Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Denisi vulnus laceratum


Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang
kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot (Mansjoer Effendi, 2014).
Luka robek atau vulnus laceratum merupakan luka dengan tepi yang bergerigi, tidak
teratur, seperti luka yang disebabkan oleh kaca atau goresan kawat. Biasanya perdarahan
lebih sedikit karena mudah terbentuk cincin trombosis akibat pembuluh darah yang
hancur.
Luka adalah sebuah trauma pada jaringan yang mengganggu proses seluler normal
(Advanced Wound Care). Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh
yang terjadi akibat kekerasan (Arief Mansjoer, 2014). Luka dapat dilklasifikasikan atas
luka terbuka, seperti luka yang diakibatkan benda tajam atau tumpul, luka terutup seperti
luka yang diakibat oleh benda tumpul, dan luka kronik seperti ulkus, gesekan, sekresi dan
tekanan, keempat, luka akut sepert luka yang diakibatkan oleh benda tajam.
Kejadian vulnus laceratum atau luka akibat benda tumpul sangat sering dijumpai,
hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya terjadi kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja
maupun kecelakaan di jalan raya. Hanya saja, jumlah pasien yang datang ke pelayanan
kesehatan atau rumah sakit semata-mata untuk melakukan perawatan vulnus laceratum
tidak tercatat secara pasti, jika ada pasien yang datang kerumah sakit atau pelayanan
kesehatan dengan vulnus laceratum, pada umumnya itu bukanlah keluhan utama, ada
keluhan lain yang lebih utama sehingga laceratum tidak tercatat sebagai diagnosa medis
(Mera Delima, 2013).

1
B. Etiologi
Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
1. Alat tumpul
2. Jatuh ke benda tajam dan keras
3. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api
4. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan
5. Zat-zat kimia
6. Radiasi
7. Sengatan listrik
C. Klasifikasi
1. Hematoma : perdarahan dibawah kulit
2. Countosio : luka memar
3. Albartio : kerusakan pada lapisan superficial (kulit)
4. Vulnus scissium : luka iris
5. Vulnus ictum : luka tusuk
6. Vulnus sclopetornum : luka tembak
7. Vulnus lacertum : luka robek
D. Parofisiologi
Vulnus laceratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontinuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya
infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa
yang dikoordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontiyu untuk menimbulkan
reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional.
Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah
jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan
mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan sel-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan
ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hemosensitif. Apabila nyeri
2
diatas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut
istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.

E. Pathway
Benturan atau kekerasan benda tumpul

Kontinuitas jaringan terputus

Lesi yang dalam dan luas


Kerusakan Nyeri
integritas jaringan akut
Lesi yang dalam dan luas

Perdarahan

Hipotensi

Resiko
syok

3
F. Manifestasi klinis
Menurut Mansjoer Effendi (2014) manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
1. Luka tidak teratur.
2. Jaringan rusak.
3. Bengkak.
4. Perdarahan.
5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya didaerah rambut.
6. Tampak lecet atau memar disetiap luka.

G. Tipe penyembuhan luka


Menurut Mansjoer Effendi (2014) terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka,
dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1. Primary intention healing (penyembuhan luka primer yaitu penyembuhan
yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan
jahitan.
2. Secondary intention healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh
adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses
penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya
tetap terbuka.
3. Tertiary intention healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe
penyembuhan luka yang terakhir.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan terutama jenis darah lengkap
tujuannya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi pemeriksaannya melalui
laboratorium.
2. Sel-sel darah putih leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel
pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3. Hitung darah lengkap hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit diabetes melitus.
6. MRI
4
7. CT-Scan
8. Ultrasonografi
I. Komplikasi
1. Komplikasi dini : hematoma, seroma, dan infeksi.
2. Komplkasi lanjut : keloid, parut hipertrifik dan kontraktur.

