TESIS
RATIA
RADIANI
1506786850
TESIS
RATIA
RADIANI
1506786850
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Penderita Hipertensi dalam Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah
Puskesmas Telagasari Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat Tahun 2017”.
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magist
Tesis ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, semangat, dan dukungan dari berbagai p
Drs. Anwar Hassan, MPH, selaku pembimbing utama tesis atas bimbingan, bantuan, dan masukan ya
Dr. Besral, S. KM., M.Sc, selaku pembimbing pendamping tesis atas bimbingan, bantuan, dan masuk
Kesbangpol Kabupaten Karawang, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, yang telah mengijink
H. Asep Sepul Bahri, SKM, selaku Kepala Puskesmas Telagasari beserta seluruh jajarannya yang tel
Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan S
teman-teman Pusrengun SDM Kesehatan atas supportnya selama penulis
melaksanakan studi.
6. Suamiku tersayang yang selalu memberikan semangat, waktu dan tenaga
selama penelitian berjalan.
7. Orang tua, Kakak, Adik yang selalu memberikan bantuan, dukungan, do’a,
motivasi, dan kasih sayang sehingga masa perkuliahan dan tesis ini dapat
terselesaikan dengan baik.
vi
Ratia Radiani
vii
ix
The increased number of patients with hypertension and the lack of information
to control hypertension in Telagasari Public Health Center can lead to serious
health problems and will give a big impacts on quality of life if there is no
serious concern and intensive treatment. The purpose of this research is to
analyze the factors related to the adherence of the patience with hypertension in
controling blood pressure in Telagasari Public Health Center. Quantitative
method and cross- sectional design were used to analyze the data. The writer
using consecutive sampling methods by interviewing 125 the respondents with
hypertension using questionaire. The results showed that (59.2%) respondents
x
were having poor adherence. There was a significant correlation between
exposure of information (p
= 0,001) and knowledge (p = 0,016) with adherence of hypertension patient in
blood pressure control. The most dominant factor associated with adherence is
the exposure of information. Hypertensive patients with high information
exposure has an opportunity to have a good adherence level of 2.7 times greater
than hypertensive patients with lower information exposure after controlling for
the variables of knowledge and family support (95% CI; 1,13-6,26). The result
of this research shows that it need to improve health promotion efforts in order
to improve adherence in controlling blood pressure and need good cooperation
with other cross-sector including private.
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN......................................................................v
KATA PENGANTAR.................................................................................vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................viii
ABSTRAKix
ABSTRACTx
DAFTAR ISIxi
DAFTAR TABELxiv
DAFTAR GAMBARxv
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang1
Rumusan Masalah7
Pertanyaan Penelitian8
Tujuan Penelitian8
Manfaat Penelitian9
Ruang Lingkup Penelitian9
xi
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian…............................................................73
6.2 Gambaran Tentang Kepatuhan Penderita Hipertensi...................73
6.3 Hubungan Faktor Pemodifikasi dengan Kepatuhan…................76
6.4 Hubungan Faktor Kepercayaan Individu dengan Kepatuhan......83
6.5 Hubungan Faktor Isyarat Untuk Bertindak dengan Kepatuhan 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
xiii
xiv
xv
bertanggung jawab atas 38 juta (68%) dari 56 juta kematian di dunia pada tahun
2012. Lebih dari 40% di antaranya (16 juta) adalah kematian dini di bawah usia
70 tahun. Hampir tiga perempat dari semua kematian (28 juta), dan mayoritas
kematian dini (82%) terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2014).
Hipertensi merupakan salah satu dari penyakit tidak menular. Penyakit
ini memberikan kontribusi untuk beban penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal
(WHO, 2013). Secara umum, prevalensi hipertensi lebih tinggi di negara-negara
berpenghasilan rendah dibandingkan dengan negara berpenghasilan menengah
dan tinggi (Danaei et al., 2011). Hipertensi dikatakan sebagai pembunuh diam-
diam atau the silent killer karena umumnya terjadi tanpa gejala. Sebagian besar
orang tidak merasakan apa pun, walau tekanan darahnya sudah jauh di atas
normal. Kondisi ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sampai akhirnya
penderita (yang tidak merasa menderita) jatuh ke dalam kondisi darurat, dan
bahkan menyebabkan komplikasi yang kemudian banyak berujung pada
kematian (Hartono, 2011).
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia/World Health
Organization
(WHO) tahun 2011, satu milyar orang di dunia menderita hipertensi, dua pertiga
menengah. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada
tahun 2025 nanti sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi
(Kemenkes, 2015). Secara global kematian akibat penyakit kardiovaskular yang
disebabkan karena komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta dari 17 juta kematian
per tahun. Hipertensi bertanggung jawab untuk 45% kematian karena penyakit
jantung, dan 51% kematian akibat stroke (WHO, 2013).
1
Universitas
Tabel 1.1
Lima Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi dalam Jumlah Absolut (jiwa)
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
≥15 tahun yaitu sebesar 331.336.840 jiwa. Sebanyak 612.135 kasus hipertensi
diderita oleh laki-laki dan 654.448 kasus diderita oleh perempuan. Kabupaten
Karawang tercatat sebagai salah satu Kabupaten dengan kasus hipertensi tertinggi.
Pada tahun 2014 jumlah kasus hipertensi pada penduduk usia ≥15 tahun sebesar
85.087 atau sekitar 5,6 % dari total jumlah penduduk usia ≥15 tahun yaitu sebesar
1.513.944 jiwa. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka Provinsi Jawa
Barat.
Universitas
Universitas
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengen
Tujuan khusus
Mengetahui gambaran kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah di wilaya
Mengetahui gambaran faktor pemodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama pe
pasien hipertensi di wilayah kerja Puskemas Telagasari tahun 2017.
