Anda di halaman 1dari 10

UAS FIKSI

SITTI ANNISA FATMASARI


21210144012
SASTRA INDONESIA (B)
DOSEN PENGAMPU:
PROF. DR. DRS. SUMINTO A SAYUTI
MUH RASYID RIDLO S.S., M.PD.

ANALISIS STRUKTUR ALUR(PLOT) PADA CERPEN SEDEKAT MEI JUNI KARYA


AKHMAD SEKHU

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin
suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama
dengan istilah plot maupun Struktur cerita (Aminuddin, 1991: 83).
Stanton via Nurgiyantoro (2010: 13) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menvebabkan peristiwa yang lain.
AristoteIes via Nurgiantoro (2010: 142) membagi plot menjadi tiga bagian, yaitu tahap awal
(beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end). Tahap awal disebut juga tahap
perkenalan yang berfungsi memberikan informasi dan penjelasan tentang latar, seperti nama-
nama tempat, suasana alam waktu kejadiannya, yang pada garis besarnya berupa deskripsi
setting. Selain itu hap awal juga sering dipergunakan untuk pengenalan tokoh (-tokoh) cerita
mungkin berwujud deskripsi fisik dan perwatakannya (Nurgiyantoro, 2010: 142-145).

b. Rumusan Masalah
1) Bagaimana peristiwa yang satu disebabkan oleh peristiwa yang lain?
2) Bagaimana analisis struktur alur(plot) pada cerpen Sedekat Mei Juni karya Akhmad Sekhu
menggunakan 3 bagian (tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end)?
c. Manfaat Analisis
Setelah melakukan analisis terhadap cerpen Sedekat Mei Juni karya Akhmad Sekhu, kita akan
mengetahui bagaimana peristiwa satu disebabkan oleh peristiwa lain serta kita juga dapat
mengetahui 3 bagian (tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end)
cerpen karya Akhmad Sekhu.

d. Cerpen Sumber Data


Judul: Sedekat Mei Juni
Pengarang: Akhmad Sekhu
Link Cerpen: https://ruangsastra.com/24998/sedekat-mei-juni/
Tahun Dipublikasikan: 2022

ANALISIS

a. Bagaimana peristiwa satu disebabkan oleh peristiwa lain?


Dalam cerpen milik Akhmad Sekhu yang berjudul Sedekat Mei Juni ini memiliki beberapa
peristiwa satu yang disebabkan oleh peristiwa lain, misalnya:

Peristiwa 1: Azan maghrib tiba. Di kantin Jetlag Cart Corner, Bandara Soetta, dua orang
tampak seperti memperebutkan sebuah kotak makanan nasi goreng yang baru saja dihangatkan.
Kalau sudah waktunya azan maghrib, semua orang memang buru-buru ingin mendapatkan
makanan untuk buka puasa.

Akibat peristiwa di atas dua sahabat lama yang sudah lama saling mengenal kini bertemu
kembali.

Peristiwa 2: Tangan dua orang itu tampak sudah sama-sama memegang kotak makanan
tersebut, tapi begitu wajah beradu pandang terlihat mereka sama-sama kaget juga karena
keduanya jadi ingat pernah dekat menjalin hubungan spesial di Kampus Hijau Sawo Kecik.
“Mei?! Mei Lan Handayani?!” tanya yang lelaki tampak ingin meyakinkan dirinya bahwa orang
yang di hadapannya itu adalah teman dekatnya dulu.

Begitu juga dengan yang perempuan sama-sama mempertanyakan, “Juni?! Juni Riyanto?!”

Beberapa saat mereka berdua saling tatap dengan ingatan terbang ke masa lalu saat-saat indah
di Kampus Hijau Sawo Kecik. Kemudian, mereka berdua tersenyum sebagai tanda meng-iya-
kan. Setelah sama-sama yakin barulah mereka tertawa berbarengan.

Peristiwa 1: Karena reaksi Juni tampak melongo begitu terkaget-kaget, Mei buru-buru mengaku
dirinya sekarang mualaf. “Terus terang, aku masuk Islam karena sangat terkesan dengan
dirimu, Jun.”

Mei memilih untuk memluk Islam karena alasan yang begitu terkesan terhadap sosok Juni.

Peristiwa 2: Lebih lanjut, Mei menerangkan keterkesanannya. “Sewaktu kita kuliah dulu, kita
dekat, begitu sangat dekat. Tapi kamu tidak memanfaatkan kedekatan dengan berbuat
seenaknya, bahkan kamu sangat memuliakan aku sebagai seorang perempuan. Kamu bukan tipe
orang yang hidup hebas free seks atau apalah, bahkan sepertinya kamu tidak pernah menyentuh
kulitku,” papar Mei panjang-lebar penuh kekaguman.