5
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk, jika ada obstruksi maka lakukan:
1) Chin lift/jaw trust.
2) Suction/hisap.
3) Guedel airway.
4) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan/ atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi/aspirasi,
whezing, sonor,stridor/ngorok,ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat,hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, distrimia, kulit dn membran
mukosa pucat, dingin,sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar, tidak menganjurkan mengukur GCS. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah:
A (awake)
V: respon bicara
P : respon nyeri
U : tidak ada respon
2. Pengkajian sekunder
1) Identitas
Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Sumber kecelakaan.
b) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.
c) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan.
6
d) Keadaan fisik sekitar luka.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti (DM, gagal jantung,
sirosishepatis, gangguan pernafasan).
4) Pemeriksaan fisik
a) Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurnan kekuatan tahanan keterebatasan
rentang gerak, perubahan aktifitas.
b) Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah/normal.
Tanda : perubahan frekuensi jantung takikardi atau bradikardi.
c) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
d) Eliminasi
Gejala : Konstipasi, retensi urin.
e) Nerosensori
Gejala : vertigo, tiitus, baal pada ekstremitas, kesemutan nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera, kemerahan.
f) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila disentuh atau ditekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa tidur, kulit nyeri panas, luka warna kemerahan,
bau, dan edema.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologis, kimia, fisik, psikologis,
kerusakan jaringan)
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi, iritan
zat kimia, defisit cairan, kelebihan cairan, hambatan mobilitas fisik, kurang
pengetahuan, faktor mekanik (tekanan, koyakan/robekan, friksal), faktor nutrisi,
radiasi, dan suhu ekstrim.

7
3. Resiko syok berhubungan dengan hipotensi, hipovolemi, hipoksemia, hipoksia,
infeksii, sepsis, dan sindrom respons inflamasi sistemik
C. Intervensi

No SDKI
SLKI SIKI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain management
berhubungan tindakan keperwatan - Lakukan
dengan agen injuri diharapkan masalah pengkajian nyeri
(biologis, kimia, nyeri dapat teratasi secara
fisik, psikologis, dengan Kriteria hasil: komprehensif
kerusakan jaringan - Mampu termasuk lokasi,
mengontrol nyeri karakteristik,
(tahu penyebab durasi, frekuensi,
nyeri, mampu kualitas dan faktor
menggunakan presipitasi.
teknik - Observasi reaksi
nonfarmakologi non-verbal dari
untuk mengurangi ketidaknyamanan.
nyeri, mencari - Gunakan teknik
bantuan). komunikasi
- Melaporkan terapeutik unuk
bahwa nyeri mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien.
manajemen nyeri. - Kaji kultur yang
- Mampu mengenali mempengaruhi
nyeri (skala, respon nyeri
intensitas, - Evaluasi
frekuensi dan pengalaman nyeri
tanda nyeri). masa lampau
- Menyatakan rasa - Evaluasi bersama
nyaman setelah pasien dan tim
nyeri berkurang. kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau.
- Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan.
- Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan

8
No SDKI
SLKI SIKI
kebisingan.
- Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluas keefektifan
kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
- Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic
administration
- Tentukan lokas,
karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih
dari satu

9
No SDKI
SLKI SIKI
- Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
- Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian dan
dosis optimal
- Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan secara
teratur
- Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
- Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyer
hebat
- Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala
gangguan Setelah dilakukan - Anjurkan pasien
integritas tindakan keperawatan
untuk menggunakan
kulit/jaringan gangguan integritas
berhubungan kulit/jaringan dapat pakaian yang
dengan gangguan teratasi dengan
longgar
sirkulasi, iritan zat Kriteria hasil:
kimia, defisit - Perfusi jaringan - Jaga kulit agar tetap
cairan, kelebihan normal
bersih dan kering
cairan, hambatan - Tidak ada tanda-
mobilitas fisik, tanda infeksi - Mobilisasi pasien
kurang - Ketebalan dan
(ubah posisi pasien)
pengetahuan, tekstur jaringan
faktor mekanik normal setiap dua jam
(tekanan, - Menunjukkan
sekali
koyakan/robekan, pemahaman dalam
friksal), faktor proses perbaikan - Monitor kulit akan
nutrisi, radiasi, kulit dan mencegah
adanya kemerahan
dan suhu ekstrim. terjadinya cidera
berulang - Oleskan lotion atau
- Menunjukkan minyak /baby oil
terjadinya proses pada daerah yang
penyembuhan luka tertekan
- Monitor aktivitas

