Anda di halaman 1dari 4

Kelompok 4

1. Betha Yuni Kartika 041911233037


2. Putri Rahmadania 041911233042
3. Resti Maulida Afifah 041911233061

Tugas Manajemen Produk dan Merek


Pertemuan 12

1. Jelaskan pengertian Brand Loyalty! Apa saja indikator loyalitas?


Jawaban
Menurut Aaker, Brand loyalty didefinisikan sebagai ukuran keterikatan yang dimiliki
konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek menurut Aaker mencerminkan seberapa
besar kemungkinan seorang konsumen akan beralih merek ketika merek tersebut membuat
suatu produk berubah baik dalam harga maupun fitur produk. The American Marketing
Association mendefinisikan brand loyalty sebagai situasi dimana konsumen umumnya
membeli produk atau jasa yang sama dari produsen yang sama berulang kali dari waktu ke
waktu daripada membeli dari beberapa pemasok dalam kategori atau sejauh mana
konsumen secara konsisten membeli yang sama. merek dalam kelas produk. Jadi dapat
disimpulkan brand loyalty adalah pola perilaku yang dimiliki oleh konsumen setelah
melakukan pembelian sebuah brand dengan merk tertentu yang menunjukkan
kecenderungan konsumen bersedia untuk membeli lagi produk tersebut. Kekuatan
hubungan antara sikap relatif konsumen dengan pembelian ulang ini nantinya dapat
dijadikan parameter untuk mengukur tingkat brand loyalty dari suatu perusahaan.
Misalnya seorang konsumen setia pada produk sepatu Nike karena ia telah mengetahui
kualitas dan kenyamanannya setelah membeli produk tersebut, jadi ketika ia ingin
membeli sepatu lagi ia akan langsung memilih produk Nike.

Aaker melihat lima tingkat dari brand loyalty dan mengelompokkan pelanggan sesuai
dengan The Loyalty Pyramid.

a) Tingkat pertama mewakili pembeli yang tidak loyal yang sama sekali tidak peduli dengan
merek, setiap merek dianggap memadai jika harga diterima.
b) Tingkat kedua mencakup pembeli yang puas atau paling tidak tidak puas dengan tidak ada
dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk merangsang perubahan, tetapi rentan terhadap
pesaing yang dapat menciptakan manfaat yang dirasakan dalam kasus peralihan.
c) Tingkat ketiga terdiri dari pelanggan yang puas dengan biaya peralihan (kehilangan waktu,
uang, atau keuntungan loyalitas yang diperoleh, risiko kinerja yang terkait dengan
peralihan, dll.). Insentif peralihan dari pesaing harus mengkompensasi biaya peralihan.
d) Tingkat keempat berisi pelanggan yang benar-benar menyukai merek dan memiliki
keterikatan emosional dengan merek, berdasarkan asosiasi seperti simbol, serangkaian
pengalaman penggunaan, atau kualitas yang dirasakan tinggi. Alasan keterikatan
emosional terkadang hanya fakta bahwa sudah ada hubungan jangka panjang.
e) Tingkat kelima mewakili pelanggan yang berkomitmen, bangga telah menemukan dan
menggunakan merek, dan kepada siapa merek sangat penting baik secara fungsional
sebagai ekspresi kepribadian mereka. Nilai kategori pelanggan ini tetap dalam
pengaruhnya terhadap orang lain melalui rekomendasi mereka.

Measurement Brand Loyalty sebagai berikut:


a. Actual Behavior
Untuk menentukan brand loyalty, terutama perilaku yang sudah menjadi kebiasaan adalah
dengan mempertimbangkan pola pembelian yang biasa dilakukan oleh konsumen melalui
pengukuran sebagai berikut:
- repurchase rate (pembelian kembali), dimana perilaku konsumen membeli kembali
produk atau jasa yang sama pada brand yang sama
- percent of purchases (persentase pembelian), pembelian yang dilakukan oleh
konsumen untuk merek-merek tertentu dari lima pembelian terakhir yang dilakukan
oleh pelanggan
- number of brands purchased (jumlah merek yang dibeli) berapa persen yang
dibayarkan untuk setiap merek yang dibeli
b. Switching cost
Switching cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen karena berpindah ke produk
lain. Analisis switching cost dapat memberikan wawasan pada marketer tentang sejauh
mana biaya pengalihan memberikan dasar untuk brand loyalty. Konsumen sering kali
menjadi loyal terhadap suatu merek, karena konsumen telah mengenal dan merasa nyaman
dengan merek tersebut, sehingga konsumen tidak mau mendapatkan resiko negatif dengan
mengubah merek yang mereka sukai kepada merek yang tidak dikenalnya. Semakin tinggi
resiko yang dipersepsikan konsumen jika berganti merek (artinya biaya pergantian merek
semakin tinggi), maka semakin sulit konsumen bersedia berganti merek artinya konsumen
semakin loyal pada suatu produk.
c. Satisfaction
Satisfaction merupakan perasaan konsumen setelah mengkonsumsi suatu merek. Jika
suatu merek telah berfungsi sebagaimana yang diharapkan oleh konsumen bahkan
melebihi harapannya, maka konsumen tersebut akan merasa puas. Konsumen yang puas
terhadap suatu merek akan mendorong konsumen untuk membeli ulang merek tersebut
bahkan akan mendorong konsumen untuk merekomendasikan merek tersebut kepada
teman dan kerabatnya.
d. Liking of the Brand
Liking of the brand yaitu melibatkan rasa menyukai terhadap merek. Konsep ini
menunjukkan bahwa ada kesukaan atau pengaruh umum yang berbeda dari atribut khusus
yang mendasarinya. Orang hanya menyukai sebuah merek, dan kesukaan ini tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh persepsi dan keyakinan mereka tentang atribut merek. Liking
of the brand secara keseluruhan dapat ditingkatkan dalam berbagai cara seperti di bawah
ini:
- Liking : menyukai suatu merek karena merasa puas terhadap kualitas atau pelayanan
sehingga bersikap loyal terhadap merek tersebut.
- Respect : konsumen yang suka terhadap suatu merek akan setia terhadap satu merek
dan merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain.
- Friendship : konsumen yang menyukai merek akan melakukan pembelian terhadap
merek tersebut secara berulang-ulang dan menjadikan merek tersebut sebagai
kewajiban yang harus dibeli.
- Trust : kepercayaan terhadap suatu merek karena berdasarkan pengalaman yang
dirasakan oleh konsumen tersebut.
e. Commitment
Pelanggan akan dengan mudah berkomitmen dengan merek yang memiliki ekuitas yang
kuat. Ketika tingkat komitmen substansial ada, hal ini bisa mudah dideteksi karena
biasanya konsumen memanifestasikan dirinya dalam banyak cara. Satu indikator utama
adalah jumlah interaksi dan komunikasi yang terlibat dengan produk.
Misalnya apakah pelanggan tidak hanya merekomendasikan produk tetapi memberitahu
orang lain mengapa mereka harus membelinya? Kemudian sejauh mana merek itu penting
bagi seseorang dalam aktivitas dan kepribadiannya. Adapun indikator dari komitmen
terhadap suatu merek adalah ketertarikan terhadap merek, keterikatan terhadap merek,
penilaian positif terhadap merek, dan emosi yang positif dalam merespon merek

