Anda di halaman 1dari 8

AYAT AHKAM TENTANG NASAB

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Hukum
Keluarga II
Dosen Pengampu:Dra. HJ. Umi Hasunah, M. T

Disusun Oleh :
Siti Khoridatul Fajriyah (1216001)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSYIAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2019
A. Pendahuluan
Masyarakat Timur Tengah hingga sekarang mentradisikan
untuk menghafal nasab mereka. Setiap anak diajarkan hafal
nama-nama kakek buyut mereka, minimal hingga lima tingkatan
ke atas. Ini kebanggaan bagi bangsa Arab bahwa keturunan
mereka terjaga dan bersih. Tidak hanya masyarakat timur tengah,
karena Islam juga menjaga dan menjunjung tinggi keturunan,
maka di Negara manapun, Setiap muslim juga harus menjaga
keturunan mereka dari percampuran dan ketidak jelasan. Itu
berarti bahwa Perzinaan dilarang demi menjaga nasab. Tapi,
sebenarnya seberapa penting menjaga nasab? Dan kenapa kita
sebagai muslim harus menjaga Nasab?
1. Rumusan masalah
a. Apa pengertian Nasab?
b. Surat apa saja yang membahas tentang Nasab?
c. Bagaimana Tafsir ayat tentang Nasab?
2. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui pengertian Nasab
b. Mahasiswa mengetahui surat tentang Nasab
c. Mahasiswa mengetahui Tafsi ayat tentang Nasab
B. Nasab
1. Pengertian Nasab
Nasab secara etimologi berarti al qorobah (kerabat),1 kerabat
dinamakan nasab dikarenakan antara dua kata tersebut ada hubungan
dan keterkaitan.2 Berasal dari perkataan mereka nisbatuhu ilaa abiihi
nasaban(nasabnya kepada ayahnya). Ibnus Sikit berkata,” Nasab  itu
dari sisi ayah dan juga ibu.” Sementara sebagian ahli bahasa
mengatakan,” Nasab itu khusus pada ayah, artinya seseorang
1
Afif Muamar, KETENTUAN NASAB ANAK SAH, TIDAK SAH, DAN ANAK HASIL
TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN MANUSIA: antara UU Perkawinan dan Fikih
Konvensional, Jurnal Hukum Keluarga Islam, Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H, Hal. 46.
2
Muhammad Taufiki, KONSEP NASAB, ISTILHÂQ, DAN HAK PERDATA ANAK LUAR
NIKAH, Jurnal Ilmu Syariah, : Vol. XII, No. 2, Juli 2012, Hal. 60.
dinasabkan kepada ayahnya saja dan tidak dinasabkan kepada ibu
kecuali pada kondisi-kondisi exceptional. Sedangkan nasab menurut
terminologi, setelah dilakukan banyak penelitian pada berbagai
referensi dari madzhab-madzhab fiqih yang empat maka tidak
ditemukan tentang definisi terminologi (syar’i) terhadap nasab.
Kebanyakan fuqoha mencukupkan makna nasab secara umum yang
digunakan pada definisi etimologinya, yaitu bermakna al qorobah
baina syakhshoin (kekerabatan diantara dua orang) tanpa memberikan
definisi terminologinya.
2. Ayat dan Terjemah tentang Nasab