10
No SDKI
SLKI SIKI
dan mobilisasi
pasien
- Monitor status
nutrisi pasien
- Memandikan pasien
dengan sabun dan
air hangat
- Observasi luka:
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi
lokal, formas
traktus.
- Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
- Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet
TKTP (tinggi kalori
tinggi protein)
- Cegah kontaminasi
feses dan urin
- Lakukan teknik
perawatan luka
dengan steril
- Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
- Hindari kerutan
pada tempat tidur
3 Resiko syok Setelah dilakukan - Monitor status
berhubungan tindakan keperawatan sirkulasi BP, warna
dengan hipotensi, resiko syok tidak kulit, suhu kulit,
hipovolemi, terjadi Kriteria hasil: denyut jantung, HR,
hipoksemia, - Nadi dalam batas dan ritme, nadi
hipoksia, infeksii, yang diharapkan perifer, dan kapiler
sepsis, dan - Irama jantung refill
sindrom respons dalam batas yang - Monitor tanda
inflamasi sistemik diharapkan inadekuat
- Frekeunsi nafas oksigenasi jaringan
dalam batas yang - Monitor suhu dan
dharapkan pernafasan
- Irama pernafasan - Monitor input dan
dalam batas yang output
diharapkan - Pantau nilai labor:
- Netrium serum dbn HB, HT, AGD dan
- Kalium serum dbn elektrolit

11
No SDKI
SLKI SIKI
- Klorida serum dbn - Monitor
- Kalsium serum dbn hemodinamik invasi
- Magnesium serum yang sesuai
dbn - Monitor tanda dan
- PH darah serum gejala asites
dbn - Monitor tanda awal
Hidrasi: syok
- Indicator: - Tempatkan pasien
 Mata cekung pada posisi
 Demam supinasi, kaki
 TD dbn elevasi untuk
 Hematokrit peningkatan preload
dbn dengan tepat
- Lihat dan pelihara
kepatenan jalan
nafas
- Berikan cairan IV
atau oral yang tepat
- Berikan vasodilator
yang tepat
- Ajarkan keluarga
dan pasien tentang
tanda dan gejala
datangnya syok
- Ajarkan keluarga
dan pasien tentang
langkah untuk
mengatasi gejala
syok
Syok management
- Monitor fungsi
nerologis
- Monitor fungsi
renal (e.g Bun dan
Cr lavel)
- Monitor tekanan
nadi
- Monitor status
cairan, input ouput
- Catat gas darah
arteri dan oksigen
dijaringan
- Monitor EKG
- Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan
akurasi pembacaan

12
No SDKI
SLKI SIKI
tekanan darah
- Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi
- Memantau tren
dalam parameter
hemodinamik
(misalnya CVP,
MAP, tekanan
kapiler
pulmonal/arteri)
- Memantau faktor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, PaO2
kadar hemoglobin
SaO2, CO) jika
tersedia
- Memantau tingkat
karbon dioksida
sublingual dan atau
tonometry lambung
- Monitor gejala
gagal pernafasan
(misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
- Monitor nilai
laboratorium
(misalnya, CBC
dengan diferensial)
koagulasi profil,
ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil
kimia)
- Masukkan
memelihara
besarnya kebosanan
akses IV

13
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Kalsifikasi 2018-2020 (11th ed.). Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran . Medika Auskulapius FKUI: Jakarata.
Mera Delima. (2013). Hubungan Perawatan Luka dengan Proses Penyembuhan Luka pada
Klien Luka Robek (Vulnus Laceratum) di Ruangan Bedah RSI Ibnu Sina Bukit Tinggi
Tahun 2013, 05, 0–7.
Price, S. A., dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
(6 th ed.). Jakarta: EGC.
Suriadi, 2004. Perawatan Luka. Jakarta: Sagung Seto.

14

Anda mungkin juga menyukai