Universitas
Universitas
Universitas
2.1 Kepatuhan
2.1.1 Definisi Kepatuhan
Menurut WHO (2003), kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang
terkait minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan perubahan gaya hidup,
sesuai dengan arahan dan rekomendasi dari petugas kesehatan. Rekomendasi
dibuat bersama antara petugas kesehatan dan pasien dalam rangka meningkatkan
kesehatan pasien dengan memperhatikan pendapatan, perilaku/gaya hidup, nilai-
nilai dan budaya pasien. Kepatuhan menurut (Klein, Wustrack, & Schwartz, 2006)
adalah perilaku seseorang untuk minum obat atau melakukan terapi seperti yang
diarahkan baik jadwal yang tepat dan teknik yang tepat. Untuk mencapai
kepatuhan seseorang harus melalui tiga tahapan kepatuhan.
Percaya
Bertindak Tahu
11
Universitas
Universitas
kesehatan pada pengelolaan penyakit kronis, kurangnya insentif dan umpan balik
pada kinerja, konsultasi singkat, kapasitas sistem yang lemah untuk mendidik
pasien dan memberikan tindak lanjut, ketidakmampuan untuk membangun
dukungan masyarakat dan kapasitas pengelolaan diri, kurangnya pengetahuan
tentang kepatuhan dan intervensi yang efektif untuk meningkatkan itu.
Universitas
Universitas
Universitas
Modifying factors
Individual Likehood of action
perception Demographic variabels (age, sex,
race, ethnicity, etc)
Perceived preventive
benefits minus
of
Sociopsychological variabels perceived action
(persoality, social class, peer
and reference group pressure,
barriersto
etc)
preventive action
Structural variables (knowledge
about the disease, prior
contac with the disease, etc)
Perceived
susceptibility
Universitas
Universitas
Universitas
6. Variabel lainnya
Variabel demografi, sosial-psikologis, dan variabel struktural terbukti
berperan dalam mempengaruhi persepsi individu dan manfaat yang
dirasakan dari tindakan pencegahan.
Glanz, Rimer & Viswanath (2008) menjelaskan HBM berisi beberapa konsep
utama yang memprediksi mengapa orang akan mengambil tindakan untuk
mencegah, atau untuk mengendalikan kondisi penyakit; yang terdiri dari
komponen kerentanan yang dirasakan, persepsi tentang keseriusan, manfaat dan
hambatan, isyarat untuk bertindak, dan yang paling baru yaitu self-efficacy. Orang
cenderung akan mengambil tindakan yang mereka percaya akan mengurangi
risiko apabila individu menganggap diri mereka rentan terhadap suatu kondisi
penyakit, dan percaya kondisi penyakit akan memiliki konsekuensi serius,
kemudian percaya tindakan yang tersedia bagi mereka akan bermanfaat dalam
mengurangi kerentanan mereka terhadap keparahan kondisi penyakit, dan mereka
juga percaya manfaat yang diharapkan dari tindakan yang diambil lebih besar
daripada hambatan.
Tabel 2.1 Konsep Utama dan Definisi dari Health Belief Model
Universitas
Universitas
Berdasarkan konsep Health Belief Model yang dijelaskan oleh Glanz, Rimer, &
Viswanath, berikut digambarkan bagan hubungan antara masing-masing faktor.
Komponen dan hubungan antar faktor dijelaskan seperti bagan di bawah ini.
Modifying faktors Individual beliefs
Perceived
barriersCues to
action
Perceived self-efficacy
Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan, faktor pemodifikasi mencakup pengetahuan dan variabel
hambatan, dan self-efficacy. Faktor pemodifikasi mempengaruhi kepercayaan
individu, begitu juga isyarat untuk bertindak.
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau juga dikenal dengan sebutan tekanan darah tinggi,
merupakan suatu kondisi dimana tekanan tinggi pada pembuluh darah secara terus
Universitas
penting bagi semua orang untuk mengetahui tekanan darah mereka (WHO, 2013).
Perlu ditekankan pada pasien dan masyarakat bahwa hipertensi jangan dilihat dan
dirasakan dari gejalanya, tetapi lakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala
walaupun belum pernah mengalami tekanan darah tinggi (Aziza, 2007).
Universitas
Universitas
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Penelitian yang
dilakukan oleh Rahajeng dan Tuminah (2009) melaporkan risiko
hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia.
Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali
dibandingkan usia 18-24 tahun dan kelompok usia >75 tahun berisiko
11,53 kali.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria
mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak megalami
peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan,
karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung
meningktakan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat bahkan setelah usia
65 tahun, akibat faktor hormonal maka pada perempuan kejadian
hipertensi lebih tinggi dari Pria. Menurut Riskesdas 2013, prevalensi
hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.
c. Keturunan
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
juga menigkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer
(essensial). Situmorang (2015) melaporkan adanya hubungan antara
hipertensi dengan faktor keturunan dengan p : 0,000.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita
hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, konsumsi garam
berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol, dyslipidemia dan stress.
a. Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter (Kemenkes, 2015). Berat badan dan Indeks Masa Tubuh (IMT)
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Target TD belum tercapai: (<140/90 mmHg bagi pasien DM/penyakit ginjal kronis
Universitas
Universitas
Susu tanpa/rendah lemak 2-3 penukar 1 gelas susu, 1 gelas yogurt atau 1
dan produk olahannya potong keju (±45g)
Universitas
*batasi asupan kuning telur tidak lebih dari 4 butir per minggu (daftar asupan makanan di atas berdasarkan 2
Universitas
bawah selama 50-60 menit, 3 atau 4 kali per minggu, mengurangi tekanan
darah dan tampaknya lebih efektif daripada olahraga berat (Cléroux,
Feldman, & Petrella, 1999).
4. Berhenti merokok
Untuk menghindari tingginya risiko kardiovaskkuler, pasien harus berhenti
merokok (Chobanian et al, 2003). Merokok dikaitkan dengan efek pressor,
dengan peningkatan tekanan darah sekitar 10/7 mmHg pada pasien
hipertensi 15 menit setelah merokok dua batang, efek itu semakin kuat
jika minum kopi.