‫ك قَ ِد ًيرا‬ ِ ِ
َ ُّ‫َو ُه َو الَّذي َخلَ َق ِم َن الْ َماء بَ َشًرا فَ َج َعلَهُ نَ َسبًا َو ِص ْهًرا َو َكا َن َرب‬
"Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia
jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah
Tuhanmu Maha Kuasa. (Al-Furqan 25:54)3
Tafsir : (Dan Dia pula yang menciptakan manusia dari air) yakni
dari air mani; lafal Basyar adalah sinonim dari lafal Insaan (lalu Dia
jadikan manusia itu punya keturunan) punya hubungan nasab (dan
mushaharah) punya hubungan mushaharah, misalnya seorang lelaki
atau perempuan melakukan perkawinan dengan pasangannya untuk
memperoleh keturunan, maka hubungan kekeluargaan dari perkawinan
ini dinamakan hubungan Mushaharah (dan adalah Rabbmu Maha
Kuasa) untuk menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (Tafsir Al-
Jalalain, Al-Furqan 25:54)
ِ َ‫َّما جعل اللَّه لِرج ٍل ِّمن َقْلب ِ يِف جوفِ ِه وما جعل َْأزواج ُكم الاَّل ِئي تُظ‬
‫اهُرو َن‬ ُ َ َ َ ََ ََ َْ ‫َ نْي‬ ُ َ ُ َ ََ
ُ ‫ِمْن ُه َّن َُّأم َهاتِ ُك ْم َو َما َج َع َل َْأد ِعيَاءَ ُك ْم َْأبنَاءَ ُك ْم ذَلِ ُك ْم َق ْولُ ُكم بَِأ ْف َو ِاه ُك ْم َواللَّهُ َي ُق‬
‫ول‬