Peristiwa 1: “Dulu sewaktu kuliah kita dekat, begitu sangat dekat, tapi setelah lulus kuliah kok
dengan mudahnya kamu lepas, lepas tanpa ada kabar apa-apa,” Mei menambahkan penuh
pelampiasan emosi kekecewaan.
Setelah lulus, keduanya tidak lagi begitu dekat seperti dahulu, hingga keduanya terpisah dan
menjalani hidup masing-masing. Mei yang dulu mengharapkan sosok Juni pun kini, telah
memiliki seorang suami.
Peristiwa 2: “Aku pun sama sangat mengharapkan kita dapat melanjutkan kedekatan kita ke
jenjang lebih serius,” tutur Juni dengan mimik muka yang sangat serius. “Mungkin sudah
suratan takdir kita tak bisa hidup bersama.”

b. Bagaimana analisis struktur alur(plot) pada cerpen Sedekat Mei Juni karya
Akhmad Sekhu menggunakan 3 bagian (tahap awal (beginning), tahap tengah
(middle), dan tahap akhir (end)?

1) Tahap Awal (beginning)


Tahap awal (beginning) dalam cerpen Sedekat Mei Juni merupakan tahap perkenalan yang
berfungsi memberikan tentang memberikan penjelasan tentang dekripsi setting, dalam hal ini
meliputi nama-nama tempat, suasana alam, dan waktu kejadiannya.
Selain itu, pada tahap ini juga dipergunakan untuk memperkenalkan tokoh (-tokoh) cerita, yang
berwujud deskripsi fisik dan perwatakannya. Adapun pada tahap ini masalah (-masalah) yang
memunculkan terjadinya konflik sudah mulai diperlihatkan.
Namun, cerpen yang ditulis oleh Akhmad Sekhu ini terbilang cerpen ringan yang tahap awal
hingga akhir tidak menuliskan konflik yang tajam. Penceritaan diawali pertemuan Mei dan Juni
di kantin Di kantin Jetlag Cart Corner, Bandara Soetta untuk pertama kalinya setelah berpisah
bertahun-tahun tanpa kabar. Keduanya saling bertukar kabar sembari berbuka. Tahap awal
diakhiri dengan Mei yang mengatakan bahwa dirinya telah memeluk agama Islam setelah rasa
kagumnya melihat perilaku sosok Juni yang tidak lain pemuda islam sekampusnya.

Azan maghrib tiba. Di kantin Jetlag Cart Corner, Bandara Soetta, dua orang tampak seperti
memperebutkan sebuah kotak makanan nasi goreng yang baru saja dihangatkan. Kalau sudah
waktunya azan maghrib, semua orang memang buru-buru ingin mendapatkan makanan untuk
buka puasa.

Tangan dua orang itu tampak sudah sama-sama memegang kotak makanan tersebut, tapi begitu
wajah beradu pandang terlihat mereka sama-sama kaget juga karena keduanya jadi ingat
pernah dekat menjalin hubungan spesial di Kampus Hijau Sawo Kecik.

Juni mengelak, “Kamu saja Mei yang ambil makanan ini.”

“Enggak-lah,” Mei juga sama-sama mengelak karena tak enak hati.

“Ladies first,” tegas Juni mengingatkan.

Mei tertawa renyah, beberapa helai rambut panjangnya berkibaran terkena kipas angin kantin
Jetlag Cart Corner, sejurus kemudian langsung menyimpulkan, “Ah, kamu itu Jun dari dulu
sampai sekarang nggak berubah, masih saja seperti dulu.”

“Apanya?” Juni sontak seketika bertanya karena penasaran.

“Suka mengucap ladies first,” jawab Mei mantap.

“Hahaha,” Juni tergelak tawa, mulutnya menganga hingga tampak ompong memperlihatkan
beberapa giginya yang sudah tanggal. Setelah itu, Juni mengakui dirinya memang sangat suka
mengucap ladies first bukan karena mengalah tapi karena memang suka dengan kata-kata
tersebut. “Terdengar easy listening di kuping,” Juni menegaskan.

“Emangnya lagu, easy listening gitu.”

“Tak semua easy listening itu lagu, namamu juga easy listening, Mei Wulandary.”

“Sudahlah, Jun, makanan ini untuk kamu dulu,” Mei mendesakkan pengertian, kemudian
menerangkan, “Karena aku tahu kamu pasti puasa jadi secepatnya kamu harus buku puasa.
Adab berpuasa itu menyegerakan berbuka.”
“Apalagi aku manis, jadi kamu sekarang berbuka dengan yang manis,” imbuh Mei dengan
senyum-senyum setengah bercanda tapi penuh percaya diri.