5. Mengurangi konsumsi alkohol
Pengurangan konsumsi alkohol dari lebih dari 2 minuman per hari
mengurangi tekanan darah bagi orang hipertensi dan orang normotensive
(Campbell, Ashley, Carruthers, Lacourcière, & McKay, 1999). Dalam
memberikan edukasi kepada pasien tentang alkohol hendaknya
dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. Pantang alkohol harus dipertahankan (jangan mulai minum alkohol)
b. Jangan menganjurkan untuk mulai mengonsumsi alkohol demi
alasan kesehatan
c. Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per hari
dan perempuan 1 unit per hari, jangan lebih dari 5 hari minum per
minggu
d. Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur
(10% alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol.
e. Sarankan pasien untuk tidak mengonsumsi alkohol bila ada risiko
tambahan antara lain:
Mengemudi atau mengoperasikan mesin
Minum obat yang berinteraksi dengan alkohol
Menderita ganggunan medis yang dapat diperburuk oleh
alkohol
Kesulitan dalam mengendalikan kebiasaan minum.
Tabel 2.5 Dampak Modifikasi Gaya Hidup Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Universitas
Diet Sehat Konsumsu sayur dan buah cukup, hindari 8-14 mmHg
lemak
Aktifitas Fisik Olahraga teratur : jalan kaki 30-45 menit (3 4-9 mmHg
km)/hari-5 kali per-minggu
Universitas
Universitas
secara signifikan kurang dari peserta antara usia 51 dan 70 tahun, dan
peserta yang lebih tua dari 70 tahun.
2.4.3 Pendidikan
Dalam pembentukan perilaku manusia, pendidikan merupakan faktor
yang sangat penting. Pendidikan dalam arti formal adalah proses penyampaian
bahan atau materi pendidikan kepada sasaran pendidikan agar tercapai
perubahan perilaku. Green & Kreuter (2005) menjelaskan kemampuan juga
dikaitkan dengan
kemampuan terhadap tindakan tertentu.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dilaporkan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan. Tingkat pendidikan yang rendah
beresiko terhadap ketidakpatuhan (WHO, 2003). Hasil ini serupa dengan
penelitian Fonju, (2015) melaporkan tingkat pendidikan yang rendah diidentifikasi
sebagai faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pengobatan pada orang
Universitas
2.4.4. Penghasilan
Meskipun status sosial ekonomi tidak secara konsisten ditemukan sebagai
faktor utama dari kepatuhan, di negara-negara berkembang status sosial ekonomi
rendah menempatkan pasien dalam posisi harus memilih antara beberapa
kebutuhan prioritas (WHO, 2003). Orang dengan pendapatan yang lebih tinggi
cenderung untuk mendapatkan perawatan kesehatan secara lebih teratur
dibandingkan dengan pendapatan rendah. Status sosial ekonomi rendah dan
kurangnya akses ke layanan kesehatan dan obat-obatan juga meningkatkan
kerentanan terhadap berkembangnya penyakit kardiovaskular akibat hipertensi
yang tidak terkontrol (WHO, 2013).
Status sosial ekonomi telah dikaitkan dengan status kesehatan dan perilaku
kesehatan, orang-orang dengan kemampuan ekonomi kurang secara konsisten
mengalami morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi (Berkman dan Kawachi,
2000) dalam (Glanz, 2008). Penelitian Armstrong, K. A. (2010) melaporkan orang
dewasa dengan pendapatan rendah 5,8 kali lebih mungkin tidak patuh (OR: 5,828,
95%, interval kepercayaan: 1,014-33,493, p: 0,0482). Selanjutnya Bosworth, H.
B., & Oddone, E. Z. (2002) menyatakan kesenjangan status sosial ekonomi terkait
dengan kepatuhan terhadap pengobatan dan pengendalian tekanan darah hal ini
seringkali didasarkan pada hambatan keuangan, logistik, dan budaya. Meskipun
tidak spesifik, kesenjangan ini lebih sering atau memiliki dampak yang lebih besar
di masyarakat miskin dan minoritas.
Universitas
2.4.6 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu dari faktor individu yang
mempengaruhi kepatuhan. Green & Kreuters (2005) mengkategorikan
pengetahuan sebagai faktor predisposisi dalam perubahan perilaku, dikarenakan
pengetahuan merupakan hasil pembelajaran kognitif kumulatif dari paparan objek,
pengalaman, kesadaran, dan menghasilkan pengenalan pengetahuan. Peningkatan
pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi hubungan
positif diantara perubahan di beberapa variabel telah ditemukan di beberapa
penelitian kesehatan.
Kebutuhan akan pengetahuan tertentu bagi seseorang untuk berperilaku
seperti yang diharapkan dapat diidentifikasi melalui logika sederhana. Sebelum
seseorang bersikap dengan sukarela, mereka harus mengetahui mengapa mereka
harus bersikap, sikap apa yang dibutuhkan, kapan, bagaimana dan dimana. Faktor
yang sama mempengaruhi perilaku kesehatan dimana orang yang sehat atau
berisiko mencari untuk meningkatkan kesehatan mereka juga pengaruh perilaku
kesehatan para professional atau organisasi. Pengaruh pengetahuan terhadap
keputusan yang berkuasa. Tetapi strategi lain dan pertimbangan politik juga
mempengaruhi implementasi dari keputusan yang akan digambarkan bagaimana
hasil dari langkah sebelumnya dari proses perencanaan untuk menghasilkan
implementasi dari rencana akhir (Green & Kreuters 2005).
Penolakan pasien dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan hipertensi
adalah fenomena umum yang mencerminkan pilihan sadar yang dilakukan oleh
pasien berdasarkan pengetahuan dan persepsi mengenai kondisi medis dan
pengobatannya. Orang dengan hipertensi cenderung melihat hipertensi bukan
sebagai penyakit tetapi sebagai faktor risiko untuk penyakit jantung atau stroke.
Mereka tidak melihatnya sebagai proses degeneratif yang terus menerus
menyebabkan kerusakan terhadap sistem pembuluh darah, melainkan sebagai
proses di mana kita dapat menjadi sakit atau tidak menjadi sakit (Anthony, 2012).
Universitas
Universitas
Viswanath, 2008). Tiga puluh lima persen dari penderita hipertensi tidak
menganggap tekanan darah tinggi sebagai masalah kesehatan yang serius dan
lebih dari 35% percaya bahwa tekanan darah tinggi tidak dapat dihindari
(Oliveria, Chen, McCarthy, Davis, & Hill, 2005).
