Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal suatu proses patafisiologi

dengan etiol urunan fungsi ginjal

yang dan pada umum a berakihir al ginjal.

penyakit GG

1) ang berupa k atau

ungsional, deng penurun

omerulus filtr tion rate (GFR) est

ainan patologis, atau terdapat anda

erm k kelaina dalam komposi da

ainan dalam tes pencitraan.

<60 m menit/1,73m2 selama

kerusakan ginjal.

an penyakit ginjal yang dini ,

al rese ve), pada keadaan dim h

at. emudi erjadi

pe dengan

peningkatan pada GFR

sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan, tapi sudah mengalami

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. GFR sebesar 30%, mulai terjadi

keluhan seperti, penurunan berat badan. Sampai GFR dibawah 30%, pasien

menunjukan gejala dan uremia yang nyata

5
6

seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena

infeksi seperti, infeksi salruan kemih sampai infeksi saluran napas. Terjadi

juga gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Pada GFR di bawah dan

komplikasi yang lebih serius, dan anti ginjal. Terapi

peng al terdiri dari transplantasi inj alisis dan

eal dialisis eritoneal di sendiri

erdiri da ator dan aut

perit APD) (Suwitra, 2009).

2.1 GFR dan Stadium Penyakit ron

2.2 Con

2.2.1

CAPD adalah suatu bentuk terapi pengganti ginjal berupa dialisis

peritoneal untuk pasien dengan penyakit gagal ginjal terminal (GGT)

menggunakan membran peritonium yang bersifat semipermeable. GGT

merupakan stadium akhir GGK saat pasien sudah tidak dapat lagi

dipertahankan secara konservatif dan


7

memerlukan terapi pengganti ginjal. Saat ini CAPD dianggap sebagai dialisat

pilihan bagi pasien yang amat mudah, usia lanjut, dan penyandang diabetes

melitus. Kesederhanaan, keamanan hidup tanpa mesin, perasaan nyaman,

keadaan klinis yang baik merupakan daya tarik CAPD bagi dokt oblem

utama saat ini yang memerlukan CAPD ideal bagi

pasi aya hidupnya aktif arena bisa manapun mandiri, coco

modinami idak

abil. K alah balis, hi (her

ng abdomen) dan pada dak da

be ati-ha i melakukan CAPD bila a an

usus, kelainan abdomen yang belom ar

i, Siregar, & Roesli, 2009).

dur CAPD dan Dialisat

an pasien memerlukan rata-ra

antian disesuaikan dengan wak

an sarat dwell time t dak bo

u ak ter adi keseimbangan a

an ali untuk

m cairan

dialisat dapat dicapai

dengan 2 kali per-gantian dengan cairan dialisat 4,25%. Bila ultrafiltrasi kita

lakukan terlalu cepat dapat terjadi kram, mual, muntah, dan hipotensi

ortostatik (Parsudi, Siregar, & Roesli, 2009).


8

Cairan dialisat yang ada pada saati ini di Indonesia terdiri dari 3

macam ciaran yaitu dengan kadar dekstrose 1,5%, 2,5, dan 4,25% dalam

kantong plastik 2 liter. Susunan cairan dialisat sama dengan susunan

elektrolit plasma darah normal tanpa kalium dengan osmolita lebih tinggi

dari pokalemia maka per;u

ditambahk untuk mencegah

hipo rat. Hepar n perlu ambahkan bi onitis atau dial sat men

n terlalu tuk

enceg eter 2000 U

per sat (Parsudi, Sireg r, & R

2.2. nen CAPD

omponen-komponen dalam sistem pe tonea ran

alisat, dan Membran Peritoneal (

Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Gambar Peritoneal Dialisis


9

1. Kateter

Akses kedalam kavum peritoneal dengan menggunakan kateter yang

ditanam secara permanen. Bahan yang sering digunakan adalah silikon dan

poli uretan yang relatif biocompatible dan inert. Kateter yan um peritoneal

mempunyai lubang de nya cairan dan

dim sedemikian rupa tuk mempe rpindahan

meringankan r atau masu run

an kem ateter sumbatan om

Mod ekstra peritoneal be upa dan sud

k masuk ke subkutan dim ifikasi un inf

kebocoran cairan (Daugirdas, Blak , & I l

Dialisis Cairan Dialisat)

an dial sat terdiri dari cairan ologis

sor bikarbonat (biasanya lakta rvariasi

(1,5%, 2,5%, 4,25%)

agai agen osmotik (osmotic

motik a ena aman, efektif, e

ya adalah ecil,

seh darah

dan gradi ek metabolik

jangka lama (hiperglikemi ,hiperinsulinemia, hiperlipidemia dan

obesitas) (Nissenson & Fine, 2002).

Ultrafiltrasi menggunakan glukosa sangat cepat terjadi pada awal

dwell period (karena tingginya gradien osmotik kristaloid) dan


10

terjadi penurunan ultrafiltrasi jika glukosa telah terabsorbsi, namun

ultrafiltrasi dengan icodextrin meningkat liniear sepanjang waktu (Daugridas,

Blake, & Ing, 2007).