Juni buru-buru meneguk teh botol untuk menyegerakan berbuka, tapi tak bisa dipungkiri ia
kaget karena Mei ternyata memahami adab berpuasa.

Karena reaksi Juni tampak melongo begitu terkaget-kaget, Mei buru-buru mengaku dirinya
sekarang mualaf. “Terus terang, aku masuk Islam karena sangat terkesan dengan dirimu, Jun.”

Lebih lanjut, Mei menerangkan keterkesanannya. “Sewaktu kita kuliah dulu, kita dekat, begitu
sangat dekat. Tapi kamu tidak memanfaatkan kedekatan dengan berbuat seenaknya, bahkan
kamu sangat memuliakan aku sebagai seorang perempuan. Kamu bukan tipe orang yang hidup
hebas free seks atau apalah, bahkan sepertinya kamu tidak pernah menyentuh kulitku,” papar
Mei panjang-lebar penuh kekaguman.

“Ada adab puasa lagi, yakni berbagi makanan berbuka,” sela Juni tampak tak jumawa dengan
kekaguman yang ditunjukkan Mei.

Lebih lanjut, Mei menerangkan keterkesanannya. “Sewaktu kita kuliah dulu, kita dekat, begitu
sangat dekat. Tapi kamu tidak memanfaatkan kedekatan dengan berbuat seenaknya, bahkan
kamu sangat memuliakan aku sebagai seorang perempuan. Kamu bukan tipe orang yang hidup
hebas free seks atau apalah, bahkan sepertinya kamu tidak pernah menyentuh kulitku,” papar
Mei panjang-lebar penuh kekaguman.

“Ada adab puasa lagi, yakni berbagi makanan berbuka,” sela Juni tampak tak jumawa dengan
kekaguman yang ditunjukkan Mei.

2) Tahap Tengah (middle)


Tahap Tengah (middle) pada cerpen Sedekat Mei Juni merupakan tahap yang menampilkan
konflik cerita. Meski tidak memiliki konflik yang lika-liku seperti cerita biasanya. Namun, tahap
tengah (middle) pada cerpen Sedekat Mei Juni sedikit menjabarkan konflik tentang penyebab
Mei dan Juni yang tidak lagi saling berkomunikasi hingga bertahun-tahun setelah lulus dari
kuliah. Akhir dari tahap tengah (middle) adalah kepasrahan keduanya atas takdir yang tidak
menyatukan mereka ke dalam jenjang yang lebih serius.

Ganti tempat di Taman Pensil, Mei dan Juni tak langsung melanjutkan pembicaraan, keduanya
tampak masih canggung. Dua puluh tahun berpisah memang bukanlah waktu yang singkat.
Setelah sama-sama lulus kuliah meraih gelar sarjana, mereka tidak bertemu lagi. Meski sewaktu
kuliah sempat dekat, tapi tentu tak semudah mereka kembali akrab. Seperti ada jarak,
keterasingan namanya yang membuat mereka tampaknya butuh waktu untuk kembali akrab
bercakap-cakap.
Tanpa aba-aba mereka tampak kompak sama-sama memperhatikan pensil-pensil besar yang
berjajar di Taman Pensil. Meski demikian, hati mereka sama-sama deg-degan karena saking
tegangnya untuk menghadapi pertemuan yang tak terduga itu.

Mei mencoba segera untuk mengumpulkan sejumlah keberanian, setelah itu barulah angkat
bicara, “Jun, setelah lulus kamu kemana tak ada kabar sama sekali?”

Ditanya begitu, Juni tampak terkaget-kaget hingga beberapa saat dirinya hanya terdiam.
Wajahnya menunduk tak berani menatap Mei yang sewaktu kuliah dulu sempat dekat dengan
dirinya.

“Jun, setelah lulus kamu kemana?” Mei kembali bertanya, kali ini pertanyaannya dipangkas
lebih singkat dengan harapan bisa cepat dijawab.

“A-a-aku ke Jakarta,” jawab Juni tergagap-gagap.

Mei tak cepat puas dengan jawaban Juni yang terdengar sekadar asal jawab saja, hingga
kembali mendesakkan pertanyaan, “Serius kamu ke Jakarta?”

“Serius,” jawab Juni singkat terdengar tegas, tapi tampaknya masih diayun keraguan dengan
jawabannya.