Penelitian Devkota et al., (2016) melaporkan lebih dari tiga perempat (98
dari 118) responden hipertensi menyadari hipertensi merupakan kondisi kesehatan
yang parah. Demikian pula, 79,6% (94 dari 118) peserta sepakat bahwa hipertensi
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Modifying Factors
Determinan
Umur 41actor
Jenis Kelamin
Pendidikan
Penghasilan
Lama pengobatan
Pengetahuan
Individual Belief
Persepsi keseriusan
penyakit Kepatuhan penderita hipertensi dalampen
Persepsi manfaat darah
kepatuhan
Persepsi hambatan
kepatuhan
Cues to action
Dukungan keluarga
Keterpaparan informasi
41
Universitas
No Variabel Definisi Operasioanl Alat ukur dan cara ukur Hasil ukur Skala
ukur
Variabel Dependen
0. Baik, jika skor
Kepatuhan penderita Perilaku responden untuk melaksanakan Kuesioner B, terdiri dari 10 >60 Ordinal
hipertensi dalam petunjuk pengobatan hipertensi sesuai dengan pernyataan dengan 1. Buruk, jika
pengendalian tekanan anjuran petugas kesehatan, meliputi minum wawancara skor ≤60
darah obat, olahraga, makan cukup buah-buahan dan
sayuran, membatasi konsumsi garam,
menghindari makanan berlemak, tidak minum
alkohol, tidak merokok, tetap tenang ketika ada
masalah dan periksa kesehatan secara teratur
Variabel independen
Faktor pemodifikasi
1 Umur Lama hidup responden yang dihitung dari Kuesioner A, dilakukan 0. Umur > 50 Ordinal
tanggal kelahiran sampai dengan saat ini dengan wawancara tahun
1. Umur ≤ 50
tahun
2 Jenis kelamin Tanda seks sekunder yang dimiliki responden Kuesioner A, dilakukan 0. Perempuan Nominal
dengan pengamatan 1. Laki-laki
Universitas
3 Pendidikan Jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti Kuesioner A, dilakukan 0. Pendidikan ≥ ordinal
responden dengan wawancara SMP
1. Pendidikan ≤
SD
Universitas
4 Pendapatan keluarga Rata-rata penerimaan yang diperoleh rumah Kuesioner A, dilakukan 0. Pendapatan > ordinal
tangga dalam satu bulan dengan wawancara Rp. 1.000.000
1. Pendapatan ≤
Rp. 1.000.000
5 Pengetahuan Kemampuan responden mengetahui tentang Kuesioner C, terdiri dari 10 0. Baik, jika skor Ordinal
hipertensi, meliputi definisi, tanda gejala, pertanyaan, dilakukan >60
faktor risiko, komplikasi dan pengelolaannya dengan wawancara 1. Kurang, jika
skor ≤ 60
6 Lama pengobatan Rentang waktu terhitung sejak responden Kuesioner A, dilakukan 0. Rentang waktu Ordinal
didiagnosa hipertensi oleh tenaga kesehatan dengan wawancara ≤ 1 tahun
dan mulai melakukan pengobatan, dihitung 1. Rentang waktu
dalam jumlah bulan atau tahun > 1 tahun
Kepercayaan
individu
7 Persepsi keseriusan Pandangan responden tentang dampak negatif Kuesioner D, terdiri dari 4 0. Baik, jika skor Ordinal
penyakit atau keseriusan terhadap penyakit hipertensi pernyataan, dilakukan ≥74
yang dideritanya dengan wawancara 1. Buruk, jika skor
<74
Universitas
Universitas
8 Persepsi terhadap Penilaian responden tentang baik/buruknya Kuesioner E, terdiri dari 0. Baik, jika skor 100 Ordinal
manfaat pengendalian keuntungan dalam melakukan petunjuk 2 pertanyaan, dilakukan 1. Buruk, jika skor <
tekanan darah pengobatan hipertensi sesuai yang dianjurkan dengan wawancara 100
oleh petugas kesehatan, meliputi minum obat
yang diresepkan secara rutin, olahraga, makan
cukup buah-buahan dan sayuran, membatasi
konsumsi garam, menghindari makanan
berlemak, tidak minum alkohol, tidak
merokok, tetap tenang ketika ada masalah dan
periksa kesehatan secar teratur
9 Persepsi hambatan Penilaian responden tentang kesulitan dalam Kuesioner F, terdiri dari 0. Buruk, jika skor Ordinal
dalam pengendalian melakukan petunjuk pengobatan hipertensi 2 pertanyaan, dilakukan 100
tekanan darah sesuai yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, dengan wawancara 1. Baik, jika skor <
meliputi minum obat yang diresepkan secara 100
rutin, olahraga, makan cukup buah-buahan dan
sayuran, membatasi konsumsi garam,
menghindari makanan berlemak, tidak minum
alkohol, tidak merokok, tetap tenang ketika ada
masalah dan periksa kesehatan secar teratur
Isyarat untuk
bertindak
10 Dukungan keluarga Penilaian responden tentang dukungan yang Kuesioner G, terdiri dari 0. Baik, jika skor >60 Ordinal
diberikan oleh anggota keluarga dalam upaya 7 pertanyaan, dilakukan 1. Kurang, jika skor
membantu pengendalian tekanan darah dengan wawancara ≤60
Universitas
11 Keterpaparan informasi Sumber informasi mengenai hipertensi yang Kuesioner H, dilakukan 0. Tinggi, terpapar 4 Ordinal
tentang hipertensi diterima responden baik melalui penyuluhan, dengan wawancara atau lebih sumber
seminar, media cetak maupun elektronik. informasi
Dinilai dari jumlah yang pernah diterima 1. Rendah, jika
responden terpapar < 4
Universitas
3.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan proposi yang akan diuji keberlakuannya, atau
merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian (Prasetyo,
2007). Menurut Arikunto (2010) hipotesis adalah alternatif dugaan jawaban
yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam
penelitiannya. Hipotesis pada penelitian ini adalah:
Universitas
46
Universitas
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi
yang berobat dan tercatat di Puskesmas Telagasari yang sesuai dengan kriteria
inklusi.
Penetapan kriteria inklusi yaitu :
1. Didiagnosa hipertensi oleh tenaga kesehatan
Berusia ≥ 15 tahun (Kemkes, 2015)
Bersedia diwawancara.
4.4.3Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan perhitungan rumus
besar sampel uji hipotesis untuk proporsi (Ariawan, 1998). Perhitungan sampel sebagai berikut :
[Z1-α/2 + Z1-β ]²
n=
[P1 – P2]²
Keterangan :
N = jumlah sampel minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α 5% = 1,96
Universitas
Proporsi (P1 dan P2) diambil dari penelitian terdahulu yang sesuai dengan
tujuan penelitian.
Tabel 4.1
Perhitungan Sampel Berdasarkan Proporsi Berbagai Variabel
No Variabel P1 P2 N Peneliti
1 Jenis Kelamin 0,25 0,74 16 Grant (2013)
2 Pengetahuan 0,74 0,4 33 Wulansari, Ichsan, & Usdiana
(2013)
3 Pengetahuan 0,4 0,07 25 Pratama & Ariastuti (2015)
4 Dukungan keluarga 0,76 0,03 6 Pratama & Ariastuti (2015)
5 Persepsi tentang keseriusan 0,38 0,64 57 Suhadi (2011)
penyakit
6 Dukungan keluarga 0,67 0,32 31 Suhadi (2011)
7 Dukungan keluarga 0,66 0,23 20 Herlinah, Wiarsih, Rekawati
(2013)
Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan jumlah sampel 57 karena menggunakan rumus uji 2 pro
responden.
Universitas
dependen yaitu terdiri dari faktor pemodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan, lama pengobatan dan pengetahuan tentang hipertensi), faktor
kepercayaan individu (persepsi terhadap seriusnya penyakit, persepsi manfaat dan
persepsi hambatan kepatuhan), faktor isyarat untuk bertindak (dukungan keluarga
dan keterpaparan media informasi) serta kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
kepada penderita hipertensi dengan menggunakan kuesioner.
Universitas
responden hampir sama secara demografi dan geografisnya dengan wilayah kerja
Puskesmas Telagasari. Kuesioner yang telah diisi tersebut selanjutnya dilakukan
uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan agar dapat diketahui bahwa
kuesioner tersebut benar-benar mengukur apa yang ingin diukur. Uji dilakukan
dengan cara melakukan korelasi antar skor (nilai) tiap-tiap pertanyaan dengan
Universitas
skor total kuesioner tersebut. Variabel pertanyaan dinyatakan valid apabila skor
variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya.
Kriteria validitas suatu pernyataan ditentukan jika :
1. r hitung > r tabel , maka pernyataan pada kuesioner adalah valid
2. r hitung < r tabel , maka pernyataan pada kuesioner dinyatakan tidak valid
Uji reliabilitas instrumen dilakukan agar dapat menunjukkan sejauhmana
hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
tetap dimasukkan.
terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan
Secara
dikatakan rincijika
reliabel hasiljawaban
uji validitas dan terhadap
seseorang reliabilitas dapat dilihat
pertanyaan sebagaimana
adalah konsisten
tercantum
atau stabildidari
dalam tabel
waktu ke4.2 dibawah
waktu. inimengetahui
Untuk : reliabilitas dilakukan dengan
cara uji Cronbach Alpha. Nilai koefisien reliabilitas (Cronbach Alpha) berkisar
antara 0 hingga 1. Makin besar koefisien maka akan makin besar keandalan alat
ukur yang digunakan. Prinsip uji reliabilitas adalah membandingkan nilai
Cronbach Alpha dengan nilai konstanta (0,6).
Ketentuannya :
1. Bila Cronbach ≥ 0,6 maka kuesioner reliabel
2. Bila Cronbach < 0,6 maka kuesioner tidak reliabel
Hasil uji coba kuesioner yang pertama diperoleh beberapa temuan
pertanyaan yang tidak valid. Berdasarkan hasil tersebut dilakukan perbaikan
redaksional dan perubahan terhadap beberapa butir pertanyaan, selanjutnya
dilakukan uji coba kedua terhadap 30 responden. Hasil uji menghasilkan
beberapa pertanyaan yang valid dimana nilai r hitung lebih besar dari r tabel
(0,361). Terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid untuk mengukur variabel
kepatuhan yaitu “minum obat sesuai petunjuk tenaga kesehatan”, “makan 5
porsi sayuran” dan “ minum alkohol”. Namun dikarenakan pertanyaan
tersebut penting dan
Universitas
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
4.5Etika Penelitian
Peneliti berupaya melindungi hak dan kewajiban responden sebagai sumber informasi yang dibutuh
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
56
Universitas
Analisis faktor..., Tatia Radiani, FKM UI, 2017.
5
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM), saat ini telah
dibentuk sembilan Posbindu PTM dan baru enam Posbindu PTM yang telah
memiliki kader kesehatan terlatih. Kegiatan Posbindu PTM dilakukan satu kali
satu bulan.
Tabel 5.1
i Responden Menurut Butir Pertanyaan Kepatuhan Dalam Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Ta
Universitas
Tabel 5.2
Deskripsi Nilai Kepatuhan
Dari tabel 5.2 diketahui rata-rata nilai kepatuhan 60 dengan standar deviasi 9,5, nilai terendah 30 dan
dan kepatuhan buruk jika skor ≤60.
Tabel 5.3
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Tingkat Kepatuhan di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017
Dari tabel 5.3 diketahui sebagian besar responden (59,2%) tidak patuh
dalam melakukan pengendalian tekanan darah, hanya (41,6%) responden yang
memiliki tingkat kepatuhan baik.
Universitas
Tabel 5.4
Distribusi Responden Menurut Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pendapatan, dan Lama Pengobatan
Universitas
Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Jawaban Yang Benar Dari Pengetahuan Tentang
Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N=125)
Tabel 5.6
Deskripsi Nilai Pengetahuan
Universitas
Dari tabel 5.6 diketahui nilai rata-rata pengetahuan adalah 5,7 dengan
standar deviasi 20,5. Nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah 10. Cut of point
yang digunakan dalam kategori variabel pengetahuan adalah nilai mean.
Pengetahuan baik jika skor > 60 dan pengetahuan kurang jika skor ≤ 60.
Tabel 5.7
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Tingkat Pengetahuan di Wilayah Puskesmas Telagasar
Table 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Keseriusan Penyakit di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N
Universitas
Tabel 5.9
Deskripsi Nilai Persepsi Keseriusan Penyakit
Dari tabel 5.9 diketahui nilai rata-rata persepsi terhadap keseriusan penyakit adalah 74 dengan standa
Universitas
Tabel 5.11
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Manfaat Kepatuhan
Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun
2017
Dari tabel 5.11 diketahui sebagian besar responden (97,6%) mengatakan manfaat dalam melakukan p
Dari tabel 5.12 diketahui nilai rata-rata persepsi manfaat kepatuhan pengendalian tekanan darah adal
tekanan darah baik jika skor 100 dan buruk jika skor < 100.
Tabel 5.13
Distribusi Responden Menurut Persepsi Manfaat Kepatuhan Pengendalian
Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017
Universitas
Tabel 5.14
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Persepsi Hambatan Kepatuhan
Pengendalian Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun
2017
Tabel 5.15
Deskripsi Nilai Persepsi Hambatan Kepatuhan
Universitas
Tabel 5.16
Distribusi Responden Menurut Persepsi Hambatan Kepatuhan Pengendalian
Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017
Tabel 5.17
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Mendapat Dukungan Keluarga di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N
Universitas
Tabel 5.18
Deskripsi Nilai Dukungan Keluarga
Dari tabel 5.18 diketahui nilai rata-rata dukungan keluarga 51,6 dengan standar deviasi 23,8. Nilai du
keluarga kurang jika skor ≤60.
Tabel 5.19
Distribusi Responden Menurut Dukungan Keluarga di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017
Tabel 5.20
Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Informasi Tentang Hipertensi di
Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017 (N =125)
Universitas
Tabel 5.21
Distribusi Responden Menurut Keterpaparan Informasi di Wilayah Puskesmas Telagasari Tahun 2017
Universitas
Dari tabel 5.22 diketahui ada hubungan yang bermakna (p value 0,016)
antara variabel pengetahuan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=2,75 (95%
CI; 1,27-5,96) yang berarti responden dengan pengetahuan baik mempunyai
peluang 2,7 kali lebih tinggi untuk memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam
pengendalian tekanan darah dibandingkan dengan responden yang
memiliki
pendapatan, dan lama pengobatan tidak berhubungan dengan kepatuhan penderita
hipertensi dalam pengendalian tekanan darah.
Universitas
Dari tabel 5.23 diketahui tidak ada hubungan yang bermakna (p value > 0,05) antara variabel perseps
pengendalian tekanan darah.
5.3.3 Hubungan Faktor Isyarat Untuk Bertindak dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi Dal
Universitas
Dari tabel 5.24 diketahui ada hubungan yang bermakna (p value 0,001)
antara variabel keterpaparan informasi dengan kepatuhan penderita hipertensi
dalam pengendalian tekanan darah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=3,81
(95% CI; 1,78-8,16) yang berarti responden dengan keterpaparan informasi yang
tinggi mempunyai peluang 3,8 kali lebih tinggi untuk memiliki kepatuhan yang
baik dalam pengendalian tekanan darah dibandingkan responden dengan
keterpaparan informasi rendah, sedangkan variabel dukungan keluarga tidak ada
hubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan
darah.
Tabel 5.25
Hasil Seleksi Bivariat
2. Pemodelan Multivariat
Pada tahap pemodelan multivariat semua variabel yang sudah lolos pada tahap
seleksi bivariat dilakukan analisis secara bersama-sama. Hasil sebagai berikut :
Universitas
Tabel 5.26
Pemodelan Pertama Regresi Logistik Ganda Variabel Pengetahuan, Dukungan
Keluarga dan Keterpaparan Media Informasi
Tabel 5.27
Pemodelan Kedua Regresi Logistik Ganda Variabel Pengetahuan dan
Keterpaparan Media Informasi
Variabel B P OR OR Perubahan
value Lama OR
Pengetahuan 0,574 0,187 1,775 1,918 7,5%
Keterpaparan informasi 1,130 0,007 3,097 2,663 16,3%
Tabel 5.28
Pemodelan Ketiga Regresi Logistik Ganda Variabel Keterpaparan Informasi dan
Variabel Dukungan Keluarga
Universitas
Tabel 5.29
Model Terakhir Analisis Multivariat
Universitas
6.1 Keterbatasan
Kepatuhan yang diharapkan pada penelitian ini adalah sejauh mana
perilaku responden untuk mengikuti petunjuk pengobatan hipertensi baik secara
farmakologis maupun melalui perubahan gaya hidup sesuai anjuran yang
diberikan oleh petugas kesehatan sejak pasien didiagnosa hipertensi dan mulai menjalankan pengoba
Terbatasnya sumber daya, waktu dan biaya yang tersedia juga menjadi hambatan sehingga tidak sem
Universitas
Universitas
Universitas
selanjutnya tahu atau mengetahui. Instruksi yang jelas dan dikembangkan dengan
baik membantu orang mengambil tindakan yang efektif. Tahap terakhir yaitu
bertindak. Untuk dapat bertindak, seseorang harus mampu secara fisik, kognitif,
emosional, dan finansial.
Komponen penting lainnya dari rendahnya tingkat kepatuhan adalah
rendahnya perilaku managemen diri (low self management behavior). Rendahnya
perilaku managemen diri dapat terlihat dari pemilihan gaya hidup yang
Universitas
kesehatan secara terus menerus baik selama konsultasi, melalui dukungan dan
pendidikan kelompok, dan untuk masyarakat umum dapat melalui media massa
dan billboard dengan tetap mempertimbangkan latar belakang budaya,
kepercayaan pasien, serta sikap pasien terhadap pengobatan.