‫يل‬ِ َّ ‫احْلَ َّق و ُهو َي ْه ِدي‬


َ ‫السب‬ َ َ

3
M. Jamil, NASAB DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AHKAM, Jurnal Ilmmu Syariah, Ahkam:
Vol. XVI, No. 1, Januari 2016, Hal. 124.
"Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah
hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang
kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu
hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang
sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (Al-Ahzab 33:4)
Tafsir : (Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua
buah hati dalam rongganya) firman ini sebagai sanggahan terhadap
sebagian orang-orang kafir yang mengatakan, bahwa dia memiliki dua
hati; yang masing-masingnya mempunyai kesadaran yang lebih utama
daripada kesadaran yang dimiliki oleh Muhammad (dan Dia tidak
menjadikan istri-istri kalian yang) lafal allaa-iy dapat pula dibaca allaa-
i (kalian zihari) dapat dibaca tuzhhiruuna dan tuzhaahiruuna (mereka
itu) misalnya seseorang berkata kepada istrinya, "Menurutku kamu
bagaikan punggung ibuku, " (sebagai ibu kalian) yakni mereka
diharamkan oleh kalian seperti terhadap ibu kalian sendiri, hal ini di
zaman jahiliah dianggap sebagai talak. Zihar hanya mewajibkan
membayar kifarat dengan persyaratannya yang akan disebutkan di
dalam surah Al-Mujadilah (dan Dia tidak menjadikan anak-anak
angkat kalian) lafal ad'iyaa adalah bentuk jamak dari lafal da'iyyun,
artinya adalah anak angkat (sebagai anak kandung kalian sendiri) yakni
anak yang sesungguhnya bagi kalian. (Yang demikian itu hanyalah
perkataan kalian di mulut kalian saja.) Sewaktu Nabi ShallAllahu
'alaihi wa sallam. menikahi Zainab binti Jahsy yang dahulunya adalah
bekas istri Zaid bin Haritsah, anak angkat Nabi ShallAllahu 'alaihi wa
sallam., orang-orang Yahudi dan munafik mengatakan, "Muhammad
telah mengawini bekas istri anaknya sendiri." Maka Allah Subhanahu
wa ta'ala. mendustakan mereka. (Dan Allah mengatakan yang
sebenarnya) (dan Dia menunjukkan jalan) yang benar. (Tafsir Al-
Jalalain, Al-Ahzab 33:4)
‫ند اللَّ ِه فَِإن مَّلْ َت ْعلَ ُموا آبَاء ُه ْم فَِإ ْخوانُ ُك ْم يِف‬
َ ‫ط ِع‬
ُ ‫وه ْم آِل بَاِئ ِه ْم ُه َو َأقْ َس‬
ُ ُ‫ْادع‬
َ َ
ِ ِ ِ ‫الدِّي ِن وموالِي ُكم ولَيس علَي ُكم جن‬
ْ ‫َأخطَْأمُت بِه َولَكن َّما َت َع َّم َد‬
‫ت ُقلُوبُ ُك ْم‬ ْ ‫يما‬
َ ‫اح ف‬
ٌ َُ ْ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ
ِ
‫يما‬ ً ‫َو َكا َن اللَّهُ َغ ُف‬
ً ‫ورا َّرح‬
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan
jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya,
tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab 33:5)
Tafsir: Tetapi (panggillah mereka dengan memakai nama bapak-
bapak mereka, itulah yang lebih pertengahan) lebih adil (pada sisi
Allah, dan jika kalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka
saudara-saudara kalian seagama dan maula-maula kalian) yaitu anak-
anak paman kalian. (Dan tidak ada dosa atas kalian terhadap apa yang
kalian khilaf padanya) dalam hal tersebut (tetapi) yang berdosa itu
ialah (apa yang disengaja oleh hati kalian) sesudah adanya larangan.
(Dan adalah Allah Maha Pengampun) atas apa yang terlanjur kalian
katakan sebelum adanya larangan (lagi Maha Penyayang) kepada
kalian. (Tafsir Al-Jalalain, Al-Ahzab 33:5)
Zaid ibn Haritsah adalah seseorang yang dikehendaki Allah
Subhanahu wa ta’ala sebagai orang yang perjalanan hidupnya menjadi
catatan sejarah, bahkan dia adalah satu-satunya sahabat Rasulullah
yang namanya tercatat dalam Al Qur’an. Zaid adalah putera Haritsah
ibn Abdil Izzi dan isterinya Sa’ida bint Tsa’labah yang sangat disayang
dan diharapkan kelak akan menjadi pemuda yang dapat membantu
ayahnya melawan musuh-musuhnya.
Pada suatu hari Sa’ida, ibunya Zaid meminta ijin kepada
suaminya untuk berkunjung ke keluarganya di luar kota sambil
membawa Zaid yang kala itu berusia 6 tahun. Sesampainya di sana,
keduanya disambut dengan suka cita mengingat sudah lama sekali
tidak bertemu. Namun malang, pada suatu malam sekelompok orang
menyerang kampung itu dan membunuhi penduduk laki-lakinya
sementara para wanitanya ditawan sebagai budak belian. Sa’da, ibunya