“Kenapa kamu tidak memberi kabar aku kalau kamu ke Jakarta, Jun?!” Mei tampak kecewa,
kemudian menerangkan, “Kamu tahu kan kalau aku tinggal di Jakarta?”

Juni terkesiap dan kembali memberikan jawaban dengan argumentasi sekuat mungkin, “Aku
tahu kamu tinggal di Jakarta, tapi kata teman-teman, setelah tragedi Mei, kamu eksodus ke
Singapura.”

“Kata teman-teman siapa?” Mei tak terima, kemudian meninggikan nada suaranya,
“Keluargaku, papi, mami dan adik memang eksodus ke Singapura, tapi aku tetap di Jakarta
karena aku menunggu kabar darimu, Jun!”

“Dulu sewaktu kuliah kita dekat, begitu sangat dekat, tapi setelah lulus kuliah kok dengan
mudahnya kamu lepas, lepas tanpa ada kabar apa-apa,” Mei menambahkan penuh pelampiasan
emosi kekecewaan.

Juni terdiam saja tampak seperti tak berdaya apa-apa, tapi demi melihat Mei terlihat begitu
sangat kecewa dan ngambek hingga cemburut itu membuat dirinya terdorong untuk berujar
panjang-lebar.

“Mei, krisis moneter yang dulu melanda negeri ini sangat berdampak pada ekonomi keluargaku
yang membuat aku tak bisa apa-apa,” kata Juni mengawali pembelaan dirinya. Kemudian
memaparkan, “Aku hanya sebentar di Jakarta, tapi kemudian pulang kampung ke Tegal, dan itu
pun aku harus menjual kerbau satu-satunya hewan peliharaan untuk dapat bertahan hidup.
Maafkan aku kalau aku tak sempat memberi kabar kamu.”
“Ah, kamu Jun, tak seberapa badai kehidupanmu dibanding aku yang bukan hanya untuk dapat
bertahan hidup, tapi juga aku bertaruh nyawa,” ucap Mei sinis.

“Semestinya kita saling berkabar dan melanjutkan kedekatan kita dengan hidup bersama, aku
menolak ikut eksodus keluarga ke Singapura karena aku ingin hidup bersamamu meski harus
tinggal di kampung aku mau asal bersama kamu.”

“Sekian lama aku menunggumu, dua puluh tahun itu bukanlah waktu yang singkat, Jun!” Mei
menegaskan.

Kemudian menerangkan, “Aku mualaf dan aku butuh bimbinganmu untuk dapat menjalankan
ibadah sebaik-baiknya.”

“Aku pun sama sangat mengharapkan kita dapat melanjutkan kedekatan kita ke jenjang lebih
serius,” tutur Juni dengan mimik muka yang sangat serius. “Mungkin sudah suratan takdir kita
tak bisa hidup bersama.”

“Iya, sudah suratan takdir kita tak bisa menikah,” Mei meng-iya-kan dengan nada suara
merendah penuh kekecewaan.

Mereka jadi kikuk, dan terdiam larut dalam kekecewaan. Adapun, suasana sekitar yang terlihat
semakin ramai dengan orang-orang yang menunggu kedatangan dari luar negeri, membuat
mereka seperti tersadar karena saking sangat seriusnya bercakap-cakap sampai lupa pada nasi
goreng yang dibiarkan begitu saja dan sama sekali tak disentuhnya.

“Makanlah, Jun! Segerakan berbuka,” Mei terdengar mengingatkan.

“Mei juga makan ya, kita sama-sama harus menyegerakan berbuka,” ucap Juni tampak tak mau
kalah balik mengingatkan juga.

Keduanya segera makan nasi gorengnya masing-masing, meski sudah tak hangat nasi
gorengnya, tapi sungguh nikmat dapat buka puasa bersama sehingga membuat mereka berdua
jadi lahap memakannya.

3) Tahap Akhir (end)


Pada tahap akhir (end) cerpen Sedekat Mei Juni berisi akhir dari klimaks. Akhir cerita
menyajikan para tokoh yang merasa jelas akan takdir mereka yang benar-benar tidak bisa
bersama serta kembali menjalani kehidupan masing-masing.
Juni dan pekerjaannya serta Mei yang telah menikahi orang lain. Juni masih jelas menyimpan
rasa yang mana pembaca masih akan menyayangkan hal tersebut. Cerita Sedekat Mei Juni
termasuk cerita yang memiliki akhir sedih sebab kedua tokohnya tidak saling bersama padahal
saling mencintai.
“Jun, kamu di sini lagi nunggu siapa?” tanya Mei di sela-sela menikmati nasi gorengnya.