Universitas
Umur merupakan faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan
tidak dapat diubah. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi
lebih besar. Namun dalam hal kepatuhan, umur tidak menjadi patokan yang
mempengaruhi kepatuhan dalam pengendalian tekanan darah, hal ini disebabkan
karena ada beberapa faktor lain, misalnya persepsi individu terhadap dampak sakit
yang dirasakan, respon sakit yang berbeda serta berbagai alasan lainnya yang
setiap individu sangat bervariasi, antara lain: kesibukan, merasa sudah sembuh,
tidak adanya gejala hipertensi yang dirasakan, jarak ke fasilitas kesehatan yang
jauh, waktu, pengetahuan dan alasan ekonomi.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden dengan umur
lebih dari lima puluh tahun memiliki tingkat kepatuhan yang lebih baik
dibandingkan dengan responden berusia kurang dari atau sama dengan lima
puluh tahun. Hasil ini sesuai dengan laporan Al-Ramahi (2015) yang
menyatakan usia yang lebih muda berkontribusi terhadap kepatuhan yang buruk.
Menurut analisis peneliti, tampaknya orang lebih peduli saat mereka bertambah
tua atau mulai mengalami komplikasi penyakit. Kondisi ini harus
dipertimbangkan selama konseling dengan pasien. Komplikasi dan perilaku
pengendalian hipertensi harus dijelaskan dengan baik kepada semua pasien.
Pasien harus diberitahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus
dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana
pengobatan, tentunya dengan selalu memperhatikan dan menyesuaikan dengan
kondisi dan kemampuan pasien.
Universitas
melaporkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kepatuhan
dalam perawatan hipertensi pada penderita hipertensi di wilayah kerja
puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya (p= 0,531).
Jenis kelamin kaitannya dengan konsep HBM, merupakan variabel
demografi yang mempengaruhi persepsi seseorang mengenai ancaman terhadap
suatu penyakit, keseriusan suatu penyakit, pertimbangan keuntungan dan
kerugian melakukan suatu tindakan untuk perawatan terhadap penyakit yang
diderita. Jenis kelamin dapat mempengaruhi persepsi terhadap penyakit
hipertensi sebagai penyakit yang mengancam keselamatan ataupun penyakit
yang serius. Semakin besar pengaruh yang diberikan, semakin positif perilaku
yang diharapkan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan responden dengan jenis kelamin
perempuan lebih banyak (44,0%) memiliki tingkat kepatuhan yang baik
dibandingkan dengan responden laki-laki (32,4%). Hasil ini sama dengan yang
disampaikan Jankowska-Polańska, Blicharska, Uchmanowicz, & Morisky
(2016) melaporkan jenis kelamin perempuan meningkatkan kepatuhan terhadap
terapi hipertensi baik farmakologis dan non-farmakologis.
Universitas
Selanjutnya Herlinah, Wiarsih, & Rekawati (2013) juga melaporkan tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku lansia dalam pengendalian
hipertensi di wilayah Koja Jakarta (p=0,133).
Berbeda dengan hasil yang di atas, Jankowska-Polańska, Blicharska,
Uchmanowicz, & Morisky ( 2016) melaporkan bahwa tingkat pendidikan yang
lebih tinggi secara signifikan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi
farmakologis dan non-farmakologis. Hal ini sesuai dengan Nursalam (2002) yang
Universitas
pengendalian tekanan darah (P=0,698). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan
oleh Suhadi (2011) bahwa tidak ada hubungan sosial ekonomi dengan kepatuhan
dalam perawatan hipertensi pada lansia di wilayah Puskesmas Srondol Kota
Semarang (p=0,110). Kurnia (2016) juga melaporkan hal yang sama bahwa
tidak ada hubungan pendapatan dengan kepatuhan dalam perawatan hipertensi
pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas Cibeureum Kota
Tasikmalaya (p=0,18).
Berkman dan Kawachi, 2000 dalam Glanz, 2008 menyatakan status
sosial ekonomi berkaitan dengan status kesehatan dan perilaku kesehatan, orang-
orang dengan kemampuan ekonomi kurang secara konsisten mengalami
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Orang dengan pendapatan yang
lebih tinggi cenderung untuk mendapatkan perawatan kesehatan secara lebih
teratur dibandingkan dengan pendapatan rendah. Teori ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan responden dengan tingkat pendapatan lebih
dari satu juta memiliki tingkat kepatuhan yang baik yang lebih kecil (38,6%)
dibandingkan responden dengan pendapatan kurang dari satu juta (43,6%).
Walaupun secara statistik tidak ada hubungan antara pendapatan
dengan
kepatuhan, namun hasil penelitian ini juga mengidentifikasi masalah biaya
pengendalian tekanan darah. Dari gambaran responden terlihat bahwa sebagian
besar responden memiliki tingkat penghasilan rendah yaitu dibawah Upah
Minimum Kabupaten Karawang. Menanggapi hal ini, petugas kesehatan
diharapkan lebih peka lagi terhadap status sosial ekonomi pasiennya, karena status
sosial ekonomi akan mempengaruhi kepercayaan individu dan alasan untuk
bertindak. WHO (2013) menyatakan status sosial ekonomi rendah dan kurangnya
Universitas
Universitas
dalam kepatuhan, sehingga sangat perlu meyakinkan pasien untuk tidak lalai
terhadap pengobatannya, karena hipertensi membutuhkan pengobatan yang lama
bahkan untuk seumur hidup, sehingga hal ini sering membuat penderita hipertensi
menjadi bosan.