3. Membran Peritoneum

Membran pe menghubungkan antara

komponen cairan mengalami

ultr solute (toksin terla ut dalam dar ami difusi. embran

periton parietalis dari

umlah vi otal perit deng

mukaan 1-2 m2 pada . Kav

pe am kondisi normal t 100 cc un

asa normal bisa mentolerir sampai liter

eb an ketida nyamanan ataupu m

arisasi peritoneum viseralis be asa da dan

drainase vena menuju v ritoneum

parietalis berasal da intercostal dan

epigastrical

sistem mplikasi klinis anato sorbsi

perit eum isme

pe

2.2.4 M

Perpindahan solute melalui difusi adalah akibat perpindahan secara

acak secara molekuler melalui membran yang semipermiabel. Dalam proses

ini diperlukan gradien konsentrasi diantara kedua bagian yang terpisah

membran. Semakin tinggi gradien konsentrasi


11

diantara kedua membran maka kecepatan perpindahan dari bagian yang

konsentrasinya tinggi kekonsentrasi rendah semakin cepat. Besar-kecilnya

berat molekul dan ukuran molekul juga berpengaruh pada kecepatan

perpindahan; semakin kecil berat molekul dan ukuran molekul maka sem

melalui membran semi

permiabel

peritoneal dialisis k ens difusi da rut selain

an ung dari g tergantung luas

permuk um, pe embran

dial ul at ukuran solute da ranspo

M edua perpindahan solut mel

adalah dengan cara ultrafiltrasi. Ult afiltr an

(tekanan hidrostatis atau kan rong cairan

melalui membrane B ag

tekanan ang muncul antara

atif hipotonis darah. Ultrafiltra

kan g dien osmotik kristal a

alisat da luas

pe e 0-1),

gradien ell time, obat-

obatan, dan mekanisme yang lain (Bragman & Skorecki, 2008).

2.2.5 Jadwal CAPD

Jadwal peritoneal dialisis dilakukan secara kontinyu (cairan tetap

berada dalam rongga perut selama 24 jam sehari). Secara


12

spesifik, dilakukan 4 kali 2.0 sampai 3.0 liter dwell tiap hari, dengan lama

dwell 4-8 jam. Peritoneal dialisa membutuhkan tube penghubung dan 1

kantong cairan dialisat yang berisi 2-3 liter, menggunakan gaya gravitasi

mengisi dan mengosongkan rongga peritoneum, dengan sehari. Namun

beberapa pasien yan ang besar bisa

men 5 kali pertukaran sehari dengan ung yang besar (2,5 n

untuk m kan

irens (

pasien (BMI rendah, si gsi g

ba kin hanya membutuhkan 3 kali pe un

en gagal ginjal kronis hal ini tidak memberi

ngg saat dwell malam hari den wak ng

at bantu malam hari night im

berat badan dan kadar glukos

Biasanya dipakai dialisat yan

menggunakan polyglucose (ico

cairan ntu mencapai ultraf ik

2.3 Adekuasi

Istilah adekuasi sering digunakan dalam menunjukan kuantitas

pencapaian klirens dan juga sebagai cerminan kualitas dari peresepan dialisis.

Secara luas tidak ada kriteria objektif untuk menentukan adekuasi dialisis.

Sebagian besar nefrologis setuju bahwa adekuasi


13

dialisis pasien CAPD dilihat dari kondisi fisik yang baik, nafsu makan

meningkat, status nutrisi baik, tidak ada tanda-tanda gejala uremia, dan

penurunan mortalitas. Terdapat 3 faktor utama dalam menentukan adekuasi

dialisis yaitu, residual renal function (RRF), status tipe transpor membran pe

uh (Daugirdas, Blake, &

Ing, 2007).

a. enal Function

Residual ren ungsi sisa pada

nyakit s seca ontribusi

adek dialisis, kualitas hidup, ain da

m rbedaan sar dalam persyarat F

kontribusi untuk pengukuran adekuasi, (N

ssenson & Fine, 2008).

pasien dialisis, RRF secara ber ahap

Tingka penurunan fungsi

gangg ginjalnya sama. N

dialisis menjadi tidak berart

cermi dari peningka an seru el

esk pun dap

efi unjukan

adanya pe (Moist , Port,

& Orzol, 2000).

b. Ukuran Tubuh

Dalam menentukan adekuasi ukuran tubuh berpengaruh pada klirens

masing-masing pasien. Telah disepakati bahwa indikasi kliren


14

bisa dinormalisaikan oleh body surface area (BSA) atau total body water

(TBW). Efeknya kecil jika normalisasi dilakukan sesuai keinginan dibanding

dengan pengukuran ukuran tubuh secara aktual. Ukuran tubuh yang besar

lebih susah untuk menerima target klirens yang tinggi (Daugirdas, Bl

BSA an dialat yang

dibu en. Pasien dengan SA yang be kan dosis

besar untuk optimal (B 08).

engisian mlah abkan men

eran. BSA memil i per tuk

ne am membua keputusan tentang m

dengan pasien (Florakas, Godwin, & Mort

eritonea Dialisis dapat terus be gsun

A yang besar. Perhitungan BSA

mula duBois yaitu (Daugirdas,

BSA ( ) = 0,007184 x BB0,4

diatas untuk menentukan

el 2.2 r k t ini (Baxter, 2008


15

Tabel 2.2 Perhitungan BSA

Sumber : Bexter, 2008.


16

c. Transpor Membran Peritoneal

Transpor membrane peritoneal penting sekali dalam penentuan

klirens pada pasien CAPD. Transpor membrane peritoneal dapat diukur

dengan peritoneal equailibration test (PET). Ada 4 macam transpor

membrane high transporters, low

transporter age transporters.

Impl a klinis, high t ansporters m emampuan

rasi yang j dialisis, sed low

ansport tap s kurang

Seca transporters mengha ang

de t nggi, dwell dengan waktu yang adi

Sebaliknya high transporters bekerja

ngk sehingga ultrafiltrasi menj mak 2007)

dekuasi peritoneal

dialisis harus ditafsirkan secar

an zat erla ut dan penghapu us

ara k nis irens

per elektrolit

dan kesei .

Pengukuran adekuasi peritoneal dialisis dialakukan dengan menilai

komponen peritoneum dan komponen sisa fungsi ginjaldengan cara

menghitung Kt/V urea dan klirens kreatinin.


17

a. Total Kt/V urea tidak boleh kurang dari 1,7. Pada studi Intervensional telah

menunjukan bahwa Kt/V yang kurang dari target berhubungan dengan

outcome yang buruk.

Perhitungan dilakukukan dengan Rumus sebagai berikut :

ate urea
a )x 7

ung total body water de gan Watson ormul

Pria : V TB + x

BB

2,097 + (0,1069 x TB) (0,3362

ekuasi klirens kreatini > 60 L/ming

menghitun enal klirens kreatinin

klirens kreatinin.

dilakuku an dengan Rumus sebagai

d
ance(l)  total drain volume x
p

an den an BSA = CrC x 1,73

dy su ce area (BSA) dengan )

si ginjal

untuk mencapai ute clearence, fungsi

ginjal sisa harus dimonitor secara teratur dan pada frekuensi yang tepat

(setiap 1 - 2 bulan jika memungkinkan, jika tidak setiap 4 - 6 bulan) sehingga

resep PD dapat disesuaikan secara tepat waktu. Jika ada penurunan volum

urin atau perubahan kimia darah menunjukkan


18

penurunan dalam fungsi ginjal sisa, itu harus diukur cepat (Daugirdas, Blake,

& Ing, 2007).

2.5 Pengaruh Lama Terapi CAPD, Peritonitis, Diabetes Mellitus

terhadap Adekuasi

a. Lama T

aran solut CAPD jangka panj akibatkan

rubahan str itoneal. H sel

meso subm dan per

di uh darah yang terjadi jik stru

gan secara bertahap brosis sub adi

gka panjang akan mengakibatkan abn

seh ga tejadi penurunan ultrif asi. K

aruhi adekusi peritoneal dialisi Manzan

tis pada pasien CAPD tetap alan

te api dan morbiditas,

secara gn fikan terhadap m D.

ka di pa iran

n 50%

polym nas biasanya

berhubungan dengan perkembangan peritonitis, tetapi bukan indikasi

penegakan diagnosis pada peritonitis (Warady & Schaefer, 2000).


19

Keberhasilan peritoneal dialisis jangka panjang bergantung pada

pemeliharan fungsi adekuasi membran peritoneal. Karakteristik

permeabilitas peritoneal memiliki implikasi prognosis untuk teknik

pengukuran dan kelangsungan hidup pasien (Nissenson & Fi kan

adanya peningkatan traspor pasien dengan

rat rasio dialisat/plasma krea ini dan juga adi penurun

empengar uasi

perit arav

informasi secara spesi aktor resi

hubungan dengan peni gkatan pe C

tuk mengurangi kegagalan erapi CAP

urang ri 20 tahun memiliki resiko ggi

Selain itu pasien dengan DM ug m

p peritonit s (Kerschbaum, K¨

itus

etes Mellitus (DM) merupak

olik ngan karakter stik hipe adi

esi insulin, anya.

katakan

onset ahun sebelum

diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada

kasus tidak terdeteksi (Amira, Pandelaki , & Palar , 2014).


20

Diabetes nefropatik merupakan penyabab tersering pada end

stage renal disease (ESRD). Diabetes nefropati adalah komplikasi

mikro dan makrovaskuler dari diabetes mellitus, baik DM tipe 1 maupun

DM tipe 2 dan dapat mengenai berbagai organ seperti nefropati, Semua

bentuk diabetes

mellitus ovaskular yang

di ngan adanya aku ulasi pada pelepasan

th factors braham, 20 gan

mek an pe

m gh transporter y g jug oleh l

erlie & S rujik, 1997).

aparan cairan dialisat yang meng

batk perubahan membran rito

peritoneal yang menjadi lebih gh tr

da hilan nya ultrafiltarasi dan m

DM (Franky & Tai, 2000).

Anda mungkin juga menyukai