Zaid dapat lolos tidak tertawan dan kabur melapor pada suaminya,
namun nasib Zaid ditawan sebagai budak.
Zaid ibn Haritsah dijual belikan dari pasar ke pasar dan
berpindah-pindah majikan dari yang satu ke yang lainnya, hingga
terakhir dia dibeli oleh Hakim ibn Hizam yang merupakan saudara
Sayyidah Hadijah, isteri Rasulullah. Karena Hadijah menyukainya,
maka Zaid dibelinya dan dihadiahkan kepada Rasulullah. Zaid hidup
ditengah keluarga Rasulullah dan Siti Hadijah yang sangat berbahagia
dan dia pun senang sekali memiliki majikan yang sangat baik serta
menyayanginya. Untuk itu dia tidak ragu-ragu lagi masuk Islam
mengikuti ajaran Rasulullah. Dengan demikian Zaid ibn Haritsah
tercatat sebagai budak pertama yang masuk Islam dan mengimani
ajaran Rasulullah.
Haritsah yang tidak henti-henti mencari Zaid, akhirnya
mendengar dari orang-orang yang sehabis Umrah, bahwa Zaid sebagai
budak seorang utusan Allah, Muhammad. Dia berangkat ke Mekkah
dan mendatangi Rasulullah serta meminta untuk mengembalikan Zaid
kepadanya. Rasulullah memaklumi keinginan ayah Zaid yang telah
berpisah dengan buah hatinya, namun beliau menyerahkan sepenuhnya
kepada Zaid mau ikut siapa.
Alangkah terkejutnya ayah Zaid mendengar jawaban Zaid yang
dengan tegas lebih memilih ikut Rasulullah meskipun dirinya hanya
sebagai budak: “Aku telah melihat keistimewaan pada orang ini,
sehingga aku terdorong untuk memilihnya. Selamanya aku tidak akan
memilih orang lain selain Tuanku Muhammad”.
Ucapan yang tulus dari hati yang murni ini membuat Rasulullah
terharu dan memeluk Zaid serta membawanya ke Ka’bah seraya
berseru: “Wahai manusia, wahai semua yang hadir disini, saksikanlah
sesungguhnya Zaid adalah puteraku dan ahli warisku”. Dengan
diangkat anak oleh Rasulullah, maka nama Zaid berubah menjadi Zaid
ibn Muhammad. Melihat peristiwa itu Haritsah merasa bahagia dan
tenang untuk meninggalkan Zaid dalam perlindungan orang yang baik
dan terpercaya.
ِ َ ‫َّما َكا َن حُم َّم ٌد َأبا َأح ٍد ِّمن ِّرجالِ ُكم ولَ ِكن َّرس‬
َ ِّ‫ول اللَّه َو َخامَتَ النَّبِي‬
ُ‫ني َو َكا َن اللَّه‬ ُ َْ َ َ َ َ
‫يما‬ِ ٍ ِ
ً ‫ب ُك ِّل َش ْيء َعل‬
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-
laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-
nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Surah Al-
Ahzab 40
(Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-
laki di antara kalian) dia bukan bapak Zaid, Zaid bukanlah anaknya,
maka tidak diharamkan baginya untuk mengawini bekas istri anak
angkatnya yaitu Zainab (tetapi dia) adalah (Rasulullah dan penutup
nabi-nabi) artinya tidak akan lahir lagi nabi sesudahnya. Dan menurut
suatu qiraat dibaca Khataman Nabiyyiina, sama dengan alat untuk
mencap atau cincin, yang maksudnya sesudah dia para nabi dilak atau
ditutup. (Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) antara
lain Dia mengetahui bahwa tidak akan ada nabi lagi sesudah Nabi
Muhammad ShallAllahu 'alaihi wa sallam. seumpama Nabi Isa turun
nanti, maka ia akan memerintah dengan memakai syariat Nabi
Muhammad.
C. Penutup
Nasab secara etimologi berarti al qorobah (kerabat), kerabat
dinamakan nasab dikarenakan antara dua kata tersebut ada hubungan dan
keterkaitan. Berasal dari perkataan mereka nisbatuhu ilaa abiihi
nasaban(nasabnya kepada ayahnya). Ibnus Sikit berkata,” Nasab  itu dari
sisi ayah dan juga ibu.” Sementara sebagian ahli bahasa mengatakan,”
Nasab itu khusus pada ayah, artinya seseorang dinasabkan kepada ayahnya
saja dan tidak dinasabkan kepada ibu kecuali pada kondisi-
kondisi exceptional.
DAFTAR PUSTAKA
Muamar, Afif. KETENTUAN NASAB ANAK SAH, TIDAK SAH, DAN ANAK HASIL
TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN MANUSIA: antara UU Perkawinan dan Fikih
Konvensional, Jurnal Hukum Keluarga Islam, Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434
H, Hal. 46.
Taufiki, Muhammad .KONSEP NASAB, ISTILHÂQ, DAN HAK PERDATA ANAK LUAR
NIKAH, Jurnal Ilmu Syariah, : Vol. XII, No. 2, Juli 2012, Hal. 60.
Jamil, M. NASAB DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AHKAM, Jurnal Ilmmu Syariah, Ahkam:
Vol. XVI, No. 1, Januari 2016, Hal. 124..

Anda mungkin juga menyukai