2. Jelaskan pergeseran konsep Brand Loyalty menurut Fournier (1997)


Jawaban:
Dalam menerima kekuatan merek dan konsumen untuk mempengaruhi hubungan,
loyalitas lebih dihargai sebagai fenomena dinamis. Dengan cara ini pemahaman yang lebih
jelas diperoleh tentang penyebab yang mempercepat peralihan merek atau pemeliharaan
ikatan merek-konsumen yang kuat dari waktu ke waktu. Sebuah konsep loyalitas berbasis
konsumen yang mengakui hubungan multi-merek dan kehalusan ikatan merek konsumen
yang paling kuat pun tampaknya lebih selaras dengan realitas pasar yang dipenuhi
keragaman saat ini, dan sifat multifaset dari konsumen postmodern (Firat dan Venkatesh,
1995). Dengan perspektif berbasis makna, yang berpotensi paling mampu mengatasi aspek
kontekstual, temporal, dan evolusi dari pilihan merek seseorang. Perspektif ini tampaknya
menawarkan lensa yang lebih bermakna untuk melihat pengalaman langsung dari
fenomena loyalitas merek daripada yang biasanya diterapkan. Jika niat kita dalam
mengukur loyalitas merek adalah untuk memilih hubungan yang kuat dan berpotensi
bertahan lama, mengapa tidak beralih ke konstruksi yang lebih sensitif terhadap banyak
faktor yang berkontribusi pada kekuatan dan daya tahan itu dari waktu ke waktu?
Konstruksi kualitas hubungan merek (BRQ) multi-segi dari Fournier (1994) menunjukkan
enam dimensi koneksi emosional, perilaku dan kognitif di luar loyalitas / komitmen di
mana hubungan merek konsumen bervariasi: koneksi konsep diri, keterikatan nostalgia,
saling ketergantungan perilaku, cinta, keintiman, dan kualitas pasangan.
Self-concept connection adalah tingkat suatu merek mampu mengekspresikan aspek
penting dari identitas, nilai, dan impian dari konsumen (Fournier, 1998). Dan apabila
konsumen memiliki self-concept connection, maka konsumen cenderung memiliki brand
love atau emotional attachment sampai meraih brand loyalty kepada suatu
merek.Self-concept yang kuat akan membentuk hubungan konsumen dengan merek yang
kuat juga yang dapat mendorong daya tahan suatu hubungan dan toleransi yang lebih
tinggi pada saat terdapat persepsi negatif terhadap merek tersebut mempunyai argumen
bahwa suatu merek bisa memperkuat identitas konsumen dengan menyediakan
self-presentation goals, dan juga konsumen memakai merek sebagai suatu cara untuk
merepresentasikan nilai dan identitasnya.Fournier (1998) self-concept tiap individu unik,
didapatkan dari lingkungan sosial dan independen dari orang lain.

3. Jelaskan perbedaan Attitudinal Loyalty vs Behavioral Loyalty!


Jawaban :
Berdasarkan rumus KBBI, secara bahasa behavioral adalah tanggapan aksi individu
terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan attitudinal adalah bentuk tubuh; cara
berdiri; perbuatan yang berdasarkan pada pendirian. Menurut Dick and Basu (1994)
mengungkapkan Attitudinal Loyalty adalah kecenderungan psikologis konsumen untuk
membeli kembali dari perusahaan atau penjual yang sama dan merekomendasikannya.
Sedangkan attitudinal loyalty menurut Dharmmesta (1999) artinya loyalitas dipahami
sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap objek tertentu. Misalnya seseorang akan
membeli kembali sebuah produk sabun cuci piring ketika ia sudah menyukai suatu objek
berupa wangi yang menyegarkan, maka ketika hendak membeli produk sabun cuci piring
ia akan memiliki pendirian untuk membeli kembali sabun cuci tersebut.
Behavioral loyalty merupakan loyalitas yang muncul karena adanya perubahan
tingkatan harga, lokasi penjualan yang dinilai nyaman oleh konsumen, dan juga dapat
disebabkan evaluasi konsumen terhadap harga produk (Neal, 2010). Contohnya seseorang
akan membeli kembali sebuah produk pasta gigi ketika ia melihat harganya sedang promo,
atau ketika letak pasta gigi tersebut mudah dijangkau oleh pembeli daripada merek lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Behavioral loyalty ini dipengaruhi oleh keadaan yang
diciptakan oleh perusahaan, sedangkan attitudinal terjadi dari dalam diri pembeli merek
tersebut, biasanya berupa pendirian akan kesukaan sebuah merek.

Anda mungkin juga menyukai