Universitas
Universitas
& Viswanath, 2008). Keseriusan ini ditambah dengan akibat dari suatu komplikasi
penyakit misalnya, tingginya kematian akibat penyakit, penurunan fungsi fisik
dan mental, kecacatan dan dampaknya terhadap kehidupan sosial.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara persepsi keseriusan penyakit dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam
pengendalian tekanan darah (p=0,575). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan
Kurnia (2016) bahwa tidak ada hubungan antara persepsi terhadap keseriusan
Universitas
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
persepsi manfaat kepatuhan pengendalian tekanan darah dengan kepatuhan
penderita hipertensi dalam pengendalian tekanan darah (p=0,629). Persepsi
manfaat yang dirasakan adalah kepercayaan responden mengenai faktor positif
terhadap perilaku kesehatan tertentu (Becker, 1974). Tingginya manfaat yang
dirasakan meningkatkan kemungkinan seseorang akan terlibat dalam perilaku dan
mengurangi hambatan yang dirasakan, sehingga memungkinkan seseorang akan
berperilaku sesuai anjuran. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan responden dengan persepsi manfaat yang baik lebih banyak
memiliki tingkat kepatuhan yang baik (42,6%) dibandingkan responden dengan
persepsi manfaat kepatuhan yang buruk (35,5).
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara persepsi manfaat kepatuhan
dengan kepatuhan pengendalian tekanan darah dimungkinkan karena masih
adanya hambatan yang dirasakan responden (28,0%), dan masih terdapat
(24,8%) responden dengan persepsi keseriusan penyakit yang buruk. Selain
faktor kepercayaan tersebut, faktor pemodifikasi (rendahnya tingkat pendidikan,
pengetahuan, pendapatan) dan kurangnya dukungan keluarga serta rendahnya
keterpaparan media informasi menjadi penentu untuk terbentuknya perilaku
kepatuhan yang baik. Sangat penting untuk menjelaskan kepada penderita
hipertensi tentang tindakan yang akan dilakukan: bagaimana, di mana, kapan
dan menjelaskan efek positif yang diharapkan.
Universitas
Universitas
Universitas
informasi lainnya yang banyak disebutkan adalah TV, keluarga, dan teman.
Hasil ini sama seperti yang dilaporkan Stavropoulou (2012) bahwa dokter
dilaporkan menjadi sumber informasi yang dominan, sementara media dan
majalah dilaporkan lebih sering daripada keluarga dan apoteker. Penelitian
lainnya (Oliveria, Chen, McCarthy, Davis, & Hill, 2005) juga melaporkan
dokter, tenaga kesehatan lainnya, media massa, materi cetak dan video
merupakan sumber informasi penting yang dilaporkan oleh pasien dalam
menyebarluaskan informasi tentang hipertensi.
Menurut analisis peneliti, semakin banyak informasi yang diterima oleh
seseorang maka semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki orang tersebut yang
pada akhirnya akan membantu seseorang untuk tahu apa yang harus dilakukan,
kapan dan bagaimana melakukannya. Instruksi yang jelas dan dikembangkan
dengan baik akan membantu orang mengambil tindakan yang efektif. Pada
gilirannya, pengetahuan yang memadai tentang kapan dan bagaimana
melakukan terapi akan membantu seseorang membangun petunjuk penting dan
pengingat untuk tetap patuh. Stavropoulou (2012) menyatakan terinformasi
dengan baik tentang pengobatan hipertensi merupakan prediktor kepatuhan yang
lebih baik. Konsep ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden
yang terpapar
terpapar informasi yang rendah.
Pada penelitian ini juga diketahui masih rendahnya pemanfaatan media
informasi seperti internet, radio, dan surat kabar. Kondisi ini kemungkinan karena
kurangnya akses terhadap media informasi tersebut dan rendahnya status sosial
ekonomi masyarakat. Penelitian Coiera (2013) melaporkan media sosial dapat
secara langsung mendukung pengelolaan penyakit dengan menciptakan ruang
Universitas
online dimana pasien dapat berinteraksi dengan dokter dan berbagi pengalaman
dengan pasien lainnya. Penelitian Santoro, Castelnuovo, Zoppis, Mauri, &
Sicurello, F. (2015) menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan pemberian
blog edukatif tentang hipertensi terhadap perilaku diet hipertensi. Blog edukatif
tentang hipertensi merupakan sebuah cara pemberian pendidikan kesehatan
dengan menggunakan blog melalui media internet dan dapat diakses melalui hand
phone, tablet, komputer maupun laptop.
Universitas
7.1 Kesimpulan
1. Rerata nilai kepatuhan sebesar 60 (skor 100). Hasil ini lebih rendah dari
laporanWHO bahwa kepatuhan pengobatan hipertensi di negara maju
sekitar 48-50% . Hanya 0,8% responden yang selalu mengkonsumsi buah-
buahan sesuai dengan kebutuhan, sebanyak 5,6 % responden yang selalu mampu menjaga diri tetap t
Sebagian besar penderita hipertensi berjenis kelamin perempuan, dengan tingkat pendidikan SD, pen
Ada hubungan antara faktor keterpaparan informasi, pengetahuan dan dukungan keluarga dengan kep
Faktor keterpaparan informasi merupakan faktor yang paling dominan
berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam melakukan pengendalian tekanan darah.
7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
dapat dikemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang
a. Merencanakan dan menyusun program dan kegiatan yang lebih
diarahkan kepada upaya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
90
Universitas
Universitas
3. Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi lebih
banyak lagi tentang hipertensi
b. Turut serta dalam program pemerintah Kabupaten Karawang untuk
melakukan pengendalian hipertensi dengan aktif dalam kegiatan
Posbindu
4. Bagi Ilmu Pengetahuan
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Nama responden :
No handphone :
Menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas dan bersedia untuk
menjadi responden dalam penelitian ini.
Karawang, ……………
(…………………….
Nomor Responden :
Tanggal Pengisian Kuesioner Nama Responden
:
Alamat Responden :
:
1 Umur : tahun
2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
3 Pendidikan Tidak pernah sekolah Tamat SLTP/MTs/Paket B
Tidak tamat SD/MI Tamat SLTA/MA/Paket
C, D1, D3 Mahasiswa
Drop Out
Tamat SD/MI Tamat Perguruan tinggi
termasuk strata 1, 2, dan 3
5 Penghasilan Rp…................................/bulan
6 Lama Bulan/tahun
pengobatan
Keterangan :
Tidak Pernah : tidak pernah melakukan
Kadang-kadang : kadang-kadang melakukan, kadang tidak (1 minggu satu
kali)
Sering : sering melakukan (lebih dari 1 kali/minggu)
Selalu : selalu melakukan (setiap hari)