Ditanya begitu, Juni tak segera menjawab karena perlu beberapa waktu untuk dapat jawaban
dengan tepat. “Aku sedang menunggu seseorang,” jawab Juni singkat.

Mei serta-merta kembali bertanya, “Istrimu?”

“Bukan,” Juni menggelengkan kepala, kemudian menerangkan, “Aku dapat job untuk jemput
TKW yang baru pulang dari Arab Saudi.”

“Wah kamu sekarang hebat, Jun, ngurusin TKW,” Mei memuji.

“Ah, biasa saja, Mei, kerja di biro TKW, ya memang kayak gini antar-jemput TKW di bandara,”
Juni terdengar merendah, kemudian menerangkan. “Apalagi menjelang lebaran sekarang
banyak TKW yang maksa pulang.”

Mei menyampaikan ia akan menjemput suaminya yang pulang tugas dari Singapura. “Nanti aku
kenalin,” janji Mei.

“Sepertinya aku harus cepat-cepat pergi ke depan pintu kedatangan karena orang yang aku
jemput sudah mendarat,” ucap Juni terbata-bata dengan dada yang dag-dig-dug berdegub
sangat kencang.

“Wah, sayang sekali,” seru Mei terlihat kecewa.

Sebenarnya, justru Juni yang sangat menyayangkan sekaligus juga cemburu karena ia akan
dikenalkan dengan suami Mei yang dulu pernah dekat dirinya. Pada saat demikian, rasanya ia
ingin terbang untuk secepatnya menghindar dari perkenalan tersebut.

TANGKAPAN IDE/GAGASAN HASIL REFLEKSI

a) CERPEN KLISE DAN MORALNYA

Seperti yang sudah dijabarkan, cerita pendek milik Akhmad Sekhu yang berjudul Sedekat
Mei Juni merupakan cerpen berbau romantis yang mudah ditebak. Kisah dua orang
sahabat lama di bangku perkuliahan yang kini di pertemukan di sebuah kantin Bandara
itu berakhir sad ending dikarenakan kedua tokoh berpisah sudah sangat lama ditambah
tidak lagi saling berkomunikasi.

Beberapa pembaca akan mudah menebak akhir ceritanya dan beberapanya pun pasti ada
yang terkejut dengan akhir ceritanya.
Cerita yang diusung penulis termasuk klise namun, kita dapat mengambil hikmah yang
ada di dalam sana, mulai dari sosok Mei yang memeluk agama Islam. Jika dibaca sekilas,
pembaca akan mengira bahwa Mei memeluk agama Islam karena Juni (sebab Mei
terkesan dengan tindakan Juni semasa kuliah dulu) namun, jika dipahami baik-baik
bahwa Mei benar-benar memeluk Islam karena menyukai apa yang ada di dalam agama
tersebut namun, melalui perantara Juni.

Mei yang dulu mengharapkan sosok Juni untuk menjadi suaminya agar dibimbing lebih
jauh untuk mengenal islam pun sudah menemui laki-laki lain dan menikahinya. Oleh
karena itu, bisa dibilang Mei memeluk Islam karena Allah dan mendapatkan hidayah
melalui Juni.

Pelajaran lain yang bisa diambil yakni, tentang penyesalan. Jika, menginginkan atau
menyukai sesuatu cobalah untuk berjuang. Selama itu tidak merugikan diri sendiri dan
orang lain. Sebab, takdir adalah milik Tuhan namun, manusia punya usaha. Pada
akhirnya, Juni harus merelakan perasaannya terhadap Mei, sebab perempuan yang
dicintainya itu sudah menjadi milik orang lain.

Meski mengusung cerita yang klise, cerpen berjudul Sedekat Mei Juni cukup memberi
pelajaran untuk pembacanya. Terima kasih untuk kerja keras dari penulis.

PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari cerita pendek ini adalah meskipun disajikan hanya
secarik namun, dapat kita kupas maknanya yang begitu dalam. Penulis menuangnya idenya
dengan baik ditambah dengan gaya penulisan yang mudah dimengerti tidak hanya itu, penulis
juga memaparkan setiap tahap ceritanya dengan jelas mulai dari (tahap awal (beginning), tahap
tengah (middle), dan tahap akhir (end). Walaupun membuat pembaca sedikit kecewa dengan
akhirnya namun, tidak membuat ekstensi cerita tersebut redup.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Gramedia.


I Aditya Ganang Dominicus. 2010. Analisis Alur, Tokoh Dan Penokohan, Dan Latar
Dalam Novel, Tiba-Tiba Malam Karya Putu Wijaya. Jurnal Pendidikan.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi (cet. kedelapan). Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai