumber : Diolah dari Teori Health Belief Model dan Hypertensio Related Health Belief in African-
American Women (Rosenstock, 1974; Glanz, Rimer, &Viswanth, 2008; Coverson, D. L. 2006)

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep pada penelitian ini berdasarkan kepada kerangka teori
yaitu menggunakan teori Health Belief Model (HBM). Variabel dalam kerangka
konsep diambil berdasarkan variabel yang berhubungan dengan kepatuhan pasien
hipertensi dalam pengendalian tekanan darah dari penelitian sebelumnya. Variabel dependen dalam
meliputi dukungan keluarga dan keterpaparan informasi tentang hipertensi.

Variabel Independen Variabel Dependen

Modifying Factors
Determinan
Umur 41actor
Jenis Kelamin
Pendidikan
Penghasilan
Lama pengobatan
Pengetahuan

Individual Belief
 Persepsi keseriusan
penyakit Kepatuhan penderita hipertensi dalampen
 Persepsi manfaat darah
kepatuhan
 Persepsi hambatan
kepatuhan
Cues to action
 Dukungan keluarga
 Keterpaparan informasi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

41

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasioanl Alat ukur dan cara ukur Hasil ukur Skala
ukur

Variabel Dependen
0. Baik, jika skor
Kepatuhan penderita Perilaku responden untuk melaksanakan Kuesioner B, terdiri dari 10 >60 Ordinal
hipertensi dalam petunjuk pengobatan hipertensi sesuai dengan pernyataan dengan 1. Buruk, jika
pengendalian tekanan anjuran petugas kesehatan, meliputi minum wawancara skor ≤60
darah obat, olahraga, makan cukup buah-buahan dan
sayuran, membatasi konsumsi garam,
menghindari makanan berlemak, tidak minum
alkohol, tidak merokok, tetap tenang ketika ada
masalah dan periksa kesehatan secara teratur

Variabel independen

Faktor pemodifikasi

1 Umur Lama hidup responden yang dihitung dari Kuesioner A, dilakukan 0. Umur > 50 Ordinal
tanggal kelahiran sampai dengan saat ini dengan wawancara tahun
1. Umur ≤ 50
tahun

2 Jenis kelamin Tanda seks sekunder yang dimiliki responden Kuesioner A, dilakukan 0. Perempuan Nominal
dengan pengamatan 1. Laki-laki

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

3 Pendidikan Jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti Kuesioner A, dilakukan 0. Pendidikan ≥ ordinal
responden dengan wawancara SMP
1. Pendidikan ≤
SD

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

4 Pendapatan keluarga Rata-rata penerimaan yang diperoleh rumah Kuesioner A, dilakukan 0. Pendapatan > ordinal
tangga dalam satu bulan dengan wawancara Rp. 1.000.000
1. Pendapatan ≤
Rp. 1.000.000

5 Pengetahuan Kemampuan responden mengetahui tentang Kuesioner C, terdiri dari 10 0. Baik, jika skor Ordinal
hipertensi, meliputi definisi, tanda gejala, pertanyaan, dilakukan >60
faktor risiko, komplikasi dan pengelolaannya dengan wawancara 1. Kurang, jika
skor ≤ 60

6 Lama pengobatan Rentang waktu terhitung sejak responden Kuesioner A, dilakukan 0. Rentang waktu Ordinal
didiagnosa hipertensi oleh tenaga kesehatan dengan wawancara ≤ 1 tahun
dan mulai melakukan pengobatan, dihitung 1. Rentang waktu
dalam jumlah bulan atau tahun > 1 tahun

Kepercayaan
individu

7 Persepsi keseriusan Pandangan responden tentang dampak negatif Kuesioner D, terdiri dari 4 0. Baik, jika skor Ordinal
penyakit atau keseriusan terhadap penyakit hipertensi pernyataan, dilakukan ≥74
yang dideritanya dengan wawancara 1. Buruk, jika skor
<74

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

8 Persepsi terhadap Penilaian responden tentang baik/buruknya Kuesioner E, terdiri dari 0. Baik, jika skor 100 Ordinal
manfaat pengendalian keuntungan dalam melakukan petunjuk 2 pertanyaan, dilakukan 1. Buruk, jika skor <
tekanan darah pengobatan hipertensi sesuai yang dianjurkan dengan wawancara 100
oleh petugas kesehatan, meliputi minum obat
yang diresepkan secara rutin, olahraga, makan
cukup buah-buahan dan sayuran, membatasi
konsumsi garam, menghindari makanan
berlemak, tidak minum alkohol, tidak
merokok, tetap tenang ketika ada masalah dan
periksa kesehatan secar teratur

9 Persepsi hambatan Penilaian responden tentang kesulitan dalam Kuesioner F, terdiri dari 0. Buruk, jika skor Ordinal
dalam pengendalian melakukan petunjuk pengobatan hipertensi 2 pertanyaan, dilakukan 100
tekanan darah sesuai yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, dengan wawancara 1. Baik, jika skor <
meliputi minum obat yang diresepkan secara 100
rutin, olahraga, makan cukup buah-buahan dan
sayuran, membatasi konsumsi garam,
menghindari makanan berlemak, tidak minum
alkohol, tidak merokok, tetap tenang ketika ada
masalah dan periksa kesehatan secar teratur

Isyarat untuk
bertindak

10 Dukungan keluarga Penilaian responden tentang dukungan yang Kuesioner G, terdiri dari 0. Baik, jika skor >60 Ordinal
diberikan oleh anggota keluarga dalam upaya 7 pertanyaan, dilakukan 1. Kurang, jika skor
membantu pengendalian tekanan darah dengan wawancara ≤60

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

11 Keterpaparan informasi Sumber informasi mengenai hipertensi yang Kuesioner H, dilakukan 0. Tinggi, terpapar 4 Ordinal
tentang hipertensi diterima responden baik melalui penyuluhan, dengan wawancara atau lebih sumber
seminar, media cetak maupun elektronik. informasi
Dinilai dari jumlah yang pernah diterima 1. Rendah, jika
responden terpapar < 4

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


45

3.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan proposi yang akan diuji keberlakuannya, atau
merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian (Prasetyo,
2007). Menurut Arikunto (2010) hipotesis adalah alternatif dugaan jawaban
yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam
penelitiannya. Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1.3.1 Ada hubungan antara faktor pemodifikasi (umur, jenis kelamin,


pendidikan, pendapatan, lama pengobatan, dan pengetahuan) dengan
kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah.
1.3.2 Ada hubungan antara faktor kepercayaan individu (persepsi keseriusan
penyakit, persepsi tentang manfaat kepatuhan, dan persepsi tentang
hambatan kepatuhan) dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah.
1.3.3 Ada hubungan antara faktor isyarat untuk bertindak (dukungan
keluarga dan keterpaparan informasi) dengan kepatuhan penderita
hipertensi dalam pengendalian tekanan darah.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analitik. Studi
analitik adalah desain penelitian yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan dan
menggali bagaimana dan mengapa suatu fenomena terjadi dan menerangkan
bentuk hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen dan independen
yang berupa faktor risiko ataupun determinan faktor. Penelitian akan dilakukan
dengan studi cross sectional. Jenis penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel secara observasional yang dilakukan pada satu saat
atau satu periode tertentu dan pengamatan objek studi hanya dilakukan satu kali
(Setiawan, D dan Prasetyo, 2015). Alasan menggunakan pendekatan cross-
sectional pada penelitian ini adalah karena desain ini cocok untuk memperoleh
data yang lebih lengkap yang dilakukan dengan cepat, sekaligus dapat
menggambarkan perkembangan individu selama dalam masa penelitian karena
mengamati subjek dari berbagai tingkatan umur (Arikunto, 2010).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan dari Bulan Januari-Juni 2017 secara bertahap
mulai dari penyusunan proposal, ujian proposal, proses administrasi dan perijinan
ke Pemerintah Kabupaten Karawang yang digunakan untuk tempat penelitian.
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April-Mei 2017 dan dilanjutkan
dengan pengolahan dan analisis data.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan atau agregat objek/unit analisis kemana
generalisasi dirumuskan dan dari mana sampel diambil (Setiawan, D dan
Prasetyo, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
hipertensi yang tercatat dan berobat di Puskesmas Telagasari.

46
Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

4.3.2 Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi
yang berobat dan tercatat di Puskesmas Telagasari yang sesuai dengan kriteria
inklusi.
Penetapan kriteria inklusi yaitu :
1. Didiagnosa hipertensi oleh tenaga kesehatan
Berusia ≥ 15 tahun (Kemkes, 2015)
Bersedia diwawancara.

Sedangkan kriteria eksklusi yaitu :


Pasien hipertensi dengan komplikasi
Pasien hipertensi yang hamil.

4.4.3Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan perhitungan rumus
besar sampel uji hipotesis untuk proporsi (Ariawan, 1998). Perhitungan sampel sebagai berikut :

[Z1-α/2 + Z1-β ]²
n=

[P1 – P2]²

Keterangan :
N = jumlah sampel minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α 5% = 1,96

Z1 –β = nilai Z berdasarkan kekuatan uji 80% = 0,84


P = nilai rata-rata dari kedua proporsi
[(P1+P2)/2]
P1 = proporsi kepatuhan pengendalian tekanan darah pada
kelompok 1
P2 = proporsi kepatuhan pengendalian tekanan darah pada
kelompok 2

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

Proporsi (P1 dan P2) diambil dari penelitian terdahulu yang sesuai dengan
tujuan penelitian.

Tabel 4.1
Perhitungan Sampel Berdasarkan Proporsi Berbagai Variabel

No Variabel P1 P2 N Peneliti
1 Jenis Kelamin 0,25 0,74 16 Grant (2013)
2 Pengetahuan 0,74 0,4 33 Wulansari, Ichsan, & Usdiana
(2013)
3 Pengetahuan 0,4 0,07 25 Pratama & Ariastuti (2015)
4 Dukungan keluarga 0,76 0,03 6 Pratama & Ariastuti (2015)
5 Persepsi tentang keseriusan 0,38 0,64 57 Suhadi (2011)
penyakit
6 Dukungan keluarga 0,67 0,32 31 Suhadi (2011)
7 Dukungan keluarga 0,66 0,23 20 Herlinah, Wiarsih, Rekawati
(2013)

Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan jumlah sampel 57 karena menggunakan rumus uji 2 pro
responden.

4.4.4 Cara Pengambilan dan Pemilihan Sampel


Teknik sampling yang digunakan adalah dengan cara consecutive sampling. Responden diambil dari
ditentukan. Rata-rata per hari kunjungan penderita hipertensi ke Puskemas adalah
10 orang. Pengumpulan data dilakukan selama 15 hari.

4.4 Teknik Pengumpulan Data


4.4.1 Sumber dan Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer yang dikumpulkan meliputi seluruh variabel independen dan variabel

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


4

dependen yaitu terdiri dari faktor pemodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan, lama pengobatan dan pengetahuan tentang hipertensi), faktor
kepercayaan individu (persepsi terhadap seriusnya penyakit, persepsi manfaat dan
persepsi hambatan kepatuhan), faktor isyarat untuk bertindak (dukungan keluarga
dan keterpaparan media informasi) serta kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
kepada penderita hipertensi dengan menggunakan kuesioner.

4.4.2 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner
terstruktur yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan untuk mengukur
variabel penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari
berbagai sumber
1. Instrumen kepatuhan pengendalian tekanan darah
Instrumen dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori tentang
tatalaksana pengelolaan hipertensi. Terdiri dari 10 pernyataan terkait
pengelolaan hipertensi, 8 pernyataan positif dan 2 pernyataan negatif.
Diukur dengan menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban tidak
pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu. Untuk pernyataan positif
rentang nilai 0 s/d 3, untuk pertanyaan negatif rentang nilai 3 s/d 0.
2. Instrumen pengetahuan tentang hipertensi
Instrumen modifikasi dari penelitian Grant, 2013 ; Iyalomhe, G. B., &
Iyalomhe, S. I. 2010; Suhadi, 2011. Terdiri dari 10 pertanyaan, 5
pertanyaan positif dan 5 pertanyaan negatif, meliputi definisi, penyebab,
komplikasi dan pengelolaan hipertensi. Pilihan jawaban terdiri dari
benar,
tidak tahu diberi nilai 0.
3. Instrumen persepsi terhadap keseriusan penyakit
Kuesioner modifikasi dari penelitian Robinson, 2012. Terdiri dari 4
pernyataan dengan pilihan jawaban sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju
dan sangat setuju. Rentang nilai 1 s/d 4.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

4. Instrumen persepsi manfaat


Kuesioner dikembangkan oleh peneliti, berupa pertanyaan semi terbuka.
Responden diberi kesempatan untuk memilih lebih dari satu jawaban.
Semakin banyak manfaat yang disebutkan semakin tinggi skor yang
diperoleh.
5. Instrumen persepsi hambatan
Kuesioner dikembangkan oleh peneliti, berupa pertanyaan semi terbuka.
Responden diberi kesempatan untuk memilih lebih dari satu jawaban. Semakin banyak hambatan
Instrumen dukungan keluarga
Kuesioner dukungan keluarga dikembangkan oleh peneliti, terdiri dari 7 pertanyaan dengan 5 pil
Instrumen keterpaparan informasi
Kuesioner dikembangkan oleh peneliti, pertanyaan bersifat semi terbuka. Responden diberi kesem
tinggi skor yang diperoleh.

4.4.3 Uji Coba Kuesioner Penelitian


Uji coba kuesioner penelitian dilakukan terlebih dahulu sebelum data dikumpulkan. Tujuan uji coba
berada di wilayah kerja Puskesmas Tambun yang memiliki karakteristik

responden hampir sama secara demografi dan geografisnya dengan wilayah kerja
Puskesmas Telagasari. Kuesioner yang telah diisi tersebut selanjutnya dilakukan
uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan agar dapat diketahui bahwa
kuesioner tersebut benar-benar mengukur apa yang ingin diukur. Uji dilakukan
dengan cara melakukan korelasi antar skor (nilai) tiap-tiap pertanyaan dengan

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

skor total kuesioner tersebut. Variabel pertanyaan dinyatakan valid apabila skor
variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya.
Kriteria validitas suatu pernyataan ditentukan jika :
1. r hitung > r tabel , maka pernyataan pada kuesioner adalah valid
2. r hitung < r tabel , maka pernyataan pada kuesioner dinyatakan tidak valid
Uji reliabilitas instrumen dilakukan agar dapat menunjukkan sejauhmana
hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
tetap dimasukkan.
terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan
Secara
dikatakan rincijika
reliabel hasiljawaban
uji validitas dan terhadap
seseorang reliabilitas dapat dilihat
pertanyaan sebagaimana
adalah konsisten
tercantum
atau stabildidari
dalam tabel
waktu ke4.2 dibawah
waktu. inimengetahui
Untuk : reliabilitas dilakukan dengan
cara uji Cronbach Alpha. Nilai koefisien reliabilitas (Cronbach Alpha) berkisar
antara 0 hingga 1. Makin besar koefisien maka akan makin besar keandalan alat
ukur yang digunakan. Prinsip uji reliabilitas adalah membandingkan nilai
Cronbach Alpha dengan nilai konstanta (0,6).
Ketentuannya :
1. Bila Cronbach ≥ 0,6 maka kuesioner reliabel
2. Bila Cronbach < 0,6 maka kuesioner tidak reliabel
Hasil uji coba kuesioner yang pertama diperoleh beberapa temuan
pertanyaan yang tidak valid. Berdasarkan hasil tersebut dilakukan perbaikan
redaksional dan perubahan terhadap beberapa butir pertanyaan, selanjutnya
dilakukan uji coba kedua terhadap 30 responden. Hasil uji menghasilkan
beberapa pertanyaan yang valid dimana nilai r hitung lebih besar dari r tabel
(0,361). Terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid untuk mengukur variabel
kepatuhan yaitu “minum obat sesuai petunjuk tenaga kesehatan”, “makan 5
porsi sayuran” dan “ minum alkohol”. Namun dikarenakan pertanyaan
tersebut penting dan

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Variabel Item r hitung Crombach Alpha


pertanyaan

Pengetahuan 10 0,375-0,639 0,803

Persepsi Keseriusan 4 0,649-0,806 0,809

Dukungan keluarga 7 0,503-0,783 0,873

Kepatuhan 10 0,372-0,682 0,777

4.4.4 Cara Pengumpulan Data


Data umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama pengobatan, pengetahuan tentang hipertens
Pada saat pengumpulan data, peneliti dibantu oleh enumerator yang telah mendapatkan pengarahan d
peneliti.

4.5Etika Penelitian
Peneliti berupaya melindungi hak dan kewajiban responden sebagai sumber informasi yang dibutuh

beberapa prosedur pengujian kelayakan penelitian telah dilakukan, seperti


proposal penelitian yang sudah memenuhi etika penelitian melalui uji etik oleh
Komisi Etik Riset dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia dengan nomor surat
41/UN2.F10/PPM.00.02/2017 (dokumen terlampir). Sebelum penelitian dilakukan
responden mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur
penelitian. Setiap responden memiliki hak untuk menyetujui atau menolak

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

keikutsertaan dalam kegiatan penelitian dengan menandatangani surat kesediaan


menjadi responden yang telah disiapkan peneliti (inform consent).

4.6 Pengolahan Data


Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengelolaan data untuk
mendapatkan analisis penelitian dengan informasi yang benar. Pengolahan data
menggunakan komputer dengan langkah- langkah sebagai berikut :

4.5.1 Editing data


Tahap ini merupakan kegiatan pengecekan dan penyuntingan data yang
terkumpul, yaitu dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian pada
setiap jawaban dari daftar pertanyaan.
4.5.2 Koding Data
Setelah data di edit, langkah selanjutnya adalah mengkoding data yaitu
dilakukan dengan cara memberi kode terhadap setiap jawaban yang diberikan
dengan pembuatan template yang bertujuan untuk memudahkan entry data
melalui bantuan komputer.
 Variabel kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah, untuk pertanyaan positif masing-masing jawaban diberi koding 0
= tidak pernah, 1= kadang-kadang, 2 = sering dan 3 = selalu, dan untuk
pertanyaan negatif sebaliknya.
 Variabel jenis kelamin diberi koding 0 = perempuan dan 1 = laki-laki.
 Variabel pendidikan diberi koding 0 = tidak pernah sekolah, 1 =
tidak tamat SD, 2 = Tamat SD, 3 = SMP, 4 = SMA, dan 5 = Perguruan
tinggi.
 Variabel pengetahuan, masing-masing jawaban diberi kode : 0= jika
jawaban salah dan tidak tahun, kode 1= jika jawaban benar.
>1 tahun.
 Variabel persepsi keseriusan penyakit, masing-masing jawaban diberi
koding: 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju dan 4 = sangat
setuju.
 Variabel dukungan keluarga, masing-masing jawaban diberikan kode, 0 =
tidak pernah, 1 = jarang, 2 = kadang-kadang, 3 = sering dan 4 = selalu.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

4.5.3 Entry Data


Entry data dilakukan dengan cara memasukan data kedalam komputer dengan
menggunakan paket program SPSS for Window version 22.
4.5.4 Cleaning Data
Data yang telah di entri di cek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut
telah bersih dari kesalahan dalam membaca kode, dengan demikian diharapkan
data tersebut benar-benar siap di analisis.

4.6 Analisa Data


4.6.1 Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi
frekuensi atau besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik variabel
yang diteliti baik untuk variabel dependen maupun variabel independen.

4.6.2 Analisa Bivariat


Analisis bivariat merupakan analisis yang melihat hubungan antara 2
variabel yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan,
penghasilan, lama pengobatan, pengetahuan tentang hipertensi, persepsi
ancaman keseriusan penyakit, persepsi manfaat kepatuhan, persepsi hambatan
kepatuhan, dukungan keluarga dan keterpaparan media informasi. Variabel
dependen yang diteliti adalah kepatuhan terhadap pengendalian tekanan darah
pada pasien hipertensi.
Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
dalam penelitian ini adalah uji Chi-square dengan derajat kepercayaan 95%
(α=0,05) karena variabel independen dan variabel dependen bersifat katagorik.
dari hasil uji Chi Square adalah:
Kesimpulan
a. Jika p > 0,05 maka Ho ditolak artinya tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel independen dan variabel dependen.
b. Jika p < 0,05 maka Ho gagal ditolak atau Ho diterima artinya ada
hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel
dependen.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

4.6.3 Analisa Multivariat


Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel
independen secara simultan dengan satu variabel dependen. Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda karena variabel
dependennya berbentuk variabel kategorik. Analisis regresi logistik ganda
yang digunakan yaitu model determinan dengan tujuan untuk memperoleh
model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik

untuk memprediksi kejadian variabel dependen. Pada pemodelan ini semua


variabel dianggap penting sehingga estimasi dapat dilakukan estimasi
beberapa koefisien regresi logistik sekaligus.
Langkah-langkah yang dilakukan
a. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel
independen dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat
mempunyai nilai p
<0,25, maka variabel tersebut dapat masuk model multivariate.
Namun bisa saja p value > 0,25 tetap diikutkan ke multivariat bila
variabel tersebut secara substansi penting.
b. Melakukan analisis secara bersama-sama variabel yang masuk seleksi
multivriat.
c. Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model,
dengan cara mempertahankan variabel yng mempunyai p value < 0,05
dan mengeluarkan variabel yang p vluenya > 0,05. Pengeluaran
variabel dilakukan secara bertahap dimulai dari p value terbesar.
Langkah selanjutnya evaluasi/penghitungan perubahan nilai OR
sebelum dan sesudah varibel tertentu dikeluarkan dari model. Bila
perubahan nilai OR > 10% maka variabel yang tadinya
dilakukan sampai berhenti kalau sudah tidak ada lagi variabel yang p
valuenya > 0,05.Langkah terakhir adalah memeriksa kemungkinan
adanya interaksi antar variabel ke dalam model.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Daerah Penelitian


Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang
secara geografis terletak antara 107002’ - 107040’ BT dan 5056’ - 6034’ LS,
termasuk daerah daratan yang relatif rendah. Luas wilayah Kabupaten Karawang
1.753,27 Km2 atau 175.327 Ha, luas tersebut merupakan 4,72 % dari luas
Provinsi Jawa Barat (37.116,54 Km2) dan memiliki laut seluas 4 Mil x 84,23 Km,
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa
b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Subang
c. Sebelah Tenggara : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
d. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur
e. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Kecamatan Telagasari adalah salah satu dari 30 Kecamatan yang ada di
wilayah Kabupaten Karawang, terletak di wilayah utara dari Pemerintah
Kabupaten Karawang. Secara administratif Kecamatan Telagasari mempunyai
batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kecamatan Tempuran 2.
Sebelah Selatan : Kecamatan Majalaya 3. Sebelah Barat : Kecamatan Rawamerta
4. Sebelah Timur : Kecamatan Lemahabang. Kecamatan Telagasari mempunyai
luas wilayah seluas 4368 Ha. Mayoritas penduduk Telagasari bermata
pencaharian di bidang pertanian. Jumlah penduduk Kecamatan Telagasari
sebanyak = 62.665 Jiwa terdiri dari 31.235 jiwa laki-laki dan 31.430 jiwa
Perempuan. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak = 19.203 KK.
Puskesmas Telagasari merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang ada di
Kecamatan Telagasari yang menaungi 14 desa (Desa Pasir Talaga, Talagasari,
Kalibuaya, Pasirmukti, Pasirkamuning, Kalisari, Kalijaya, Cadas Kertajaya,
Telagamulya, Carimulyo, Cilewo, Ciwulan, Pulosari, dan desa linggarsari).
Puskesmas Telagasari membawahi tiga Puskesmas Pembantu (Pustu) yang berada
di desa Pasirkamuning, Kalijaya dan Linggarsari. Salah satu bentuk kegiatan
pengendalian penyakit tidak menular di wilayah telagasari adalah dibentuknya Pos

56
Universitas
Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
5

Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM), saat ini telah
dibentuk sembilan Posbindu PTM dan baru enam Posbindu PTM yang telah
memiliki kader kesehatan terlatih. Kegiatan Posbindu PTM dilakukan satu kali
satu bulan.

5.2 Gambaran Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam Pengendalian


Tekanan Darah
Variabel dependen berupa kepatuhan dalam pengendalian tekanan darah diperoleh melalui beberap
terlihat dalam tabel 5.1 di bawah ini:

Tabel 5.1
i Responden Menurut Butir Pertanyaan Kepatuhan Dalam Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Ta

Komponen Kepatuhan Jawaban (%)


Tidak Kadang- Sering Selalu
pernah kadang
Minum obat sesuai petunjuk tenaga 0,8 16,0 57,6 25,6
kesehatan
Membatasi makanan berlemak 1,6 51,2 38,4 8,8
Membatasi konsumsi garam 4,8 44,8 36,0 14,4
Makan buah 11,2 80,8 7,2 0,8
Makan sayur-sayuran 3,2 74,4 16,0 6,4
Merokok 86,4 5,6 6,4 1,6
Minum minumam beralkohol 100 0,0 0,0 0,0
Melakukan aktivitas fisik 5,6 35,2 47,2 12,0
Menjaga diri tetap tenang ketika ada 10,4 55,2 28,8 5,6
masalah
Melakukan pemeriksaan secara rutin 4,8 19,2 64,0 12,0

Dari tabel 5.1 diketahui seluruh responden (100%) mengatakan tidak


pernah minum minuman beralkohol, sebagian besar (86,4%) responden tidak

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

pernah merokok, (80,8%) responden kadang-kadang makan buah-buahan, (74,4%)


responden kadang-kadang mengkonsumsi sayuran. Namun hanya (5,6%)
responden yang selalu mampu menjaga diri tetap tenang ketika ada masalah,
(6,4%) responden yang selalu makan sayur-sayuran sesuai petunjuk dan hanya
(8,8%) responden yang selalu membatasi makanan berlemak.
Dari butir-butir pertanyaan kepatuhan tersebut dapat diketahui tingkat
kepatuhan penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Telagasari sebagai berikut:

Tabel 5.2
Deskripsi Nilai Kepatuhan

Nilai Kepatuhan Nilai (skala 100)


Minimal-Maksimal 30-88
Mean 60
Median 60
SD 9,5

Dari tabel 5.2 diketahui rata-rata nilai kepatuhan 60 dengan standar deviasi 9,5, nilai terendah 30 dan
dan kepatuhan buruk jika skor ≤60.

Tabel 5.3
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Tingkat Kepatuhan di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017

Kepatuhan Jumlah Persentase

Baik (skor >60) 51 40,8


Buruk (skor ≤60) 74 59,2
Total 125 100,0

Dari tabel 5.3 diketahui sebagian besar responden (59,2%) tidak patuh
dalam melakukan pengendalian tekanan darah, hanya (41,6%) responden yang
memiliki tingkat kepatuhan baik.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


5

5.3 Gambaran Faktor Pemodifikasi


5.3.1 Gambaran Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pendapatan dan
Lama Pengobatan.
Rata-rata umur responden pada penelitian ini adalah 53 tahun, dengan nilai
tengah 50 tahun. Umur termuda 24 tahun dan umur tertua adalah 82 tahun.
Sebagian besar responden berpendidikan SD, pendidikan terendah adalah
tidak pernah sekolah dan yang tertinggi tamat perguruan tinggi. Rata-rata
pendapatan responden sebesar Rp 1.539.600; dengan standar deviasi Rp 1.158.546; pen
6.000.000. Untuk kebutuhan analisis, selanjutnya data dikelompokkan
sebagaimana terdapat dalam tabel 5.4.

Tabel 5.4
Distribusi Responden Menurut Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pendapatan, dan Lama Pengobatan

Karakteristik Responden Jumlah


F %
Umur
>50 tahun 61 48,8
≤50 tahun 64 51,2
Jenis kelamin
Perempuan 91 72,8
Laki-laki 34 27,2
Pendidikan
≥SMP 28 22,4
≤SD 97 77,6
Pendapatan
>Rp1.000.000 70 56,0
≤Rp1.000.000 55 44,0
Lama pengobatan
≤1 tahun 41 32,8
>1 tahun 84 67,2

Dari tabel 5.4 diketahui sebagian besar responden berumur ≤ 50 tahun


(51,2%), sebanyak (72,8%) adalah perempuan, (77,6%) responden berpendidikan
kurang dari SMP, (56,0%) responden dengan pendapatan lebih dari satu juta, dan
sebagian besar telah menjalani pengobatan lebih dari satu tahun (67,2%).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

5.3.2 Gambaran Pengetahuan

Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Jawaban Yang Benar Dari Pengetahuan Tentang
Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N=125)

Komponen Pengetahuan Benar (%)


Hipertensi penyakit dimana tekanan darah ≥140/90 mmHg 88,0
Peningkatan tekanan darah menyebabkan masalah pada jantung 80,8
Memperbanyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan dapat 80,0
menurunkan tekanan darah
Obat tekanan darah harus diminum ketika hanya merasa sakit 68,8
Kegemukan salah satu faktor yang menyebabkan hipertensi 66,4
Minuman beralkohol tidak berpengaruh pada peningkatan tekanan 54,4
darah
Menghindari pengggunaan tembakau (seperti rokok) merupakan 37,6
salah satu bentuk usaha menurunkan tekanan darah yang efektif
Peningkatan tekanan darah adalah akibat proses penuaan, sehingga 34,4
pengobatan tidak diperlukan
Seseorang dengan tekanan darah tinggi bisa makan makanan asin 32,0
selama mereka minum obat secara teratur
Terapi dengan obat merupakan terapi utama dalam menurunkan 27,2
tekanan darah tanpa perlu diikuti dengan perubahan gaya hidup

Dari tabel 5.5 diketahui sebagian besar responden menjawab benar


tentang definisi hipertensi (88%), peningkatan tekanan darah menyebabkan
masalah pada jantung (80,8%), dan memperbanyak konsumsi sayur dan buah
dapat menurunkan tekanan darah (80%). Namun hanya sebagian kecil responden
yang menjawab benar tentang terapi obat merupakan terapi utama dalam
menurunkan tekanan darah tanpa perlu diikuti dengan perubahan gaya hidup
(27,2%), tekanan darah tinggi bisa makan makanan asin (32%), dan
peningkatan tekanan darah akibat

Tabel 5.6
Deskripsi Nilai Pengetahuan

Nilai Pengetahuan Nilai (skala 100)


Minimal-Maksimal 10-100
Mean 57
Median 60
SD 20,5

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

Dari tabel 5.6 diketahui nilai rata-rata pengetahuan adalah 5,7 dengan
standar deviasi 20,5. Nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah 10. Cut of point
yang digunakan dalam kategori variabel pengetahuan adalah nilai mean.
Pengetahuan baik jika skor > 60 dan pengetahuan kurang jika skor ≤ 60.

Tabel 5.7
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Tingkat Pengetahuan di Wilayah Puskesmas Telagasar

Pengetahuan Jumlah Persentase


Baik (skor > 60) 40 32,0
Kurang (skor ≤ 60) 85 68,0
Total 125 100,0

Dari tabel 5.7 diketahui sebagian besar responden memiliki pengetahuan


yang kurang tentang hipertensi (68%).

Gambaran Faktor Kepercayaan Individu


Gambaran Persepsi Terhadap Keseriusan Penyakit Hipertensi

Table 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Keseriusan Penyakit di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N

Persepsi Keseriusan STS TS S SS


% % % %
Mengalami tekanan darah tinggi dapat 0,0 5,6 88,0 6,4
menyebabkan masalah fisik yang serius
Mengalami tekanan darah tinggi dapat 0,0 21,6 74,4 4,0
menyebabkan masalah keuangan
Mengalami tekanan darah tinggi dapat 0,0 0,8 95,2 4,0
menyebabkan untuk terserang stroke.
Mengalami tekanan darah tinggi dapat 0,8 1,6 93,6 4,0
menyebabkan untuk mengalami serangan
jantung.
STS=sangat Tidak Setuju, TS=tidak setuju, S=setuju, SS =sangat setuju

Dari tabel 5.8 diketahui sebagian besar responden (95,2%) mengatakan


setuju jika mengalami tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terserang stroke,

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

(93,6%) responden setuju jika mengalami tekanan darah tinggi dapat


menyebabkan untuk mengalami serangan jantung. Namun masih ada (21,6%)
responden tidak setuju jika mengalami tekanan darah tinggi dapat menyebabkan
masalah keuangan dan (5,6%) responden tidak setuju jika mengalami tekanan
darah tinggi dapat menyebabkan masalah fisik yang serius.

Tabel 5.9
Deskripsi Nilai Persepsi Keseriusan Penyakit

Nilai Persepsi Keseriusan Penyakit Nilai (skala 100)


Minimal-Maksimal 56-94
Mean 74
Median 75
SD 5

Dari tabel 5.9 diketahui nilai rata-rata persepsi terhadap keseriusan penyakit adalah 74 dengan standa

Persepsi Keseriusan Penyakit Jumlah Persentase


Baik (skor ≥ 74) 94 75,2
Buruk (skor < 74) 31 24,8
Total 125 100,0

Dari tabel 5.10 diketahui sebagian besar responden memiliki persepsi


keseriusan penyakit yang baik (75,2%).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

5.4.2 Gambaran Persepsi Manfaat Kepatuhan Pengendalian Tekanan Darah

Tabel 5.11
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Manfaat Kepatuhan
Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun
2017

Persepsi Manfaat Kepatuhan Pengendalian Tekanan Darah Persentase


Membantu tetap sehat 97,6
Mengurangi kemungkinan terkena strok 84,8
Mengurangi kemungkinan terkena serangan jantung 84,0
Membantu hidup lebih lama 83,2

Dari tabel 5.11 diketahui sebagian besar responden (97,6%) mengatakan manfaat dalam melakukan p

Nilai Persepsi Manfaat Kepatuhan Nilai (skala 100)


Minimal-Maksimal 25-100
Mean 86,5
Median 100
SD 26

Dari tabel 5.12 diketahui nilai rata-rata persepsi manfaat kepatuhan pengendalian tekanan darah adal
tekanan darah baik jika skor 100 dan buruk jika skor < 100.

Tabel 5.13
Distribusi Responden Menurut Persepsi Manfaat Kepatuhan Pengendalian
Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017

Persepsi Manfaat Jumlah Persentase


Baik (skor 100) 94 75,2
Buruk (skor < 100) 31 24,8
Total 125 100,0

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

Dari tabel 5.13 diketahui sebagian besar responden (75,2%) memiliki


persepsi manfaat kepatuhan pengendalian tekanan darah yang baik.

5.4.3 Gambaran Persepsi Hambatan Kepatuhan Pengendalian Tekanan

Tabel 5.14
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Hambatan Kepatuhan
Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun
2017

Persepsi Hambatan Kepatuhan Pengendalian Tekanan Darah Persentase


Membutuhkan banyak uang 20,0
Fasilitas kesehatan jauh 8,0
Sikap petugas kesehatan 1,6
Waktu berobat yang lama 0,8

Dari tabel 5.14 diketahui hambatan paling banyak yang disampaikan


responden adalah membutuhkan banyak uang (20%) dan sebanyak (8%)
responden mengatakan fasilitas kesehatan jauh.

Tabel 5.15
Deskripsi Nilai Persepsi Hambatan Kepatuhan

Nilai Persepsi Hambatan Kepatuhan Nilai (skala 100)


Minimal-Maksimal 25-100
Mean 86,5
Median 100
SD 26

Dari tabel 5.15 diketahui nilai rata-rata persepsi hambatan kepatuhan


pengendalian tekanan darah adalah 91 dengan standar deviasi 17. Nilai terendah
adalah 0 dan nilai tertinggi 4. Cut of point yang digunakan dalam kategori variabel
persepsi hambatan kepatuhan pengendalian tekanan darah adalah nilai median.
Persepsi Hambatan Kepatuhan Pengendalian Tekanan Darah buruk jika skor 100
dan baik jika skor < 100.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

Tabel 5.16
Distribusi Responden Menurut Persepsi Hambatan Kepatuhan Pengendalian
Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017

Persepsi Hambatan Jumlah Persentase


Buruk (skor 100) 90 72,0
Baik (skor < 100) 35 28,0
Total 125 100,0

Dari tabel 5.16 diketahui sebagian besar responden memiliki persepsi


hambatan kepatuhan pengendalian tekanan darah yang buruk (72,0%).

Gambaran Faktor Isyarat Untuk Bertindak


Gambaran Dukungan Keluarga

Tabel 5.17
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Mendapat Dukungan Keluarga di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N

Komponen Dukungan Keluarga TP JR KD SR SL


% % % % %
Mengingatkan jadwal pemeriksaan ulang 11,2 4,8 12,1 62,4 9,6
Menyiapkan makanan untuk diit hipertensi 29,03 0,8 20,0 40,8 9,6
Mengingatkan untuk minum obat 13,6 3,2 12,0 59,2 12,0
Menemani untuk berolahraga 53,6 1,6 32,8 11,2 0,8
Memberi tahu tentang bahaya merokok 31,2 0,0 8,0 57,6 3,2
Mengingatkan untuk tidak minum beralkohol 33,6 0,0 3,2 60,8 21,6
Mengantarkan untuk pemeriksaan 16,0 4,8 21,6 45,6 12,0
TP = tidak pernah, JR = jarang, KD = kadang-kadang, SR = sering, SL = selalu
Dari tabel 5.17 diketahui sebagian besar responden (62,4%) sering diingatkan keluarga untuk me

responden sering diingatkan untuk tidak minum minuman beralkohol. Namun


sebanyak (53,6%) responden tidak pernah ditemani keluarga untuk berolahraga,
dan (33,6%) responden tidak pernah diingatkan untuk tidak minum minuman
beralkohol.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

Tabel 5.18
Deskripsi Nilai Dukungan Keluarga

Nilai Dukungan Keluarga Nilai (skala 100)


Minimal-Maksimal 0-92,8
Mean 51,6
Median 60,7
SD 23,8

Dari tabel 5.18 diketahui nilai rata-rata dukungan keluarga 51,6 dengan standar deviasi 23,8. Nilai du
keluarga kurang jika skor ≤60.

Tabel 5.19
Distribusi Responden Menurut Dukungan Keluarga di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017

Dukungan Keluarga Jumlah Persentase


Baik (skor >60) 56 44,8
Kurang (skor ≤60) 69 55,2
Total 125 100,0

Daritabel5.19 diketahuisebagian besar responden mendapatkan dukungan keluarga yang kurang da


5.5.2 Gambaran Keterpaparan Informasi

Tabel 5.20
Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Informasi Tentang Hipertensi di
Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N =125)

Keterpaparan Informasi Persentase


Petugas kesehatan 97,6
TV 68,8
Keluarga 44,0
Teman 27,2
Internet 17,6

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

Keterpaparan Informasi Persentase


Tokoh agama 12,8
Surat kabar 8,0
Tetangga 7,2
Radio 5,6

Terdapat sembilan jawaban yang diberikan responden terkait keterpaparan


informasi, sebagian besar responden memiliki jawaban lebih dari satu. Cut of
point yang digunakan dalam kategori variabel keterpaparan informasi adalah 4.
,6%),(68,8%)responden mendapatkan informasi dari TV, dan sebagian kecil (5,6%) responden mendapat

Tabel 5.21
Distribusi Responden Menurut Keterpaparan Informasi di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017

Keterpaparan Informasi Jumlah Persentase


Tinggi (terpapar 4 atau lebih 48 38,4
sumber informasi)
Rendah (<4) 77 61,6
Total 125 100,0

Dari tabel 5.21 diketahui sebagian besar responden dengan keterpaparan


informasi yang rendah (61,6%).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

5.6 Hubungan Faktor Pemodifikasi dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi


Dalam Pengendalian Tekanan Darah.

Tabel 5.22 Hasil Analisis Bivariat Faktor Pemodifikasi

Variabel Kepatuhan P value OR 95% CI


Baik % Buruk % Total
Umur
>50 tahun 26 42,6 35 57,4 61 0,824 1,15
≤50 tahun 25 39,1 39 60,9 64 (0,56-2,36)
Jenis Kelamin
Perempuan 40 44,0 51 56,0 91 0,332 1,64
Laki-laki 11 32,4 23 67,6 34 (0,71-3,75)
Pendidikan
≥ SMP 13 46,4 15 53,6 28 0,639 1,34
≤ SD 38 39,2 58 60,8 97 (0,57-3,14)
Pendapatan
>Rp1.000.000 27 38,6 43 61,4 70 0,698 0,81
≤Rp1.000.000 24 43,6 31 56,4 55 (0,39-1,66)
Lama Pengobatan
≤1 tahun 16 39,0 25 61,0 41 0,930 0,89
>1 tahun 35 41,7 49 58,3 84 (0,41-1,92)
Pengetahuan
Baik 23 57,5 17 42,5 40 0,016 2,75
Kurang 29 34,2 56 65,9 85 (1,27-5,96)

Dari tabel 5.22 diketahui ada hubungan yang bermakna (p value 0,016)
antara variabel pengetahuan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=2,75 (95%
CI; 1,27-5,96) yang berarti responden dengan pengetahuan baik mempunyai
peluang 2,7 kali lebih tinggi untuk memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam
pengendalian tekanan darah dibandingkan dengan responden yang
memiliki
pendapatan, dan lama pengobatan tidak berhubungan dengan kepatuhan penderita
hipertensi dalam pengendalian tekanan darah.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


6

5.7 Hubungan Faktor Kepercayaan Individu dengan Kepatuhan Penderita


Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan Darah

Tabel 5.23 Hasil Analisis Bivariat Faktor Kepercayaan Individu

Variabel Kepatuhan P value OR 95% CI


Baik % Buruk % Total
Persepsi Keseriusan
Penyakit
Baik 41 43,6 53 56,4 94 0,365 1,62
Buruk 10 32,3 21 67,7 31 (0,69-3,82)
Persepsi Manfaat
Kepatuhan
Baik 40 42,6 54 57,4 94 0,629 1,34
Buruk 11 35,5 20 64,5 31 (0,58-3,12)
Persepsi Hambatan
Kepatuhan
Buruk 40 44,4 50 55,6 90 0,260 1,74
Baik 11 31,4 24 68,6 35 (0,76-3,98)

Dari tabel 5.23 diketahui tidak ada hubungan yang bermakna (p value > 0,05) antara variabel perseps
pengendalian tekanan darah.

5.3.3 Hubungan Faktor Isyarat Untuk Bertindak dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dal

Tabel 5.24 Hasil Analisis Bivariat Faktor Isyarat Untuk Bertindak

Variabel Kepatuhan P value OR 95%


CI
Baik % Buruk % Total
Dukungan Keluarga
Baik 28 50,0 28 50,0 56 0,089 2,00
Kurang 23 33,3 46 66,7 69 (0,96-4,12)
Keterpaparan
Informasi
Tinggi 29 60,4 19 39,6 48 0,001 3,81
Rendah 22 28,6 55 71,4 77 (1,78-8,16)

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

Dari tabel 5.24 diketahui ada hubungan yang bermakna (p value 0,001)
antara variabel keterpaparan informasi dengan kepatuhan penderita hipertensi
dalam pengendalian tekanan darah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=3,81
(95% CI; 1,78-8,16) yang berarti responden dengan keterpaparan informasi yang
tinggi mempunyai peluang 3,8 kali lebih tinggi untuk memiliki kepatuhan yang
baik dalam pengendalian tekanan darah dibandingkan responden dengan
keterpaparan informasi rendah, sedangkan variabel dukungan keluarga tidak ada
hubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah.

5.8 Faktor Yang Paling Berhubungan Dengan Kepatuhan


1. Seleksi bivariat
Hasil uji bivariat yang mempunyai nilai P < 0,25 akan masuk dalam model multivariat. Hasil sele

Tabel 5.25
Hasil Seleksi Bivariat

Variabel P Value Keterangan


Umur 0,824 Tidak kandidat
Jenis Kelamin 0,332 Tidak kandidat
Pendidikan 0,639 Tidak kandidat
Pendapatan 0,698 Tidak kandidat
Lama pengobatan 0,930 Tidak kandidat
Pengetahuan 0,016 Kandidat multivariate
Persepsi keseriusan penyakit 0,365 Tidak kandidat
Persepsi manfaat kepatuhan 0,629 Tidak kandidat
Persepsi hambatan kepatuhan 0,260 Tidak kandidat
Dukungan keluarga 0,089 Kandidat multivariate
Keterpaparan informasi 0,001 Kandidat multivariate

2. Pemodelan Multivariat
Pada tahap pemodelan multivariat semua variabel yang sudah lolos pada tahap
seleksi bivariat dilakukan analisis secara bersama-sama. Hasil sebagai berikut :

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

Tabel 5.26
Pemodelan Pertama Regresi Logistik Ganda Variabel Pengetahuan, Dukungan
Keluarga dan Keterpaparan Media Informasi

Variabel B P value OR 95% CI


Pengetahuan 0,651 0,142 1,918 0,80-4,58
Dukungan Keluarga 0,475 0,241 1,609 0,73-3,56
Keterpaparan informasi 0,979 0,025 2,663 1,13-6,23

Dari tabel 5.26 didapatkan variabel pengetahuan dan variabel dukungan


keluarga memiliki p value > 0,05 sehingga pemodelan selanjutnya variabel
dukungan keluarga dan variabel pengetahuan dikeluarkan dari model secara
bertahap, dimulai dengan dikeluarkannya variabel dukungan keluarga, dengan
hasil sebagai berikut :

Tabel 5.27
Pemodelan Kedua Regresi Logistik Ganda Variabel Pengetahuan dan
Keterpaparan Media Informasi

Variabel B P OR OR Perubahan
value Lama OR
Pengetahuan 0,574 0,187 1,775 1,918 7,5%
Keterpaparan informasi 1,130 0,007 3,097 2,663 16,3%

Dari tabel 5.27 diketahui hasil perubahan OR setelah variabel dukungan


keluarga dikeluarkan, OR variabel keterpaparan informasi berubah >10%, dengan
demikian variabel dukungan keluarga dimasukkan kembali.

Tabel 5.28
Pemodelan Ketiga Regresi Logistik Ganda Variabel Keterpaparan Informasi dan
Variabel Dukungan Keluarga

Variabel B P OR OR Lama Perubahan


value OR
Keterpaparan informasi 1,238 0,002 3,449 2,663 29,5%
Dukungan Keluarga 0,388 0,327 1,475 1,609 8,3%

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

Dari tabel 5.28 diketahui hasil perubahan OR setelah variabel pengetahuan


dikeluarkan, OR variabel keterpaparan informasi berubah >10%, dengan demikian
variabel pengetahuan dimasukkan kembali.

Tabel 5.29
Model Terakhir Analisis Multivariat

Variabel B P value OR 95% CI


Keterpaparan informasi tentang 0,979 0,025 2,663 1,13-6,26
hipertensi
Pengetahuan 0,651 0,142 1,918 0,72-3,56
Dukungan Keluarga 0,475 0,241 1,609 0,26-1,25

Dari tabel 5.29 diketahui variabel yang berhubungan bermakna dengan


kepatuhan adalah variabel keterpaparan informasi, sedangkan variabel
pengetahuan dan dukungan keluarga sebagai variabel pengontrol. Hasil analisis
didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel keterpaparan informasi tentang
hipertensi 2,7 (95% CI;1,17-6,31) artinya penderita hipertensi dengan
keterpaparan informasi yang tinggi memiliki peluang untuk kepatuhan yang baik
sebesar 2,7 kali lebih tinggi dibandingkan penderita hipertensi dengan
keterpaparan informasi rendah setelah dikontrol dengan variabel pengetahuan
dan dukungan keluarga.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 6
PEMBAHASA
N

6.1 Keterbatasan
Kepatuhan yang diharapkan pada penelitian ini adalah sejauh mana
perilaku responden untuk mengikuti petunjuk pengobatan hipertensi baik secara
farmakologis maupun melalui perubahan gaya hidup sesuai anjuran yang
diberikan oleh petugas kesehatan sejak pasien didiagnosa hipertensi dan mulai menjalankan pengoba
Terbatasnya sumber daya, waktu dan biaya yang tersedia juga menjadi hambatan sehingga tidak sem

6.2 Gambaran Tentang Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam


Pengendalian Tekanan Darah
Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seorang penderita hipertensi
terkait minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan perubahan gaya hidup,
sesuai dengan arahan dan rekomendasi dari petugas kesehatan (WHO, 2003).
Kepatuhan pengobatan pada penyakit kronik adalah hal penting. Kepatuhan yang
baik berhubungan dengan peningkatan kontrol tekanan darah, penurunan

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


73

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

komplikasi hipertensi serta meningkatkan efektivitas intervensi yang ditujukan


untuk mempromosikan gaya hidup sehat, seperti modifikasi diet, peningkatan
aktivitas fisik, perilaku tidak merokok dan pengurangan risiko intervensi berbasis
farmakologis.
Kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah di
wilayah Puskesmas Telagasari sebagian besar buruk. Kepatuhan terhadap
pengendalian tekanan darah diperoleh dari jawaban responden berdasarkan

perilaku pengobatan hipertensi yang dilakukan baik terapi farmakologis maupun


melalui perubahan gaya hidup. Dari butir-butir pernyataan terkait dengan
pengelolaan hipertensi diperoleh persentase responden dengan tingkat kepatuhan
yang baik sebesar 40,8%.
Secara global, WHO juga melaporkan rendahnya tingkat kepatuhan
pengobatan hipertensi, kepatuhan pengobatan di negara maju sekitar 48-50%
dan angka ini lebih rendah lagi untuk negara-negara berkembang (WHO, 2003).
Penelitian yang dilakukan Al-Ramahi pada pasien hipertensi di Palestina juga
melaporkan, hanya 16,9% yang memiliki tingkat kepatuhan tinggi terhadap
pengobatan hipertensi, 28,9% dengan kepatuhan sedang dan 54,2% memiliki
tingkat kepatuhan rendah (Al-Ramahi, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Suhadi untuk menilai kepatuhan lansia dalam perawatan hipertensi di wilayah
Puskesmas Srondol Semarang juga melaporkan hanya 50,0% lansia yang patuh
terhadap perawatan hipertensi (Suhadi, 2011).
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan pada
pasien hipertensi. WHO menyatakan kepatuhan adalah fenomena multidimensi
yang ditentukan oleh interaksi dari lima faktor yaitu sosial ekonomi, faktor
sistem kesehatan, faktor kondisi penyakit, faktor terapi yang diberikan serta
faktor pasien
kepatuhan seseorang harus melalui tiga tahapan kepatuhan yaitu percaya, tahu dan
baru bertindak. Seseorang harus percaya pada ketepatan dari diagnosa, kesesuaian
terapi, kemampuannya untuk melaksanakan terapi dan ketepatan serta
kecenderungan untuk mencapai keberhasilan (Ajzen,1991; Bandura,1989 dalam
Klein, 2006). Setelah orang memiliki beberapa dasar untuk percaya, maka mereka
akan mengembangkan suatu model mental/sikap dari kondisi dan efek dari terapi,

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

selanjutnya tahu atau mengetahui. Instruksi yang jelas dan dikembangkan dengan
baik membantu orang mengambil tindakan yang efektif. Tahap terakhir yaitu
bertindak. Untuk dapat bertindak, seseorang harus mampu secara fisik, kognitif,
emosional, dan finansial.
Komponen penting lainnya dari rendahnya tingkat kepatuhan adalah
rendahnya perilaku managemen diri (low self management behavior). Rendahnya
perilaku managemen diri dapat terlihat dari pemilihan gaya hidup yang

berkontribusi terhadap hipertensi. Dari butir pertanyaan tentang kepatuhan yaitu


bagaimana perilaku individu dalam mengelola hipertensi terlihat hanya 14,4%
responden yang selalu membatasi konsumsi garam, 8,8% responden yang selalu
membatasi makanan berlemak, 0,8% responden yang selalu mengkonsumsi
buah- buahan sesuai dengan porsi diet, dan hanya 5,8% responden yang selalu
mampu untuk tetap tenang ketika ada masalah.
Mengacu kepada konsep HBM, orang cenderung akan mengambil
tindakan yang mereka percaya akan mengurangi risiko apabila individu
menganggap diri mereka rentan terhadap suatu kondisi penyakit, dan percaya
kondisi penyakit akan memiliki konsekuensi serius, kemudian percaya tindakan
yang tersedia bagi mereka akan bermanfaat dalam mengurangi kerentanan
mereka terhadap keparahan kondisi penyakit, dan mereka juga percaya manfaat
yang diharapkan dari tindakan yang diambil lebih besar daripada hambatan.
Faktor kepercayaan ini juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, demografi
termasuk pengetahuan.
Meskipun sebagian besar responden (75,2%) dalam penelitian ini
memiliki persepsi manfaat kepatuhan pengendalian tekanan darah yang baik,
namun ternyata hal ini belum cukup membuat responden untuk berperilaku
patuh sesuai
responden yang memiliki persepsi keseriusan penyakit yang buruk dan masih
terdapat hambatan yang dirasakan responden (28%). Selain itu kondisi sosial
ekonomi yang rendah, kurangnya pengetahuan responden tentang hipertensi serta
kurangnya dukungan keluarga juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap
rendahnya tingkat kepatuhan.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

Kepatuhan terhadap rekomendasi pengobatan memiliki dampak besar pada


kesehatan dan biaya perawatan untuk pasien hipertensi. Kepatuhan terhadap
pengobatan jangka panjang membutuhkan perubahan perilaku, yang melibatkan
belajar, mengadopsi dan mempertahankan perilaku. Setiap individu memiliki
motivasi serta kondisi yang berbeda terhadap bagaimana status kesehatan yang
mempengaruhi atau mempunyai dampak pada kehidupannya. Komunikasi yang
baik antara petugas kesehatan dan pasien perlu dijaga, serta peningkatan promosi

kesehatan secara terus menerus baik selama konsultasi, melalui dukungan dan
pendidikan kelompok, dan untuk masyarakat umum dapat melalui media massa
dan billboard dengan tetap mempertimbangkan latar belakang budaya,
kepercayaan pasien, serta sikap pasien terhadap pengobatan.

6.3 Hubungan Umur dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam


Pengendalian Tekanan Darah
Umur termasuk variabel yang penting dalam mempelajari masalah
kesehatan karena ada kaitannya dengan kebiasaan hidup seseorang. Nursalam
(2002) menyatakan bahwa semakin cukup usia seseorang, tingkat kematangan
dan kemampuan seseorang dalam berpikir akan lebih baik. Hasil penelitian ini
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan
kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah (p=0,824).
Hasil ini sama dengan penelitian Kurnia (2016) yang melaporkan tidak ada
hubungan umur dengan kepatuhan dalam perawatan hipertensi pada penderita
hipertensi di wilayah kerja puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya (p=0,078).
Selanjutnya Kamran, Ahari, Biria, Malpour & Heydari (2014) juga melaporkan
tidak ada hubungan umur dengan kepatuhan pengobatan hipertensi (p=0,36).
Berbeda dengan hasil di atas, beberapa penelitian lainnya
menunjukkan
kepatuhan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, seperti yang dilaporkan Ross,
S., Walker, A., & MacLeod, M. J. (2004) bahwa pasien yang lebih tua lebih
mungkin untuk menjadi patuh dibandingkan pasien yang lebih muda (OR 5.9,
P;0.001). Hal yang sama juga dilaporkan Robinson, T. (2012) menyatakan
perilaku pengelolaan hipertensi antara partisipan berusia kurang dari 50 tahun
secara signifikan kurang dari peserta antara usia 51 dan 70 tahun, dan peserta
yang lebih tua dari 70 tahun.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

Umur merupakan faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan
tidak dapat diubah. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi
lebih besar. Namun dalam hal kepatuhan, umur tidak menjadi patokan yang
mempengaruhi kepatuhan dalam pengendalian tekanan darah, hal ini disebabkan
karena ada beberapa faktor lain, misalnya persepsi individu terhadap dampak sakit
yang dirasakan, respon sakit yang berbeda serta berbagai alasan lainnya yang
setiap individu sangat bervariasi, antara lain: kesibukan, merasa sudah sembuh,

tidak adanya gejala hipertensi yang dirasakan, jarak ke fasilitas kesehatan yang
jauh, waktu, pengetahuan dan alasan ekonomi.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden dengan umur
lebih dari lima puluh tahun memiliki tingkat kepatuhan yang lebih baik
dibandingkan dengan responden berusia kurang dari atau sama dengan lima
puluh tahun. Hasil ini sesuai dengan laporan Al-Ramahi (2015) yang
menyatakan usia yang lebih muda berkontribusi terhadap kepatuhan yang buruk.
Menurut analisis peneliti, tampaknya orang lebih peduli saat mereka bertambah
tua atau mulai mengalami komplikasi penyakit. Kondisi ini harus
dipertimbangkan selama konseling dengan pasien. Komplikasi dan perilaku
pengendalian hipertensi harus dijelaskan dengan baik kepada semua pasien.
Pasien harus diberitahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus
dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana
pengobatan, tentunya dengan selalu memperhatikan dan menyesuaikan dengan
kondisi dan kemampuan pasien.

6.4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi


Dalam Pengendalian Tekanan Darah
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi dan merupakan
banyak megalami
faktor risiko yang peningkatan tekananPria
tidak dapat diubah. darah sistolik risiko
mempunyai dibandingkan dengan
sekitar 2,3 kali
perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung
meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi
hipertensi pada perempuan meningkat bahkan setelah usia 65 tahun, akibat faktor
hormonal maka pada perempuan kejadian hipertensi lebih tinggi dari Pria
(Kemkes, 2015). Hal ini juga tampak pada penelitian ini, sebagian besar penderita
hipertensi yang menjadi responden adalah perempuan.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara


jenis kelamin dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah (p=0,332). Hasil ini sama dengan yang dilaporkan Al Ramahi (2015)
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan
hipertensi. Hal yang sama juga dilaporkan Prasetyo, Sitorus & Gayatri (2012)
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan self care management
pasien hipertensi di RSUD Kudus (p=0,200). Selanjutnya Kurnia (2016) juga

melaporkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kepatuhan
dalam perawatan hipertensi pada penderita hipertensi di wilayah kerja
puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya (p= 0,531).
Jenis kelamin kaitannya dengan konsep HBM, merupakan variabel
demografi yang mempengaruhi persepsi seseorang mengenai ancaman terhadap
suatu penyakit, keseriusan suatu penyakit, pertimbangan keuntungan dan
kerugian melakukan suatu tindakan untuk perawatan terhadap penyakit yang
diderita. Jenis kelamin dapat mempengaruhi persepsi terhadap penyakit
hipertensi sebagai penyakit yang mengancam keselamatan ataupun penyakit
yang serius. Semakin besar pengaruh yang diberikan, semakin positif perilaku
yang diharapkan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan responden dengan jenis kelamin
perempuan lebih banyak (44,0%) memiliki tingkat kepatuhan yang baik
dibandingkan dengan responden laki-laki (32,4%). Hasil ini sama dengan yang
disampaikan Jankowska-Polańska, Blicharska, Uchmanowicz, & Morisky
(2016) melaporkan jenis kelamin perempuan meningkatkan kepatuhan terhadap
terapi hipertensi baik farmakologis dan non-farmakologis.

6.5 Hubungan Pendidikan dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dilaporkan mempengaruhi


kepatuhan. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah (p=0,639). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan
Suhadi (2011) bahwa tidak ada hubungan pendidikan dengan kepatuhan dalam
perawatan hipertensi pada lansia di wilayah Puskesmas Srondol Kota Semarang.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


7

Selanjutnya Herlinah, Wiarsih, & Rekawati (2013) juga melaporkan tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku lansia dalam pengendalian
hipertensi di wilayah Koja Jakarta (p=0,133).
Berbeda dengan hasil yang di atas, Jankowska-Polańska, Blicharska,
Uchmanowicz, & Morisky ( 2016) melaporkan bahwa tingkat pendidikan yang
lebih tinggi secara signifikan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi
farmakologis dan non-farmakologis. Hal ini sesuai dengan Nursalam (2002) yang

mengatakan makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima


informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, yang pada
akhirnya akan lebih patuh terhadap saran pengobatan.
Dari gambaran responden pada penelitian ini dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden berpendidikan rendah, sebanyak (48,8%) responden
berpendidikan Sekolah Dasar (SD). WHO (2003) menyatakan tingkat
pendidikan yang rendah beresiko terhadap ketidakpatuhan. Hal yang sama juga
dilaporkan Fonju (2015) bahwa tingkat pendidikan yang rendah diidentifikasi
sebagai faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pengobatan hipertensi pada
orang dewasa.
Green & Kreuter (2005) menjelaskan kemampuan juga dikaitkan dengan
perilaku, seseorang yang terpapar pendidikan memungkinkan untuk memiliki
kemampuan terhadap tindakan tertentu. Pengobatan hipertensi berlangsung
dalam jangka waktu panjang, hal ini membutuhkan perubahan perilaku, yang
melibatkan belajar, mengadopsi dan mempertahankan perilaku. Dalam
pembentukan perilaku manusia, pendidikan merupakan faktor yang sangat
penting.
Pendidikan kaitannya dengan konsep HBM, bahwa pendidikan formal
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menerima pengetahuan yang
menerima informasi yang diberikan sehingga dapat menjalankan anjuran
penatalaksanaan hipertensi dengan baik dan benar. Namun pengetahuan mengenai
penyakit hipertensi dapat diperoleh dari berbagai sumber tidak hanya berasal dari
pendidikan formal. Kegiatan penyuluhan dan penjelasan secara langsung ketika
pasien berobat juga dapat meningkatkan pengetahuan pasien. Berdasarkan hasil
penelitian ini maka perlu dirumuskan satu strategi promosi kesehatan untuk

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi dengan memperhatikan


karakteristik dan kemampuan responden.

6.6 Hubungan Pendapatan dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam


Pengendalian Tekanan Darah

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna


antara tingkat pendapatan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam

pengendalian tekanan darah (P=0,698). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan
oleh Suhadi (2011) bahwa tidak ada hubungan sosial ekonomi dengan kepatuhan
dalam perawatan hipertensi pada lansia di wilayah Puskesmas Srondol Kota
Semarang (p=0,110). Kurnia (2016) juga melaporkan hal yang sama bahwa
tidak ada hubungan pendapatan dengan kepatuhan dalam perawatan hipertensi
pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas Cibeureum Kota
Tasikmalaya (p=0,18).
Berkman dan Kawachi, 2000 dalam Glanz, 2008 menyatakan status
sosial ekonomi berkaitan dengan status kesehatan dan perilaku kesehatan, orang-
orang dengan kemampuan ekonomi kurang secara konsisten mengalami
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Orang dengan pendapatan yang
lebih tinggi cenderung untuk mendapatkan perawatan kesehatan secara lebih
teratur dibandingkan dengan pendapatan rendah. Teori ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan responden dengan tingkat pendapatan lebih
dari satu juta memiliki tingkat kepatuhan yang baik yang lebih kecil (38,6%)
dibandingkan responden dengan pendapatan kurang dari satu juta (43,6%).
Walaupun secara statistik tidak ada hubungan antara pendapatan
dengan
kepatuhan, namun hasil penelitian ini juga mengidentifikasi masalah biaya
pengendalian tekanan darah. Dari gambaran responden terlihat bahwa sebagian
besar responden memiliki tingkat penghasilan rendah yaitu dibawah Upah
Minimum Kabupaten Karawang. Menanggapi hal ini, petugas kesehatan
diharapkan lebih peka lagi terhadap status sosial ekonomi pasiennya, karena status
sosial ekonomi akan mempengaruhi kepercayaan individu dan alasan untuk
bertindak. WHO (2013) menyatakan status sosial ekonomi rendah dan kurangnya

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

akses ke layanan kesehatan dan obat-obatan juga meningkatkan kerentanan


terhadap berkembangnya penyakit kardiovaskular akibat hipertensi yang tidak
terkontrol.
Petugas kesehatan dapat memberikan informasi tentang adanya jaminan
kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh pasien, selain itu dalam hal perilaku
hidup sehat, petugas dapat menjelaskan bahwa untuk berperilaku sehat tidak
selalu harus dengan gaya hidup yang mahal.

6.7 Hubungan Lama Pengobatan dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi


Dalam Pengendalian Tekanan Darah
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara lamanya pengobatan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah (p=0,930). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan
Suhadi (2011) bahwa tidak ada hubungan lama pengobatan dengan kepatuhan
dalam perawatan hipertensi pada lansia di wilayah Puskesmas Srondol Kota
Semarang (p=0,079). Selanjutnya Kurnia (2016) juga melaporkan bahwa tidak
ada hubungan lama pengobatan dengan kepatuhan dalam perawatan hipertensi
pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas Cibeureum Kota
Tasikmalaya (p=0,109).
Hipertensi merupakan penyakit kroniks. Pengobatan hipertensi
merupakan pengobatan yang lama dan terus menerus sepanjang hidup.
Dibutuhkan kesabaran dan kedisiplinan dari penderita hipertensi untuk patuh
dalam melakukan pengobatan termasuk patuh untuk berperilaku hidup sehat.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini telah menjalani pengobatan
hipertensi lebih dari satu tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan responden
dengan lama pengobatan lebih dari satu tahun lebih banyak memiliki tingkat
baik dibandingkan
kepatuhan yang responden dengan lama pengobatan kurang dari atau sama
dengan satu tahun.
Menurut analisis peneliti, responden yang telah menjalani pengobatan
lebih lama memiliki pengalaman yang panjang dalam perawatan hipertensi,
pengalaman berobat dan merasakan manfaat minum obat antihipertensi serta
melakukan gaya hidup sehat dapat mengurangi keluhan secara fisik. Pengalaman
keberhasilan melakukan pengobatan tersebut menyebabkan responden bertahan

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

dalam kepatuhan, sehingga sangat perlu meyakinkan pasien untuk tidak lalai
terhadap pengobatannya, karena hipertensi membutuhkan pengobatan yang lama
bahkan untuk seumur hidup, sehingga hal ini sering membuat penderita hipertensi
menjadi bosan.

6.8 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam


Pengendalian Tekanan Darah
Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah (p= 0,016). Hasil ini serupa dengan penelitian Dalyoko yang juga
menunjukkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan upaya
pengendalian hipertensi pada lansia di posyandu lansia Wilayah Kerja Puskesmas
Mojosongo Boyolali (Dalyoko, 2010). Penelitian lainnya oleh Wulansari, J.,
Ichsan, B., & Usdiana, D (2013) juga membuktikan ada hubungan antara
pengetahuan tentang hipertensi dengan pengendalian tekanan darah, responden
dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang hipertensi umumnya tekanan
darahnya terkendali, sedangkan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
tidak baik mengenai hipertensi umumnya tekanan darahnya tidak terkendali.
Selanjutnya Pratama & Ariastuti (2015) melaporkan tingkat pengetahuan
mempengaruhi kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia binaan Puskesmas
Klungkung.
Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Pengetahuan adalah faktor intern yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku. Green & Kreuters (2005) mengkategorikan pengetahuan sebagai faktor
predisposisi dalam perubahan perilaku, dikarenakan pengetahuan merupakan hasil
pembelajaran kognitif kumulatif dari paparan objek, pengalaman, kesadaran, dan
menghasilkan pengenalan pengetahuan. Alexander et al, (2003) mengatakan
pengetahuan dan kesadaran pasien tentang hipertensi merupakan faktor penting
dalam mencapai kontrol tekanan darah.
Dalam konsep HBM, pengetahuan merupakan faktor pemodifikasi yang
mempengaruhi persepsi individu dan alasan untuk bertindak sehingga terbentunya
perilaku. Dengan memiliki pengetahuan yang baik, responden akan memiliki
persepsi yang serius terhadap penyakit yang dideritanya, dan pada akhirnya

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

mendorong responden untuk patuh dengan pengobatan yang mereka jalani.


Konsep ini sama dengan hasil penelitian bahwa responden dengan pengetahuan
baik lebih banyak yang memiliki tingkat kepatuhan baik (57,5%) dibandingkan
responden dengan pengetahuan kurang (34,2%). Hasil ini sama dengan yang
dilaporkan Klein, Wustrack, & Schwartz (2006) mengatakan pengetahuan yang
memadai tentang kapan dan bagaimana melakukan terapi akan membantu
seseorang membangun petunjuk penting dan pengingat untuk tetap patuh.

Berdasarkan konsep tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi


pengetahuan pasien tentang hipertensi akan mendorong seseorang untuk
berperilaku baik dalam mengontrol hipertensi sehingga tekanan darahnya tetap
terkendali. Perilaku yang baik tersebut bisa diterapkan dengan mengubah gaya
hidup seperti membatasi makanan yang berlemak, mengurangi makanan
bergaram, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, olahraga yang teratur,
dan menghindari stres.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang hipertensi
(68,0%). Hanya sebagian kecil responden yang menjawab benar tentang
pengobatan hipertensi, menu seimbang untuk penderita hipertensi, dan faktor
risiko hipertensi. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, orang perlu tahu
mengapa tekanan darah meningkat itu berbahaya, dan bagaimana mengambil
langkah untuk mengendalikannya. Penderita hipertensi perlu tahu bahwa
tekanan darah tinggi dan faktor risiko lainnya seperti diabetes sering muncul
bersamaan (WHO, 2013). Untuk itu perlu dilakukan upaya promosi kesehatan
mengenai pengendalian hipertensi kepada masyarakat melalui penyuluhan oleh
tenaga kesehatan serta melalui berbagai media informasi lainnya secara
berkesinambungan.
6.9 Hubungan Persepsi Keseriusan Penyakit dengan Kepatuhan Penderita
Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan Darah
Persepsi terhadap keseriusan penyakit didefinisikan sebagai keyakinan
tentang seberapa serius kondisi dan gejala yang dirasakan. Orang cenderung akan
mengambil tindakan yang mereka percaya akan mengurangi risiko apabila
percaya kondisi penyakit akan memiliki konsekuensi yang serius (Glanz, Rimer,

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

& Viswanath, 2008). Keseriusan ini ditambah dengan akibat dari suatu komplikasi
penyakit misalnya, tingginya kematian akibat penyakit, penurunan fungsi fisik
dan mental, kecacatan dan dampaknya terhadap kehidupan sosial.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara persepsi keseriusan penyakit dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah (p=0,575). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan
Kurnia (2016) bahwa tidak ada hubungan antara persepsi terhadap keseriusan

penyakit dengan kepatuhan dalam perawatan hipertensi pada penderita


hipertensi di wilayah kerja puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya (p value
0,263).
WHO (2013) secara global melaporkan kematian akibat penyakit
kardiovaskular yang disebabkan karena komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta
dari 17 juta kematian per tahun. Hipertensi bertanggung jawab untuk 45%
kematian karena penyakit jantung, dan 51% kematian akibat stroke. Begitu besar
dampak yang ditimbulkan jika penyakit ini tidak terkendali. Oleh karena itu
sangat penting untuk mengetahui persepsi responden terhadap penyakit
hipertensi, persepsi yang positif akan meningkatkan kontrol tekanan darah.
Menurut analisis peneliti bahwa semakin seseorang merasa terganggu
kesehatannya, maka ada kecenderungan seseorang tersebut untuk patuh
melakukan tindakan yang dapat mempertahankan kondisi kesehatannya. Namun
persepsi keseriusan terhadap penyakit juga dipengaruhi oleh faktor lainnya yaitu
usia, jenis kelamin, latar belakang budaya, kelas sosial, pengetahuan dan
pengalaman tentang masalah. Konsep dari persepsi melibatkan pengaturan diri,
ketika seseorang dirangsang oleh ancaman kesehatan, ia akan mencari cara yang
tepat untuk mengatasinya (Leelacharas, Kerdonfag, Chontichachalalauk, &
Sanongdej, 2015). Meskipun tidak ada gejala yang jelas dari tekanan darah
karena tanpa ini pengobatan mungkin tidak tepat disesuaikan dengan kebutuhan
dan sistem kepercayaan mereka.

6.10 Hubungan Persepsi Manfaat Kepatuhan Pengendalian Tekanan Darah


dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan
Darah

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
persepsi manfaat kepatuhan pengendalian tekanan darah dengan kepatuhan
penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah (p=0,629). Persepsi
manfaat yang dirasakan adalah kepercayaan responden mengenai faktor positif
terhadap perilaku kesehatan tertentu (Becker, 1974). Tingginya manfaat yang
dirasakan meningkatkan kemungkinan seseorang akan terlibat dalam perilaku dan
mengurangi hambatan yang dirasakan, sehingga memungkinkan seseorang akan

berperilaku sesuai anjuran. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan responden dengan persepsi manfaat yang baik lebih banyak
memiliki tingkat kepatuhan yang baik (42,6%) dibandingkan responden dengan
persepsi manfaat kepatuhan yang buruk (35,5).
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara persepsi manfaat kepatuhan
dengan kepatuhan pengendalian tekanan darah dimungkinkan karena masih
adanya hambatan yang dirasakan responden (28,0%), dan masih terdapat
(24,8%) responden dengan persepsi keseriusan penyakit yang buruk. Selain
faktor kepercayaan tersebut, faktor pemodifikasi (rendahnya tingkat pendidikan,
pengetahuan, pendapatan) dan kurangnya dukungan keluarga serta rendahnya
keterpaparan media informasi menjadi penentu untuk terbentuknya perilaku
kepatuhan yang baik. Sangat penting untuk menjelaskan kepada penderita
hipertensi tentang tindakan yang akan dilakukan: bagaimana, di mana, kapan
dan menjelaskan efek positif yang diharapkan.

6.11 Hubungan Persepsi hambatan Kepatuhan Pengendalian Tekanan


Darah dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dalam Pengendalian
Tekanan Darah
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang
antara bermakna
persepsi hambatan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah (p=0,260). Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan
Suhadi (2011) bahwa ada hubungan yang signifikan antara biaya pengobatan
hipertensi dengan kepatuhan dalam perawatan hipertensi. Kelompok lansia
dengan persepsi bahwa pengobatan murah memiliki kepatuhan sebesar 27 kali
dibandingkan dengan lansia dengan persepsi perawatan hipertensi mahal.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

Persepsi hambatan merupakan keyakinan tentang aspek negatif yang


menghalangi responden untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang
direkomendasikan. Hasil penelitian ini mengidentifikasi beberapa hambatan yang
disampaikan oleh responden yaitu fasilitas kesehatan yang jauh, sikap petugas,
biaya yang tinggi dan waktu berobat yang lama. Hasil yang sama dilaporkan
Adams, O. P., & Carter, A. O. (2011) bahwa faktor sistem perawatan kesehatan
terkait waktu tunggu yang lama di klinik, termasuk biaya pengobatan yang tinggi

merupakan beberapa hambatan dalam melakukan pengobatan hipertensi.


Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden yang mengatakan
tidak ada hambatan dalam melakukan petunjuk pengobatan untuk pengendalian
tekanan darah lebih banyak memiliki tingkat kepatuhan yang baik dibandingkan
responden yang mengatakan ada hambatan. Pengendalian hipertensi sangat
diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasi.
Dalam uji klinis, terapi anti hipertensi telah dikaitkan dengan penurunan
kejadian stroke dan infark miokard. Selain itu, penerapan gaya hidup sehat oleh
semua orang sangat penting dan telah terbukti untuk pencegahan tekanan darah
tinggi.
Untuk meningkatkan kepatuhan, petugas kesehatan harus
mengidentifikasi dan mengurangi hambatan yang dirasakan responden melalui
keyakinan, koreksi kesalahan informasi, lebih memahami dan terlibat dengan
ide-ide pasien tentang penyebab, pengalaman gejala, dan kekhawatiran lainnya.
Keyakinan positif mengenai rekomendasi pengobatan penting untuk membentuk
perilaku kepatuhan penderita hipertensi.

6.12 Hubungan Dukungan keluarga dengan Kepatuhan Penderita


Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan Darah
terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan dalam
upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal (Setiadi 2008 dalam
Suhadi 2011).
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara dukungan keluarga dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

pengendalian tekanan darah (p=0,096). Hasil penelitian ini sama dengan


penelitian Nainggolan yang melaporkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan keteraturan kontrol tekanan darah di RSUD
Tugurejo Semarang (Nainggolan, Armiyati, Supriyono, 2012). Kurnia (2016) juga
melaporkan tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan
dalam perawatan hipertensi pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas
Cibeureum Kota Tasikmalaya (p=0,456).

Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh seorang penderita, karena


seseorang yang sedang sakit tentunya membutuhkan perhatian dari keluarga.
Dukungan keluarga dapat berupa dukungan emosional (perhatian, kasih
sayang, empati), penghargaan (menghargai, umpan balik), informasi (saran,
nasehat, informasi), dan instrumental (bantuan tenaga, waktu, dana). Namun
lebih dari sebagian responden dalam penelitian ini (55,2%) mendapatkan
dukungan keluarga yang kurang. Sedangkan hasil penelitian menunjukkan
responden dengan dukungan keluarga yang baik memiliki tingkat kepatuhan
yang baik lebih besar (50,0%) dibandingkan reponden dengan dukungan
keluarga yang kurang (33,3%). Apabila fungsi keluarga dalam mempertahankan
keadaan sehat anggota keluarganya belum dapat berjalan dengan baik, maka
kepatuhan yang baik dalam pengendalian tekanan darah belum akan dapat
tercapai. Keluarga harus dilibatkan dalam pengobatan, keluarga juga perlu
diberi informasi tentang kebutuhan pasien. Langkah sederhana dapat dilakukan
saat keluarga mendampingi pasien ke Puskemas, keluarga perlu diberitahu
tentang kondisi pasien dan rekomendasi untuk pengobatannya. Dengan
terinformasinya keluarga, maka diharapkan
anggota keluarga terlibat dalam penanganan penyakit.

Hipertensi Dalam Pengendalian Tekanan Darah


Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
keterpaparan informasi dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah (p=0,001). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan
Bonaccio, bahwa paparan terhadap media informasi dikaitkan secara signifikan
dengan kepatuhan yang lebih besar terhadap diet pola makan (Bonaccio et all,
2012). Selanjutnya Kurnia (2016) melaporkan bahwa penderita hipertensi yang

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

pernah menerima pendidikan kesehatan tentang perawatan hipertensi memiliki


peluang lebih tinggi untuk dapat meningkatkan kepatuhannya dalam perawatan
hipertensi.
Sumber informasi yang paling banyak disampaikan responden pada
penelitian ini adalah tenaga kesehatan. Informasi tentang hipertensi diperoleh saat
responden melakukan kunjungan ke Puskesmas dan juga melalui kunjungan
rumah yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Selain petugas kesehatan, sumber

informasi lainnya yang banyak disebutkan adalah TV, keluarga, dan teman.
Hasil ini sama seperti yang dilaporkan Stavropoulou (2012) bahwa dokter
dilaporkan menjadi sumber informasi yang dominan, sementara media dan
majalah dilaporkan lebih sering daripada keluarga dan apoteker. Penelitian
lainnya (Oliveria, Chen, McCarthy, Davis, & Hill, 2005) juga melaporkan
dokter, tenaga kesehatan lainnya, media massa, materi cetak dan video
merupakan sumber informasi penting yang dilaporkan oleh pasien dalam
menyebarluaskan informasi tentang hipertensi.
Menurut analisis peneliti, semakin banyak informasi yang diterima oleh
seseorang maka semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki orang tersebut yang
pada akhirnya akan membantu seseorang untuk tahu apa yang harus dilakukan,
kapan dan bagaimana melakukannya. Instruksi yang jelas dan dikembangkan
dengan baik akan membantu orang mengambil tindakan yang efektif. Pada
gilirannya, pengetahuan yang memadai tentang kapan dan bagaimana
melakukan terapi akan membantu seseorang membangun petunjuk penting dan
pengingat untuk tetap patuh. Stavropoulou (2012) menyatakan terinformasi
dengan baik tentang pengobatan hipertensi merupakan prediktor kepatuhan yang
lebih baik. Konsep ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden
yang terpapar
terpapar informasi yang rendah.
Pada penelitian ini juga diketahui masih rendahnya pemanfaatan media
informasi seperti internet, radio, dan surat kabar. Kondisi ini kemungkinan karena
kurangnya akses terhadap media informasi tersebut dan rendahnya status sosial
ekonomi masyarakat. Penelitian Coiera (2013) melaporkan media sosial dapat
secara langsung mendukung pengelolaan penyakit dengan menciptakan ruang

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


8

online dimana pasien dapat berinteraksi dengan dokter dan berbagi pengalaman
dengan pasien lainnya. Penelitian Santoro, Castelnuovo, Zoppis, Mauri, &
Sicurello, F. (2015) menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan pemberian
blog edukatif tentang hipertensi terhadap perilaku diet hipertensi. Blog edukatif
tentang hipertensi merupakan sebuah cara pemberian pendidikan kesehatan
dengan menggunakan blog melalui media internet dan dapat diakses melalui hand
phone, tablet, komputer maupun laptop.

Keterpaparan informasi memainkan peran positif dalam mempromosikan


perilaku sehat melalui penyebaran informasi yang seimbang. Pada penelitian ini
faktor keterpaparan informasi merupakan faktor yang paling berhubungan
dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah.
Responden dengan keterpaparan informasi yang tinggi memiliki peluang untuk
kepatuhan yang baik sebesar 2,7 kali lebih tinggi dibandingkan penderita
hipertensi dengan keterpaparan informasi rendah. Mengetahui besarnya manfaat
dari hubungan ini, maka seharusnya upaya untuk meningkatkan kemampuan
orang untuk mengakses dan memahami informasi kesehatan serta meningkatkan
ketersediaan informasi kesehatan yang sesuai dengan bahasa, tingkat
pengetahuan, dan budaya sangat diperlukan.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
1. Rerata nilai kepatuhan sebesar 60 (skor 100). Hasil ini lebih rendah dari
laporanWHO bahwa kepatuhan pengobatan hipertensi di negara maju
sekitar 48-50% . Hanya 0,8% responden yang selalu mengkonsumsi buah-
buahan sesuai dengan kebutuhan, sebanyak 5,6 % responden yang selalu mampu menjaga diri tetap t
Sebagian besar penderita hipertensi berjenis kelamin perempuan, dengan tingkat pendidikan SD, pen
Ada hubungan antara faktor keterpaparan informasi, pengetahuan dan dukungan keluarga dengan kep
Faktor keterpaparan informasi merupakan faktor yang paling dominan
berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam melakukan pengendalian tekanan darah.

7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
dapat dikemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang
a. Merencanakan dan menyusun program dan kegiatan yang lebih
diarahkan kepada upaya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang

90
Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


9

hipertensi dan pengendalian tekanan darah, merubah perilaku dan


membudayakan pola hidup sehat dengan modifikasi gaya hidup
(makan gizi seimbang, olahraga teratur, dan mengelola stress).
b. Mengembangkan jejaring kerja dalam rangka meningkatkan upaya
penyebaran informasi tentang hipertensi, salah satunya dengan
menjaring kerjasama dengan media informasi misalnya radio
karawang untuk menyebarluaskan informasi tentang hipertensi baik
sebagai
upaya pencegahan maupun dalam upaya pengendalian.
c. Merencanakan pengadaan buku kontrol bagi penderita hipertensi
untuk seluruh Puskesmas di Wilayah Kabupaten Karawang. Buku
kontrol dipegang oleh masing-masing penderita hipertensi.
Diharapkan dengan adanya buku kontrol penderita hipertensi
menjadi tidak lupa dan lebih termotivasi melakukan rekomendasi
petugas kesehatan.
2. Bagi Puskemas Telagasari
a. Meningkatkan kegiatan promosi kesehatan, bekerjasama dengan
program PTM dan gizi dalam memberikan edukasi kepada
masyarakat misalnya penyuluhan secara rutin setiap 3 bulan sekali
tentang hipertensi dan pengelolaan hipertensi serta perilaku hidup
sehat dengan modifikasi gaya hidup (makan gizi seimbang, aktivitas
fisik teratur, tidak merokok, periksa kesehatan rutin).
b. Menggerakkan kader dan kelompok-kelompok masyarakat seperti
PKK, majlis taklim dan karang taruna untuk melakukan
pendekatan dan berbagi informasi serta memberikan motivasi kepada
masyarakat untuk berperilaku hidup sehat dengan melakukan
modifikasi gaya hidup (makan gizi seimbang, aktivitas fisik

dapat tersebar luas dan menjangkau sasaran lebih banyak.


c. Mengembangkan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
dukungan keluarga dalam pengelolaan hipertensi, bisa melalui
pelatihan-pelatihan atau penyuluhan, misalnya pelatihan tentang
bagaimana menyiapkan menu makanan bagi penderita hipertensi.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


9

3. Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi lebih
banyak lagi tentang hipertensi
b. Turut serta dalam program pemerintah Kabupaten Karawang untuk
melakukan pengendalian hipertensi dengan aktif dalam kegiatan
Posbindu
4. Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Bagi peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan


mengenai faktor lain yang berhubungan dengan kepatuhan,
misalnya faktor sosial budaya, dukungan sistem kesehatan,
persepsi efikasi dengan metode mixmethode.
b. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan topik ini,
diharapkan dapat mengembangkan model kuesioner kepatuhan
pengendalian tekanan darah yang komprehensif meliputi
kepatuhan terhadap obat-obatan (farmakologis) maupun
kepatuhan terhadap perubahan gaya hidup.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Daftar Pustaka

Alparslan, G. B., & Akdemir, N. (2010). Effects of walking and relaxation


exercises on controlling hypertension. Journal of the Australian
Traditional-Medicine Society, 16(1), 9-15.
Al-Ramahi, R. (2015). Adherence to medications and associated faktors: A cross-
sectional study among Palestinian hypertensive patients. Journal of
Epidemiology and Global Health, 5(2), 125-132.
Basu, S., & Millett, C. (2013). Sosial Epidemiology of Hypertension in Middle-
Ariawan, Iwan.CountriesNovelty
1998, Besar Dan andMetode SampelHypertension,
Pada Penelitian Kesehatan,
Income Significance. 62(1), 18-26.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, hal 1-3
Becker, M. H. (1974). The health belief model and sick role behavior. Health
Arikunto, Suharsimi.
education 2010,2(4),Prosedur
monographs, 409-419. Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik.
Bhandari, S., Sarma,
Jakarta. P. S., & Thankappan, K. R. (2015). Adherence to
Rineka Cipta
antihypertensive treatment and its determinants among urban slum
Alexander M., Gordon
dwellers N.P., India.
in Kolkata, Davis C.C., & Chenjournal
Asia-Pacific R.S., 2003. Patienthealth,
of public Knowledge
27(2),
and Awareness
NP74-NP84. of Hypertension Is Suboptimal: Results From a Large
Health Maintenance Organization. The Journal of Clinical
Hypertension. 5: 254-60
Andria, K. M. (2013). Hubungan antara Perilaku Olahraga, Stres dan Pola
Makan dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia
Kelurahan Gebang Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Jurnal
Promkes, 1(2), 111-117.
Anthony, H., Valinsky, L., Inbar, Z., Gabriel, C., & Varda, S. (2012).
Perceptions of hypertension treatment among patients with and without
diabetes. BMC Family Practice, 13(1), 24. Doi:10.1186/1471-2296-13-
24
Aronow, W. S. (2012). Treatment of sistemic hypertension. Blood pressure, 4,
6. Armstrong, K. A. (2010). The Relationship of Personal Characteristics,
Behavorial Capability, Environmental Faktors, and Hypertension
Medication Adherence in African American Adults with Metabolic
Syndrome.
Aziza, Lucky. 2007, Hipertensi, The Silent Killer. Jakarta. Ikatan Dokter

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Bosworth, H. B., & Oddone, E. Z. (2002). A model of psychososial and cultural
antecedents of blood pressure control. Journal of the National Medical
Association, 94(4), 236–248.
Bonaccio, M., Di Castelnuovo, A., Costanzo, S., De Lucia, F., Olivieri, M.,
Donati, M. B., ... & Bonanni, A. (2012). Mass media information and
adherence to Mediterranean diet: results from the Moli-sani
study. International journal of public health, 57(3), 589-597.
Busari, O. A., Olanrewaju, T. O., Desalu, O. O., Opadijo, O. G., Jimoh, A. K.,
Agboola, S. M., . . . Olalekan, O. (2010). Impact of patients’ knowledge,
attitude and practices on hypertension on compliance with
antihypertensive drugs in a resource-poor setting. TAF preventive
medicine bulletin, 9(2), 87-92.
Brill, J. B. (2011). Lifestyle intervention strategies for the prevention and
treatment of hypertension: A review. American Journal of Lifestyle
Medicine, 5(4), 346-360.
Campbell, N., Ashley, M. J., Carruthers, S. G., Lacourcière, Y., & McKay, D.
W. (1999). Lifestyle modifications to prevent and control hypertension.
3. Recommendations on alkohol consumption. Canadian Hypertension
Society, Canadian coalition for high blood pressure prevention and
control, laboratory centre for disease control at Health Canada, heart and
Stroke Foundation of Canada. CMAJ: Canadian Medical Association
Journal, 160(9), S13.
Cléroux, J., Feldman, R. D., & Petrella, R. J. (1999). Lifestyle modifications to
prevent and control hypertension. 4. Recommendations on physical
exercise training. Canadian Hypertension Society, Canadian Coalition
for high blood pressure Prevention and Control, Laboratory Centre for
Disease Control at Health Canada, Heart and Stroke Foundation of
Canada. CMAJ: Canadian Medical Association Journal, 160(9), S21.
Chobanian, A. V., Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., Green, L. A.,
Izzo Jr, J. L., . . . Wright Jr, J. T. (2003). The seventh report of the joint
national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment
of high blood pressure: the JNC 7 report. JAMA, 289(19), 2560-2571.
Coverson, D. L. (2006). Health beliefs, health behavior and hypertension risk
african –american (Order No. 3243187). Available from Nursing & Allied
Health Database; ProQuest Dissertations & Theses Global. (304945901).
Coiera, E. (2013). Social networks, social media, and social diseases. BMJ:
British Medical Journal (Online), 346.
Dalyoko, D. A. P. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya
pengendalian hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja
Puskesmas Mojosongo Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Danaei, G., Finucane, M. M., Lin, J. K., Singh, G. M., Paciorek, C. J., Cowan, M.
J., . . . Riley, L. M. (2011). National, regional, and global trends in systolic
blood pressure since 1980: sistematic analysis of health examination
surveys and epidemiological studies with 786 country-years and 5· 4
million participants. The Lancet, 377(9765), 568-577.
Devkota, S., Dhungana, R. R., Pandey, A. R., Bista, B., Panthi, S., Thakur, K. K.,
& Gajurel, R. M. (2016). Barriers to Treatment and control of
hypertension among hypertensive Participants: a community-Based cross-
sectional Mixed Method study in Municipalities of Kathmandu, nepal.
Frontiers in Cardiovascular Medicine, 3.
Fonju, P. (2015). Faktors associated with medication adherence among
hypertensive adults in cameroon, africa (Order No. 3700801). Available
from ProQuest Dissertations & Theses Global. (1680592584).
Friedman, marylin. M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan
Praktek edisi 5. Jakarta. EGC
Glanz, K., Rimer, B. K., & Viswanath, K. (2008). Health behavior and health
education: theory, research, and practice: John Wiley & Sons.
Geleijnse, J. M., Kok, F. J., & Grobbee, D. E. (2004). Impact of dietary and
lifestyle faktors on the prevalence of hypertension in Western
populations. The European Journal of Public Health, 14(3), 235-239.
Grant, A. M. (2013). Hypertension knowledge, expectation of care, sosial support,
and adherence to prescribed medications of african americans with
hypertension framed by the roy adaptation model (Order No. 3561785).
Available from ProQuest Dissertations & Theses Global. (1366760616).
Green, Lawrence, Kreuter, Marshall. 2005. Health Program Planning, an
Educational and Ecological Approach. New York. McGraw-Hill Higher
Education.
Hartono, B. (2011). Hipertensi The Silent Killer. Perhimpunan Hipertensi
Indonesia. http://www. Inash. Or. Id/uplo ad/news_pdf/news_-DR. _Drs.-
Bambang_Hartono, _SE26. Pdf, diakses 18 Januari 2017
Hasandokht, T., Farajzadegan, Z., Siadat, Z. D., Paknahad, Z., & Rajati, F. (2015).
Lifestyle interventions for hypertension treatment among Iranian women
in primary health-care settings: Results of a randomized controlled
trial. Journal of Research in Medical Sciences, 20(1).
Hastono, Sutanto Priyo. 2016, Analisis Data Pada Bidang Kesehatan. Jakarta. PT
RajaGrafindo Persada
Herlinah, L., Wiarsih, W., & Rekawati, E. (2013). Hubungan dukungan keluarga
dengan perilaku lansia dalam pengendalian hipertensi. Jurnal
Keperawatan Komunitas, 1(2).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Iyalomhe, G. B., & Iyalomhe, S. I. (2010). Hypertension-related knowledge,
attitudes and life-style practices among hypertensive patients in a sub-
urban Nigerian community. Journal of Public Health and
epidemiology, 2(4), 71-77
Jankowska-Polańska, B., Blicharska, K., Uchmanowicz, I., & Morisky, D. E.
(2016). The influence of illness acceptance on the adherence to
pharmacological and non-pharmacological therapy in patients with
hypertension. European Journal of Cardiovascular Nursing, 15(7), 559-
568. Doi:doi:10.1177/1474515115626878
Areas of Thailand. Pacific Rim International Journal of Nursing Research,
Kamran, A., Ahari, S. S., Biria, M., Malpour, A., & Heydari, H. (2014).
19(3), 245-256.
Determinants of patient’s adherence to hypertension medications:
Oliveria,Application
S. A., Chen,ofR. health belief model
S., McCarthy, amongC.rural
B. D., Davis, C., &patients.
Hill, M. Annals of
N. (2005).
medical and health
Hypertension sciencesawareness,
knowledge, research, 4(6),
and 922-927
attitudes in a hypertensive
population. Journal of general internal medicine, 20(3), 219-225.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun
2011. S., Davis, S., & Norrving, B. (2015). Organizational Update The World
Mendis,
JakartaOrganization
Health : Kementerian Kesehatan
Global StatusRI
Report on Noncommunicable Diseases
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Infodatin. Hipertensi. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Pengendalian Hipertensi. Jakarta:
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian
Kesehatan
Klein, D. E., Wustrack, G., & Schwartz, A. (2006). Medication adherence:
Many conditions, a common problem. Paper presented at the Proceedings
of the Human Faktors and Ergonomics Society Annual Meeting.
Kurnia, A. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan
Penderita Hipertensi Dalam Perawatan Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas
Husada, 16(1), 143-152.
Leelacharas, S., Kerdonfag, P., Chontichachalalauk, J., & Sanongdej, W. (2015).

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


2014; One More Landmark Step in the Combat Against Stroke and
Vascular Disease. Stroke, 46(5), e121-e122.
Nainggolan, D. F. P., Armiyati, Y., & Supriyono, M. (2012). Hubungan
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diit Rendah Garam dan
Keteraturan Kontrol Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di
Poliklinik RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 1(2).
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan, Aplikasi Dalam Praktik Keperawtan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika
Nuraini, B. (2015). Risk Faktors Of Hypertension. Majority, 4(05).
Paat, I. G., Ratag, B. T., Kepel, B. J., & Manado, F. K. U. S. R. (2014). Hubungan
Antara Konsumsi Alkohol dan Status Merokok dengan Kejadian
Hipertensi pada Laki-Laki Usia 40-65 Tahun di Desa Motoling Dua
Kecamatan Motoling Kabupaten Minahasa Selatan.[Skripsi Ilmiah].
Manado: Universitas Sam Ratulangi Manado.
Prabaningrum, R. (2014). Hubungan Antara Perilaku Pengendalian Hipertensi
Dengan Keberhasilan Penurunan Tekanan Darah Pada Kejadian
Hipertensi Esensial Di Puskesmas Kratonan Surakarta (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Prasetyo, A. S., Sitorus, R., & Gayatri, D. (2012). Analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan self care management pada asuhan keperawatan
pasien hipertensi di RSUD Kudus. Universitas Indonesia.
Prasetyo, Bambang. 2007, Metode Penelitian Kuantitatif: teori dan aplikasi.
Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada
Pratama, G. W., & Ariastuti, N. L. P. (2015). Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Pengobatan Hipertensi Pada Lansia Binaan Puskesmas
Klungkung 1. E-Jurnal Medika Udayana, 4(8).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014
Rahajeng, E., & Tuminah, S. (2009). Prevalensi hipertensi dan determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(12), 580-587.
Robinson, T. (2012). Hypertension beliefs and behaviors of african americans in
selected cleveland public housing (Order No. 3534940). Available from
ProQuest Dissertations & Theses Global. (1282392053).
Ross, S., Walker, A., & MacLeod, M. J. (2004). Patient compliance in
hypertension: role of illness perceptions and treatment beliefs. Journal of
human hypertension, 18(9), 607-613.
Rosenstock, I. M. (1974). Historical origins of the health belief model. Health
education monographs, 2(4), 328-335.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Sajidin, M. (2013). Patient Perception Of Compliance With Family Drinking
Hypertension Drug And Diet In The Heart Of Poly Rsd Sidoarjo. Jurnal
Keperawatan Bina Sehat, 8(2)
Santoro, E., Castelnuovo, G., Zoppis, I., Mauri, G., & Sicurello, F. (2015). Social
media and mobile applications in chronic disease prevention and
management. Frontiers in psychology, 6, 567
Saputri, Z. G., Akrom, A., & Darmawan, E. (2016). Tingkat Kepatuhan
Antihipertensi Dan Pengontrolan Tekanan Darah Pasien Rawat Jalan Rs
Pku Muhammadiyah Bantul, Yogyakarta Yang Mendapatkan Brief
Counseling-5a Dan Sms Motivasional. Jurnal Farmasi Sains Dan
Komunitas, 13(2), 67-72.
Setiawan, Dony, Prasetyo, Hendro. 2015, Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Setyanda, Y. O. G., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Hubungan merokok dengan
kejadian hipertensi pada laki-laki usia 35-65 tahun di Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 4(2).
Situmorang, P. R. (2015). Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Penderita Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Medan Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol, 1(1).
Suhadi. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Lansia
Dalam Perawatan Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Srondol Kota
Semarang. Jakarta: Universitas Indonesia. Tesis
South, Meylen, Bidjuni, Hendro Dan Malara, Reginus T. 2014. Hubungan Gaya
Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Kolongan Kecamatan
Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Manado. Ejournal Keperawatan (E-Kp) Volume 2. Nomor 1.
Stavropoulou, C. (2012). Perceived information needs and non‐adherence:
evidence from Greek patients with hypertension. Health
Expectations, 15(2), 187-196
Venkatachalam, J., Abrahm, S. B., Singh, Z., Stalin, P., & Sathya, G. (2015).
Determinants of patient’s adherence to hypertension medications in a rural
population of Kancheepuram District in Tamil Nadu, South India. Indian
Journal of Community Medicine, 40(1), 33.
World Health Organization (WHO). 2003. Chapter XIII. Hypertension. In
Adherence to long therm therapies : evidance for action. 107-114
World Health Organization (WHO. (2013). A global brief on hypertension: silent
killer, global public health crisis.
World Health Organization. (2014). Global status report on noncommunicable
diseases 2014. World Health Organization.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Wulansari, J., Ichsan, B., & Usdiana, D. (2013). Hubungan Pengetahuan Tentang
Hipertensi Dengan Pengendalian Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Di Poliklinik Penyakit Dalam Rsud Dr. Moewardi
Surakarta. Biomedika, 5(1).
Yokoyama, Y., Nishimura, K., Barnard, N. D., Takegami, M., Watanabe, M.,
Sekikawa, A., … & Miyamoto, Y. (2014). Vegetarian diets and blood
pressure: a meta-analysis. JAMA internal medicine, 174(4), 577-587.

Universitas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


UNIVERSITAS INDONESIA
INFORMED CONCERN

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Assalamu’alaikum Wr.Wb./Selamat Pagi/Siang/Sore.


Perkenalkan nama saya Ratia Radiani, mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, saat ini saya sedang melakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita
Hipertensi dalam Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah Kerja Puskesmas
Telagasari Kabupaten Karawang Tahun 2017. Saya akan melakukan penelitian
pada pasien hipertensi di Puskesmas Telagasari yang tercatat dan berobat pada
tahun 2015-2016, dan berumur lebih dari 15 tahun ke atas. Keikutsertaan
Bapak/Ibu/Saudara pada penelitian ini akan membantu menentukan arah
kebijakan untuk merancang strategi pencegahan dan intervensi untuk
mengendalikan hipertensi serta merumuskan rencana program promosi kesehatan
di Puskesmas Telagasari, oleh karena itu saya mengharapkan kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Saya akan memberikan beberapa pertanyaan terkait penelitian ini meliputi
identitas diri, pengetahuan, persepsi, dukungan keluarga serta keterpaparan
informasi tentang hipertensi. Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk menjawab sesuai
dengan kondisi Bapak/Ibu/Saudara. Wawancara dilakukan lebih kurang selama 15
menit. Tidak ada bahaya yang ditimbulkan selama proses wawancara ini. Saya
menjamin kerahasiaan data Bapak/Ibu/Saudara dan tidak akan disalahgunakan
untuk kepentingan di luar penelitian.
Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela dan
apabila tidak berkenan, Bapak/Ibu/Saudara dapat menolak untuk menjawab
pertanyaan. Apabila Bapak/Ibu/Saudara telah memahami prosedur penelitian ini,
mohon untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) untuk ikut
serta dalam penelitian ini. Sebagai tanda terima kasih atas partisipasinya kami
akan memberikan cindera mata.
Jika ada hal yang ingin ditanyakan lebih lanjut dapat menghubungi saya di
nomor handphone 081366668409. Setelah Bapak/Ibu/Saudara mengerti maksud
dan bersedia menjadi responden pada penelitian ini, maka kami mohon untuk
mengisi nama dan tandatangan di bawah ini.

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama responden :
No handphone :

Menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas dan bersedia untuk
menjadi responden dalam penelitian ini.

Karawang, ……………

(…………………….

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


KUESIONER

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEPATUHAN PENDERITA HIPERTENSI DALAM PENGENDALIAN
TEKANAN DARAH

Nomor Responden :
Tanggal Pengisian Kuesioner Nama Responden
:
Alamat Responden :
:

Bagian A : Karakteristik Responden


Petunjuk pengisian kuesioner Kode
Berilah tanda check ( √ ) pada kotak yang tersedia sesuai dengan jawaban yang
diberikan responden

1 Umur : tahun
2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
3 Pendidikan Tidak pernah sekolah Tamat SLTP/MTs/Paket B
Tidak tamat SD/MI Tamat SLTA/MA/Paket
C, D1, D3 Mahasiswa
Drop Out
Tamat SD/MI Tamat Perguruan tinggi
termasuk strata 1, 2, dan 3
5 Penghasilan Rp…................................/bulan
6 Lama Bulan/tahun
pengobatan

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Bagian B : Kuesioner Kepatuhan terhadap Pengendalian Tekanan
Pernyataan berikut adalah pernyataan yang berkaitan dengan penatalaksanaan
hipertensi, seberapa sering pernyataan tersebut terkait dengan Bapak/Ibu/Saudara

Keterangan :
Tidak Pernah : tidak pernah melakukan
Kadang-kadang : kadang-kadang melakukan, kadang tidak (1 minggu satu
kali)
Sering : sering melakukan (lebih dari 1 kali/minggu)
Selalu : selalu melakukan (setiap hari)

No Pernyataan Tidak Kadang- Sering Selalu Kode


pernah kadang
1 Meminum obat penurun
tekanan darah sesuai petunjuk
tenaga kesehatan
2 Membatasi makan makanan
berlemak
3 Membatasi konsumsi garam
(maksimal 1 sendok teh per
hari)
4 Memakan 3-5 porsi buah-
buahan per hari
5 Memakan 2-3 porsi sayuran per
hari (1 porsi setara dengan 3
sendok makan sayur yang
sudah dimasak)
6 Merokok
7 Meminum minuman beralkohol
(contoh: bir, tuak, wisky, atau
minuman keras lainnya)
8 Melakukan aktivitas fisik
minimal selama 30 menit setiap
hari (contoh aktivitas fisik:
berjalan, berlari, berenang,
pekerjaan rumah tangga,
berkebun, latihan beban,
memanjat tangga, aerobik,
bersepeda, treadmill, menari
dll)
9 Menjaga diri tetap tenang
ketika ada masalah
10 Melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin dan
teratur

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Bagian C : Kuesioner Pengetahuan Tentang
Silahkan Bapak/Ibu/Saudara pilih satu jawaban yaitu: Benar, jika pernyataan dianggap
benar; Salah, jika pernyataan dianggap salah, dan tidak tahu, jika pernyataan tersebut
tidak diketahui
Pernyataan Benar Salah Tidak Kode
tahu
1 Hipertensi merupakan suatu penyakit dimana
tekanan darah mencapai ≥140/90 mmHg
2 Peningkatan tekanan darah adalah akibat proses
penuaan, sehingga pengobatan tidak diperlukan
3 Kegemukan merupakan salah satu factor yang
dapat menyebabkan hipertensi
4 Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan
masalah pada jantung
5 Obat tekanan darah harus diminum ketika hanya
merasa sakit
6 Menghindari pengggunaan tembakau (seperti
rokok) merupakan salah satu bentuk usaha
menurunkan tekanan darah yang efektif bagi pasien
hipertensi
7 Minum minuman beralkohol (seperti bir, minuman
keras) tidak berpengaruh pada peningkatan tekanan
darah
8 Terapi dengan obat merupakan terapi utama dalam
menurunkan tekanan darah tanpa perlu diikuti
dengan usaha terapi tanpa obat/perubahan gaya
hidup
9 Memperbanyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan dapat menurunkan tekanan darah
10 Seseorang dengan tekanan darah tinggi bisa makan
makanan asin selama mereka minum obat secara
teratur

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Bagian D : Kuesioner persepsi tentang keseriusan
Silahkan Bapak/Ibu/Saudara memilih salah satu jawaban (sangat tidak setuju,
tidak setuju, setuju, atau sangat setuju) dari pernyataan-pernyataan berikut.
No Pernyataan Sangat Tidak setuju Sangat Kode
tidak setuju Setuju
setuju
1 Mengalami tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan
masalah fisik yang serius
2 Mengalami tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan
masalah keuangan
3 Mengalami tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan
untuk terserang stroke.
4 Mengalami tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan
untuk mengalami serangan
jantung.

Bagian E : Kuesioner Persepsi tentang Manfaat

1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa ada manfaat dalam melakukan petunjuk


pengobatan hipertensi yang disarankan oleh petugas kesehatan, seperti
minum obat yang diresepkan secara rutin, olahraga, makan cukup buah-
buahan dan sayuran, membatasi konsumsi garam, menghindari makanan
berlemak, tidak minum alkohol, tidak merokok, dan periksa kesehatan secar
teratur
1. Ya
2. Tidak
No Manfaat Ya Tidak Kode
2. Bila Ya, apa saja manfaat yang Bapak/Ibu rasakan?
1 Membantu tetap sehat
2 Membantu hidup lebih lama
3 Mengurangi kemungkinan terkena strok
4 Mengurangi kemungkinan terkena
serangan jantung
5 Lainnya, sebutkan………(bisa lebih
dari satu)

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Bagian F : Kuesioner Persepsi Hambatan
1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa ada hambatan dalam melakukan petunjuk
pengobatan hipertensi yang disarankan oleh petugas kesehatan, seperti minum
obat yang diresepkan secara rutin, olahraga, makan cukup buah-buahan dan
sayuran, membatasi konsumsi garam, menghindari makanan berlemak, tidak
minum alkohol, tidak merokok, dan periksa kesehatan secar teratur
1. Ya
2. Tidak
2. Jika Ya, apa saja yang menjadi penyebabnya?

No Hambatan Ya Tidak Kode


1 Fasilitas kesehatan jauh
2 Sikap petugas kesehatan
3 Membutuhkan banyak uang
4 Dilarang keluarga
5 Sulit dimengerti
6 Lainnya, sebutkan…................(bisa
lebih dari satu)

Bagian G : Kuesioner Dukunga keluarga


Pernyataan berikut ini menggambarkan seberapa besar dukungan keluarga dalam melakukan pengo
pernah, jarang, kadang-kadang, sering dan selalu) sesuai yang dirasakan

No Pernyataan Tidak Jarang Kadang- Sering Selalu


pernah kadang
1 Keluarga mengingatkan jadwal
untuk pemeriksaan ulang
2 Keluarga menyiapkan makanan
untuk diit hipertensi
3 Keluarga mengingatkan untuk
minum obat
4 Keluarga menemani untuk
berolahraga
5 Keluarga memberi tahu tentang
bahaya merokok
6 Keluarga mengingatkan untuk
tidak minum minuman
beralkohol
7 Keluarga mengantarkan untuk
pemeriksaan ke Puskesmas

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Bagian H : Kuesioner Keterpaparan media informasi

Dari sumber mana saja Bapak/Ibu/Saudara mendapatkan informasi tentang


penyakit hipertensi ? (Jawaban boleh lebih dari satu)

No Sumber Informasi Tidak Ya Kode


1 Radio
2 Televisi
3 Internet
4 Surat kabar/brosur
5 Petugas LSM
6 Tokoh agama
7 Petugas kesehatan
8 Teman
9 Anggota keluarga
10 Tidak ada
11 Lainnya, sebutkan ..................................................

Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.


Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.

Anda mungkin juga menyukai